Anda di halaman 1dari 5

Tinjauan Kritis terhadap analisisa NIC bahwa 2020 New Chilaphate akan tegak

Oleh :

Susi Maryam Mulyasari S.Pdi

Disampaikan di forum HS Mahaliyah Rancaekek Kulon

Desember 2004 , National Intelelligence Council’s (NIC) merilis sebuah laporan yang berjudul,
“Mapping the Global Future”. Dalam laporan ini diprediksi empat skenario dunia tahun 2020:

Davod World: Digambarkan bahwa 15 tahun ke depan Cina dan India akan menjadi pemain penting
ekonomi dan politik dunia.

Pax Americana: Dunia masih dipimpin oleh Amerika Serikat dengan Pax Americana-nya.

A New Chaliphate: Berdirinya kembali Khilafah Islam, sebuah pemerintahan Islam global yang
mampu memberikan tantangan pada norma-norma dan nilai-nilai global Barat.

Cycle of Fear (Munculnya lingkaran ketakutan). Di dalam skenario ini, respon agresif pada ancaman
teroris mengarah pada pelanggaran atas aturan dan sistem keamanan yang berlaku. Akibatnya, akan
lahir Dunia ‘Orwellian’ ketika pada masa depan manusia menjadi budak bagi satu dari tiga negara
otoriter.

Selain itu mengutip perkataan Samuel Huntington dalam bukunya The Clash of Civilization and the
Remaking of Word Order bahwa peradaban adalah pusat dunia.

Semenjak berakhirnya perang dunia dingin yang melibatkan dua negara adidaya dalam
memperebutkan kekuasaaan, konflik yang terjadi sudah tidak lagi berkaitan dengan isu-isu
tradisional akan tetapi telah terjadi perubahan konflik dalam tatanan dunia.

Jika Francis Fukuyama dalam bukunya The End of History mengatakan bahwa berakhirnya perang
dingin menandai kemenangan Liberalisme sebagai idiologi terakhir dari sejarah kehidupan manusia.
Samuel Huntington kemudian muncul dengan bukunya dengan judul The Clash of Civilization sebagai
bentuk penolakan terhadap argument Fukuyama. Bagi Huntington, liberalisme bukanlah akhir
kehidupan manusia, ia kemudian mengaitkan masalah tersebut menggunakan teori Hegel yang
menyatakan bahwa liberalisme hanyalah sebuah tesis dari sebuah sintesis dan akan ada anti tesis
baru setelah liberalisme.

Jika sebelumnya konflik yang terjadi adalah idiologi, ekonomi dan politik maka berbeda dengan
kondisi sekarang karena konflik tidak lagi mengenai hal tersebut akan tetapi konflik peradaban.

Peradaban tidak hanya mengenai agama atau kebudayaan akan tetapi elemen yang lebih luas baik
itu ekonomi, politik, agama dan budaya dijadikan menjadi satu kesatuan.

Bagi Huntington Barat dalam hal ini liberalisme tidak lagi menjadi kekuatan utama karena telah
muncul kekuatan baru yang menandingi Barat yakni peradaban Asia dan peradaban Islam.
Peradaban Asia muncul sebagai kekuatan baru dunia terlihat dari banyaknya negara-negara Asia
yang memiliki pertumbuhan Ekonomi yang sangat signifikan seperti China, Jepang dan India.
Sementara disatu sisi Islam juga muncul sebagai suatu peradaban yang menandingi peradaban Barat.

Hal ini dikarenakan oleh beberapa faktor yakni Islam telah memasuki sebuah fase dimana Islam
memiliki kekuatan dalam politik, ekonomi dan budaya.

Seyogyanya sebuah ramalan kemungkinan nya dua yaitu bisa terjadi atau tidak. Terlepas dari itu
semua ramalan ini menunjukan bahwa perhatian barat terhadap tegaknya kembali ke khilafahan
tidak bisa di pandang sebelah mata, nyatanya eksistensi khilafah akan menjadi ancaman bagi
hegemoni barat yang selama ini tertancap di negeri - negeri kaum muslimin. Ketakukan barat akan
tegak kembalinya kekhilafahan adalah akan menghancurkan segala skenario yang selama ini
ditentukan di negeri-negeri kaum muslimin, terutama di dalam menjalankan imperialisme dan
kolonialisme di segala bidang. Barat memahami bahwa eksistensi khilafah akan membumi
hanguskan segala bentuk penjajah yang selama ini di mereka terapkan. Khusus di Indonesia sebagai
negeri muslim terbesar didunia menunjukan bahwa keinginan umat untuk di atur oleh aturan islam
cukup besar. Sebagai contoh hasil survei dari SEM Institute pada tahun 2014 menunjukan bahwa
tingkat keinginan umat di atur oleh syariah mencapai 72%. Hal ini penapikan pihak - pihak yang
selama ini menyuarakan bahwa sistem demokrasi yang sekarang diterapkan hasil dari kesepakatan
mayoritas umat islam di Indonesia.

Keagungan khilafah juga menjadi hal yang diperbincangkan oleh ilmuwan barat diantaranya;

1. Thomas Walker Arnold (Sejarahwan Kristen)

T.W. Arnold ini adalah seorang orientalis dan sejarahwan Kristen. Meski dia beragama Kristen, ia
ternyata memuji kerukunan beragama dalam negara Khilafah. Dalam bukunya, The Preaching of
Islam : A History of Propagation Of The Muslim Faith, ia banyak membeberkan fakta-fakta kehidupan
beragama dalam negara Khilafah. Ia berkata:

"The treatment of their Christisn subject by of Ottoman emperors--at least for two centuries after
their conquest of greece--exhibits a toleration such as was at that time quite uknown in the rest of
Eroupe (Perlakuan terhadap warga Kristen oleh Pemerintahan Khilafah Turki Utsmani--selama
kurang lebih dua abad setelah penaklukan Yunani--telah memberikan contoh toleransi keyakinan
yang sebelumnya tidak dikenal di daratan Eropa)."( The Preaching of Islam : A History of Propagation
Of The Muslim Faith,1896,hlm. 134)

2. Will Durant (Sejarahwan Barat)

Will Durant adalah seorang sejarahwan barat. Kalau T.W. Arnold tadi memuji kerukunan beragama
negara Khilafah, Will Durant justru memuji kesejahteraan negara Khilafah. Dalam buku yang ia tulis
bersama Istrinya Ariel Durant, Story of Civilization, ia mengatakan:

"Para Khalifah telah memberikan keamanan kepada manusia hingga batas yang luar biasa besarnya
bagi kehidupan dan kerja keras mereka. Para Khalifah itu juga telah menyediakan berbagai peluang
untuk siapapun yang memerlukan dan memberikan kesejahteraan selama beradab-abad dalam
wilayah yang sangat luas. Fenomena seperti itu belum pernah tercatat (dalam sejarah) setelah
zaman mereka".

3. Karen Amstrong (Mantan Biarawati)


Tak hanya dari kalangan sejarahwan dan presiden saja yang memuji Khilafah. Namun kalangan
mantan biarawati pun takjub akan Khilafah. Siapa dia? Dialah Karen Amstrong. Dia adalah mantan
biarawati sekaligus penulis terkenal.

Tak beda jauh dengan T.W. Arnold, penulis Amstrong ini juga memuji kehidupan beragama yang ada
dalam negara Khilafah (baca: peradaban Islam). Dalam negara Khilafah, agama selain Islam
mendapatkan perlakuan yang sangat baik. Bahkan menurut Karen Amstrong, kaum Yahudi
menikmati zaman keemasan di Andalusia. "Under Islam, the Jews had Enjoyed a golden age in al-
Andalus" tulis Karen Amstrong.

Benarkah A New Chaliphate akan kembali tegak pada tahun 2020?

*Demokrasi Diambang Kehancuran*

Demokrasi yang telah diagung-agungkan oleh para pengusungnya nampak sudah sangat jelas
kebobrokan nya. Prinsip dasar demokrasi adalah kebebasan, menurut Aristoteles bahwa hanya
dengan kebebasan lah setiap warga negara bisa berbagi kekuasaan. Kebebasanlah yang menjadi
tolak ukur bagi keberlangsungan hidup dalam sebuah negara.

Negara hanya di jadikan sebagai fasilitator di dalam menyelenggarakan kebebasan tersebut.

Demokrasi adalah pelembagaan dari kebebasan. Maka dari itu, munculah kebebasan di segala
aspek kehidupan. Sistem demokrasi melahirkan beberapa hal yang akhirnya menjadi sokoguru
demokrasi: (a) kedaulatan rakyat; (b) pemerintah berdasarkan persetujuan dari yang diperintah; (c)
kekuasaan mayoritas; (d) hak-hak minoritas; (e) jaminan HAM; (f) pemilihan yang bebas dan jujur; (g)
persamaan di depan hukum; (h) proses hukum yang wajar; (i) pembatasan pemerintahan secara
konstitusional; (j) pluralisme sosial, ekonomi dan politik; (k) nilai-nilai toleransi, pragmatisme, kerja
sama dan mufakat.

Demokrasi bersumber dari nilai-nilai barat yang keberadaan didesain untuk melanggengkan
hegemoni barat terutama di negeri-negeri kaum muslimin.

Untuk melanggengkan hegemoninya barat menetapkan para penguasa boneka yang sengaja di pilih
untuk menjalankan kekuasaan mereka.

Alhasil kesejahteraan umat tergadaikan hanya untuk memenuhi nafsu para imperialis.

Melalui demokrasi yang muncul dari rahim kapitalisme di mana para kapitalis memegang kendali
atas keberlangsungan sistem politik di sebuah negera, berdampak pada tersandranya kedaulatan
negera tersebut.

Lebih jauhnya lagi sistem demokrasi yang dijalankan untuk memenuhi aspirasi rakyat, justru
dijalankan untuk menjalankan kepentingan segelintir orang praktek seperti ini tak ayal seperti sistem
oligarki. Menurut Jefrey A Winters, tujuan para oligark mengendalikan demokrasi di Indonesia
adalah untuk tujuan pertahanan atau pembelaan kekayaannya. Di Indonesia misalnya proses pemilu
yang beberapa waktu lalu diselenggarakan memberikan gambaran kepada kita, bahwa
sesungguhnya demokrasi yang diagung-agungkan oleh para pendukungnya tak mampu memberikan
harapan bagi umat, karena suksesi dalam sistem pemilu bertujuan untuk melanggengkan hegemoni
barat yang notebenanya dikendalikan oleh para kapitalis yang berkolaborasi dengan para penguasa.
Selain dari bobroknya sistem demokrasi yang tidak mampu menghasilkan pemimpin yang akan
memberikan kesejahteraan bagi umat, cengkraman barat juga mendominasi sektor perekonomian.
Melalui kerjasama dan mengatas namakan investasi, beberapa negara khususnya negeri kaum
muslimin telah masuk jebakan hutang. Startegi Debt trap yang selama ini digunakan oleh barat telah
mampu memporak-porandakan sistem politik sebuah negera, dengan atas nama investasi para
kapitalis menjarah kekayaan negeri muslim yang kaya akan melimpah, beberapa perusahaan milik
negera (BUMN) terancam bangkrut, Krakatau steel contohnya terancam bangkrut karena pangsa
pasarnya di kuasai oleh baja yang berasal dari Cina.

Hasilnya kesejahteraan umat tidak akan terwujud dan kehancuran sistem kehidupan akan semakin
nampak.

Di lain pihak para penguasa dan para pejabat terlena dengan kehidupan, bahkan lebih jauhnya lagi
mereka hanyut akan kebobrokan sistem demokrasi, mereka menjadi pihak yang tertuduh ketika
rakyat mengalami penderitaan hidup dampak diterapkannya sistem demokrasi ini, bukan sebaliknya
memperjuangkan aspirasi rakyat bahwa demokrasi tak layak untuk dipertahankan.

Dilain pihak kebebasan yang menjadi inti dari demokrasi ternyata berstandar ganda, artinya
kebebasan yang mereka propaganda kan tidak memberikan peluang bagi kaum muslimin untuk
menjalankan perintah agamanya, dampaknya di beberapa negara kehidupan kaum muslimin
terancam, misalnya muslim ronghinnya, Uigyur, Palestina, Suriah dan beberapa negeri kaum
muslimin yang lainnya.

Di barat sendiri jebakan Islamophobia dengan memberikan stigma negatif terhadap ajaran Islam
perlahan mulai kehilangan arah, karena apa yang mereka stigmakan terhadap ajaran Islam tidak
terbukti, kasus 911 menjadi pemicu War of terorism yang dikomandoi oleh Amerika sendiri sudah
mulai menjurus bahwa itu semua adalah konspirasi Amerika.

Namun nyatanya usaha barat untuk memberikan stigma negatif terhadap ajaran Islam tidak berhenti
sampai disini, isu radikalisme dan terorisme menjadi program yang terus dipropagandakan oleh
barat terutama di negeri-negeri mayoritas kaum muslimin tujuannya adalah untuk menghentikan
Islamic movement yang mengarah pada kebangkitan Islam yang kedua.

Dengan adanya analisa dari NIC yang mengatakan bahwa kekhilafahan baru akan tegak 2020 bisa
kita pahami bahwa islamic movement yang menuntut perubahan kearah penerapan Islam tidak bisa
dinafikan lagi. Barat

merasakan bahwa hegemoni mereka di negeri-negeri kaum muslimin perlahan namun pasti akan
segera hilang, dengan dibarengi oleh kesadaran kaum muslimin terhadap agamanya.

*Tegaknya New Chaliphate adalah sebuah keniscayaan zaman*

Kebangkitan Islam yang kedua adalah keniscayaan zaman yang merupakan kabar gembira bagi
orang-orang beriman dan beramal sholeh sekaligus kewajiban bagi setiap kaum muslimin untuk
dipimpin oleh seorang khalifah. Banyak nash di dalam Alquran, Al hadist bahkan ijma sahabat
menunjukan bahwa kaum muslim wajib menegakkan kekhilafahan, bahkan para ulama salaf
terdahulu membahas bab imamah, imarah atau Khalifah merupakan kewajiban yang paling agung
yang mendesak harus segera diwujudkan.
Ketiadaan khilafah membuat umat laksana anak ayam yang kehilangan induknya. Khilafah adalah
perisai yang akan menjaga dan melindungi umat, oleh karena itu wajib bagi seluruh kaum muslimin
wajib untuk memperjuangkan tegaknya khilafah.

Anda mungkin juga menyukai