Kelas : 1B
B. Dasar Tambahan
Ijtihad
Ijtihad ialah istilah para fuqaha, yaitu berfikir dengan menggunakan seluruh ilmu yang dimiliki
oleh ilmuan syari’at Islam untuk menetapkan sesuatu hukum Syari’at Islam dalam hal-hal yang
tenyata belum ditegaskan hukumnya oleh Al-Qur’an dan As-sunnah. Ijtihad dalam pendidikan
harus tetap bersumber dari Al-Qur’an dan Sunnah yang diolah oleh akal yang sehat dari para ahli
pendidikan Islam.
Ijtihad tersebut haruslah dalam hal-hal yang berhubungan langsung dengan kebutuhan hidup di
suatu tempat pada situasi tertentu. Ijtihad di bidang pendidikan ternyata semakin perlu, sebab
ajaran Islam yang terdapat dalam Al-Qur’an dan As-sunnah, hanya berupa prinsip-prinsip pokok
saja.
Bila ternyata ada yang agak terinci, maka rincian itu merupakan contoh Islam dalam
menerapkan prinsip pokok tersebut.
Usaha ijtihad para ahli dalam merumuskan teori pendidikan Islam dipandang sebagai hal yang
sangat penting bagi pengembangan teori pendidikan pada masa yang akan datang.
Aspek ketuhanan menjadi aspek pertama dan aspek dasar pendidikan dalam Islam. Dengan
mengenal Allah Swt. sebagai Tuhan dan Pencipta, pribadi manusia dapat menyadari bahwa segala
yang dipelajari adalah ciptaan-Nya. Dengan bekal itu pula, dalam proses mempelajari ilmu
pengetahuan dan menguak fenoma alam, bukan kesombongan yang muncul dalam diri, melainkan
kesadaran akan kebesaran-Nya serta kedekatan kita dengan-Nya.
Akhlak termasuk dalam aspek penting pendidikan dalam Islam. Kasus korupsi ataupun tindak
kejahatan sosial yang terjadi sekarang, dapat melihat bahwa akhlak sebagai pembentuk moral
masyarakat menjadi pengendali diri untuk terhindar dari tindakan yang merugikan orang lain.
Akhlak yang baik akan mencerminkan pribadi akan selalu melakukan segala sesuatu dengan
batas-batas yang sesuai ajaran Islam dan jauh dari perbuatan yang merugikan orang lain. Hal ini
sesuai dengan tujuan pendidikan yang salah satunya membentuk hubungan yang harmonis antara
sesama. Tanpa akhlak, ilmu pengetahuan dan potensi diri dapat digunakan untuk melakukan
tindakan yang merugikan masyarakat.
Pendidikan akal dan ilmu pengetahuan menjadi aspek yang tidak terpisahkan dalam dunia
pendidikan. Dalam proses belajar mengajar, pendidik maupun anak didik berkutat dalam diskusi
untuk memahami ilmu pengetahuan. Aspek ini berhubungan dengan kesuksesan di dunia profesi.
Dengan akal dan ilmu pengetahuan, potensi diri untuk berkembang dan berprestasi dalam dunia
profesi tertentu dapat dicapai.
Dalam sejarah perkembangan ilmu pengetahuan, pasti orangtua mengenal banyak tokoh
Islam yang menjadi tonggak bidang ilmu tertentu, seperti Abu Ali al Husayn Ibn Abdallah Ibn Al
Hasan Ibn Ali Ibn Sina yang mengembangkan ilmu kedokteran pada zaman keemasan Islam, Abu
Yusuf Ya’qub Ibn Ishaq Al Sabbah Al Kindi yang dikenal sebagai ketua tim penerjemah berbagai
naskah-naskah filsafat Yunani kuno pada zamannya, Abu Abdullah Muhammad Ibn Musa Al
Khwarizmi yang merupakan ahli matematika pada zamannya dengan penemuan alogaritma dan
aljabar yang masih digunakan sampai saat ini. Selain nama-nama tersebut, masih banyak ilmuwan
Islam terkemuka lain yang mempunyai peranan penting dalam perkembangan ilmu pengetahuan
dunia. Oleh karena itu, jangan remehkan aspek ini.
Aspek pendidikan fisik berhubungan dengan potensi jasmani. Setiap orangtua pasti tahu
bahwa potensi diri tidak hanya terdiri atas potensi rohani: akal dan perasaan, tetapi juga potensi
jasmani yang menjadi penyeimbang dua potensi diri manusia. Dengan fisik yang sehat, potensi diri
untuk melakukan berbagai aktivitas dan kegiatan belajar mengajar dapat berjalan lancar. Adanya
mata ajar olahraga, bahkan kompetisi dalam bidang olahraga, menjadi salah satu media
pemenuhan aspek ini.
Seseorang yang memiliki jiwa sehat akan memiliki semangat dan motivasi yang kuat untuk
mencapai sesuatu. Oleh karena itu, aspek pendidikan kejiwaan menjadi salah satu aspek yang
harus dipenuhi dalam pendidikan. Terdapat kata-kata bijak yang sangat familiar dan menunjukkan
pentingnya aspek pendidikan kejiwaan, yaitu, “Di dalam tubuh yang kuat, terdapat jiwa yang
sehat.” Tidak bisa dipungkiri bahwa pikiran positif dan semangat muncul dari jiwa sehat yang dapat
dibentuk dalam proses belajar mengajar.
f) Aspek Pendidikan Keindahan
Aspek keindahan tidak hanya terbatas pada sesuatu yang enak untuk dilihat, tetapi aspek ini
juga menjadi salah satu aspek dalam pendidikan. Jika dilihat dalam Alquran yang merupakan
sumber berbagai ilmu bagi umat manusia, keindahan dalam penyampaiannya dapat kita temukan
dalam rima ayat-ayat dalam berbagai surat, seperti Al-Ikhlas, An-Nas, dan Al-Falaq. Keindahan
dalam berbahasa dan bertutur kata menjadi aspek yang selalu ditunjukkan dalam penyampaian
ilmu dari zaman Nabi Muhammad saw. hingga saat ini.
Dapat kita lihat bahwa aspek-aspek di atas saling terkait dan mendukung. Di dalamnya
mencakup pengembangan potensi diri, baik jasmani maupun rohani, yang tidak hanya berorientasi
pada penguasaan ilmu pengetahuan, tetapi juga diiringi dengan pembekalan akhlak untuk
membentuk pribadi dengan moral yang baik. Dengan begitu, keseimbangan antara pencapaian
kesuksesan dunia dan akhirat menjadi hal utama dalam pendidikan. Dengan begitu, tujuan
pendidikan dalam Islam dan hakikat diri untuk dekat dengan Allah Swt., sesama manusia, dan
alam dapat tercapai.
1. Al-Tarbiyah
Menurut Abdurrahman Al-Nahlawi, kata tarbiyah secara bahasa merupakan kata yang berasal
dari tiga (3) akar kata, yakni, pertama raba – yarbu, yang berarti bertambah atau bertumbuh.
Pengertian ini dapat dilihat dalam Al-Qur’an, surah Ar-Rum, ayat 39. Kedua, berasal dari rabiya-
yarba, yang berarti menjadi dasar, dan yang ketiga, rabba-yarubbu, yang berarti memperbaiki,
menguasai urusan, menuntut, menjaga dan memelihara. Pengertian ini dapat dilihat pada Al-
Qur’an, surat Al-Isra, ayat 24.
Sementara, menurut Naquib Al-Attas, kata tarbiyah mengandung konotasi mengasuh,
menanggung, memberi makan, mengembangkan, memelihara, menumbuhkan (membentuk) dan
juga menjadikannya lebih matang. Dengan demikian, maka yang dimaksud dengan Al-Tarbiyah
adalah proses mengasuh, membina, mengembangkan, memelihara serta menjadi kematangan
bagi suatu objek. Bahkan dalam hal ini, Imam Baidawi memperjelas makna Tarbiyah dengan “Al
Rabbu fi al Ashli bima’na al-Tarbiyah, wahiya al-Tabligh al-Syai’u ila kamalihi syai’an fa syay’an”
(Al-Rabb asal katanya bermakna Tarbiyah, yakni menyampaikan atau mengantarkan sesuatu
menuju ke arah kesempurnaan sedikit demi sedikit).
2. Al-Ta’dib
Kata Ta’dib merupakan bentuk masdar dari kata addaba, yang berarti pengenalan dan
pengakuan yang secara bertahap ditanamkan kepada manusia tentang tempat-tempat yang tepat
dari segala sesuatu di dalam tatanan penciptaan sedemikian rupa, sehingga membimbing ke arah
pengenalan dan pengakuan Kekuasaan dan Keagungan Tuhan di dalam tatanan wujud
keberadaannya. Pengertian ini didasarkan pada Hadits Rasulullah saw. yang mengatakan
“addabani rabbi fa ahsana ta’dibi” (Tuhanku telah mendidikku, sehingga menjadikan baik
pendidikanku). Kata Ta’dib ini menurut Naquib Al-Attas merupakan istilah yang lebih mendekati
pemahaman ilm. Atau dengan kata lain Ta’dib dipahami sebagai istilah pendidikan yang lebih
mengarah pada proses pembelajaran, pengetahuan dan pengasuhan. Oleh karenanya, Naquib
beranggapan bahwa penggunaan istilah Ta’dib lebih proporsional ketimbang istilah Tarbiyah untuk
menyebut istilah Pendidikan Islam.
3. Al-Ta’lim
Menurut Abdul Fattah Jalal dalam buku Minal Ushul al-Tarbawiyah fi al-Islam, istilah Ta’lim
diartikan dengan proses yang terus menerus diusahakan manusia sejak lahir untuk melakukan
pembinaan pengetahuan, pemahaman, pengertian, tanggung jawab dan penanaman amanah.
Batasan pengertian ini dipahami lebih luas cakupannya dibandingkan dengan istilah Al-
Tarbiyah, terutama dalam konteks sequency (cakupan dan wilayah) subjek atau objek didiknya.
Sementara menurut Athiyah Al-Abrasy, ta’lim diartikan dengan upaya menyiapkan individu dengan
mengacu pada aspek-aspek tertentu saja. Al-Ta’lim merupakan bagian kecil dari al-tarbiyah al-
aqliyah, yang hanya mencakup domain kognitif saja dan tidak menyentuh aspek (domain) afektif
dan psikomotorik.
4. Riyadhah
Istilah riyadhah merupakan istilah pendidikan yang digunakan dan dikembangkan oleh Imam
Al-Ghazali untuk menyebutkan istilah pelatihan terhadap pribadi individu pada fase anak-anak,
atau yang dikenal dengan riyadhatusshibyan. Imam Al-Ghazali dalam mendidik anak, lebih
menekankan pada domain afektif dan psikomotor dibandingkan penguasan dan pengisian domain
kognitif (intelektual).