Anda di halaman 1dari 15

ORGANISASI MAHASISWA ISLAM, Dari Analisis Hingga Aplikasi

Oleh Muhammad Karebet Widjajakusuma


Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum, sehingga kaum itu mengubah nasibnya sendiri. QS Ar Radu : 11 Barangsiapa bangun pagi hari dan hanya memperhatikan masalah dunianya, maka orang tersebut tidak berguna apa-apa di sisi Allah. Barangsiapa tidak pernah memperhatikan urusan kaum muslimin yang lain, maka mereka tidak termasuk golonganku. HR. Thabrani dari Abu Dzar Al Ghiffari Dan siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal shaleh dan berkata: sesungguhnya aku termasuk golongan kaum muslimin. QS Fushshilat: 33 Serulah (manusia) ke jalan Tuhanmu (Islam) dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. QS. An Nahl: 125 Sesungguhnya Allah sangat menyukai orang yang berperang di jalan-Nya dengan cara teratur seakan-akan seperti bangunan yang tersusun kokoh. QS As Shaf: 4

TUGAS SIAPA ITU?


Cerita ini adalah tentang empat orang yang bernama SEMUA ORANG, SESEORANG, SIAPA SAJA, dan TAK SEORANG PUN. Ada tugas penting untuk dikerjakan dan SEMUA ORANG diminta melakukannya. SEMUA ORANG yakin bahwa SESEORANG akan melakukannya. SIAPA SAJA bisa melakukannya, tetapi TAK SEORANG PUN yang melakukannya. SESEORANG menjadi marah tentang itu, sebab ini tugas SEMUA ORANG. SEMUA ORANG menganggap bahwa SIAPA SAJA dapat melakukannya, tetapi TAK SEORANG PUN yang menyadari bahwa SEMUA ORANG tidak akan melakukannya. Akhirnya, SEMUA ORANG menyalahkan SESEORANG ketika TAK SEORANG PUN melakukan apa yang bisa dilakukan oleh SIAPA SAJA. Tugas siapakah itu? (dikutip dari Altalib, 1999)

Kisah di atas tentu saja bukanlah sekadar dongeng. Dalam perspektif organisasi, kisah tersebut sedikit banyak telah memberikan gambaran tentang hakikat pentingnya organisasi yang tertata apik dengan kejelasan landasan, fungsi dan kedudukannya serta hubungan yang kuat dan saling menunjang di antara anggotanya. Bila tidak, maka - seperti ditampakkan kisah tersebut hanya akan membawa kisah sedih disorientasi, disfungsi dan bahkan disorganisasi. Atas dasar itu, kisah tersebut kiranya lebih tepat bila disebut semacam muhasabah manajemen yang relevan dan tampaknya akan selalu up to date bagi perubahan, perbaikan dan bahkan penyempurnaan kinerja manajemen suatu organisasi. Terlebih bagi suatu organisasi yang telah nyata-nyata mengidentikkan diri sebagai wahana dakwah. Termasuk di dalamnya, organisasi mahasiswa yang membawa brand Islam. Dengan awalan kisah manajemen di atas, tulisan ini dimaksudkan untuk membantu menyelami seluk-beluk organisasi mahasiswa Islam. Untuk memenuhi maksud tersebut dengan bantuan ramuan berbagai pendekatan yang lazim digunakan dalam pembahasan organisasi, seperti perencanaan strategis dan pendekatan sistem maka, dalam tulisan ini berturut-turut disajikan paparan tentang: 1) analisis SWOT mahasiswa muslim, yang berujung pada pemberian rekomendasi posisi dan strategi untuk menjawab pertanyaan tentang kedudukan dan fungsi mahasiswa; 2) paradigma organisasi mahasiswa Islam, untuk menjawab pertanyaan landasan dan arah serta tujuan pergerakan organisasi mahasiswa muslim; dan 3) anatomi model organisasi mahasiswa Islam dalam perspektif sistemik, untuk menjawab pertanyaan masukan SDM yang diperlukan, proses yang semestinya dijalankan dan keluaran SDM yang selayaknya; 4) aplikasi praktis organisasi mahasiswa Islam sebagai wahana dakwah.

SATU, ANALISIS SWOT MAHASISWA ISLAM Analisis Eksternal Peluang & Tantangan: Umat
Krisis Kehidupan Multidimensi: Sebuah Fakta
Kini di negeri berpenduduk muslim terbesar di dunia ini, akibat krisis ekonomi yang berkepanjangan, puluhan juta orang terpaksa hidup dalam kemiskinan dan belasan juta orang kehilangan pekerjaan. Sementara, sekitar 4,5 juta anak harus putus sekolah. Beban kehidupan bertambah berat seiring dengan kenaikan harga-harga akibat krisis ekonomi yang berkepanjangan. Bagi mereka yang lemah iman, berbagai kesulitan yang dihadapi itu dengan mudah mendorongnya untuk melakukan tindak kejahatan. Berbagai bentuk kriminalitas mulai dari pencopetan, perampokan maupun pencurian dengan pemberatan, penjarahan serta pembunuhan dan perbuatan tindak asusila, budaya permisif, pornografi dengan dalih kebutuhan ekonomi terasa semakin meningkat tajam. Di sisi lain, sekalipun pemerintahan reformasi yang dianggap legitimed telah terbentuk, tapi kestabilan politik belum juga kunjung terwujud. Bahkan gejolak politik di beberapa daerah malah terasa lebih meningkat. Mengapa semua ini terjadi? Dalam keyakinan Islam, berbagai krisis tadi merupakan fasad (kerusakan) yang ditimbulkan oleh karena tindakan manusia sendiri. Ditegaskan oleh Allah dalam al-Quran surah ar-Rum ayat 41: Telah nyata kerusakan di daratan dan di lautan oleh karena tangan-tangan manusia. (QS. Ar Rum: 41) Muhammad Ali Ashabuni dalam kitab Shafwatu al-Tafasir menyatakan bahwa yang dimaksud dengan bi ma kasabat aydinnas dalam ayat itu adalah oleh karena kemaksiyatan-

Problematika

kemaksiyatan dan dosa-dosa yang dilakukan manusia (bi sababi maashi al-naas wa dzunu bihim). Maksiyat adalah setiap bentuk pelanggaran terhadap hukum Allah, yakni melakukan yang dilarang dan meninggalkan yang diwajibkan. Dan setiap bentuk kemaksiyatan pasti menimbulkan dosa. Selama ini, terbukti, di tengah-tengah masyarakat, termasuk dalam penataan kehidupan bermasyarakat dan bernegara, banyak sekali kemaksiyatan dilakukan. Dalam sistem sekuler, aturan-aturan Islam memang tidak pernah secara sengaja selalu digunakan. Agama Islam, sebagaimana agama dalam pengertian Barat, hanya ditempatkan dalam urusan individu dengan tuhannya saja. Sementara dalam urusan sosial kemasyarakatan, agama (Islam) ditinggalkan. Pengamatan secara mendalam atas semua hal di atas, membawa kita pada satu kesimpulan: bahwa semua itu telah menjauhkan manusia dari hakikat visi dan misi penciptaannya. Manusia telah dipalingkan dari hakikat visi dan misi penciptaannya.

Akar Permasalahan: Hegemoni Ideologi Kapitalis Sekuler


Akar permasalahan mendasar dari munculnya berbagai krisis multidimensi yang tengah kita hadapi adalah akibat tegaknya sistem kehidupan sekuler di tengah masyarakat. Tatanan ekonomi yang kapitalistik, perilaku politik yang oportunistik, budaya hedonistik, kehidupan sosial yang egoistik dan individualistik, sikap beragama yang sinkretistik dan paradigma pendidikan yang materialistik serta sisi kehidupan sekuler lainnya sebenarnya hanyalah buah yang merupakan akibat dari diterapkannya sistem kehidupan sekuleristik tadi. Setelah runtuhnya komunisme di penghujung tahun 80-an, ideologi kapitalis-sekuler dengan leluasa merambah hampir seluruh negara di dunia, tak terkecuali dunia Islam. Dunia Islam, yang pernah berjaya menguasai lebih dari 2/3 belahan dunia, kini setelah runtuhnya Khilafah Islam Utsmaniyah pada tahun 1924, terpecah menjadi lebih dari 50 negara kecil-kecil. Umat Islam bukan hanya lemah secara politik, ekonomi, militer, tapi juga di bidang pemikiran. Akibatnya, umat tak kuasa menahan serbuan pemikiran, pemahaman dan budaya yang bertentangan dengan aqidah Islam. Di tengah-tengah sistem sekuleristik tadi lahirlah berbagai bentuk tatanan yang jauh dari nilai-nilai agama. Di bidang ekonomi berkembang ekonomi kapitalistik. Di bidang politik, berkembang perilaku politik oportunistik, budaya hedonistik, kehidupan sosial yang egoistik dan individualistik, serta sikap beragama yang sinkretistik serta paradigma pendidikan yang materialistik. Dalam tatanan ekonomi kapitalistik, kegiatan ekonomi digerakkan sekedar untuk meraih perolehan materi tanpa memandang apakah kegiatan itu sesuai dengan aturan Islam atau tidak. Aturan Islam yang sempurna dirasakan justru menghambat. Sementara dalam tatanan politik yang oportunistik, kegiatan politik tidak didedikasikan untuk tegaknya nilai-nilai tapi sekedar demi jabatan dan kepentingan sempit lainnya. Dalam tatanan budaya hedonistik, budaya telah berkembang sebagai bentuk ekspresi pemuas nafsu jasmani. Dalam hal ini, Barat telah menjadi kiblat. Kesanalah orang mengacu dalam musik, mode, makanan, film, bahkan juga gaya hidup. Dampak lain dari kehidupan yang materialistik-sekuleristik adalah makin menggejalanya kehidupan sosial yang egoistik dan individualistik. Tatanan masyarakat memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada pemenuhan apapun hak dan kepentingan setiap individu. Koreksi sosial hampir-hampir tidak lagi dilihat sebagai tanggung jawab bersama seluruh komponen masyarakat. Sikap beragama sinkretistik intinya adalah menyamadudukan semua agama. Paham ini bertumpu pada tiga doktrin: (1) Bahwa, menurut mereka, kebenaran agama itu bersifat subyektif. Masing-masing pemeluk agama pasti akan menganggap bahwa agamanya pasti benar; (2) Maka, sebagai konsekuensi dari doktrin pertama, tidak boleh ada satu agama mendominasi pemeluk agama yang lain. Semua agama harus disamadudukkan; (3) oleh karena itu, dalam masyarakat yang terdiri dari banyak agama, diperlukan aturan hidup bermasyarakat yang dinilai mampu mengakomodasi semua agama yang ada di dalam masyarakat. Sikap beragama seperti ini menyebabkan sebagian umat Islam memandang rendah, bahkan tidak suka, menjauhi dan memusuhi aturan agamanya sendiri. Mereka lupa bahwa seorang Muslim harus meyakini hanya Islam saja yang diridhai Allah SWT. Organisasi Mahasiswa Islam 3
hak cipta hanyalah milik Allah SWT, dianjurkan untuk menyebarluaskannya sebagai amal jariyah

Sementara itu, sistem pendidikan yang materialistik terbukti telah gagal melahirkan manusia shaleh yang sekaligus menguasai iptek. Terdapat kesan yang sangat kuat bahwa pengembangan ilmu-ilmu kehidupan (iptek) adalah suatu hal yang berada di wilayah bebas nilai, sehingga sama sekali tak tersentuh oleh standar nilai agama. Sementara, pembentukan karakter siswa yang merupakan bagian terpenting dari proses pendidikan justru kurang tergarap secara serius. Agama ditempatkan pada posisi yang sangat individual. Nilai transendental dirasa tidak patut atau tidak perlu dijadikan sebagai standar penilaian sikap dan perbuatan. Tempatnya telah digantikan oleh etik (ethic) yang pada faktanya bernilai materi juga. Apa sebenarnya sekulerisme itu? Sekulerisme oleh Muhammad Qutb (1986) dalam bukunya Ancaman Sekulerisme, diartikan sebagai iqomatu al hayati ala ghayri asasin mina al-dini, yakni membangun struktur kehidupan di atas landasan selain agama (Islam). Sementara, Syekh Taqiyyudin An Nabhani (1953) dalam kitabnya Nizhamul Islam, menjelaskan sekulerisme sebagai fashluddin anil hayah, yaitu memisahkan agama (Islam) dari kehidupan. Pemikiran sekulerisme berasal dari sejarah gelap Eropa Barat di abad pertengahan. Saat itu, kekuasaan para agamawan (rijaluddin) yang berpusat di gereja demikian mendominasi hampir semua lapangan kehidupan, termasuk di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Para ilmuwan dan negarawan melihat kondisi ini sebagai suatu hal yang sangat menghambat kemajuan, sebab temuan-temuan ilmiah yang rasional sekalipun tidak jarang bertabrakan dengan ajaran geraja yang dogmatis. Galileo Galilei dan Copernicus yang menolak mengubah pendapatnya bahwa mataharilah yang menjadi sentra perputaran planet-planet (heliosentris) dan bukan bumi (geosentris) sebagaimana yang didoktrinkan geraja selama ini, akhirnya dihukum mati. Maka sampailah para ilmuwan dan negarawan itu pada satu kesimpulan bahwa bila ingin maju, masyarakat harus meninggalkan agama; atau membiarkan agama tetap di wilayah ritual peribadatan sementara wilayah duniawi (politik, pemerintahan, iptek, ekonomi, tata sosial dan lainnya) harus steril dari agama. Inilah awal munculnya pemahaman sekulerisme. Tapi, satu hal yang harus diperhatikan benar adalah bahwa gugatan yang menyangkut eksistensi peran agama di tengah masyarakat ini sebenarnya terjadi khas pada agama Kristen saja yang ketika itu memang sudah tidak lagi up to date. Karenanya, menjadi suatu kejanggalan besar bila gugatan tadi lantas dialamatkan pula pada Islam, agama yang sempurna lagi paripurna dan diridloi Allah SWT bagi seluruh umat manusia. Islam jelas tidak mengenal pemisahan antara urusan ritual dengan urusan duniawi. Shalat adalah ibadah yang merupakan bagian dari syariat dimana seluruh umat Islam harus terikat sebagaimana keterikatan kaum muslimin pada syariat di bidang yang lain, seperti ekonomi dan sosial politik. Seluruh gerak laku seorang muslim adalah ibadah, karena Islam adalah sebuah totalitas. Dan merupakan tindak kekufuran bagi seorang muslim bila beriman kepada ajaran Islam sebagian dan menolak sebagian yang lain. Oleh karena itu, benar-benar sangat aneh jika umat Islam ikut-ikutan menjadi sekuler.

Analisis Internal - Kekuatan: Nilai Strategis Mahasiswa & Kampus


Dari segi struktur sosial kemasyarakatan, mahasiswa dan kampus merupakan satu kesatuan sistem yang mempunyai peranan penting dalam perubahan sosial dan peri-kepemimpinan di tengah-tengah masyarakat. Dari segi potensi intelektual, termasuk manusia yang mempunyai taraf berfikir di atas rata-rata. Dari segi usia, mahasiswa merupakan kelompok masyarakat yang berusia muda. Pada usia semuda itu masih terbuka peluang bagi perkembangan dan perubahan besar di masa datang. Usia mahasiswa adalah usia saat manusia mencari bentuk dan identitas bagi corak kehidupan yang akan dijalaninya nanti. Kepribadian mahasiswa umumnya masih mudah dibentuk. Dari segi idealisme, mahasiswa juga merupakan sosok manusia yang sarat akan idealisme, suka berpihak pada suatu hal yang diyakini kebenarannya atau sesuatu yang ia minati. Bahkan tak jarang mahasiswa mau memberikan apa

yang ia miliki untuk memperjuangkan keyakinannya atau menggeluti yang diminatinya, lepas apakah itu benar secara hakiki atau tidak, layak atau tidak. Dengan semua itu mahasiswa juga memiliki kecenderungan terhadap perubahan keadaan masyarakat ke arah yang dicita-citakannya. Ia tidak menyukai kemapanan dan kemandegan, karena dalam pandangannya itu sama artinya dengan kemunduran dan dirasakan tidaklah sesuai dengan dorongan jiwa mudanya yang penuh gejolak idealisme. Meski, tak jarang ia hanya sekedar menginginkan perubahan saja tanpa memikirkan apakah perubahan yang dikehendaki itu menghantarkan kepada keadaan yang lebih baik atau tidak. Pendek kata, pokoknya asal berubah. Ketidakmampuan mendefinisikan secara jelas perubahan macam apa yang dikehendaki acap kali membawanya kepada suasana gelora tanpa kendali. Namun demikian, tidak sedikit mahasiswa yang mampu menggambarkan secara jelas perubahan yang dikehendakinya dengan baik, bahkan hingga mengatasi pemikiran yang berkembang saat itu. Hal ini ditunjang oleh kebiasaannya berfikir, belajar dan mengkaji sesuatu dari berbagai sumber yang ia dapatkan. Kekuatan daya tangkap, daya nalar, dan imajinasinya, menghantarkannya menjadi pemikir-pemikir muda yang potensial. Terlebih bila ia memang sengaja dididik, dibina, dikembangkan dalam kerangka ideologi dan untuk tujuan tertentu, maka ia untuk tumbuh menjadi kader yang tangguh, agen perubahan masyarakat ke arah cita-cita yang diembannya. Usia mudanya memberikan peluang untuk mengembangkan dirinya lebih lanjut, mengasah dan menajamkan pemikirannya, meningkatkan keberanian dan nilai kejuangannya. Idealisme yang dimiliki mendorong dirinya untuk bergerak demi perjuangannya itu. Perjuangan menegakkan idealisme tidak berhenti hanya pada saat ia menjadi mahasiswa, tapi berlanjut pada kehidupan pasca kampusnya. Pembinaan yang diterima semasa mahasiswa, mendorongnya untuk tetap setia memperjuangkan idealisme itu dalam kehidupannya selepas mahasiswa. Untuk itu, ia kemudian mengatur garis kehidupannya, gaya dan kegiatan hidupnya hingga selaras dengan cita-citanya. Ia membuat rencana-rencana dan langkah-langkah, serta membangun hubungan-hubungan dengan orang atau lembaga se-idealisme, serta menyebarkan ide-ide dan pemikirannya dengan berbagai cara. Ia telah bergerak di tengah masyarakat di bawah idelisme yang diyakininya. Berbagai hambatan dan kesulitan dijalaninya dengan penuh ketegaran dan keyakinan. Ia tidak surut dan bergeming dari jalan yang ditempuhnya. Bahkan, semua kesulitan itu semakin meyakinkan dan memantapkan langkahnya. Maka tumbuhlah ia di tengah-tengah masyarakat dikenal sebagai pejuang cita-cita tertentu. Ia dikenal ide dan pemikirannya. Ia dikagumi karena .konsistensinya terhadap idealisme dan sikap hidupnya. Ia diikuti karena cita-cita dan pemikirannya. Ia telah menjadi figur yang memiliki kredibilitas ide yang diakui secara obyektif oleh masyarakat (Yusanto, 1998). Kampus ibarat tanah, adalah lahan paling subur untuk menyebarkan suatu paham atau ideologi, sehingga kelak suatu saat ia akan menuai hasilnya berupa kader-kader yang tangguh. Dan kampus, sebagai lahan pertanian tadi, terbuka untuk segala macam benih yang saling bertentangan sifat hidupnya sekalipun. Dalam konteks demikianlah kita mestinya melihat dakwah di kampus. Maka tak pelak lagi bahwa kampus dengan mahasiswanya memiliki posisi yang amat strategis bagi perubahan masyarakat di masa mendatang, terutama di mata kaum yang berkepentingan memperjuangkan suatu ideologi. Mereka sama-sama melihat, di dalam kampus didapatkan kader atau tunas muda yang bisa dibina untuk menjadi pengikut dan pejuang setianya.

Analisis Internal Kelemahan: Kendala Dakwah


Di samping sejumlah keunggulan yang bernilai strategis, mahasiswa dan kampus juga memiliki sejumlah faktor internal yang tergolong sebagai kelemahan. Organisasi Mahasiswa Islam
hak cipta hanyalah milik Allah SWT, dianjurkan untuk menyebarluaskannya sebagai amal jariyah

Sebagai konsekuensi dari 'transion people', interaksi mahasiswa di kampus dengan dakwah berlangsung sangat singkat. Efektif paling 3 tahun. Yang menjadi persoalan adalah, bagaimana dalam waktu sependek itu tertanam dalam diri mahasiswa kesadaran Islam, perlunya mendalami serta nilai-nilai perjuangannya. Apalagi bila diingat, ibarat ladang terbuka tadi, pada waktu bersamaan bekerja juga dakwah selain Islam. Yakni dari kalangan sosialis sekuler dan, melalui sistem pendidikannya, pikiran kapitalis-nasionalis-sekuler berkembang. Berapa ribu sarjana berotak tidak Islami terlahir dari kampus tiap tahunnya. Bila kampus menjadi garda terdepan dalam proses perubahan perikehidupan dan perikepemimpinan masyarakat masa mendatang, bisa dibayangkan corak masa depan seperti apa yang dibangun oleh mereka. Jadi jelaslah, dakwah Islam berpacu dengan waktu. Akibat interaksi yang pendek, fungsionaris organisasi dakwah kampus dengan cepat pula mengalami pergantian. Sering terjadi, perbedaan mafhum dakwah - berarti perbedaan orientasi dan prioritas dakwah - menimbulkan konflik antar generasi. Hal ini tentu mengakibatkan ketidakberlanjutan dan ketidakkonsistenan langkah dakwah. Pembinaan dengan sistem dan materi yang mantap akan menghilangkan, atau setidaknya mengurangi konflik tersebut. Dakwah yang baik adalah dakwah yang berakar di tengah masyarakat. Sementara, masyarakat kampus - dalam pengertian sesungguhnya - tidaklah pernah ada. Yang ada adalah para mahasiswa yang selalu berganti, dosen dan karyawan yang berkumpul di kampus untuk satu kepentingan profesi. Jadi, bagaimana dakwah di kampus bisa berakar? Dakwah di kampus bisa saja berakar. Yakni pada masyarakat di sekitar kampus. Untuk masyarakat kampus, khususnya dosen dan karyawan, yang bisa dilakukan setidaknya menciptakan citra tentang kebaikan Islam. Dan dakwah berharap mereka siap menjadi musaa'idun (pendukung) perjuangan Islam (Yusanto, 1998).

Rekomendasi 1: Solusi Fundamental


Mengingat beratnya persoalan atau krisis yang dihadapi, maka semua itu hanya mungkin dihadapi melalui solusi yang paradigmatik dan integral. Mengapa? Harus secara paradigmatik oleh karena semua problema yang ada sesungguhnya berpangkal sistem yang terlahir dari pandangan hidup yang salah, yaitu sekulerisme. Sekulerisme memang nyata-nyata bertentangan dengan Islam, mengingkari fitrah tauhid manusia dan bertentangan dengan akal sehat. Berbagai problema tadi juga menghendaki solusi yang integral oleh karena kerusakan yang terjadi telah menyentuh semua sendi kehidupan manusia. Penyelesaian yang parsial tidak akan mampu menyelesaikan secara tuntas berbagai krisis itu. Bahkan sebaliknya bisa memicu problema baru yang mungkin tidak kalah gawatnya. Solusi paradigmatik dan integral yang dimaksud tidak lain adalah dengan cara menegakkan kembali seluruh tatanan kehidupan masyarakat berlandaskan pada aturan syariat Islam. Tatanan kehidupan ini akan tegak bila didukung oleh tiga pilar harmoni, yakni: Ketaqwaan individu. Setiap individu Muslim dipastikan dan dibina agar menjadi SDM yang bertaqwa. Kontrol masyarakat. Interaksi antar anggota komunitas adalah interaksi yang terjadi dalam koridor amar maruf dan nahi munkar. Suasana interaksi tersebut dapat diringkas dalam formula three in one (3 in 1), yakni terdapatnya kebersamaan seluruh anggota masyarakat dalam kesatuan bingkai thinkingafkar (ide/pemikiran), feeling-masyair (perasaan) dan rule of game-nidzam (aturan bermain), yaitu Islam. Penerapan (supremasi) aturan. Penegakan syariat Islam bermakna menerapkan aturan syariat Islam secara konsisten dan transparan dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

Rekomendasi 2: Solusi Fungsional


Dalam bahasa Pearce & Robinson serta Kearn, lebih banyaknya faktor kekuatan internal dibandingkan dengan faktor kelemahannya dan kecenderungan untuk lebih menjadi tantangan pada analisis faktor eksternal, secara kualitatif kuantitatif, membawa konsekuensi pilihan strategis: mobilisasi dan difersifikasi strategi. Artinya, organisasi mahasiswa muslim sekalipun dinilai cukup mantap namun dihadapkan pada sejumlah tantangan berat. Analisis SWOT merekomendasikan untuk segera memperbanyak ragam strategi taktisnya dengan cara melakukan mobilisasi sumberdaya yang merupakan kekuatan organisasi untuk mengubah tantangan problematika umat menjadi peluang yang rahmatan lil alamin. Dalam perspektif Islam, solusi fungsional tersebut terangkum dalam satu kata: Dakwah. Dakwah dalam pilihan strategi mobilisasi adalah sesuai dengan maknanya sendiri. Dakwah adalah gerakan atau upaya terus menerus mengajak manusia ke jalan Allah (QS. An Nahl: 125). Dakwah berupaya mengubah pikiran, perasaan dan tingkah laku manusia dari jahiliah kepada Islam, atau dari yang kurang Islami menjadi lebih Islami hingga terbentuk tatanan masyarakat Islam. Dakwah kepada orang kafir bertujuan untuk mengubah aqidahnya menjadi aqidah Islam; sementara kepada orang Islam, dakwah bertujuan untuk meningkatkan iman serta ketaatannya pada aturan Allah. Sedangkan dalam perspektif diversifikasi strategi, pelaksanaan dakwah dijalankan oleh tiga unsur pelaku, yakni perorangan, berkelompok, dan negara. Maksudnya, dakwah dapat dilakukan secara perorangan (fardiah), sekalipun tentu akan lebih efektif bila dijalankan secara berkelompok (jama'iyah). Yang paling tepat dijalankan oleh negara (daulah). Yakni dengan menerapkan nilainilai Islam dalam seluruh aspek kehidupan, sedemikian sehingga orang-orang kafir, juga orangorang Islam, yang hidup dalam naungannya akan melihat dan merasakan secara langsung kemuliaan Islam dan kenikmatan hidup dalam masyarakat Islam itu. Dari situ diharapkan orang kafir tergerak untuk mengubah aqidahnya menjadi aqidah Islam, dan orang Islam semakin kuat imannya serta semakin taat menjalankan syariat. (QS. An Nahl: 125; QS. Ali Imron: 104; QS, An Nisa: 59). Bila sekarang tidak ada atau belum ada daulah yang menaungi kehidupan Islam, dakwah dijalankan secara fardiah atau jamaiyah dengan tujuan menegakkan kehidupan Islam (dakwah li isti'nafi al-hayat al islamiyyah). Sebab, selama kehidupan Islam belum tegak, nilai-nilai utama Islam tidak akan sepenuhnya terwujudkan. Kaum muslimin akan hidup dalam nilai-nilai jahiliy yang secara alami justru berefek mendangkalkan aqidah dan mereduksi ketaatan pada aturan Islam. Akibat selanjutnya, kebanyakan kaum muslimin, apalagi selain muslim, "sulit percaya" kepada kebaikan Islam dan keharusan menerapkan aturan Islam. Fenomena Islamophobia pada sementara kalangan di negeri ini yang juga beragama Islam, sesungguhnya berakar dari situasi ini. Hal ini jelas semakin menyulitkan dakwah dalam menegakkan Islam kembali, karena dakwah bukan hanya berhadapan dengan penghalang non muslim tapi juga dengan muslim sendiri. Dengan demikian posisi organisasi mahasiswa Islam tidak lain dan tidak bukan adalah semata-mata sebagai wahana dakwah sinergi perorangan yang menjadi bagian tak terpisahkan dari komunitas besar umat Islam.

DUA, PARADIGMA ORGANISASI MAHASISWA ISLAM


Pengertian Organisasi Mahasiswa Islam
Pengertian organisasi dapat dilacak dari definisi-definisi manajemen. Manajemen diartikan sebagai suatu rentetan langkah yang terpadu untuk mengembangkan suatu organisasi sebagai Organisasi Mahasiswa Islam
hak cipta hanyalah milik Allah SWT, dianjurkan untuk menyebarluaskannya sebagai amal jariyah

suatu sistem yang bersifat sosio-ekonomi-teknis. Stonner dalam Management (1978), memberikan definisi lebih rinci yaitu sebagai proses perencanaan, pengorganisasian, memimpin dan mengawasi usaha-usaha dari anggota organisasi dan dari sumber-sumber organisasi lainnya untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Dari pengertian tersebut di atas, maka organisasi didudukkan sebagai suatu sistem yang bersifat sosio-ekonomi-teknis. Sistem adalah suatu keseluruhan dinamis yang terdiri dari bagianbagian yang berhubungan secara organik. Dinamis berarti bergerak, berkembang ke arah suatu tujuan. Sosio (sosial) berarti yang bergerak di dalam dan yang menggerakkan sistem itu ialah manusia. Ekonomi berarti kegiatan dalam sistem bertujuan untuk memenuhi kebutuhan manusia. Teknis berarti dalam kegiatan dipakai harta, alat-alat dan cara-cara tertentu. Perspektif Islam meluruskan pandangan ini. Berkenaan dengan organisasi, Islam memandangnya sebagai suatu wadah sebagaimana komunitas dan masyarakat yang lebih luas yang hanya akan terjadi bilamana terdapat interaksi di antara anggotanya. Interaksi ini pun hanya dimungkinkan bila terdapat kesamaan maslahat di dalamnya. Interaksi antar anggota ini ditandai oleh tiga unsur, yakni adanya kesamaan pemikiran dan perasaan tentang maslahat tersebut yang dibingkai dalam satu koridor aturan yang sama. Dengan berbasis pada perspektif Islam, maka interaksi yang berjalan mestilah interaksi yang Islami. Interaksi yang didalamnya terjalin kesamaan pemikiran, perasaan dalam satu aturan main yang sama, yakni Islam. Bila tidak, maka keterasingan antar elemen anggota akan menjadi suatu keniscayaan. Dengan demikian, organisasi mahasiswa Islam adalah organisasi yang harus dipersepsikan sebagai organisasi dakwah. Dalam organisasi dakwah, maslahat yang dimaksud adalah keberlangsungan dakwah itu sendiri. Guna mewujudkan interaksi yang tepat dan optimal, maka maslahat ini memberikan prasyarat yang harus dimiliki oleh sebuah organisasi dakwah. Prasyarat itu sebagaimana disarikan dari kitab Takatul Hizby (1954) adalah: 1) Organisasi dakwah haruslah berdiri atas dan dibentuk untuk mengusung satu fikroh yang jernih dan jelas, yakni Islam (QS. An Nahl: 125). Ini berarti, organisasi mesti didirikan atas landasan Islam, arah dan tujuannya adalah untuk mendakwahkan Islam; 2) Metodologi dakwah yang diterapkan organisasi dakwah mestilah mengacu pada thoriqoh dakwah Rasulullah SAW. Artinya, dakwah yang dilakukan oleh organisasi mahasiswa Islam tidak boleh asal-asalan, namun harus mengacu pada uswah dakwah Rosul agar dapat berlangsung secara efektif, efisien dan produktif; 3) Sejalan dengan makna dakwah, maka sifat keanggotaannya pun haruslah terbuka hanya bagi umat Islam. Maka yang dapat menjadi anggota organisasi ini adalah hanya mahasiswa muslim; 4) Ikatan antar anggota haruslah dibangun atas dasar mabda (ideologi) Islam. Setiap anggota harus memahami dan meyakini Islam sebagai mabda. Islam bukanlah agama sebagaimana dalam pengertian barat yang hanya mengatur hubungan individu dengan tuhannya saja. Kesatuan pemahaman dan keyakinan ini akan mengikat kepentingan maslahat setiap anggota hanya dengan maslahat dakwah Islam. Bukan kepentingan-kepentingan lain yang sesaat lagi sesat.

Organisasi Mahasiswa Islam, Fungsi dan Kedudukannya Sebagai Wahana Dakwah


1. OMI sebagai Media Pembinaan Umat Dalam hal ini, OMI memiliki kedudukan strategis mengingat jangkauannya untuk melakukan aktifitas pembinaan umum kepada sivitas akademika secara luas dan masyarakat sekitar kampus. Untuk itu, diperlukan penajaman arah mafhum yang hendak dituju sehubungan dengan situasi masyarakat yang lebih terbuka dan kondusif bagi proses Islamisasi. Keberhasilan dalam memainkan fungsi ini akan menentukan peran-peran berikutnya. Sudah saatnya penyelenggaraan kegiatan dakwah yang asal-asalan harus ditinggalkan. 2. OMI sebagai Lembaga Ilmiah Dengan status kemahasiswaan yang tidak dapat lepas dari dunia akademik dan keprofesian,

OMI dapat melakukan kreasi kegiatan ilmiah dengan tetap dipayungi maslahat dakwah. Seperti, dengan menyelenggarakan demo sains: deteksi dini kontaminasi unsur babi dalam makanan; seminar ekonomi Islam; pelatihan perbankan syariah, pelatihan manajemen wirausaha muslim dll. 3. OMI sebagai Artikulator Sebagai artikulator, OMI dapat berperan sebagai penyambung aspirasi umat, baik dalam hal menyerukan yang ma'ruf maupun menghilangkan yang mungkar. Dalam beberapa kasus terbukti ternyata umat, khususnya kalangan mudanya, juga memiliki apresiasi positif terhadap perlunya menegakkan yang ma'ruf dan menghilangkan kemungkaran; tetapi fakta juga menunjukkan bahwa apresiasi itu baru muncul setelah ada orang atau lembaga yang mencetuskannya lebih dulu. 4. OMI sebagai Mediator Dengan akses yang dimiliki, OMI dapat berperan sebagai mediator antara umat pada satu sisi agar aspirasinya kesampaian, dengan pengambil keputusan di pihak lain. Terkadang aspirasi umat macet disebabkan tidak sampainya kepada pihak yang berkompeten; sementara terdapat kebijakan pemerintah yang tidak populer di kalangan umat karena kurang mengertinya terhadap aspirasi umat. Di sini peran mediasi (cultural and political broker) menjadi penting artinya. Upaya mengayakan dan menguatkan akses menjadi mutlak karenanya. Dalam hal tindakan mediasi ini, sekali lagi, OMI tidak harus berjalan sendiri. Kerjasama dengan eksponen dakwah lain juga mesti dilakukan. 5. OMI sebagai Fasilitator Dengan ide, akses, fasilitas yang dimiliki, OMI dapat berperan sebagai fasilitator dalam berbagai kegiatan demi tercapainya aspirasi umat, baik dalam kegiatan artikulasi, mediasi ataupun aksi. Di sinilah letak pentingnya OMI sebagai wahana dakwah yang pada gilirannya akan menggeret peran serta umat lebih besar. Akan tetapi perlu diingat, bahwa biar bagaimana OMI tetap terikat dengan sistem perkampusan. Oleh karenanya, dalam pelaksanaan peran ini perlu ditempuh cara agar OMI aman dari tuduhan melanggar sistem tersebut, misalnya dengan mengedepankan pendekatan ilmiah melalui pakar atau lembaga yang kredibel. Dalam hal tindakan artikulasi (baik lisan, tulisan ataupun aksi) ini, demi kredibilitas dan daya dorong dan efek yang ditimbulkan, OMI perlu bahu membahu dengan eksponen dakwah lain -- khususnya dengan kalangan pers Islam. Di sini mewujudkan kerjasama dengan ICMI, MUI dan lembaga lain semakin penting artinya.

TIGA, ANATOMI ORGANISASI MAHASISWA ISLAM


Masukan SDM Bagi Organisasi Mahasiswa Islam
Masukan terpenting bagi OMI adalah sumberdaya mahasiswa muslim yang memiliki motivasi kuat untuk berkepribadian Islam; penguasaan skill kepemimpinan dan manajerial; mandiri dan profesional di bidangnya; memiliki kepedulian besar terhadap umat; kesediaan untuk terlibat aktif dalam dakwah.

Mekanisme Proses Dalam Organisasi Mahasiswa Islam


Mekanisme proses terpenting dalam organisasi terdiri atas (1) strategi induk, (2) kendali organisasi, dan (3) manajemen pengorganisasian serta (4) pengembangan organisasi. Organisasi Mahasiswa Islam
hak cipta hanyalah milik Allah SWT, dianjurkan untuk menyebarluaskannya sebagai amal jariyah

(1) Strategi Induk Organisasi


Keberadaan dan sekaligus performansi organisasi sangat lekat dan identik dengan strategi induknya, yakni visi, misi dan tujuan. Strategi Induk merupakan rencana strategis untuk melihat sisi organisasi kita 5, 10 atau 20 tahun (lazimnya untuk 5 tahun) mendatang. Berpikir strategis akan membawa cakrawala atau wawasan jauh ke depan dan tidak terjebak pada suasana hari ini atau hari kemarin. Rencana jangka panjang ini sangat diperlukan sebagai barometer atau penunjuk arah aksi organisasi yang dikaitkan dengan kemampuan serta peluang yang ada. Visi adalah cara pandang yang menyeluruh dan futuristik terhadap keberadaan organisasi. Misi merupakan pernyataan yang menjelaskan alasan pokok berdirinya organisasi dan membantu mengesahkan fungsinya dalam masyarakat atau lingkungan. Sementara, tujuan adalah akhir perjalanan yang dicari organisasi untuk dicapai melalui eksistensi dan operasinya serta merupakan sasaran yang lebih nyata dari pada pernyataan misi. Karena itu, maka visi OMI adalah menjadikan organisasi kemahasiswaan yang mandiri dan profesional sebagai wahana dakwah bagi para pengelolanya dalam meraih keridloan Allah SWT. Misi dan tujuannya bahwa keberadaan organisasi tidak lain adalah untuk mewujudkan SDM yang memiliki kematangan kepribadian (syakhsiyyah) Islam; profesional dalam bidangnya serta untuk menyeru umat agar bangkit untuk kembali ke haribaan kehidupan Islami.

(2) Kendali Aktivitas Organisasi


Kendali aktivitas organisasi terdiri atas kendali strategis dan operasional. Kendali strategis lebih bersifat kualitatif dan bersandarkan pada nilai-nilai yang dianut organisasi. Sementara, kendali operasional lebih bersifat kuantitatif dan didasarkan atas kesepakatan hasil perhitungan dan analisis bersama dalam menjalankan aktivitas organisasi. Bagi OMI, maka kendali strategis bagi seluruh aktivitas organisasi adalah syariah itu sendiri. Hal ini sebagaimana kaidah ushul yang menyatakan al aslu fil afal attaqoyyadu bil hukmisy syari, yakni hukum asal suatu perbuatan adalah terikat pada hukum syara yang lima, yakni wajib, sunah, mubah, makruh atau haram. Hal ini juga menegaskan bahwa Islam bukanlah obyek studi yang bebas disikapi sebagai suatu alternatif, melainkan sebagai qiyadah fikriyah yang dengannya, kita dapat menilai kebenaran dan kesalahan, halal dan haramnya segala sesuatu. Adapun tolok ukur operasional sesuai dengan sifatnya, maka disepakati sesuai dengan kebutuhan organisasi yang berkaitan dengan teknis penyelenggaraan kegiatan-kegiatannya. Tolok ukur tersebut dapat diformulasikan sebagai SMART, yakni bahwa sebuah program/kegiatan haruslah Specific (bersifat unique, khas), Measurable (dapat diukur/kuantitatif), Attainable (dapat dicapai), Realistic (realistis), dan Timely basis (berorientasi waktu). Sesuai dengan kendali aktivitas di atas, penilaian performansi aktivitas dakwah OMI dapat dilihat sebagai berikut. Dakwah kepada orang kafir disebut berhasil bila atas dorongan dakwah ia mau berpindah aqidah atau setidaknya tunduk di bawah kekuasaan Islam. Sedang dakwah kepada orang Islam disebut berhasil bila, setelah menerima dakwah, terdapat peningkatan iman dan kecintaan pada Islam yang ditunjukkan dengan kegairahan untuk mewujudkan aturan Islam dalam kehidupan pribadi dan masyarakat. Secara khusus, bila kaum muslimin hidup di dalam masyarakat Islam, dakwah disebut berhasil bila mereka ridha (rela, suka dan bahagia) hidup di bawah naungannya serta bersedia mempertahankan kelangsungan sistem itu. Bila masyarakat Islam belum ada, maka dakwah disebut berhasil bila mampu menyadarkan dan menggerakkan umat untuk mewujudkan masyarakat itu. Sekalipun begitu, nilai dakwah sebagai amal muslim di sisi Allah, tidaklah dihitung dari keberhasilan-keberhasilan tadi, melainkan dari segi motif (yang semestinya ikhlas) dan dari segi metode atau thariqah (yang mestinya sesuai dengan tuntunan syara'). Bila kita sudah menjalankan dakwah dengan ikhlas dan sesuai tuntunan, penilaiannya berada di tangan Allah. Keberhasilan tiap amal, termasuk dalam dakwah, hanyalah nilai materi yang merupakan konsekuensi logis dari upaya sungguh-sungguh, kerja keras dan pantang menyerah.

(3) Manajemen Pengorganisasian

Pengorganisasian mengandung pengertian sebagai proses penetapan struktur peran-peran melalui penentuan aktivitas-aktivitas yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan-tujuan organisasi dan bagian-bagiannya, pengelompokkan aktivitas-aktivitas, penugasan kelompok-kelompok aktivitas kepada manajer-manajer, pendelegasian wewenang untuk melaksanakannya, pengkoordinasian hubungan-hubungan wewenang dan informasi, baik horisontal maupun vertikal dalam struktur organisasi. Agar keberadaan organisasi menjadi berarti bagi SDM internalnya dan juga masyarakat di lingkungannya, maka peran organisasi haruslah mencakup tiga hal berikut. Pertama, harus memiliki tujuan yang dapat dibuktikan. Kedua, konsep kewenangan beserta aktivitas yang terlibat harus jelas. Ketiga, memiliki batasan kebijakan organisasi yang jelas dan dapat dimengerti oleh seluruh SDM-nya. Pada tataran implementasinya, ketiga hal tersebut tercermin pada aspek struktur, tugas dan wewenang serta hubungan anggota. 3.1 Aspek Struktur Implementasi syariah pada aspek ini terutama pada alokasi SDM yang berkorelasi dengan faktor profesionalisme serta aqad (perjanjian) pekerjaan/tugas. Islam memberikan tuntunan kepada setiap Muslim agar dalam bekerja di bidang apapun haruslah mempunyai sikap yang profesional. Profesionalime menurut pandangan Islam dicirikan oleh tiga hal, yakni (1) kafa`ah, yaitu adanya keahlian dan kecakapan dalam bidang pekerjaan yang dilakukan; (2) himmatul amal, yakni memiliki semangat atau etos kerja yang tinggi; dan (3) amanah, yakni terpercaya dan bertanggungjawab dalam menjalankan berbagai tugas dan kewajibannya serta tidak berkhianat terhadap jabatan yang didudukinya. Untuk mewujudkan SDM muslim yang profesional, Islam telah memberikan tuntunan yang yang sangat jelas. Kafaah atau keahlian dan kecakapan diperoleh melalui pendidikan, pelatihan dan pengalaman; (2) Himmatu al-amal atau etos kerja yang tinggi diraih dengan jalan menjadikan motivasi ibadah sebagai pendorong utama di samping motivasi penghargaan (reward) dan hukuman (punishment); serta (3) Amanah atau sifat terpercaya dan bertanggungjawab diperoleh dengan menjadikan tauhid sebagai unsur pendorong dan pengontrol utama tingkah laku. 3.2. Aspek Tugas dan Wewenang Implementasi syariah pada aspek ini terutama ditekankan pada kejelasan tugas dan wewenang masing-masing bidang yang diterima oleh para SDM pelaksana berdasarkan kesanggupan dan kemampuan masing-masing sesuai dengan aqad pekerjaan tersebut. 3.3. Aspek Hubungan Anggota

Implementasi syariah pada aspek ini dapat dilihat pada penetapan budaya OMI bahwa setiap interaksi antar SDM adalah hubungan muamalah yang selalu mengacu pada amar maruf dan nahi munkar. Interaksi antar anggota OMI haruslah terjaga dalam suasana kebersamaan team (together everyone achieve more). Hal ini dimaksudkan agar tetap kondusif dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Suatu tim dimana seluruh anggotanya bersinergi dalam kesamaan visi, misi dan tujuan organisasi. Suasana tersebut dapat diringkas dalam formula three in one (3 in 1), yakni kebersamaan seluruh anggota dalam kesatuan bingkai thinking-afkar (ide/pemikiran), feeling-masyair (perasaan) dan rule of game-nidzam (aturan bermain). Tentu saja interaksi yang terjadi berada dalam koridor amar maruf dan nahi munkar. Guna memastikan bahwa tujuan organisasi di semua tingkat dan rencana yang didesain untuk mencapainya, sedang dilaksanakan dan terjaga harmoninya, maka. dibutuhkan tiga pilar harmoni organisasi, yaitu: Ketaqwaan individu. Seluruh personel SDM OMI dipastikan dan dibina agar menjadi SDM mahasiswa yang bertaqwa. Kontrol anggota. Dengan suasana organisasi yang mencerminkan formula TEAM, maka proses Organisasi Mahasiswa Islam 11
hak cipta hanyalah milik Allah SWT, dianjurkan untuk menyebarluaskannya sebagai amal jariyah

keberlangsungan OMI selalu akan mendapatkan pengawalan dari para SDM-nya agar sesuai dengan arah yang telah ditetapkan. Penerapan (supremasi) aturan. OMI ditegakkan dengan aturan main yang jelas dan transparan serta tentu saja tidak bertentangan dengan syariah.

(4) Pengembangan Organisasi


Dalam perspektif metodologi Organizational Development (OD) Dr. Karl Albrecht (1985) seorang pakar pengembangan organisasi dan SDM - organisasi yang sehat hanya dimungkinkan bila memiliki 4 komponen penting yang saling berkaitan. Keempatnya adalah (1) evaluasi, (2) Penyesuaian, (3) Kaderisasi, dan (4) Inovasi kebijakan. Komponen pertama, evaluasi, adalah satu proses periodik dan sistematis untuk meninjau seluruh fungsi organisasi dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan: Apa perbedaan-perbedaan antara kondisi organisasi saat ini dengan kondisi yang seharusnya menurut tuntutan keadaan? dan Perubahan perubahan apa yang mesti dilakukan dalam organisasi untuk memenuhi tuntutan masa datang? Tujuan utamanya bukanlah untuk menjatuhkan suatu keputusan pengadilan tetapi untuk menarik pelajaran dari pengalaman yang ada agar menyesuaikan strategi-taktik organisasi atau untuk memperbaiki kelemahan organisasi. Evaluasi dilakukan sesuai dengan prosedur organisasi yang dikembangkan dengan mengacu pada kendali strategis dan operasional. Apapun hasilnya, akan menjadi rekomendasi masukan bagi perbaikan dan/atau penyempurnaan perencanaan strategis dan implementasi program berikutnya (Widjajakusuma, 2000). Penyesuaian sebagai komponen kedua - merupakan proses perencanaan yang formal dan teratur yang menghasilkan sejumlah keputusan konkrit tentang organisasi dan perkembangannya serta mengarah pada tindakan-tindakan konkrit yang ditugaskan pada individu tertentu bersama dengan hasil dan target waktu tertentu. Sementara, dengan komponen ketiga, kaderisasi sebagai proses yang sistematis, relatif formal dan umum, organisasi akan menemukan dan mengembangkan pemimpin-pemimpin organisasi masa datang. Hal ini merupakan cara untuk menyiapkan kemampuan pengelola sebelum kebutuhan regenerasi kepemimpinan muncul dan tersedianya SDM yang cukup untuk dipilih. Sedangkan komponen terakhir, inovasi kebijaksanaan yang disadari benar-benar, untuk mendorong orang-orang di semua tingkat organisasi agar menemukan cara-cara baru dalam mencapai hasil-hasil yang tanggung jawabnya dibebankan oleh manajemen. Juga sebagai alat untuk mengakui dan memberi penghargaan kepada setiap pemikiran dan tingkah laku manajerial yang inovatif, bukan hanya dalam pengembangan produk, namun dalam semua aspek pekerjaan.

Keluaran SDM Dari Organisasi Mahasiswa Islam


Keluaran terpenting dari OMI adalah Sumberdaya mahasiswa muslim yang matang dalam kepribadian Islam. Sumberdaya mahasiswa muslim yang handal dalam kepemimpinan dan berpengalaman dalam aspek manajerial. Sumberdaya mahasiswa muslim yang mandiri dan profesional di bidangnya. Sumberdaya mahasiswa muslim yang memiliki kepedulian besar terhadap umat. Sumberdaya mahasiswa muslim yang terlibat aktif dalam dakwah. Masyarakat sekitar OMI mendapatkan efek gugah untuk kembali ber-Islam secara kaffah.

EMPAT, APLIKASI DAKWAH PRAKTIS ORGANISASI MAHASISWA ISLAM


Agar tercapai tujuan dakwah OMI perlu kiranya beberapa hal berikut diperhatikan. Dalam mafhum dakwah, penentuan metode ini termasuk dalam pengertian uslub yang sifatnya mubah. Penentuannya lebih didasarkan pada pengalaman, pengetahuan, kecerdikan dan kesungguhan yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang ada, serta dirangkai dengan sarana (wasilah) yang tepat (Yusanto, 1998).

1. Memahami ragam mad'u (obyek dakwah) Dakwah komunitas, baik di kampus maupun sekitar kampus akan berhadapan dengan mad'u yang beragam, baik dari segi tingkat pemahaman keislaman maupun umur. Dilihat tingkat pemahaman keislamannya, obyek dakwah beragam mulai dari yang phobi terhadap Islam sampai yang sudah termasuk pada kelompok penggerak kegiatan Islam. Dari segi umur, mad'u di kampus dan sekitarnya dapat dibagi menjadi tiga, yakni orang tua, dewasa (pemuda, mahasiswa dan sivitas akademika lain), remaja (seusia SMU dan SMP) dan anak-anak (seusia SD ke bawah). 2. Memahami tujuan dakwah untuk tiap mad'u Dalam kaitan dengan tujuan dakwah, mad'u dapat dibagi menjadi dua, yaitu: umum dan khusus. Dakwah kepada mad'u umum lebih berbentuk sebagai syiar Islam, dengan tujuan untuk menciptakan mahabah (kecintaan) kepada Islam, sehingga mereka sedia menjadi musaa'idun (pendukung) dakwah Islam. Artinya, orang yang tadinya phobi menjadi hilang phobinya atau bahkan menjadi cinta kepada Islam, kemudian bergerak untuk mendalami, memahami dan mengamalkan. Atau dalam tahapan yang dikemukakan Fathi Yakan, dakwah pada kelompok ini dilakukan untuk menanamkan iman, mendorongnya untuk beramal dan menjadikan amal Islam itu menjadi kebiasaannya. Syukur kalau sampai pula ia tergerak untuk memperjuangkannya. Dakwah kepada mad'u khusus bertujuan untuk menciptakan kader-kader pengemban dakwah (hamalatud dakwah) yang teguh dalam pendirian, kuat aqidahnya, tinggi ilmu Islamnya dan mulia akhlaqnya, serta giat dalam perjuangan Islam. 3. Memahami pilihan kegiatan Beragamnya mad'u dengan tingkat pemahaman keislaman yang berbeda, menghendaki pilihan dakwah yang berbeda pula. Intinya tetap sama, yakni menyampaikan pesan Islam. Yang berbeda hanya pada kemasan dan ragamnya. Di samping jenis kegiatan yang berbeda, ternyata da'inya kadang juga perlu berbeda. Dakwah kepada mad'u umum dilakukan secara terbuka, dengan sajian kegiatan yang menarik, ditata dengan apik, bertema aktual atau kontekstual tanpa meninggalkan kebenaran pesan, yang dibawakan oleh asatidz yang terkemuka, baik dari segi dien atau profesinya. Sementara dakwah kepada mad'u khusus, lebih praktis. Kegiatannya lebih spesifik mengarah ke pendalaman, bersifat lebih tertutup dengan peserta terbatas, yang dibawakan oleh asatidz yang tangguh ilmu dan kepribadiannya. Menyajikan kegiatan khusus ini lebih mudah dari pada yang umum. Kegiatan mad'u umum memerlukan kepiawaian meramu kegiatan dan menatanya. Dan biasanya, lebih memerlukan banyak waktu, tenaga dan biaya. 4. Menetapkan prioritas dan menjaga keseimbangan Dalam rangka dakwah untuk melanjutkan kehidupan Islam, dakwah tentunya harus menghasilkan kader. Tujuan ini harus menjadi prioritas. Jadi, dakwah kepada mad'u khusus atau kegiatan yang mengarah ke lingkaran khusus ini, semestinya mendapat perhatian. Inti dari kelompok ini biasanya adalah para pengurus lembaga yang bersangkutan yang direkrut melalui beberapa jalan. Yang paling baik melalui proses pembinaan, terus berlanjut ke keterlibatan Organisasi Mahasiswa Islam
hak cipta hanyalah milik Allah SWT, dianjurkan untuk menyebarluaskannya sebagai amal jariyah

13

manajerial dengan tetap dalam link pembinaan. Keberhasilan dakwah pada kelompok ini sangat dipengaruhi oleh materi dan sistem pembinaan yang ada. Peran serta ulama dalam menghasilkan materi yang handal sangat diperlukan. Prioritas dakwah khusus tidak harus dibenturkan dengan dakwah umum. Perlu keseimbangan antar keduanya. Artinya, dakwah kepada khusus saja akan menciptakan dakwah yang steril, tidak dinamis, serta tidak mampu memberikan pengaruh pada kampus dan masyarakat sekitarnya. Dan oleh karenanya tidak akan mengakar. Dakwah serupa ini gagal memanfaatkan lembaga formal kemahasiswaan untuk kepentingan perjuangan. Sebaliknya, bila dakwah melulu ditujukan untuk umum, kader yang tangguh tidak akan terbentuk. Kelangsungan dakwah di kampus terancam. Dan dalam jangka panjang tidak akan memiliki pengaruh perubahan di tengah masyarakat karena tesis kampus sebagai sumber kader Islam tidak akan menemukan perwujudannya. 5. Memahami strategi dan taktik Dakwah di kampus dan masyarakat sekitar kampus berhadapan dengan situasi dan kondisi kepemimpinan dan kelembagaaan intra maupun ekstra kampus yang selalu berubah. Oleh karena itu, dakwah OMI harus menetapkan strategi (khittah)nya dan para fungsionaris OMI mesti pandai mencari taktik dalam setiap keadaan. Khittah diperlukan agar lembaga dakwah itu tidak keluar dari garis perjuangannya - hanya semata karena perubahan keadaan, melainkan malah tetap tahan bergerak lurus. Strategi dan taktik pada pokoknya diperlukan untuk empat hal, yakni: pertama, untuk intern OMI; kedua, dalam hubungannya dengan lembaga dan kepemimpinan intern kampus; ketiga, dalam hubungannya dengan lembaga kemahasiswaan intra atau ekstra kampus; keempat, dalam hubungannya dengan lembaga dakwah/umum ekstra kampus. Stratak yang tepat akan mendukung keberhasilan dakwah.

Khatimah
Demikianlah. Dakwah adalah jatidiri Organisasi Mahasiswa Islam. Maka, jika setelah membaca uraian ini Antum masih juga kurang pede maka camkanlah: Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum, sehingga kaum itu mengubah nasibnya sendiri. (QS Ar Radu : 11). Yakinlah bahwa Antum mampu (dan Islam pun akan kembali jaya dengan atau tanpa peran serta Antum). Rasulullah pernah mengkritik orang yang takut untuk gagal dan merasa tidak mampu untuk mencoba. Beliau pernah menganjurkan: Berusahalah sekuat tenaga untuk meraih apa yang bermanfaat bagimu dan janganlah sekali-kali merasa lemah. Dan mintalah tolong kepada Allah. (Al Hadist) Wallahu Alam bi Ash Shawab.

Muhammad Karebet Widjajakusuma. Lahir di Surakarta, 11 Desember 1971. Pendidikan terakhirnya adalah S-1 IPB (1996). Saat ini diamanahi sebagai konsultan manajemen, memiliki keahlian spesifik pada manajemen strategis dan analitycal hierarchy process serta training manajemen dan motivasi. Dalam dunia pelatihan, telah banyak menangani sejumlah pelatihan AMT (Achievement Motivation Training) untuk kalangan perusahaan, LSM, Pemda, guru (TK s.d. SMA), perguruan tinggi, pesantren, lembaga pemasyarakatan, dai, remaja & manajemen masjid, ibu-ibu, pemuda pengangguran hingga remaja (SMA) rawan tawuran. Pernah pula menangani sejumlah pelatihan

lainnya yang berbasis outbound, manajemen dan kewirausahaan. Di dunia konsultansi, telah banyak membantu, diantaranya, Pemprop DKI Jakarta dalam pengembangan manajemen dan organisasi serta perumusan Renstra bagi BAZIS, Jakarta Islamic Centre, DMI, LPTQ dan Tim Penggerak PKK Propinsi DKI Jakarta; Pemprop Banten dan Pemkab Pandeglang dalam perumusan kebijakan publik di bidang pendidikan, BKKBN DKI Jakarta dan TP PKK Propinsi DKI Jakarta dalam pengembangan SDM, PT Mardhika Insan Mulia Jakarta (di wilayah Kaltim) dan PT Pemantang Abaditama Jakarta (wilayah Kalteng) dalam manajemen pengembangan masyarakat. Di dunia bisnis riil, setelah sempat magang di PT Bayuraga Intiswadaya Jakarta, pernah pula bersama sejumlah mantan aktivis kampus berwirausaha dengan mendirikan kendaraan bisnis LP2MM Segmen, Koperasi Jasa Muda Inovasi (Kopjamudi), dan PT Segmen Muda Globalindo. Buku-buku yang pernah ditulisnya diantaranya, Menggagas Bisnis Islami (2002, GIP), Pengantar Manajemen Syariah (2002, Khairul Bayan), Manajemen Strategis Perspektif Syariah (2003, Khairul Bayan), Meretas Jalan Menuju Politisi Transformatif (2004, Al Azhar Press), dan Menggagas Pendidikan Islami (2004, Al Azhar Press). HP : 08161998855 email : muh_kar@yahoo.com

Organisasi Mahasiswa Islam


hak cipta hanyalah milik Allah SWT, dianjurkan untuk menyebarluaskannya sebagai amal jariyah

15

Anda mungkin juga menyukai