Anda di halaman 1dari 3

10.1.3.

Peran Umat Islam dalam Mewujudkan Masyarakat Madani

Peranan islam dalam mewujudkan masyarakat yang madani sangat beragam bentuknya. Dalam
konteks masyarakat Indonesia, dimana umat islam adalah mayoritas, peranan umat islam dalam
mewujudkan masyarakat madani sangat benar-benar menentukan kondisi masyarakat Indonesia sangat
tergantung pada konstribusi yang diberikan oleh umat islam di nusantara. Peranan umat islam itu dapat
direalisasikan melalui jalur hukum, sosial-politik, ekonomi dan masih banyak lainnya di negara Indonesia,
memberikan ruang untuk menyalurkan aspirasinya secara konstruktif bagi kepentingan bangsa secara
keseluruhan.

Permasalahan pokok yang masih menjadi kendala saat ini adalah kemampuan, eksistensi dan
konsistensi umat islam di Indonesia terhadap karakter dasarnya untuk mengimplementasikan ajaran
islam dalam kehidupan beragama, berbangsa dan bernegara melalui jalur-jalur yang telah disediakan.
Sekalipun umat islam secara kuantitatif adalah mayoritas, tetapi secara kulitatif masihrendah sehingga
perlu ada pembaharuan dan pemberdayaan secara sistematis dan efisien. Hal itu dapat dilihat dari
fenomena-fenomena sosial yang sangatlah bertentangan dengan ajaran islam, seperti angka kriminalitas
yang masih sangatlah tinggi, korupsi yang telah menjadi budaya di seluruh sektor kepemerintahan,
kurangnya rasa aman dan nyaman si negara sendiri, krisis kepercayaan antara masyarakat dengan
pemerintah dan lain sebagainya. Bila umat islam sudah benar-benar mencerminkan sikap hidup yang
islami dan memiliki ketebalan iman yang cukup, pastinya bangsa Indonesia menjadi bangsa yang kuat
dan sejahtera.

Peranan umat islam di Indonesia untuk mewujudkan masyarakat madani sangat diperlukan
dikarenakan umat islam merupakan masyarakat mayoritas. Untuk mewujudkan harus ada upaya –upaya
yang perlu dilakukan yaitu :

1. Keniscayaan peranan umat islam

Umat islam adalah umat yang diberikan oleh Allah di antara pemeluk agama yang lainnya. Umat
islam memiiki aturan hidup yang sempurna dan sesuai dengan fitrah hidupnya. Dalam konteks
masyarakat Indonesia, dimana umat islam adalah mayoritas maka sudah sangat pasti peranan
umat islam sangat menentukan.

2. Keniscayaan sistem ekonomi dan kesejahteraan umat

Sistem ekonomi islam menggunakan prinsip ekonomi yang diasaskan dan dibatasi oleh ajaran
islam. Dimana dalam Al-Qur’an dan Hadits dipelajari adanya motif laba (protif) dalam kegiatan
ekonomi, namun terbatasi oleh syarat-syarat moral kehidupan. Kehidupan sosial dan
pembatasan pada setiap diri masyakat. Islam mengharamkan riba, tipu daya, pemaksaan dan
eksploitasi berlebihan dan muderat. Islam lebih mengedepankan ekonomi pasar untuk
mengembangkan harta. Sebab harta bukan saja untuk kesejahteraan pribadi tetapi juga melihat
kesejahteraan sosial dalam kehidupan bermasyarakat.

3. Zakat dan wakaf sebagai instrumen kesejahteraan umat


Dalam ajaran islam ada dua dimensi hubungan yang harus dipelihara yaitu hubungan manusia
dengan Allah dan hubungan manusia lain dalam kehidupan bermasyarakat, kedua hubungan ini
harus berjalan seimbang dan penuh dengan aturan.
Dengan terlaksanakannya hubungan tersebut maka manusia akan sejahtera baik dunia maupun
akhirat. Untuk mencapai tujuan itu, maka diadakan zakat, sedekah, infaq, hibah dan wakaf.
Dengan pengelolaan zakat dan wakaf dengan baik maka akan terwujud masyarakat madani yaitu
masyarakat akan sejahtera sosial ekonomi.

Berikut adalah prinsip masyarakat madani yang terkandung dalam Al-Qur’an dan AL-Hadits :

1. Keadilan
Dalam islam sudah diterangkan dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits tentang aspek kehidupan dalam
bermasyarakat.

2. Supremasi Hukum
Pentingnya berlaku adil karena sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa-apa yang kita kerjakan.

3. Persamaan
Saling menghargai dan menghormati karena umat manusia harus bersatu walaupun berbeda-beda

4. Pluralisme (kemajemukan)
Bersikap toleran yang tinggi dan saling menghormati.

5. Pengawasan sosial
Keterbukaan sebagai konsekuensi logis dari pandangan positif dan optimis terhadap sesama manusia.

10.2. Kesejahteraan Umat

Menurut ajaran Islam, semua kegiatan manusia termasuk kegiatan sosial dan ekonomi haruslah
berlandaskan tauhid (keesaan Allah). Dengan demikian realitas dari adanya hak milik mutlak tidak dapat
diterima dalam Islam melainkan hanya milik Allah saja, sedangkan manusia hanyalah memiliki hak milik
nisbi atau relatif. Pernyataan dan batas-batas hak milik dalam Islam sesuai dengan sistem keadilan hak-
hak semua pihak yang terlibat di dalamnya.
Islam mempunyai dua prinsip utama, yakni pertama, tidak seorangpun yang berhak
mengeksploitasi orang lain; dan kedua, tidak ada sekelompok orangpun boleh memisahkan diri dari orang
lain dengan tujuan untuk membatasi kegiatan sosial ekonomi di kalangan mereka saja. Sebagaimana
dalam QS. al-Syu’ara ayat 183, artinya: “Janganlah kamu merugikan manusia pada hak-haknya dan
janganlah kamu merajalela di muka bumi dengan membuat kerusakan.”
Dalam komitmen Islam yang khas dan mendalam terhadap persaudaraan, keadilan ekonomi dan
sosial. Akan tetapi, konsep Islam dalam distribusi pendapatan dan kekayaan serta konsepsinya tentang
keadilan sosial tidaklah menuntut bahwa semua orang harus mendapat upah yang sama tanpa
memandang kontribusinya kepada masyarakat. Islam mentoleransi ketidaksamaan pendapatan sampai
tingkat tertentu, karena setiap orang tidaklah sama sifat, kemampuan, dan pelayanannya dalam
masyarakat. Dalam Q.S. An-Nahl ayat 71 disebutkan, yang artinya: “Dan Allah melebihkan sebahagian
kamu dari sebagian yang lain dalam hal rezki, tetapi orang-orang yang dilebihkan (rezkinya itu) tidak mau
memberikan rezki mereka kepada budak-budak yang mereka miliki, agar mereka sama (merasakan) rezki
itu. Maka Mengapa mereka mengingkari nikmat Allah.”
Dalam ukuran tauhid, seseorang boleh menikmati penghasilannya sesuai dengan kebutuhannya.
Kelebihan penghasilan atau kekayaannya harus dibelanjakan sebagai sedekah karena Alah. Sebagaimana
Firman Allah dalam QS. An-nisa ayat 114, yang artinya: “Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-
bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau
berbuat ma’ruf, atau mengadakan perdamaian di antara manusia. dan barangsiapa yang berbuat
demikian Karena mencari keredhaan Allah, Maka kelak kami memberi kepadanya pahala yang besar.”
Dalam ajaran Islam ada dua dimensi utama hubungan yang harus dipelihara, yaitu hubungan manusia
dengan Allah dan hubungan manusia dengan manusia dalam masyarakat. Dengan melaksanakan kedua
hubungan itu dengan baik, maka hidup manusia akan sejahtera baik di dunia maupun di akhirat kelak.

DAFTAR PUSTAKA

Suito, Deny. 2006. Membangun Masyarakat Madani. Centre For Moderate Muslim Indonesia: Jakarta.
Sutianto, Anen. 2004. Reaktualisasi Masyarakat Madani Dalam Kehidupan. Pikiran Rakyat: Bandung.

Anda mungkin juga menyukai