SETAN
YANG MENYESATKAN
MANUSIA
A.SADIKIN
SYAMINA
PERILAKU SETAN
YANG MENYESATKAN MANUSIA
A. Sadikin
Laporan
Edisi 10 / Agustus 2018
ABOUT US
Laporan ini merupakan sebuah publikasi dari Lembaga Kajian Syamina (LKS). LKS merupakan sebuah
lembaga kajian independen yang bekerja dalam rangka membantu masyarakat untuk mencegah segala
bentuk kezaliman. Publikasi ini didesain untuk dibaca oleh pengambil kebijakan dan dapat diakses oleh
semua elemen masyarakat. Laporan yang terbit sejak tahun 2013 ini merupakan salah satu dari sekian banyak
media yang mengajak segenap elemen umat untuk bekerja mencegah kezaliman. Media ini berusaha untuk
menjadi corong kebenaran yang ditujukan kepada segenap lapisan dan tokoh masyarakat agar sadar realitas
dan peduli terhadap hajat akan keadilan. Isinya mengemukakan gagasan ilmiah dan menitikberatkan pada
metode analisis dengan uraian yang lugas dan tujuan yang legal. Pandangan yang tertuang dalam laporan ini
merupakan pendapat yang diekspresikan oleh masing-masing penulis.
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI — 3
EXECUTIVE SUMMARY — 4
EFEK DOSA — 16
DOSA-DOSA BESAR — 19
PENUTUP — 25
DAFTAR PUSTAKA — 25
3
Edisi 10 / Agustus 2018 SYAMINA
EXECUTIVE SUMMARY
K
ejahatan (syarr)—lawan dari kebaikan (khair) dan sebagai tindakan yang
dilakukan oleh manusia—masuk dalam diskusi ketika membicarakan
perbuatan manusia secara individu dan kolektif. Kejahatan sering
dipersonifikasi oleh Al-Quran sebagai iblis atau setan. Al-Quran menggambarkan
setan sebagai sosok yang mendurhakai perintah Allah, lebih sebagai musuh manusia
daripada sebagai musuh Allah.
Ide paling menonjol dari Al-Quran menyangkut setan adalah bahwa semua
perbuatan setan meliputi seluruh wilayah menusia sehingga manusia harus selalu
waspada dan hati-hati. Begitu lengah, manusia dapat masuk ke dalam perangkap
setan. Tipu daya setan sendiri sebetulnya tidaklah kuat. Hanya kelemahan,
karapuhan moral, dan kelengahan manusia yang membuat setan tampak sangat
kuat. Iblis dan setan tampaknya lebih berwatak licik dan licin daripada kuat; lebih
menipu dan bersekongkol daripada menantang secara terbuka; lebih menghasut,
curang dan “menghadang” daripada berperang berhadap-hadapan. Inilah mengapa
4
SYAMINA Edisi 10 / Agustus 2018
setan membela diri di Hari Perhitungan kepada mereka yang menuduhnya menipu.
Oleh itu, muncullah keyakinan kuat Al-Quran bahwa keburukan dan kejahatan pasti
bisa dikalahkan oleh kebenaran dan kebaikan.
Lantaran setan menggunakan tipu daya yang licik dan melepaskan diri dari
tanggung jawab—karena usaha setan yang putus asa tersebut bersifat kontra-
produktif—manusia sering diseru oleh Al-Quran untuk tidak “mengikuti langkah-
langkah setan”. Ide bahwa manusia bisa betul-betul mengikuti “langkah-langkah”
setan memiliki dua aspek. Pertama, setan tidak pernah memaksa, dan memang tidak
akan pernah bisa memaksa, siapa pun untuk berbuat kejahatan, tetapi ia berusaha
mengajak atau menggoda manusia sebagai sasarannya. Kedua, “langkah-langkha
setan” ini membawa kehancuran bagi korbannya. Sungguh penting bagi manusia
untuk mengenali langkah-langkah setan; jika tidak, amatlah sulit, jika bukan
mustahil, bagi manusia untuk menyelamatkan diri dari bencana.
Dalam menyesatkan manusia, ada enam tahapan yang dilakukan setan: (1)
mengajak pada kekafiran, kesyirikan, serta memusuhi Allah dan Rasul-Nya; (2)
mengajak melakukan bid’ah; (3) mengaajak mengerjakan dosa besar (al-kabair); (4)
mengajak mengerjakan dosa kecil (ash-shaghair); (5) menyibukkan pada perkara
mubah; (6) menyibukkan dalam amalan yang kurang afdhal, padahal ada amalan
yang lebih afdhal.
Efek dosa yang dilakukan manusia dapat berdampak baik pada individu
pelakunya maupun pada komunistas di wilayah tersebut jika mereka tidak berusaha
mecegah dan mengingatkan pelakunya. Efek dosa perdahap individu di antaranya
yaitu: terhalangi dari ilmu, memperpendek umur, dapat memancing dosa yang lain,
melumpuhkan keinginan berbuat baik, dan sejenisnya. Adapun efek dosa terhadap
komunitas yaitu dapat menimbulkan kerusakan di bumi dan berbagai bencana.
Meski manusia memang tidak mungkin terbebas dari kesalahan (dosa-dosa
kecil), yang berarti pada suatu kesempatan manusia juga terbujuk oleh godaan setan
sehingga melakukan dosa, namun manusia bisa menjauhi seluruh dosa-dosa besar.
Tetapi, dalam Islam, pintu tobat senantiasa terbuka bagi mereka yang melakukan
dosa. Menariknya, dalam pandangan Islam, bukan persoalan dosa besar atau dosa
kecilkah yang dilakukan manusia, namun persoalan mendasar adalah kepada siapa
manusia sebenarnya melakukan dosa tersebut, yaitu kepada Allah, Rabb semesta
alam.
5
Edisi 10 / Agustus 2018 SYAMINA
PERILAKU SETAN
YANG MENYESATKAN MANUSIA
1 Surat Makkiyah menurut jumhur ulama adalah surat yang diturunkan sebelum Rasulullah g hijrah ke Yatsrib
(Madinah). Sementara surat Madaniyyah adalah surat yang diturunkan setelah Rasulullah g hijrah.
2 Fazlurrahman, Mayor Themess of The Qur'an, 85-91.
6 3 Al-Baqarah: 14.
4 Al-An’am: 112.
SYAMINA Edisi 10 / Agustus 2018
oleh iblis. Manusia-lah yang menjadi sasaran iblis, dan manusia-lah yang bisa
menaklukkannya atau takluk kepadanya.
Ide paling menonjol dari Al-Quran menyangkut setan adalah bahwa semua
perbuatan setan meliputi seluruh wilayah menusia sehingga manusia harus selalu
waspada dan hati-hati. Begitu lengah, manusia dapat masuk ke dalam perangkap
setan. Meskipun setiap manusia, dalam tatanan tertentu dan pada prinsipnya selalu
demikian, mendapat godaan setan, manusia yang bertakwa (yaitu yang terlindungi
dari kerusakan moral) tidak betul-betul terjerembab ke dalam kejahatan, tetapi cepat
menyadari tipu daya setan. Karena itu, Al-Quran mengingatkan Nabi Muhammad g,
“Dan jika kamu ditimpa sesuatu godaan setan, maka berlindunglah kepada Allah.
Sungguh Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. Sungguh orang-orang yang
bertakwa bila mereka ditimpa was-was dari setan, mereka ingat kepada Allah, maka
ketika itu juga mereka melihat kesalahan-kesalahannya.”5
Hal ini berarti bahwa misi utama iblis adalah menyesatkan manusia dan kadang
kala—atau dalam kasus manusia yang jahat, hampir secara permanen—menutup
kepekaan hatinya. Bagaimanapun, Al-Quran menekankan bahwa meskipun tidak
ada manusia yang sepenuhnya kebal dari perangkap setan, setan benar-benar tidak
bisa melancarkan serangannya terhadap orang-orang bertakwa yang telah memiliki
integritas moral. Karena itu, Allah berfirman kepada setan,
“Sungguh hamba-hamba-Ku tidak ada kekuasaan bagimu terhadap mereka,
kecuali orang-orang yang mengikut kamu, yaitu orang-orang yang sesat.”6
“Sungguh setan itu tidak ada kekuasaannya atas orang-orang yang beriman dan
bertawakkal kepada Tuhannya.”7
Tipu daya setan sendiri sebetulnya tidaklah kuat. Hanya kelemahan, karapuhan
moral, dan kelengahan manusia yang membuat setan tampak sangat kuat. Menurut
Al-Quran, tipuan setan berakar dari keputusasaan dan ketiadaan harapan yang
memuncak. Hilangnya harapan, begitu juga lawannya (yaitu sombong), adalah
karakter utama setan. Mula-mula, setan menolak bersujud menghormat kepada
Adam lantaran keangkuhannya, karena ia merasa “lebih tinggi derajatnya” daripada
Adam. Setelah Allah melaknatnya lantaran keangkuhannya, mereka menjadi putus
asa dan kehilangan harapan.8
Keputusasaan yang memuncak itu dilampiaskan oleh setan berupaya
menjerumuskan manusia.
“Iblis menjawab, ‘Karena Engkau telah menghukumku tersesat, aku benar-benar
akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan-Mu yang lurus. Kemudian aku akan
mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri
mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (taat)
[kepada-Mu].” 9
5 Al-A’raf: 200-201.
6 Al-Hijr: 42.
7 An-NAhl: 99.
8 Baca Al-Hijr: 32-40. 7
9 Al-A'raf:16-17.
Edisi 10 / Agustus 2018 SYAMINA
Maka, iblis dan setan tampaknya lebih berwatak licik dan licin daripada kuat; lebih
menipu dan bersekongkol daripada menantang secara terbuka; lebih menghasut,
curang dan “menghadang” daripada berperang berhadap-hadapan. Inilah mengapa
setan membela diri di Hari Perhitungan kepada mereka yang menuduhnya menipu.10
Pada hakikatnya, kekuatan setan berelasi dengan kelemahan manusia, karena
setan sendiri hanya memiliki sedikit kekuatan intrinsik. Tipu daya utamanya
adalah “menghiasi” atau “menyebabkan tampak menarik” pesona duniawi yang
menjerumuskan atau menyebabkan tampak berat atau menakutkan hal-hal yang
bermanfaat.
“Setan pun menampakkan kepada mereka kebagusan apa yang selalu mereka
kerjakan.”11
“Setan menjadikan mereka memandang baik pekerjaan (buruk) mereka.”12
“Sungguh mereka itu hanyalah setan yang menakut-nakuti (kamu) dengan
kawan-kawannya (orang-orang musyrik Quraisy).” 13
Karena itu, kekuatan setan bergantung pada pilihan manusia itu sendiri. Setan
sendiri sering dilukiskan dalam Al-Quran sebagai pendurhaka kepada Allah,14 tetapi
padaa akhirnya sikap itu mengekspresikan keputusasaannya. Setan kelak mengakui
pada Hari Perhitungan kegagalan upayanya dan bahwa ia sebenarnya tak punya
kuasa atas manusia. Al-Quran menyatakan, “Dan tidak ada yang dijanjikan oleh
setan kepada mereka melainkan tipu daya belaka”15, yang berarti bahwa tidak ada
yang benar dalam “janji-janjinya”. Demikian juga, “Orang-orang yang berperang di
jalan Allah, dan orang-orang kafir berperang di jalan thaghut, sebab itu perangilah
kawan-kawan setan itu. Karena sungguh tipu daya setan itu lemah.”16 Dari keyakinan
bahwa kejahatan itu secara inheren lemah, sedangkan kebenaran secara inheren
kuat, maka muncullah keyakinan kuat Al-Quran bahwa keburukan dan kejahatan
pasti bisa dikalahkan.
“Mereka itulah golongan setan. Ketahuilah bahwa sungguh golongan setan itulah
golongan yang merugi.”17
“Maka sungguh pengikut (agama) Allah itulah yang pasti menang.”18
Maka, setan kelak mengkhianati “teman-teman”nya dan meninggalkan mereka
sendirian dalam kesusahan. Lebih jauh, “setan akan meninggalkan manusia.19
Bahkan dalam kehidupan dunia ini, setelah manusia terperangkap tipu dayanya,
setan menolak ikut bertanggung jawab.
“Seperti (bujukan) setan ketika dia berkata kepada manusia, “Kafirlah kamu,”
maka tatkala manusia telah kafir ia berkata, “Sungguh aku berlepas diri dari kamu
karena sungguh aku takut kepada Allah, Tuhan semesta alam.”20
Maka, bukanlah setan yang kuat, tetapi kegagalan manusia dalam menunjukkan
kekuatannya melawan rayuan setan itulah yang menjadi acaman nyata bagi
manusia. Hiasan duniawi ini bagi manusia menyentuh hati dan pikirannya sehingga
ia “tersesat” dalam kepentingan jangka pendek dan “lupa” akan akhirat, akhir yang
sesungguhnya, berjangka panjang dan penuh konsekuensi, serta menjadi tujuan
penting. Hal inilah yang sebenarnya dieksploitasi oleh setan. Dapat dikatakan
bahwa setan hanyalah sebuah kekuatan yang memperkuat tendensi kejahatan
yang telah inheren di dalam diri manusia. Ketika kedua faktor tersebut berpadu,
aliansi itu tampaknya tidak terbendung. Jika ia hendak melepaskan aliansi yang
kuat ini, manusia harus secara sadar menyandarkan diri kepada Allah dalam rangka
memperkuat dan membangun potensi kebaikan yang inheren di dalam dirinya.
Lantaran setan menggunakan tipu daya yang licik dan melepaskan diri dari
tanggung jawab—karena usaha setan yang putus asa tersebut bersifat kontra-
produktif—manusia sering diseru oleh Al-Quran untuk tidak “mengikuti langkah-
langkah setan”, karena langkah tersebut membawa manusia ke arah kerusakan diri
sendiri. Setan adalah musuh yang nyata bagi manusia. Karena itu, “langkah-langkah”
setan tersebut meliputi segala jenis sejahatan yang dilakukan oleh manusia, entah
itu kemubaziran, korupsi, perang, atau kejahatan lain.
“Hai manusia! Makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi,
dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan; karena sungguh setan itu
musuh yang nyata bagimu.”21
Demikian juga dalam hal perang, “Wahai orang-orang beriman! Masuklah kamu
ke dalam kedamaian seluruhnya dan janganlah kamu turuti langkah-langkah
setan. Sungguh setan itu musuh yang nyata bagimu. Tetapi jika kamu menyimpang
sesudah datang kepadamu bukti-bukti kebenaran, maka ketahuilah bahwa Allah
Mahaperkasa laga Mahabijaksana.”22
Setelah mendiskusikan berbagai usaha orang-orang munafik untuk menyebarkan
hasutan di antara umat Islam, Al-Quran berbicara tentang kerusakan moral.
“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu mengikuti langkah-langkah
setan. Barangsiapa yang mengikuti langkah-langkah setan, maka sesungguhnya
setan itu menyuruh mengerjakan perbuatan yang keji dan yang mungkar. Sekiranya
tidaklah karena kurnia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu sekalian, niscaya tidak
seorangpun dari kamu bersih (dari perbuatan-perbuatan keji dan mungkar itu)
selama-lamanya, tetapi Allah membersihkan siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah
Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” 23
20 Al-Hasyr: 16.
21 Al-Baqarah: 168.
22 Al-Baqarah: 208-209.
23 An-Nuur: 21. 9
Edisi 10 / Agustus 2018 SYAMINA
10
24 Al-Maidah: 56.
SYAMINA Edisi 10 / Agustus 2018
25 Al-A’raf: 20.
26 Baca Qaf: 16.
27 Yusuf: 53.
28 Baca Al-An’am: 112
29 Al-Baqarah: 14. 11
30 Al-A'raf: 30.
Edisi 10 / Agustus 2018 SYAMINA
orang yang perbuatan jahatnya melebihi perbuatan baik mereka. Orang-orang ini
disiksa dalam neraka.
Al-Qur'an menggambarkan dosa-dosa ini di seluruh teksnya dan menunjukkan
bahwa beberapa dosa mendapat hukuman yang lebih berat dibanding yang lain.
Perbedaan yang jelas dibuat antara dosa besar dan dosa kecil, yang menunjukkan
bahwa jika seseorang menjauh dari dosa besar, maka dia akan diampuni dari dosa-
dosanya yang kecil. Meski demikian, Islam mengajarkan bahwa Allah itu Maha
Pemurah, dan individu mana pundapat diampuni dari dosa-dosa mereka jika mereka
bertobat.
Dzanb
Secara literal, dzanb pada asalnya berarti ekor hewan melata. Lantaran pada
umumnya bagian ekor hewan melata merupakan wilayah yang kotor dan menjijikkan,
kata dzanb kemudian digunakan untuk setiap perbuatan yang menghasilkan sesuatu
yang dianggap buruk dan tercela.35
Dzanb (plural: dzunub ) sering diterapkan pada dosa besar dan keji yang
dilakukan terhadap Allah. Salah satu contoh utama Dzanb dalam Al-Qur'an adalah
“mendustakan dari tanda-tanda kekuasaan Allah”, atau memiliki kebanggaan yang
berlebihan sehingga mencegah seseorang mempercayai tanda-tanda kekuasaan
Allah.
"Dan Allah Maha Melihat hamba-hamba-Nya. (Yaitu) orang-orang yang berdoa,
'Wahai Tuhan kami! Kami benar-benar beriman, maka ampunilah dosa-dosa kami
dan lindungilah kami dari azab neraka."36
Penggunaan dzanb dalam Al-Qur'an ini menunjukkan bahwa jenis dosa ini dapat
dihukum di akhirat. Bahkan, dzanb dianggap sebagai dosa besar dan sering digunakan
dalam Al-Qur'an untuk bertolak belakang dengan sayyi`ah , yang menunjukkan dosa
yang lebih kecil. Al-Qur'an menyatakan bahwa jika Anda menghindari dosa-dosa
besar ini, perbuatan jahat Anda yang lebih rendah atau sayyi'ah akan diampuni.
"Jika kamu menjauhi dosa-dosa besar di antara dosa-dosa yang dilarang
mengerjakannya, niscaya Kami hapus kesalahan-kesalahanmu dan akan Kami
masukkan kamu ke tempat yang mulia (surga)." 37
Itsm
Itsm secara literal berarti setiap perbuatan yang dapat menangguhkan dan
memperlambat diberikannya suatu upah atau ganjaran.38
Sebagian ulama percaya bahwa bermakna sama. Namun beberapa ahli lainnya
percaya bahwa makna dasar dari itsm adalah perbuatan yang melanggar hukum
yang dilakukan dengan sengaja. Ini berbeda dengan dzanb. Dzanb dapat berarti
perbuatan melanggar hukum yang disengaja dan tidak disengaja. Namun, definisi
ini agak samar dan deskripsi terbaik dari kata tersebut didasarkan pada situasi
kontekstual. Dalam Al Quran, kata tersebut cukup sering ditemukan dalam deskripsi
legislatif (persoalan hukum). Misal, mengambil kembali harta (mahar) yang telah
diberikan seorang suami kepada istrinya (melalui jalan yang tidak dibenarkan
syariat) dianggap sebagai itsm.39 Namun, itsm juga digunakan dalam hubungannya
dengan haram, atau melakukan perbuatan yang melanggar hukum, tabu, seperti
mengkonsumsi makanan atau minuman yang dilarang oleh Allah:
“Mereka menanyakan kepadamu (Muhammad) tentang khamar dan judi.
Katakanlah, “Pada keduanya terdapat dosa besar dan beberapa manfaat agi manusia.
Tetapi dosanya lebih besar dari manfaatnya.'”40
Itsm juga terkait dengan apa yang dianggap sebagai dosa terburuk dari semua
dosa, yaitu syirik. Syirik menandakan penerimaan kehadiran Tuhan lain di sisi Allah.
Al-Qur'an menyatakan bahwa, “Barang siapa yang mempersekutukan Allah maka
sungguh, dia telah berbuat dosa yang besar.”41
Hubungan dengan syirik ini patut dicatat karena syirik dianggap tidak termaafkan
jika tidak bertobat. “Allah tidak akan mengampuni dosa syirik (mempersekutukan
Allah dengan sesuatu), dan Dia mengampuni dosa selain itu bagi siapa yang Dia
kehendaki. Dan barangsiapa mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, maka
sungguh, dia telah tersesat jauh sekali.”42
Khathi'ah
Khati'ah secara literal berarti tidak tepat atau tidak benar.43 Khathi`ah dianggap
oleh banyak ahli untuk menjadi “kesesatan moral” atau “kesalahan”. Berkebalikan
dengan itsm, khathi`ah sering pada umumnya dipakai untuk menunjuk suatu
kesalahan yang tanpa disengaja. Penafsiran ini telah menyebabkan beberapa sarjana
percaya bahwa khati'ah adalah dosa yang lebih rendah daripada itsm. Dalam
ungkapan lain, khathi’ah adalah dosa kecil, sementara itsm adalah dosa besar.44
Namun, kata khati'ah sering digunakan bersama dengan itsm dalam Al Qur'an.
“Dan barangsiapa berbuat kesalahan atau dosa, kemudian dia tuduhkan kepada
orang yang tidak bersalah, maka sungguh, dia telah memikul suatu kebohongan dan
dosa yang nyata.”45
Ayat Al-Qur'an ini menunjukkan bahwa khathi'ah dianggap sebagai itsm, sebuah
dosa besar.46 Bahkan, kata khati'ah dikaitkan dengan beberapa dosa religius yang
paling keji dalam Al Qur'an. Dalam satu ayat Al-Qur'an kata ini digunakan untuk
menggambarkan dosa membunuh anak-anak sendiri karena takut kemiskinan.47
Para sarjana percaya bahwa dzanb atau itsm dapat digunakan sebagai pengganti
khati'ah dalam hal ini. Namun, pilihan kata menunjukkan bahwa khati'ah lebih dari
sekadar kesalahan atau kesalahan moral dan dapat dihukum.
Jurm
Kata Jurm sering dianggap sebagai sinonim dari dzanb karena kata itu digunakan
untuk menggambarkan beberapa dosa yang sama: mencoba membuat kebohongan
terhadap Allah dan tidak mempercayai tanda-tanda kekuasaan-Nya. Dalam Al
Qur'an, kata itu sebagian besar muncul dalam bentuk mujrim, seorang yang
melakukan jurm. Orang-orang ini digambarkan dalam Al-Qur'an memiliki arogansi
terhadap orang-orang beriman.
“Sesungguhnya orang-orang yang berdosa adalah mereka yang dahulu
menertawakan orang-orang yang beriman. Dan apabila mereka (orang-orang
yang beriman) melintas di hadapan mereka, mereka saling mengedip-ngedipkan
matanya. Dan apabila kembali kepaa kaumnya, mereka kembali dengan gembira
ria. Dan apabila mereka melihat (orang-orang yang beriman), mereka mengatakan,
'Sesungguhnya mereka benar-benar orang-orang sesat.”48
Junah / Haraj
Junah dan Haraj memiliki arti yang sama dengan itsm; dosa yang menjamin
hukuman. Bahkan, kata-kata ini digunakan hampir secara bergantian dengan itsm
dalam bab-bab yang sama dalam Quran. Seperti itsm, kata-kata ini sering ditemukan
di bagian-bagian legislatif dari Al-Qur'an, khususnya yang berkaitan dengan
peraturan tentang pernikahan dan perceraian.
“Tidak ada dosa ( junah ) bagimu meminang perempuan-perempuan itu dengan
sindiran atau kamu menyembunyikan (keinginanmu) dalam hati.”49
45 An-Nisa': 112.
46 Lihat penjelasan Al-Qurthubi, Al-Jami’ li Ahkam Al-Qur`an, vol. V, h. 380.
47 Baca Al-Isra': 31.
48 Al-Muthaffifin: 29–32. 15
49 Al-Baqarah: 235.
Edisi 10 / Agustus 2018 SYAMINA
“Nabi (Muhammad) berkata," Kebaikan adalah budi pekerti yang baik, dan dosa
adalah apa yang terlintas dalam dadamu dan kamu tidak suka jika hal itu diketahui
orang lain.”50
Wabisah bin Ma'bad juga meriwayatkan:
“Saya mendatangi Rasulullah g dan saya ingin agar tidak ada sesuatu baik
berupa kebaikan dan keburukan kecuali aku telah menanyakannya kepada beliau.”
Lalu ia melaporkan sabda Rasulullah g, "Wahai Wabishah! Mintalah petunjuk
pada hatimu dan mintalah petunjuk pada jiwamu--beliau mengulanginya tiga kali.
Kebaikan itu adalah sesuatu yang dapat menenangkan dan menentramkan jiwa.
Sedangkan dosa itu adalah sesuatu yang meresahkan hati dan menyesakkan dada,
meski manusia memberi fatwa kepadamu dan membenarkanmu.” 51
Dalam Sunan al-Tirmidzi , sebuah hadis yang diriwayatkan bahwa Rasulullah
g bersabda, “Setiap putra Adam pernah berbuat dosa. Dan sebaik-baik dari orang-
orang berdosa adalah mereka yang bertobat.”52
Dalam Sahih Muslim , Abu Ayyub al-Ansari dan Abu Huraira meriwayatkan:
Rasulullah berkata, “Demi jiwaku yang berada di tangan-Nya! Jika kamu tidak
melakukan dosa sama sekali, niscaya Allah akan memusnahkan kamu. Setelah
itu, Dia akan menggantikan (kamu dengan) orang-orang yang pernah melakukan
dosa. Kemudian mereka akan meminta pengampunan dari Allah, dan Dia akan
mengampuni mereka.” 53
C. EFEK DOSA
Dalam Islam, dosa mempunyai banyak dampak buruk yang dapat membahayakan
tidak hanya jiwa, namun juga badan. Daripada itu, selain berdampak di akhirat, dosa
juga dapat berdampak di dunia. Efek buruk terpenting dosa di antaranya yaitu bisa
membahayakaan hati (jiwa), sebagaimana bahayanya racun bagi tubuh. Karena
hati (jiwa) yang sakit inilah awal dari berbagai dosa dan kejahatan. Disebabkan
dosalah Nabi Adam dan Hawa dikeluarkan dari surga; tempat berbagai kenikmatan,
kesenangan, dan kebahagiaan. Disebabkan dosa juga Iblis dilaknat oleh Allah dan
diusir dari kerajaan langit.
Lantaran dosa yang dilakukan oleh kaum Nabi Nuh, bumi tempat tinggal mereka
Allah tenggelamkan dengan air yang tingginya melebihi puncak gunung. Lantaran
dosa yang dikerjakan oleh kaum ‘Ad, datanglah musibah angin yang memporak-
porandakan rumah, sawah, ladang, dan hewan ternak, sehingga mereka juga ikut
mati bergelimpangan di atas tanah bagaikan tunggul-tunggul kurma yang telah lapuk.
Lantaran dosa juga, Allah memerintahkan malaikat untuk mengangkat desa-desa
kaum Nabi Luth, lalu desa mereka dibalik. Lalu disusul dengan hujan batu dari alngit
yang menyebabkan mereka mati semua. Lantaran dosa jualah Allah menurunkan
bencana berupa awan kepada kaum Nabi Syuaib. Awan tersebut menaungi mereka
ibarat payung menghitam. Tetapi saat awan itu berada di atas kepala mereka,
turunlah dari awan tersebut api yang menjilat-jilat sehingga membinasakan mereka.
Karena dosa, Allah menenggelamkan Firaun dan bala tenteranya. Karena
dosa, Allah juga menenggelamkan Qarun beserta istananya, harta bendanya, dan
keluarganya. Dan karena dosa jugalah, Allah mengirimkan kaum yang sangat kuat
pada Bani Israil yang membunuh anak-anak laki mereka dan membiarkan anak-
anak perempuan mereka, membakar rumah mereka, serta merampas harta benda
mereka. Selain itu, kaum tersebut juga membunuh mereka, menawan mereka,
menguasai mereka dengan kezaliman, bahkan terdapat di antara Bani Israil yang
dikutuk menjadi kera dan babi.54 Serta, karena dosa yang dilakukan oleh sebagian
pasukan Rasulullah g saat Perang Uhud yang menyebabkan gugurnya 70 sahabat
beliau dan mereka ditimpa kesedihan.55
Di antara efek dosa yaitu sebagai berikut:
Memperpendek Umur
Dampak lain dosa dalam Islam yaitu dapat memperpendek umur dan mengurangi
keberkahannya. Sebagaimana ketaatan dapat memperpanjang umur dan menambah
keberkahannya. Memperpendek umur di sini dapat bermakna hakiki, namun
dapat juga bermakna majazi, dalam arti bahwa berkah usianya semakin berkurang.
Yang pasti, setiap dosa yang dilakukan seseorang dapat menyebabkan keberkahan
usianya semakin menurun. Ini karena, dalam pandangan Islam, hidup yang
sebenarnya adalah dengan hidupnya jiwa (hati). Sementara umur manusia di dunia
ini sangat terbatas. Seseorang yang melakukan kebaikan sehingga kebaikan tersebut
diingat oleh orang lain maka sebenarnya ia telah mempanjang kebaikannya. Dan
karena sesorang masih dapat mendapat kebaikan setelah kematiannya—lantaran
kebaikannya semasa hidup—maka ia dianggap memiliki umur yang panjang. Sebab,
Islam memandang bahwa tujuan utama dari umur manusia adalah untuk berbakti
(beribadah) kepada Allah dan melakukan kebaikan.57
Tidak Hanya Menimpa Pribadi, Dosa juga Dapat Menimbulkan Kerusakan di Bumi
Di antara pengaruh dosa adalah ia dapat menyebabkan terjadinya berbagai
bencana. Allah berfirman, “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan
karena perbuatan tangan manusi, supay Allah merasakan kepada mereka sebahagian
dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).”60
Dosa yang merajalela di muka bumi—lantaran minimnya amar makruf nahi
munkar—dapat menyebabkan tenggelamnya daratan, gempa, dan hilangnya
berkah bumi. Suatu ketika Rasulullah lewat di suatu wilayah yang merupakan bekas
perkampungan kaum Tsamud terdahulu, kemudian beliau melarang para sahabat
memasuki rumah-rumah di perkampungan tersebut kecuali sambil menangis;
melarang meminum dari mata air mereka; bahkan melarang para sahabat memberi
makan dan minum unta-unta dari sumur dan mata air mereka. Hal ini disebabkan
air mereka sudah tercemar keburukan akibat dosa yang dilakukan sebelumnya.
D. DOSA-DOSA BESAR
Dalam Islam, umumnya dikenal dua tingkatan dosa: dosa besar dan dosa kecil.
Dosa paling besar dan keji dalam Islam dikenal sebagai Al-Kabirah. Sementara setiap
dosa dipandang sebagai dosa besar kepada Allah, al-Kaba'ir, adalah pelanggaran
yang berat dan parah parah dari yang dilakukan oleh seseorang.
Kalangan ulama berbeda pendapat tentang berapa banyak dosa besar yang ada.
Sebagian mereka berpendapat bahwa dosa besar itu berjumlah tujuh. Pendapat ini
berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim, dari Rasulullah
g beliau bersabda,
“Jauhilah tujuh perkara yang merusak (dosa besar)!” Lalu beliau menyebutkan,
“Mempersekutukan Allah, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan oleh Allah
kecuali karena alasan yang dibenarkan, memakan harta anak yatim, memakan riba,
meninggalkan medan perang, dan menuduh wanita beriman yang baik-baik telah
berzina.”61
Sementara ulama lain, seperti Ibnu Abbas—salah seorang ulama di kalangan
sahabat Rasulullah—yang juga didukung oleh Adz-Dzahabi—salah seorang pengikut
madzhab Syafi’i—berpendapat bahwa dosa besar berjumlah sekitar 70an.62
Namun, tidak setiap dosa setara dan beberapa dianggap lebih merusak secara
rohani daripada yang lain. Dosa terbesar yang digambarkan sebagai al-kaba'ir adalah
mempersekutukan Allah atau Syirik .
Beberapa dosa besar atau al-Kaba'ir dalam Islam di antaranya yaitu sebagai
berikut:
Syirik
Dalam Islam, dosa terbesar adalah syirik, mempersekutukan Allah. Syirik dapat
dibagi menjadi dua. Pertama, menjadikan sesuatu sebagai tandingan bagi Allah dan
atau beribadah kepada selain-Nya, baik berupa pohon, matahari, bulan, nabi, guru,
bintang, raja, atau pun yang lain.
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni
segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa
yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.”63
Barang siapa mempersekutukan Allah lalu mati dalam keadaan seperti itu maka
ia termasuk penghuni neraka. Sebaliknya, siapa saja yang mati dalam keadaan
beriman maka ia termasuk penghuni surga.
Kedua, menyertai amal dengan riya. Syirik seperti ini disebut dengan syirik kecil
(asy-syirk ash-ashghar). Rasulullah g bersabda, “Sesungguhnya yang paling aku
khawatirkan dari kalian adalah syirik kecil.”
Para sahabat lantas bertanya, “Apa itu syirik kecil wahai Rasulullah?”
Beliau kemudian bersabda, “Riya yaitu ketika Allah berfirman kepada mereka
pada Hari Kiamat saat orang-orang diberi balasan atas amal-amal mereka, “Temuilah
orang-orang yang dulu kau perlihat-lihatkan di dunia lalu lihatlah apakah kalian
menemukan balasan di sisi mereka!.”64
Termasuk dari yaitu meninggalkan suatu amal karena manusia. Sebagaimana
yang dikatakan oleh Fudhail bin Iyadh, "Meninggalkan amal karena manusia itu
riya', sedangkan mengerjakannya karena manusia itu syirik."65
Membunuh
Membunuh tanpa alasan yang dibenarkan merupakan dosa besar dalam
pandangan Islam. Rasulullah g bersabda, “Jauhilah oleh kalian tujuh perkara
yang membinasakan!” Kemudian beliau menyebut salah satunya yaitu “membunuh
manusia yang diharamkan oleh Allah kecuali dengan alasan yang dibenarkan-Nya.”
Mengenai ancaman bagi perbuatan membunuh yang disengaja di akhirat
disebutkan dalam Al-Quran.
“Dan barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja, maka
balasannya adalah Jahannam, ia kekal di dalamnya, Allah murka kepadanya, dan
mengutukinya serta menyediakan azab yang besar baginya.”66
Rasulullah g juga bersabda, “Sungguh, pembunuhan atas seorang mukmin itu
lebih besar dari pada luluh lantaknya dunia di sisi Allah.”67
63 An-Nisa’: 48.
64 HR. Ahmad, no. 22523.
65 Adz-Dzahabi, Al-Kaba`ir, h. 9-11.
20 66 An-Nisa': 93.
67 HR. Al-Bukhari, no. 6870.
SYAMINA Edisi 10 / Agustus 2018
Zina
Allah berfirman, “Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu
adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.”71
Allah menyebutkan bahwa di antara sifat hamba-hamba-Nya yaitu tidak berzina,
“Dan orang-orang yang tidak menyembah tuhan yang lain beserta Allah dan
tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan
(alasan) yang benar, dan tidak berzina, barang siapa yang melakukan yang demikian
itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa(nya).”72
Samurah bin Jundub meriwayatkan dari Rasulullah g tentang kisah Isra' Mikraj
beliau bersama malaikat Jibril. Beliau bersabda, “Kami berangkat sehingga sampai
di suatu tempat semisal 'tannur' bagian atasnya sempit sedangkan bagian bawahnya
luas. Dari situ terdengar suara gaduh dan ribut. Kami menengoknya, ternyata di
situ banyak laki-laki dan perempuan telanjang. Jika mereka dijilat api yang ada
di bawahnya mereka melolong oleh panasnya yang dahsyat. Aku bertanya, “Wahai
Jibril! Siapakah mereka?” Jibril menjawab, “Mereka adalah para pezina perempuan
dan laki-laki. Itulah azab bagi mereka sampai tibanya Hari Kiamat.”73
68 Al-Isra': 23.
69 HR. Al-Bukhari, no. 6871.
70 HR. Ahmad, no. 6587.
71 Al-Isra': 32.
72 Al-Furqan: 68. 21
73 HR. Al-Bukhari, no. 1386.
Edisi 10 / Agustus 2018 SYAMINA
Melakukan Riba
Allah berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan
riba dengan berlipat ganda] dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu
mendapat keberuntungan.”74
“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan
seperti berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran (tekanan) penyakit
gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata
(berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah
menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai
kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba),
maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan
urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka
orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.”75
Keempat, menganggap remeh dosa tersebut karena tidak ada manusia yang tahu,
atau karena orang lain tidaka berani menegur dan mengingatkan,
Kelima, dosa kecil tersebut dilakukan secara terang-terangan (mujaharah).
Keenam, orang yang melakukan dosa kecil tersebut adalah seorang alim yang
diikuti oleh banyak orang.85
Secara umum, dosa dalam dikelompokkan menjadi dua jenis: dosa yang
berkaitan dengan hak-hak Allah (huququllah), dan dosa yang berkaitan dengan hak
sesama manusia (huququl ‘ibad). Ketika seorang manusia melanggar atau tidak
menaati Tuhan, untuk bertaubat darinya, seseorang harus melakukan tiga hal: (1)
menyesali perbuatannya, (2) meninggalkan dosa-dosa terbuat, dan (3) bertekad
untuk tidak akan mengulangi kesalahan di masa depan. Sementara itu, apabila
seorang manusia telah melanggar hak-hak manusia lainnya, untuk bertaubat
darinya, seseorang selain diharuskan melakukan tiga hal sebelumnya juga ditambah
satu hal lagi yaitu membebaskan dirinya dari hak-hak manusia lainnya tersebut. Baik
hak-hak tersebut bersifat materi maupun non-materi. Bersifat materi yaitu dengan
mengembalikannya kepada pemiliknya. Sedangkan untuk yang bersifat non-materi
yaitu dengan meminta maaf dan minta dihalalkan.91
III. PENUTUP
Setan, terkhusus Iblis, telah bersumpah untuk menyesatkan manusia dengan
berbagai langkah, cara, dan tipudaya mereka, bahkan di saat detik-detik akhir hidup
manusia. Meski demikian ‘hebat’ tipu daya tersebut, Al-Quran menegaskan bahwa
“sesungguhnya tipu daya setan itu adalah lemah.” Jadi, berhasil tidaknya setan
menyesatkan manusia, lebih tergantung pada manusia sendiri; bukan tipu daya
setan.
Meski manusia memang tidak mungkin terbebas dari kesalahan (dosa-dosa
kecil) sama sekali, yang berarti pada suatu kesempatan manusia juga terbujuk oleh
godaan setan sehingga melakukan dosa, namun manusia bisa menjauhi seluruh
dosa-dosa besar. Tetapi, dalam Islam, pintu tobat senantiasa terbuka bagi mereka
yang melakukan dosa. Menariknya, dalam pandangan Islam, bukan persoalan dosa
besar atau dosa kecilkah yang dilakukan manusia, namun persoalan mendasar
adalah kepada siapa manusia sebenarnya melakukan dosa tersebut, yaitu kepada
Allah, Rabb semesta alam. [A. Sadikin]
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur`an
Adz-Dzahabi, Muhammad bin Ahmad Syamsuddin Abu Abdillah. tt. Al-Kaba`ir.
Beirut: Darul Nadwah.
An-Nawawi, Yahya bin Syaraf Abu Zakariya Muhyiddin. 2007. Riyadh Ash-Shalihin.
Damaskus: Dar Ibni Katsir.
25
91 An-Nawawi, Riyadh Ash-shalihin, h. 14.
Edisi 10 / Agustus 2018 SYAMINA
Al-Ghazali, Muhammad bin Muhammad Abu Hamid Hujjatul Islam. tt. Ihya`
Ulumiddin. Beirut: Darul Ma'rifah.
Al-Qurthubi, Muhammad bin Ahmad Abu Abdillah. 1964. Al-Jami' li Ahkam Al-
Quran. Kairo: Darul Kutub Mishriyyah.
Ashfahani, Al-Husein bin Muhammad Abul Qasim. 1412 H. Al-Mufradat fi Gharib Al-
Quran. Damaskus: Darul Qalam.
Ibnul Qayyim, Muhammad bin Abu Bakr Syamsuddin. 1997. Ad-Daa` wa Ad-Dawa`.
Maroko: Darul Ma'rifah.
---------------------, tt. Bada`i' Al-Fawaid. Beirut: Lebanon.
Rahman, Fazlur. 1994. Major Themes of The Qur'an. Bibleotheca Islamica.
26