Anda di halaman 1dari 105

Musuh Besar Umat Islam

Assalaamualaikum Wr. Wb

MEMBACA buku kecil ini sepertinya kita masuk dalam dunia NU yang baru, karena dunia NU
yang selama ini kita kenal adalah wacana seperti yang disuarakan oleh banyak tokoh muda NU
yang bermunculan melalui berbagai media masa sekuler.

Oleh tulisan banyak tokoh muda (sebagian juga tua) yang gencar disosialisasikan oleh media
masa, maka wacana keislaman warga NU sepertinya sudah amat kental sekali dengan faham
nasionalisme sempit, demokrasi, egalitarian, toleransi, pluralisme, dan bahkan terkesan anti
syariat Islam yang terkait dengan praktek pemerintahan dan kenegaraan.

Tulisan penulis kali ini yang juga seorang tokoh muda NU yang berpendidikan Islam amat luas
(termasuk pendidikan Mekah) ternyata memberi wacana amat jauh dari visi sekulernya kaum
muda NU yang dipolulerkan oleh seminar dan media masa di atas.

Nuansa keislaman yang amat fundamental (sering diplesetkan oleh musuh Islam sebagai
fundamentalis) amat kentara dan keutuhan prinsip Islam yang ingin ditegakkan atau
diperjuangkan juga amat lugas diuraikan. Membaca buku ini kita menjadi amat salah kalau
menganggap bahwa semua warga NU khususnya intelektual mudanya sudah berobah menjadi
sekuler dan mengabdi pada ideologi Barat, meninggalkan idelogi Islam.

Salah satu pesan penting di dalam buku ini adalah bahwa ummat Islam Indonesia harus
mewaspadai kelompok Islam sendiri yang membawa ajaran Islam ke arah hanya sekedar
praktek ritual, memisahkan Islam dari praktek pemerintahan, menyamakan Islam dengan
agama lain, sok pluralis, sok toleran, sok demokratis, sok nasionalis.

Kelompok tersebut sesungguhnya sudah menjadi instrumen musuh Islam yang ingin
menghancurkan ummat Islam melalui penyimpangan berfikir Islami oleh ummat Islam. Musuh
Islam dalam melawan Islam bukan hanya menyerang secara fisik seperti memerangi dengan
bedil, meriam, dan bom yang merusak harta-benda dan menghilangkan banyak nyawa kaum
muslimin seperti kasus-kasus nyata di dalam dan luar-negeri, tapi juga merekayasa untuk
mendangkalkan pemikiran Islam oleh pemeluknya agar lemah semangat perjuangannya dan
bertekuk lutut di bawah kekuasaan orang lain, melalui tangan dan lisan tokoh Islam sendiri
yang tentunya sudah mau berkolaborasi dengan musuh Islam tersebut.

Untuk tambahan pertimbangan tentang wacana pemikiran Islam secara utuh (kaaffah)
khususnya terkait dengan masalah politik dan pemerintahan serta bagaimana peranan Islam
Liberal yang amat dikritisi penulis buku ini, maka berikut ini saya berikan pemikiran saya
yang terkait dengan masalah di atas, khususnya yang dikaitkan dengan fenomena yang terjadi
di Indonesia.

Makna dan Tujuan Politik Islam


Banyak orang, bahkan tidak mustahil orang yang mengaku beragama Islam sendiri, sering
gelisah kalau mendengar politik Islam.

Mereka pada dasarnya jelas tidak memahami apa sesungguhnya tujuan politik Islam atau
tujuan perjuangan sosial-politik Islam itu.

Ketidak fahaman tersebut yang membuat mereka menjadi khawatir atau sinis bahkan malah
ketakutan bila mendengar ada kegiatan politik Islam tersebut, lebih lebih jika politik Islam
lagi kalah dan direpresi oleh musuh Islam yang lagi berkuasa.

Tujuan politik Islam pada hakekatnya adalah menyelamatkan ummat manusia yang berada
dalam satu satuan kelompok sosial khususnya dalam bentuk bangsa-negara agar selamat dari
kesesatan, kerugian, dan kerusakan.

Politik Islam dalam bentuk gerakan berarti melakukan upaya keras bersama untuk menyebar
luaskan ajaran Islam dalam dimensi sosialnya agar dipraktekkan dalam kehidupan bernegara
untuk kebaikan nasib bangsa dan negara itu sendiri.

Politik Islam yang pada hakekatnya adalah perjuangan penegakan syariat sosial Islam dalam
lingkup bangsa-negara jelas untuk menyelamatkan bangsa-negara itu dari krisis-krisis
sosialnya, dan agar bisa menjadi bangsa yang maju, bermoral, aman-sejahtera,
mendatangkan kemanfaatan pada bangsa lain, bukan mengeksploitasi atau menjajah bangsa
lain.

Individu muslim yang beriman-bertaqwa secara benar tentu akan mengerjakan semua
tuntunan Islam secara lengkap atau kaaffah yang meliputi: mengerjakan ibadah mahdhah,
berakhlak mulia, menjalankan syariat sosial Islam, dan selalu berusaha keras menyebar
luaskan ajaran Islam ke sekitarnya.

Bagi seorang muslim yang memiliki tauhid sosial atau muslim yang sadar tentang pentingnya
manfaat ajaran sosial-politik Islam dalam kehidupan bermasyarakat tentu akan bekerja sama
saling mendukung sesamanya untuk memberlakukan syariat sosial Islam agar dipraktekkan
dalam pengelolaan tatanan sosialnya agar tatanan sosial tersebut (bangsa-negara) menjadi
tatanan sosial yang aman dan sejahtera.

Perjuangan sosial-politik ini menuntut adanya kelompok muslim solid dan teguh bercita-cita
bersama untuk mempraktekkan tuntunan sosial Islam (syariat sosial Islam) dalam proses
pengelolaan tatanan sosial di mana mereka berada dengan kesiapan menghadapi
persaingan/tantangan sosial-politik dari pengikut ideologi lain, seperti pemeluk ajaran
sekular, komunis, dan kapitalis.

Persaingan atau tantangan dari kelompok lain yang memiliki visi-misi sosial-politik berbeda
inilah yang membuat politik Islam atau perjuangan Islam dalam tingkatan sosial kenegaraan
menjadi amat rumit, dinamis, dan tidak pernah selesai.

Proses ini jelas berbeda sekali dengan upaya penerapan ajaran Islam dalam lingkup individu
seperti ibadah mahdhah, pilihan makanan-minuman, dan cara berpakaian, yang secara praktis
hanya bergantung pada kemauan keras orang per-orang.

Bahkan pengetrapan ajaran Islam dalam lingkup keluargapun hanya bergantung pada sedikit
orang, khususnya suami, isteri dan anak-anak yang telah dewasa. Pesaing Islam dalam kancah
sosial-politik ini akan berbuat apa-saja untuk memenangkan persaingannya, termasuk
membeli orang Islam sendiri, kalau perlu membeli tokohnya, untuk menghancurkan semangat
perjuangan sosial-politik Islam dari dalam.

Salah satu proses yang dijalankan mereka adalah membuat orang Islam merasa tidak perlu
berislam secara sosial-politik, cukup hanya dengan beribadah mahdhah saja. Kampanye
promosi Islam anti syariat sosial Islam inilah yang kini sedang gencar berjalan di Indonesia
melalui propaganda oleh sebagian tokoh-tokoh Islam sendiri yang telah terbeli aqidahnya oleh
musuh Islam. Proses ini dinamakan sekularisasi Islam dan kini berganti nama atau mengemas
nama baru yakni liberalisasi Islam.

Substansi Syariat Sosial Islam


Apa kiranya substansi syariat sosial Islam yang diperjuangkan oleh gerakan syariat Islam
menuju politik Islam itu dan ditolak oleh kaum liberal Islam? Tentu saja substansi tersebut
cukup luas dan rinci namun secara garis besar di sini akan diringkas substansi dasarnya agar
cepat difahami dan direnungkan oleh semua fihak apakah substansi tersebut sama atau
berbeda dengan apa yang telah difikirkannya selama ini. Apakah substansi itu logis atau tidak.
Apakah substansi itu akan menjamin bisa membawa kesejahteraan bangsa atau tidak.

Berikut ini substansi dasar Syariat Sosial Islam yang secara faktual masih berada di luar
praktek kehidupan sosial bangsa Indonesia yang mayoritas penduduknya adalah muslim :

1. Kepemimpinan Sosial : Pemimpin formal dalam skala nasional dan regional seharusnya
adalah muslim taat Syariat dan berorientasi pada pemberlakuan syariat sosial Islam di
wilayahnya. Pemimpin seperti ini tentu tidak akan merusak, eksploitatif, dan melakukan KKN
karena dia takut adzab Allah yang akan menimpanya di dunia dan akherat.

2. Hukum yang diberlakukan seharusnya meliputi: Hudud, Qishas, dan Tazir yang dipandu
oleh al Quran dan Sunnah Rasulullah Shallallahu alaihi wa Sallam yang akan membawa rasa
aman dan keharmonisan sosial.

3. Sistem Ekonomi Nasional yang berjalan seharusnya ekonomi anti-riba dan anti-bisnis
barang haram maksiat. Tatanan ekonomi seperti ini akan menghalangi eksploitasi terhadap
rakyat yang lemah dan akan membawa kepada kesejahteraan yang adil merata.

4. Budaya yang berkembang di masyarakat perlu dikendalikan agar terarah pada Anti-
Perzinahan termasuk praktek mendekati zina seperti pornografi dan pameran aurat, Anti-
Mabuk dalam bentuk pemberantasan minuman keras, narkoba, dan Anti Perjudian. Budaya
seperti itu pasti akan membawa kehormatan dan keluhuran sosial dalam masyarakat
seheterogen apapun.

Keempat bentuk Syariat Sosial Islam di atas sampai sekarang masih terabaikan di Indonesia
sehingga perlu secara bersama-sama segera didukung untuk diberlakukan oleh seluruh
kekuatan sosial politik ummat Islam di negeri ini demi keberhasilan pembangunan ummat dan
bangsa.

Partai Politik berasas Islam seperti PPP, PBB, PKS, PNU dan ormas Islam seperti NU,
Muhammadiah, Persis, Dewan Dakwah Islam Indonesia, Al Irsyad, Majelis Mujahidin, Front
Pembela Islam, Laskar Jihad, dan bahkan orang perorang pribadi muslim yang sadar akan
panggilan Islam perlu secara tegas bergerak serentak dan konsisten mempromosikan dan
mendukung berlakunya syariat sosial Islam tersebut di negerinya agar negeri ini tidak
dikendalikan oleh sistem sosial yang bersumber pada ajaran non Islam sehingga mendatangkan
murka Allah I, apalagi mayoritas (sekitar 90%nya) penduduk negeri ini adalah muslim.

Allah akan mengabaikan nasib bangsa dan negara ini bila syariat-Nya tidak diberlakukan dalam
penge-lolaan bangsa dan negara. Krisis sosial dan keterpurukan akan semakin berat bila
pengelolaan negeri ini meninggalkan syariat sosial Islam dan menggantinya dengan sistem
sekular.

Perjalanan sejarah bangsa Indonesia jelas telah menunjukkan kegagalan serius dalam upaya
pembangunan bangsa dan negara karena mengetrapkan metoda sekular dalam penge-lolaan
negeri ini. Alternatif pengetrapan syariat sosial Islam dalam proses pengelolaan negara jelas
merupakan harapan satu-satunya untuk mengangkat harkat bangsa dan ke luar dari krisis
nasional, apalagi mayoritas bangsa Indonesia adalah muslim.

Politik Islam seperti inilah yang sedang diperjuangkan oleh aktifis Islam Indonesia dan sedang
diusahakan untuk diencerkan atau dilemahkan oleh musuh Islam melalui kampanye Islam
liberal melalui tokoh-tokoh Islam sendiri yang telah terpengaruh.

Proposisi Islam Liberal di Indonesia


Sebagaimana jargon-jargon politik lain yang bernuansa menyudutkan Islam seperti
fundamentalis, sektarian, primordialis, radikal, skriptualis, dan semacamnya, maka Islam
Liberal juga datang dari non-Islam, khususnya dunia Kristen Barat.

Islam Liberal dikenalkan oleh pakar sosiologi mereka dari Universitas Northern Carolina,
Charles Kurzmen dalam bukunya : Liberal Islam: A Source Book. Karena ide ini nampaknya
dinilai efektif menggoyahkan aqidah baku Islam maka lalu dikembangkan dan disebarkan
secara internasional, khususnya di negara-negara muslim, termasuk di Indonesia.

Berkembanglah di sini kelompok studi Islam Liberal, dikenal sebagai Jaringan Islam Liberal
(JIL) dan Komunitas Islam Utan Kayu (KIUK) Jakarta.

Dengan dana yang cukup banyak maka naiklah propaganda itu ke tengah masyarakat melalui
media masa yang misinya sejalan dengan mereka, yakni Radio FM 68H dan koran nasional
beroplah besar Jawa Pos yang antusias memuatnya di setiap hari minggu sehalaman penuh.

Jawa Pos adalah contoh media masa yang ternyata memiliki latar belakang ideologi karena
dengan memuat promosi Islam Liberal seperti itu jelas motifnya adalah kesamaan ideologis
bukan motivasi keuntungan eko-nomi penerbitan yang sama sekali tidak tampak rasionalnya.

Opini yang dipromosikan Islam Liberal melibatkan tokoh-tokoh Islam sekular yang telah lama
dikenal di Indonesia, seperti Nurcholis Majid, Abdul Munir Mulkhan, Masdar F. Masudi,
Azyumardi Azra, Ulil Absar Abdallah, dll yang umumnya dari sentra pendidikan Islam seperti
IAIN. Nampaknya sentra pendidikan Islam memang menjadi target operasi (TO) Barat untuk
mengencerkan aqidah Islam di negeri ini yang jumlah ummat Islamnya amatlah besar.

Sebagian target Barat memang nampaknya membawa hasil. Dari fenomena ini maka jelas
sentra pendidikan Islam perlu waspada dan berbenah diri agar tidak menjadi korban rekayasa
musuh Islam dalam upaya mereka untuk pendang-kalan pemikiran Islam bagi ummat Islam di
negeri ini.

Sebaliknya sentra pendidikan Islam diharapkan bisa melahirkan kader pemikir Islam yang
komprehensif dan kaffah untuk memberi panduan dan bimbingan bagi ummat Islam di
negerinya yang masih haus akan ajaran Islam yang benar, dalam skala kehidupan pribadi,
berkeluarga, dan berbangsa-bernegara.
Proposisi Islam Liberal di Indonesia dengan mudah dapat dicermati dari media masa di atas
untuk dianalisis oleh ummat Islam apakah opini itu masih dalam koridor Islam atau tidak
dengan acuan al Quran dan Sunnah Nabi. Secara umum visi Islam yang disosialisasikan oleh
Islam Liberal sama dengan Islam sekular, yakni membuang ajaran sosial-politik Islam dan
menyisakan Islam sebatas ibadah ritual dan sekelumit akhlak.

Penolakan sebagian ajaran Islam yang tegas-tegas ada dalam al Quran dan dicontohkan Nabi
dalam pelaksanaannya tergolong orang tersesat dan diancam nasib terhinakan di dunia dan
disiapkan neraka jahanam di akherat dengan siksa yang pedih. Kalau yang ditolak itu adalah
hukum Islam maka kategori yang disebut dalam al Quran adalah: kafir, dholim, dan fasik.

Beberapa ide Islam Liberal bisa diringkas sbb.:

1. Siapapun boleh memeluk agama apapun atau bahkan berhak untuk tidak beragama.
Mereka boleh berganti agama setiap saat, termasuk untuk menjadi orang murtad sekalipun.

2. Bebas menghujat keotentikan al Quran dan menjelek-jelekannya sehingga meragukan isi


al Quran.

3. Memberi cap buruk pada orang Islam yang berpegang teguh kepada ajaran Islam secara
kaaffah atau menyeluruh, seperti cap fundamental, sektarian, tradisional, radikal, primordial,
dll.

4. Bebas menginterpretasikan ayat sesuai dengan nalar mereka sendiri tanpa ilmu alat yang
cukup dan membuang ijma ulama salaf.

5. Mempromosikan agenda ideologi Barat, seperti demokrasi, emansipasi, HAM, akhlak


permisif termasuk pornografi dan perzinahan atas-nama seni dan saling suka.

Pada dasarnya Islam Liberal mengusung politik Barat ke negeri muslim, yakni memisahkan
agama dari pengelolaan negara.

Agama adalah urusan pribadi dan hanya menyangkut ritual dan sekedar akhlak, tidak terkait
dengan pengelolaan sosial kemasyarakatan, tidak menyangkut pemerintahan.

Mereka lupa bahwa negara dan pemerintahan itu seharusnya mengurus rakyat sehingga
rakyatnya hidup secara bermoral, harmonis, berprospek baik di akheratnya, bukan sekedar
memberi keamanan (sering dengan cara represif) dan kecukupan ekonomi (sering dengan
menindas orang lain melalui rekayasa jahat).

Rasulullah memberi contoh jelas bagaimana Islam itu harus dipraktekkan, bukan sekedar
ibadah ritual dan pilihan makan-minum, tapi juga bagaimana sebuah keluarga harus dikelola,
dan bagaimana sebuah negara harus diatur melalui hukum yang benar untuk ditegakkan,
kepemimpinan yang berkualitas baik, tatanan ekonomi tidak eksploitatif karena
mempraktekkan riba dan bisnis maksiyat.

Laki dan perempuan menempati tempat yang proporsional sesuai sunnatullah dalam
kehidupan sosial sehingga hubungan menjadi harmonis, terhindar dari peleceh-an dan
eksploitasi perempuan oleh nafsu binatang lelaki (bukankah pamer payudara dan lekuk tubuh
perempuan melalui berbagai kontes kecantikan dengan hadiah materi sekedarnya adalah
bentuk lain dari eksploitasi perempuan).

Isi al Quran dan percontohan Nabinya orang Islam berbeda dengan isi dan percontohan ajaran
agama lain, di mana Islam mengajarkan bukan sekedar ritual dan sekelumit akhlak tapi
bagaimana mengatur masyarakat-bangsa-negara. Barat yang memiliki ide mengatur bangsa-
negara melalui cara demokrasi, perekonomian yang kapitalistik, dan budaya yang permisif
jelas amat berbeda bertolak belakang dengan ide Islam mengatur bangsa-negara.

Dalam upaya menyingkirkan alternatif Islam dalam mengelola bangsa-negara itulah mereka
membangun maha-rekayasa untuk membuang ajaran sosial-politik Islam sehingga Islam tinggal
ritual-individual saja sedang mengelola bangsa-negara lalu akan mengekor pada cara mereka
yang ternyata juga amat tidak berhasil membawa kesejahteraan merata, keadilan,
kemanusiaan yang beradab, dan keharmonisan hidup sesama warga negara. Pengusung Islam
Liberal di negeri ini seharusnya sadar akan maksud Barat tersebut. Semoga Allah I menunjuki
mereka agar tidak terus tersesat.

Demikianlah kata pengantar saya semoga para pembaca bisa lebih tertantang untuk
mengkritisi berbagai wacana ke Islaman yang gencar dimuat di berbagai media masa yang
esensi dasarnya adalah membelokkan pemikiran Islam dari Islam yang benar sesuai dengan al
Quran dan Sunnah Nabi menjadi pemikiran Islam sekedar ritual belaka.

Saya berterima kasih pada penerbit yang memberi saya kesempatan memberikan kata
pengantar untuk pemikiran lain seorang tokoh muda NU, yang jelas amat berbeda dengan apa
yang selama ini saya tangkap dari pemikiran kalangan intelektual muda NU di media masa `

Wassalaam,
Surabaya, akhir Agustus 2002
Dr. Fuad Amsyari

KATA PENGANTAR

Dan di antara manusia ada orang yang ucapannya


tentang kehidupan dunia menarik hatimu,
dan dipersaksikannya kepada Allah (atas kebenaran)
isi hatinya, padahal ia adalah penantang paling keras.
Dan apabila ia berpaling (dari kamu), ia berjalan
di muka bumi untuk mengadakan kerusakan padanya,
dan merusak tanam-tanaman dan binatang ternak,
dan Allah tidak menyukai kebinasaan.
(Qs. Al Baqarah, 204-205)

DEWASA ini ummat Islam di Indonesia tengah dilanda invasi (serangan) pemikiran yang amat
dah-syat, bukan saja karena adanya serangan yang bersifat intelektual, tapi juga serbuan
militer, setelah gendrang perang melawan terorisme ditabuh pemerintah Amerika Serikat.

Fitnah politik dan terorisme militer yang dilancarkan Amerika telah menelan banyak korban di
kalangan ummat Islam. Benarlah pernyataan al-Quran, bahwa alfitnatu asyaddu minal qatli (
fitnah itu lebih besar bahayanya daripada pembunuhan, Qs. 2:191 ).

Selain isu terorisme, sejumlah fitnah politik dihem-buskan AS antara lain: Rencana
pembunuhan Presiden Megawati Soekarnoputri, adanya jaringan teroris al-Qaidah, dan
ancaman keamanan bagi warganegara asing di Jogjakarta, yang kesemuanya itu ditimpakan
kepada gerakan Islam.

Pasca pemboman WTC, 11 September 2001, peta politik internasional agaknya terbelah
menjadi dua bagian: Amerika beserta pendukungnya memerangi terorisme di satu sisi, dan
kekuatan Islam yang tidak bersepakat dengan provokasi Amerika di sisi yang lain. Sekalipun
belum menemukan bukti yang pasti, siapa pelaku pemboman gedung WTC, tapi Presiden
George W Bush telah menentukan tersangka utama-nya, yaitu Usamah bin Ladin beserta
seluruh jaringan al-Qaidah, dan kelompok fundamentalisme Islam.

Siapakah yang termasuk kategori kelompok fundamentalis muslim? Menurut Richard Nixon,
mantan presiden AS dalam,Seize The Moment, gerakan Islam yang diberi label fundamentalis
versi Amerika mempunyai ciri-ciri antara lain:

Pertama, tidak bersahabat dengan Barat.

Kedua, bercita-cita membangun peradaban Islam.

Ketiga, bertujuan untuk menegakkan Syariah Islam.

Keempat, memiliki doktrin Islam adalah agama dan negara. Kelima, menjadikan sejarah masa
lalu sebagai penuntun masa depan.

Gerakan Islam yang memiliki ciri-ciri demikian termasuk jaringan terorisme internasional versi
Amerika, maka harus diperangi dan dibasmi. Itulah pesan permusuhan yang disampaikan rezim
AS ke seluruh dunia.

Api kemarahan, badai kebencian, dan rasa takutnya terhadap Islam, bercampur baur menjadi
satu, yang kemudian mendorong AS bukan saja bertindak sebagai polisi dunia tapi mirip
dengan tukang jagal yang akan menyembelih Negara kecil, atas tuduhan yang belum terbukti
kebenarannya.

Karena itu, mengawali abad 21 ini, Amerika merupakan negara penyumbang kekacauan
terbesar di seluruh dunia. Aksi membumi hanguskan Afghanistan, menyerang Negara Irak dan
mendukung Israel membantai warga Palestina, hanyalah sekedar contoh. Dengan sosok seperti
itu, AS telah mem-posisikan dirinya sebagai ancaman berbahaya bagi perdamaian dunia,
dengan melakukan terorisme politik secara terus menerus.

Selain menggunakan kekuatan militer, AS juga memperalat demokrasi dan HAM untuk
mempertahankan dan melakukan penetrasi imprialisme, suatu sistem politik yang bertujuan
untuk menjajah Negara lain guna mendapatkan kekuasaan dan keuntungan duniawi yang lebih
besar.

Ketika menyambut satu tahun serangan ke Pentagon dan gedung WTC, dengan semena-mena
AS mengumumkan daftar nama-nama teroris internasional yang dijadikan target operasi balas
dendam.

Sebelumnya sudah dikeluarkan daftar negara yang dikategorikan sebagai poros kejahatan al :
Iran, Irak, Libya, Sudan dan beberapa negara lainnya. Sebagai persiapan melancarkan agresi
militernya ke Irak, Amerika bahkan telah memindahkan pusat komando perangnya ke Qatar.

Alasannya, karena Irak telah mengabaikan resolusi DK PBB berkenaan dengan larangan
memproduksi senjata pemusnah masal, padahal puluhan negara di dunia ini telah
mengembangkan senjata kimia, biologi bahkan nuklir, termasuk AS dan Israel. Selain tuduhan
di atas, rezim Saddam Husein diduga menyembunyikan Usamah bin Ladin di negeri 1001
malam itu.

Tetapi alasan sebenarnya, menurut PM Iraq Tariq Aziz, Amerika dan Inggris ingin menguasai
minyak Irak dan melakukan pemetaan baru di negeri tersebut dengan cara menumbangkan
rezim Saddam Husein untuk kemudian menggantinya dengan rezim boneka Amerika.

Penutupan Kedubes AS secara over acting di Jakarta dan beberapa tempat di Asia, jelas
merupakan bagian dari teror politik untuk merusak citra Indonesia. AS ingin menunjukkan
kepada dunia internasional bahwa,sel al-Qaidah ada di Indonesia, dan karena itu kedubes AS
di Jakarta dan Konjen di Surabaya berada dalam resiko serangan teroris, seperti dijelaskan
Ralp L. Boyce, Dubes AS di Jakarta.

Ambisi AS untuk membasmi terorisme, telah memperlihatkan watak aslinya sebagai negara
imprialis melalui pertunjukan demokrasi anti kemanusiaan. Mereka membantai manusia, dan
juga memfitnah banyak orang.

Mereka melakukan serangan pemikiran yang dahsyat, dengan mengarahkan tuduhan dan
tudingannya kepada ummat Islam. Mereka hendak merusak citra Islam dan menyimpangkan
ajarannya, guna menyesatkan serta menakut-nakuti kaum muslimin.

Tuduhan sebagai anggota teroris terhadap tokoh-tokoh Islam yang berjuang untuk tegaknya
syariah Islam, jelas dimaksudkan untuk membendung perjuangan membangun supremasi
Islam. Setiap kekuatan yang melawan kepentingan global AS diberi label teroris, dengan cara
ini AS merasa memiliki legitimasi untuk memerangi mereka sekalipun dengan membantai
ribuan nyawa manusia. Hal itu dianggap absah dan legal.

Kepatuhan kepada Islam dianggap sebagai ancaman terpenting bagi dominasi imprialisme.
Itulah sebabnya makar penghancuran terhadap gagasan Kembali kepada Islam dilakukan
dengan menggunakan senjata dan uang.

Di setiap penjuru dunia Islam mereka sibuk menjauhkan kaum muslimin dari Islam melalui
propaganda jahat mereka. Mereka menampilkan Islam dalam bentuknya yang kerdil dan
menakutkan, dengan menciptakan pemikiran-pemikiran palsu atas ide-ide Islam. Sehingga
antara Islam yang sebenarnya dengan apa yang mereka persepsikan sebagai Islam sangatlah
jauh perbedaannya.

Mereka mengatakan, Islam agama reaksioner yang menentang gagasan pembaruan untuk
membangun peradaban dunia sesuai zaman modern. Atau, Islam agama individu tidak
berkaitan dengan urusan politik dan pemerintahan. Versi Islam yang menyimpang ini mereka
populerkan untuk menutupi ajaran Islam yang asli.

Tujuan mereka jelas, untuk mencegah usaha kaum muslimin membangun diri mereka dengan
menciptakan pemerintahan yang menjamin kebahagiaan dan memberikan kehidupan yang
layak bagi mereka sebagai manusia.
Salah faham terhadap Islam yang dipropagandakan secara keji ini, sayangnya justru memberi
pengaruh dan berhasil memprovokasi tokoh-tokoh masyarakat dari kalangan kaum muslimin.

Dengan menawarkan limpahan bantuan finansial, Amerika menjaring partisipasi tokoh


tertentu yang terbuai dengan kekuatan Barat. Sebagian kaum terpelajar atau elite pimpinan
ormas Islam menelan propaganda ini tanpa sikap kritis, bahkan kemudian ada di antara
mereka yang bersedia menjadi antek-antek Amerika dan menjadi agen imprialisme.

Apa yang terjadi kemudian? Peran yang seharusnya dimainkan oleh orang-orang kafir, kini
malah digantikan oleh agen-agen mereka dari kalangan muslim yang, dalam terminologi barat
disebut proxy force (agen perantara). Sudah barang tentu kaum kuffar ahlul kitab merasa
terwakili dengan tampilnya para agen perantara ini, sehingga tidak perlu terlalu banyak
menguras tenaga dalam mempublikasikan propaganda keji mereka, cukup dengan mensuply
dana beserta gagasan-gagasan kekafiran, untuk selanjutnya dikemas dan dikembangkan oleh
agen mereka di dalam negeri. Tayangan Islam Warna-warni di RCTI dan SCTV beberapa waktu
lalu dan iklan kondom di TPI dan Lativi, sekedar menyebut contoh, keduanya telah dihentikan
penayangannya setelah disomasi Majelis Mujahidin, ternyata dibiayai oleh yayasan luar negeri
semisal Asia Foundation, Ford Foundation yang merupakan yayasan sosial yang dibiayai
Yahudi.

Mewaspadai Jaringan Proxy Force Dalam Negeri


Fenomena proxy force sudah sampai pada momentum mengkhawatirkan, terutama dalam
strategi melemahkan perjuangan menegakkan syariah Islam. Pencabutan tujuh kata Piagam
Jakarta yang kontroversial itu misalnya, masih tercatat dalam memori sejarah bangsa
Indonesia.

Bukankah, menurut catatan sejarah, penghapusan tujuh kata ,dengan kewajiban menjalankan
syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya, itu dilakukan berdasarkan tuntutan seorang opsir
Jepang bernama Maeda, konon mewakili aspirasi kalangan non muslim di Indonesia bagian
Timur, akhirnya dihapus setelah mendapat referensi dari Moh. Hatta melalui sidang Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).

Ironisnya, setelah 57 Indonesia merdeka, peran yang pernah dimainkan oleh seorang opsir
Jepang, kini justru digantikan oleh sejumlah tokoh Islam yang menolak dimasukkannya
kembali rumusan Piagam Jakarta itu ke dalam Undang-undang Dasar.

Di negeri yang tingkat korupsinya kian menggurita, martabatnya sebagai bangsa kian
terkoyak, sementara kepedulian sosialnya semakin parah, harga nyawa manusia menurun
drastis, setidaknya terdapat 3 elemen masyarakat yang secara terus terang maupun malu-
malu bertindak sebagai proxy force imprialis Amerika (Yahudi dan Nasrani).

Pertama, mereka yang menolak formalisasi Syariah Islam ke dalam konstitusi negara dengan
alasan, bahwa formalisasi Syariah dapat mengancam keutuhan berbangsa dan bernegara.
Undang-undang Negara adalah payung bersama seluruh warganegara.

Jika syariat Islam dimasukkan ke dalam UU, lalu bagaimana dengan ummat non muslim?
Ucapan ini ke luar dari mulut seorang pimpinan ormas Islam. Mereka ikut merongrong Islam
dengan mengatakan, Islam jangan dikait-kaitkan dengan masalah politik dan pemerintahan.
Ketika tuntutan pelaksanaan syariah Islam semakin santer, mereka menuduh hal itu sebagai
sikap memaksakan kehendak, berfikir kacau dan sebagainya.

Bahkan hukum pidana Islam dikatakan primitive. Pandangan ini membuktikan satu hal, bahwa
mereka gagal memahami Islam dalam bentuknya yang murni dan kaffah. Komunitas seperti ini
berasal dari tokoh-tokoh Islam yang menjalin persahabatan dengan Amerika. Kedua, berbagai
kelompok kajian Islam yang memiliki prinsip dasar pemahaman Islam seperti: pentingnya
kontekstualisasi ijtihad, komitmen terhadap rasionalitas dan pembaruan, penerimaan
terhadap pluralisme sosial dan pluralisme agama-agama, dan pemisahan agama dari partai
politik dan adanya posisi non sektarian negara. (Greg Barton Gagasan Islam Liberal di
Indonesia, Pustaka Antara, Paramadina, 1999: xxi).

Agen utama dari komunitas ini di Indonesia adalah Jaringan Islam Liberal Utan Kayu Jakarta.
Pemahaman Islam berdasarkan prinsip-prinsip di atas mempunyai target-target tertentu
sebagaimana di publikasikan oleh JIL (Jaringan Islam Liberal), bahwa missi Islam liberal
adalah untuk menghadapi lajunya perkembangan pemikiran Islam fundamentalis dan
sejenisnya.

JIL lebih memilih bersahabat dengan Yahudi dan Nasrani daripada saudara muslimnya, dengan
harapan memperoleh keuntungan material. Segala upaya menentang pemikiran fundamentalis
dibiayai yayasan asing, seperti telah disebutkan di atas tadi. Karena itu missi utama dari JIL
dijelaskan melalui publikasi mereka antara lain, mengadakan reaktualisasi ajaran Islam yang
disesuaikan dengan lingkungan sosial masyarakat, kemudian menawarkan berbagai alternatif
pemikiran untuk menyelesaikan problema sosial masyarakat yang terlepas dari syariah Islam.

Tetapi yang terpenting dari semua itu, adalah untuk merusak pola berfikir masyarakat,
khususnya kalangan generasi muda Islam melalui pola-pola pemikiran sinkritisme,
sekularisme, materialisme, permissivisme, demokrasi dll. Dalam menilai pemikiran apa yang
mereka sebut fundamentalis Islam, mereka menggunakan komentar serta analisis musuh-
musuh Islam.

Sikap kritis mereka terhadap ajaran Islam, bukan untuk mencari kebenaran, melainkan supaya
ajaran al-Quran tidak dilaksanakan. Seperti penolakan mereka terhadap poligami yang dinilai
melanggar keadilan perempuan, qishas, rajam bagi penzina, potong tangan atas dosa pencuri
yang sering menjadi sasaran kecaman. Adalah aneh, mereka menerima syariah Islam dalam
urusan nikah, talak dan rujuk. Mengapa mereka menolak syariah Islam untuk menghukum para
penzina, pembunuh ataupun pemabuk?

Isu-isu global dan aktual yang diusung zionis internasional, yang didukung oleh kaum sekularis
dan zionis lokal mendapat tempat strategis di dunia Islam seiring dengan arus globalisasi dan
penguasaan teknologi informasi di satu sisi, serta kelemahan ummat Islam di sisi yang lain.

Meminjam agenda rumusan Charles Kurzman yang bukunya Liberal Islam: A Source Book,
menjadi kitab sucinya JIL, ada enam issu yang sering mereka munculkan dalam ghazwul fikri
(perang pemikiran) melawan ummat Islam, antara lain: Anti teokrasi, demokratisasi,
kesetaraan gender, HAM, pluralisme, dan kebebasan berfikir serta gagasan tentang kemajuan.
( Wacana Islam liberal: Pemikiran Islam Kontemporer Tentang Isu-isu Global, Paramadina
Jakarta).

Politik stick and carrot laris-manis sebagai modal barter kekejaman oleh AS dan sekutunya.
Filipina, Malaysia dan Singapura telah mendapatkan wartel (carrot) atas kerjasamanya
menangkap aktivis muslim di negeri tersebut dan menjerat mereka dengan UU keamanan
dalam negeri (ISA).

Pemerintah Indonesia mendapatkan $ US 450 juta atas keberhasilan BIN menjual informasi
sehingga berhasil menangkap Agus Dwikarna, Tamsil Linrung, Jamal Balfas dan Al-Ghazy di
Filipina, Umar Farouk di Bogor, 6 Juni 2002, yang kemudian dikirim ke penjara Guantanamo,
Kuba. Inilah komunitas ketiga yang diperankan oleh penguasa melalui kerjasama militer
menumpas terorisme dan mengisolasi gerakan Islam.

Partisipasi tokoh-tokoh Islam dalam menolak formalisasi Syariah Islam telah membawa
dampak buruk bagi upaya penegakan syariah Islam. Mereka tidak saja memposisikan syariah
Islam sebagai ancaman bagi ummat lain, tetapi juga meletakkannya pada posisi terdakwa,
bahkan biang keladi kemunduran dan menajamnya konflik antar warga. Hal ini, disadari atau
tidak, ikut mensukseskan skenario global yang disusun orang-orang kafir dengan
mengatasnamakan demokrasi, hak asasi dan toleransi.

Penolakan terhadap berlakunya syariah Islam berdampak multikompleks, terutama bagi


perbaikan Indonesia ke depan. Kerusakan moral kian sulit dihentikan, kebejatan merajalela,
korupsi kian menggurita, bencana kemanusiaan datang silih berganti. Dan yang terpenting
dari semua itu, orang-orang kafir semakin berani melecehkan ajaran Islam dan
meminggirkannya dari area politik dan pemerintahan. Akan tetapi yang paling tragis dan patut
disesalkan: Sekiranya Islam dimusuhi dan dicaci, mengapa harus tokoh-tokoh Islam sendiri
yang melakukannya ?

Buku yang sekarang berada di tangan pembaca ini setidaknya membantu menemukan
jawabannya. Terdapat fakta tentang gerakan deIslamisasi (pendangkalan aqidah Islam) yang
dilakukan aktivis beragama Islam, dibentangkan secara lugas dalam buku ini. Demikian pula,
langkah serta upaya mengantisipasi makar musuh-musuh Islam disajikan berdasarkan dalil-
dalil yang jelas dan tegas, sehingga tidak mungkin mengundang keraguan atau membuat
pembaca kebingungan.

Hal lain yang dirasakan sebagai sesuatu yang baru dari buku ini, adalah kejelian penulisnya
dalam membandingkan antara pemikiran Islam dari para pendiri Nahdhatul Ulama dan
generasi Nahdhiyyin yang datang kemudian melalui taushiyah KH. Hasyim Asyari. Mungkin saja
penulisnya tidak sengaja melakukan hal ini, tetapi sangat jelas bisa ditangkap, bahwa dalam
pemahaman dan pengamalan Islam ada benang merah yang terputus di antar generasi itu.
Kutipan pidato KH. Hasyim Asyari yang diletakkan pada bab Taushiyah dalam buku ini, diambil
dari Muqaddimah Qanun Asasi NU, jelas menunjukkan keterputusan itu. Apa yang terjadi
sesungguhnya? Pertanyaan ini juga menjadi pembahasan dalam buku ini. Penulisnya bisa
dengan lugas dan cerdas menerangkan berbagai musykilat politik yang menimpa generasi
muda NU maupun aktor politiknya, bahkan pemahaman keagamaan yang menyimpang, karena
dia memang bagian dari komunitas keluarga besar organisasi ini.

Kata pengantar yang ditulis Dr. Fuad Amsyari cukup representatif, sehingga memperjelas
orientasi dan memperkaya isi buku ini, khususnya mengenai wacana Islib (Islam Liberal).
Nampak jelas, terorisme yang dipropagandakan Amerika dan sekutunya, bukan saja dalam
bentuk politik dan militer. Tetapi yang paling efektif dan berbahaya adalah terorisme budaya
dan pemikiran, yang melahirkan kekafiran berfikir, berprilaku dan merajalelanya dekadensi
moral.
Wallahu alam bis shawab. Selamat membaca !

Jogjakarta, Syaban 1423 H


Oktober 2002 M

Irfan S. Awwas

Muqqodimah

Kesadaran dan semangat kehidupan beragam sangatlah penting untuk dimiliki oleh ummat
Islam. Hal tersebut antara lain dapat diwujudkan dengan usaha setiap individu muslim
untuk mengerti serta peduli terhadap problematika dan permasalahan yang tengah
dihadapi oleh dunia Islam saat ini.

Kepedulian ummat Islam kepada se-samanya setidaknya dapat diwujudkan dalam bentuk
dukungan moral bagi mereka yang tertimpa musibah, baik berupa benca-na alam seperti
gempa bumi dan banjir, maupun bencana keagamaan, seperti pembantaian, pembunuhan,
pengeboman, pelecehan, termasuk bencana aqidah (pemurtadan ummat Islam) yang
semakin hari kian gencar dihembuskan oleh mereka yang memusuhi Islam.

Ummat Islam, selain harus berhadapan dengan gerakan pemurtadan, juga harus
berhadapan dengan suatu konspirasi musuh-musuh Islam dalam upaya pendangkalan
agama, yaitu dengan cara menjauhkan ummat Islam dari tuntunan Syariat Allah dan Rasul-
Nya. Bahkan kini telah sam-pai pada batas yang mengkhawatirkan, datangnya penolakan
tersebut justru dari sebagian tokoh Islam, yang nampaknya ingin menjadikan ummat Islam
Indonesia berfaham sekuler secara mutlak.

Pembahasan hukum Islam baik yang menyangkut peng-amalan ibadah perorangan maupun
kewajiban secara bersa-ma, seperti hukum rajam yang mengharuskan keterlibatan ummat
Islam secara bersama, pada hakekatnya adalah ajaran yang selalu disebarluaskan oleh
para ulama secara bersama, baik di khotbah Jumat, majelis talim, pesantren, madrasah,
dan tempat-tempat pengajian lainnya.

Bahkan hampir semua kitab yang diajarkan oleh para ulama kepada ummat Islam,
membahas tentang kewajiban hukum dan Syarat Islam. Antara lain Fiqh yang paling dasar
adalah semisal Safinatu An-Najaah, Al Ghaayatu wa at taqrib, fathu Al-Qariib dan lain
sebagainya, pada dasarnya mengajarkan tata cara melaksanakan Syariat Islam, dan kitab-
kitab tersebut telah diajarkan di hampir seluruh pesantren di Indonesia dan telah
dikonsumsi oleh ummat Islam sedunia dari berbagai generasi.

Betapa jauhnya keadilan. Ummat Islam yang mayoritas di negeri ini, namun belum
mendapat kesempatan melaksanakan ajaran Islam sesuai dengan apa yang tertera dalam
kitab-kitab tersebut di atas. Artinya kebebasan menjalankan agama yang diyakininya
masih dikebiri.

Ummat Islam Indonesia nampaknya belum merdeka se-penuhnya. Keadaan inilah yang
harus diperjuangkan, karena hukum positif Negara menjamin warganya untuk bebas
menjalankan ajaran agamanya, sesuai dengan keyakinannya. Perjuangan ummat untuk
menegakkan Syariat Allah I ber-tambah berat seiring dengan adanya peng-gembosan dari
kalangan ummat Islam sendiri. Padahal Allah dengan jelas dan tegas memerintahkan
ummat untuk menjalankan isi kandungan wahyu Ilahy, yaitu dengan menerapkan Syariat
Islam.

Betapa ironisnya, pada saat bersamaan sebagian dari tokoh-tokoh itu seringkali
mendeskreditkan Syariat dan ummat Islam yang berjuang gigih untuk menegakkannya.
Bahkan tak jarang tokoh-tokoh tersebut memberikan gambaran kepada ummat, apabila
Syariat Islam benar-benar ditegakkan di muka bumi, termasuk di Indonesia, maka akan
menyulitkan dan merugikan ummat di kemudian hari.

Sikap para tokoh itu sama halnya dengan mengajak ummat untuk mengingkari kebenaran
syariat Allah dan rasul-Nya. Dari sinilah ummat Islam harus menyadari, bahwa hidup di
dunia ini hanyalah sebagai awal dari kehidupan yang lebih kekal dan abadi, yaitu
kehidupan akhirat. Kehidupan dunia yang diciptakan oleh Allah untuk ummat manusia
hanyalah sebagai perantara dan ujian untuk menjalani kehidupan berikutnya.

Allah menurunkan firman-Nya dengan memberikan pengertian penuh dan sempurna


tentang kebutuhan hidup manusia (termasuk baik dan buruknya), tentang kehidupan
dunia dan akhiratnya. Untuk itulah konsep-konsep yang ada di dalam Al-Quan sangatlah
ideal apabila diamalkan secara benar dan menyeluruh.

Sebagai contoh di dalam Al-Quran tertera konsep hidup berumah tangga, maka orang yang
menghendaki kehidupan rumah tangganya baik, haruslah ia mengikuti konsep tersebut.
Demikian juga dengan jual beli, hidup bertetangga, bersikap terhadap orangtua, cara
mendidik anak, bermasyarakat secara luas, cara menimba ilmu, mengurus jenazah hingga
hukum pidana maupun perdata dan lain sebagainya.

Konsep yang ditawarkan Al-Quran memang masih bersifat global. Namun detailnya telah
diterangkan dan dicontohkan oleh Rasulullah r. Beliaulah yang ditugasi secara khusus oleh
Allah untuk menterjemahkan firman-Nya kepada segenap ummat manusia, baik mengenai
konsep, kaidahnya maupun mengenai rahasia yang tersembunyi di dalamnya.

Contoh, mengenai hukum pidana pencurian. Al-Quran mewajibkan potong tangan bagi
pencuri. Namun tidak ada keterangan yang gamblang mengenai batas-batas tangan yang
dipotong. Maka Rasulullah r lah yang menerangkan kepada ummat batas-batas
pemotongan tersebut.

Demikianlah metode dan prosedur dalam pelaksanaan syarat Islam. Satu hal yang perlu
kita perhatikan dengan adanya hukum potong tangan ini adalah dampak sosial yang akan
timbul di masyarakat. Selama ini masyarakat masih menyangsikan efektifitas hukuman
penjara bagi para pencuri. Karena hukuman penjara tidak membuat jumlah pencuri
menjadi berkurang, tetapi justru memprofesionalkan pencuri sehingga masyarakat
bertambah was-was saat mendengar kata residivis (mantan penghuni penjara).

Jika kita benar-benar mau mengacu kepada hukum Allah I tentang hukum potong tangan,
sudah bisa dipastikan akan terjadi penurunan jumlah pencuri, Allah sang pencipta
manusia tentunya Maha Tahu rahasia kelemahan pencuri, untuk itulah Allah I membuat
kebijaksanaan perintah potong tangan, sebagai hukuman yang setimpal bagi pencuri,
sekaligus sebagai penjagaan terhadap kemaslahatan kehidupan manusia secara makro.

Syariat Islam juga memperhatikan stabilitas perekonomian rakyat, antara lain dengan
diharamkannya riba. Sebab maraknya riba akan mengakibatkan jatuhnya perekonomian
rakyat, dan secara otomatis berpengaruh terhadap stabilitas politik suatu bangsa.

Rasulullah r pun selalu memantau dan mengadakan inspeksi sendiri ke tengah-tengah


pasar guna menyaksikan praktek jual-beli serta memeriksa apakah terjadi pengurangan
timbangan dari para penjual, atau mungkin ada kegiatan bisnis yang belum sesuai dengan
tata cara hukum Islam. Dari gambaran tersebut, ummat Islam dapat menilai betapa
pentingnya syariat Islam dijalankan secara utuh dan menyeluruh, demi terjaganya
stabilitas ekonomi, sosial, politik, sekaligus demi kemaslahatan akhiratnya.

Apabila tuntutan ummat Islam mengenai formalisasi syariat Islam ke dalam undang-
undang terpenuhi secara utuh, maka hal tersebut adalah suatu kabar gembira yang patut
disyukuri oleh semuanya. Namun jika belum terpenuhi, maka sampai kapan pun wajib
bagi seluruh komponen ummat Islam untuk memperjuangkannya, serta menghadapi pihak-
pihak yang berusaha menggagalkannya. Mereka ini pada hakekatnya adalah thagut, musuh
besar Allah dan ummat Islam.

Pihak musuh tentunya sangat keberatan terhadap perjuangan ummat demi terwujudnya
pemberlakuan syariat Islam di seluruh penjuru dunia, termasuk di Indonesia. Untuk itulah
berbagai skenario disusun dengan maksud meng-gagalkan perjuangan ummat Islam.

Bahkan secara terang-terangan mereka membantai dan menjegal eksistensi ummat Islam
di hampir seluruh aspek kehidupan dengan segala macam cara. Dengan demikian sudah
seharusnya ummat Islam mewaspadai setiap gerak-gerik musuh-musuh Islam, agar tidak
terpengaruh dan terjebak oleh tipu muslihat mereka.

Risalah singkat ini berupaya menjlentrehkan strategi musuh dalam memerangi ummat
Islam, yang tujuannya tiada lain agar ummat Islam menanggalkan almamater serta
meninggalkan agamanya sedikit demi sedikit. Al-Quran telah menyebutkan bahwa motor
utama dari skenario pemurtadan massal bagi umat Islam adalah pihak Yahudi dan Nasrani.
Kedua pihak inilah yang sangat keberatan apabila syariat Islam bisa diterapkan di seluruh
negara yang masyarakatnya mayoritas beragama Islam, termasuk di Indonesia.

Dengan membaca risalah singkat ini diharapkan para pembaca ikut andil di dalam
memperjuangkan keselamatan aqidah ummat sesuai dengan kemampuan, bidang garap
serta kesempatan yang tersedia pada masing-masing, sehingga terjadi persaudaraan dan
persatuan yang kokoh di kalangan ummat Islam `

Malang, 05 Juli 2002


Penulis,
H. Luthfi Bashori

PENGARUH BUDAYA KAFIR

Akhir-akhir ini, ummat Islam banyak mengalami tekanan dari musuh-musuhnya.


Tekanan tersebut bervariasi, adakalanya secara fisik seperti pembantaian sadis dan
biadab, dengan tanpa pilih-pilih, anak-anak kecil dan kaum wanita tak luput dari sasaran,
ibu-ibu hamil pun dirobek perutnya untuk dikeluarkan janin mereka dari kandungan.
Kejadian semacam ini sering terdengar hampir di setiap priode, seiring berputarnya
waktu.

Korban demi korban berjatuhan, ummat Islam mengalami penderitaan yang cukup
panjang, sebagaimana yang terjadi di Yugoslavia, Palestina, Kosovo, Chechnya, Kashmir,
India, Afghanistan, Ambon, Poso, dan pelbagai tempat lainnya

Tekanan senada juga dilancarkan lewat infiltrasi (penyusupan) peradaban yang amat
halus, rapi, sistematik namun ganas menye-rang moral ummat Islam. Hingga tak jarang
ummat Islam terpedaya oleh budaya-budaya kafir, yang jelas-jelas bertentangan dengan
nash sharih baik al-Qur`an, Hadits Nabawi maupun warisan Ijtihad para ulama salaf.

Yang lebih memprihatinkan, seringkali tokoh-tokoh Islam yang seharusnya berusaha


menepis dan membendung pengaruh budaya kafir yang menimpa ummat Islam, justru
terbawa arus dan tenggelam dalam pusaran budaya musuh-musuh Islam.

Disadari maupun tidak, mereka terjebak dalam konspirasi musuh yang justru berusaha
untuk menghancurkan ummat Islam. Memang terasa runyam, kebanyakan yang hanyut
dalam badai ini, tiada lain mereka yang terperangkap ke dalam kubangan hubbud dunya
wa karaahiyatul maut (cinta kehidupan dunia dan takut menghadapi kematian).

Transfer peradaban oleh pihak musuh ini ternyata sangat efektif, ibarat wabah penyakit
yang menyerang di kalangan awam, terlebih para pemuda, akibatnya korban pun
berjatuhan dimana-mana.

Tidak terhitung jumlah ummat Islam yang semakin jauh dari tuntunan al-Qur`an dan
hadits. Bahkan mereka lebih senang berkiblat kepada peradaban musuh-musuh Islam.
Belum lagi pengaruh narkotika dan obat-obat terlarang (narkoba) yang kian marak.

Juga pengaruh pornografi dalam film-film import, baik lewat bioskop, VCD, internet,
maupun media cetak yang semua itu diikuti oleh aktor dan aktris nasional yang secara
formal mayoritas dari mereka mengaku beragama Islam.

Peralatan berteknologi modern memang banyak memberi nilai positif bagi perkembangan
ummat Islam, terlebih dalam menghadapi era globalisasi. Namun tanpa kontrol yang ketat
dari ummat Islam sendiri, arus derasnya budaya musuh telah siap melumat siapa saja yang
tidak waspada..

MUSUH-MUSUH ISLAM DALAM AL-QURAN

Seluruh makhluk yang ada di muka bumi ini tiada lain adalah ciptaan Allah, dzat Yang
Maha Pencip-cipta. Di antara sekian banyak ciptaan yang ada, Allah mengkhususkan
kepada dua jenis makhluk yang diberi nafsu dan akal, yaitu bangsa jin dan manusia.

Pemberian keistimewaan ini tiada lain sebagai ujian bagi keduanya, apakah mereka
mempergunakan keistimewaan tersebut sesuai dengan nilai fitrah penciptaan atau
sebaliknya.

Dalam kaitannya dengan kefitrahan penciptaan jin dan manusia, dengan tegas Allah
menggariskan dalam firman-Nya yang artinya: Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia
kecuali hanyalah untuk menyembah-Ku. (Qs. az-Dzaariyat, 56).

Sangat keliru jika kedua makhluk ini dengan pongahnya meremehkan dan melupakan
unsur ibadah dalam menjalani hidup. Sebagai dzat Pencipta, Allah juga mempunyai
rambu-rambu yang khusus diperuntukkan untuk kedua makhluk ini, apabila dilanggar
Allah akan murka, dan tidak seorang pun yang mampu menghindar dari siksaan-Nya.

Rambu-rambu terbesar yang harus dimengerti adalah larangan berbuat syirik


(menyekutukan Allah dengan menyembah selain-Nya) dan kafir (mengingkari dan me-
nentang-Nya). Apabila jin dan manusia melanggar rambu-rambu tersebut, Allah tidak akan
mentolerirnya. Disini pula Allah menampakkan tidak adanya kompromi bagi siapa saja
yang berani melanggar-Nya.

Untuk itulah Allah memberi gelar bagi yang mempertahan- kan nilai kefitrahan sesuai yang
telah digariskan dengan nama mukmin/muslim. Mereka inilah yang selalu menyembah dan
mendahulukan kepentingan Allah daripada selainnya.

Se-dangkan siapa saja yang menyekutukan dan menentang kebijaksanaan-Nya dinamakan


musyrik / kafir. Mereka inilah musuh-musuh Allah yang nyata, dan kelak mendapat siksa
yang pedih di neraka selama-lamanya.
Kedua kubu tersebut, muslim versus kafir selamanya tidak akan bertemu pada satu titik.
Konflik theologi dasar dalam beraqidah mengharuskan terjadinya perbedaan yang
menyolok, dimana satu kubu membela kepentingan Allah I, Sang Pencipta, sedang yang
lain menjadi musuh Allah I sebab kesyirikan dan kekafirannya.

Suatu kebohongan yang nyata bagi siapa saja atau kelompok mana saja, yang menyatakan
dirinya mampu me-nyatukan dua kubu yang bertentangan tersebut dalam satu wadah
persatuan yang hakiki, sebab Allah I sendirilah yang tidak menghendaki terwujudnya hal
itu.

Suatu hal yang barangkali dipaksakan sebagaimana telah terjadi akhir-akhir ini, yaitu
adanya usaha sebagian tokoh masyarakat untuk menyatukan ummat Islam dengan orang-
orang kafir dalam satu organisasi atau partai politik.

Implikasi dari hal yang terlalu dipaksakan, adalah timbulnya ekses yang tidak baik yang
akan merusak tatanan yang telah mapan. Ibarat usaha mempertemukan dua kutub utara
dan selatan, adalah hal yang mustahil terwujud. Kalau pun itu terjadi, tentu tatanan
planet bumi yang sudah mapan dengan segala pesonanya akan menjadi rusak.

Untuk lebih jelas dalam mengenal musuh-musuh Allah I, tentunya diperlukan penelaahan
terhadap firman-firman-Nya secara jeli, dan untuk selanjutnya ummat Islam harus jelas
dan tegas dalam menyikapi musuh-musuh Allah. Apakah ummat Islam akan berpeluk mesra
dengan orang-orang kafir musuh-musuh Allah, atau seharusnya mewaspadai gerak langkah
mereka, sekurang-kurangnya ummat Islam diharapkan bisa menjaga jarak. Allah I
berfirman dalam al-Quran yang artinya: Sesungguh- nya orang-orang kafir itu adalah
musuh yang nyata bagi kalian. (Qs. an-Nisa, 101).

Yang dimaksud dengan orang-orang kafir adalah orang-orang di luar Islam, baik yang
tergolong Ahli Kitab seperti Yahudi dan Nasrani, maupun yang bukan, seperti Majusi,
Hindu, Budha, Shinto, Khonghucu, Sikh, Taoisme, dan pe-nyembah berhala lainnya yang
sering diistilahkan dengan kaum paganis, atau mereka yang tidak mempercayai adanya
Tuhan, yaitu kaum komunis atau atheis.

Paling utama untuk diwaspadai adalah pengaruh pemikiran, kebudayan, dan adat istiadat
kelompok Ahli Kitab yang secara eksplisit ditegaskan Allah I dalam firman-Nya yang
artinya:
Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan tinggal diam terhadap kamu (Ya Muhammad)
hingga kamu mengikuti agama mereka. (Qs. al-Baqarah,120)

Di samping itu, Allah juga memberitakan tentang kekafiran dan kemusyrikan mereka
dalam firman-Nya yang artinya:

Orang-orang Yahudi berkata: Uzair itu putra Allah dan orang-orang Nasrani berkata: Al-
Masih itu putra Allah . Demikian itulah ucapan mereka dengan mulut mereka, mereka
meniru perkataan orang-orang kafir yang terdahulu. Dilaknati Allahlah mereka; bagaimana
mereka sampai berpaling? (Qs. at-Taubah, 30).

Sebagaimana dalam tiga ayat tersebut di atas, seorang muslim tentunya tidak akan
mengingkari kekafiran orang Yahudi dan Nasrani, serta perseteruan mereka dengan
ummat Islam. Hanya orang-orang yang mengingkari kebenaran al-Qur`an yang akan selalu
berusaha menjalin hubungan diplomatik, perdagangan maupun upaya menjalin hubungan
persaudaraan serta persatuan dengan mereka.

Sekalipun hubungan kemanusiaan seperti perdagangan, bertetangga dan lainnya tidak


diharamkan oleh Islam, namun ummat Islam tetap harus waspada terhadap pengaruh
kebudayaan kafir, sebab tidak sedikit ummat Islam yang kini lebih condong meniru budaya
kafir ketimbang memper-tahankan budaya Islam ajaran Rasulullah r.

Kalaupun ada sekelompok orang yang mengatakan mayoritas orang kafir dewasa ini
tergolong kafir dzimmi (yang wajib dilindungi) maka kriteria dzimmi yang disepa-kati para
ulama belum terpenuhi, diantaranya harus mem-bayar pajak kepada pemerintah Islam
dan berhukum pidana dengan standar hukum Islam.

Atau barangkali ummat Islam Indonesia inilah yang justru saat ini patut dijuluki sebagai
Muslim Dzimmi kehidupan mereka selalu dililit oleh pajak kepada pemerintah yang tidak
menerapkan syari`at Islam. `

MEWASPADAI STRATEGI MUSUH

UMMat Islam banyak mendapat berbagai macam tantangan, perlawanan, dan pengaruh
yang serius dari musuh-musuh Islam. Hal itu dilakukan secara terang-terangan dalam
bentuk penindasan-penindasan sebagaimana dilakukan oleh kaum Yahudi di Palestina dan
negara-negara lainnya, termasuk juga perlakuan destruktif orang-orang barat terhadap
negara-negara Islam khususnya Timur Tengah.

Perlakuan serupa juga dilakukan dengan samar-samar namun pasti, yaitu dengan merusak
kebudayaan ummat Islam, sehingga ummat Islam cenderung berorientasi kepada
kebudayaan orang-orang kafir daripada merujuk sunnah-sunnah Nabawiyah.

Bahkan semua itu telah diamalkan ummat Islam dalam pergaulan, cara berpakaian,
maupun mengkonsumsi makanan-makanan yang dibuat oleh orang-orang kafir sehingga
tidak jelas halal haramnya. Musuh Islam, terutama Yahudi dan Nasrani tidak akan berdiam
diri jika ummat Islam di muka bumi ini, masih eksis mengamalkan ajaran-ajaran yang
murni, yang diambil dari intisari al Quran dan Hadits Nabawi.

Musuh-musuh Islam sangat jeli melihat kelemahan ummat Islam. Mereka juga sangat faham
atas pilar-pilar agama yang harus dijunjung tinggi oleh ummat. Apabila ummat Islam telah
meninggalkannya pasti akan mengalami kehancuran, sehingga Islam hanyalah akan
menjadi sebatas nama, persis ungkapan:

Maa baqiyal Islaamu illaa ismuhu,


wamaa baqiyal Qur`anu illaa rasmuhu
(Tiada tinggal di dalam Islam kecuali namanya,
dan tiada tinggal di dalam al-Qur`an kecuali tulisannya)
Di antara sendi-sendi Islam yang dijadikan sasaran utama mereka untuk dipisahkan dari
ummat Islam adalah kandungan wasiat Rasulullah r:

Aku tinggalkan pada kalian dua perkara, apabila kalian berpegang teguh pada keduanya,
niscaya kalian tidak akan tersesat selama-lamanya, setelah aku tiada yaitu: Kitabullah (al-
Quran) dan sunnahku (al-Hadits). (H.R. Malik dalam kitab Muwattha).

Bermula dari peristiwa perang salib yang berakhir pada abad ke 13, orang Nasrani
menyadari bahwa ummat Islam tidak dapat ditundukkan dengan perang fisik semata. Maka
mereka merubah strategi dengan gerakan non fisik, yaitu mengarah pada penghancuran
ide-ide Islam.

Salah satu cara yang mereka tempuh adalah dengan membatasi gerak dakwah Islam
hingga keberadaannya menjadi kabur dan meragukan.

Bersamaan dengan itu bergerak pula orang-orang Yahudi, Atheis, Paganis dan orang-orang
munafik yang sejak semula memusuhi Islam, dengan membuat satu langkah bersama untuk
menghancurkan Islam. Mereka bersepakat dalam satu strategi yang terkenal dengan istilah
Ghazwul Fikri (perang pemikiran).

Ghazwul Fikri

Ghazwul fikri yang dimaksudkan disini, adalah aksi perang non fisik yang dilakukan
musuh-musuh Islam, dengan tujuan memurtadkan umat Islam dari agamanya. Seorang
pemimpin partai liberal Inggris yang bernama Glad Stone mengingatkan teman-temannya
dalam suatu pertemuan dengan kata-katanya yang berbisa:

Selama kitab ini (seraya mengangkat al-Qur`an dengan tangannya ke atas) masih ada di
muka bumi (dipelajari dan diterapkan), maka jangan berharap kalian mampu
menundukkan ummat Islam.

Karena itu banyak sekali cara mereka dalam usaha menjauhkan ummat Islam dari al-
Qur`an yang semestinya untuk landasan kehidupan sehari-hari. Di antaranya mereka
berusaha keras untuk memasarkan kepada ummat Islam apa yang popular disebut 4 .S.
(Sing, Sex, Sport, Smoke), dan 4. F. (Fun, Fashion, Food, Faith ). Tujuannya jelas, agar
ummat Islam melupakan kitab pegangan utamanya (al-Qur`an), serta tuntunan Nabi
Muhammad r lewat hadits-hadits Nabawiyah.

Ghazwul fikri yang mereka lancarkan ternyata sangat efektif untuk mematikan aqidah dan
pemikiran serta perjuangan ummat Islam secara perlahan. Hal ini dapat kita jumpai dalam
rumah tangga ummat Islam bahkan sampai pada tingkat negara sekalipun. Adapun isi dari
ghazwul fikri itu adalah:

A. Empat Es (4-S)
SING : Musik dengan berbagai jenis dan instru-mennya.
SEX : Gambar-gambar pornografi dan film-film yang ditayangkan di televisi yang sarat
de-ngan unsur pornografi.

SPORT : Kegilaan terhadap olahraga yang tampak-nya secara lahiriah membawa


kebaikan bahkan mengangkat nama bangsa jika berprestasi, namun yang sering dilupakan
oleh ummat Islam adalah bentuk pakaian yang digunakan di berbagai cabang olah raga
yang tidak mencerminkan kultur Islam, yaitu tidak menutup aurat, baik putra atau-pun
putri. Juga even-even olahraga yang digelar tanpa memperhatikan waktu shalat, di
antaranya sepak bola yang biasanya diiringi oleh arak-arakan suporter.

SMOKE : Rokok, sudah umum dikonsumsi oleh gene-rasi tua maupun muda, di kalangan
awam, intelektual, maupun kaum santri. Jumhur ulama berpendapat bahwa hukum rokok
adalah makruh (sesuatu yang dibenci oleh Allah dan rasul-Nya), khususnya makruh yang
dapat merusak kesehatan, bahkan menurut sebagian ulama hukum merokok adalah
haram, atau paling tidak adalah makruh tahrim (makruh yang mendekati keharaman).
Kecanduan rokok secara umum di kalangan ummat Islam, tentunya membawa dampak
negatif bagi ketegaran ibadah dan jiwa perjuangan ummat, di dalam melaksanakan amar
ma`ruf nahi mungkar secara utuh, serta menghalangi turunnya rahmat Allah kepada
mereka.

B. Empat Ef (4-F)
FUN : Lawakan, tontonan-tontonan yang lucu yang mengajak pemirsanya bergelak
tawa seringkali kita jumpai di televisi, panggung-panggung hiburan dll. Yang patut
disesalkan adalah kegiatan dakwah atau ceramah agama yang terkadang porsi lawakannya
justru lebih banyak dari fatwa atau isi dakwah itu sendiri. Mengajak hadirin tertawa, tidak
dilarang selagi pada batas-batas wajar sesuai dengan akhlak Islami. Adapun menyajikan
lawakan yang menyebabkan tertawa terpingkal-pingkal, jelas dilarang oleh agama, apalagi
dengan menirukan gaya badut dan yang semisalnya.

FASHION : Generasi muda merupakan konsumen utama dari perkembangan model


pakaian yang biasanya banyak berkiblat pada trend mode barat. Sehingga mereka sering
menjadi korban mode yang jauh dari tuntunan Islam. Khususnya kaum wanita yang kurang
bisa menjaga auratnya.

FOOD : Berbagai macam dan merk makanan siap saji dengan mudah didapat dan
harganya pun relatif terjangkau. Sisi lain dari makanan jadi ini adalah proses
pembuatannya yang terkadang tidak jelas halal haramnya (walaupun berlabel halal)
Rasullah Shallalahu alaihi wa Sallam bersabda yang artinya: Yang halal itu jelas dan yang
haram itu jelas, di antara keduanya ada perkara yang syubhat (meragukan) yang tidak
diketahui oleh kebanyakan orang, barang siapa yang terjerumus dalam perkara yang
syubhat (tidak jelas halal haramnya ) sungguh ia telah terjerumus dalam keharaman.

FAITH : Kepercayaan, yang dimaksud adalah berbagai faham yang dikembangkan oleh
orang-orang kafir, seperti Liberalisme, Zionisme, Sekularisme, Kapitalisme, Nasionalisme,
Demokrasi ala barat, Westernisasi, Kristenisasi, Emansipasi, Karirisasi, pemberlakuan HAM
melebihi ketentuan hukum syara sesuai yang termaktub dalam al- Qur`an dan hadits.

Sebagai contoh kongkrit yang perlu direnungkan secara jujur oleh ummat Islam akan
keberhasilan musuh-musuh Islam adalah permisalan sebagai berikut: Jika ada seorang
muslim yang tengah santai di kamar, lantas disodori dua kaset beserta tape recorder-nya,
satu kaset tartil al-Qur`an dan yang satu lagi kaset musik yang sesuai dengan seleranya.
Kira-kira, kaset manakah yang kemungkinan besar di putar berulang-ulang?

Target Ghazwul Fikri

Secara umum, target dari perang pemikiran (ghazwul Fikri) ini, dapat disebutkan antara
lain:

1. Memurtadkan ummat Islam secara massal.

2. Menjadikan ummat Islam tidak faham terhadap ajaran agamanya secara benar dan
mendalam.

3. Menciptakan tokoh-tokoh muslim untuk dijadikan agen-agen dan antek-antek mereka


dengan dalih kerjasama atau demokrasi.

4. Merintangi gerak dakwah Islam berikut aktifitasnya.

5. Menjauhkan ummat Islam dari memiliki semangat jihad dan melemahkan ummat Islam
dari amar ma`ruf nahi munkar selain hanya dijadikan slogan-slogan semata.

6. Menciptakan perpecahan dan permusuhan serta menjadikan ummat Islam terkotak-


kotak, agar kekuatan mereka menjadi musnah.

7. Menjadikan ummat Islam lemah dalam beribadah kepada Allah I.


Adapun strategi penghancuran ide-ide Islam antara lain:
A. Gerakan modernisasi yang membawa masyarakat mau tidak mau harus mengubah
gaya hidup, yang pada akhirnya meninggalkan al-akhlaqul karimah, padahal Rasulullah
bersabda yang artinya: Sesungguhnya aku diutus hanyalah untuk menyempurnakan akhlaq
yang mulia.

B. Gerakan yang berupaya mempersatukan agama-agama sedunia dalam satu wadah,


yang mana mereka memberikan pemahaman bahwa semua agama pada dasarnya adalah
sama karena mengajak kepada kebaikan. Pemikiran semacam ini sangat popular dengan
istilah Singkretisme atau dalam bahasa santrinya wihdatul adyan. Secara mendasar
pemahaman ini telah mengaburkan kebenaran agama Islam.

Gerakan ini pula yang kini menjadi program Jaringan Islam Liberal (JIL) yang marak
dipasarkan oleh tokoh-tokoh Islam moderat yang bekerja sama dengan musuh-musuh
ummat Islam.

Walaupun tampaknya gerakan ini menguntungkan perdamaian dunia, namun dirasakan


cukup efektif untuk memurtadkan ummat Islam secara besar-besaran. Paling tidak, akan
terlena dengan dalih toleransi, perdamaian, kerukunan, demokrasi atau mungkin dengan
dalih ukhuwah basyariah dan ukhuwah wathaniyah yang lebih mereka utamakan dari pada
ukhuwah Islamiyah. Sehingga semangat jihad akan semakin menipis di dalam dada umat
Islam, bahkan tidak berani menyuarakan bahwa orang-orang kafir (non muslim) itu adalah
musuh-musuh Allah yang sekaligus musuh-musuh ummat Islam.

Kini tak jarang ummat Islam ikut menghadiri dan me-meriahkan acara-acara keagamaan
orang Nasrani dan Yahudi serta agama-agama lain di luar Islam. Akhir-akhir ini pembauran
antar ummat beragama telah dicetuskan dalam bentuk kerja sama ritual keagamaan,
misalnya mengadakan doa bersama antara muslim dan non muslim, yang dipimpin oleh
setiap tokoh agama yang berlainan, dan subhanallah, diamini oleh para hadirin yang
berlainan agama pula. Strategi semacam ini diterapkan oleh orang-orang kafir untuk
menampakkan kesungguhan untuk hidup rukun.

Mereka juga menghadiri acara-acara yang digelar oleh ummat Islam, seperti muktamar-
muktamar Islam yang semesti-nya menjadi urusan intern ummat Islam. Rencana besar di
balik itu semua, adalah ummat Islam bersedia pula menghadiri acara-acara keagamaan
mereka. Dengan demikian ummat Islam menjadi murtad tanpa mereka sadari.
Allah telah memperingatkan dalam firman-Nya yang artinya:

Katakanlah (Muhammad): Hai orang-orang kafir, Aku tidak akan menyembah apa yang
kamu sembah, dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak akan
pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah, dan kamu tidak pernah pula menjadi
penyembah Tuhan yang aku sembah. Bagimu agamamu dan bagiku agamaku (Qs. Al
Kafirun)

Gerakan pemurtadan ummat Islam dewasa ini dilakukan dengan gencar bahkan di hampir
setiap kesempatan, selalu mereka tawarkan dan sodorkan dengan berbagai macam cara
yang tidak disadari oleh ummat Islam.

Langkah yang demikian ini dilakukan oleh musuh-musuh Islam karena mereka memahami
sabda Nabi Muhammad r(yang artinya): Barang-siapa yang menyerupai suatu kaum, maka
ia termasuk dalam golongan mereka.

Satu contoh mudah adalah budaya terompet tahun baru dan yang serangkai dengan acara
tahun baru. Jelas ini adalah salah satu dari rentetan perayaan Natal yang sering diikuti
dan diramaikan oleh generasi muda Islam. Inilah salah satu bukti ketidak-berdayaan
ummat Islam dalam membendung pengaruh musuh-musuh Islam. Padahal kaum muslimin
mem-punyai tahun baru sendiri, yaitu 1 Muharram Tahun Hijriyah.

As-Syeikh Muhammad al-Hijaz al- Halabi dalam kitabnya Shaut al-Mimbar hal. 272 cetakan
kedua, Dar Misra Litthiba`ah mengatakan: Di antara penyebab kemurtadan, adalah
berjalan menuju Gereja dengan para aktifis Gereja, dan bersama-sama merayakan
perayaan-perayaan mereka yang dilaksanakan di dalam Gereja, serta acara-acara kufur
lainnya yang dilakukan (aktivis Gereja) dan ia duduk bersama mereka.

Beberapa tokoh Yahudi dan Nasrani kerapkali menganjur-kan kepada ummat Islam, agar
mereka dan khususnya para ulamanya bersedia hadir bahkan berkhotbah di tempat
peribadatan Yahudi dan Nasrani. Tentunya anjuran ini mempunyai misi tersembunyi demi
terlaksananya program mereka. Yang kini menjadi permasalahan adalah fenomena di atas
sudah menggejala di kalangan ummat Islam `

Peradapan Aurat

Seorang kawan alumni Al Azhar Mesir, A. Syamsu Madyan, Lc mengirimkan tulisannya


kepada penulis. Melihat pentingnya tulisan tersebut, maka penulis pun merasa perlu
untuk memuatnya di dalam buku kecil ini. Berikut ini naskah tentang pornografi yang
menjadi salah satu setrategi musuh untuk menghancurkan Umat Islam.

Judul di atas adalah refleksi saya tentang fenomena Indonesia kita saat ini sebagai seorang
anak bangsa yang mungkin juga diresahkan beberapa orang.

Ketika zaman maju, tekhnologi sudah mencapai taraf yang demikian kompetitif,
seharusnya apa yang ditampilkan adalah bentuk kedewasaan. Namun bangsa menunjukkan
peradapan dengan tingkat kedewasan yang sebaliknya. Saya kira budaya buka-bukaan,
pornografi dan sebagainya itu adalah satu bentuk kemunduran itu sendiri.

Heran, ketika manusia pada abad ini mengaku telah maju dengan menemukan
kecanggihan ilmu dan technologi di segala bidang, namun mereka tidak menyadari bahwa
kepribadian mereka sedang menuju kemunduran. Sebagai contoh, cara berbusana mereka
yang serba minim, pada dasarnya, sedang menuju ke mode-mode busana gaya purba.

Tertarik saya ketika berada di Mesir, kawan saya melihat gadis yang sedang berjalan
layaknya gadis kota. Tiba-tiba kawan saya itu menggodanya dengan bersiul. Apa yang
terjadi?

Gadis itu melapor ke polisi setempat dengan mengadukan bentuk pelecehan yang mungkin
di negara kita itu hanyalah hal sepele dan biasa.

Pihak-pihak kepolisian bergerak menangani pelanggaran etis sekecil-kecilnya ini. Tidak


perlu menunggu khutbah-khutbah yang berbulan-bulan di gembar-gemborkan di masjid,
kemudian rakyat banyak menjadi resah dan berdemo. Cukup satu atau dua orang yang
mengadu, polisipun sigap.

Polisi di mesir tidak hanya menjaga ketertiban dalam lingkup kriminalitas saja, namun
mereka juga menangani masalah-masalah etis dan moral. Mereka disebut syurthah adab
atau polisi moral.

Entahlah di Indonesia. Maraknya tabloid dan majalah - majalah yang menampilkan


pornografi dan vulgar bak kecambah yang bersemi murah dan sangat mudah didapat.
Namun pihak-pihak yang seharusnya punya wewenang malah hanya menunggu reaksi
massa. Saya kira bukan kesalahan masyarakat jika terlanjur emosi, ketika pihak-pihak
berwajibnya juga masih lamban dalam bergerak, menunggu reaksi dan baru beraksi.
Apapun alasannya, di manapun tempatnya, pornografi sama tidak mendidik, justru
merugikan generasi bangsa.

Belum jauh kita memikirkan bangsa ini secara spesifik, bangsa sudah terpuruk.
Generasinya dilenakan dengan kesenangan-kesenangan sesaat itu. Kapan membaiknya?
Heran sekali lagi, bangsa Indonesia terkadang perlu dikasihani, karena sudah lama sakit.
Di sisi lain, bangsa ini juga menjengkelkan ,karena cuek dengan bertumpuknya praktek-
praktek kemaksiatan.

Empat sampai lima tahun kiranya belum cukup peringatan-peringatan keterpurukan


bangsa, hingga harus menunggu kemurkaan alam yang mulai enggan bersahabat dengan
penduduknya.

Kiranya yang baru saja kita saksikan, berbagai bencana memberi kita penjelasan bahwa
alam Indonesia ingin segera dimakmurkan dengan perilaku-perilaku yang positif. Bukan
malah dilupakan dan generasinya terlena dengan kebudayaan-kebudayaan amoral.

Berapa lama lagi derita Indonesia akan berakhir jika bangsa ini tidak segera sadar dan
kembali pada sisi manusiawinya. Tidak lagi ingin menjadi hewan yang bebas berkeliaran
dan berpose tanpa busana.
Jika demikian adanya, peradapan aurat adalah label yang tepat untuk negeri ini.
Indonesia tidak lagi pantas disebut sebagai Negara Pancasila yang berbasis Ketuhanan dan
Moral. Tidak pantas lagi Indonesia dianggap sebagai bagian tanah melayu yang kesohor
dengan kesopanannya.

Biarlah bangsa-bangsa lain yang tidak mengerti aurat, membuka aurat-auratnya dan
bangga dengan hal itu. Namun sebagai bangsa yang juga punya kepribadian, jangan sampai
Indonesia larut dan kehilangan jati dirinya sendiri.

SINKRETISME MEMBAHAYAKAN
AQIDAH ISLAM

SInkrEtisme adalah faham yang gerakan-nya be- rupa upaya mempersatukan agama-
agama yang ada di dunia. Ensiklopedia Britannica menyebutkan bahwa religious
syncretism is the fusion of diverse religious beliefs and practices (faham sinkritisme
adalah penyatuan beberapa ajaran agama yang berbeda). Upaya yang dilakukan peng-anut
sinkritisme adalah selalu mencari titik temu dari perbedaan-perbedaan ajaran yang ada
pada setiap agama. Baik per-bedaan yang menyangkut prinsip dasar beraqidah maupun
yang bersifat furu` (khilafiyah amaliyah) atau perbedaan cara pengamalan suatu ajaran
dalam bermadzhab.

Gerakan ini memberikan pemahaman bahwa pada dasarnya semua agama adalah sama.
Semua agama mengajak kepada kebaikan dan melarang kejahatan, berupaya mengajak
ummat seluruh dunia bersatu dalam setiap langkah, mengusahakan pendekatan satu sama
lain dan lebih menjunjung tinggi ikatan kemanusiaan daripada kebersamaan ummat
seagama.

Mereka bergerak di hampir semua sektor kehidupan, baik politik, ekonomi, kebudayaan
maupun agama. Tujuan mereka adalah menjadikan dunia sebagai suatu wadah besar
dengan keyakinan yang sama yaitu :kemanusiaan.

Cara pendekatan yang dilakukan baik secara langsung maupun tidak langsung, disadari
atau tidak disadari, adalah dengan menanamkan keragu-raguan kepada setiap penganut
agama terhadap ajaran agama yang mereka anut.

Mereka mengajak penganut agama tersebut untuk meng-kosongkan pikiran sebelum


menerima faham baru yang dihasilkan dari penyatuan ajaran agama-agama sesuai de-ngan
pemahaman mereka. Yaitu menukil beberapa ajaran dari tiap-tiap agama yang berbeda
yang dianggap baik dan bisa mem-persatukan ummat beragama seluruh dunia dalam satu
wadah.

Gerakan yang berlandaskan sinkritisme ini sudah sejak lama berkembang. Ruang
lingkupnya terkadang hanya terbatas pada pemersatuan agama-agama samawiyah, tetapi
ada juga yang secara menyeluruh, termasuk upaya mempersatukan sekte-sekte yang
berkembang dalam setiap agama.

Sebagai contoh adalah pendapat dua orang tokoh, yaitu Ibnu Sab`in dan Ibnu Hud at
Talmasani yang mengatakan bahwa orang yang paling mulia adalah yang mengajak semua
ummat beragama bersatu secara menyeluruh dalam satu wa-dah. Dan apabila sudah
terjalin persatuan di antara ummat beragama, maka seseorang bebas mengamalkan ajaran
Islam, Nasrani, maupun Yahudi dalam waktu yang bersamaan. (Dikutip dari al Raddu ala al
Manthiqiyyin karangan Ibnu Taimiyah 282 cet. II/1396 H).

Dewasa ini, sinkritisme di Indonesia mulai dimarakkan oleh tokoh-tokoh Jaringan Islam
Leberal (JIL) serta mereka yang selalu mengatasnamakan dirinya sebagai kelompok Islam
moderat. Sehingga sering dijumpai ada ormas Islam yang besar maupun yang baru
berkembang, yang mengadakan acara-acara keislaman dengan melibatkan non muslim
untuk andil di dalamnya. Biasanya mereka mengatasnamakan kemanusiaan atau
kebangsaan maupun yang semisalnya.

Tentu saja gerakan ini mendapat respons positif dari orang-orang kafir, terlebih sebagai
warga minoritas mereka merasa diuntungkan. Ironisnya, ummat Islam terlena dan lupa
serta kurang mawas diri dan tidak mau belajar dari kenyataan dan beberapa peristiwa
yang berkembang di dunia, bahwa ummat Islam sering mengalami penindasan dan
tindakan diskriminatif tatkala mereka hidup sebagai warga minoritas di suatu negara yang
mayoritas penduduknya beragama Nasrani, Yahudi, Hindu dan lain sebagainya.

Pada akhir abad ke 18, Jamaluddin al-Afghani ikut me-marakkan gerakan penyatuan
agama-agama samawiyah. Dalam bukunya, al-A`mal al Kamilah hal 69 ia mengatakan:
Sesungguhnya tiga agama yaitu Yahudi, Nasrani dan Islam mempunyai dasar dan tujuan
yang sama. Apabila salah satu di antara ketiganya punya kekurangan di dalam penerapan
ajaran kebaikan, maka dapat disempurnakan oleh yang lainnya. Karena itu saya berharap
agar penganut tiga agama tersebut bersatu padu .

Dalam kaitan itu seorang pendeta Inggris bernama Ishaq Taylor menyambut baik ide
tersebut. Bahkan ia berusaha untuk mengadakan pendekatan antar agama guna
menemukan satu ajaran yang bisa mempersatukan ummat Islam dan Nasrani.
Mereka berkeyakinan bahwa pada hakikatnya tiga agama samawiyah yang ada di dunia ini,
tersimpul pada huruf (M) yang merupakan akronim dari Masuniyah (istilah lain dari
Sinkritisme). Mereka menyebut Yahudi dengan Musawiyah, Nasrani dengan Masihiyah dan
Islam dengan Muhammadiyah, yang semuanya diawali dengan huruf (M) dan terhimpun da-
lam simpul huruf (M), yaitu Masuniyah tadi.

Di Mesir, pada tahun 1919 M terjadi upaya penyatuan Islam dan Nasrani di bawah
pimpinan Sa`ad Zaghlul, hingga terjadi pula pembauran lambang persatuan, seperti yang
dinyatakan oleh Muhammad Rasyid Ridla dalam kitabnya al Islam wa al Hadlarah al
Arabiyah hal. 81 .
Para modernis muslim yang tertipu dan ikut sibuk memarak-kan gerakan sinkritisme ini,
dapat disebutkan antara lain:

Dr. Abdul Azis Kamil, dia mengatakan: Kami di Timur Tengah mengimani ke-Esaan
Allah, baik lewat satu agama maupun lewat agama lain. Saya katakan dengan tegas bahwa
Islam, Nasrani dan Yahudi adalah sama. Bahkan dalam pengertian trinitas Nasrani berakhir
pada ke-Esaan Tuhan. Inilah yang dinamakan wilayah tauhid (ke-Esaan Tuhan). Hanya saja
gambaran dan penafsiran secara filsafat yang berbeda (al-Islam wa al Ashr karangan Abdul
Azis Kamil).

Dr. Rifa`ah Thahthawi berpendapat bahwa tidak ada istilah kafir dan mukmin pada
manusia. Yang ada hanyalah manusia modern dan primitif (Ghazwun min ad Dakhil hal 64
karangan Dr. Muhammad Imarah).

Dr. Hasan Hanafi dengan terang-terangan menyatakan bahwa hakikat agama itu tidak
ada. Yang ada hanyalah peninggalan kaum tertentu yang lahir dari zaman tertentu,
sehingga memungkinkan untuk berkembang di masa-masa tertentu / berikutnya (at
Taurats wa at Tajdid hal. 22 karangan Hasan Hanafi).

Dr. Muhammad Imarah, yang mempunyai pandangan bahwa gerakan ini adalah untuk
menyatukan agama Ilahi (agama samawi) ` 

SINKRETISME GAYA BARU DI INDONESIA

Do`a Bersama Muslim Non Muslim

PADa hari senin tanggal 17 Agustus 1998, bertepatan dengan HUT RI ke- 53, Jawa pos
memuat satuberita dengan judul Surabaya Sepi, Umat antar Agama Doa Bersama.
Setelah memberitakan situasi kota metropolis yang tampak lengang, pada bagian akhir
diberitakan sebagai berikut :

Sementara itu sekitar seribu ummat berbagai agama, tadi malam, di Gelora Pantjasila
melakukan do`a bersama yang diprakarsai Forum Kemanusiaan dan Persaudaraan sejati
(FKPS) Surabaya itu dimaksudkan untuk keselamatan bangsa dan negara.
Hadir antara lain KH. Hasyim Muzadi (Islam) Pendeta Wismo (Kristen), Romo Kurdo
(Katolik), Parisada Hindu Dhar-ma Indonesia (Hindu), dan Bingky Irawan (Khong Hu Cu ).
Doa dipimpin Romo Kurdo (Khatolik), sedangkan pernyataan sikap FKPS dibacakan ketua
PMII Nahrowi. (din/ari/aho).

Do`a, bagi ummat Islam adalah sesuatu yang sangat penting di dalam menapaki kehidupan
sehari-hari. Sebab Ra-sulullah r telah bersabda yang artinya: Do`a itu adalah otak/ sentral
ibadah. Sedang dalam setiap saat semua orang dituntut untuk beribadah atau mengabdi
kepada Allah I. Sebagaimana disebutkan di dalam Al-Qur`an surat Ad- Dzariyat ayat 56
yang artinya: Tidaklah aku ciptakan jin dan manusia kecuali hanyalah untuk menyembah
kepada-Ku.

Do`a yang dikabulkan mempunyai beberapa kriteria/ syarat, di antaranya adalah:

1. Dipanjatkan oleh seorang muslim yang mukmin.


2. Dengan niat yang baik.
3. Hatinya hadir dihadapan Allah I.
4. Minta petunjuk kepada Allah I.
5. Penuh khusyu` dan khudlu`
6. Menjaga makanan yang baik halal.
7. Menjaga minuman yang bersih dan halal.
8. Memakai pakaian yang bersih dan halal.
9. Berdo`a di tempat yang baik dan terhormat.
10. Berdo`a di waktu yang maqbul, seperti waktu sujud, menjelang Subuh, hari
Jum``at, dan lainnya.
11. Menghadap kiblat dan mengangkat tangan.
12. Membaca do`a-do`a yang ada di dalam Al Qur`an dan Hadits.
13. Menyakini bahwa do`anya diterima dan pasti dikabulkan.
14. Didahului dengan bertaubat kepada Allah I dan mengembalikan tindakan aniaya
kepada yang berhak.
15. Ditutup dengan shalawat kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad r.

Allah I berfirman dalam surat Al Baqarah ayat 186 yang artinya: Apabila hamba-hambaku
bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Aku, (katakanlah) sesungguhnya Aku dekat
(dengan mereka). Aku mengabulkan permohonan orang yang mendo`a apabila ia berdo`a
kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah)-Ku dan hendaklah ia
beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.

Adapun arti (memenuhi segala perintah-Ku) dan (beriman kepada-Ku) di antaranya adalah
perintah masuk Islam secara kaffah (sempurna), beriman kepada Allah dan Rasul-Nya,
Muhammad r. Ringkasnya harus memenuhi terlebih dahulu rukun Islam dan rukun Iman.
Dari sini dapat dimengerti bahwa salah satu kriteria doa yang bisa diterima oleh Allah r
adalah yang dipanjatkan oleh ummat Islam.

Seiring dengan perkembangan zaman, tentunya kita banyak menemui fenomena-


fenomena yang terjadi di masyarakat, khususnya masyarakat Indonesia yang majemuk ini.
Di antara fenomena yang saat ini mulai berkembang, adalah meng-adakan do`a bersama
dari berbagai kalangan, baik muslim maupun non muslim, di tempat dan waktu yang sama,
dipim-pin bergantian antar pemuka masyarakat yang berlainan aga-ma, diamini oleh
seluruh hadirin yang berlainan agama pula.

Walaupun kegiatan ini tampaknya bermanfaat bagi kepentingan persatuan dan kesatuan
bangsa, juga kesenjangan antar ummat beragama menjadi berkurang, atau barangkali
tujuan mengadakan do`a bersama dengan harapan agar segala macam krisis dan bencana
alam yang kini tengah menimpa bangsa Indonesia segera teratasi, namun yang jelas
kegiatan ini bertentangan dengan hukum agama Islam yang berlaku, sebab berdo`a adalah
satu amalan ibadah, atau bentuk penyembahan kepada Allah I.

Islam tidak membenarkan pencampuradukan dalam urusan ibadah antara pemeluknya


dengan orang-orang kafir yaitu orang-orang di luar Islam, sebagaimana Allah I telah ber-
firman dalam surat Al-Kafirun yang artinya: Bagimu agamamu dan bagiku agamaku.
Sebab turunnya ayat tersebut di atas karena orang-orang kafir saat itu, mengajak
Rasulullah r untuk bersama-sama menyembah Allah di satu waktu, dan menyembah
Tuhan-tuhan mereka di waktu yang lain secara bergantian. Dari sini jelaslah bagi kita
kegiatan do`a bersama yang demikian itu bertentangan dengan ajaran Islam.

Lebih jelas lagi Allah I telah memperingatkan ummat Islam dalam Firman-Nya surat An-
Nisa` ayat 137-140 yang artinya:

Kabarkanlah kepada orang-orang munafik bahwa mereka akan mendapat siksa yang pedih,
(yaitu) orang-orang yang mengambil orang-orang kafir menjadi teman-teman penolong
dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Apakah mereka mencari kekuatan di sisi orang
kafir itu? Maka sesungguhnya semua kekuatan kepunyaan Allah.

Dan Allah telah menurunkan kepada kamu di dalam al-Qur`an bahwa apabila kamu
mendengar ayat-ayat Allah diingkari dan diperolok-olok (oleh orang-orang kafir, termasuk
penolakan masuk Islam dan pemujaan kepada Tuhan-tuhan mereka lewat do`a-do`a yang
mereka lantunkan) maka janganlah kamu duduk beserta mereka, sehingga mereka
memasuki pembicaraan yang lain (urusan duniawi) karena sesungguhnya (kalau kamu
berbuat demikian), tentulah kamu serupa dengan mereka (dalam kesyirikan).
Sesungguhnya Allah akan mengumpulkan semua orang-orang munafik dan orang-orang
kafir di dalam neraka Jahannam.

Apabila dicermati barang sejenak, fenomena do`a bersama antar ummat beragama, akan
menghasilkan konklusi sebagai berikut: Pada saat penganut Islam yang memimpin do`a
tentunya akan mengagungkan Asma Allah, dengan memanggil Wahai Allah, dan seluruh
peserta pun ikut mengamini. Pada saat penganut Budha yang memimpin do`a, tentunya
memanggil Wahai Sang Budha, demikian seterusnya yang terjadi pada setiap pimpinan
agama, mereka memanggil Tuhannya masing-masing dan semua peserta akan mengamini.

Walaupun misalnya setiap pimpinan agama tersebut hanya menggunakan kata panggil
Wahai Tuhan, maka akan tetap mengandung arti panggilan kepada Tuhannya masing-
masing, demikian memang kenyataan yang ada, dan di sinilah letak terjadinya kesyirikan.
Untuk itulah, apabila harus diadakan do`a bersama secara kenegaraan misalnya, maka
hendaklah diadakan secara terpisah, ummat Islam berkumpul dan mengadakan do`a
bersama di antara mereka. Untuk non muslim, mereka mengadakan do`a bersama dengan
ummatnya masing-masing. Dengan demikian, ummat Islam bisa terhindar dari perbuatan
syirik yang bisa menyebabkan kemurtadan dan kekafiran.
Barang kali ada cara yang lebih baik dan efektif, khususnya bagi ummat Islam yang tidak
meragukan kebenaran ajaran agamanya, yaitu seluruh ummat Islam Indonesia
mengadakan do`a bersama secara serentak, dan sebelum melaksanakan do`a tersebut
diperintahkan untuk bertaubat kepada Allah, serta mengembalikan tindakan aniaya
kepada yang berhak.

Ummat Islam harus yakin apabila memohon kepada Allah dengan sungguh-sungguh, tanpa
disertai kepentingan yang lain, terlebih kepentingan sesaat, niscaya Allah akan
mengabulkan do`a mereka. Apalagi ummat Islam Indonesia adalah mayoritas, apabila
mengadakan do`a bersama yang tidak disertai dengan kesyirikan, dan memohon kepada
Allah I agar bangsa ini lepas dari segala krisis dan bencana, pastilah Allah akan segera
memulihkan keadaan seperti sediakala, bahkan tidak menutup kemungkinan akan
dijadikan kearah kondisi yang jauh yang lebih baik.

Kaidah Fiqhiyah telah menerangkan,apabila sesuatu kegiatan yang halal dan yang haram
bercampur jadi satu, maka yang dimenangkan adalah hukum haram.

Apabila ada suatu sebab yang mengharuskan ummat Islam berkumpul dengan non muslim
dalam satu kegiatan, bolehlah dilaksanakan selagi tidak ada sangkut pautnya dengan
urusan agama, misalnya kegiatan pembenahan fasilitas umum, kerja bakti kampung atau
kegiatan sosial lainnya yang sifatnya umum, itupun apabila diperlukan.

Namun hendaknya ummat Islam selalu percaya diri dan selalu meyakini bahwa tidak ada
segolongan ummat pun di seluruh dunia ini sejak zaman Nabi Adam hingga kelak datang
hari kiamat yang lebih mulia dari ummat Nabi Muhammad SAW. Demikian juga do`a yang
dipanjatkan oleh sekelompok ummat Islam, murni tanpa adanya percampuran dari pihak
orang kafir, suatu saat pasti akan dikabulkan oleh Allah.

Allah berfirman dalam surat Ali Imran ayat 110 (yang artinya): Kamu adalah ummat yang
terbaik yang dilahirkan untuk ummat manusia, menyuruh kepada yang ma`ruf dan
mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli Kitab beriman,
tentulah itu lebih baik bagi mereka. Di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan
mereka adalah orang-orang yang fasik.

Komentar Tentang
Fenomena Do`a Bersama

Di dalam mencermati perilaku sekelompok orang, khususnya yang tergabung dalam


Jaringan Islam liberal (JIL). Ummat Islam membutuhkan ekstra kejelian, sebab
penyimpangan yang dilakukan JIL pada hakekatnya telah terperogram rapi. Bahkan
perilaku Do`a Bersama Non Muslim ini adalah salah satu bentuk kegiatan yang
dipromosikan kepada ummat Islam dengan mengekspos keterlibatan tokoh-tokoh agama.
Mereka berharap agar ummat Islam juga berbondong-bondong mengikuti perilaku JIL
tanpa merasa berdosa dengan dalih mengikuti tokoh panutannya. Diantara komentar yang
menentang derasnya arus ajakan sesat JIL, di dalam memasarkan prilaku Do`a bersama,
sebagai berikut.

~ Ahmad Mirzaq Miftahul Huda (Mahasiswa Universitas Al Azhar Cairo-Mesir jurusan


Ushuluddin, asal Surabaya):

Islam, sebagaimana yang telah dikatakan oleh Gibb, seorang orientalis Inggris, adalah
suatu demokrasi rohani yang mutlak. Di samping beberapa sarana komunikasi atau kontak
yang terjalin antara manusia dengan sang Pencipta, antara manusia dengan sesamanya,
yang keduanya kita kenal dengan sebutan hablum minallah wahablum minannaasi
(hubungan vertikal manusia dengan Allah dan hubungan horizontal antar sesama manusia)
juga antara manusia dengan alam sekitarnya.

Hal ini membuka peluang selebar-lebarnya bagi penganut Islam untuk berfikir dan
berijtihad, guna memilih jalan yang paling layak dan baik baginya.

Kecanggihan teknologi dan pemikiran manusia semakin lama semakin maju. berbagai
sarana yang membantu manusia untuk bisa hidup nyaman dan enjoy telah dirakit
sedemikian rupa. Satu abad yang lalu, barangkali orang masih sulit membayangkan
bagaimana cara mengetahui berita dibelahan dunia dalam sekejap dengan berleha-leha di
dalam kamar. Kecanggihan pemikiran manusia ini tentunya akan membawa dampak, baik
yang positif seperti yang di atas, maupun yang berdampak negatif.

Sebagai contoh, karena orang sangat percaya terhadap kemampuannya, sehingga dalam
urusan agama pun seakan-akan harus bisa beradaptasi dengan pemikiran mereka.
Islam sebagai qanun (undang-undang) yang mutlak harus diterapkan oleh penganutnya,
telah memberi batasan-batasan yang tidak menerima tawar-menawar di dalam penerapan
hukumnya. Islam adalah agama yang telah final dalam kesempurnaannya, sejak turun ayat
yang artinya ,Hari ini telah Aku sempurnakan bagimu (Muhammad) agamamu.

Islam bertindak tegas dalam menentukan sanksi terhadap pelanggaran-pelanggaran yang


dilakukan penganutnya, atau bid`ah-bid`ah dlalalah (sesat) yang dihidupkan yang dapat
menyesatkan dan menggoncangkan keimanan kaum muslimin, yaitu dengan ancaman
neraka bagi pelakunya, sebab bid`ah dlalalah adalah sesuatu yang tidak pernah dilakukan
di zaman Rasulullah r dan bertentangan dengan ajaran Islam.

Sebagai contoh, sekarang ini sedang marak di kalangan para penganut agama di Indonesia
pada khususnya. Dengan dalih kemanusiaan, kerukunan, toleransi dan yang semisalnya,
diadakannlah acara doa bersama muslim dan non muslim, di satu tempat dan waktu yang
sama. Apa upaya kita sebagai seorang muslim: Diam, ikut serta, ataukah amar ma`ruf nahi
munkar? Yang terakhir inilah yang harus dapat kita realisasikan, karena Rasulullah r selalu
menjalankan amar ma`ruf nahi munkar.
Suatu saat Rasulullah r diajak orang-orang kafir untuk menyembah berhala bersama
mereka, dengan tawaran di lain waktu akan menyembah Allah bersama ummat Islam.
Rasulullah r menolak ajakan mereka, bahkan Allah menurunkan ayat Al Kafirun, yang
artinya Bagimu agamamu dan bagiku agamaku. Semestinya demikianlah yang harus kita
lakukan sebagai aplikasi dari ketaatan kita kepada Rasulullah r

Dari sisi yang lain do`a merupakan Mukhlul ibadah (inti ibadah). Sedangkan ibadah adalah
suatu komunikasi langsung antara hamba dengan Tuhan secara khusus, bagaimana
mungkin hubungan seorang hamba dengan Allah dicampur adukkan dengan kebathilan,
yaitu dengan memohon kepada selain-Nya, bukankah itu termasuk syirik? Wal iyadu
dillahi.
Jika memang benar dikategorikan demikian, ini bukan ma-salah remeh, sebab termasuk
dosa yang tidak bisa diampuni oleh Allah I, sebagaimana dalam firman-Nya yang artinya,
Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa
yang selain dari (syirik ) itu bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Selain itu, orang kafir adalah
orang-orang yang merugi dan tersesat dalam pandang-an Allah.

Sesungguhnya Allah telah me-nyetempel bahwa do`a mereka tidak bakal diterima oleh
Allah, dengan firman-Nya yang artinya, Dan do`a (ibadah) orang-orang kafir itu, hanyalah
sia-sia belaka.

Apakah pencampur adukan do`a kita dengan kesia-siaan do`a mereka sebagai tujuan kita,
tentunya tidak kan?. Sebagai seorang hamba yang baik sudah tentu hanya petunjuk-
Nyalah satu-satunya yang kita harapkan.

Pemrakarsa dan pelaku do`a bersama muslim-non muslim terkesan sebagai sikap arogansi
sekaligus pelecehan terhadap agama Islam, mereka melakukannya tanpa ada rasa takut
bertentangan dengan hukum Allah dan Rasul-Nya.

Sikap sebagian ummat Islam yang demikian itu, tidak terbatas pada pengadaan acara do`a
bersama, bahkan masih banyak lagi yang semacamnya, seperti penafsiran-penafsiran
terhadap ayat-ayat Al-Qur`an yang disesuaikan dengan kebutuhan pribadi, golongan, atau
karena tendensi duniawi semata, seakan-akan kita tidak merasa yang demikian itu
bertenta-ngan dengan ajaran Islam.

Contoh paling ringan, di dalam Al Qur`an kita diperintah untuk menjalin ukhuwah antara
sesama muslim, tentunya juga perintah saling menghormati, dan tidak saling menggugat
kalau hanya berbeda pendapat sebatas masalah furu`iyah, politik, atau strategi
berda`wah. Kecuali jika sudah berbeda masalah usuluddin, atau ketauhidan dan
kemurnian aqidah.

Perintah ukhuwah ini tentunya berlaku bagi semua ummat Islam baik yang satu wadah
dalam berorganisasi dengan kita maupun lain organisasi. Namun kenyataan yang ada kita
belum bisa menjalin ukhuwah Islamiyah yang baik dengan sesama muslim yang bernaung
di lain organisasi dengan kita, apalagi bekerjasama demi kepentingan Islam.

Sangat riskan kiranya kalau diungkapkan satu hal lagi, namun sebagai bahan analisa dan
renungan ummat Islam adalah baik untuk diutarakan. Akhir-akhir ini kerjasama sebagian
ummat Islam dengan orang-orang kafir non muslim sangatlah erat terjalin, bahkan di
antara tokoh-tokoh Islam ada yang ikut berperan aktif dalam membela kepentingan agama
lain, sebut saja Kristen atau Khonghucu yang di negara kita adalah minoritas.

Walaupun tokoh-tokoh Islam tersebut memperjuangkan kepentingan kelompok minoritas


ini dalam urusan kenegaraan, namun pantaskah seorang muslim mem-perjuangkan
kepentingan musuh-musuh Allah dikarenakan kekafiran mereka kepada-Nya?
Yang selalu menjadi pertanyaan sebagian orang awam selama ini, apakah para tokoh Islam
yang selalu membela kepentingan orang-orang kafir, tidak memikirkan efek negatf yang
dalam ketauhidan ummat secara makro, lebih-lebih ketauhidan pribadi sendiri?
Sebagai penganut Islam yang baik, tentunya tidak ingin hidup kita menjadi sia-sia baik di
dunia maupun di akhirat kelak.

Kita meyakini bahwa sesuatu kematian, akan mendapati hidup yang lebih kekal, lantas
mengapa kita tidak lebih konsentrasi mempersiapkan kelayakan hidup di sana, dari pada
membuang waktu untuk kepentingan musuh-musuh Allah, (Apakah kalian tidak berfikir?)

Sekularisme Paham Sesat Dikembangkan jil dalam Upaya Membangun Indonesia Baru
Di samping berupaya mendangkalkan agama yang selalu dilancarkan dalam da`wah
kelompok JIL, seperti memasarkan pemahaman bahwa pada hakekatnya semua agama
adalah sama, atau semua agama adalah benar, sebab tujuannya satu yaitu Tuhan, dan
pemahaman sesat lainnya, kelompok ini juga giat memasarkan sekularisme di kalangan
ummat Islam.

Muhammad al-Bahi, seorang pemikir mesir, sebagaimana dimuat MDF Al-Mu`tashim, edisi
10, Th III April 1999 M, memberikan gambaran tentang sekularisme dengan membaginya
menjadi dua. Yaitu, sekularisme radikal dan moderat.

Disebut Sekularisme Radikal, karena menganggap agama sebagai penghalang kemajuan


pembangunan yang harus dimusuhi dan dimusnahkan. Al-Bahi mengatakan pula bahwa
komunisme dapat dikategorikan sebagai kelompok sekularisme radikal. Sedangkan
Sekularisme Moderat, menganggap bahwa urusan agama adalah urusan pribadi yang tidak
ada sangkut pautnya dengan urusan negara. Karena itulah tokoh-tokoh JIL sangat rajin
menolak formalisasi Syari`at Islam ke dalam undang-undang negara.

Karena bernegara adalah cermin kehidupan bermasyarakat, maka penganut paham ini
berupaya memasarkan pemahaman bahwa agama tidak mampu memberikan kontribusi
sedikit pun terhadap kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

Untuk menguatkan pendapatnya, tak jarang mereka mengatakan jangan membawa nama
agama dalam berpolitik atau Agama itu adalah urusan pribadi, bukan urusan pemerintah,
mereka juga berargumentasi bahwa Nabi Muhammad r tidak pernah mendirikan
pemerintahan Islam.

Semua yang dikatakan itu, pada hakekatnya bertolak-belakang dengan sejarah maupun
kaidah-kaidah Islam. Yang jelas, faham ini telah mendiskreditkan Islam, dengan satu
pemahaman, bahwa Islam tidak mampu menjawab tantangan zaman, atau tidak relevan
diterapkan di segala zaman. Pada-hal, Islam sebagai agama universal sangatlah luas
cakupannya. Islam mampu memecahkan problematika ummat, baik dalam urusan individu
maupun bermasyarakat, juga mampu memberikan kontribusi yang berarti terhadap
kehidupan berbangsa dan bernegara.

Sebagai satu ilustrasi bahwa syari`at Islam telah mengatur kehidupan pribadi pemeluknya,
adalah adanya kaidah-kaidah yang mengajarkan bagaimana cara hidup yang baik sejak
bagun tidur di waktu fajar hingga menjelang tidur di waktu malam hari. Bahkan cara tidur
yang baik pun diatur oleh Islam.

Shalat sunnat fajar yang didahului dengan berwudlu, tentunya mempunyai makna yang
besar dalam usaha mem-bina seseorang menjadi muslim yang baik. Belum lagi waktu
makan pagi yang harus bersih dari makanan yang najis dan haram, serta dimulai dengan
bacaan bismillah adalah tuntutan prilaku yang mengajarkan kedisiplinan. Demikianlah
dustur (undang-undang, syari`at) Islam dalam mengatur kehidupan pribadi seorang muslim
yang taat demi kebaikan semata.

Adapun dustur Islam yang mengatur kehidupan ber-masyarakat, telah jelas bagi mereka
yang mengkaji Islam secara mendalam. Tidak dapat dipungkiri lagi, Islam telah mengatur
cara bertetangga yang baik, cara menghormati tamu, cara jual beli yang tidak saling
merugikan, cara bagaimana orangtua menyayangi anak-anak, serta tingkah laku anak
muda dalam menghormati orang yang lebih tua dan sebagainya.

Demikian juga dalam mengatur kehidupan bernegara, maka sejarah tidak bisa mengingkari
bahwa Rasulullah r maupun para sahabat yang menggantikan kedu-dukan beliau, telah
melaksanakan pemberlakuan hukum Islam di tengah kehidupan bermasyarakat yang
majemuk, sejak hijriah beliau ke kota Madinah.

Di saat Rasulullah r memegang tampuk kepemimpinan ummat, segala kebijaksanaan


terfokus kepada pribadi beliau. Dengan dituntun wahyu Ilahi dan kemampuan dasar yang
beliau miliki, serta mu`jizat yang diberikan oleh Allah I.

Beliau membangun suatu masyarakat Negara yang modern dan mampu menghapuskan
kebathilan. Mulai dari penyimpangan tauhid hingga perkara-perkara yang berkaitan
dengan pelanggaran susila, serta dera bagi pemabuk dan lain-lain. Beliau r menerapkan
hukum Islam dengan sangat adil, tanpa membeda-bedakan, baik terhadap Islam maupun
non muslim (selagi mentaati dustur Islam). Keadaan inilah yang sering distilahkan sebagai
masyarakat Madani.

Tentunya peraturan yang demikian bagus dan rapi itu tidaklah bisa dilaksanakan oleh
sembarang orang. Namun yang berhak menjalankannya adalah pihak pemerintah, sesuai
dengan aturan yang ditentukan oleh Islam.

Rasulullah r adalah pemimpin tertinggi Negara pada saat itu, untuk itulah segala
kebijaksanaan yang bersifat kenegaraan terfokus kepada pribadi beliau. Meskipun
demikian beliau masih mengirim gubernur-gubernur di beberapa daerah, dengan
bertanggung jawab terhadap kemaslahatan daerah binaannya.

Bahkan beberapa kewenangan telah dimandatkan oleh beliau kepada para gubernur. Di
antaranya ialah diperkenankannya mengambil keputusan secara ijtihad, jika mereka tidak
atau belum menemukan aturan dalam Al Qur`an dan hadits, sebagaimana yang terjadi
pada sahabat Mu`adz bin Jabal.

Pada saat ia berangkat menuju kota Yaman untuk melaksanakan tugas kenegaraan,
Rasulullah r bertanya:
Bagaimana caranya engkau memutuskan perkara yang dikemukakan kepadamu ?
Kuhukumi dengan kitab Allah I, jawab Mu`adz.
Bagaimana jika tidak engkau temui dalam kitab Allah?, sambung Rasulullah r.
Dengan sunnah Rasulullah r ujarnya. Jika tidak engkau temukan dalam sunnah Rasulullah
lantas bagaimana? tanya Rasulullah lebih lanjut.
Aku akan menggunakan ijtihad akal pikiranku, dan aku tidak akan meninggalkannya
jawabnya dengan tegas.
Rasulullah r lalu menepuk dadanya seraya memuji Al-hamdulillah, Allah telah memberi
taufiq kepada utusan Rasulullah sesuai dengan apa yang diridhai oleh Allah Subhanahu wa
Ta`ala dan Rasul-Nya (HR. Ahmad, Abu Dawud dan At-Tirmidzi).

Dari keterangan di atas, menjadi jelas bahwa Islam telah mengatur kehidupan pribadi,
masyarakat, dan Negara. Sedangkan sekularisme dengan sengaja menolak risalah Nabi
Muhammad r, atau paling tidak, gerakan ini telah mengingkari kesempurnaan Islam
sebagai satu-satunya agama yang diridhai Allah.

Berbicara tentang sekularisme tentunya tidak bisa melupakan tragedi yang menimpa
ummat Islam di Negara Turki, pada saat dipimpin oleh Musthafa Kamal At-Taturk, seorang
penganut paham sekular.

Meski sebelumnya, Islam dalam naungan Turki Utsmany pernah mengalami kejayaan yang
cukup disegani oleh musuh-musuh Islam, khususnya dari Barat, namun sejak Sultan
terakhir diturunkan dari singgasananya oleh Musthafa Kamal At -Taturk, yang terjadi pada
tanggal 12 Maret 1924, lantas berdiri Republik Rakyat Turki, maka kehancuran ummat
Islam pun tidak dapat dihindari.
Musthafa Kamal At-Taturk, walaupun mengaku dirinya seorang muslim, ternyata dalam
menjalankan roda pemerintah-an lebih senang menerapkan peradaban barat daripada
budaya dan hukum Islam.

Dengan demikian kehancuran Islam di Turki bukanlah di tangan-tangan musuh Islam,


melainkan oleh kedzaliman seorang muslim nasionalis sekular.Tangan besi Musthafa
Kamal, memaksa rakyatnya untuk hidup ala Barat.

Dia berkeyakinan bahwa agama harus dipisahkan dari kegiatan politik dan pemerintahan.
Islam harus ditinggalkan, karena dianggap sebagai sesuatu yang out of date (usang) karena
sulit dipertemukan dengan peradaban Barat.

Meskipun Musthafa Kamal mengaku seorang muslim, namun ke-Islamannya sangatlah


buruk. Bahkan yang lebih menonjol pada dirinya adalah nasionalismenya sebagai warga
Turki. Untuk itulah ia berusaha mengubah Al-Qur`an ke dalam bahasa Turki.

Termasuk juga adzan, rukun-rukun khutbah Jum`at, do`a-do`a, salam, dan banyak hal
yang seharusnya berbahasa Arab sebagai pengantar bahasa Islam dalam beribadah, diganti
dengan bahasa Turki.

Salah satu peraturan Musthafa Kamal, adalah larangan pembentukan partai politik berasas
Islam. Bahkan terjadi pula larangan berbusana muslim seperti berjubah, berkopiah, me-
makai sorban dan semisalnya, kemudian mewajibkan celana dan topi sebagai pengganti
busana muslim.

Bagi yang melanggarnya, termasuk wanita muslimah yang berjilbab, dianggap sebagai
pelanggaran kriminal. Pelajaran keagamaan di sekolah dihapuskan. Tempa-tempat majelis
ta`lim dicurigai dan diintimidasi.

Kekejaman pemerintah sekular yang menjadi-jadi itu sangat menyakitkan ummat Islam
Turki hingga kini. Banyak dari suku Kurdi yang bermazhab Ahlussunnah wal jama`ah
dikejar-kejar dan dibantai, dengan alasan tidak loyal pada pemerintah Turki.

Tentunya penderitaan panjang yang menimpa kaum muslimin di Turki menimbulkan


keprihatinan bagi ummat Islam di seluruh dunia. Seperti halnya penderitaan yang pernah
dialami oleh ummat Islam di Afghanistan saat dipimpin oleh Najibullah, seorang sekular
yang mendapat sokongan dari Uni Soviet dalam memberlakukan kebijaksanaan pemerintah
sekular. Nasib ummat Islam Afghanistan saat itu tidak ubahnya seperti saudara mereka
yang berada di Turki.

NU adalah salah satu ormas Islam yang salah satu tujuan berdirinya adalah untuk ikut
menyebarluaskan risalah Nabi Muhammad SAW lewat sendi-dendi kemasyarakatan yang
variatif. Terlebih lagi NU menjadi organisasi yang menjadi wadah bagi kumpulan warga
Ahlussunnah wal Jama`ah, hendaklah selalu meningkatkan dan menyiarkan serta
menerapkan keislaman ditengah warganya dan masyarakat pada umumnya.

Memang itulah tujuan dari para pendiri NU yang sesungguhnya, dengan diniati secara
ikhlas beribadah kepada Allah SWT, serta mengharap keridlaan-Nya. Sebab tanpa tujuan
yang dilandasi keikhlasan beribadah kepada Allah SWT, serta ketulusan untuk menyiarkan
agama islam, maka apalah arti sebuah perjuangan di mata Sang Rabbull Izzati, Allah SWT.

NU dan Sekularisme

Tentunya umat Islam sangat faham terhadap fenomena yang akhir-akhir ini berkembang,
bahwa sebagian tokoh-tokoh NU dengan penuh kesadaran telah memisahkan agama dari
kehidupan bermasyarakat dan bernegara, walaupun dalam tingkatan moderat. Artinya,
ada upaya-upaya menggiring ummat menuju satu pemahaman bahwa beragama hanyalah
urusan pribadi semata.

Di antara dampak yang kini terasa adalah timbulnya rasa kebangsaan yang lebih tinggi di
kalangan warga NU, melebihi kewajiban dalam meningkatkan ghirah keislaman. Ukhuwah
islamiyah yang semestinya selalu dinomor satukan, justru ditinggalkan. Sedangkan
ukhuwah wathaniyyah maupun basyariyah yang semestinya berada diurutan kedua dan
ketiga, justru dijadikan sebagai acuan utama dalam bermasyarakat.

Sekularisme ternyata sedikit demi sedikit telah merasuki jiwa sebagian warga NU. Tak
jarang mereka lebih merespon perjuangan hak asasi manusia secara makro, termasuk
kalangan non muslim atau penyetaraan gender yang jauh dari tuntunan dan ajaran Nabi
Muhammad SWA, dari pada memperjuangkan penerapan syariat Islam, yang menjadi hak
Allah.

Tokoh-tokoh NU kini mulai meninggalkan tradisi tawaddhu (budaya rendah diri) di depan
warganya di saat memperebutkan jabatan, baik dalam tubuh organisasi NU sendiri,
maupun jabatan dalam pemerintahan. Banyak di kalangan mereka yang telah
mengabaikan nilai-nilai moral kesopanan dan hukum fiqih di dalam menjalankan
kehidupan bermasyarakat. Bahkan yang patut disayangkan dari dampak semua itu,
ternyata banyak pula warga NU yang keabsahan shalatnya-pun masih perlu dipertanyakan,
karena ketidakmengertian terhadap hukum fiqih, bahkan ada pula yang secara sengaja
meninggalkan kewajiban shalat lima waktu.

Dalam percaturan politik akhir-akhir ini, upaya kelompok sekuler semakin menemukan
kemapanan dan sangat mengejutkan. Partai-partai sekuler sangat diminati oleh waga NU,
baik disadari maupun tidak. Padahal kelompok sekuler telah menyiapkan skenario
pencaplokan terhadap hak-hak umat Islam dalam menjalankan kebebasan kehidupan
beragama sesuai hukum Islam di segala aspek. Mulai hukum Islam yang mengatur
kehidupan pribadi, rumah tangga, cara hidup bermasyarakat, bahkan cara hidup
berpemerintah atau bernegara.
Sebagai contoh konkrit, para ulama NU di masa lampau akan selalu mengedepankan
pendapat jumhur (mayoritas) ulama di dalam memutuskan suatu hukum, namun kelompok
sekuler sedikit demi sedikit menggiring warga NU untuk meninggalkan tradisi para
sesepuhnya.

Qaul mu`tamad (pendapat terkuat) dalam empat madzhab yang selama ini diyakini
kebenarannya oleh warga NU, mengharamkan wanita menjadi kepala negara (presiden).
Keyakinan untuk berpegang teguh terhadap qaul mu`tamad, mulai tergeser oleh derasnya
sekularisasi dalam tubuh NU, termasuk pada tingkat elit NU sekalipun. Karena itu sebagian
warga NU mulai membolehkan wanita menjadi presiden. Maka dasar hukum sebagai
rujukan warga NU bukan lagi bersumber kepada Al Qur`an, Al Hadits maupun pendapat
ulama salaf yang tertera di dalam fiqih empat madzhab, tetapi lebih disandarkan kepada
wawasan kebangsaan, fanatisme, materialisme, kursiisme, dengan mengedepankan
pendapat fiqih syadz (lemah/tertolak) demi lancarnya program sekularisasi terhadap
warga NU.

Apabila umat Islam, khususnya warga NU mulai menyadari akan bahaya sekularisme, maka
wajib bagi mereka untuk memerangi pengaruh faham ini dalam menjalani roda kehidupan
pribadi, berorganisasi maupun bernegara. Sebab jika terlambat dalam mengantisipasi
gencarnya sekularisme dalam tubuh NU, maupun di kalangan umat Islam pada umumnya,
maka umat Islam pulalah yang menjadi korban di masa mendatang.
Untuk itu hendaklah setiap warga NU yang konsisten, berusaha mengembalikan misi
organisasi, sesuai dengan tujuan para sesepuh saat merintis berdirinya NU, yaitu merujuk
Qanun Asasi Jam`iyyah Nahdlatul Ulama, yang sangat identik dengan keislaman secara
murni.

Antara Propaganda Kafir dan Ideologi Islam (Masyarakat Madani) di Persimpangan


Pada dasarnya, akal yang dimiliki manusia adalah suatu media, yang bisa dipergunakan
sebagai alat untuk memahami banyak hal, termasuk masalah agama. Sekalipun demikian,
akal yang dikaruniakan Allah kepada manusia tersebut tetaplah memiliki keterbatasan dan
kelemahan.

Dalam kenyataannya, manusia memang bisa lemah dalam menangkap kenyataan apapun,
dan kelemahan itu bersumber dari keterbatasan atau keengganan alat penangkap
kebenaran, yaitu akal. Bukan pada obyek permasalahan yang semestinya ditangkap secara
benar dan sempurna oleh akal itu sendiri.

Setiap manusia diberi Allah tingkat kekuatan sekaligus kelemahan pada akal secara
berbeda. Dengan adanya perbedaan tingkat kemampuan akal diantara manusia, maka
terjadi tingkatan-tingkatan yang berbeda dalam banyak hal. Termasuk penerimaan
ideologi atau keyakinan dalam menentukan kebenaran agama yang dipeluknya.

Seorang muslim sejati, akan menggunakan akal yang dikaruniakan Allah, sebagai alat
untuk menfasilitasi diri dalam melaksanakan perintah dan meninggalkan larangan-Nya
secara mutlak. Tanpa mendahulukan kemampuan akal yang mengandung banyak
kelebihan sekaligus kekurangan.

Tingkat keislaman semacam inilah yang telah diterapkan oleh Sahabat Abu Bakar ra,
tatkala mendapat kritikan pedas dari orang-orang kafir, dengan pertanyaan mereka,
percayakah Sahabat Abu Bakar ra, terhadap pernyataan Rasulullah SAW, bahwa beliau
SAW telah ber-isra` mi`raj ke langit tujuh dan sidratul muntaha dengan ditempuh hanya
dalam waktu semalam? Sahabat Abu Bakar ra dengan tegas mengatakan, jika Rasulullah
SAW memberi tahu suatu hal yang lebih dari itupun dia akan meyakini keben arannya.

Sahabat Abu Bakar ra lebih mendahulukan ideologi keislamannya yang murni dari pada
penggunaan rasio akal. Sebab Sahabat Abu Bakar ra telah meyakini kebenaran hakiki
agama Islam yang dibawa oleh Rasulullah SAW, yaitu kebenaran yang datang dari Allah
SWT. Kebenaran itulah yang dinamakan syariat Islam.

Kini ada arus yang sengaja diciptakan dan dikembangkan oleh kaum liberal, bahwa inti
dari syariat, bukanlah pada penerapan makna yang ada dalam teks (nash), atau dari suatu
peristiwa yang terjadi pada jaman Rasul SAW. Tapi bagaimana mewujudkan tujuan syariat
itu sendiri, yang biasa disebut sebagai maqashidus syari`ah. Tujuan-tujuan dari
pemberlakuan syariat (maqashidus syari`ah) itu adalah demi menjaga agama (hifdzud
diin), kehormatan (hifdzul irdl), jiwa (hifdzun nafs), harta (hifdzul maal), dan akal (hifdzul
aql).

Dengan hanya menggunakan rasio (akal), mereka gegabah mengatakan bahwa jiwa
syari`at adalah ini dan itu. Jika pembunuhan, pencurian atau perzinahan bisa diatasi
dengan hukum sekuler(penjara), maka tidak perlu lagi diterapkan qhisas, qathul yad
(hukum potong tangan), demikian pula tentang hukum rajam, dsb. Dengan demikian,
menurut kaum liberal, tidak ada hukum Allah yang perlu dilaksanakan di dunia ini selagi
cara lain bisa diterapkan dan tujuan sudah tercapai.

Syariat Islam adalah milik Allah. Tidak ada yang berhak mengatakan sesuatu tentang
syariat ini kecuali Allah dan Rasul-Nya. Selain Allah dan Rasul-Nya harus merujuk pada
Alquran dan Assunnah. Dalam banyak ayat sering disebut bahwa iftiraa alalLah itu adalah
kedzaliman besar (lihat QS. Al An`am : 21 dan Yunus : 17).

Mengada-ada bahwa Allah bermaksud begini dan begitu adalah dosa besar. Untuk bisa
mengetahui maqashidus syari`ah hanya bisa diketahui dengan mempelajari Kitabullah dan
Sunnah Rasulullah SAW dengan penuh ketelitian dan keikhlasan. Mengejar target
maqashidus syari`ah memang hal penting dan paling diperlukan, tapi pembicaraan
tentang masalah ini tidaklah sederhana. Untuk mencapainya perlu kemantapan dalam
ushul fiqih, lughah (bahasa), tafsir, ulumul quran, musthalah hadits, dsb.

Bahkan yang patut disayangkan, yang menjadi acuan kaum liberal itu hanyalah
kemaslahatan-kemaslahatan umum (ri`ayatul mashalihil ammah) yang ingin dikembangkan
dalam lintas gender, lintas status sosial, bahkan lintas agama, yang sering mereka sebut
dengan istilah pluralisme. Mereka tidak mempunyai standar syariat yang jelas, kecuali
logika yang hanya berkiblat pada akal.

Diantara hujjah para pejuang pluralisme itu, demi memperjuangkan kepentingannya,


adalah dengan berlindung pada penggunaan istilah Masyarakat Madani. Mereka
mengatakan bahwa hanya ada satu fakta kemanusiaan, yakni keberagaman, dan
kemajemukan. Mereka mengatakan bahwa setiap agama haruslah terbuka terhadap
kebenaran agama lain, atau setidaknya mengakui adanya kebenaran di dalam agama lain.

Dalam propagandanya, mereka mengatakan bahwa tidak ada kebenaran satu agamapun
yang mutlak. Artinya bahwa nilai-nilai kebenaran selalu ada pada tiap-tiap agama. Mereka
juga mengatakan, sebaik-baik agama di sisi Allah adalah al-hanifiyyatus samhah (semangat
kebenaran yang lapang dan terbuka). Mereka berpendapat bahwa al-hanifiyyatus samhah
adalah semangat mencari kebenaran secara terbuka, yang membawa sikap toleran,
terbuka, tidak sempit, tidak fanatik dan tidak membelenggu jiwa.

Kelompok liberal sering mengusung Piagam Madinah sebagai kedok untuk merealisasikan
tujuannya, yaitu menciptakan masyarakat pluralis, tentunya dalam persepsi mereka.

Beberapa isi Piagam Madinah, tentang perdamaian yang dilakukan oleh Nabi Muhammad
SAW dengan pihak Yahudi dan Nasrani kala itu, mereka gunakan sebagai pembenaran
terhadap pemahamannya. Kata-kata perdamaian yang selalu disebut-sebut, diartikan
sebagai keterbukaan Nabi SAW menerima dan membenarkan semua agama yang beliau
SAW dapati di kota Madinah saat itu.

Mereka dengan sengaja melakukan kebohongan publik dan upaya pembodohan terhadap
ummat, dengan menyembunyikan hakikat ajaran Nabi Muhammad SAW sebagai peletak
dasar Piagam Madinah.

Sebagai misal, beberapa isi Piagam Madinah antara lain:

Klausul :

(1) Ini dokumen dari Muhammad, Nabi (yang mengatur hubungan) antara kaum muslim
Quraisy dan Yatsrib, dan mereka yang mengikuti, bergabung, dan berjuang dengan
mereka.

(2) Mereka adalah satu komunitas (ummah) dengan mengenyampingkan semua manusia.

Dalam klausul :

(23) Apabila engkau berbeda pendapat tentang suatu masalah maka kembalikanlah kepada
Allah dan Rasul-Nya.

(24) Orang-orang Yahudi akan menyumbang biaya perang sepanjang mereka berperang
bersama orang-orang beriman.

Dalam klausul :

(36a) Tidaklah mereka akan pergi berperang terlepas dari ijin Muhammad.

(37a) Yahudi harus menanggung biaya mereka dan muslim juga menanggung biaya
mereka. Semua pihak harus membantu yang lain melawan siapa yang menyeranf orang-
orang (yang menyepakati) dokumen ini. Mereka harus meminta nasihat dan konsultasi satu
sama lain, dan kesalehan adalah perlindungan terhadap kemaksiatan.

Dalam klausul :

(38) Yahudi harus membayar bersama orang-orang beriman sepanjang perang


berakhir.

(42) Jika ada pertikiaian atau kontroversi yang diperkirakan akan mengakibatkan
keonaran dan gangguan (trouble), hal itu harus dirujukkan kepada Allah dan Muhammad,
Rasul-Nya SAW. Allah menerima apa yang dekat kepada kesalehan dan kebaikan dalam
dokumen ini.

Dalam klausul penutup disebutkan :

(47) Dokumen ini tidak akan melindungi orang yang tidak adil dan berbuat maksiat. Orang
yang maju ke medan perang adalah aman dan orang yang diam di rumahnya juga aman,
kecuali apabila berbuat zalim atau maksiat. Tuhan adalah pelindung orang-orang saleh
dan berkesadaran ketuhanan, dan Muhammad adalah utusan Allah SWT.

Perlu diingat, bahwa Nabi Muhammad SAW telah merancang konsep yang baik dan indah
dalam penerapan Piagam Madinah tersebut. Beliau membangun sistem kehidupan di
tengah prularitas (keberagaman) masyarakat Madinah, dengan memaparkan kebenaran
Alquran kepada penduduk Madinah.

Beliau SAW juga terus menerus memperjuangkan penerapan syariat Islam di tengah
kemajemukan masyarakat. Nabi Muhammad SAW melayani perdebatan terbuka dengan
berbagai kalangan, guna menerangkan hakikat kebenaran ajaran agama Islam.

Beliau SAW senantiasa dengan gigih dan penuh kesabaran mengajak masyarakat menuju
jalan yang benar. Islam yang diterangkan kepada masyarakat, adalah agama yang bersifat
sebagai penyempurna dari ajaran para Nabi pendahulunya. Maka Nabi Muhammad SAW tak
henti-hentinya mengajak penganut Yahudi dan Nasrani untuk memeluk agama Islam.
Kenyataannya, kota Madinah sebagai pusat kegiatan dakwah Nabi SAW pada akhirnya dan
hingga kini, telah terbebaskan dari kekafiran dan kemusyrikan yang dilakukan baik oleh
kalangan Yahudi, Nasrani, maupun kaum paganis, penyembah selain Allah SWT.

Maka pengusungan istilah al-hanifiyyatus samhah dan Piagam Madinah oleh kelompok
liberal dalam menguatkan hujjahnya, tiada lain adalah sebuah upaya pemakaian kalimatu
haqqin uriida bihal bathil (kalimat yang benar dipergunakan untuk tujuan menciptakan
kebathilan), alias pemutarbalikan fakta.

Nabi Muhammad SAW tidak pernah mengajarkan satupun pemahaman bahwa semua
agama itu benar, sebagaimana yang dipropagandakan kelompok liberal. Bahkan Alquran
yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, dengan jelas mengatakan bahwa pemeluk
agama Nasrani adalah kafir, karena ucapan mereka bahwa Allah adalah Almasih (Isa) putra
Maryam, sekalipun pemeluk Nasrani mengatakan bahwa dirinya itu beriman kepada Allah.

Fakta ini disebutkan Alquran dalam surat Almaidah ayat 72, Allah berfirman (yang
artinya): Sungguh telah kafir orang-orang (Nasrani) yang mengatakan bahwa Allah itu
adalah Almasih (Isa) putra Maryam. Dalam surat Attaubah ayat 30, Allah berfirman (yang
artinya): Orang-orang Yahudi berkata, Uzair itu putra Allah dan orang Nasrani berkata,
Almasih (Isa) itu putra Allah. Demikian itulah ucapan mereka dengan mulut mereka,
mereka meniru perkataan orang-orang kafir yang terdahulu. Dilaknati Allah-lah mereka;
bagaimana mereka sampai berpaling.

Dengan demikian, maka arti ayat innad diina indallahil islaam yang sebenarnya adalah
Sesungguhnya (satu-satunya) agama yang benar (secara mutlak) disisi Allah hanyalah
agama Islam (tentunya dengan kandungan syariatnya).

Sangat berbeda dengan persepsi kelompok liberal, yang mengartikan ayat ini sebagai
berikut: Sesungguhnya beragama yang benar di sisi Allah adalah sikap penyerahan diri.

Persepsi semacam ini bisa membiaskan arti, bahwa pemeluk agama Yahudi, Nasrani,
Hindu, Budha, dan kaum paganis lainnya, selagi mereka berpasrah diri maka dianggap
benar, sekalipun mereka mengingkari kebenaran Alquran dan kenabian Muhammad SAW,
serta melakukan kemusyrikan-kemusyrikan kepada Allah.

Karena Nabi Muhammad SAW telah mencetuskan Piagam Madinah, kelompok liberal
mengklaim bahwa beliau SAW termasuk liberal dan pluralis. Lalu apakah mereka akan
mengatakan Nabi Muhammad SAW sebagai diktator dan teroris karena memerangi orang
kafir Quraisy, dan mengusir kaum Yahudi bani Quraidzah, bani Nadzir, dan bani Qainuqa
dari Madinah, tatkala menghianati isi Piagam Madinah itu sendiri? Pada hakikatnya Beliau
SAW dalam melaksanakan kehidupan bermasyarakat sekaligus urusan ubudiyah, tiada lain
hanyalah melaksanakan syariat yang diperintahkan Allah Yang Maha Adil lagi Maha
Bijaksana, sebagai bentuk kepatuhan mutlak yang tak perlu beliau tawar lagi Dalam
Syariat Islam memang ada jaminan hak-hak non Islam, ada murunah (fleksibilitas) dalam
hukum-hukum Islam dan sebagainya.

Tapi jangan lupa, syariat Islam bukan seperti prinsip apapun di Barat. Syariat Islam punya
karakteristik sendiri yang dibatasi oleh Alquran dan Sunnah. Di luar konsep Alquran dan
Sunnah, bukanlah Islam walaupun dilakukan oleh orang Islam.

Salah besar, jika ada kelompok yang memberi makna apalagi mengatur ajaran dan
konsep Islam dengan paham non-Muslim. Hal itu ibarat belajar matematika dengan
menggunakan istilah sastra. Mereka tidak akan bisa memahami secara akurat apa yang
dipelajari. Memang selalu ada titik-titik persinggungan antar keduanya, tetapi hasilnya
secara umum akan menjadi sangat rancu.

Kesimpulan rancu inilah yang banyak dihasilkan oleh kelompok liberalis atau para
pejuang pluralisme itu. Wamakaruu wa makarallahu, wallahu khairul maakiriin. Mereka
telah melakukan tipu daya, dan pasti Allah membalas tipu daya (mereka), sedangkan
(strategi) Allah adalah sebaik-baik strategi. (QS. Ali Imran ayat 54).

Di kalangan kelompok liberal, ada juga yang beranggapan bahwa setiap


argument/ajaran yang datang dari penganut Islam, siapapun orangnya, itulah ajaran Islam,
sekalipun bertentangan dengan nash (doktrin) Alquran dan Assunnah. Pandangan ini jelas-
jelas salah.

Sebab anggapan-anggapan semacam inilah yang menyebabkan banyaknya muncul aliran


sesat yang berkembang di kalangan ummat Islam, yang lantas dibela eksistensi
kesesatannya olek tokoh-tokoh liberal, dengan berdalih atas nama hak asasi manusia.

Tengok saja kasus aliran Syi`ah Imamiyah Khomainiyyah yang meyakini adanya Tahriiful
Quran (perubahan dalam Alquran), mereka mengatakan bahwa Alquran yang asli tebalnya
3 kali lipat dari Alquran kaum Muslimin (Kitab pedoman utama Syi`ah, Al Kaafi karangan
Al Kulainy Juz I, hal 239, dan Juz II Hal 634); atau Kasus aliran Ahmadiyah yang meyakini
bahwa Nabi Muhammad bukan nabi terakhir, karena mereka meyakini adanya nabi lain,
yaitu Mirza Ghulam Ahmad, yang juga menerima wahyu dan dikumpulkan dalam kitab suci
mereka, Tadzkirah; atau Kasus buku Menembus Gelap Menuju Terang oleh Ardi Husain
(Probolinggo Jawa Timur), yang mengatakan adanya Rasul setelah Nabi Muhammad; juga
Kasus Shalat Dua Bahasa dan Pelaknatan terhadap Ulama versi Yusman Roy (Lawang
Malang), yang dibela oleh kelompok liberal, bahkan didukung dalam proses pengadilanya,
dengan kehadiran Ulil Abshar Abdalla, dkk sebagai saksi yang meringankan kasus Yusman
Roy di PN Malang pada hari Selasa, 16 Agustus 2005; dan masih banyak yang lainnya.
Bahkan ada pula aliran sesat yang sempat memancing emosi Ummat Islam, semacam
peritiwa Tulungagung Jawa Timur, Pontianak Kalimantan Barat,Parung Bogor Jawa Barat.

Banyaknya penafsiran sesat ala logika yang bertentangan dengan Alquran dal Alhadits
ini, bahkan dimanfaatkan oleh pihak Nasrani untuk memutarbalikkan Alquran dan
penerjemahannya demi kepentingan mereka, seperti adanya selebaran yang berdalil
Alquran mengatakan bahwa Isa adalah Tuhan berbentuk manusia dengan dalil Surat An
Nas ayat I Qul a`uudzu birabbinnaas (Katakanlah, aku berlindung kepada Tuhan manusia).
Diplesetkan arti pemahamnnya dengan Katakanlah, aku berlindung kepada Tuhan
berbentuk manusia. Selama ini ummat Islam memahami arti pemahamnnyya adalah,
Katakanlah, aku berlindung kepada Tuhannya manusia, bukan Tuhan berbentuk manusia.

Belum lagi buku-buku keluaran kelompok Liberal, seperti Lubang Hitam Agama,
karangan Sumanto Al-Qurthuby, terbitan RumahKata Yogyakarta; Kritik Ortodoksi-Tafsir
Ayat Ibadah, Politik dan Feminisme, karya Salman Ghonim, terbitan ELKiS Yogyakarta;
Buku Fikih Lintas Agama terbitan Yayasan Paramadina Jakarta; Karya tulis Jaringan
Intelektual Muda Muhammadiyah (JIMM) yang ditolak eksistensinya oleh ormas
Muhammadiyah.

Pada dasarnya argumen-argumen kelompok liberal semacam ini, juga upaya pembelaan
mereka terhadap aliran-aliran sesat, dengan menganggap bahwa itu semua adalah
khazanah perbedaan, bahkan termasuk ajaran Islam yang perlu diterima dan dihormati,
tiada lain adalah upaya pendangkalan agama dan penyesatan terhadap aqidah ummat
Islam.

Liberalisme,
Kesesatan Berpikir dan Kekacauan dalam Interpretasi Dalil

Faris Khoirul Anam, Lc, peserta program pasca sarjana Universitas Al Ahgaff Hadramaut
Yaman, mengirimkan naskah lewat e-mail kepada penulis. Artikel tersebut mengkritisi
cara berpikir dan istidlal (pengambilan hukum dari dalil) kaum Islam Liberal, kemudian
memberikan argumen mengenai nilai lebih metode kaum salaf dalam meng-
interpretasikan teks (nash). Tulisan tersebut perlu untuk diketahui ummat Islam. Berikut
ini kami kutip tulisannya.

Gerakan Islam Libera l memang mencerminkan kesiapan otokritik dari generasi muda
Islam untuk mengeluarkan umat Islam dari kejumudan yang melumpuhkan
perkembangannya. Tapi dia seakan kehilangan standar dalam mengukur kebenaran,
kemajuan, dan kebaikan.

Manusia dalam hidupnya yang sementara ini harus merealisasikan kemajuan demi
kemajuan kalau ingin berhasil dalam perjalanan hidupnya. Tidak benar kalau dia terus
dalam pencarian. Pencarian harus berujung pada kebenaran. Dan kebenaran haruslah
menjadi titik pangkal kehidupannya, bukan titik akhir, karena itu adalah zero point.
Sangat rugi kalau hidupnya hanya berakhir pada zero point. Apalagi kalau tidak
mencapainya.
Obyektifitas ilmiah juga bukan selalu bertolak dari keraguan. Rene Descartes, seorang
filosof Barat, bisa menjadi panutan, memang awalnya didahului oleh keraguan terhadap
aspek-aspek filsafat. Namun setelah itu, dia mampu mengeluarkan dirinya dan Barat dari
keraguan tersebut. Setelah dia sampai pada kesimipulan, saya berpikir berarti saya ada,
dari situlah metodologinya dapat diterima dunia Barat. Juga metodologi ilmiah yang
dipopulerkan Roger Bacon (walaupun dia hanya mengutip dari Ibnu Haitsam), hanya bisa
digunakan setelah diyakini validitasnya.

Tidak harus semua orang mencari dan memulai dari titik nol. Alquran tidak juga mem-
brain washing-kan para sahabat Nabi Muhammad SAW agar mereka menjadi beriman. Yang
harus dipermasalahkan adalah taklid buta. Kebenaran Islam bukanlah sesuatu yang tabu
untuk diperdebatkan, tapi keimanan punya konsekuensi. Tidak sama antara orang yang
masih di luar area keislaman (kafir) dengan yang ada di dalam (muslim atau mukmin).

Tidak ada masalah bagi orang kafir untuk mempertanyakan dan menggugat semua masalah
dalam Islam demi mencapai pada keyakinan, bahkan Islam mendorong kuat umat manusia
untuk berpikir. Tapi seorang mukmin terikat dengan makna keimanannya itu sendiri.

Keimanan bukanlah berarti taklid buta. Orang beriman itu orang yang tahu persis
kebenaran Islam. Dia berdiri di atas pijakan fakta yang kuat sehingga dia bisa sampai pada
keimanan. Bukan cuma iman warisan. Tapi keimanan itu tidak mesti dimulai dari
keraguan. Untuk yakin bahwa kita adalah manusia tidak perlu ragu apa kita keledai atau
bukan. Kalau masih ada yang perlu penjelasan apakah dia manusia atau bukan, banyak
yang bisa menjelaskan. Tapi kita yakin tidak ada yang sebingung itu.

Keraguan hanya diperlukan jika kita berhadapan pada kondisi di mana kita tidak mampu
menangkap kebenaran. Tapi kalau kita sudah sampai pada kebenaran kita harus
melangkah pada kebenaran tingkat berikutnya. Jangan berdiri di tempat dan terus
bertanya-tanya. Rugi. Hidup kita akan berakhir. Kita harus merealisasikan tujuan hidup
itu sendiri. Allah berfirman (yang artinya) : Dan tidakklah Aku ciptakan jin dan manusia
kecuali untuk menyembah-Ku (Adz Dzariyat <51> ayat 56).

Charles Kurzman, panutan kelompok liberal, mempunyai klaim bahwa biasanya


membicarakan Islam liberal berarti membandingkannya dengan liberalisme Barat, yang
intinya pada daya kritisnya, meskipun terdapat perbedaan antara keduanya, karena
liberal Islam masih berpijak kepada Alquran dan Al Hadits serta sejarah Islam. Perbedaan
liberal non liberal adalah pada metodolgi interpretasi (tafsir) teks, yang menurut bahasa
Charles Kurzman adalah interpreted sharia. Sehingga sebagian kalangan lalu
mempermasalahkan, kalau kelompok Islam Liberal berdebat dengan ulama Islam non-
liberal, apa tolok ukurnya? Apa argumen untuk menyatakan tafsirku lebih tepat dibanding
tafsirmu?

Memang benar interpretasi syariah adalah usaha manusia. Tapi jangan lupa Allah
menurunkan syariat bukan sebagai teka-teki yang selalu menimbulkan tanda tanya.
Syariat adalah petunjuk bagi manusia. Pada kenyataannya banyak teks dari Alquran
maupun Sunnah yang tidak menerima perbedaan penafsiran, yang dalam Ushul Fiqih
disebut sebagai qathiyyu ad dilalah. Yang seperti ini tidak boleh diperdebatkan. Yang
masih mempermaslahkan hal ini, itulah yang disebut kafir.

Kalau dia masih meragukan keesaan Allah, atau membenarkan agama lain yang
menganggap Tuhan itu lebih dari satu, baik atas nama pluralisme atau apapun istilahnya,
maka dia menentang firman Allah SWT dalam Surat Al-Ikhlas. Apakah mereka masih
meragukan lagi bahwa Allah tidak beranak dan tidak pula diperanakkan? Sampai kapan
mereka meragukan doktrin ini? Bagaimana jika mereka yang mengaku Islam, mati dengan
tetap membawa keraguan ini ke akhirat?

Para ulama salaf dalam mengajarkan Islam tidak pernah mengajak umat Islam
meragukannya terlebih dahulu. Dipatrikan dahulu benih doktrin kebenaran dan keyakinan
pada Islam. Ajaran yang mereka berikan kemudian menjadi semacam pupuk yang
menjadikan keimanan itu semakin subur dan tumbuh sempurna.

Karena itulah, orang yang masih bertanya-tanya tentang kebenaran Islam, dia sebenarnya
masih kelas kafir dalam pemikiran. Kalau sudah masuk kelas mukmin dia seharusnya jauh
lebih pintar dan paham tentang kebenaran. Pertanyaan-pertanyaan yang ada di kepala
mukmin pasti jauh lebih berkualitas dari pertanyaan orang-orang kafir. Abdurrahman Al-
Hajji (Doktor lulusan Cambridge University) sering mengatakan, orang mukmin itu selalu
bertambah cerdas dengan keimanannya, sedangkan orang kafir selalu bertambah bodoh
sejalan dengan kekafirannya.

Kita harus merujuk salaf dalam interpretasi dalil bukan hanya sekedar karena keberadaan
mereka lebih dahulu (aslaf) dari pada kita dalam urutan generasi zaman, tapi karena
merekalah orang-orang yang lebih tahu dan paham bagaimana berinteraksi dengan teks,
baik Alquran maupun Assunnah. Dzauq (insting) bahasa Arab mereka masih jernih dan
fasih, serta belum banyak terpengaruh oleh dzauq dan pemahaman non-Arab (ajam). Di
samping mereka sendiri adalah umat yang paling dekat kepada Nabi SAW, serta belum
banyak tereduksi oleh kepentingan-kepentingan yang datang dari luar Islam.
Keistimewaan ini dijamin oleh Nabi SAW dalam hadits riwayat Sahabat Ibnu Mas`ud (yang
artinya) : Sebaik-baik manusia adalah yang hidup di zamanku, kemudian umat setelah
mereka, kemudian generasi setelah merekanya lagi (HR. Bukhori Muslim).

Kita merujuk salaf bukan dalam keseluruhan harfiah (tekstual)-nya, tapi pada kaidah-
kaidah dalam interpretasi dalil dan aturan-aturan dalam berijtihad yang telah mereka
letakkan. Disinilah kesempatan kita untuk menjustifikasi fenomena-fenomena baru yang
muncul, dengan legitimasi teks Alquran dan Alhadits, dengan aturan ulama-ulama salaf
itu. Jadi tanpa merusak tatanan baku syariat, baik secara total maupun sebagian. Kita
tetap meletakkan Alquran dan Assunnah sebagai pusaka agung warisan Nabi Muhammad
SAW yang harus kita imani secara keseluruhan. Di sinilah kita mengenal istilah mengambil
sesuatu yang baru yang dianggap paling baik, dengan tetap memegang kaidah lama yang
baik.

Misalnya, diantara kelompok JIL ada yang mengatakan bahwa syariat Islam tidak bisa
diformalkan dalam konteks kenegaraan, karena beberapa kekurangan. Di antaranya,
syariat Islam tidak pernah membicarakan masalah korupsi. Padahal jika kita kembali pada
kaidah-kaidah yang diletakkan ulama salaf itu, melalui pemahaman mereka dalam ber-
mu`amalah dengan dalil, bisa saja masalah korupsi diqiyaskan dengan sariqah
(pencurian). Hukum kehajahatan ini sangat jelas dan gamblang dalam syari`at Islam, yakni
qath`ul yad (potong tangan), dengan syarat-syarat tertentu. Jadi jangan karena tidak
menemukan konteks dalam teks, kemudian kita putuskan ibthalul haq bi kulliyah
(meninggalkan yang benar/syariat secara keseluruhan). Jika mereka menuduh orang yang
memperjuangkan syariat sebagai orang yang malas berpikir, lalu siapakah sebenarnya
yang malas berpikir?

Dalam interpretasi dalil, kaum liberal sering memakai ayat-ayat yang mendukung konklusi
hukum mereka, namun dalam satu waktu dan dalam permasalahan yang sama mereka
meninggalkan dalil lain yang sebenarnya mengikat atau memberi pengertian lain, yang
dalam Ushul Fikih dikenal dengan istilah taqyid (hamlul muthlaq alal muqayyad), takhsis
(hamlul am alal khas), dsb.

Al- man al juz-i, mengimani sebagian dan mengkufuri sebagian yang lain sangat dilarang
dalam Alquran (lihat Al Baqarah : 85, An Nisa ayat 51-52, ayat 60-61, ayat 150-152).
Termasuk pelaku al-iman al-juz-i, menurut Muhammad Ahmad ar Rasyid, seorang yang
telah tahu tsubut (ketetapan) hukum syariat dari Alquran atau Hadits mutawatir, baik
dalam fikih maupun ilmu akidah, namun dia menganggap hukum tersebut tidak cocok lagi
diterapkan, dan menyifatinya sebagai ajaran yang kontra kemaslahatan. Atau ajaran yang
tidak lagi sesuai dengan perkembangan zaman (Al Munthalaq, Bagian I silsilah Kitab Ihya-u
Fiqhi ad Da`wah, hal 53).

Kita berada di zaman seperti yang disabdakan oleh Rasulullah SAW dalam Shahih Muslim
(yang artinya): Pagi seseorang masih dalam keadaan beriman sore sudah menjadi kafir,
sore masih beriman pagi telah menjadi kafir. Tidak disadari bahwa beberapa sikap dan
ucapan kita mengeluarkan kita dari daerah keimanan. Naudzbillah min dzalik.

Sebagai contoh, coba kita tengok apa yang ditulis oleh penganut faham liberal, Sumanto
Al-Qurthuby, dalam bukunya, Lubang Hitam Agama, terbitan RumahKata. Di antara
kesesatannya, dia mengatakan (hal 19-45), Diktum asbabunnuzul dalam Islam
menunujukkan bagaimana sebuah wahyu Alquran sangat tidak independen, melainkan
tergantung dan dipengaruhi oleh situasi dan kondisi kebudayaan masyarakat Islam dan
Arab waktu itu. Bahkan, jika ada ayat-ayat Tuhan yang bertabrakan dengan kemaslahatan
masyarakat, harus diunggulkan kemaslahatan dan keadilan sosial. Umar sebagai orang
yang co-author (ikut menciptakan) Alquran.

Dalam bagian lain, Sumanto yang jebolan Pascasarjana Sosiologi Agama Universitas Kristen
Satya Wacana (UKSW) Salatiga ini mengatakan, Alquran bagi saya hanyalah berisi semacam
spirit ketuhanan yang kemudian dirumuskan redaksinya oleh nabi. Dalam penggalan lain,
Alquran turun kepada nabi hanyalah gumpalan gagasan sementara ide pengkalimatan
gagasan dilakukan oleh nabi sendiri, jadi, semua teks Alquran bukan made in Tuhan
(emang Tuhan berbahasa Arab?).

Betapa sesatnya cara berpikir kelompok ini. Apakah mereka masih mengaku beragama
Islam, atau mungkin ingin dikatakan membela kebenaran Islam, dengan pemikiran-
pemikiran seperti itu? Tidakkah mereka sadar bahwa apa yang mereka lakukan adalah
upaya pendangkalan aqidah secara massif, menjadikan kaum muslimin ragu atas
kebenaran Islam, bahkan bisa menjerumuskan mereka pada kekufuran? Marilah kita
berdoa kepada Allah agar kita semua diberi petunjuk, karena seperti kata Ibnu Mas`ud, Fa
innal hayya la tukmanu balaihil fitnah (Orang hidup tidak akan pernah lepas dari adanya
fitnah). Selama kita masih hidup kemungkinan untuk salah dan tergelincir tetap ada.

Satu hal yang perlu kita sepakati bersama bahwa Islam yang kita bawa dan anut ini
adalah sesuatu yang harus diperjuangkan dan ditegakkan, bukan cuma obyek
pembicaraan. Jika kita ingin membela Islam, seharusnya kita tahu dari mana kita
memulai, kemana kita mengarah, untuk siapa kita berbuat, dan dengan siapa kita
berjalan.

KONTRIBUTOR
JARINGAN ISLAM LIBERAL
( Aqidah Pemikirannya Perlu Diwaspadai )

Jaringan Islam Liberal (JIL) bekerja sama dengan para intelektual, penulis sekular dan
akademisi yang selama ini dikenal peduli dengan isu-isu keislaman dan kemasyarakatan
yang berupaya mengaburkan pemikiran Islam Kaffah serta menolak pelaksanaan Syari`ah
Islam. Sekedar memperkenal-kan beberapa nama kontributor JIL adalah sebagai berikut:

Nurcholis madjid, Universitas Paramadina, Jakarta


Charles Khurzman, University of North Carolina
Azyumardi Azra, IAIN Syarif Hidayatullah, Jakarta
Abdallah Larouni, Muhammad V University, Maroko
Masdar F. Masudi, Pusat Pengembangan Pesantren dan Masyarakat, Jakarta
Goenawan Mohammad, Majalah Tempo, Jakarta
Edward W. Said, Colombia University, AS
Djohan Effendi, Deakin University, Australia
Abdullahi Ahmad an-Naim, Emory University, Atlanta
Jalaluddin Rahmat, Yayasan Muthahhari, Bandung
Moselim Abdurrahman, Jakarta
Asghar Ali Engineer,
Nasaruddin Umar, IAIN Syarif Hidayatullah, Jakarta
Mohammed Arkoun, University of Sorbonne, Prancis
Komaruddin Hidayat, Yayasan Paramadina, Jakarta
Arief Budiman, University of Melbourne, Australia
Sadeq Jalal Azam, Damscus University, Suriah
Said Agil Siraj, PBNU, Jakarta
Denny JA, University Jayabaya, Jakarta
Rizal Mallarangeng, Freedom Institute, Jakarta
Masdar F. Masudi, LP3M, Jakarta
Budi Munawwar-Rahman, Yayasan Paramadina, Jakarta
Ihsan Ali-Fauzi, Ohio University, AS
Taufik Adnan Amal, IAIN Alauddin, Ujung Pandang
Hamid Basyaib, Yayasan Aksara, Jakarta
Ulil Abshar Abdalla, Lakpesdam-NU, Jakarta
Luthfi Assyaukanie, Universitas Paramadina, Jakarta
Saiful Mujani, Ohio State University, AS
Syamsurizal Panggabean, Universitas Gadjahmada, Yogyakarta Ade Armando,
Universitas Indonesia, Depok
Abdul Moqsith Ghazali, Jakarta
Zuhairi Misrawi, P3M, Jakarta
Sukidi, Puan Amal Hayati, Jakarta
Ahmad Sahal, Feenom Institute, Jakarta.

MENENGOK KESESATAN BERPIKIR ISLAM LIBERAL


Kawin Campur Beda Agama diskusi santri dalam Forum Ilmiah Keislaman Ribath (FIKR)
Singosari Malang.

Menyikapi fenomena yang berkembang di masyarakat dewasa ini, seputar kontroversi


yang sering dikampanyekan oleh kalangan liberal, bahkan juga masuk dalam draft
Kompilasi Hukum Islam-nya Musdah Mulia, dkk, yakni pernikahan beda Agama, perlu
adanya pemaparan ulang pendapat-pendapat ulama salaf tentang hukum perkawinan
campur beda agama tersebut.

Surat Al Baqarah ayat 221 menjelaskan tentang pengharaman seorang lelaki muslim
menikahi wanita musyrik, dan seorang muslim yang menikahkan wanita muslimah dengan
lelaki musyrik. Para ulama salaf memaparkan penyebab pengharaman tersebut, karena
orang-orang musyrik selalu mengajak manusia ke arah neraka, sedangkan Allah mengajak
manusia menuju ke surga dan ampunan-Nya.

Allah SWT berfirman (yang artinya) : Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita
musyrik sebelum mereka beriman, seseungguhnya wanita budak yang mukminah lebih
baik dari wanita musyrikah walaupun dia (wanita musyrikah) menarik hatimu dan
janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukminah)
sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang
musyrik walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka sedang Allah
mengajak ke surga dan ampunan dengan izinnya. Dan Allah menerangkan ayat-ayatnya
(perintah-perintahnya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran. (QS.
Albaqarah : 221).

Yang tergolong orang-orang musyrik adalah kaum Majusi (penyembah api) dan kaum
paganis penyembah berhala, seperti penganut agama Budha, Hindu, Khong Hu Cu, Shinto,
dsb. Sedang ahli kitab (penganut Nasrani dan Yahudi) tidak tergolong dalam kategori kaum
musyrikin. Dalam hal ini, mayoritas ulama berpegang teguh pada dzahir ayat 5 surat Al
Maidah, yang menjelaskan tentang bolehnya seorang muslim memakan makanan hasil
penyembelihan binatang ternak oleh orang-orang ahli kitab, dan bolehnya lelaki muslim
menikahi wanita-wanita ahli kitab tersebut. Sebaliknya, para ulama juga berpegang teguh
atas keharaman wanita muslimah dikawin oleh lelaki ahli kitab.

Sahabat Qatadah RA juga berpendapat yang sama dalam menyikapi ayat di atas. Yang
dimaksud orang-orang musyrik, sesuai pendapatnya, adalah penganut agama yang tidak
mempunyai kitab samawi (kitab-kitab yang diturunkan oleh Allah melalui para nabi).
Karena itu, Yahudi dan Nasrani tidak termasuk orang-orang musyrik, sebab mereka
mempunyai kitab samawi, yaitu Taurat dan Injil.

Pendapat sebaliknya disampaikan oleh Sahabat Abdullah Ibnu Umar RA, beliau
mengharamkan secara mutlak pernikahan seorang muslim maupun muslimah dengan kaum
Yahudi dan Nasrani, disebabkan faktor-faktor tertentu. Diantaranya karena kaum Yahudi
dan Nasrani juga termasuk orang-orang musyrik, sebab mereka telah menganggap nabinya
sebagai putra Allah, sebagaimana ucapan orang-orang Yahudi bahwa Uzair putra Allah,
dan ucapan orang-orang Nasrani bahwa Isa putra Allah.

Allah SWT berfirman (yang artinya) : Orang-orang Yahudi berkata: Uzair itu putera Allah
dan orang Nasrani berkata: Al Masih itu putera Allah. Demikian itulah ucapan mereka
dengan mulut mereka, mereka meniru perkataan orang-orang kafir yang terdahulu.
Dilaknati Allah-lah mereka; bagaimana mereka sampai berpaling? Mereka menjadikan
orang-orang alimnya, dan rahib-rahib mereka sebagai Tuhan selain Allah, dan (juga
mereka mempertuhankan) Al Masih putera Maryam; padahal mereka hanya disuruh
menyembah Tuhan Yang Maha Esa; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia.
Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan. (QS. At-Taubah ayat 30-31).

Pendapat sahabat Abdullah Ibnu Umar RA ini (tentang pengharaman secara mutlak
perkawinan campur beda agama) sangat signifikan, termasuk vonis beliau bahwa kaun
Yahudi dan Nasrani termasuk orang-orang musyrik. Terlebih jika ditinjau pada konteks
zaman sekarang ini. Bagaimana tidak, mayoritas kerusakan yang ada dimuka bumi ini
dimotori oleh kaum Yahudi pada khususnya, dan diamini oleh kaum Nasrani. Belum lagi,
permusuhan abadi antara Zionis Yahudi dan Missionaris Nasrani terhadap kepentingan
ummat Islam.
Allah telah menegaskan dalam firman-Nya (yang artinya): Orang-orang Yahudi dan
Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka.
Katakanlah sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk yang benar. Dan sesungguhnya
jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu maka Allah
tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu. (QS. Al Baqarah: 120).

Perkawinan beda Agama yang banyak terjadi saat ini, banyak berdampak negatif pada
pihak istri maupun suami yang semula muslim menjadi murtad. Sedangkan dampak negatif
yang terjadi pada anak-anaknya adalah rawan menjadi kafir karena mengikuti orang
tuanya yang non-Muslim. Dengan alasan inilah, sebagian ulama dari kalangan ahlus sunnah
wal jama`ah, mengharamkan pernikahan campur beda agama, mengikuti pendapat
sahabat Abdullah ibnu Umar RA. Hal ini dengan hikmah agar umat Islam lebih hati-hati
dalam melestarikan keislamannya, keluarga, serta anak turunnya.

Rasulullah SAW telah mengajarkan doa demi pelestarian keislaman: Yaa muqallibal
quluub, tsabbit quluubanaa alaa diinika, Wahai Dzat (Allah) yang berkuasa membolak-
balikkan hati, tetapkanlah hati kami atas agama-Mu (Islam).

Diantara penyebab pelarangan kawin campur beda agama terutama antara wanita
muslimah dengan lelaki Ahlil Kitab, dikarenakan orang-orang Yahudi dan Nasrani itu kafir
dan mengajak kepada kekufuran. Pada dasar kefitrahannya, kaum lelaki mempunyai
kekuatan dan kekuasaan terhadap wanita, sehingga kaum lelaki mampu menggiring dan
mempengaruhi wanita, untuk mengikuti keyakinan agamanya.

Begitu juga anak keturunannya, akan lebih condong mengikuti doktrin-doktrin sang ayah,
apabila sang ayah menfungsikan diri sesuai dengan nilai kefitrahannya sebagai lelaki.

Kasus kawin campur beda agama yang terjadi baru-baru ini, adalah pernikahan pesulap
Deddy Corbuzer (Nasrani) dengan aktris Kalina Octarina (Muslimah), yang dipromotori oleh
kelompok Islam Liberal, dengan penghulu Zainun Kamal, tokoh liberal dan dosen IAIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, serta diusahakan legalitasnya oleh aktifis Yayasan
Paramadina, walau akhirnya dibatalkan oleh Menteri Agama Maftuh Basuni. Pernikahan itu
sendiri dilaksanakan di masjid lantas dilanjutkan di gereja, kemudian dirayakakan dengan
resepsi pesta hallowen.

Islam mengajarkan tata cara pernikahanan yang benar dan baik sesuai dengan syariat,
tentunya dengan memenuhi rukun dan syaratnya. Tata cara pernikahan yang benar dan
baik ini telah banyak ditulis oleh para ulama salaf dalam kitab-kitab mereka, yang
mengacu pada Firman Allah SWT dan Hadits-Hadits Nabi SAW.

Imam Malik berujar, yuhdatsu lin naasi fatawa bi qadri maa ahdatsu minal fujur, (fatwa
yang disampaikan pada manusia harus diperbarui sesuai kadar perbuatan dosa model baru
yang mereka lakukan).
Untuk itu perlu dipertimbangkan lagi pembolehan kawin campur lelaki muslim dengan
wanita ahlil kitab (Yahudi dan Nasrani) karena banyaknya kaum lelaki yang lemah di dalam
menfungsikan diri sebagai pemimpin absolut dalam membina keluarga, khususnya untuk
menjaga keislaman keturunannya.

Realitas kerawanan yang terjadi pada kawin campur ini adalah anak tidak secara otomatis
akan masuk Islam mengikuti ayahnya, bahkan yang sering terjadi justru mengikuti
kekafiran ibunya, dengan memeluk Yahudi atan Nasrani.

Secara eksplisit Nabi Muhammad SAW telah mengingatkan umat untuk berhati-hati
dalam melaksanakan pernikahan yang akan berpengaruh terhadap keturunan yang
dilahirkan dalam sabda beliau (yang artinya): Setiap bayi itu dilahirkan atas kefitrahan
(Islam), kedua orangtuanyalah yang menjadikan ia Yahudi, atau Nasrani, atau Majusi
(kaum paganis).(HR. Bukhori)

Karena itu alangkah tepat apabila ummat Islam dewasa ini memutuskan untuk
melaksanakan fatwa sahabat Abdullah Ibnu Umar RA, beliau mengatakan bahwa kawin
campur beda agama hukumnya haram secara mutlak, tanpa pengecualian, demi
memperoleh keturunan yang muslim-muslimah, mukmin-mukminah, dan shalih- shalihah.

Maka salah satu poin fatwa MUI hasil Munas VII di Jakarta tanggal 26-29 Juli 2005 tentang
pengharaman kawin beda agama, adalah pernyataan sikap yang sudah sesuai dengan
syariat Islam.

Menyoal Fatwa Haji ala Masdar F.Mas udi.

By: For-isLAM (Forum Diskusi Al Ahgaff Yaman)


Sudah diyakini umat Islam bahwa haji yang sah hanya dilaksanakan pada waktu-waktu
yang telah ditentukan oleh agama. Namun, kita menemukan pemahaman lain dari seorang
Masdar, yang mengatakan bahwa rukun Islam ke-5 tersebut bisa dan sah dilaksanakan
sepanjang waktu tiga bulan.

Pandangan ini, didasarkan pada firman Allah al-hajju asyhurun ma`lumat (waktu haji itu
adalah beberapa bulan yang diketahui). Jadi bukan beberapa hari. Bahwa sekarang
dipersempit menjadi hanya lima hari, menurut pendapat ini, pelaksanaan haji yang sangat
sempit itu, disebabkan praktik Rasulullah yang berhaji hanya sekali dan kebetulan
dilaksanakan pada hari-hari itu (9-13 Zulhijjah).

Adapun hadits al hajj Arafah (haji itu adalah wukuf di Arafah), diartikan bahwa inti haji
itu adalah wukuf di Padang Arafah. Tidak menunjukkan waktu pada hari Arafah. Hadits
hanya berbicara tentang aktivitas, bukan berbicara soal tempat.
Pendapat tersebut diangkat dalam sebuah tulisan, yang kemudian di-follow up-i JIL
dengan wawancara antara saudara Ulil Abshar Abdalla, selaku koordinator JIL dengan sang
pemilik fatwa, Masdar Farid Mas`udi, seorang tokoh NU, organisasi yang semenjak dulu
sudah terpancang di benak ummat, akan keteguhan anggotanya dalam memegang ajaran
salaf shalih. Dan kita menyangka Masdar juga begitu karena dia seorang tokoh NU.

Agama Islam yang sudah kita anut ini diturunkan oleh Allah kepada Nabi-Nya,
Muhammad SAW, mencakup berbagai macam hukum yang bertujuan untuk memberikan
kebahagiaan dan kedamaian bagi umatnya. Karena agamalah inti kehidupan.

Tanpa agama kehidupan tiada arti dan makna. Islam adalah agama yang diridlai Allah.
Barang siapa yang beragama selain Islam tidak akan diterima oleh Allah. Islam telah
sempurna dengan mengandung segala macam hukum dalam berbagai macam aspek
kehidupan dengan berpulangnya Rasulullah ke Rahmatullah. Sebagai ajaran yang universal
dan fleksibel, atau dalam istilah lain alhanifiyyatu as samhah, yang mengandung makna ad
diinu yusrun.

Dalam ajaran Islam, ibadah terbagi menjadi dua bagian: aziimah dan rukhsah. Azimah
adalah keadaan di mana seseorang diminta untuk melakukan sebuah amalan menurut
kriteria yang sudah dibakukan oleh agama. Dilarang bagi umat untuk membuat suatu teori
baru yang berseberangan dengan teori tadi.

Adapun rukhsah adalah perbuatan yang mana syariat sendiri telah membuka solusi-solusi
bagi pemeluknya dan memberi keringanan-keringanan tertentu kala mereka menemukan
hal-hal yang cukup berat untuk dilakukan.

Apa yang sudah disimpulkan Masdar, tentang bolehnya perpanjangan pelaksanaan haji dari
waktu yang ada, dan bolehnya pelaksanaan di waktu-waktu lain selain waktu-waktu yang
sudah di sepakati para ulama dari zaman dulu sampai sekarang, sebab kendala-kendala
tertentu dan masyaqqah (kesulitan) yang begitu berat bagi jamaah haji, maka hal tersebut
bukan lagi menyinggung masalah rukhsah yang dia dengung-dengungkan sebelumnya.
Namun sudah menyerempet ke bentuk amalan yang pertama, yaitu azimah.

Amalan rukhsah yang berlandaskan masyaqqah bisa dilakukan saat tidak ada ta`arudl
(kontradiksi) antara teks hukum dan masyaqqah tadi. Tapi kalau terjadi benturan antara
nash (teks) dan masyaqqah, maka tidak ada lagi keringanan hukum (Asybah wa an
Nadza`ir oleh Ibnu Nujaim al Mashri I/117 ).

Kita bisa mengambil rukhsah jika telah terpenuhi syarat-syaratnya. Rukhsah bisa
dilakukan kalau perbuatan tadi bersifat juz-i (bagian tertentu), bukan kulli (menyeluruh).
Sudah menjadi kesepakatan para pakar Ushul Fikih, jika terjadi pergesekan antara hukum
kulli dan juz-i maka yang dimenangkan adalah hukum kulli. Karena hukum kulli bersumber
dari maslahat kulliyah (kemaslahatan yang menyeluruh).
Berbeda dengan hukum juz-i yang bersumber dari maslahat juz-iyyah (kemaslahatan yang
tidak menyeluruh). Karena tatanan kehidupan dunia tidak manjadi rancu dengan
dibatalkannya suatu maslahat juz-iyyah, lain halnya dengan maslahat kulliyah (Usul Fiqih
al Khudlari: 71).

Dengan berdalil nash Alquran (yang artinya): waktu haji itu adalah beberapa bulan yang
diketahui (QS al Baqarah :197), beserta penafsiran yang dipahaminya, sampailah Masdar
pada kesimpulan tadi.

Padahal kalau kita kembalikan nash ini ke sebab turunnya (asbabun nuzul), sekaligus
penafsiran-penafsiran para sahabat dan ulama setelahnya, tidak ada satupun komentar
yang mengatakan bahwa ayat itu berkaitan dengan waktu haji dan prosesinya dengan
berulang-ulang.

Malah Imam Ibnu Hazm mengeluarkan pendapat, sudah menjadi ijma` para ulama bahwa
ayat itu hanya menunjukan waktu dibolehkannya ihram (niat) haji (Maratibul Ijma` hal
42). Karena haji hanya bisa dilakukan sekali dalam satu tahun. Waktu pelaksanaannyapun
hanya boleh pada bulan dan waktu tertentu yang sudah masyhur. Berbeda dengan umrah,
kapan saja bisa dilakukan.

Kemakluman itu sendiri bersumber dari Rasulullah yang dituangkan dalam prosesi hajinya.
Waktu haji menjadi jelas dan gamblang, tidak boleh diubah, baik dimajukan atau
dimundurkan (Tafsir Fakhru ar Razi: III/173). Masdar, telah kelewatan sampai
berseberangan dengan ijma ulama.

Selain itu, penafsiran dan pemahaman Masdar tentang al hajju Arafah (haji adalah
Arafah), perlu ditinjau ulang. Apalagi jika sampai menganggap penafsirannya itu lebih pas
dari pada pemahaman para ulama dari zaman sahabat sampai saat ini. Bahkan sampai
mengatakan penafsiran ulama salaf itu kurang pas dan bersumber dari pemahaman yang
sempit.

Apa yang sudah dipahami para ulama, bersumber dari penafsiran dan hasil jelajah teks Al-
Quran dan Al-Hadits yang bersambung sampai ke Rasulullah, dari generasi ke generasi.
Atau dalam kata lain, dengan sanad yang bersambung.

Sebaliknya, yang dikatakan Masdar merupakan hal baru. Umat Islam tidak tahu dari mana
dan sejauh mana penafsiran ini diambil dan bisa dipertanggungjawabkan. Apakah punya
sanad khusus yang bersambung sampai asal dan sumbernya? Apakah dari sekian ribu ulama
dari zaman dulu sampai sekarang, sekitar 1400 tahun, tidak ada satupun yang tahu
dengan pasti akan tafsiran ayat dan hadits tersebut? Apakah dengan konklusi pemahaman
seperti ini, menunjukan kesempitan pemahaman mereka?

Kalau Masdar mau sedikit lebih teliti, dengan meneruskan potongan hadits tadi, lalu
diperhatikan dengan seksama, maka bisa diketahui sampai mana prosentase kebenaran
atau kesalahan penafsirannya.

Teks lengkap hadits tersebut adalah (yang artinya): Haji adalah wukuf di Arafah, barang
siapa yang tidak mendapatkan, walau sebagian dari Arafah, maka hajinya tidak sah. Lalu
perhatikan potongan berikutnya, barang siapa yang datang ke padang Arafah sebelum
fajar pada malam hari`idun nahr (idul adha), maka dia telah mendapatkan Arafah dan sah
hajinya. (HR Tirmidzi, Abu Dawud, Ibnu Majah, diriwayakan dari sahabat Abdurrahman bin
Ya`mur). Imam Nawawi menilai, hadits ini shahih (Majmu` Juz 8 hal ). Bahkan dalam
riwayat Imam Abu Dawud (no. 1947), disebutkan waktunya secara jelas, al hajju yaumu
Arafah (inti haji adalah wukuf pada hari Arafah).

Hadits-hadits tersebut adalah dalil sharih (jelas dan pasti) tentang tata cara wukuf di
Arafah. Bagaimana kita mengartikan sabda Rasul (yang artinya): Barang siapa yang datang
ke Arafah (tempat, pen) sebelum fajar pada malam hari Idul Adha (waktu, pen), maka
hajinya sah. Di sini dijelaskan waktu wukuf dan tempatnya.

Mafhum mukhalafah atau kebalikan dari itu, jika seseorang melakukan aktifitas wukuf
selain pada waktu yang ditentukan nabi, maka itu jelas-jelas manyalahi hadits dan tidak
sah. Terlebih bila kita lihat hadits riwayat Imam Abu Dawud, di situ tersebut dengan jelas
kapan wukuf dilaksanakan.

Imam Tirmidzi berkata: Hadits Abdurrahman bin Ya`mur lah yang menjadi landasan,
kapan bisa dikatakan sah atau tidaknya wukuf seseorang di Arafah (Nailul Author Imam asy
Syaukani: I/136).

Keberadaan hadits ini tidak menafikan ayat sebelumnya, itulah yang dikatakan para
ulama. Lalu diambillah kesimpulan dengan pengamalan yang sudah berjalan dalam jangka
waktu yang begitu panjang.

Namun pengamalan seperti yang dipahami Masdar adalah salah satu bentuk kerancuan
pemahaman terhadap dalil Alquran dan Hadits. Karena berpegang teguh pada kekuatan
akal, tanpa mempedulikan asal atau sumber nash, adalah satu perbuatan yang cukup
serius untuk ditolak.

Apalagi Masdar sampai mengatakan bahwa pemahaman yang sudah ada selama berabad-
abad ini, dianggap sebagai bentuk pengingkaran terhadap salah satu ayat Alquran (lihat
lagi wawancaranya dengan Ulil). Hal ini mengingat kesepakatan ulama bahwa barang siapa
mengingkari salah satu ayat Alquran hukumnya adalah murtad,atau keluar dari agama
Islam.

Kalau memang benar seperti itu, berapa juta umat Islam yang mengingkari ayat tersebut?
Sementara Masdar mengatakan, bahwa pengamalan haji sekarang, dengan pembatasan
waktu wukuf di Arafah pada waktu dan tempat yang sudah disepakati para ulama, adalah
bentuk pengingkaran terhadap salah satu ayat Alquran. Dia benar-benar lupa bahwa Rasul
sendiri secara jelas telah membatasi waktu tersebut seperti dalam HR Abu Dawud tadi.
Apakah pembatasan nabi bisa diartikan sebagai bentuk pengingkaan terhadap ayat juga?
Ma`adzallah.

Dari sisi lain, Imam Ibnu Hazm mengatakan bahwa sudah menjadi ijma` (konsensus) para
ulama bahwa wukuf ada pada tanggal 9 Dzul Hijjah, yaitu hari Arafah (Maratibul Ijma`: hal
45).
Kalaupun Masdar mengatakan bahwa pelaksanaan haji yang dianut umat Islam dari dulu
sampai sekarang lebih dikarenakan tunduk terhadap tradisi, dan tradisi itu dogma,
sebenarnya bukanlah demikian. Ini tidak ada sangkut pautnya dengan tradisi. Tapi
merupakan syariat yang harus dipatuhi dengan berdasarkan dalil. Dalam permasalahan
inipun terdapat dalil-dalil sharih dan jelas. Baik itu dari Alquran, hadits shahih dan juga
ijma ulama.
Menyinggung hadits riwayat Bukhari li takkhudzu anni manaa sikakum (agar kalian
mengambil tata cara haji dariku), Masdar berpendapat bahwa hadits ini hanya sebagai
rujukan tata cara haji yang menyangkut syarat dan rukun saja. Tanpa ada kekuatan untuk
berbicara dengan bahasa yang lantang akan prosesi haji Rasulullah secara utuh dari segala
sisi dan arahnya.

Kalau kita cermati kembali makna syarat dan rukun suatu ibadah, maka ini tidak bisa
terlepas dari suatu masa dan tata ruang suatu perbuatan. Kita ambil misal pelaksanaan
shalat. Allah berfirman (yang artinya), dan tegakkanlah shalat. Di sini Allah memberi
perintah suatu ibadah tanpa dibarengi tata cara pelaksanaannya. Akan tetapi di lain pihak
nabi bersabda shalluu kamaa ro-aitumuuni usholli (sholatlah kamu seperti kalian melihat
shalatku). Bagaimana kita bisa memahami perintah Allah berupa shalat kalau tidak ada
contohnya?

Di sini, kita perlu bertanya, bagaimana kita mengambil cara shalat tadi. Apakah cukup
rakaatnya saja? Lalu, dengan ijtihad, shalat bisa dilakukan seenak dan semau kita? Atau
waktunya saja, dengan tidak menghiraukan segala sesuatu yang berkaitan dengan dzatnya
shalat itu sendiri? Barangkali tidak ada satu pun orang di dunia ini yang mempunyai
kesimpulan seperti itu.

Dengan sabda Rasul tadi, ummat Islam langsung bisa memahami dan mengetahui
bagaimana mereka menegakkan shalat.

Antara shalat dan haji tidak ada perbedaan, karena keduanya adalah rukun Islam yang
harus diyakini. Seperti shalat, masalah haji dijelaskan dengan dalil qurani yang bersifat
mutlaq, wa`atimmul hajja wal umrota lillah (dan sempurnakanlah haji dan umrah karena
Allah), walillahi alannasi hijjul baiti (Dan untuk Allah, wajib atas manusia haji ke
Baitullah), al hajju asyhurun ma`lumat (waktu haji itu adalah beberapa bulan yang
diketahui).
Kenapa orang niat haji harus dari batasan-batasan tempat (miqat) yang sudah disebutkan
Rasullulah? Kenapa thawaf harus 7 kali, begitu juga sa`i? Kenapa Rasulullah harus wukuf
di Arafah, bukankah itu daerah gersang dan panas? Tidakkah Rasulullah mampu untuk
berijtihad mencari tempat wukuf yang lebih rindang dan lebih segar?

Bisa saja orang berdalih begitu,toh dalam teks-teks Alquran tadi, sama sekali tidak
disebutkan permasalahan-permaslahan tersebut?

Hadits khudzu anni manaasikamum (ambillah dariku tata cara haji kalian) menjawab
semua itu dengan jelas dan gamblang. Ulama Ushul Fikih sepakat bahwa perbuatan nabi
yang bertujuan untuk memberi penjelasan kepada umatnya, tentang amalan yang bersifat
wajib, maka perbuatan tadi wajib untuk diikuti (Al-Ihkam lil`Amidi: I/135). Inilah yang
dipahami sahabat Ibnu Umar r.a kala ditanya salah satu permasalahan haji (Qurtubhi: II)

Jadi praktek haji Rasulullah pada hari-hari dan waktu-waktu tertentu tadi, walau hanya
satu kali saja dilakukan oleh Rasulullah, bukan sebagai kebetulan yang berawal dari
ketidaksengajaan atau berlandaskan ketidaktahuan. Namun merupakan syariat yang sudah
diturunkan oleh Allah kepada nabi yang tidak berbicara dengan nafsu, namun dengan
wahyu Allah (wa maa yantiqu anil hawaa inhuwa illa wahyun yuuhaa).

Apakah kita akan konsisten melaksanakan haji sesuai dengan ketentuan Allah dan Rasul-
Nya, atau mengikuti haji ala Masdar?

Kronologi Mengapa
Yusman Roy Ditahan

Sebagai Ketua Komisi Hukum dan Fatwa MUI Kabupaten Malang Periode Tahun 2004 - 2009
maka penulis ingin meluruskan opini negatif yang berkembang di tengah masyarakat,
seputar kasus shalat dua bahasa yang terjadi di wilayah Malang, dan sempat mencuat, baik
di media tanah air maupun manca negara.

Banyak orang salah persepsi terhadap MUI Kabupaten Malang, setelah mengeluarkan fatwa
tanggal 21 Januari 2004, atas kesesatan ajaran Yusman Roy. Mereka beranggapan bahwa
penahanan Yusman Roy, disebabkan karena tata cara shalat yang menggunakan dua
bahasa terkait fatwa tersebut. Sebagian orang, beranggapan bahwa permasalahan Yusman
Roy adalah urusan khilafiyah fiqhiyyah (perbedaan dalam masalah fikih). Menurut mereka,
MUI tidak mempunyai wewenang menvonis sesat ajaran Yusman Roy, apalagi sampai
menahannya.

Agar dipahami oleh masyarakat, bahwa MUI sebagai lembaga, sesuai dengan AD/ART
mempunyai kewenangan mengeluarkan fatwa yang bersifat nasehat, sesuai dengan
kronologi kasus, disamping pertimbangan syariat. Lantas fatwa tersebut disampaikan
kepada pihak-pihak yang dianggap perlu, demi kemaslahatan yang lebih besar.
Dalam kasus Yusman Roy, MUI Kabupaten Malang merespon keresahan dan pengaduan
masyarakat terhadap selebaran yang dikeluarkannya.

Selebaran Yusman Roy tersebut dinilai memancing keresahan dan amarah masyarakat,
karena gegabahnya Yusman Roy dalam menafsirkan ayat Alquran. Hal ini dinilai oleh
masyarakat pada umumnya sebagai pelecehan agama. Masyarakat mulai kasak-kusuk
untuk menggerebek rumah yang diklaim oleh Yusman Roy sebagai Pondok Pesantren,
dengan menggunakan istilah Yayasan Taqwallah.

Dalam selebarannya, Yusman Roy menganggap imam shalat yang tidak menerjemahkan
bacaan Quran-nya, sebagaimana cara shalat versi Yusman Roy, dikatakan sebagai imam
yang terlaknat. Dalam selebaran itu, Yusman Roy juga mengatakan, Poro ulama atau Kiyai
yang sedang mengimami shalat berjama`ah apabila dengan sengaja tidak mau
menerjemahkan bacaan ayat-ayat suci Alquran kedalam bahasa kaumnya, hal itu berarti
perbuatan yang menyesatkan para makmumnya yang belum mengerti bahasa Arab (
Muallaf / Moslim yunior ). Perbuatan semacam itu adalah dilaknat.

Padahal realitanya, jutaan umat Islam pernah menjadi imam shalat dengan tidak
diterjemahkan, baik menjadi imam shalat dengan jumlah jama`ah yang banyak, seperti
shalat Jum`at, maupun jama`ah berjumlah sedikit di rumah-rumah atau bahkan antar dua
orang.

Umat Islam yang merasa pernah menjadi imam shalat, terbakar emosi dan kemarahannya,
bahkan sebagian mereka mengancam akan berbuat anarkis. Terbukti tatkala pengikut
Yusman Roy menyebarkan selebarannya di Masjid Besar Hizbullah Singosari Malang, 11
September 2003, secara spontan beberapa orang jama`ah masjid menangkap
penyebarnya hingga memukulnya, yang pada akhirnya diserahkan kepada pihak aparat
polsek Kecamatan Singosari.

Belum lagi CD ucapan Yusman Roy yang menggunakan bahasa provokatif, diantaranya,
Dengan tegas saya melaknat para imam-imam shalat, yang dengan sengaja
menyembunyikan, atau tidak mau menyertai arti, atau terjemahan dengan bahasa yang
dapat dimengerti oleh makmumnya, yang mengakibatkan makmumnya tersesat,saya
termasuk yang melaknat. Silahkan, saya mau bertanggung jawab bila ada orang yang
mempermasalahkan.

Masih dalam CD itu, Yusman Roy juga berkomentar, bahwa orang yang mengatakan,
Tidak sah shalat dengan disertai terjemahan, sebagai orang yang goblok pol (sangat
bodoh). Yusman Roy juga menganggap sesat orang yang tidak mengerti bahasa Arab tetapi
shalat dengan imam yang berbahasa Arab. Orang yang shalat hanya memakai bahasa Arab
saja, menurutnya, orang ini telah dicontohkan oleh Allah bahwa dia adalah model orang
yang dzalim, goblok (bodoh), dan tidak tahu apa-apa.

Arogansi Yusman Roy menjadi bertambah nyata, tatkala dia mendatangi kantor Depag dan
MUI pada tanggal 26 Januari 2005, dengan maksud agar dua lembaga tersebut bersedia
melegalisir yayasan dan edarannya.

Padahal dua lembaga tersebut menilai, yayasan Yusman Roy tidak memenuhi syarat
administrasi sebagaimana mestinya. Lantas Yusman Roy mengancam akan membunuh
pegawai Depag dan pengurus MUI, sekaligus para penanda tangan fatwa sesat yang
dikeluarkan oleh MUI. Peristiwa ini disaksikan oleh aparat kepolisian wilayah Sukun
Malang.

Berdasarkan banyak pertimbangan, serta kekhawatiran terjadinya tindakan anarkis dari


masyarakat, maka pihak aparat bekerja sama dengan Pemda Kabupaten Malang,
mengambil tindakan pengamanan terhadap Yusman Roy. Terlebih setelah masyarakat
Pasuruan turun ke lokasi rumah Yusman Roy di Sumber Waras Lawang Malang, serta berita
masyarakat Sukorejo dan Kepanjen, dan beberapa kota lainnya, akan menyusul aksi
tersebut. Belum lagi kasak-kusuk di kalangan pondok pesantren, yang merasa institusi
pondok pesantren telah dilecehkan oleh Yusman Roy, karena mengklaim rumah dan
tempat aktifitasnya sebagai pondok pesantren. Apalagi adanya kabar bahwa Yusman Roy
memelihara anjing herder di rumahnya. Terbukti majalah Nurani memuat photo Yusman
Roy sedang berjabatan tangan dengan anjingnya. Photo ini menyulut kemarahan kalangan
pondok pesantren.

Mengenai substansi ajarannya, Yusman Roy mempunyai persepsi bahwa wajib bagi
Imam shalat tatkala mengimami shalat, di saat membaca al Fatihah, harus disertai
terjemahannya, misalnya: Bismillahir rahmaanir rahiim, Dengan nama Allah yang Maha
Pengasih lagi Maha Penyayang; Alhamdu lillaahi rabbil aalamiin, Segala puji bagai Allah
Tuhan sekalian alam. Demikian dan seterusnya, dengan tujuan agar para makmum
memahami isi Alquran yang dibacanya.

Dalam tulisannya, Yusman Roy menukil beberapa cuplikan ayat Alquran. Hanya saja bagi
orang yang memahami ajaran agama Islam dengan baik, akan mengatakan bahwa ayat
yang dinukil tersebut tidak ada relevansinya dengan tata cara shalat yang diajarkannya.
Bahkan ia mengatakan bahwa tidak ada satu dalilpun, baik dari Alquran maupun Hadits
yang melarang penerjemahan Alquran di dalam shalat. Dengan diterjemahkan justru
sangatlah afdal (lebih utama) menurutnya.

Kalau kita jeli dan cerdas dalam memahami Alquran dan Hadits, khususnya di dalam
masalah shalat, tentu pemahaman di atas tidak perlu terjadi. Beberapa kitab para ulama
salaf telah membahasnya dengan rinci. Dalil-dalilnya pun konkrit, baik dari Alquran
maupun Hadits. Diantara kitab-kitab tersebut adalah Kifaayatul Akhyaar (oleh Imam
Taqyuddin Abu Bakar Bin Muhammad Al Husaini), An Nafahaat As Shamadiyah (oleh Imam
Abdurrahman Mahmud al Juhani ), Shahih Muslim (Imam Muslim), dan kitab-kitab lainnya
yang membahas tentang Mubthilaatus Shalaat (Beberapa perkara yang membatalkan
shalat). Inti dari kitab-kitab tersebut di atas, menerangkan bahwa cara shalat yang
diajarkan oleh Yusman Roy adalah batal alias tidak sah. Shalat yang batal wajib di-qadla
(diganti).
Nukilan ringkas hadits Nabi SAW riwayat Imam Muslim adalah sebagai berikut: Dari Zaid
bin Arqam ra, beliau berkata, Dulu kami pernah berbincang-bincang tatkalah shalat,
sehingga turun firman Allah ta`ala - Waquumuu lillaahi Qaanitiin (Shalatlah karena Allah
dengan penuh khusyuk), lantas kami diperintah untuk diam dan dilarang berbicara.
Bahkan Nabi SAW menegur Mu`awiyah bin Alhakam Assulami yang mendoakan
yarhamukallah (semoga Allah merahmatimu) kepada orang yang bersin di dalam shalat,
Sesungguhnya shalat itu tidak boleh sedikitpun dicampuri pembicaraan orang.
Sesungguhnya bacaan shalat itu hanyalah tasbiih (subhaanallah), takbiir (Allahu akbar) dan
bacaan Alquran. Sedangkan terjemahan bacaan shalat tergolong pembicaraan.

Nabi juga mengajarkan bacaan-bacaan yang menjadi ketentuan bagi pelaksanaan shalat,
sekaligus tata cara gerakan serta waktu-waktunya. Hingga beliau perlu menegaskan
dengan sabda beliau, Shalluu kamaa ra-aitumuunii ushallii (Shalatlah kalian sebagaimana
kalian melihat tata caraku dalam shalat). Inilah yang dinamakan amrun tauqiifiy.
Maksudnya, ibadah yang langsung diajari dan direkomendasikan oleh Nabi SAW yang tidak
bisa ditawar oleh siapapun. Hukumnya wajib diikuti oleh umat, baik faham artinya atau
tidak. Untuk memahami bacaan-bacaan yang ada di dalam shalat, umat Islam bisa
mempelajarinya di lain waktu di luar shalat.

Di dalam upaya menguatkan opininya, Yusman Roy menukil ayat (yang artinya) Hai orang-
orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga
kamu mengerti apa yang kamu ucapkan. (QS.Annisa 43).

Yusman Roy salah persepsi pada potongan ayat (yang artinya) sehingga kamu mengerti apa
yang kamu ucapkan, yang mana menurut pemahamannya harus diterjemahkan. Padahal
maksud ayat ini adalah larangan melakukan shalat dalam keadaan mabuk, misalnya karena
minum arak. Sebab orang mabuk tidak bisa mengontrol pembicaraan. Bahkan membaca
Alquran di saat mabuk bisa merubah bacaan Alquran yang sekaligus juga akan merubah
artinya. Padahal memasukkan satu kata dari pembicaraan orang bisa membatalkan shalat,
apalagi dengan mengigau saat mabuk. Untuk itulah diturunkan ayat ini.

Ayat berikutnya yang dinukil Yusman Roy adalah (yang artinya), Kami tidak mengutus
seorang Rasulpun, melainkan dengan bahasa kaumnya, supaya ia dapat memberi
penjelasan dengan terang kepada mereka (QS. Ibrahim 4).

Ayat ini juga dipelintir dengan gegabah, bahwa tatkala seorang imam memimpin shalat,
maka ia harus menerjemahkan dengan bahasa kaum di mana ia hidup. Padahal ayat ini
mempunyai arti, bahwa setiap Rasul yang diutus oleh Allah, pastilah menggunakan bahasa
kaumnya. Hal ini untuk mempermudah penyampaian syariat Allah. Demikian juga Nabi
Muhammad SAW, diutus dengan menggunakan bahasa Arab, sebab beliau hidup di
kalangan bangsa Arab. Maka dengan sendirinya, bahasa Arab menjadi bahasa agama Islam.
Setiap muslim wajib menguasai bahasa Arab, minimal sebatas yang dipergunakan sebagai
ibadah wajib yang tidak bisa ditawar. Seperti pelaksanan ibadah shalat yang sifatnya
tauqiify (dogmatis).

Sudah menjadi pengertian umum, bahwa setiap bahasa yang berkembang di dunia ini
mempunyai ciri khas masing-masing. Para pakar bahasa pasti mengatakan tidak akan
mungkin menerjemahkan suatu bahasa tepat seperti aslinya baik secara gramatikal,
dialek, sastra, keindahan susunan, dan lain sebagainya. Khusus dalam Alquran, terdapat
rahasia ijaaz lughawi (mukjizat bahasa) yang hanya dimengerti oleh orang-orang yang
menguasai sastra Arab yang bernilai tinggi.

QS Ibrahim 4 di atas, sama sekali tidak ada keterkaitannya dengan masalah tata cara
shalat yang difahami Yusman Roy. Apalagi dengan nukilan ayat berikut yang artinya, Dan
jikalau Kami jadikan Alquran itu suatu bacaan dalam selain bahasa Arab, tentulah mereka
(orang kafir Quraisy) mengatakan: mengapa tidak dijelaskan ayat-ayatnya (dengan bahas
Arab yang kami fahami) ? Apakah (patut Alquran) dalam bahasa asing sedang (rasul adalah
orang) Arab? Yusman Roy menandaskan, bahwa maksud dari Mengapa tidak dijelaskan
ayat-ayatnya? adalah kok tidak disertai terjemahan bahasa kaum?

Ayat ini bukanlah perintah untuk menerjemahkan bacaan Alquran di dalam shalat. Tapi
menerangkan bahwa intrik-intrik orang kafir Quraisy, selalu mencari dalil, agar mereka
bisa menjatuhkan Islam dan Nabi Muhammad SAW, dengan pernyataan-pernyataan konyol
dalam menolak Alquran. Untuk itulah Allah menceritakan, Andaikata Alquran ini
diturunkan dalam bahasa Ajam (non-Arab), pasti orang kafir Quraisy akan berkomentar
kami tidak faham. Namun kenyataannya Allah menurunkan Alquran dengan bahasa Arab,
maka tidak ada jalan bagi orang kafir Quraisy untuk menolaknya.

Sebagian kalangan berpendapat, permasalahan ini merupakan khilafiyah fiqhiyyah


(perbedaan dalam masalah fiqih). Imam Abu Hanifah, menurut hasil kajian mereka,
memperbolehkan orang shalat untuk membaca Al Fatihah yang diterjemahkan ke dalam
bahasa Persia, baik orang tersebut cakap membaca Alquran atau tidak.

Padahal Imam Abu Hanifah sendiri, sebenarnya telah merujuk (mencabut) pendapatnya
tentang sahnya shalat dengan bahasa Persia, bagi orang yang bisa berbahasa Arab. Imam
Abu Hanifah tidak menggunakan lagi pendapat tersebut, karena yang diperintahkan adalah
membaca teks Alquran, sesuai dengan firman Allah SWT (yang artinya) : Maka bacalah apa
yang mudah bagimu dari Alquran. Rujuk Abu Hanifah ini bisa dilihat di Kitab at Taqrir wa
at Tahbir, karangan Muhammad bin Muhammad bin Muhammad bin Hasan bin Ali bin
Sulaiman bin Umar bin Muhammad (825-879H), juz 2 / hal 283-285, cetakan Darul Fikr
Beirut Lebanon, 1996. Juga di Kitab al Fiqhu al Islami wa Adillatuh, karya Dr. Wahbah az
Zuhaily (Syria), Juz I / hal 255.

Berkaitan dengan landasan syar`i di atas, dengan didukung oleh ayat-ayat Alquran dan
hadits yang berhubungan dengan masalah ini, serta pengaduan tentang keresahan
masyarakat, maka pada tanggal 21 Januari 2004, MUI Kabupaten Malang mengeluarkan
Keputusan Fatwa yang salah satu bunyinya (Pasal I): Ajaran yang disebarkan oleh KH.
Moch. Yusman Roy melalui dua selebaran yang dibagikan kepada jama`ah Jum`at di
beberapa masjid di kecamatan Lawang dan Singosari yang berjudul Kita Sudah Merdeka
dan Cara Shalat dan Mengimami Shalat Berjama`ah yang Afdhol, adalah sesat dan
menyesatkan ummat Islam dan merusak syariat Islam yang telah diajarkan Nabi
Muhammad SAW.

Yusman Roy sebenarnya telah mengirim surat resmi permintaan maaf kepada MUI, dan
MUI menerima permintaan maaf itu. Namun, ternyata dia masih terus menyebarkan
selebaran dan CD, yang isinya pelaknatan terhadap imam shalat yang tidak
menerjemahkan bacaan shalatnya.

Bahkan klimaksnya adalah tampilnya Yusman Roy dalam dialog yang diadakan di IAIN
Sunan Ampel Surabaya, dan tampilnya di media elektronik, serta diekspos oleh media
massa secara besar-besaran, termasuk oleh Radio BBC.

Tidak menutup kemungkinan, adanya pihak ketiga terobsesi oleh kasus Aminah Wadud,
seorang imam wanita shalat Jum`at di gereja dari kalangan kelompok liberal di Amerika,
yang berusaha mencuatkan kasus ini.

Dalam gugatan resmi pihak Yusman Roy yang diajukan ke Pengadilan Negeri Kabupaten
Malang, tertera rincian pengeluaran dana untuk selebaran dan kaset CD yang dia
sebarkan, senilai Rp 1 Milyar.

Padahal menurut pengakuan Yusman Roy kepada kalangan pers, dia seorang
pengangguran. Dengan demikian, timbullah asumsi masyarakat yang mengindikasikan ada
pihak ketiga di balik kasus ini.

Maka sesuai tugas dan wewenangnya, sudah tepat tindakan MUI Kabupaten Malang
mengeluarkan fatwa kesesatan ajaran Yusman Roy. Fatwa MUI Kabupaten Malang, ini juga
telah dikuatkan oleh fatwa MUI Propinsi Jatim, dan fatwa MUI Pusat. Bahkan banyak sekali
ormas serta kalangan pergerakan Islam yang mendukung fatwa tersebut.

Diantaranya Hizbut Tahrir Indonesia, FPI Jatim, MMI, FPIS Surakarta, FSPS (Forum
Silaturahmi Peduli Syariat), Haiah as Shofwah, Hidayatullah, PBB Jatim, PKS, TPM (Tim
Pengacara Muslim) Pusat, TPBB (Tim Pengacara Bom Bali), Tim Pengacara dari Kosgoro, NU
Kabupaten Malang, Muhammadiyah Malang, Persatuan Pengacara se-Surabaya, LBH UMM,
kalangan habaib, pondok-pondok pesantren, dan masih banyak ormas-ormas lainnya. Tak
kalah banyaknya juga dukungan yang bersifat perorangan. Dukungan mereka ini
disampaikan baik via telepon, SMS, tanda tangan, serta pernyataan sikap, baik secara lisan
maupun tulisan, kepada pengurus MUI Kabupaten Malang.

Ditahannya Yusman Roy sejak hari Jum`at tanggal 6 Mei 2005, pada dasarnya adalah
akibat ulah provokasinya. Bahasa yang digunakan Yusman Roy menimbulkan kemarahan
masyarakat yang menjurus ke tindakan anarkis. Karena itulah aparat sesuai dengan
kewenangannya, mengambil langkah pengamanan terhadap Yusman Roy, sekaligus demi
keamanan wilayah Malang, agar tidak terjadi peristiwa SARA sebagaimana yang terjadi di
Poso.

Maka pada pagi hari Jumat, sebelum penahanan Yusman Roy, sekitar 30 orang berkumpul
di Pendopo Kabupaten Malang. Mereka berasal dari berbagai instansi, mulai dari Muspida
Kabupaten Malang, Tokoh Agama, KOMINDA, badan legislatif, dan MUI sendiri. Semua yang
hadir dalam rapat koordinasi itu menyatakan bahwa apa yang diajarkan Yusman Roy bisa
meresahkan masyarakat, bahkan bisa menjurus ke tindak kerusuhan massal. Pada hari itu
juga, keluar keputusan Bupati Malang untuk menghentikan kegiatan Pondok I`tikaf Ngaji
Lelaku pimpinan Yusman Roy.

Perlu dipahami oleh masyarakat, kasus Yusman Roy, mulai sejak awal, tidak terkait
dengan kepentingan politik apapun termasuk Pilkada. MUI adalah lembaga keagamaan
yang mengurusi keummatan. Dalam aktifitas maupun fatwanya, tidak mempunyai tendensi
politik apapun, apalagi memanfaatkan situasi politik yang berkembang. Kasus ini murni
urusan ketersinggungan ummat Islam atas provokasi Yusman Roy.

Meskipun kasus Yusman Roy sudah menasional, bahkan sudah go-internasional, namun MUI
Kabupaten Malang sedapat mungkin menyelesaikan perkara ini secara lokal. Sebab tujuan
MUI tiada lain hanyalah untuk kemaslahatan mayoritas ummat, dan kepentingan yang
lebih besar.

UCAPAN DAN PERBUATAN YANG MENYEBABKAN KEMURTADAN

ERa globalisasi mendorong manusia untuk selalu melakukan segala aktifitas guna me-
menuhi kebutuhan dan meningkatkan taraf hidup yang lebih baik. Seorang muslim apabila
tidak selektif dalam bertindak, ia akan melakukan perbuatan yang terkadang tanpa
disadari dapat menyebabkan kemur-tadan. Mereka tidak lagi mengetahui batas batas
perintah dan larangan agama, ter-utama perkara yang menyangkut keimanan dan
keyakinan (aqidah).

Suatu perbuatan yang dzahirnya tampak Islami, belum tentu sesuai dengan al-Quran
maupun Hadits. Akibatnya, seringkali terjadi,tanpa disadari pelakunya telah melanggar
aturan agama,bahkan mungkin melampaui batas aqidah Islamiyah yang akan menentukan
status seseorang, apakah dia masih layak dianggap muslim, atau sama sekali sudah ke luar
dari Islam. Hal ini bisa terjadi, adakalanya karena ketidak mengerti-an terhadap ajaran
agama secara benar dan mendalam, atau ada unsur sengaja menentang Islam.

Mengenai hal ini Allah berfirman yang artinya: Dan ba-rang siapa yang murtad (keluar dari
agama Islam) di antara kalian dari agamanya lantas dia mati dalam kekafiran, maka
mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan akhirat, dan mereka itulah penghuni
neraka, mereka kekal di dalam-nya.(Q.S. Al-Baqarah, 217).
Ayat ini mengandung pengertian bahwa seorang muslim tidaklah bebas melakukan apa
saja sekehendak hatinya. Apabila ia berbuat sesuatu yang bisa menyebabkan kemurtadan
(keluar dari agama Islam), maka Allah meng-hukuminya sebagai orang kafir.

Adapun macam-macam perbuatan murtad telah banyak ditulis oleh para ulama salaf. Di
antaranya akan diuraikan dalam risalah ringkas ini, dengan pertimbangan bahwa Nabi
Muhammad r telah mengingatkan ummat Islam tentang peri-laku mereka dalam sabda
beliau yang intinya: Adakalanya seseorang itu pada saat pagi hari dalam keadaan Islam
tiba-tiba pada sore harinya sudah menjadi kafir, dan sebaliknya pada saat sore hari dia
muslim ternyata esok harinya sudah menjadi kafir.

Pengertian Murtad

Sebelum diuraikan bentuk dan jenis kemurtadan, maka sangat perlu kiranya untuk
mengetahui definisi murtad. Syekh Muhammad al Hijaz al Halabi mendefinisikan murtad
sebagai berikut: Murtad adalah pemutusan seorang mukallaf (muslim) dari agama Islam
dengan pilihannya sendiri (dengan senang hati dan tidak dipaksa), dengan berniat,
berbuat atau berucap yang menyebabkan kekafiran. Baik dia melakukan semua itu dengan
cara meremehkan, itiqad (penuh keyakinan) maupun sengaja menentang (agama Islam).

Pandangan para ulama dalam menyikapi orang yang murtad adalah sebagai berikut:
Sesungguhnya orang yang murtad (keluar dari agama Islam) itu berhak dibunuh (di negara
yang memberlakukan hukum Islam secara menyeluruh), istri-nya tertalak bain (talak tiga)
darinya, tidak berhak menerima warisan dari kerabatnya yang mukmin, tidak boleh
ditolong sekalipun minta pertolongan, tidak boleh dipuji atapun disanjung sekalipun
melakukan kebajikan atau kebaikan, hartanya menjadi harta faik (dimasukkan ke baitul
maal) untuk kemaslahatan kaum muslimin.

Semua ini adalah hukuman untuknya di dunia. (Sebagai hukuman akhirat) dia tidak
berhak atas pahala amal ibadahnya yang dia kerjakan selama masa dia beriman, bahkan
pahalanya dicabut dan tidak memiliki apapun dari pahala itu.2
Menengok keterangan di atas, maka sudah selayaknya ummat Islam mengetahui beberapa
macam perbuatan murtad yang dewasa ini banyak berkembang di tengah masyarakat.

Berikut ini akan diuraikan macam-macam perbuatan yang bisa mengeluarkan seorang
muslim dari agama Islam, dengan harapan agar kita lebih berhati-hati dalam bertindak
dan tidak sampai terjurumus kepada perbuatan yang membahayakan aqidah. Beberapa
perbuatan yang dapat menyebabkan murtad di antaranya :

1. Murtad Karena Ridla (Rela) Terhadap Kekafiran

Kaitan sikap rela (ridla) terhadap kekufuran telah disebutkan dalam kaidah fiqih: Ridla
(setuju) terhadap kekafiran hukumnya kafir, seperti seorang muslim setuju (apalagi
mendukung) perbuatan ritual orang Yahudi dan Nasrani, dan ikut membantu menyiarkan
agama mereka, menyebabkan orang tadi murtad (keluar dari agama Islam). Demikian juga
(hukumnya orang yang) membantu menyiarkan kekafiran yang keluar dari kelompok aliran
sesat.

Al Imam al Qadli Iyadl menerangkan dalam kitab beliau as Syifa bi Tarifi Haqqi al Musthafa:
Demikian juga kita (kaum muslimin) menganggap kafir orang yang tidak mengkafirkan
penganut agama atau aliran-aliran selain yang dianut oleh kaum muslimin, atau
mendukung mereka (penganut agama selain Islam), atau meragukan kesalahan mereka,
atau pula membenarkan keyakinan mereka, meskipun orang tersebut menampakkan
keislamannya.

Jadi, jika ada orang yang tidak mengkafirkan penganut agama selain Islam, maka orang
tersebut dihukumi kafir. Kejadian semacam ini sangat banyak ditemukan di kalangan
orang-orang Islam sendiri yang biasanya berdalih untuk memperjuangkan hak asasi
manusia, saling menghargai antar sesama ummat beragama dan helah lainnya.

Dalam kaitan ini Islam memperbolehkan ummatnya untuk memperjuangkan hak asasi
manusia sebatas tidak bertentangan dengan ajaran Islam, seperti memperjuangkan hak
kebebasan berdagang, hak mempertahankan harta milik, dan hak lainnya yang bersifat
duniawi. Namun memperjuangkan hak kebebasan seseorang untuk berbuat kekafiran dan
kemusyrikan di muka bumi, jelas dilarang oleh Islam.

2. Murtad Karena Persekutuan (Kerjasama)

Dalam memahami perbuatan murtad yang disebabkan karena adanya hubungan


persekutuan atau kerjasama, perlu kiranya ummat Islam memperhatikan pendapat
beberapa ulama seperti:

~ Al-Imam al-Qadli Iyadl al-Yahsubi (wafat th. 544 H) menerangkan, bahwa termasuk
perbuatan yang menyebabkan kemurtadan adalah: Berjalan ke gereja bersama ummat
Nasrani dengan memakai ikat pinggang (khas mereka) di hari-hari raya mereka.4

~ Penjelasan di atas dilengkapi oleh keterangan seorang ulama dari Halab, as-Syeikh
Muhammad al-Hijaz: Di antara macam-macam kemurtadan adalah berjalan ke gereja
bersama penganut Nasrani dan berkumpul bersama mereka dalam perayaan-perayaan
keagamaan yang diadakan di gereja dan ikut meramaikan syiar-syiar kekafiran lainnya.5

~ Senada dengan Syeikh Muhammad al Hijaz, Imam Abu al-Qasim Hibatullah bin al-
Husain bin Mansur at-Thabari al-Faqih as-Syafii mengatakan: Tidak diperbolehkan kaum
muslimin menghadiri hari raya atau ritual mereka (orang kafir baik Yahudi maupun
Nasrani atau agama lainnya), karena mereka itu berada dalam kemungkaran dan
kerusakan, apabila orang yang baik (orang muslim) berkumpul dengan ahli kemungkaran
(orang-orang kafir) tanpa mengingkari (perbuatan mereka), sama halnya meridlai
kemungkaran mereka dan mendukungnya, maka kita mengkhawatirkan turunnya adzab
Allah kepada pengikut mereka (kaum muslimin yang meridlai kekafiran) sehingga adzab
Allah pun menjadi musibah bagi semua orang. Kita berlindung dari kemurkaan-Nya.6

~ Abu al-Hasan al-Amidi mengatakan bahwa ummat Islam tidak diperbolehkan


menyaksikan perayaan ritual orang-orang Nasrani dan Yahudi. Hal ini sebagai nas
(ketetapan) Imam Ahmad.7

~ Selain dilarang menghadiri perayaan ritual non muslim, ummat Islam juga
diperintahkan untuk menjauhi kegiatan ritual non muslim, sebagaimana hal ini telah
diriwayatkan oleh seorang ulama hadits terkemuka Imam Bukhari (termaktub di luar kitab
Shahih Bukhari), bahwa Sayyidina Umar bin al-Khatthab Radhiyallahu anhu telah berkata:
Jauhilah (orang-orang kafir) pada saat perayaan ritual mereka.8

~ Selain itu, termaktub pula dalam kitab-kitab pengikut Imam Abu Hanifah: Barang siapa
memberi hadiah semangka (kepada orang-orang kafir) pada saat hari raya perayaan ritual
mereka dengan maksud menghormati perayaan tersebut, maka orang tesebut telah kafir.9

Namun yang patut menjadi keprihatinan bersama adalah, sejak menggelindingnya bola
reformasi banyak dari kalangan ummat Islam yang bersedia menghadiri undangan
perayaan hari-hari besar ummat non muslim, yang diadakan di tempat-tempat ibadah
mereka atau di tempat perayaan manapun yang, sekali lagi hal tersebut dilakukan atas
nama demokrasi, toleransi dan hak asasi manusia.

Demikian pula dengan kehadiran ummat Islam pada seminar yang diadakan di gereja atau
di tempat-tempat perkumpulan yang diadakan oleh kaum Nasrani, yang mana dalam hal
ini terdapat unsur imaratul kanais (menyemarakkan/mendukung kegiatan gereja). Inilah di
antara perbuatan yang dapat membahayakan aqidah ummat Islam.

Dalam konteks ini Allah berfirman yang artinya: Janganlah orang-orang mukmin
menjadikan orang-orang kafir sebagai penolong/teman akrab dengan meninggalkan orang
mukmin.

Barangsiapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah kecuali karena
siasat (memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka). Dan Allah
memperingatkan kamu akan siksa-Nya. (QS. Ali Imron:28). Firman Allah pula yang artinya:
Kabarkanlah kepada orang-orang munafik bahwa mereka akan mendapat siksa yang
pedih.

Yaitu orang-orang yang menjadikan orang-orang kafir sebagai penolong/teman akrab


dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Apakah mereka mencari kekuatan di sisi orang
kafir itu? Maka sesungguhnya seluruh kekuatan itu adalah milik Allah. (QS. Al Baqarah,
138-139)

3. Murtad Karena Perkataan


Murtad yang disebabkan karena perkataan sangatlah banyak. Tentunya yang dimaksud
perkataan disini ialah perkataan yang bernada menghina dan melecehkan agama Islam dan
ummat Islam (seperti ucapan seseorang yang jelas bertentangan dengan ayat al Quran dan
hadits, ucapan yang bernada menghina Rasulullah r, atau ucapan yang mendis-kreditkan
al-Quran serta Hadits mutawatir, seperti mengatakan isi al-Quran sudah tidak relevan
untuk saat ini, untuk itu perlu direvisi, atau mangatakan Nabi Muhamammad itu manusia
biasa, jadi adakalanya benar, juga adakalanya salah, jadi boleh saja kita berselisih
pendapat dengan beliau), maupun ucapan yang bersifat mengakui kebenaran ajaran
agama orang kafir, dan meragukan kebenaran ajaran Islam.

Contohnya, ucapan seorang muslim: Orang Yahudi dan Nasrani itu lebih baik daripada
orang Islam, dengan maksud memuji orang kafir dan mencela orang Islam. Demikian pula
apabila seseorang mengatakan bahwa orang Nasrani itu bukan kafir, karena agama Nasrani
juga termasuk agama samawi yang mengakui adanya Tuhan, ucapan ini jelas bertentangan
dengan firman Allah I yang artinya: Sungguh kafirlah orang yang mengatakan Bahwa Allah
itu salah satu dari yang tiga (trinitas). (Qs. Al-Maidah, 73)

Ajaran Trinitas ini merupakan keyakinan orang-orang Nasrani, dan Allah I menghukumi
mereka sebagai orang kafir. Dengan demikian, orang yang mengatakan bahwa orang
Nasrani itu bukan kafir, telah dianggap murtad, karena bertentangan dengan firman Allah.
Al-Imam al-Qadli Iyadh menukil:dan al-Imam al-Ghazali mengatakan sebagaimana
keterangan terdahulu dalam kitab at-Tafriqah, perkataan tersebut (di atas) adalah kafir
menurut ijmak para ulama (sebagai hukum) bagi orang yang tidak menganggap penganut
Nasrani dan Yahudi itu kafir.10 `

KILAS SEJARAH KOMUNISME

SEBAgai realitas sejarah telah menceritakan bahwa faham komunis pada awal mula-
nyatumbuh dan ber- kembang di Uni Soviet (Rusia). Dalam tulisan Olaf Schumann yang
berjudul Persepsi Diri dan Persepsi Majemuk di Barat disebutkan sebagai berikut:
Pada saat yang sama (hancurnya Khi-lafah Utsmaniyah setelah Perang Dunia I, pen) Roma
Ketiga di Moskow mengisi kekosongan di Timur dengan memindahkan-nya agak ke Utara.

Jadi situasi dua kutub ini merupakan pengingat atas bekas hubungan tegang antara dua
pusat Kristen, yaitu antara Byzantium dan Franks. Namun Moskow mengalami transformasi
mendasar sejak 1917. Meski mewarisi struktur kekuasaan dan masyarakat dari Byzantium,
para pewaris revolusi Bolshevik memobilisasi potensinya dengan menggunakan sebuah
ideologi yang diciptakan di antara sepupu Kristen Eropa Barat, yaitu komunisme Marxis.

Saya tidak akan membahas aspek politik, ekonomi maupun militer (perang dingin) berkali-
kali ke bawah sadar menciptakan tanah subur bagi terciptanya perang dingin.
Pada latar belakang konflik kutub lainnya antara Barat dan Timur, konflik perang dingin
bukanlah sesuatu yang khas, yang sesungguhnya merupakan konflik antara dua saudara
dekat. Tapi pandangan ini sama sekali tidak bermaksud meremehkan kekerasan konflik
tersebut.

Sebagaimana kita ketahui, konflik paling mematikan biasa-nya tidak terjadi antara orang
asing, tapi antara saudara dekat atau bahkan saudara kandung yang tidak berani berbicara
terbuka satu sama lain.

Oleh karena itu pembunuhan pertama yang dikisahkan dalam Injil adalah pembunuhan
adik oleh kakaknya sendiri, dan bukan dibunuh oleh orang asing 11
Dalam wacana di atas, tergambar dengan jelas bahwa hubungan antara Komunisme (Uni
Sovyet) dan Kristen Barat (Roma) pada mulanya adalah satu.

Pengaruh Kristen yang meliputi belahan barat dunia, pada akhirnya tersentral di benua
Amerika yang sarat dengan kebudayaan dan peradaban Barat. Karena itu tak heran jika
sebelum tahun 1990-an sebelum Uni Sovyet tumbang, perang dingin yang paling tajam
adalah antara Amerika Serikat (USA) dengan Uni Sovyet, atau bisa dikatakan sebagai
perseteruan dua saudara kandung, kakak dan adik.

Namun sejak tumbangnya Uni Sovyet, gerakan yang paling getol memaksakan
kehendaknya kepada penduduk dunia adalah Amerika Serikat (USA). Karena itu gerakan
ini patut dikatakan sebagai Amerikanisasi Dunia yang mengarah kepada liberalisme, atau
yang lazim disebut Westernisasi, karena memang di sanalah pusat peradaban Barat
dewasa ini.

Seluruh dunia telah tahu, bahwa di belakang Amerika Serikat (USA) ada dua kelompok
besar yang saling berebut kepentingan, yaitu kelompok Yahudi Israel yang segala
kepentingannya selalu diback up Amerika, dan kelompok Kris-ten sebagai agama
mayoritas bangsa Barat. Dua kelompok ini apabila menghadapi ummat Islam, mereka
bersatu-padu dengan segala upaya demi kehancuran Islam. Strategi demi strategi telah
dilancarkan, gagal yang satu beralih kepada strategi lainnya, yang semuanya bertujuan
untuk menghancur-kan Islam dan ummat Islam.

Dari keterkaitan tiga kelompok musuh Islam; Yahudi, Kristen Barat dan Komunis, lahir
beberapa faham pemikiran yang sengaja dipasarkan ke pelbagai belahan dunia termasuk
ke negeri-negeri Islam. Diantara faham-faham tersebut adalah:

Kapitalisme: Sebutan bagi organisasi perekonomian yang berdasarkan hak milik


partikelir, kebebasan di lapangan produksi, kebebasan untuk menjalankan/
membelanjakan pendapatan sedang cara terbentuknya harga menentukan perkembangan
perekonomian.12
Liberalisme: Aliran yang menghendaki pemerintahan berdasarkan kebebasan kekuasaan
rakyat.13
Sekularisme: Usaha menduniawikan hal-hal yang selama ini terikat pada unsur
kerohanian14 (termasuk usaha fashlud diin anid daulah ( pemisahan agama dari urusan
pemerintahan, pen)

Zionisme: Aliran yang bertujuan mendirikan kembali negara Yahudi Raya di


Palestina.15

Komunisme: Faham yang menghendaki kehidupan manusia bersendikan kebudayaan


bersama, dan faham ini pada hakekatnya tidak mengakui adanya Tuhan.16

Atheisme: Ajaran yang tak mengakui adanya Tuhan.17

Anarkhisme: Aliran yang menghendaki tidak perlu adanya peraturan di dalam


masyarakat, tidak menghendaki adanya pemerintahan di dalam suatu negara. Mula-mula
ajaran ini dibawa oleh Bakunin, Kropotkin dkk. Ajaran ini timbul dari kalangan kaum
Komunis di Rusia, yang sebenarnya adalah golongan-golongan kapitalis kecil.18

Materialisme: Ajaran yang berpangkal tolak pada soal-soal materi, kebendaan,


menganggap Tuhan tidak ada, kerena segala sesuatu berpangkal pada benda/sesuatu yang
wujud di dunia. Faham inilah yang menjiwai gerakan komunisme.19

Fasisme: Faham nasionalisme yang berlebihan dimana yang menjadi tujuan utama
adalah negara. Orang wajib mengorbankan segalanya untuk negara, meskipun untuk suatu
kekejaman terhadap mereka yang menolak kehendak penguasa negara. Faham ini
dijalankan oleh diktator Mussolini di Italia Th. 1940/1942.20

Demokrasi Liberal: Demokrasi ala negara-negara Barat dengan sistem pemerintahannya


yang parlementarisme. Pada prakteknya, faham ini membuka kesempatan luas bagi
masyarakat untuk mengadakan multi partai politik. Kabinet yang dibentuk berdasarkan
partai-partai pemenang pemilu, dan memungkinkan jatuhnya kabinet karena oposisi dari
partai di luar kabinet.21 (Di dalam agama Islam yang dikenal adalah sistem pemerintahan
musyawarah dari kalangan ummat Islam sendiri, tanpa intervensi pihak-pihak di luar
Islam, pen).

Nasionalisme: Faham yang menghendaki sistem kebangsaan dalam suatu negara.


Perwujudan dari golongan yang berfaham nasionalisme ialah partai-partai yang berpolitik
nasional.22

Sinkretisme: Upaya pencampuradukkan dan penyatuan agama-agama dalam satu


wadah, hingga tanpa disadari pemeluk tiap-tiap agama telah murtad dari agamanya
masing-masing. Mereka melakukan ritual keagamaan secara bersama-sama dengan
pemeluk agama lain, seperti yang terjadi akhir-akhir ini di Indonesia, dimotori oleh
Abdurrahman Wahid dan kelompoknya dengan mengadakan Doa Bersama antar ummat
beragama (muslim-non muslim ).

Banyaknya faham-faham yang disodorkan oleh musuh-musuh Islam, ternyata berdampak


negatif bagi moral, perilaku, dan peradaban ummat Islam. Hal tersebut bukan hanya
mempengaruhi lapisan awam ummat Islam, bahkan telah banyak tokoh-tokoh Islam yang
terlibat di dalam mensukseskan strategi-strategi musuh, secara sengaja maupun tidak.
Diantara keterlibatan dan peranan tokoh-tokoh Islam nasional seperti Abdurrahman Wahid
dkk dalam konspirasi dengan pihak-pihak musuh Islam.

Mereka inilah tokoh-tokoh muslim yang gigih memperjuangkan kepentingan non muslim
dengan alasan demokrasi dan kemanusiaan (humanisme), dengan melupakan penderitaan
ummat Islam yang teraniaya oleh pihak musuh di pelbagai belahan dunia.

Keberadaan Forum Demokrasi (Fordem, diketuai Abdur-rahman Wahid) yang


beranggotakan muslim dan non muslim dari berbagai agama, adalah sebagai salah satu
bukti
keterlibatannya di dalam keikutsertaan pengkaburan aqidah ummat Islam, hingga
lunturlah ruhul jihad dari diri ummat yang bernaung di dalamnya.

Demikian juga pembentukan Gerakan Anti Diskriminasi (GANDI) oleh Abdurrahman Wahid
dalam upaya melindungi minoritas non muslim, untuk menyaingi Kongres Ummat Islam II
yang diadakan di Masjid Istiqlal, Jakarta.

Tokoh-tokoh muslim semacam Dr. Said Agil Siraj yang dengan terang-terangan
memperjuangkan Khonghucu agar diakui sebagai agama resmi, serta berkhotbah di gereja,
dan menganjurkan ummat Islam untuk silih berganti dan saling menghadiri ritual agama-
agama samawi.

Bahkan merencana- kan pembangunan rumah ibadah bersama untuk semua agama, dalam
satu gedung bertingkat dengan pembagian misalnya, tingkat dasar adalah masjid ummat
Islam, dan di atasnya adalah gereja ummat Kristen, di atasnya lagi untuk ummat Hindu, di
atasnya untuk ummat Budha, dan seterusnya, sebagaimana yang pernah dilontarkan dalam
pidatonya di kota Tuban Jawa Timur.

Tokoh-tokoh muslim yang lebih mementingkan wawasan kebangsaan dan kemanusiaan


(humanis) daripada dasar keislaman, sehingga dalam berpolitik pun lebih
memperjuangkan nasionalisme.

Tokoh-tokoh muslim yang berfaham sekular, yang berjuang dengan gigih untuk
memisahkan urusan negara (pemerintahan) dari kaedah-kaedah agama sebagaimana yang
sering digembar-gemborkan oleh Abdurrahman Wahid Cs.

Tokoh-tokoh muslim yang menolak pemberlakuan atau formalisasi syariat Islam ke


dalam konstitusi Republik Indonesia, dengan dalih demokrasi dan kepentingan non muslim
minoritas.

Tokoh-tokoh muslim yang bergabung dalam gerakan Jaringan Islam Liberal, yaitu satu
gerakan yang sengaja menolak terhadap upaya ummat Islam dalam mem-bentengi
kemurnian Aqidah dan ajaran Islam yang diajar-kan oleh Rasulullah r. Jaringan ini sengaja
mencampur-adukkan antara yang haq (Islam) dengan yang bathil (agama selain Islam)
dengan dalih persamaan kedudukan antar ummat beragama.

Figur-figur tersebut di atas, adalah cerminan dari ba-nyaknya tokoh-tokoh muslim yang
terlibat konspirasi dengan pihak musuh Islam, dalam usaha penghancuran aqidah ummat
Islam `

KONFLIK THEOLOGI
BERDAMPAK PADA
KONFLIK FISIK

DALam sejarah awal munculnya agama Islam yang dibawa oleh Rasulullah r, ummat
Islam telah men-dapat tekanan dari orang-orang kafir Quraisy. Tekanan tersebut berupa
pemboikotan, penyiksaan, intimidasi, pe-rampasan harta, hingga peperangan demi
peperangan yang harus dihadapi ummat Islam. Hal tersebut didapati baik saat ummat
Islam berada di kota Makkah maupun sesudah hijrah ke kota Madinah.

Tekanan terhadap ummat Islam ternyata bukan hanya dari orang-orang kafir Quraisy
semata, namun bangsa Yahudi di antaranya dari Bani Qainuqa Madinah telah berusaha
merongrong ummat Islam, dengan peng-khianatan mereka terhadap pemerintahan
Rasulullah r pada saat beliau merintis ber-dirinya negara Islam pertama, negara al Ma-
dinah al-Munawwarah atas kesepakatan damai dengan orang-orang di luar Islam yang
tersebar di kota Madinah saat itu.

Kesepakatan damai tersebut menjadi terkenal dengan istilah Mitsaqul Madinah (Piagam
Madinah). Namun peraturan yang sudah baik dan indah tersebut dikhianati oleh orang-
orang Yahudi, hingga berakhir dengan pengusiran orang-orang Yahudi Bani Qainuqa`, Bani
Nadhir, Bani Quraidlah dari negara Madi-nah oleh Rasulullah r.23 Dari sinilah bermula
intrik-intrik kaum Yahudi dalam upaya melancarkan serangan balasan dengan berbagai
macam cara, baik fisik maupun moral demi kehancuran ummat Islam.

Belum usai kaum Yahudi dalam menyusun strategi peng-hancuran Islam, datanglah
ancaman dari musuh yang lain. Dalam satu peristiwa besar yang tidak akan terlupakan
oleh sejarah, Perang Salib yaitu peperangan antara ummat Islam dengan orang-orang
Nasrani, yang terjadi pada tahun 1096-1291 M, atau selama dua abad yang belangsung di
kawasan Palestina dan Syam (Yordania, Libanon, dan Syria).
Peperangan demi peperangan tentunya membawa korban yang tidak sedikit. Baik nyawa
para syuhada maupun warisan peradaban yang agung dan mulia, yang tertulis dalam
karya-karya para ulama salaf. Setelah orang-orang Nasrani memboyong dan mengalih-
bahasakan karya-karya monumental tersebut, mereka membumi-hanguskannya, sehingga
hanya beberapa karya saja yang bisa sampai kepada ummat Islam saat ini.

Konflik ini, ternyata masih membekas di kalangan orang-orang Kristen Barat, hingga
persepsi mereka terhadap Islam selalu dikaitkan dengan Demonism (kepercayaan kepada
syetan).24 Ummat Islam tak akan pernah lupa akan tulisan Salman Rushdie The Satanic
Verses (Ayat-ayat Syetan). Di samping pelecehan semacam itu terhadap ummat Islam,
banyak hal yang dilakukan oleh musuh-musuh Islam yang sangat menyakitkan berupa
pembantaian-pembantaian sadis dan berdarah-darah.

Ummat Islam di Palestina dengan senjata yang sangat sederhana, harus berhadapan
dengan Yahudi Israel yang dipersenjatai Amerika dengan peralatan modern. Etnis Bosnia-
Herzegovina Muslim dibantai oleh milisi dan militer Kristen Ortodok Serbia. Sebanyak 150
juta ummat Islam harus me-rasakan pahitnya kolonisasi Inggris dan Perancis. Muslim Moro
di pulau Mindanao mendapat tekanan dari pemerintah Filipina (Kristen).

Ummat Islam di India, khususnya Kashmir, tak kalah men-deritanya oleh keganasan kaum
mayoritas Hindu dan Sikh. Penderitaan etnis Albania muslim di propinsi Kosovo dari
pembantaian militer Kristen Serbia (Yugoslavia). Pemusnahan muslim dari bumi Andalusia
(Spanyol) melalui pengadilan Taftisy (Api, pilihan bagi ummat Islam, dibaptis atau dibakar
hidup-hidup), pasca kemenangan kekuatan Kristen, dibawah komando raja Ferdinand dan
ratu Isabella.

Pembunuhan terhadap muslim Eritrea oleh militer Marxis-Salibis Ethiopia. Penyerbuan


dan pembumi-hangusan militer Komunis Rusia terhadap 2 propinsi Islam yang menyatakan
kemerdekaannya, Chechnya dan Dagestan, hingga saat ini aroma kepulan mesiu masih
menyengat di kedua propinsi tersebut.

Ummat Islam Indonesia tentunya harus selalu waspada terhadap kemungkinan munculnya
kembali bahaya laten Komunis, terutama dengan adanya upaya Abdurrahman Wa-hid
semasa menjabat presiden RI untuk mencabut TAP MPRS XXV / Th 1966 tentang
pernyataan Partai Komunis sebagai organisasi terlarang di seluruh wilayah Indonesia,
demikian juga pelarangan penyebaran paham Marxisme-Leninisme. Ummat Islam wajib
menentang upaya-upaya pencabutan tersebut dari manapun datangnya, tanpa harus
mempedulikan apapun resikonya.

Contoh Pelecehan Orang-Orang Kafir Terhadap Islam

Salman Rushdie, dengan ayat-ayat syetannya.


Peragaan busana wanita di Paris-Perancis, menampilkan rancangan T-Shirt seorang
desainer yang berhiaskan ayat-ayat al-Quran.

Pemred Tabloid Monitor, Arswendo Atmowiloto, 1985, yang dengan sembrono


menempatkan nama Nabi Muhammad di peringkat 11 dari daftar orang-orang terhebat di
dunia, bahkan menempatkan Nabi lebih rendah dari popularitas namanya sendiri. Atas
kasus ini PN Jakarta kemudian menghukumnya 5 tahun penjara, yang dijalaninya di LP
Cipinang.

Produsen sepatu Nike, membuat iklan yang meng-gambarkan seorang pemain basket,
sementara di papan iklan itu ditulis: They Called Him Allah (Mereka menyebutnya Allah)
(th 1995).25

Produsen sepatu Nike, yang membuat logo mirip tulisan Allah dalam bahasa Arab di
bagian belakang dan bawah sepatu (th. 1997).26

Produsen pakaian Gloss Star, membuat iklan yang menggambarkan sekelompok wanita
muslimah, lengkap dengan mukena sedang bersujud kepada seorang perempuan bule
bercelana jeans sebatas lutut dan T-Shirt ketat, yang berdiri dengan arogan dan gaya
menantang. Di dadanya ada kalung berliontin salib (th1999).27

Dr. Shorros seorang pastur (lawan debat Syeikh Ahmad Deedat tentang ketuhanan
Yesus), telah merubah bebe-rapa ayat al-Quran dengan sengaja, ditulis dalam buku The
True Furqan. Di antaranya adalah merubah Bismillah menjadi Bismil Abi wal Ibni wa
ruuhil Quds (Dengan nama bapak, anak, dan roh qudus).

Demikian juga banyaknya penambahan surat dan ayat-ayat seperti surat al-Muslimun, di
antara kandungan ayatnya adalah: Katakanlah: Hai kaum muslimin, kamu sekalian sudah
tersesat jauh. Bagi yang tidak percaya kepada Allah dan Kristus-Nya, akan menikmati hari
akhirnya dalam kobaran api dan siksaan yang pedih

Pengeboman tentara Amerika yang nota bene beragama Nasrani terhadap rakyat
Afghanistan, dengan dalih memberantas terorisme.

Pembantaian terhadap warga muslim Palestina oleh tentara Zionis Israel yang telah
berlangsung bertahun-tahun, bahkan hingga saat ini pun masih terus terjadi
pembantaian.

Selebaran gelap dengan tema Perdamaian yang ber-edar di Jawa Timur, dikirimkan
kepada sebagian tokoh NU dan Muhammadiyah, dengan inti permasala-han: menamakan
Waraqah bin Nawfal pamanda sayyidah Khadijah (istri Nabi r) sebagai Bapak para
pendeta. Mengajak para pendeta mengakui kerasulan Nabi Muhammad r mengikuti jejak
Waraqah; Mengajak para pendeta mengakui al Quran sebagai kitab Allah, dengan
konsekwensi ummat Islam harus mengakui Taurat dan Injil (yang beredar hingga kini) juga
kitab Allah; Meminta ummat Islam mengakui bahwa Nabi Isa itu adalah Tuhan berbentuk
manusia, dengan dalil pemelintiran surat an Naas (robbin naas diartikan Tuhan manu-sia
maksudnya Tuhan berbentuk manusia yaitu Nabi Isa, padahal umat Islam mengartikan- nya
dengan Tuhannya manusia) dimuat Tabloid Nurani edisi 81, th. II, 24-30 Juni 2002.

Grup musik DEEP FOREST (huruf T di akhir kata tertulis dengan gambar salib), pada lagu
ke 3 side A (Soul Elevator) dengan sengaja melagukan ayat-ayat al Qur`an disertai musik
ala Barat, dan sengaja mencampur- adukkan cuplikan ayat yang satu dengan ayat lainnya.
Penyanyi Anggun C. Sasmi juga bergabung dalam grup ini, dan membawakan satu judul
lagu pada side B (Album keluaran th. 2002).

Pemurtadan yang dilkakukan oleh pendeta-pendeta di beberapa kota di Indonesia, dan


penyebaran kebencian & dusta, seperti yang dilakukan pendeta Suradi di Jakarta

Coca Cola dilangsir menyalurkan dana pada Israel untuk Agresi ke Palestina, untuk
itulah Ulama serukan boikot produk Coca Cola sebagaimana diberitakan harian Surya 3
Desember 02 sebagai berikut:

Para ulama yang tergabung dalam Ulama dan Ummat Islam Jabar, Jateng dan Jatim
menyerukan masyarakat untuk memboikot produk-produk buatan Amerika Serikat (AS),
utamanya Coca Cola Company.

Pasalnya, produsen munuman itu dinilai menyalurkan dana keuntungan yang diperolehnya
untuk mendukung agresi Israel di Palestina. Ada informasi kuat bahwa The Coca Cola
Company me-nyerahkan 100 persen keuntungannya selama 4 hari mulai tanggal 28
November 2002 sampai 1 Desember 2002 kepada pemerintah Israel.

Jadi, membeli produk Coca Cola sama saja dengan mendukung penindasan Israel kepada
rakyat Palestina, kata Ketua Forum Ulama Ummat Islam Indonesia (FUUD) KH Athian Ali M
Da`i yang menjadi juru bicara para ulama itu di Bandung, senin (2 /12 02) sore. Dalam
forum itu bergabung berbagai unsur ormas, partai dan organisasi Islam seperti Persis,
Muhammadiyah, Partai Keadilan, Forum Ulama Ummat Islam Indonesia (FUUI) dan
pimpinan sejumlah pondok pesantren di Jabar, Jateng dan Jatim.

Untuk tahap awal ini, para ulama baru menyerukan boikot terhadap produk tersebut.
Namun jika nanti tak ada perubahan, tak tertutup kemungkinan untuk melakukan
tindakan termasuk dengan menutup pabrik Coca Cola yang ada di Indonesia.

Senada dengan ini, salah satu siaran radio Malaysia memberitahukan telah terjadi
demontrasi besar-besaran di Malaysia untuk memboikot produk Coca Cola dan pro-duk
Amerika lainnya oleh aktifis Islam Malaysia.

Jauh sebelum ini, tepatnya pada tahun 1999 majalah Islami an-Nida no.04 Th IX Nov
1999 terbitan Jakarta Timur, pada lembar Ensulope-Nida memberitahukan sebagai
berikut: Informasi terbaru dari Isnet (Islamic net work) yang dikirim sister Zakkiyah
Anatullah mengatakan Pepsi Cola dan Coca Cola adalah haram karena dalam proses
pembuatannya menggunakan 1/2 galon alkohol.

Berikut ini formula Pepsi Cola dan Coca Cola yang dikirim melalui Isnet: Sugar (7.500
pounds), water (1.200 gallons), phosphoric acid sg.1750 (85 pound), caramel (12 gallons),
lime juice (12 gallons), alcohol (1/2 gallons), oil lemon (6 fluid ounces), oil orange (5 fluid
ounces), oil nutmeg (2 fluid ounces), oil coriander (2 fluid ounces), oil petit grain (1 fluid
ounces). (Kiriman Salma Simima-Sumedang) `

PERANG SALIB JILID DUA

SEJarah mencatat, bahwa perang salib jilid satu telah diakhiri pada abad ke-13, namun
luka yang ditinggalkan baik di kalangan ummat Islam maupun sentimen kaum salibis tidak
akan pernah habis. Energi ummat Islam hampir terkuras. Pengorbanan harta dan nyawa
tidak terhitung banyaknya.

Demikian pula di kalangan kaum salibis mempunyai nasib yang tidak jauh berbeda. Hanya
saja yang sangat membedakan adalah jaminan surga bagi para syuhada Islam, dan neraka
bagi kaum salibis yang berguguran satu persatu.

Perang salib pada hakikatnya belumlah usai, sebab kaum salibis hingga detik ini masih
terus mengintai kelemahan ummat Islam, sehingga suatu saat perang salib akan
dikobarkan lagi. Hanya saja perang salib jilid dua ini akan lebih kompleks dan jauh lebih
ganas dan mengerikan, sebab ikut pula tampil dalam medan laga pihak zionis, yang akan
berdampingan dengan kaum salibis. Mereka akan memerangi ummat Islam dari segala
penjuru. Perang Salib jilid dua ini sebenarnya sudah dimulai sejak lama, hanya saja
banyak ummat Islam yang tidak menyadarinya.

Gerakan kaum salibis dan zionis telah merambah ke seluruh dunia Islam di berbagai aspek
kehidupan. Gerakan ini pada dasarnya adalah cermin dari strategi perang modern, yang
dikemas dengan berbagai macam bentuk, di antaranya adalah perang peradaban, perang
pemikiran, perang strategi, perang teror mental, bahkan perang fisik yang berbentuk
penindasan, pembantaian, pembunuhan, serta teror-teror lainnya. Seperti yang saat ini
terjadi di Palestina, Afghanistan, Chechnya dan tempat-tempat lainnya.

Pada setiap periode kehidupan umat, perang melawan orang kafir telah terbukti tidak
pernah berhenti sejenak pun. Perang tersebut tentunya berbeda-beda tingkat
pertentangan- nya. Setiap generasi mempunyai tantangan sesuai dengan apa yang
berkembang pada zamannya. Tantangan tersebut selalu bervariasi menurut situasi dan
kondisi, serta siapa musuh yang dihadapi. Silih bergantinya pihak musuh, adalah salah
satu faktor utama perbedaan serangan dan tantangan bagi setiap generasi ummat Islam.

Musuh-musuh permanen ummat Islam pada dasarnya berkisar pada empat golongan:
Zionis, Salibis, Atheis, dan Paganis (penyembah berhala). Keempat golongan ini selalu
bersatu dalam upaya menghancurkan musuh bersama, yaitu Islam dan ummat Islam.
Sekalipun dengan metode dan strategi yang berbeda-beda, namun tujuannya tetap sama,
adalah kehancuran bagi ummat Islam.

Hancur di sini dapat diartikan secara fisik, dapat pula secara moral dan aqidah. Artinya,
sekalipun ummat Islam tetap pada agamanya, namun segala prilaku dan pemikirannya
telah terkontaminasi oleh ganasnya strategi musuh, misalnya maraknya ummat berkiblat
kepada peradaban kafir dengan segala bentuk kekufurannya, baik yang samar maupun
secara terang-terangan.

Inti strategi musuh dari masa ke masa sebenarnya hanya satu, yaitu upaya penghancuran
dan pemurtadan ummat Islam secara massal. Ummat Islam hendaknya menyadari hal ini,
dan semakin jeli serta cerdas dalam menghadapi keganas-an serangan musuh. Hal itu
disebabkan karena perubahan dan perkembangan strategi musuh bisa dikatakan setiap
detik berkembang demi terlaksananya tujuan mereka.

Apabila ummat Islam tidak bangun dari tidur panjang yang telah dilalui-nya sejak awal
abad ke empat belas, maka tidak menutup kemungkinan Islam hanyalah akan menjadi
sebuah monu-men yang sekedar untuk dikenang, maa baqiyal islaamu illaa ismuhu (Islam
hanyalah tinggal namanya saja).

Keadaan semacam ini telah terbukti efektif merusak citra Islam di tengah-tengah ummat
Islam sendiri. Sebagai contoh, di kalangan penduduk Indonesia yang mayoritas beragama
Islam, sedikit sekali ummat Islam yang dengan penuh kesadar-an melaksanakan ajaran
Islam secara benar dan sempurna.

Bahkan yang terjadi adalah keterpengaruhan ummat terhadap budaya Yahudi dan Nasrani
serta budaya kafir lainnya. Prilaku ummat Islam dewasa ini pun banyak diwarnai oleh gaya
hidup barat. Film, hiburan, musik, eksploitasi seksualitas, narkoba, aksesoris (mode)
pakaian baik pria maupun wanitanya, pergaulan hidup, dan lain sebagainya, lebih
berorientasi kepada budaya barat atau kafir dari pada budaya Islam.

Lihatlah, betapa banyak ummat Islam yang tidak memahami ajaran Islam, baik yang
berkaitan dengan hukum perundang-undangan, perekonomian, kemasyarakatan, politik,
dan lain sebagainya yang telah diatur oleh al-Quran dan hadits, atau lebih ringkasnya
adalah rumusan yang ditulis oleh para ulama dalam kitab-kitab mereka yang sekarang
sudah banyak diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Sering kali kita jumpai ummat
Islam yang hanya mengenal Islam sebatas kulitnya saja. Kelompok ini sering diistilahkan
dengan Islam KTP.

Pada hakikatnya mereka ini adalah salah satu obyek paling rentan terhadap skenario besar
pihak musuh. Sebab di antara sekian banyak target musuh adalah upaya pendangkalan
agama bagi ummat Islam. Apabila target ini terpenuhi, sudah bisa dipastikan akan
hilanglah Ruuhul Jihad atau semangat jihad dalam diri ummat Islam.

Keadaan inilah yang sangat memprihatinkan dan telah ter-jadi di kalangan ummat Islam
dewasa ini. Sebagai bukti ada-lah respons positif ummat terhadap upaya pemberlakuan
syari-at Islam di Indonesia sangat minimal. Bahkan tidak jarang komentar-komentar miring
justru ditujukan kepada para pejuang dan pembela syari`at Allah, serta kepada mereka
yang memperjuangkan penerapan syariat Islam tersebut, baik lewat jalur pemerintah,
organisasi, serta dakwah di tengah-tengah masyarakat. Tuduhan radikal, ekstrim,
fundamentalis, bahkan teroris, adalah kecaman demi kecaman yang dilontarkan, belum
lagi teror mental yang tak henti-hentinya dilancarkan.

Sekiranya serangan ini lahir dari pihak musuh Islam sangat-lah wajar, sebab tujuan
mereka tiada lain untuk menghancur-kan semangat juang ummat Islam.

Namun yang sangat memprihatinkan, justru kecaman dan pendiskreditan tersebut


lahirnya dari kalangan ummat Islam yang dangkal agamanya. Bahkan yang sangat
mengherankan, tokoh-tokoh Islam yang kehidupannya dipenuhi kepentingan-kepentingan
di luar konteks Islam, ikut menghujat para pejuang Islam yang sadar akan kewajiban
menerapkan syari`at Allah dalam kehidupan pribadi, masyarakat dan negara. Inilah bukti
kongkrit di antara keberhasilan program musuh Islam dalam mengemas Perang Salib jilid
dua yang sangat halus dan sistematis.

Berdasarkan fakta seperti ini, maka yang paling tepat dika-takan teroris sebenarnya
adalah mereka yang selalu menentang hukum Allah dan menghalang-halangi ummat Islam
yang ber-upaya mengimplementasikan syari`at Allah di dalam kehidu-pan sehari-hari, baik
kehidupan berumahtangga, bermasya-rakat, serta kehidupan bernegara.

Siapa pun orangnya, baik dari kalangan kafir maupun ummat Islam yang de-ngan sengaja
menentang syari`at Allah serta meragukannya sebagai solusi Rabbani di dalam
menyelesaikan problematika ummat, mere-ka inilah para teroris yang wajib diperangi
oleh ummat Islam.
Pada akhirnya, ummat Islam harus waspada dan berusaha membentengi diri, bahkan harus
mengadakan serangan bala-san kepada musuh-musuh Islam seimbang dengan cara mereka
dalam upaya menghancurkan dan menyerang ummat Islam. Wa makaruu wa makarallahu,
wallahu khairul maakiriin (Mereka bertipudaya, dan Allah membalas tipu daya mereka,
sesungguhnya Allahlah sebaik-baik Dzat yang berstrategi) `

MUJAHIDIN VERSUS TERORIS

PeRIstiwa runtuhnya gedung WTC 11 September 2001 hingga kini, menyimpan banyak
rahasia yang tidak mudah terkuak di kalangan penduduk dunia.

Gerak langkah balasan dan kecongkakan Amerika yang membabibuta, menambah rumitnya
perma-salahan yang timbul pasca 11 September. Perbedaan pandang di kalangan individu
atau kelompok aktivis, menjadi bervariasi dalam menyikapinya, bahkan di kalangan umat
Islam sendiri telah terjadi perbedaan cara dalam menyikapi peristiwa maupun pasca
peristiwa tersebut.

Sebagaian orang mengutuk para pelaku teror gedung WTC, sebagian yang lain justru
bersyukur atas kejadian tersebut, bahkan mengatakan itulah balasan yang setimpal bagi
Amerika. Sebagian lagi memprediksikan semua peristiwa itu tiada lain adalah skenario
Amerika, sebagai pembuka jalan untuk merealisasikan ambisinya menumbangkan
pemerintahan Thaliban

Penggunaan kata teroris, terus diku-mandangkan oleh pihak Amerika demi pembenaran
langkah-langkah yang mereka lakukan terhadap umat Islam pada khususnya, serta
pembodohan terhadap penduduk dunia pada umumnya.

Gempuran demi gempuran yang dilancarkan, bukan saja melukai hati umat Islam, namun
juga merupakan upaya pemusnahan umat manusia sedikit demi sedikit dari muka bumi.
Dengan dalih perang terhadap terorisme, maka Amerika meletakkan dirinya sebagai polisi
dunia. Untuk itulah tidak menutup kemungkinan ad-dajajilah (dajjal-dajjal yuni-or) telah
lahir di kantong-kantong penduduk Amerika, yang dengan sengaja menciptakan kerusakan
demi kerusakan di muka bumi, dan merekalah teroris-teroris yang patut diperangi oleh
penduduk dunia.

Pada dasarnya, pembicaraan mengenai peristiwa 11 September, tidak bisa lepas dari
struktur dan kultur masyarakat Afghanistan, khususnya rakyat Thaliban. Pemerintahan
Thaliban dengan gigih berupaya menenerapkan syariat Islam di kalangan rakyatnya secara
utuh dan murni.

Amerika yang mayoritas masyarakatnya penganut Nasrani, dengan pemerintahan yang


selalu membela kepentingan Yahudi Israel, secara otomatis tidak senang menyaksikan
syari`at Islam diterapkan di Afghanistan.

Sebab apabila hal itu terjadi, maka dianggap sebagai salah satu kekuatan Islam yang akan
mengancam kepentingan mereka, khususnya dalam memperlemah kekuatan negara-
negara Islam. Terlebih lagi sudah terbukti bagaimana agresi Rusia yang gulung tikar di
tangan para mujahidin Afghanistan. Amerika tentunya tidak mau kehilangan muka, seperti
halnya Rusia.

Maka dengan dalih memerangi terorisme, Amerika berupaya menghancur-luluhkan


pemerintahan dan rakyat Thaliban. Lebih-lebih Amerika membaca adanya perebutan
pengaruh dan kekuasaan pasca Rusia, antara tokoh-tokoh dari aliansi utara yang
mengatas-namakan kelompok moderat, dengan para mujahidin Thaliban yang berjuang
demi terlaksananya syari`at Islam, serta gigih memerangi kekafiran dan kecongkakan
Amerika.

Tokoh-tokoh Thaliban yang bermadzhab Ahlus sunnah wal jama`ah, semisal Mulla
Muhammad Umar, Usamah bin Ladin dan lainnya, pada hakikatnya ingin melaksanakan
wasiat Ra-sulullah I yang artinya: Sungguh akan aku keluarkan orang-orang Yahudi dan
Nasrani dari jazirah Arab, dan tidak akan aku biarkan seorang pun yang berada di sana
kecuali menjadi muslim. (H.R. Abu Dawud dari S. Umar bin al-Khatthab)

Upaya pembersihan terhadap Yahudi dan Nasrani dari Jazirah Arab, tentunya sangat
merisaukan mereka, terutama Amerika yang sangat berkepentingan terhadap kekayaan
hasil bumi negara-negara Arab. Dari sinilah Amerika dan sekutu-sekutunya menciptakan
suatu skenario tingkat tinggi dan berjangka panjang, untuk bisa menggempur kekuatan
Islam anti Bara, khususnya jika lahir dari bangsa Arab seperti Afghanistan. Maka dengan
melewati pintu kata teroris, mereka berusaha menggempur ummat Islam dengan sangat
leluasa.

Islam tidak mengajarkan adanya pembagian kelompok seperti Islam radikal,


fundamentalis, teroris, maupun Islam moderat. Bahkan ummat Islam yang berpegang
teguh terha-dap ajaran Rasulullah r yang murni dan bersih dari pengaruh-pengaruh
pemikiran kafir, adalah ummat yang satu dan tidak terkotak-kotak. Kebersamaan dan
kesatuan ummat Islam adalah perintah Allah dan rasul-Nya.

Maka penyebutan terha-dap ummat Islam yang berjihad demi terlaksananya syari`at Islam
di muka bumi termasuk di Indonesia dengan kelompok radikal, fundamentalis, garis keras
apalagi teroris, atau mem-beri label dengan sebutan kelompok moderat terhadap para
penentang pemberlakuan syari`at Islam di kalangan ummat, adalah bid`ah dhalalah.
Sebab penyebutan itu berkonotasi adanya dua kubu dalam Islam.
Pembagian serta pengkotakan semacam itu, pada hakekatnya adalah strategi musuh dalam
menghancurkan ummat Islam.

Harus diingat bahwa, baik al-Quran maupun al-Hadits membagi manusia secara makro
menjadi dua kelompok saja, yaitu:

a) Kelompok terpuji (ashhabul yamin), mencakup muslim, mukmin, muhsin, mukhlis,


mujahid, dan yang semisalnya.

b) Kelompok tercela (ashhabus syimal), mencakup kafir, musyrik, munafiq, fasiq,


dhalim, dan yang semisalnya.

Di antara kriteria kelompok terpuji adalah selalu mendahulukan kepentingan Islam


daripada lainnya termasuk diri sendiri, apalagi kepentingan non muslim. Salah satu
contoh, mereka selalu memperjuangkan ajaran Allah dan rasul-Nya (syari`at Islam) agar
diterapkan di kalangan ummat Islam di seluruh dunia termasuk Indonesia.

Kriteria inilah yang sangat tepat disandang kelompok yang oleh sebagian orang disebut
fundamentalis, radikal, garis keras, kolot atau bahkan mungkin teroris (meminjam istilah
dan tuduhan Amerika).

Sebagai ilustrasi adalah sikap tegas Rasulullah r di dalam memperjuangkan agama Allah,
yang tersirat dalam sabda beliau yang artinya: Aku diperintahkan untuk memerangi
manusia sehingga mereka mengatakan tiada tuhan selain Allah (H.R. Abu Dawud dari S.
Abu Hurairah).

Demikian juga tatkala Sayyidina Abu Bakar t dengan tegas memerangi orang-orang yang
ingkar membayar zakat hingga kembali kepada syariat Islam yang benar. Belum lagi
keberanian serta ketegasan Sayyidina Umar bin al-Khattab t yang tak kenal kompromi baik
terhadap kawan apalagi lawan dalam menerapkan syariat Islam.

Pengorbanan Sayyidina Utsman bin Affan yang tiada duanya dalam memperjuangkan
tegaknya syariat Islam dengan harta kekayaannya adalah sebagai implementasi dari firman
Allah yang artinya:

Berjihadlah kalian di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. (Qs. At Taubah: 41).
Dalam ayat ini Allah mendahulukan perintah jihad dengan harta, kemudian jiwa dan raga.
Adapun tentang keberanian Sayyidina Ali bin Abi Thalib Karramallahu wajhah, maka tidak
perlu diragukan lagi, bahkan beliau berhasil membunuh Amr bin Wud seorang tokoh kafir
Quraisy dalam peristiwa mubarazah (perang tanding).

Ummat Islam yang sempurna imannya, tentunya tidak akan pernah menjuluki Rasulullah r,
maupun Abu Bakar, Umar, Utsman, serta Ali r dengan julukan radikal atau garis keras atau
kolot apalagi teroris, sebab figur-figur inilah sebagai teladan yang wajib diikuti oleh para
mujahidin serta ummat Islam pada umumnya.

Adapun kriteria kelompok tercela yaitu kelompok yang selalu merugikan agama Islam
maupun ummatnya, dan meragukan kebenaran syari`at Islam sebagai dustur atau undang-
undang yang bisa memberilkan solusi Rabbani bagi kepentingan ummat manusia, dan
mereka juga dalam perjuangan dan gerakannya selalu mengesampingkan serta
mengalahkan kepentingan ummat Islam bahkan lebih mendahulukan kepentingan warga
non muslim dengan mengatasnamakan kemanusiaan.

Contohnya, menolak penerapan syariat Islam dengan alasan melindungi kepentingan


warga non muslim. Kelompok inilah yang sering mengatas namakan dirinya sebagai
kelompok moderat. Kelompok moderat ini sangatlah merugikan perjuangan ummat Islam
secara makro. Bahkan tanpa disadari mereka telah melecehkan serta mendiskreditkan
ajaran agama Islam yang mereka anut. Mereka tidak memahami, bahwa seluruh amal
ibadah yang diwajibkan oleh Allah kepada ummat Islam, tiada lain adalah merupakan
implementasi dari penerapan syari`at Islam.

Islam mewajibkan shalat, puasa, zakat, haji, bershadaqah, berbuat baik terhadap sesama,
menghormati tetangga, taat terhadap orangtua, mendirikan masjid untuk melaksanakan
kewajiban berjama`ah shalat Jum`at, mempelajari ilmu agama lewat majlis-majlis taklim,
pesantren-pesantren, madrasah-madrasah, tabligh akbar, khotbah Jum`at, dan lain
sebagainya, perintah tersebut tiada lain demi terwujudnya syari`at Allah dan rasul-Nya.

Syari`at Islam juga mengharamkan perilaku perjudian, perzinahan, pencurian,


pembunuhan, penganiayaan, pemerkosaan, mabuk, serta tindakan kejahatan lainnya.
Maka apabila terdapat di kalangan ummat, baik dari masyarakat awam, terpelajar, apalagi
tokoh-tokoh Islam yang menolak pemberlakuan dan penerapan syari`at Islam di muka
bumi termasuk di Indonesia, secara otomatis mereka telah meng-halalkan perjudian,
perzinaan, pencurian, pembunuhan, penganiayaan, pemerkosaan, mabuk, dan lain
sebagainya. Termasuk juga mereka menginginkan pemusnahan tempat-tempat pendidikan
agama Islam seperti pesantren, madrasah, majelis taklim, masjid-masjid, dan lain
sebagainya. Sebab tempat-tempat tersebutlah yang selama ini mengajarkan syari`at Islam
kepada ummat.

Contoh kongkrit adalah materi pelajaran fiqih dari kitab-kitab para ulama salaf, semisal
kitab Safinatun Najah, Fathul Qarib, Sullamut Taufiq, dan lain sebagainya, termasuk
pelajaran akhlaq dan tauhid, tiada lain adalah perintah untuk melaksanakan syari`at Islam
dengan baik dan benar. Para pengasuh tempat-tempat pendidikan ini tentunya meng-
inginkan anak didik dan para mustamiknya, serta ummat Islam pada umumnya,
melaksanakan seluruh materi yang terkandung dalam kitab-kitab yang diajarkannya.

Apabila ditilik dari pemahaman dan perjuangan serta pergerakan keislaman secara
universal, maka baik kelompok non muslim maupun kelompok muslim moderat, mereka
inilah sebenarnya yang paling tepat dikatakan sebagai teroris-teroris, sebab mereka telah
memerangi dan menteror syari`at Allah dan rasul-Nya, serta memerangi ummat Islam
pada umumnya. Dengan demikian ummat Islam pun wajib untuk memerangi mereka `

11 SEPTEMBER
HARI ANTI AMERIKA SEDUNIA

Tragedi runtuhnya gedung WTC tahun 2001 menjadi satu peringatan tersendiri bagi
Amerika. Indikasinya adalah munculnya beberapa tentangan dan kecaman atas
kepongahan dan arogansi Amerika. Sekalipun peristiwa itu masih dianggap misterius oleh
sebagian kalangan, karena ketidakjelasan pelaku dan dalang yang bermain di balik
peristiwa itu, namun demikian banyak orang bersyukur atas tragedi tersebut. Bahkan
berharap semoga Allah meruntuhkan gedung-gedung pencakar langit dan tempat-tempat
strategis lainnya yang menjadi kebanggaan Amerika.

Kesombongan, kedurjanaan dan arogansi Amerika tidak lepas dari perasaan percaya diri
yang berlebihan, dengan suksesnya pembangunan fisik yang telah dicapai selama ini.
Seperti halnya Firaun dengan suksesnya dan luasnya kekuasaan serta didukung kondisi
kesehatan yng tidak pernah sakit, maka sifat kesombongan Firaun pun tak terelakkan
muncul dalam dirinya. Sehingga tumbuhlah kepercayaan diri yang berlebihan, dengan
adanya kesuksesan demi kesuksesan yang diraih olehnya. Bahkan dengan pongahnya ia
mentahbiskan dirinya sebagai tuhan yang mampu menghidupkan (membiarkan hidup)
seseorang dan mematikan (membunuh) seseorang. Itulah persepsi Firaun tentang konsep
ketuhanan dalam dirinya.

Siapapun tahu, betapa arogannya Amerika sebagai negara adikuasa, di dalam menindas
dan menindak bangsa-bangsa lain. Perlakuan tidak adil sering diterapkan terhadap negara-
negara dunia, semisal penerapan double standard terhadap Israel, dalam kebijaksanaan
pengawasan dan pembatasan nuklir dan senjata pemusnah massal, sangat berbeda dengan
pengawasan dan pembatasan terhadap negara-negara lain. Itulah salah satu bentuk
konkrit arogansi dan ketidakadilan yang diterapkan oleh Amerika. Ribuan nyawa Ummat
Islam Afghanistan, Iraq, dan nyawa penduduk negara-negara yang berseberangan dengan
Amerika, telah menjadi korban kebiadaban yang tak terlupakan. Amerika memang
penjahat perang. Amerika adalah teroris, bahkan nenek moyang teroris.

Dunia tidak boleh tinggal diam, dunia harus berteriak, dunia harus menentang
sepenuhnya arogansi dan segala perilaku Amerika yang merugikan ummat manusia.
Barangkali sangat tepat jika Amerika dikatakan sebagaI Dajjal yang selalu melakukan
kerusakan di muka bumi, Maka sudah serlayaKnya ummat Islam dan seluruh penduduk
dunia mengadakan gerakan massal untuk menentang Amerika. Dan sudah selayaknya pula
tanggal 11 September diperingati sebagai Hari Anti Amerika Sedunia.
Apabila terjadi massa turun di jalan di mana-mana tepat tanggal 11 September untuk
menentang arogansi Amerika, maka akan terwujudlah Hari Anti Amerika Sedunia. Untuk
mengkondisikan suasana tersebut, maka hendaklah kita memulainya dan mengajak
masyarakat duni a untuk mendeklarasikan Hari Anti Amerika Sedunia.

SIKAP ALLAH I
TERHADAP ORANG KAFIR

ALLah I dalam beberapa firman-Nya yang termaktub dalam al Qur`an telah banyak
menggambarkan dan menjelaskan keadaan serta sifat orang-orang kafir (Yahudi maupun
Nasrani), agar ummat Islam selalu waspada dan tidak mengikuti langkah-langkah mereka.
Seperti firman-Nya mengenai orang-orang yang menyembah Isa al-Masih dalam surat al-
Maidah ayat 72 yang artinya:

Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata: Sesungguhnya Allah itu adalah al-
Masih putra Maryam (yaitu orang Kristen), padahal al-Masih (sendiri) berkata: Hai Bani
Israil, sembahlah Allah Tuhanku dan Tuhanmu. Sesungguhnya orang yang
mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya
surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang itu seorang penolong
pun.
Selain itu, salah satu sifat orang kafir adalah tidak akan pernah tinggal diam apabila
ummat Islam belum terpengaruh ajakan dan ajaran mereka, hal ini termaktub dalam al-
Qur`an yang artinya:

Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti
(ajaran, agama, prilaku) mereka. Katakanlah: Sesungguhnya petunjuk Allah itulah
petunjuk (yang benar). Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah
pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong
bagimu. (Qs. al-Baqarah ayat 120).

Dalam surat an-Nisa` ayat 101 Allah I telah mengingatkan ummat Islam, bahwa musuh
yang nyata bagi mereka adalah orang kafir. Adapun arti ayat tersebut adalah:
Dan apabila kamu bepergian di muka bumi, maka tidaklah mengapa kamu meng-qasar
shalat (mu), jika kamu takut diserang orang-orang kafir. Sesungguhnya orang-orang kafir
itu adalah musuh yang nyata bagimu.

Mengingat sifat-sifat orang kafir sebagaimana yang telah disebutkan di atas, maka tidaklah
pantas jika ummat Islam memilih dan mengangkat orang-orang kafir sebagai pemimpin,
pelindung maupun teman akrab mereka.
Al-Qur`an telah mengingatkan yang artinya:
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan
Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin/ penolong-penolong/ pelindung-pelindung/ teman-
teman akrab (mu); sebagian mereka adalah pemimpin bagi sebagian yang lain. Barangsiapa
di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu
termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-
orang yang dzalim. (Qs. al Maidah, 51).

Dalam ayat yang lain Allah juga menegaskan dengan firman-Nya yang artinya:
Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi wali (penolong /
pelindung / teman akrab) dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Barangsiapa berbuat
demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah kecuali karena (siasat) memelihara
diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka. Dan Allah memperingatkan kamu terhadap diri
(siksa)-Nya. Dan hanya kepada Allah kembali (mu). (Qs. Ali Imran, 28).

Allah menyesalkan orang-orang yang tidak mengindahkan larangan-Nya, agar tidak


menjadikan orang kafir sebagai penolong, teman akrab, pemimpin dan yang semisalnya
dengan firman-Nya yang artinya:

(yaitu) orang-orang yang mengambil orang-orang kafir menjadi teman-teman penolong


dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Apakah mereka mencari kekuatan di sisi
orang-orang kafir itu? Maka sesungguhnya semua kekuatan adalah kepunyaan Allah. (Qs.
an-Nisa`, 159).

Ditandaskan lagi dalam fiman-Nya yang artinya:


Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menjadikan orang-orang kafir menjadi
wali (penolong/pelindung/ teman akrab) dengan meninggalkan orang-orang mukmin.
Inginkah kamu mengadakan alasan yang nyata bagi Allah (untuk menyiksamu)? (Qs. an-
Nisa`, 144).

Sikap Rasulullah r beserta para sahabat sangat jelas ter-hadap orang-orang kafir, mereka
inilah panutan yang wajib ditauladani oleh ummat Islam, sehingga kejayaan dan zaman
keemasan Islam di masa mereka ini bisa terulang kembali pada masa kini. Sejarah
ketegaran dan ketegasan ummat Islam di zaman Rasulullah r dan para sahabatnya
diabadikan di daklam al-Qur`an yang artinya:

Muhammad itu adalah utusan Allah, dan orang-orang yang bersamanya (yaitu para
sahabat) adalah keras terhadap orang kafir, tetapi berkasih sayang terhadap sesama
mereka. Kamu melihat mereka rukuk dan sujud mencari karunia Allah dan keridlaan-Nya,
tanda-tanda mereka tampak pada wajah mereka dari bekas sujud.

Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat, dan sifat-sifat mereka dalam Injil yaitu
seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya, maka tunas itu menjadikan tanaman itu
kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; Tanaman itu
menyenangkan hati penanam-penanamnya, karena Allah hendak menjengkelkan hati
orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allah menjanjikan kepada
orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang shalih di antara mereka, ampunan
dan pahala yang besar. (Qs. al-Fath, 29)

Dalam ayat berikut ini Allah menekankan terhadap Rasulullah r dan segenap ummat Islam
agar memiliki jiwa pemberani di dalam mempertahankan kehormatan Islam dan ummat
Islam, sebagaimana termaktub dalam al-Qur`an yang artinya:

Hai Nabi, berjihadlah (melawan) orang-orang kafir dan orang-orang munafik itu, dan
bersikap keraslah terhadap mereka. Tempat mereka ialah jahannam. Dan itulah tempat
kembali yang seburuk-buruknya. (Qs. at-Taubah, 73).

Di dalam ayat di bawah ini juga Allah menegaskan dengan perintah yang sama, yang
artinya:
Hai orang-orang yang beriman, perangilah orang-orang kafir yang di sekitarmu, dan
hendaklah mereka menemui kekerasan dari padamu, dan ketahuilah, bahwasanya Allah
beserta orang-orang yang bertaqwa. (Qs. at-Taubah, 123).

Allah mewasiatkan agar ummat Islam tidak berkhianat kepada-Nya dengan cara berteman
dengan orang-orang kafir, sebagaimana al-Qur`an mengatakan, yang artinya:

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil musuh-Ku dan musuhmu
menjadi teman-teman setia yang kamu sampaikan kepada mereka (berita-berita
Muhammad), dengan rasa kasih sayang; padahal sesungguhnya mereka telah ingkar kepada
kebenaran yang datang kepadamu, mereka mengusir Rasul dan (mengusir) kamu karena
kamu beriman kepada Allah, Tuhanmu. Jika kamu benar-benar keluar untuk berjihad di
jalan-Ku dan mencari keridlaan-Ku (janganlah kamu berbuat demikian).

Kamu memberitahukan secara rahasia (berita-berita Muhammad) kepada mereka, karena


rasa kasih sayang. Aku lebih mengetahui apa yang kamu sembunyikan dan apa yang kamu
nyatakan. Dan barang siapa di antara kamu yang melakukannya, maka sesungguhnya dia
telah tersesat dari jalan yang lurus. (Qs. al-Mumtahanah, 1).

Dengan ini, diharapkan ummat Islam selalu mawas diri dalam menjalani roda kehidupan,
agar tidak terbawa arus budaya dan pemikiran, yang bersumber dari orang-orang kafir,
yang sangat menyesatkan, dengan selalu bermohon kepada Allah Subhanahu wa Ta`ala
agar mendapatkan hidayah dan inayah-Nya, serta kemenangan bagi ummat Islam `
TAUSHIYAH

1. Wasiat K.H. Hasyim Asyari (TH. 1926 M) :

Bersatu Dalam Cita-cita


Bersama Dalam Beramal

AMMa ba`du. Sesungguhnya pertemuan dan saling mengenal, persatuan dan


kekompakan adalah merupakan hal yang tidak seorang pun tidak mengetahui manfaatnya.
Betapa tidak, Rasulullah r benar-benar telah ber-sabda yang artinya :

Tangan Allah bersama jama`ah. Apabila di antara jama`ah itu ada yang merinci sendiri,
maka syetan pun akan menerkamnya seperti halnya serigala menerkan kambing.
Allah ridla kamu sekalian menyembah-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu
apapun. Kamu sekalian berpegang teguh pada tali (syari`at agama) Allah seluruhnya dan
tidak tercerai-berai. Kamu saling memperbaiki dengan orang yang dijadikan Allah
pemimpin kamu. Dan Allah Membenci bagi kamu: Saling berbantah, banyak tanya, dan
menyia-nyiakan harta benda.

Janganlah kamu saling dengki, saling menjerumuskan, saling membelakangi, dan


janganlah sebagian kamu menjual atas kerugian jualan sebagian yang lain, dan jadilah
kamu-kamu hamba Allah yang bersaudara.

Suatu ummat bagaikan jasad laiknya


Orang perorangannya ibarat anggota-anggota tubuhnya
Setiap anggota mempunyai tugas dan bebannya
Dimana jasad tak bisa mengabaikannya
Seperti dimaklumi, manusia tidak dapat tidak bermasya-rakat, bercampur dengan yang
lainnya. Sebab seseorang tak mungkin sendirian memenuhi segala kebutuhan-kebutuhan-
nya.

Dia mau tidak mau dipaksa bermasyarakat, berkumpul yang membawa kebaikan bagi
ummatnya dan menolak keburukan dan ancaman bahaya daripadanya.

Karena itu, persatuan, ikatan batin satu dengan yang lain, saling bantu menangani suatu
perkara seia sekata adalah merupakan penyebab kebahagiaan yang terpenting dan faktor
paling kuat bagi menciptakan persaudaraan dan kasih sayang.

Berapa banyak Negara-negara menjadi makmur, hamba-hamba menjadi pemimpin


berkuasa, pembangunan merata, negeri-negeri menjadi maju, pemerintahan-
pemerintahan ditegakkan, jalan-jalan menjadi lancar, perhubungan menjadi ramai, dan
masih banyak lagi manfaat-manfaat lain hasil dari persatuan yang merupakan keutamaan
yang paling besar dan merupakan sebab dan sarana paling ampuh.

Rasulullah r telah mempersaudarakan sahabat-sahabat-nya, sehingga mereka dalam kasih


sayang, saling menyayangi dan saling menjaga hubungan tak ubahnya satu jasad; apabila
salah satu anggota tubuh mengeluh sakit, seluruh badan ikut merasa demam dan tak dapat
tidur.

Itulah sebabnya mereka menang atas musuh mereka, kendati jumlah mereka sedikit.
Mereka tundukkan raja-raja. Mereka taklukan negeri-negeri. Mereka buka kota-kota.
Mereka bentangkan payung-payung kemakmuran. Mereka bangun kerajaan-kerajaan. Dan
mereka lancarkan jalan-jalan.

Firman Allah yang artinya: Dan Aku telah memberikan kepadanya jalan (untuk mencapai)
segala sesuatu.

Benarlah ungkapan penyair yang mengatakan dengan bagusnya:


Berhimpunlah anak-anakku bila
Kegentingan datang melanda
Jangan bercerai-berai sendiri-sendiri
Cawan-cawan pun enggan pecah bila bersama
Ketika bercerai
Satu-satu pecah berderai.

Sayyidina Ali Karramallahu Wajhahu berkata: Dengan perpecahan takkan ada kebaikan
dikaruniakan Allah kepada seseorang, baik dari orang-orang terdahulu maupun orang-
orang yang datang belakangan.

Sebab, suatu kaum apabila hati-hati mereka berselisih dan hawa-hawa nafsu mereka
mempermainkan mereka, maka mereka tak akan melihat satu tempat pun bagi
kemaslahatan bersama. Mereka bukanlah bangsa yang bersatu, tetapi hanya individu-
individu yang berkumpul dalam arti jasmani belaka. Hati dan keinginan mereka saling
selisih.

Engkau mengira menjadi satu, padahal hati-hati mereka berbeda-beda. Mereka telah
menjadi seperti kata orang: Kambing-kambing yang berpencaran di padang terbuka.
Berbagai binatang buas telah mengepungnya. Kalau sementara mereka tetap selamat,
mungkin karena binatang buas belum sampai kepada mereka -dan suatu saat akan sampai
kepada mereka- atau karena saling berebut telah menyebabkan binatang-binatang buas
itu saling berkelahi sendiri antara mereka.

Lalu sebagian mereka mengalahkan yang lain. Dan yang menang pun akan menjadi
perampas dan yang kalah menjadi pencuri. Si kambing pun jatuh di antara si perampas
dan si pencuri.
Perpecahan adalah penyebab kelemahan, kekalahan dan kegagalan di sepanjang zaman.
Bahkan pangkal kehancuran dan kemacetan, sumber keruntuhan dan kebinasaan, dan pe-
nyebab kehinaan dan kenistaan.

Betapa banyak keluarga-keluarga besar, semula hidup dalam keadaan makmur, rumah-
rumah penuh dengan penghuni; sampai suatu ketika kalajengking berpecahan merayapi
mereka, bisanya menjalar meracuni hati mereka dan syetan pun melakukan perannya;
mereka pun kocar-kacir tak karuan.

Dan rumah-rumah mereka runtuh berantakan.


Sahabat Ali Karramallah Wajhahu berkata dengan fasihnya: Kebenaran dapat menjadi
lemah karena perselisihan dan perpecahan, dan sebaliknya kebathilan dapat menjadi kuat
dengan persatuan dan kekompakan.

Pendek kata; siapa yang melihat pada cermin sejarah, membuka-buka lembaran yang
tidak sedikit dari ihwal bangsa-bangsa dan pasang surut jaman serta apa yang terjadi pada
mereka hingga saat-saat kepunahannya; akan mengetahui bahwa kejayaan yang pernah
menggelimpangi mereka, kebanggaan yang pernah menjadi perhiasan mereka, tidak lain
adalah berkat apa yang secara kukuh mereka pegangi, yaitu: mereka bersatu dalam cita-
cita, seia sekata, searah setujuan dan pikiran-pikiran mereka seiring. Maka inilah faktor
paling kuat yang mengangkat martabat dan kedaulatan mereka, penunjang paling besar
dalam kemenangan mereka, dan benteng paling kokoh bagi menjaga kekuatan dan
keselamatan ajaran mereka.

Musuh-musuh mereka tak dapat berbuat apa-apa terhadap mereka; malahan menundukan
kepala, menghormati karena pribawa mereka. Dan mereka pun mencapai tujuan-tujuan
mereka dengan gemilang.

Itulah bangsa yang mentarinya dijadikan Allah tak pernah terbenam senantiasa memancar
cemerlang. Dan musuh-musuh mereka tak dapat mencapai sinar-sinarnya.

Wahai ulama dan para pemimpin yang bertaqwa dari kala-ngan Ahlu Sunnah wal Jama`ah,
keluarga warga imam empat. Anda sekalian telah menimba ilmu-ilmu dari orang-orang
sebelum Anda, orang-orang sebelum Anda menimba dari orang-orang sebelum mereka,
dan jalinan sanad yang bersambung sampai keadaan Anda sekalian. Dan Anda sekali-an
selalu meneliti dari siapa Anda menimba ilmu agama itu.

Maka dengan demikian, Anda sekalianlah penjaga-penjaga dan pintu-pintu gerbang ilmu
itu.
Rumah-rumah tidak dimasuki kecuali dari pintu-pintunya. Siapa yang memasukinya tidak
dari pintu-pintunya, disebut pencuri.

Sementara itu ada segolongan orang yang telah terjun ke dalam lautan fitnah; memilih
bid`ah-bid`ah (dlalalah) dan bu-kan sunnah-sunnah Rasul dan kebanyakan orang-orang
mukmin yang benar hanya terpaku. Maka para ahli bid`ah itu seenaknya memutarbalikkan
kebenaran, memungkarkan makruf dan memakrufkan kemungkaran.

Mereka mengajak kepada kitab Allah, padahal sedikit pun mereka tidak bertolak dari
sana.
Mereka ini tidak berhenti sampai di situ, malahan mereka mendirikan perkumpulan yang
berdasarkan pada perilaku mereka tersebut. Maka kesesatan pun semakin jauh.

Orang-orang yang malang pada memasuki perkumpulan itu, mereka tidak mendengarkan
sabda Rasulullah r : Fandhuruu amman takkhudzuuna diinakum
Maka lihat dan telitilah dari siapa kamu menerima ajaran agamamu ini.
Sesungguhnya menjelang hari kiamat, muncul banyak pendusta
janganlah kamu menangisi agama ini bila ia dalam kekuasaan ahlinya, tangisilah agama ini
bila ia berada di dalam kekuasaan bukan ahlinya.

Tepat sekali sahabat Umar bin Khatthab Radhiyallahu anhu ketika berkata: Agama Islam
hancur oleh perbuatan orang munafik dengan Al-Qur`an.

Anda sekalian adalah orang-orang lurus yang dapat mengishlahkan kepalsuan ahli
kebathilan, penafsiran orang-orang bodoh dan penyelewengan orang-orang yang over
acting; dan hujjah Allah, Tuhan semesta alam yang diwujudkan melalui lisan orang yang Ia
kehendaki.

Dan anda sekalian kelompok yang disebut dalam sabda Rasulullah I: Ada sekelompok dari
ummatku yang tak per-nah bergeser, selalu berdiri tegak diatas kebenaran, tak dapat
dicederai oleh orang yang melawan mereka, hingga datang putusan Allah.
(Dicuplik dari Muqaddimah Al Qanuunil Asaasy, diterbitkan oleh Lajnah Ta`lif wan Nasyr
PB NU).

2. Transkrip Pidato K.H. Hasyim Asyari ( 24 Mei 1948 )


Mengatasi Problema Kehidupan
Dengan Syari`ah Islam

Amma badu,
Saudara-saudara para peserta muktamar!
Salah satu hal yang seharusnya kita perhatikan dalam kaitanya dengan penanganan
problematika kehidupan dan pencapaian prestasi adalah melihat dari waktu ke waktu
sampai pada batas mana perjuangan dan usaha yang kita lakuakan.

Kita akan merasa senang apabila usaha kita mendapatkan keberhasilan dan kemenangan,
dan sebaliknya kita bisa mengambil pelajaran apabila usaha dan perjuangan kita gagal dan
tidak berhasil.
Dalam muktamar ini, marilah kita bandingkan dengan muktamar sebelumnya, dan marilah
kita lihat dimana posisi kita sekarang ini, apakah termasuk orang yang telah disebut oleh
nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa Sallam yang artinya : Barang siapa yang hari ini
lebih baik dari pada hari kemarin, maka dia adalah orang yang beruntung, barang siapa
hari ini sama dengan hari kemarin, maka dialah orang yang tertipu, dan barang siapa yang
hari ini lebih jelek dengan hari kemarin, maka dia adalah orang yang binasa.

Pertama : Kita melihat pokok permasalahannya ini dari sudut spiritual religius. Maka dari
sinilah kita akan tahu bahwa kehidupan spiritual religius kemarin lebih baik dari pada
kehidupan sekarang. Dahulu, adanya perhatian terhadap urusan-urusan keagamaan adalah
sangat besar. Namun secara perlahan perhatian tersebut semakin melemah, dan pada
akhirnya akan hilang sedikit demi sedikit.

Keberadaan pesantren sebagai tempat pendidikan Islam pun semakin memprihatinkan,


karena yang berminat untuk belajar disana semakin sedikit, dibandingkan dengan tahun-
tahun sebelumnya.

Dan tidak sedikit sekolah-sekolah Islam yang telah menutup pintunya rapat-rapat, karena
pendaftaran siswa semakin berkurang dan pegawai-pegawai pengelolanya semakin jarang.
Rumah-rumah Allah meratapi nasibnya yang malang lagi sunyi, sebab orang yang shalat
dan orang yang beribadah sudah mulai meninggalkannya.

Kedua : Kita melihatnya dari sudut sosial masyarakat. Kita dapati kehidupan spiritual
religius dalam masyarakat menjadi lemah, semakin rendah, dan sedikit pengaruhnya.

Karena di dalam masyarakat hampir kita tidak menjumpai orang yang memperhatikan
urusan syari``at agama, apakah itu masalah halal atau haram. Kemungkaran (yang
melanggar syari`at) telah dilakukan secara terang-terangan.

Minuman khamer (miras)-yang merupakan pokok dari semua kejahatan telah menyebar
dan memasyarakat, bahkan mereka menganggap- nya sebagai suatu kebanggaan
tersendiri. Setiap hari mata kita menyaksikan berbaurnya lelaki dan perempuan (termasuk
di sekolah-sekolah Islam) dengan pembauran yang meng-gelisahkan, dan telinga kita
mendengarkan fenomena pergaulan bebas antara lelaki dan perempuan apakah ini halal,
lantas didiamkannya, ataukah ini haram yang menye-babkan kemurkaan Allah dan
kehinaan di dunia.

Selain itu masih ada yang lebih celaka dan lebih pahit daripada yang tersebut di atas,
yaitu tersebarnya ajaran-ajaran kufur dan pemikiran sesat di kalangan anak-anak muda
muslim baik di desa maupun di kota.

Saat ini telah tersebar luas ilmu kebendaan yang mengajarkan bahwa hidup di dunia ini
hanyalah untuk menge-jar keuntungan materi belaka. Tidak ada kehidupan rohani, tidak
ada kepercayaan kepada alam ghaib, tidak ada keyakinan terhadap akhirat. Bahkan tidak
pernah menengok kepada suatu bahaya besar yang dapat mengancam peribadi generasi
muda kita yang apabila dibiarkan akan merusak pilar agama kita, yaitu Islam. La haula
wala quwwata illa billahil aliyyil adzim.

Ukhuwah Islamiyah di zaman sekarang merupakan suatu puing-puing reruntuhan yang


hanya bisa diucapkan dan men-jadi slogan belaka yang bisa dikumandangkan oleh para
ahli pidato. Mereka meneriakkan ukhuwah Islamiyah hanya pada angan-angan mereka
belaka, padahal ukhuwah tersebut telah hilang dari kehidupan masyarakat.

Karena masih ada di antara kita yang menyaksikan orang yang sedang kesusahan dengan
mata kepalanya sendiri, menyaksikan saudara-saudaranya yang kelaparan bahkan hampir
mati karena sangat lapar, namun hatinya tidak tergerak untuk mengulurkan pertolongan
dan bantuan kebaikan, hanya berdiam diri, membeku bagai batu dan besi, bahkan
diamnya membenarkan bahwa pintu rizki zaman sekarang ini semakin sempit.

Kehidupan perekonomian semakin lesu dan ketinggalan. Pendapat semacam ini


dilontarkan oleh seseorang yang ingin bebas dari aturan syari`at dan sosial, sedangkan dia
sendiri tahu bahwa Allah yang Maha Pemberi rizki menurunkan rizki-Nya menurut satu
ukuran tertentu. Karunia Allah tidak akan hilang dari orang yang enggan melakukan
perintah-Nya, namun yang hilang dari mereka adalah akhlak dan budi pekertinya.

Ketiga: Kita melihatnya dari sudut politik. Kita akan mendapati bagian (peran) orang-orang
muslim sangatlah sedikit. Sebenarnya jiwa religius di dunia politik Indonesia telah
melemah, bahkan akhir-akhir ini hampir mati. Tetapi disana ada bahaya besar, yaitu ada
sebagian orang yang menggunakan lebel Islam sebagai tunggangan yang mereka kendarai
untuk mencapai tujuannya, baik untuk kemaslahatan politik maupun untuk kepentingan
pribadi berkedok politik.

Termasuk dari kerusakan zaman adalah bahwa ada sekelompok orang yang mengaku
berasal dari komunitas muslim, bahkan mengaku sebagai pembesar-pembesar Islam,
namun mereka tidak mau menundukkan kepala terhadap perintah-perintah Allah, mereka
tidak mau menjauhi larangan-larangan-Nya (artinya mereka meninggalkan syari`at Islam),
bahkan dahi-dahi mereka tidak pernah menempel di lantai mesjid. Dari sinilah adanya
indikasi bahwa jiwa keagamaan di negara kita menjadi sangat lemah bahkan hampir mati.
Saudara-saudaraku para Ulama yang cendekiawan!

Setelah saya paparkan penjelasan ini, saya ingatkan kepada kalian bahwa hidup dan
matinya Islam di Indonesia tergantung pada saudara-saudara. Sudah selayaknya amal
kebajikan dan kegigihan perjuangan kalian lebih banyak dari pada yang lain.
Sesungguhnya saudara-saudara adalah pem-bawa amanat Allah untuk hamba-hamba-Nya,
dan saudara-saudara adalah merupakan benteng bagi syari`at dan jiwa penggerak Islam.

Hari ini, pada saat yang panas ini, ummat Islam Indonesia menyaksikan apa yang kalian
perjuangkan demi kemaslahatan keagamaan dan keadaan sosial bagi mereka.
Sebagaiman hal itu telah diperintahkan oleh syari`at Islam atas diri kalian. Dengan
demikian diharapkan kalian bisa memberi penawar atas rasa haus mereka terhadap
syari`at Islam dan kalian mampu mengayomi kepentingan agama mereka, sehingga
kepercayaan mereka tetap teguh pada diri kalian.

Namun apabila tidak ada seorang pun dari kalian mampu menjadi pemimpin agama yang
baik bagi mereka, dan pengayoman iman yang melindungi mereka serta penjaga syari`at
yang mampu membentengi mereka, maka kepercaya-an mereka terhadap amanat Allah
yang semestinya ada pada diri kalian pastilah akan hilang di hati mereka sebagaimana
hilangnya kepercayaan tersebut terhadap pemimpin-pemimpin selain kalian.

Mereka sekarang sedang meratapi suatu kondisi yang selalu dihantui oleh kematian
disetiap tempat. Tidak tersisa suatu angan-angan (dari harapan mereka) kecuali kepada
kalian dan tidak pula harapan kecuali dari kalian (maka apakah kalian kerjakan?). Saya
mengatakan ini bukan untuk berlebih-lebihan atau omong kosong. Akan tetapi itulah yang
sebenarnya, yang hal tersebut dapat dipahami oleh setiap orang yang berfikir dan peduli
terhadap urusan Islam di Indonesia.

Demikianlah bahwasanya kehidupan negeri kita masih dalam ancaman bahaya dari pihak
musuh, baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri dengan segala kekuatan maupun
persiapan yang matang, dan dengan segala makar, kecurangan dan tipu daya. Mereka juga
memanfaatkan para pimpinan militer dan para tentara-tentaranya serta intel-intel yang
berada di barisan mereka maupun yang menyelundup di barisan kita. Hal ini telah
disebutkan Allah dalam firman-Nya yang artinya:

Orang-orang kafir itu membuat siasat dan Allah membalas siasat mereka itu. Dan Allah
adalah sebai-baik Dzat yang berstrategi. (Qs.Ali Imran, 54)

Maka hanya kepada saudara-saudaralah tumpuan cita-cita ummat Islam Indonesia.


Saudara-saudara harapan tunggal mereka. Wahai pembawa amanat Allah, saya titipkan
kepada kalian. Di pundak kalianlah aku harapkan pertolongan dan bantuan. Sebab banyak
sekali orang-orang yang tidak peduli terhadap permasalahan ummat. Sebagaimana dahulu
ketidak pedulian kaum Thalut dalam menghadapi kaum Jalut. Saat mereka berhenti saat
menyeberangi sungai, sambil berkata:

Tidak ada kesanggupan kami pada hari ini untuk melawan Jalut dan tentaranya. (Qs. Al
Baqarah, 249)

Bangkitlah wahai saudara-saudaraku para ulama, dan kuatkanlah barisanmu, kumpulkan


semua kekuatanmu dan mantapkanlah keyakinanmu bahwa: Berapa banyak dari golongan
yang sedikit dapat mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah. Dan Allah
bersama orang-orang yang sabar. (Q.s. Al Baqarah, 249)
Sampai disini. Saya mohon ampunan kepada Allah untuk diriku dan kalian `

Lembaga Penegakan Aqidah Islam


(LPAI)

Bismillahir rahmanir rahim

MAKLUMAT LPAI TENTANG


PERKEMBANGAN ALIRAN SESAT DI INDONESIA

MENIMBANG

1. Pada akhir-akhir ini telah berkembang aliran-aliran sesat di Indonesia yang sangat
meresahkan masyarakat.

2. Memandang perlu mengeluarkan maklumat tentang bahaya aliran sesat untuk


dijadikan pegangan bagi umat Islam.

Merujuk Firman Allah QS. Al Hasyr ayat 7 (yang artinya) : Apa yang diberikan Rasul
kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya maka tinggalkanlah.

Merujuk Hadist Nabi SAW riwayat Bukhari dan Muslim (yang artinya) : Dari Aisyah ra
beliau berkata, telah bersabada Rasulullah saw ; Barangsiapa membuat (ajaran) baru
dalam urusan (agama)-ku (Islam) yang (sebelumnya) tidak ada di dalam (ajaran Islam)
maka tertolak.

MENGELUARKAN MAKLUMAT

1. Perkembangan aliran sesat harus di antisipasi dan disikapi oleh semua pihak baik oleh
pemerintah, ormas Islam, maupun individu umat muslim.

2. Pencegahan dan pelarangan atas berkembangnya aliran-aliran sesat harus segera


dilaksanakan, agar tidak terjadi keresahan yang menimbulkan kerusuhan di tengah
masyarakat.

3. Pencegahan dan pelarangan tersebut tidak bertentangan dengan HAM, bahkan


melindungi kepentingan ummat Islam yang lebih besar, serta keamanan dan stabilitas
negara

4. Pemberitahuan kepada semua pihak, bahwa pembelaan tehadap aliran Ahmadiyah


serta penolakan terhadap Fatwa MUI hasil Musyawarah Nasional Ke-7, oleh Abdurrahman
Wahid, Ulil Abshar Abdallah, Anand Krisna, Pendeta Wainata Sairin, Jati Kusuma (Sunda
Wiridan), Syafi`I Anwar, Djohan Effendy, Dawan Rahardjo, dan Djaengrana (Konghuchu)
menunjukkan atas kesesatan berpikir dan langkah-langkah Abdurrahman Wahid CS.

5. Pemberitahuan kepada semua pihak, bahwa pernyataan Abdurrahman Wahid semisal


yang dirilis oleh harian Jawa pos Senin 20 Januari 1997 : Selama ini ada pihak yang salah
mengartikan salah satu ayat Alquran yang menyatakan umat Islam bersikap sopan santun
kepada sesama saudara agama tapi bersikap keras kepada orang kafir. Kata Kafir itu,
mereka menafsirkan non Islam. Itu keliru. Padahal Kata kafir itu dapat diartikan orang
tidak beragama. katanya. Bahwa penafsiran model Abdurrahman Wahid ini jelas-jelas
sesat dan menyesatkan umat Islam, tidak sesuai dengan Alquran yang mengatakan, bahwa
kaum Yahudi dan Nasrani adalah kafir, sebagaimana tertera dalam surat Almaidah ayat 72,
73, dan surat Attaubah ayat 30.

Demikianlah maklumat ini, agar setiap muslim yang memerlukan dapat mengetahuinya,
serta memperingatkan umat Islam lainnya agar tidak mengikuti aliran-aliran sesat yang
menyimpang dari aqidah Islam, maupun tokoh-tokoh yang membelanya.

Ditetapkan di : Malang
Pada tanggal : 01-08-2005

Sekretaris Divisi Fatwa

TTD TTD

(Dianto, SE) (Hb. Abdurrahmanbin Husein Asseqaf)

Ketua

TTD

(KH. Luthfi Bashori)

AKHIRUL KALAM
DENGAn membaca risalah ini, diharapkan ummat Islam selalu mawas diri dalam
menjalani roda ke- hidupan, agar tidak terbawa arus budaya dan pemikiran yang
bersumber dari orang-orang kafir, yang sangat menyesatkan, dengan selalu bermohon
kepada Allah I agar mendapatkan hidayah dan inayah-Nya, serta kemenangan bagi ummat
Islam.

Ya Allah, tunjukilah kami jalan yang lurus. Jalan orang-orang yang telah Engkau beri
nikmat, bukan jalan orang-orang yang Engkau murkai (yaitu, kaum Yahudi), dan bukan
pula jalan orang-orang yang sesat (yaitu kaum Nasrani).
Amin Ya Mujibassailin !

CATATAN KAKI :

1) Al-Hijaz, As-Syeikh Muhammad. Shaut al-Mimbar. Dar Mishr Li at-Thiba`ah. Saudi


Arabia 1404 H. Hal. 268.
2) Al-Hijaz, As-Syeikh Muhammad. Shaut al-Mimbar. Dar Mishr Li at-Thiba`ah. Saudi
Arabia 1404 H. Hal. 267.
3) Al-Yahshuby, Al-Qadli Abi Al- Fadl Iyadl. As-Syifaa`. Dar al-Kutub al Ilmiyyah.
Bairut 1399 H. Hal. 326.
4) Al-Yahshuby, Al-Qadli Abi Al- Fadl Iyadl. As-Syifaa`. Dar al-Kutub al Ilmiyyah.
Bairut 1399 H. Hal. 292.
5) Al-Hijaz, As-Syeikh Muhammad. Shaut al-Mimbar. Dar Mishr Li at-Thib`ah. Saudi
Arabia 1404 H. Hal. 272.
6) Al-Jauzi, Syeikh Ibnu al-Qayyim. Ahkamu Ahli adz-Dzimmah. Hal. 156.
7) Al-Jauzi, Syeikh Ibnu al-Qayyim. Ahkamu Ahli adz-Dzimmah. Hal. 157.
8) Ibid.
9) Ibid.
10) Al-Yahshuby, Al-Qadli Abi Al- Fadl Iyadl. As-Syifaa`. Dar al-Kutub al Ilmiyyah.
Bairut 1399 H. Hal. 281.
11) Schumann, Olaf. Agama dan Dialog Antar Peradaban. Cet. I. Paramadina. Jakarta
1996. Hal. 55.
12) Kamus Umum Populer. Karya Anda. Surabaya.
13) Ibid.
14) Ibid.
15) Ibid.
16) Ibid.
17) Ibid.
18) Ibid
19) Ibid.
20) Ibid.
21) Ibid.
22) Ibid.
23) Dhiauddin Umari, Akram. Prof. Dr. Masyarakat Madani. Cet. II. Gema Insani Press.
Jakarta. 1999. Hal. 134.
24) Schumann, Olaf. Agama dan Dialog Antar Peradaban. Cet. I. Paramadina. Jakarta
1996. Hal. 74.
25) Tabloid Tekad. No. 47/Tahun I. 20-26 September 1999.
26) Ibid.
27) Ibid.
28) Ulil Abshar Abdalla, koordinator Jaringan Islam Liberal (JIL), Jakarta
29) Y Herman Ibrahim, kompas 13 Desember 2002
30) Andi Hakim, Maula (Masyarakat Universal Lintas Agama), ts auf@yahoo.co.uk
31) Iwan Setiawan, 8/27 Darling Street South Yana 3141 Melbourne Australia,
Iwans21@yahoo.com
*) Abdul Muiz, abdulmuiz@yifan.net, 21 November 2002

BIODATA PENULIS

Nama : H. LUTHFI BASHORI.

Tempat Tgl Lahir : Singosari, Malang, 5 Juli 1965.

Pendidikan :

1. Madrasah Ibtidaiyah al-Ma‟arif, Singosari-Malang (1972 - 1979)

2. SMP Negeri 1 Singosari. (1979 -1982)

3. Ma‟had Darut Tauhid, Malang (1982)

4. Ma‟had As-Sayyid Muhammad Alwi al-Maliki, Makkah al-Mukarramah (1983 - 1991).

Aktifitas:
1. Pengasuh Pesantren “Ribath al Murtadla al Islami” Singosari Malang, merangkap sebagai
Ketua Umum Pesantren Ilmu al Quran (PIQ) Singosari Malang.

2. Ketua Komisi Hukum dan Fatwa MUI Kabupaten Malang.

3. Aktif di beberapa pergerakan keislaman.

4. Aktif di forum-forum komunikasi antar remaja masjid dan pesantren.

5. Aktif di dalam penulisan makalah untuk kajian keislaman di Masjid, kampus dan
bulletin.

6. Dakwah Islamiyah lewat mimbar umum dan mimbar Jum‟at.`

Karya Tulis yang sudah diterbitkan:

1. Al-Qur‟an versi Syi‟ah Tidak Sama dengan Al-Qur‟an Kaum Muslimin

2. Islam dan Syi‟ah Dua Agama Yang Berbeda.

3. Ukhuwah Islamiyah. Dalam Pandangan Ahlu Sunnah Wal Jama‟ah.


4. Kalimaat lahaa ma‟aanin. (Bhs. Arab).

5. Terjemahan Madkhalul Wusul (Usul Fiqih).

6. Ancaman Bagi Ummat Islam Dalam Menghadapi Zaman Modern.

7. Fenomena Do‟a Bersama Muslim-Non Muslim.

8. Di Balik Usaha Pembubaran DEPAG.

9. Presiden Wanita dalam Wacana Hukum Islam.

10. Musuh Besar Umat Islam.

11. Draft kontroversi Shalat Dua Bahasa.

Profil H. Luthfi Bashori


Murid „Al Maliki‟ yang Kaya Ide dan Kreasi
Luthfi Bashori lahir di kota santri, Singosari, pada tanggal 5 Juli 1965, dari orang tua KH.
M. Bashori Alwi dan Hj. Qomariyah binti Abdul Hamid. Layaknya anak-anak Singosari kala
itu, Luthfi kecil menempuh pendidikan formalnya pada jenjang dasar di Madrasah
Ibtidaiyyah Al Ma‟arif Singosari. Setelah lulus dari Madrasah Ibtidaiyyah pada tahun 1979,
Luthfi kemudian melanjutkan pendidikannya di SMP Negeri Singosari hingga tahun 1982.

Dan rupanya ini merupakan akhir jenjang studi formalnya. Karena pada tahun yang sama,
putra ke-9 dari 11 bersaudara ini memutuskan untuk masuk ke pesantren Darut Tauhid
asuhan Ust. Abdullah Awadl Abdun.

Selama kurang lebih setahun Luthfi menimba ilmu agama di pesantren yang terletak di
kawasan Sumbersari Malang tersebut, terutama ilmu Bahasa Arab. Rupanya, proses ini
merupakan pembekalan bagi sosok Luthfi Bashori yang mendapatkan kesempatan
berharga untuk menempuh pendidikan di Timur Tengah (Madinah dan Makkah). Selama 8
tahun, tepatnya sejak tahun 1983 hingga 1986 beliau menetap di Madinah, lantas tahun
1987 hingga 1991 pindah ke Makkah, di bawah bimbingan seorang ulama kharismatik, As
Sayyid Muhammad Alwi Al Maliki Al Hasani (alm).

Tatkala Luthfi belajar di sana, beliau mengaku sangat senang sekali saat diperintah untuk
berkhidmad pada guru utamanya, as Sayyid Muhammad Alwi Al Maliki.

Karena beliau meyakini bahwa turunnya barokah sering kali melalui khidmad kepada
guru, dan kenyataan ini sudah dirasakan sendiri oleh Luthfi. Dalam mengaplikasikan
keyakinannya beliau sangat antusias tatkala guru besar beliau memintanya untuk
berkhidmad, bahkan mayoritas kehidupan Luthfi di Makkah dijalaninya dengan
berkhidmad secara ikhlas. Beliau sering menukil kata mutiara Arab, “qaddimil khidmad
„ala at ta‟allum” (dahulukan berkhidmad dari belajar), tentunya di saat waktunya
bersamaan.

Arti ikhlas saat berkhidmad, menurut beliau haruslah disertai dengan tingginya i‟tqad
(keyakinan) dan selalu menjaga husnudhan (prasangka baik) kapada guru. Luthfi juga
senantiasa berusaha untuk „dekat‟ secara dhahir dan bathin, bahkan menempatkan diri di
depan gurunya layaknya seorang anak terhadap orang tuanya.

Selama 8 tahun itulah Luthfi dan beberapa temannya, mendapat tugas dari gurunya untuk
membuatkan sekaligus menghidangkan minuman syai akhdhar (teh hijau) dan qahwa arabi
(kopi arab) khas Arab Saudi kepada para tamu yang berziarah maupun yang menghadiri
majlis ta‟lim gurunya. “Jumlah tamu yang datang tiap hari, terkadang puluhan, bahkan
tak jarang ratusan orang”, ujar Luthfi menerangkan. Sekalipun rasa capai sering dialami,
karena saat menyuguhkan minuman, posisi badan Luthfi harus berdiri dan membungkuk.
Ini disebabkan format para tamu yang menghadiri majlis ta‟lim adalah duduk di atas lantai
berkarpet. Sekalipun demikian Luthfi tetap bersemangat dan beristiqamah menjalani apa
yang ditugaskan oleh gurunya.

Belum lagi ucapan para tamu yang mendapat suguhan dari tangannya: “Jazaakallahu
khairan” (semoga Allah memberimu balasan baik), diyakini oleh Luthfi sebagai doa yang
maqbul (dikabulkan)
.
Tatkala beliau diperintahkan untuk pindah ke Makkah, yaitu tahun 1987, tugas Luthfipun
bertambah pula, yaitu sebagai salah satu katib (penulis) yang membukukan surat
menyurat, catatan harian, serta pemikiran guru besarnya ke dalam buku tulis berukuran
tebal, dengan tulisan khat yang baik dan jelas.

Sudah tak terhitung berapa banyak buku tulis yang berisikan goresan tangan Luthfi yang
kini tersimpan rapi di perpustakaan khusus as Sayyid Muhammad Alwi al Maliki al Hasani.
Tentunya hal ini menjadi kenangan yang tak terlupakan bagi Luthfi, terlebih sepeniggalan
guru besar beliau tersebut. Dengan wafatnya as Sayyid Muhammad Alwi al Maliki al
Hasani, Luthfi merasakan duka dan kesedihan yang tiada tara. Namun beliau juga telah
merasakan barokah guru besarnya yang begitu banyak mempengaruhi pembentukan
karakter kehidupannya. Setidaknya itulah yang dirasakan oleh Luthfi.

Garis Keturunan

Pada saat berangkat mencari ilmu di Makkah, umur Luthfi masih sangat muda belia, yaitu
18 tahun. Sebagaimana pada umumnya, anak pada usia tersebut kurang memperdulikan
garis keturunan datuk-datuknya. Hingga kemudian, tatkala menjelang pulang ke tanah air,
as Sayyid Muhammad Alwi al Maliki berpesan kepada Luthfi agar mencari tahu dan
menelusuri garis nasabnya
.
Setiba di tanah air, beliau lalu menanyakannya pada sang ayah, namun kurang
mendapatkan jawaban yang jelas. Pesan guru besar beliau tersebut selalu terngiang di
telinga. Hingga pada akhirnya Luthfi mencari tahu dari bibi-bibinya dari pihak ayah.

Dari merekalah Luthfi mengetahui bahwa keluarga ayahnya adalah keturunan Adipati
Omben Madura. Dengan bekal informasi tersebut Luthfi pergi ke Pulau Madura untuk
menelusuri lebih lanjut tentang datuknya
.
Di sana, beliau mendapat banyak informasi diantaranya dari KH. Khalil Thayyib dan Ustadz
Jazuli yang termasuk tokoh di kawasan Omben, bahwa Adipati Omben itu bernama Syarif
Husain yang terkenal juga dengan julukan Bujuk Rokem.yang mana makam beliau berada
di atas gunung Eliyan Omben Sampang Madura.

Adapun Bujuk Rokem mempunyai ayah yang bernama Maulana Ibrahaim yang terkenal
dengan julukan Sunan Dalem, beliau adalah putra Sunan Giri, salah seorang dari
Walisgongo penyebar agama Islam di Indonesia. Sedangkan kedua makam beliau berada di
gunung Giri Gresik Jawa Timur.

Bujuk Rokem ini mempunyai putra yang bernama Datuk Hasan yang terkenal dengan
julukan Bujuk Raddin, menurut versi keluarga dari keturunan Syarif Husain.

Makam beliau berada di Batu Nahong Bangkalan. Sedangkan Datuk Hasan mempunyai
putra yang bernama Datuk Yusuf Qadir yang dimakamkan di wilayah Bargan Jrengik, yang
tidak jauh dari kota Sampang. Datuk Yusuf Qadir mempunyai putra yang bernama Alwi
yang terkenal dengan panggilan Agus Matal, makam beliau berada di atas gunung di daerah
Sumber Glemuk Angsokah Sampang
.
Datuk Alwi mempunyai putra yang bernama Abdurrahim, beliaua inilah datuknya Luthfi
yang hijrah dari pulau Madura ke pulau Jawa.

Datuk keempat Luthfi, yaitu Datuk Abdurrahim, beliau hidup pada masa colonial, beliau
adalah seorang pejuang yang dikejar-kejar oleh Belanda, yang pada akhirnya melarikan
diri dari Madura dan mengungsi serta menetap dan dimakamkan di Singosari.

Malang. Beliau mempunyai putra yang bernama Buyut Murtadla yang dikenal sebagai
seorang ahli Alquran yang cukup disegani di wilayah Singosari, makam beliau jaga beradaa
di Singosari. Adapun Buyut Murtadla mempunyai putra yang bernama Mbah/Yai Alwi,
beliau dikenal sebagai aktivis NU pada masanya. Beliau menjadi wakil NU di keanggotaan
DPR kala itu, atau yang sering disebut senagai anggota konstituante. Sedangkan makam
beliau berada di tanah makam keluarga di pemakaman Kadipaten Singosari. Beliau
mempunyai putra yang bernama KH. Bashori, yang terkenal sebagai ahli Alquran pendiri
Jam`iyyatul Qurra wal Huffadz, cikal bakal MTQ Nasional, sekaligus pendiri Pesantren
Ilmu Alquran (PIQ) Singosari. Sedang KH. Bashori inilah ayah kandung Luthfi.
Untuk menghormati datuk-datuknya sekaligus mengeskpresikan wasiat dari guru besarnya,
Luthfi secara berkesinambungan menziarahi makam Syarif Husain di kawasan Omben
Madura serta merawat dan membaca doa untuk para datuknya di pemakaman keluarga
yang berada di Singosari
.
Dilahirkan dari keturunan pejuang-pejuang Islam serta masa kecil yang dihabiskannya di
lingkungan pesantren yang diasuh ayahandanya, rupanya berpengaruh besar dalam cara
hidup dan gaya pikir Luthfi.

Sejak awal beliau sudah menentukan disiplin ilmu apa yang harus digeluti dan bagaimana
beliau akan mengisi hidupnya, yakni mendalami ilmu agama dan mengajarkannya pada
orang lain. Dunia pendidikan dan dakwah Islamiyah dengan memegang tradisi salaf
merupakan way of live ustadz muda yang saat ini dikaruniai 2 anak putri, dan tengah
menanti kelahiran anak ketiganya.

Aktifis Dakwah

Orang yang mendengarkan ceramah-ceramah Ust. Luthfi baik yang disampaikan lewat
mimbar Jumat, majlis ta‟lim atau tabligh akbar, akan menangkap kesan keteguhan dalam
memegang prinsip yang diyakininya, serta keberaniannya dalam menentang kemungkaran
yang terjadi di tengah masyarakat, baik pada level pemerintahan maupun masyarakat
secara umum.

Di saat menyampaikan materi pembahasan, Ust. Luthfi selalu menyesuaikan dengan


situasi dan kondisi para pendengarnya. Adakalanya dengan aksen yang keras, tegas, dan
lugas, namun di saat lain beliau menyampaikan dengan cara yang sejuk, lembut, dan
komunikatif, sekalipun demikian kesan tegas tidak pernah hilang dari dirinya.

Demikian juga tatkala beliau mengulas makalahnya yang disajikan dalam seminar-
seminar, termasuk di saat menjawab pertanyaan-pertanyaan, gaya penyampaiannya
dikenal sangat mudah dimengerti dan mampu memuaskan audien. Sejak pulang dari
Makkah Al Mukarramah tahun 1991 hingga sekarang, Ust. Luthfi tetap istiqamah dalam
menempuh cara ini.

Beliau juga selalu berada di garis depan menentang penyebaran aliran-aliran dan ajaran-
ajaran sesat semacam Syi‟ah, Islam Liberal, sinkretisme (pencampuradukan agama),
manunggaling kawulo gusti (penyatuan diri dengan Tuhan), ruwatan (sedekah) bumi,
fenomena do‟a bersama muslim non muslim, dan sebagainya yang tidak sesuai dengan
ajaran syariat, sekalipun dalam melakoninya Ust. Luthfi harus berhadapan dengan tokoh
sekelas Gus Dur dan Megawati.

Tatkala Gus Dur mengatakan : “NU adalah Syiah kultural, buktinya warga NU senang
menbaca shalawat Daiba‟.” Dengan tegas Ust. Luthfi mengomentari: “Pendapat itu adalah
kebohongan publik dan pembodohan terhadap ummat yang dilakukan oleh Gus Dur, sebab
as Syeikh Abdurrahman bin Ali bin Muhammad as Syaibani al Yamani az Zabidi as Syafi‟i,
pengarang kitab al Maulid ad Daiba‟i, tiada lain adalah ulama bermadzhab Sunni-Syafi‟i,
sebagaimana termaktub dalam biografinya”.

Menurut Ust. Luthfi, di dalam muqaddimah qanun asasi Jamiyyah Nahdlatul Ulama,
Hadlratus Syeikh KH. Hasyim Asy‟ari, melarang warga NU terpengaruh dan ikut aliran
sesat, termasuk Syiah Zaidiyah. Perlu diketahui bahwa Syiah Zaidiyah menurut para
ulama, kesalahannya tidaklah terlalu besar, kelompok ini hanya mengatakan bahwa
Sayyidina Ali bin Abi Thalib ra, lebih Afdal dari pada Sayyidina Abu Bakar ra dan Umar bin
Khatthab ra. Itupun sudah diantisipasi oleh Hadlratus Syeikh. Apalagi Syiah Imamiyah yang
kini berkembang di Indonesia, dengan tokoh idolanya Khomaeni, yang mana kelompok ini
telah mengkafirkan Sayyidina Abu Bakar ra dan Umar bin Khatthab ra, bahkan
mengkafirkan mayoritas sahabat Nabi Muhammad SAW, sebagaimana yang tertera di dalam
buku-buku rujukan utama mereka. Tentunya apa yang disampaikan Gus Dur, sangat
bertentangan dengan wasiat pendiri NU tersebut, demikianlah sebagaimana yang
ditandaskan oleh Ust Luthfi.

Al Habib Abdurrahman bin Husain As Segaf, pengasuh Pesantren Ihyaus Sunnah Pasuruan,
merangkap sebagai ketua FPI Jawa Timur pernah mengatakan: “Sekarang ini jarang sekali
orang NU yang benar-benar NU tulen, seperti zamannya KH. Hasyim Asy‟ari, Laah…
diantara orang-orang NU yang jarang sekali ditemukan itu, adalah Ust. Luthfi. Maka sangat
keliru kalau ada orang mengatakan bahwa Ust. Luthfi telah keluar dari NU,..justru Ust.
Luthfilah yang berjuang memurnikan NU, agar menjadi NU asli seperti saat didirikan
dahulu.”

Bersama Habib Thohir bin Abdullah Al Kaaf (muballigh asal Tegal); Drs. Habib Muhammad
bin Hasan Baharun (muballigh dan penulis asal Malang); Habib Ahmad bin Zain Al Kaaf
(Yayasan al Bayyinat berpusat di Surabaya); KH. Dawam Anwar (pengurus PBNU); KH. Irfan
Zidni (ketua lajnah falakiyah dan dewan syura PBNU); Ust. H.M Amin Djamaluddin
(pimpinan Lembaga Penelitian Dan Pengkajian Islam, Jakarta); dan beberapa ulama
terkemuka, Ust. Luthfi sangat getol memerangi dan mengantisipasi penyebaran aliran
Syiah Imamiyah di kalangan ummat Islam, baik lewat pengajian umum, tabligh akbar,
seminar, tulisan, hingga permohonan resmi pelarangan penyebaran Syiah lewat jalur
pemerintah. Di akhir era pemerintahan Presiden Suharto, pemerintah sempat menyatakan
secara resmi Syi‟ah adalah aliran sesat yang perlu diwaspadai, tiada lain berkat keuletan
para ulama yang berjuang bersama beliau.

Bersama Ust. Abu Bakar Ba‟asyir (Amir Majlis Mujahidin Indonesia), Ustadz Luthfi dikenal
gigih dan cukup lugas di dalam menyampaikan dan memperjuangkan gagasan formalisasi
syariat Islam dalam tatanan Undang-Undang Negara.

Bersama KH. Athian Ali (ketua FUUI berpusat di Bandung), beliau pernah mengeluarkan
fatwa mati bagi Ulil Absar Abdalla yang divonis telah menghina Islam.
Dalam acara ulang tahun MMI di Yogjakarta di hadapan ribuan simpatisan, dan juga
dihadiri wartawan-wartawan asing non muslim yang meliput acara tersebut, Ust. Luthfi
melontarkan salam khusus pada para peliput dari kalangan non muslim, “as saam
„alaikum!” (racun atas kalian!). Tindakan ini diambil sebagai reaksi atas tekanan dan
kedzaliman Amerika dan musuh-musuh Islam terhadap kaum muslimin khususnya MMI.

Pada saat FPI memperingati hari jadinya di Jakarta, karya tulis beliau yang diberi judul
“11 September Hari Anti Amerika Sedunia” ikut mewarnai acara tersebut, bahkan dicetak
ribuan lembar dan disebarkan di kalangan yang hadir. Dalam acara Silaturrahim Nasional
Ulama dan Habaib yang digelar di Jakarta dan dirilis oleh hampir seluruh stasiun telivisi
secara langsung, sosok Ust. Luthfi tampak duduk di deretan meja nara sumber dan ikut
aktif menolak calon presiden wanita serta calon presiden yang diindikasikan menjadi
boneka Amerika.

Bersama MUI Kabupaten Malang, beliau ikut bertanggung jawab atas keluarnya fatwa
mengenai kesesatan ajaran shalat dua bahasa ala Yusman Roy.
Dalam ceramahnya, beliau sering mengelompokkan komunitas muslim menjadi dua
bagian; muslim konsisten dan inkonsisten. Muslim „konsisten‟, menurutnya, adalah
kalangan Islam yang selalu bersemangat memperjuangkan dan memurnikan ajaran Islam
yang berafiliasi pada ajaran ulama salaf ahlussunnah wal jama‟ah dan tidak keluar dari
jalur syariat. Sedang muslim „inkonsisten‟ adalah sebaliknya, seperti kaum Syi‟ah,
kelompok liberal, pelaku dan pendukung sinkretisme (pencampuradukan agama-agama,
seperti mengadakan acara keagamaan bersama muslim-non muslim), sekularisme,
komunisme (yang kini ajarannya marak digandrungi oleh kalangan mahasiswa perguruan-
perguruan tinggi berlabel Islam), westernisasi, dan upaya pendangkalan agama serta
pemurtadan umat.

Dalam dunia dakwah, Ustadz yang tergolong masih muda, menginjak usia 40 tahun ini,
ternyata telah melanglang buana ke pelbagai kota di Indonesia. Adapun kawasan yang
pernah dimasuki Ust. Luthfi adalah hampir seluruh kota di Jawa Timur, seperti
Banyuwangi, Bondowoso, Jember, Probolinggo, Pasuruan, Malang, Surabaya, Tuban,
Kediri, Jombang, dan lain-lain. Di Jawa Tengah, seperti Yogyakarta, Solo, Purwokerto,
Purworejo, Kendal, Rembang, Semarang, Pekalongan, Tegal, Brebes, dan lain-lain Di Jawa
Barat, seperti Bandung, Garut, Cirebon, dan lain-lain, termasuk juga di ibu kota Jakarta.
Di pulau Sumatra, seperti Lubuk Linggau. Di pulau Sulawesi seperti Ujung Pandang. Di
pulau Kalimantan seperti Balik Papan. Di pulau Madura, pulau Sapeken, pulau Bali, pulau
Lombok, dan lain sebagainya.

Aktifis Organisasi

Dunia pendidikan dan dakwah yang selama ini digeluti, seakan kurang sempurna apabila
tidak dikembangkan di tengah masyarakat luas. Sehingga beliau melebarkan sayap
dakwahnya di tengah masyarakat dengan aktif di berbagai organisasi dan pergerakan
Islam, diantaranya sebagi ketua FORMAIS (Forum Masyarakat Islam Singosari), anggota
FUUI (Forum Ulama Umat Indonesia) Bandung Jabar, penasehat MMI (Majelis Mujahidin
Indonesia) Pusat, komisi fatwa MUI kabupaten Malang, penasehat FPI (Front Pembela
Islam) Jatim, nara sumber FPIS (Front Pemuda Islam Surakarta), penasehat FSPS (Forum
Silaturahim Peduli Syariat) se Malang Raya, penasehat FKRM (Forum Komunikasi Remaja
Masjid) kabupaten Malang, penasehat Tim Fakta dan ARIMATEA cabang Malang (dua
organisasi yang berkecimpung dalam membentengi umat Islam dari maraknya kristenisasi),
Ketua Komisi Hukum dan Fatwa MUI Kabupaten Malang, Ketua LPAI (Lembaga Penegakan
Aqidah Islam), lembaga yang membentengi aqidah umat melalui karya tulis
.
Karena aktif berdakwah di Jakarta, beliau sering dilibatkan dalam kegiatan ulama se-
Jabotabek, termasuk menyampaikan amanat ummat kepada Prof. DR. BJ. Habibi, tatkala
menjabat sebagai presiden RI. Demikian pula di pulau Madura, beliau seringkali
menghadiri rapat-rapat yang diadakan oleh para ulamanya guna membahas permasalahan
sosial masyarakat Madura, termasuk berdialog dengan Prof. DR. Amien Rais, tatkala
menjabat sebagai ketua MPR. Beliau juga aktif mengisi kajian-kajian yang diselenggarakan
di masjid-masjid kampus di Malang, Surabaya, dan Yogyakarta. Begitu pula kajian dan
seminar yang diselenggarakan oleh kalangan pesantren, Remas, Hizbut Tahrir, KAMMI,
PKS, dan pergerakan Islam lainnya.

Pelantikan jajaran pengurus Hai‟ah as Shofwah


Dengan seabrek organisasi yang diterjuninya, seakan membuat perhatian dan
kepeduliannya terhadap masalah sosial keagamaan sangatlah besar, tidak hanya pada skup
lokal saja, tetapi juga pada tataran umat Islam secara luas.

Apalagi saat ini beliau ditunjuk sebagai salah satu pengurus harian Hai‟ah as Shofwah,
sebuah organisasi yang menaungi seluruh alumni ma‟had as Sayyid Muhammad bin Alwi Al
Maliki Al Hasani, yang rata-rata anggotanya adalah para ulama dan habaib pemangku
pesantren dan majlis ta‟lim dari pelbagai belahan Indonesia.

Ust. Ali Rahbini (Gondang legi Malang), sebagai sekretaris As Shafwaf sangatlah merasakan
besarnya manfaat keberadaan Ust. Luthfi pada jajaran fungsionaris Hai‟ah as Shofwah, Ust
Ali mengatakan: “ Hai‟ah as Shofwah, adalah sebuah organisasi yang bergerak dalam
bidang Tarbiyah dan Dakwah, maka sosok Ust. Luthfi yang dikenal „komplit‟ dan ulet,
sangatlah cocok duduk dalam kepengurusan harian.

Belum lagi kepedulian dan kegetolannya di dalam membentengi ummat Islam dari aliran-
aliran dan prilaku bid‟ah dhalalah (sesat) yang keluar dari "Aqidah Ahlus sunnah, hal ini
sesuai dengan visi dan misi Hai‟ah as Shofwah.”

Dengan keaktifan beliau di berbagai kalangan, dengan tidak membeda-bedakan kultur dan
latar belakang organisasi, menjadikan pemikiran beliau diterima oleh banyak pihak, baik
dunia pesantren, pergerakan Islam, kampus, dan masyarakat pada umumnya.

Secara konkrit, perjuangan beliau sering diwujudkan dengan menggandeng aparat terkait
dalam memberantas kemaksiatan, budaya non muslim, dan kristenisasi. Seruan tegas
lewat mimbar Jumat dan karya tulis kerap kali disampaikan Ust. Luthfi dalam menyikapi
penindasan dan perampasan hak-hak umat Islam di seluruh dunia, seperti di Irak,
Palestina, Afghanistan dan di berbagai belahan dunia lainnya.

Beliau juga tak segan untuk mengirim para muridnya terutama yang berdomisili di
pesantren Ribath untuk ikut membantu perjuangan beliau, dengan cara bernegoisasi
dengan pihak aparat, serta terjun ke desa-desa dalam berdakwah dan menyebarkan
stiker-stiker anti kemaksiatan.

Karya Tulis

Ustadz Luthfi juga begitu aktif menulis kajian-kajian Islam. Talenta menulis beliau ini
berangkali merupkan „warisan‟ dari sang ayah, KH. Bashori Alwi, yang juga dikenal sebagai
penulis dan penerjemah kitab.

Sejak kecil, Ust. Luthfi sudah aktif menulis karya-karya semacam puisi, cerpen dan
essay.

Beberapa karyanya di usia kanak-kanak pernah dimuat di Majalah Anak-anak Kawanku.


Dan saat ini, sesuai dengan kapasitas ilmu dan dunia yang beliau geluti, beliau sudah
berhasil melahirkan karya-karya tulis baik yang berbentuk artikel, makalah dan buku.
Materi kajian yang sering beliau angkat adalah tentang kritik sosial keagamaan.

Beberapa artikel beliau dimuat di media massa dan beberapa bukunya sudah diterbitkan.
Di antaranya yang sangat fenomenal adalah buku Al Quran Versi Syiah Tidak Sama dengan
Al Quran Kaum Muslimin yang dicetak sebanyak 150.000 eksemplar oleh berbagai
simpatisan dan disebarkan secara cuma-cuma.

Juga buku Musuh Besar Umat Islam yang sudah diterbitkan tiga kali oleh percetakan
Wihdah Press Yogyakarta sebanyak 15.000 eksemplar. Buku yang terakhir ini, disamping
diberi kata pengantar oleh DR. Fuad Amsyari (tokoh Muhammadiyah), sudah sering kali
dibedah oleh aktifis pergerakan Islam di berbagai tempat, di antaranya di Universitas
Brawijaya Malang, masjid Jami‟ Pandaan, pesanten al Anwar Sarang Rembang, PMII cabang
Purworejo Jateng dan di kota-kota besar lainnya seperti Solo, Yogyakarta, Madura dan
lain sebagainya. Buku lain yang telah ditulis antara lain, Di Balik Upaya Pembubaran
Depag, NU dan Sekularisme, Presiden Wanita dalam Wacana Hukum Islam, dan sebagainya.

Satu judul materi yang ditulis Ustadz Luthfi pernah dimuat dalam buku Musykilat NU,
yaitu buku karya bersama KH. Yusuf Hasyim; KH. Irfan Zidni; Ir. Shalahuddin Wahid; H.
Said Budairi; Gus Isham Hadziq; Ust. Luthfi Bashori. Buku tersebut diterbitkan mencapai
ribuan ekslemplar, disaat menjelang diresmikannya undang-undang multi partai di
Indonesia.
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Kebebasan tanpa kendali agama terbukti telah mencampakkan manusia dalam kehidupan
penuh nista. Ada di antara manusia, atas nama kebebasan, mereka berbuat sesuka
nafsunya, tanpa akhlak dan tanpa peduli rambu-rambu kebenaran Ilahi.

Atas nama pluralisme, mereka mengatakan sesama agama sama benar dan baiknya.

Islam, kata mereka, warna-warni, karena itu ummat Islam tidak berhak mengklaim paling
benar sendiri. Atas nama kesetaraan laki-laki perempuan, mereka mengingkari ayat-ayat
Allah dan menuduh Islam telah berlaku diskriminatif dan tidak adil terhadapa kaum
wanita. Atas nama hak asasi manusia, mereka malah mengingkari HAK ASASI ALLAH dalam
membangun manusia seutuhnya, dan mensejahterakan bumi seisinya menurut qudrat dan
iradat-Nya.

Ironisnya, segala kerusakan aqidah, intelektual, moral dan juga prilaku sosial yang
ditunjukkan oleh mereka yang mengagung-agungkan kebebasan dan terpesona dengan
ideologi hak asasi manusia, secara keliru seringkali dipandang sebagai upaya perbaikan,
untuk membangung keharmonisan sosial, dan kata mereka lagi, demi perdamaian ummat
manusia. Segala kerusakan yang terjadi akibat kepongahan orang-orang kafir dan munafiq,
toh mereka menolak disalahkan. “Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan
perbaikan. Ingatlah sesugguhnya mereka itulah yang membuat kerusakan, tetapi mereka
tidak menyadari.” (QS. Al-Baqarah, 2:11-12).

Buku berjudul “MUSUH BESAR UMMAT ISLAM”, yang ditulis oleh seoarang intelektual muda
muslim dengan latar belakang santri pesantren yang kental, berupaya menjlentrehkan
strategi musuh Islam dalam memerangi ummat Islam.

Urgensi penerbitan buku ini menjadi semakin bermakna, karena penulisnya berhasil
menyuguhkan wacana pemikiran dari seorang shalih, KH. Hasyim Asy‟ari, pendiri NU,
tentang pentingnya persaudaraan dan wajibnya menegakkan Syari‟at Islam dalam
kehidupan bernegara. Dengan membaca buku ini, diharapkan para pembbaca dapat
menyerap hikmah pemikiran ulama senior, kemudian membandingkannya dengan
kekacauan pemikiran generasi setelahnya. Wallahua‟lam bisshawab.

Anda mungkin juga menyukai