Anda di halaman 1dari 4

BAB II

STUDI PUSTAKA
A. Konsep Masyarakat Madani
Masyarakat madani merupakan pengislaman suatu konsep barat
yaitu, konsep “civil society”. Konsep civil society muncul pada masa
pencerahan di Eropa melalui pemikiran John Locke dan Immanuel Kant.
Konsep ini bertujuan untuk membentuk masyarakat yang beradab dan dapat
membangun dan memaknai kehidupannya sendiri sehingga dapat
berkontribusi dan berkarya untuk umatnya. Konsep civil society muncul
pada masa pencerahan di Eropa melalui pemikiran John Locke dan
Immanuel Kant. Konsep ini muncul untuk menundukan kekuasaan otoritas
monarki dan gereja dengan adanya pembagian kekuasaan. Walaupun
konsep ini bertujuan untuk membuat suatu umat yang idealis dan dapat
membangun masa depannya sendiri, berdasarkan berbagai landasan yang
sudah disebutkan, konsep civil society mengandung unsur sekuler dan
membangun sifat individualis.
Bagi kaum muslim modern, membangun suatu civil society belum
cukup dengan meluruskan adab dan tradisi, pembentukan suatu masyarakat
madani juga harus bersumber kepada agama. Maka berdasarkan hal
tersebut, dibentuklah konsep masyarakat madani untuk menaggulangi
kelemahan konsep civil society. Konsep ini terinspirasi dari Piagam
Madinah yang disusun oleh Nabi Muhammad SAW pada saat ia pertama
kali menginjakkannya kaki di madina. Dokumen ini menyatukan berbagai
kaum yang saling bermusuhan pada saat itu dan menetapkan berbagai hak-
hak dan kewajiban-kewajiban bagi kaum Muslim, kaum Yahudi, dan
berbagai kaum di Madinah. Dengan adanya konsep masyarakat madani
diharapkan terbentuk suatu masyarakat berbudaya yang saling cinta dan
kasih yang menghargai nilai-nilai kemanusiaan. Selain itu agama juga dapat
menjadi suatu pemersatu identitas yang dapat meminimalisir perbedaan
yang dapat memecah belah suatu peradaban.

B. Definisi masyarakat madani


Masyarakat madani adalah penerjemahan dari konsep civil society.
Namun berbeda dari konsep tersebut, masyarakat madani menjunjung tinggi
kekuasaan Allah. Nurcholis Madjid merupakan salah tokoh intelektual
muslim yang mencetus istilah masyarakat madani. Menurut Nurcholis
Madjid, istilah tersebut dapat dipandang dengan dua sudut, yaitu
berdasarkan nama kota Madinah dan berdasarkan arti secara kebahasaan.
Berdasarkan sudut pandang yang pertama, istilah tersebut dapat
dikaitkan dengan kota Madinah yang sebelumnya bernama Yastrib.

4
Perubahan nama kota Yatsrib menjadi Madinah dengan ditetapkannya
Piagam Madinah, mencantumkan berbagai hak-hak dan kewajiban-
kewajiban bagi kaum Muslim, kaum Yahudi, dan berbagai kaum di
Madinah. Hal ini dilakukan dengan tekad menyatukan berbagai umat di
Madinah, terutama kaum Muhajirin dan Anshar bertekad untuk mendirikan
dan membangun masyarakat berperadaban di kota tersebut. Berdasarkan
sudut pandang yang kedua, secara kebahasaan dapat diartikan sebagai
peradaban dan dalam bentuk lain dapat dipadankan dengan berperadaban
dan modern.
Berlandaskan berbagai pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa
masyarakat madani adalah masyarakat yang memelihara perilaku yang
beradab dan berbudaya serta menjunjung tinggi moralitas yang terkandung
dalam nilai-nilai agama islam.

C. Karakteristik Masyarakat Madani


Menurut pendapat Tocqueville mengenai masyarakat
madani,masyarakat madani adalah adanya sikap warga dengan
kesukarelaan (voluntary), keswasembadaan (self generating) dan
keswadayaan (self supporting), kemandirian yang tinggi berhadapan
dengan negara, dan keterikatan dengan norma-norma dan nilai-nilai hukum
yang diikuti oleh warganya. Sedangkan menurut Nurcholis Madjid (1999),
beberapa ciri ciri mendasar dari masyarakat madani yang acuannya tetap
kepada konsep masyarakat yang dibangun Nabi Muhammad s.a.w di
Madinah yaitu:

1) Egalitarianisme (kesepadanan).
2) Penghargaan kepada orang berdasarkan prestasi.
3) Keterbukaan dan partisipasi aktif seluruh masyarakat.
4) Penegakan hukum dan keadilan.
5) Toleransi dan Pluralisme.
6) Musyawarah.

Di dalam masyarakat madani tidak terdapat marginalisasi derajat,


bahkan mereka percaya bahwa setiap manusia memiliki derajat yang sama.
Inilah yang disebut dengan egalitarianisme. Antara pemimpin dan pengikut
tidak dibedakan dalam perlakuan dan pengakuan atas hak dan kewajiban
individual maupun kelompoknya. Yang ada dalam masyarakat madani
adalah kewajaran, kelayakan, proporsionalitas, dan resiprositas. (Yunan
Yusuf, 1995: 58 ).
Dalam mewujudkan masyarakat madani, dibutuhkan manusia-
manusia yang secara pribadi berpandangan hidup dengan semangat
ketuhanan, dengan konsekuensi tindakan rahmatan lil alamin. Dalam Islam

5
tidak ada sistem keturunan, kesukuan atau ras, yang ada adalah sebuah
ukhuwah Islamiyah, persatuan antar umat islam.
Dalam rangka penegakan hukum dan keadilan, Nabi Muhammad
s.a.w juga tidak membedakan antara orang atas dan orang bawah. Sehingga
keadilan yang dijunjung oleh Nabi saw adalah mengibaratkan seandainya
Fatimah, putn' kesayangan beliau, melakukan kejahatan, maka beliau
sendiri yang akan memberikan hukuman sesuai dengan ketentuan yang
berlaku. Paham pluralisme atau kemajemukan masyarakat tidak cukup
hanya dengan sikap mengakui dan menerima kenyataan masyarakat yang
majemuk, tapi harus disertai dengan sikap yang tulus nanik menerima
kenyataan kemajemukan dan itu adalah suatu hal yang positif. Dengan
demikian akan memperkaya pertumbuhan budaya melalui interaksi dinamis
dan pertukaran silang budaya yang beraneka ragam. Pemahaman pluralisme
harus diiringi dengan toleransi yang memberikan penilaian bahwa
merupakan suatu kewajiban untuk melaksanakan ajarannya sendiri. Jika
toleransi menghasilkan adanya tata cara pergaulan yang enak antara
berbagai kelompok yang berbeda-beda, maka hasil ini harus dipahami
sebagai “hikmah” atau “manfaat” dari pelaksanaan suatu ajaran yang benar.
Dasar toleransi dan pluralisme dalam Piagam Madina! diambil dari konsep
Al-Qur'an yang mengajarkan tidak adanya Paksaan dalam agama, sehingga
bisa memilih dan bertanggung jawab dengan dasar kebenaran (QS. Al-
Baqarah: 256).
Keberadaan manusia dalam sebuah masyarakat yang sangat plural
mengharuskannya berinteraksi dengan baik. Ajaran kemanusiaan yang suci
membawa konsekuensi bahwa kita harus melihat sesama manusia secara
optimis dan positif dengan berprasangka baik (husn al-dzan). Berdasarkan
pandangan kemanusiaan yang optimis dan positif tersebut, kita harus
memandang bahwa setiap orang mempunyai potensi yang baik dan benar
sehingga pendapat-pendapatnya layak untuk didengar. Demikianlah,
menurut Nurcholis, musyawarah pada hakikatnya tak lain ialah interaksi
positif berbagai individu dalam masyarakat untuk berpendapat dan
mendengarkan pendapat. Kemudian Maulidin Al-Maula, Direktur Lembaga
Studi Agama dan Demokrasi (LSAD) Surabaya, memberikan ciri utama
masyarakat madani adalah sebagai berikut:
1) Kemandirian yang tinggi dari individu-individu dan kelompokkelompok
masyarakat saat berhadapan dengan negara.
2) Adanya ruang publik yang bebas sebagai wahana bagi keterlibatan politik
secara aktif dari warga negara melalui wacana Praktis yang berkaitan
dengan kepentingan publik.
3) Adanya kemampuan membatasi kuasa negara agar ia tidak intervensionis.
Maulidin memberikan ciri tentang masyarakat madani sebagai
keindonesiaan civil society yang berkiblat pada pemikir -pemikir barat. Ada

6
suatu hal yang agak lain dalam memberikan ciriciri civil society yang
ditelurkan oleh Ernest Gellner. Konsep Gellner tentang civil society
diilhami oleh tatanan ekonomi yang dipegang oleh kaum borjuasi yang
mendapat legitimasi pemegang kekuasaan, juga munculnya rasionalisasi
sebagai gugatan atas dogmatika Kristiani. Akibat kondisi sosial yang terjadi
sedemikian rupa di barat tersebut, sehingga melahirkan renaisans atau
dalam Jerman disebut sebagai aufklarung (pencerahan). (Adi Suryana Culla,
1999: 69)

Dari berbagai pendapat tentang ciri-ciri masyarakat madani di atas


maka secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa karakteristik
masyarakat madani adalah:
1) Berlandaskan agama (Islam) dan moralitas luhur.
2) Memiliki sikap egalitarianism.
3) Toleransi dan penghargaan terhadap HAM.
4) Keterbukaan dan demokratis.
5) Supremasi hukum dan kesadaran hukum.
6) Berilmu pengetahuan tinggi.
7) Kemandirian dan berbudaya maju

Sedangkan Karakteristik dalam masyarakat yang madani :

1. Free public sphere (ruang publik yang bebas), yaitu masyarakat memiliki
akses penuh terhadap setiap kegiatan publik, yaitu berhak dalam
menyampaikan pendapat, berserikat, berkumpul, serta mempublikasikan
informasikan kepada publik.
2. Demokratisasi, yaitu proses dimana para anggotanya menyadari akan hak-
hak dan kewajibannya dalam menyuarakan pendapat dan mewujudkan
kepentingan-kepentingannya
3. Toleransi, yaitu sikap saling menghargai dan menghormati pendapat serta
aktivitas yang dilakukan oleh orang/kelompok lain.
4. Pluralisme, yaitu sikap mengakui dan menerima kenyataan mayarakat yang
majemuk disertai dengan sikap tulus,
5. Keadilan sosial (social justice), yaitu keseimbangan dan pembagian antara
hak dan kewajiban, serta tanggung jawab individu terhadap lingkungannya.
6. Partisipasi sosial, yaitu partisipasi masyarakat yang benar-benar bersih dari
rekayasa, intimidasi, ataupun intervensi penguasa/pihak lain.
7. Supremasi hukum, yaitu upaya untuk memberikan jaminan terciptanya
keadilan
8. Sebagai pengembangan masyarakat melalui upaya peningkatan pendapatan
dan pendidikan

Anda mungkin juga menyukai