Anda di halaman 1dari 19

HALAMAN PENGESAHAN

Karya ilmiah ini diajukan oleh

Nama Lili Muhammad Romli


NPM t006776132

Program Studi Sastra Arab

Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya

Jenis Karya Makalah Non-Seminar

Judul Karya Ilmiah Gerakan Sanusiyah dan Kemerdekaan Libya

Telah disetujui oleh pembimbing akademis untuk diunggah di lib.ui.ac.id/unggah


dan dipublikasikan sebagai karya ilmiah sivitas akademika Universitas Indonesia.

Pembimbing Akademis: Suranta, M. Hum.A'{IP 1 96 1 020 1 I 98903 I 003

Ditetapkan di : Depok

Tanggal : 30 Septemb er 2074

Gerakan sanusiyah…, Lili Muhammad Romli, FIB UI, 2014


FORN{ULIR PERSETUJUAN PUBLIKASI NASKAH RINGKAS

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Suranta, M. Hum.


NIP/NUP : t96r020t 198903 1003
adalah pembimbing dari mahasiswa 51
Nama Lili Muhammad Romli
NPM t006776132
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya
Program Studi Sastra Arab
Judul Naskah Ringkas : Gerakan Sanusiyah dan Kemerdekaan Libya

menyatakan bahwa naskah ringkas ini telah diperiksa dan disetujui untuk:

x Dapat diakses di UIANA (lib.ui.ac.id) saja.

tr Tidak dapat diakses di UIANA karena:


I Data yang digunakan untuk penulisan berasal dari instansi tertentu yang bersifat
konfidensial.
I Akan ditunda publikasinya mengingat akan atau sedang dalam proses pengajuan Hak
Paten/Hak Cipta hingga
tahun..........
I Akan dipresentasikan sebagai makalah Seminar Nasional, yaitu:

Akan ditulis dalam bahasa Inggris dan dipresentasikan sebagai makalah Internasional,
yaitu :
yang diprediksi akan dipublikasikan sebagai prosiding pada bulan ......... tahun
Akan diterbitkan pada Jumal Program StudiiDepaftemen/Fakultas di UI, yaitu:

yang diprediksi akan dipublikasikan sebagai prosiding pada bulan tahun


Akan diterbitkan pada jurnal Program Studifl)epartemen/Fakultas di UI, yaitu:

yang diprediksi akan dipublikasikan pada bulan . tahun


a Akan ditulis dalam bahasa Inggis untk dipersiapkan terbit pada Jurnal Internasional,
yaitu:..........
yang diprediksi akan dipublikasikan pada bulan . tahun

Depok, 30 September 2014

Hum)
Pembimbing

Gerakan sanusiyah…, Lili Muhammad Romli, FIB UI, 2014


IIALAMAN PERI{YATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKIIIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini:

l\aIIra Lilifufuhammad R-omli


NPM 1006776132
Program Studi Sastra Arab
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya
Jenis Karya Skrip si/Te si s/Di setasi/Karya Ilmiah* : Makalah Non.'S eminar

demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepa-da- Llniversitas


Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty-Free Right) atas karya
ilmiah saya yang berjudul:

Gerakan Sanusiyah dan Kemerdekaan Libya

beserta perangkat yang ada (ika diperlukan). Dengan Hak Bebas R-oyalti Noneksklusif ini

Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam


bentuk pangkalan data (database), nterawrt, dan memublikasikan tugas akhir saya selama
tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya br-rat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Depok

Pada tanggal : 30 September 2014

Yang menyatakan

G+-
(Lili Muhammad Romli)

Gerakan sanusiyah…, Lili Muhammad Romli, FIB UI, 2014


GERAKAN SANUSIYAH DAN KEMERDEKAAN LIBYA

Lili Muhammad Romli


Program Studi Arab, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, Depok, 16424, Indonesia
E-mail: lilimuhammadromli@gmail.com

Abstrak
Gerakan Sanusiyah merupakan gerakan tarekat yang didirikan oleh Muhammad ibn Ali al-Sanusi. Gerakan ini
lahir pada akhir paruh pertama abad ke-19 dan mulai terkenal pada awal abad ke-20 karena perjuangannya dalam
melawan kolonialisme Eropa di Libya. Gerakan ini berjasa dalam mendirikan negara Libya modern. Dalam hal
pemikiran, gerakan ini bersifat puritan dan revivalis. Al-Sanusi sebagai pendirinya berpandangan bahwa
interpretasi syari’ah haruslah bebas. Ia juga menekankan bahwa umat Islam harus menghidupkan kembali akidah
dan praktik Islam yang murni sebagaimana diajarkan oleh Nabi Muhammad, serta membebaskan diri dari dogma-
dogma yang telah melemahkannya. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan metode studi pustaka.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjelaskan bahwa Gerakan Sanusiyah merupakan gerakan revivalis yang
sangat gigih memperjuangkan kemerdekaan negara Libya dari kolonialisme, baik melalui jalan koperatif maupun
non-koperatif.

Kata Kunci : Gerakan Sanusiyah;Puritan;Revivalis;Tarekat;Zawiyah

SANUSIYAH MOVEMENT AND THE INDEPENDENCE OF LIBYA

Abstract

Sanusiyah Movement is thariqa movement which was established by Muhammad ibn Ali al-Sanusi. The
movement appeared at the end of first half 19th century and became popular at the beginning of 20th century
because of its struggle to resist European colonialism in Libya. The movement was meritorious in instituting the
modern country of Libya. The characteristic of Sanusiyah movement are puritan and revivalist thought. Al-Sanusi
as the founder thought that the interpretation of Shari’a must be free. He also emphasized that muslim must revive
akidah and Islamic practice which is pure, in the same manner as taught by Mohammad, and liberate themselves
from dogmas which was debilitate them. This research is qualitative research with literatural studies. The purpose
of this research is to clarify that the Sanusiyah Movement is revivalist movement which was very persistent in
fighting for Libya’s independence from colonialism by cooperative or non-cooperative way.

Keyword : Revivalist;Sanusiyah Movement;Thariqa;Zawiya

Pendahuluan

Sejak abad ke-18 M umat Islam mengalami kemunduran dalam berbagai bidang. Umat Islam
terbelakang dalam bidang ilmu, sosial-budaya, ekonomi dan politik. Dalam bidang ilmu umat
Islam mengalami kemandekan berpikir. Ini jauh tertinggal oleh Barat. Dalam bidang ekonomi
umat Islam mengalami kemiskinan. Dalam bidang sosial-budaya umat Islam merasa minder
dengan kebudayaan lain. Begitu pula dalam bidang politik, wilayah umat Islam yang tadinya
sangat luas terpecah-pecah dan kemudian banyak menjadi jajahan para kolonial.

Gerakan sanusiyah…, Lili Muhammad Romli, FIB UI, 2014


Menghadapi kondisi yang demikian, muncullah beberapa gerakan yang berusaha
membangkitkan kembali umat Islam. Di Saudi Arabia ada kelompok Wahhabi, di Mesir ada
Jamaludin al-Afghani dengan konsep Pan Islamisme-nya, di Pakistan ada Abu al-A`la al-
Maududi dengan Jami’at al-Muslimin-nya. Demikian juga di Afrika Utara, tepatnya di Libya
dikenal Gerakan Sanusiyah.

Gerakan Sanusiyah muncul bersamaan dengan kemunduran Turki Utsmani. Pada saat itu
wilayah Turki Utsmani sangat luas, tetapi di satu sisi dibarengi dengan kemunduran dalam
bidang sosial, ekonomi, dan politik. Selain itu, pemerintahan Turki Utsmani juga dilanda
perpecahan karena ketidakpuasan terhadap kekhalifahan. Dalam kondisi demikian, sulit bagi
Turki untuk mengontrol kekuasaannya. Seorang perdana menteri Inggris pada waktu itu sampai
menyebut Turki sebagai The Sick Man.

Dalam kondisi yang demikian, sangat mudah bagi Turki Utsmani untuk diruntuhkan, bahkan
negara-negara Eropa sudah memiliki rencana untuk membagi-bagikan wilayah Turki Utsmani.
Konferensi Berlin pada 12 Juli 1878 M pun diadakan untuk menyepakati perbatasan-perbatasan
geografi dan politik negara-negara di Eropa. 1

Meskipun konferensi ini bisa sedikit memperpanjang kekuasaan Turki Utsmani sampai 35
tahun, tetapi sebenarnya perjanjian ini merupakan serangkaian pertemuan yang bertujuan
memperburuk kondisi pemerintahan Turki Utsmani. Dimulai dengan Perjanjian Carlo Vega
(1699 M) sampai perjanjian London (1913 M) yang mengharuskan Turki mengakui
kemerdekaan tiga pemerintahan yang berada di daerah kekuasaannya, yaitu Rumania, Serbia,
dan Qurrah Daj. Kemudian setelah itu membersihkan secara total kekuasaan Turki Utsmani.2

Libya pada waktu itu merupakan wilayah Turki Utsmani yang disebut Wilayah Tharablus Al-
Gharb (Wilayah Tripoli Barat)3. Kondisi Turki yang demikian membuat Libya menjadi daerah
jajahan Eropa. Libya pernah dijajah Perancis dan kemudian Italia.

Gerakan Sanusiyah tercatat sebagai kelompok yang sangat gencar melawan penjajahan
Perancis dan Italia terhadap Libya. Gerakan ini sempat membuat Perancis dan Italia kewalahan.
Salah satu panglimanya yang bernama Umar Mukhtar merupakan pejuang paling ditakuti. Ia
merupakan tokoh terkenal sampai kisahnya difilmkan dengan judul Lion of The Desert.

1
Isham Abdul Fatah, Umar Mukhtar, Singa Padang Pasir, Jakarta: Pustaka Al-kautsar, 2013, hlm. 4.
2
Ibid. hlm. 5.
3
Ibid. hlm. 2.

Gerakan sanusiyah…, Lili Muhammad Romli, FIB UI, 2014


Penulis akan mencoba menguraikan bagaimana gerakan ini bisa memobilisasi massa dalam
melawan kolonialisme di Libya, serta bagaimana peran salah satu pemimpinnya mendirikan
kerajaan Libya.

Landasan Teori

4
Dalam penulisan ini diambil istilah revival dengan maksud seperti yang diuraikan oleh
Lapidus, yaitu respon langsung terhadap perubahan global yang biasa disebut modernisme.5
Menurut Lapidus, modernisme6 dalam berbagai bidang seperti bentuk pemerintahan,
kemunculan ekonomi kapitalis, perkembangan ilmu dan teknologi, dan perubahan sosial-
budaya menyebabkan munculnya pergerakan keagamaan di kalangan Islam, Kristen, Yahudi,
Hindu, dan beberapa agama lainnya, serta pergerakan nasionalis. Lebih lanjut Lapidus
menjelaskan bahwa revival mungkin bisa diartikan sebagai perlawanan terhadap modernisme,
dan bisa juga diartikan sebagai ekspresi terhadap modernisme.

Revivalisme dalam dunia Islam bukanlah merupakan hal yang baru. Ia telah ada sebelumnya
dengan bentuk yang berbeda. Bentuk yang berbeda-beda ini disebabkan berbedanya fenomena
yang dihadapi. Degan demikian, revivalisme di masa modern merupakan respon terhadap
fenomena yang terjadi di masa modern. Pada dasarnya Revivalisme merupakan respon
terhadap perubahan sosial-politik sebagai upaya untuk mengembalikan kondisi seperti pada
masa Nabi masih hidup dengan mengikuti haluan Al-Qur’an dan Sunnah Nabi. 7

Sebagaimana diketahui, di zaman modern bangsa-bangsa Eropa telah mencapai kemajuan.


Mereka melakukan ekspansi besar-besaran, termasuk ke negeri-negeri muslim. Dalam
praktiknya, mereka juga membawa faham-faham baru yang dinilai bertentangan dengan agama
Islam. Faham-faham seperti sekularisme, kapitalisme, komunisme dan sosialisme banyak
mengalami penentangan. Dalam hal ini kaum Revivalis menggunakan berbagai usaha agar
mereka bisa melawan faham-faham tersebut. Mereka juga menawarkan bentuk lain yang sesuai

4
Dalam Cambridge International Dictionary of English, Revive diartikan sebagai “ To come or bring
(Something) back to life, health, existence, or use”. Dengan demikian, gerakan revivalis bisa juga disebut
dengan “Gerakan Kebangkitan”.
5
Ira. M. Lapidus, Islamic Revival And Modernity: The Contemporary Movements And The Historical
Paradigms, Journal of the Economic and Social History of the Orient, Vol. 40, No. 4 (1997), Leiden: BRILL,
hlm.444.
6
Gerakan Islam Revivalis biasa disebut fundamentalis, Islamis atau revivalis. Di sini Lapidus memakai istilah
revivalis sebagai ekspresi dari semangat revitalisasi yang tersirat dalam pergerakan Islam modern , serta usaha
untuk menggaungkan tajdid atau pembaharuan sebagaimana yang terjadi abad 18-20.
7
Ira. M. Lapidus, , loc. cit.

Gerakan sanusiyah…, Lili Muhammad Romli, FIB UI, 2014


dengan prinsip-prinsip Islam sebagai upaya pembaharuan agar bisa menjadi alternatif dari
faham-faham tersebut.

Lapidus menguraikan dua straregi kaum revivalis untuk mencapai tujuan di atas. Pertama
dengan menggalakan pendidikan dan mengorganisir masyarakat untuk membentuk komunitas
muslim yang solid sehingga akan terbentuk kekuatan massa yang besar yang nantinya akan
mengambil alih pemerintahan tanpa harus terlibat peperangan. Strategi lainnya ialah dengan
jalan kekerasan untuk menyingkirkan para penguasa yang korup serta dominasi politik asing
dengan cara mengambil alih kekuasaan secara langsung. Kedua metode di atas tidaklah selalu
eksklusif. Ia bisa jadi bergantian sesuai situasi dan kondisi, atau bahkan dipakai bersamaan
pada situasi tertentu.8

Tipikal gerakan revivalis bermacam-macam. Di masa modern kebanyakan mengusahakan


tajdid atau pembaharuan sebagai usaha menyelaraskan dengan kondisi pada masa modern.
Mereka menegaskan kembali istilah-istilah Islam, syari’ah, sufi, dan mengintegrasikan
pendidikan Islam yang legal dengan tasawwuf. Dalam hal ini, mereka menegaskan komitmen
terhadap Al-Qur’an dan Sunnah nabi sebagai dasar dari fikih empat madzhab dan juga bagi
pengajaran tasawwuf berdasarkan tradisi al-Ghazali dengan menekankan ritual yang benar,
serta bagi sekolah-sekolah teologi dengan menyeimbangkan antara akal dan keyakinan. Secara
institusi, pengajaran seperti ini dicerminkan oleh sekolah-sekolah keagamaan dan bebarapa
orde sufi.9

Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Bahan-bahan penelitian diperoleh melalui studi
pustaka. Setelah bahan-bahan didapatkan, kemudian dikaji dan dilakukan perbandingan antara
satu sumber dengan sumber lainnya, lalu dianalisis mana di antara sumber-sumber tersebut
yang bisa diambil secara koheren, sehingga bisa dipadukan untuk kemudian diambil
kesimpulan. Selain koherensial, sumber juga dipertimbangkan berdasarkan keotoritatifan
sumber tersebut.

8
Ira. M. Lapidus,op. cit. hlm. 447.
9
Ibid. hlm. 448.

Gerakan sanusiyah…, Lili Muhammad Romli, FIB UI, 2014


Munculnya Gerakan Sanusiyah

Gerakan Sanusiyah muncul pada akhir paruh pertama abad ke-19 M. Pendirinya adalah
Muhammad bin Ali al-Sanusi yang sering disebut dengan Sanusi Agung. Muhammad bin Ali
al-Sanusi dilahirkan di dekat Mustaghanin, Aljazair, 12 Rabiul Awwal 1202 H, yang bertepatan
dengan 22 Desember 1787 M. Muhammad bin Ali al-Sanusi merupakan keturunan Nabi
Muhammad s.a.w. dari jalur Hasan. 10

Al-Sanusi dilahirkan di lingkungan yang berpendidikan dan shalih. Ia belajar pertama kali dari
bibinya, Fatimah, seorang wanita yang berpendidikan tinggi.11 Dari beliau al-Sanusi belajar al-
Quran. Setelah dari bibinya, al-Sanusi kemudian belajar tauhid dan fikih dari guru-guru yang
ada di sekitar kampung halamannya.

Pada usia remaja, al-Sanusi pergi meninggalkan kampung halamannya menuju Maroko. Di sini
ia kemudian masuk Universitas Qarawiyin. Di universitas ini al-Sanusi belajar ilmu Qur’an,
Hadits, Fiqih, Bahasa Arab dan Tasawwuf. Di sini pula al-Sanusi mulai mendalami tasawwuf
dan berkenalan dengan ulama-ulama sufi.12

Ia merupakan seorang murid yang cemerlang. Dengan kecemerlangannya ini ia sempat diminta
sultan Maroko untuk bekerja di istana. Ia menolak tawaran tersebut dan akhirnya ia pergi
meninggalkan Maroko dan bergabung dengan sarjana-sarjana terkemuka melanjutkan
perjalanan ilmiyahnya ke Tunisia, Libya dan Mesir.

Dalam perjalanannya, ia banyak mengunjungi zawiyah-zawiyah yang banyak bertebaran di


Afrika Utara. Ia tercatat pernah bergabung dengan beberapa tarekat yang ditemui sepanjang
jalan seperti Tarekat Qadiriyah, Syadziliyah, Jazuliyah, Daqwaqiyah, dan Nasiriyah 13

Ia pernah singgah di Mesir dan mengunjungi al-Azhar, tetapi tidak bertahan lama karena
ketidakpuasannya dengan al-Azhar. Ketidakpuasan tersebut karena pertentangannya dengan
ulama-ulama di sana yang menurutnya terlalu dekat dengan penguasa Mesir. Ia bahkan pernah

10
Sri Mulyati, (et.al), Mengenal dan Memahami Tarekat-Tarekat Muktabarah di Indonesia: Jakarta: Pranada
Media, 2004, hlm. 376.
11
Maryam Jamilah, Para Mujahid Agung, Bandung: Mizan, 1984, hlm. 50.
12
Sri Mulyati, op. cit. hlm. 377.
13
Ibid.

Gerakan sanusiyah…, Lili Muhammad Romli, FIB UI, 2014


dicap bid’ah oleh ulama-ulama tersebut.14 Alasan lainnya yang tampaknya bisa dipahami
adalah suasana al-Azhar yang kurang dari sisi spiritual dan pengajaran tasawwuf.15

Setelah Mesir, al-Sanusi kemudian meneruskan perjalanan ke Hijaz, dengan tujuan utama kota
Makkah. Ia tiba di Makkah pada 1825 M. Di kota ini al-Sanusi bertemu dengan guru yang
kemudian sangat berpengaruh terhadap al-Sanusi, Sayyid Ahmad bin Idris al-Fasi (1794-1837
M)16, seorang ulama terkemuka asal Maroko yang mendorong dilakukannya Ijtihad,
interpretasi yang bebas terhadap Syari’ah, kembali kepada prinsip pokok Islam yang ada dalam
al-Qur’an dan Hadits, dan mengkritik paraktik taqlid.

Jika dilihat dari ajarannya, al-Fasi termasuk tokoh yang revivalis dan puritan, mirip dengan
pergerakan Wahhabi. Hal ini bisa dipahami karena zaman itu merupakan zaman berkuasanya
Wahhabi di Saudi. Meskipun sama, tetapi ada beberapa perbedaan dengan kaum Wahhabi.
Perbedaan tersebut terletak pada sikap al-Fasi yang menerima praktik tarekat. Selain itu, al-
Fasi lebih memilih berdakwah dengan cara halus dibandingkan dengan kekerasan seperti yang
dilakukan oleh kelompok wahhabi.

Jalan yang dilalui al-Fasi dan al-Sanusi di Makkah tidaklah mudah. al-Sanusi dan al-Fasi
banyak berkonfrontasi dengan penduduk Makkah karena ajarannya. Atas alasan inilah
kemudian al-Sanusi dan al-Fasi hijrah ke Yaman. Setelah al-Fasi meninggal (1837 M), al-
Sanusi kembali lagi ke Makkah. Di Makkah Al-Sanusi kemudian mendirikan Zawiyahnya yang
pertama di daerah Abu Qubays.17

Di Makkah beliau mampu menarik jumlah pengikut yang besar, tetapi karena adanya sikap
permusuhan dari ulama Makkah, ia akhirnya meninggalkan kota tersebut (1840 M). Pada
awalnya ia berniat pulang ke kampung halamannya, Aljazair, namun karena Aljazair waktu itu
dikuasai Perancis, ia membatalkannya dan melanjutkan perjalanan ke Libya.

Di Libya, ia berusaha untuk menghindari konfrontasi dengan pemerintah Tripolitania


(Pemikiran al-Sanusi tidak diterima). Ia kemudian memutuskan untuk pergi ke daerah
Cyrenaica yang letaknya jauh dari otoritas Turki di Tripolitania, serta suku-suku dan para
kabilah di sana hampir otonom.18 Di sana al-Sanusi kemudian mendirikan basis gerakannya.

14
Maryam Jamilah op. cit. hlm. 51.
15
Sri Mulyati, op. cit. hlm. 377-378.
16
Ia merupakan pemimpin Orde Sufi Khidriyah.
17
Sri Mulyati, op. cit. hlm. 378.
18
Saima RAZA, op. cit. hlm. 94.

Gerakan sanusiyah…, Lili Muhammad Romli, FIB UI, 2014


Al-Sanusi pertama-tama mendirikan zawiyahnya di dekat kota Baida, kemudian juga
mendirikann tiga zawiyah lainnya. Ia kemudian memindahkan pusat gerakannya ke daerah
selatan, tepatnya ke daerah Jaghbub. Di tempat ini ia menghembuskan nafasnya yang terakhir
pada 2 September 1859 M.19

Di Cyrenaica, al-Sanusi banyak menengahi pertikaian-pertikaian yang terjadi antar kabilah dan
berhasil menyatukan kabilah-kabilah nomad di daerah tersebut. Setelah berhasil menciptakan
kedamaian dan ketenteraman yang sebelumnya tidak ada, al-Sanusi kemudian banyak
memusatkan perhatiannya pada penyebarluasan ajaran Islam sampai ke daerah pedalaman
tropis Afrika.20

Al-Sanusi merupakan tokoh yang dihormati. Keadaan tersebut membantunya dalam meluaskan
zawiyahnya. Ia berhasil mendirikan zawiyah di Kufra21 setelah beberapa kabilah setempat yang
terkenal ganas dan menakutkan meminta al-Sanusi untuk mendirikan zawiyah di daerah
mereka. Mereka juga bejanji untuk meninggalkan perbuatan mencuri dan merampok untuk
selama-lamanya.22

Usaha-usaha al-Sanusi membuahkan hasil. Pada 1902 M, semua suku badui di daerah
Cyrenaica, Siritika, sebagian besar daerah gurun sebelah barat Mesir, dan daerah Senegal
mengikuti al-Sanusi. Ini membuat Gerakan Sanusiyah mempunyai kekuatan dominan di
Fezzan dan Sahara Tengah, serta mencapai perkembangan di daerah Tripolitania. Bahkan
setelah Perancis menghancurkan zawiyah-zawiyah Sanusiyah di Afrika bagian tengah,
Gerakan Sanusiyah tetaplah berkembang.23

Sebagai seorang sufi, al-Sanusi juga merupakan seorang yang berpendidikan tinggi. Ia pernah
belajar di Universitas Qarawiyin di Afrika. Ia juga telah menulis tak kurang dari 50 buah buku.
Dari 50 buku tersebut, hanya 10 buku yang masih bertahan sampai saat ini.24

Buku-buku yang dikarang al-Sanusi terdiri dari berbagai jenis meliputi ilmu-ilmu eksoteris
Islam seperti Hadits dan hukum Islam. Beliau juga menulis buku faharis, yaitu daftar guru-

19
Sri Mulyati, op. cit. hlm. 379.
20
Maryam Jamilah, op. cit. hlm. 53.
21
Sebuah gunung, gugusan oase yang melingkupi daerah seluas lebih dari dua ribu mil persegi antara Cyrenaica
dan danau Chad.
22
Maryam Jamilah, loc. cit.
23
Saima RAZA, loc. cit.
24
Sri Mulyati, op. cit. hlm. 382.

Gerakan sanusiyah…, Lili Muhammad Romli, FIB UI, 2014


gurunya dalam mata rantai otoritas. Ada juga bukunya tentang sejarah dan mata rantai keluarga
al-Sanusi.25

Corak pemikiran al-Sanusi mengikuti gurunya, al-Fasi. Aturan dan ajaran Tarekat Sanusiyah
adalah menghidupkan kembali akidah dan praktik Islam yang murni sebagaimana diajarkan
oleh Nabi Muhammad, serta membebaskan diri dari dogma-dogma yang telah
melemahkannya; membangun kesatuan dan kekuatan Islam dengan cara menyatukan tarekat-
tarekat menjadi satu tarekat yang universal berdasarkan ajaran al-Qur’an dan yang sederhana;
dan mengajarkan Islam kepada para penduduk yang terbelakang di wilayah-wilayah pinggiran
dunia Arab.26

Di antara pandangan-pandangan al-Sanusi ialah mengajak umat untuk menginterpretasikan


syari`ah dengan kajian yang bebas. Ia berargumen bahwa hadits ditulis 200 tahun setelah Nabi
wafat. Tidak mungkin ada seorang pun yang tahu semua hadits Nabi. Al-Sanusi juga
menekankan bahwa generasi kita harusnya tahu lebih banyak tentang hadits dari pada orang-
orang sebelum kita, sehingga perlu terus-menerus mempertahankan pemikiran dan interpretasi
yang bebas terhadap syari’ah.27

Dalam masalah sufi, ia mengkritik beberapa praktik dan klaim para sufi dalam bertasawwuf.
Al-Sanusi membantah klaim sufi yang dapat mencapai kesempurnaan hingga seperti Tuhan. Ia
juga menentang sufi yang menjauhkan diri dari kehidupan sehari-hari. Selain itu, ia juga
melarang keras musik dan tarian-tarian dalam praktik sufi karena merupakan perbuatan yang
bertentangan dengan syari’at.28

Peranan Zawiyah dalam Memobilisasi Masyarakat Libya Melawan Kolonialisme

Dalam Tarekat Sanusiyah, peranan zawiyah29 tidak bisa diabaikan. Ia memiliki peran penting
seperti sebuah negara. Di dalam kompleks zawiyah, selain ada rumah syekh zawiyah beserta
keluarga dan juga tempat ibadah, ada pula sekolah-sekolah untuk anak-anak, pemondokan
untuk para musafir, penampungan kafilah dagang dan pengungsi, serta gudang untuk
perbekalan dan barang-barang kafilah.30

25
Ibid.
26
Ibid.
27
Ibid. hlm. 383.
28
Ibid.
29
Tempat para sufi melakukan seluruh kegiatannya.
30
Sri Mulyati, op. cit. hlm. 378.

Gerakan sanusiyah…, Lili Muhammad Romli, FIB UI, 2014


Zawiyah ini memiliki banyak petugas sesuai bidangnya masing-masing. Ada staf yang bertugas
mendidik penduduk, memimpin shalat, memimpin transaksi perdagangan atas nama zawiyah,
dan mengumpulkan zakat. Zawiyah juga mempunyai petugas khusus sebagai hakim bagi suku-
suku di daerah tersebut.31

Tarekat Sanusiyah tersebar dominan di wilayah Afrika Utara dan trans-Sahara. Pada masa
kepemimpinan al-Mahdi, tercatat 50-60 zawiyah telah berdiri, terutama di wilayah Cyrenaica,
Tripolitania dan Hijaz. Pada akhir 1920-an, sebagaimana dicatat oleh E.E. Evans-Pitchard,
jumlah zawiyah telah berkembang menjadi 146 buah, tersebar di Cyrenaica (45 zawiyah), 35
di Mesir, 7 di Hijaz, 18 di Tripolitania, 15 di Fezzan, 6 di Kufra, dan 14 di Sudan dan Chad.32

Tarekat Sanusiyah terkenal dengan perlawanannya terhadap Perancis dan Italia di Libya.
Dengan jaringan-jaringan zawiyah di berbagai daerah, serta ketaatan para pemimpin suku dan
masyarakat terhadap pemimpin tarekat, maka tak sulit bagi Tarekat Sanusiyah untuk
memobilisasi massa untuk melakukan perlawanan terhadap kolonialisme.

Negara Libya modern terdiri dari tiga wilayah utama yaitu Tripolitania, Fezzan, dan Cyrenaica.
Secara historis, kesatuan tiga wilayah tersebut menjadi negara Libya modern terbentuk
semenjak abad ke-16, ketika kerajaan Turki Utsmani menaklukkan tiga wilayah tersebut.
Namun karena lokasinya yang terlalu jauh dari pusat kekuasaan, penguasaan terhadap wilayah
tersebut kurang efektif.33

Atas dasar itulah Tarekat Sanusiyah melalui zawiyah-zawiyahnya lebih menguasai daerah
tersebut dibanding Turki Utsmani yang pada saat itu pengaruhnya sudah mulai menghilang.
Penduduk di daerah tersebut secara de facto lebih tunduk kepada pemimpin-pemimpin informal
seperti kepala suku dan guru-guru tarekat. Dengan demikian, para pemimpin tarekat Sanusiyah
lebih mudah menancapkan pengaruhnya di Libya.34

Karena keadaan tersebut, hubungan antara Tarekat Sanusiyah dan Turki Utsmani menjadi
renggang. Turki Utsmani merasa Tarekat Sanusiyah membatasi kekuasaan Turki Utsmani.
Sebaliknya, Kelompok Tarekat Sanusiyah juga memiliki alasan khusus untuk menentang Turki
Utsmani. Tarekat Sanusiyah tidak suka dengan Turki Utsmani yang dinilai lalai terhadap
kolonialisme Eropa sebagaimana yang terjadi di daerah tempat lahir pendiri Tarekat Sanusiyah,

31
Ibid.
32
Sri Mulyati, op. cit. hlm. 386.
33
Ibid. hlm. 387
34
Ibid.

Gerakan sanusiyah…, Lili Muhammad Romli, FIB UI, 2014


Aljazair. Selain itu, secara ideologis dan teologis, al-Sanusi meyakini bahwa ulama adalah
orang yang dianggap paling berhak untuk memimpin komunitas muslim. Sebagai seorang
Syarif, al-Sanusi juga berkeyakinan bahwa hanya keturunan Quraisy yang paling memenuhi
syarat untuk memimpin umat dalam sebuah negara. Dengan pernyataan ini secara implisit al-
Sanusi menganggap bahwa sultan-sultan Turki Utsmani bukanlah pemimpin-pemimpin yang
legitimate dipandang dari sudut agama.

Awal abad ke-20 M beberapa negara di Eropa mulai mencaplok wilayah Afrika Utara. Inggris
dan Perancis telah bersekutu untuk membagi-bagi wilayah Afrika. Perancis mendapatkan
wilayah tengah Sudan dari Danau Chad di Barat sampai perbatasan Darfour di timur yang
ketika itu diperintah oleh sultan-sultan yang independen. Sementara Inggris mendapatkan
wilayah Sudan-Mesir. Konvensi ini kemudian diteruskan dengan perjanjian rahasia antara
Perancis dan Italia, di mana Perancis memberikan konsesi kepada Italia untuk mengambil
provinsi Tripolitania dan Cyrenaica yang ketika itu berada di bawah otoritas Turki Utsmani.

Sikap yang diambil Gerakan Sanusiyah terhadap penetrasi asing terdiri dari tiga respon:
menghindar, bekerja sama dan melawan. Respon menghindar mereka lakukan terhadap Turki
Utsmani karena mereka menganggapnya sebagai bangsa asing. Dari wilayah Jabal Akhdar di
utara Cyrenaica, mereka pindah ke Jaghbub, lalu ke Kufra di selatan. Masih belum merasa
aman, mereka berpindah lagi ke arah lebih selatan melintasi batas yang sekarang menjadi
wilayah Chad-Sudan. Semua ini dilakukan demi menghindari konfrontasi langsung dengan
penguasa Turki.35

Meskipun Tarekat Sanusiyah dan Turki Utsmani kurang harmonis, tetapi ketika keduanya
sama-sama terdesak, mereka kemudian bekerja sama. Salah satu pemimpin Tarekat Sanusiyah
yang terkenal memiliki karakter keras, gemar berperang dan fanatik terhadap agama adalah
Ahmad Syarif al-Sanusi. Di bawah komandonya pejuang Sanusiyah dan Turki Utsmani pernah
bersatu dalam menghadapi penjajah Eropa. Persekutuan ini menghasilkan senjata, uang, dan
pelatihan militer bagi kubu Sanusiyah.36

Pada 1911 M, Turki mendeklarasikan perang terhadap Italia. Imbasnya, rakyat Libya harus ikut
berperang melawan Italia. Penetrasi Italia di Libya pada awalnya tidak penah lebih dari sekitar

35
Ibid. hlm. 388.
36
Ibid. hlm. 390.

Gerakan sanusiyah…, Lili Muhammad Romli, FIB UI, 2014


wilayah pantai Mediterania. Mereka tidak pernah berhasil masuk ke wilayah pedalaman karena
sengitnya perlawanan pasukan gabungan Turki-Libya (Tarekat Sanusiyah).

17 Oktober 1912 M, Italia dan Turki mengadakan negosiasi dalam perjanjian perdamaian
Ouchy. Namun, di medan perang perlawanan penduduk Libya tidak penah mereda. Di
Cyrenaica, Fezzan, dan Sirtica perlawanan dipimpin oleh Sayyid Ahmad Syarif, dengan
dibantu oleh Turki dan Jerman. Selama perang dunia pertama, kekuatan Italia terus terkurung
sepanjang pantai

Ahmad Syarif pernah mengalami kekalahan dengan Inggris37 di wilayah barat Mesir
(November 1915). Karena kekalahan ini Ahmad Syarif mengalihkan kontrol politik dan militer
kepada saudara sepupunya, Muhammad Idris al-Sanusi, putra Muhammad al-Mahdi dan cucu
Muhammad bin Ali al-Sanusi.38

Pengaruh Ahmad Syarif semakin lama semakin meredup, sehingga 21 Agustus 1918 ia
meninggalkan Libya, mengasingkan diri ke Istanbul dengan menunggang kapal selam Jerman.
Sejak saat itu sampai akhir hayatnya ia tidak pernah menginjakkan kaki di tanah airnya lagi.
Meskipun dalam pengasingan dan telah kehilangan pengaruh politik, Ahmad Syarif tetap
diakui sebagai pemimpin Tarekat Sanusiyah.39 Ia meninggal di Damaskus, 10 Maret 1933.

Pada 1922 M, Bennito Musolini menguasai Italia. Musolini kemudian menggencarkan


peperangan dengan Libya. Salah satu pahlawan yang terkenal dalam peperangan ini adalah
Umar Mukhtar40. Ia merupakan panglima pasukan Sanusiyah yang dijuluki singa padang pasir.

Perlawanan gerilyawan Cyrenaica di bawah pimpinan Umar Mukhtar berjalan kurang lebih 10
tahun. Meskipun dari waktu ke waktu mereka terus terdesak, tetapi Italia tidak pernah tuntas
menguasai wilayah pedalaman. Umar Mukhtar terus diburu sampai akhirnya Italia menunjuk
Jenderal Graziani yang dikenal sangat brutal dan kejam.

Graziani banyak menutup zawiyah-zawiyah Sanusiyah dan mengambil alih seluruh properti
mereka, serta menangkap para Syekh dan pemimpin-pemimpin suku. Ia juga melakukan
serangan besar-besaran dengan teknologi militer yang semakin manju. Kufra sebagai basis

37
Ahmad Syarif melakukan pertempuran dengan Inggris atas pengaruh Turki dan Jerman.
38
Sri Mulyati, op. cit. hlm. 391.
39
Sementara kepemimpinan dalam bidang politik dan militer diserahkan kepada Muhammad al-Idris.
40
Umar Mukhtar lahir pada 1962 M di desa Janzour Asy-Syarqiyyah yang termasuk wilayah Bi`r al-Asyhab di
sebelah timur Thobruq di distrik al-Butnan, bagian timur Burqah, sebelah Timur Libya, dekat perbatasan Mesir.
(Fatah, 2013:20-21).

Gerakan sanusiyah…, Lili Muhammad Romli, FIB UI, 2014


perlawanan Sanusiyah terbakar dan hancur lebur dibombardir dari udara dan digilas dengan
tank-tank dari darat. Setelah Kufra jatuh pada musim panas 1931 M, kemudian Umar Mukhtar
tertangkap dan dihukum gantung. Dengan demikian, otomatis perlawanan bersenjata penduduk
Cyrenaica berhenti.41

Berdirinya Negara Libya Modern

Setelah Ahmad Syarif menyerahkan kepemimpinannya di Cyrenaicaa kepada Muhammad Idris


(1916 M), maka dibukalah keran negosiasi dengan Inggris dan Italia42. Ahmad Syarif kemudian
mundur ke daerah Jaghbub dan tetap diakui sebagai pemimpin keagamaan. Ahmad Syarif pada
waktu itu dengan senang hati memberikan kekuasaannya kepada al-Idris karena ia sudah tidak
bisa lagi melanjutkan perang dengan Inggris. Ahmad Syarif mundur untuk memberikan
kesempatan kepada al-Idris mengadakan dialog dengan Inggris, tetapi tidak dengan Italia yang
dinilai telah mencaplok Libya secara tidak sah.43 Ahmad Syarif, secara pribadi menolak
kompromi dengan kekuatan asing sebagai bentuk ketaatannya kepada prinsip keagamaan yang
ia pegang,

Sampai 1916 M, Muhammad al-Idris tidak pernah terlibat dalam melakukan perlawanan
terhadap Inggris dan Italia. Ia berseberangan dengan Ahmad al-Syarif dan Turki Utsmani. Ia
lebih menyukai jalan diplomasi dan kooperatif dibanding peperangan. Ia melakukan
perjuangan dalam skala lokal dibanding kekhilafahan yang diperjuangkan Ahmad Syarif dan
Turki.44.

Antara 1916 sampai 1922 M, Italia tidak pernah bisa mematahkan perlawanan gerakan
Sanusiyah. Di sisi lain, Italia juga melemah karena menanggung beban ekonomi dari perang
dunia kedua. Italia akhirnya membuat perjanjian dengan kelompok Sanusiyah. Italia
menyetujui untuk mengakui otonomi kelompok Sanusiyah dengan perjanjian 1916, 1917 dan
1920 M. Hal ini membuat pemimpin Gerakan Sanusiyah, Muhammad al-Idris, berhak
menyandang gelar amir dan kemudian dibentuklah Parlemen di Libya (1920 M).45

Ada beberapa perjanjian yang dibuat al-Idris dan Italia antara 1916-1920 M. Perjanjian-
perjanjian tersebut di antaranya adalah perjanjian Zuwaytina (1916) yang disahkan di Akrama

41
Isham Abdul Fatah, Umar Mukhtar, Singa Padang Pasir, Jakarta: Pustaka Al-kautsar, 2013, hlm, 56-100.
42
Jika Ahmad Syarif terkenal gigih dan keras, sebaliknya, Muhammad Idris adalah seorang pemimpin dengan
bakat diplomasi yang kuat. Ia lebih menyukai penyelesaian secara kooperatif.
43
Saima RAZA, op. cit. hlm 109.
44
Ibid.
45
Ibid.

Gerakan sanusiyah…, Lili Muhammad Romli, FIB UI, 2014


pada 1917 M. Perjanjian ini berisi kesepakatan untuk menghentikan pertikaian antara Sanusi
dan Italia. Selain itu, ditetapkan juga daerah kedaulatan Italia sepanjang garis pantai dan daerah
pedalaman untuk wilayah kedaulatan Sanusiyah. Diberlakukan juga perdagangan bebas,
perjanjian untuk menghentikan serangan kelompok Sanusiyah terhadap Italia, pembebasan
pajak bagi penduduk di wilayah kekuasaan Sanusi, dan pemberian tunjangan bulanan kepada
keluarga Sanusiyah.46 Kemudian disusul perjanjian Akrama (1917 M) yang sangat merugikan
pihak Sanusiyah sehingga mendorong diadakan pula perjajian al-Rajma (1920 M) untuk
membicarakan kembali perjanjian Akrama. Dalam perjanjian al-Rajma kemudian secara
simbolik dilakukan seremonial penobatan gelar Amir bagi al-Idris. Dalam perjanjian ini
disepakati pula bahwa Italia akan memberikan tunjangan senilai 6.300 lira per bulan. Italia juga
diharuskan membayar 300 ribu lira untuk kepentingan administrasi di wilayah kekuasaan
Sanusiyah. Sebagai ganti dari pengakuan dan tunjangan, al-Idris diharuskan menyetujui
penghentian bebas pajak untuk wilayah kekuasaan Sanusiyah. Al-Idris juga diharuskan untuk
membubarkan unit militer yang dimiliki Sanusiyah (Sanusiyah tidak pernah membubarkan unit
militernya).47

Pada awal 1920 M, ketika di wilayah Tripolitania terjadi perpecahan, penduduk setempat
menawarkan posisi amir seluruh tanah Libya ke tangan Muhammad al-Idris. Tawaran ini
menjadi dilema bagi Muhammad al-Idris. Jika ia menerima, ia telah terikat perjanjian dengan
Inggris dan Italia. Sebaliknya Jika ia menolak, ia akan kehilangan kewibawaannya di mata para
pengikutnya. Muhammad Idris akhirnya memutuskan untuk menerima tawaran tersebut. Untuk
menghindari konfrontasi langsung dengan pemerintah pendudukan Italia, ia mengasingkan diri
ke Mesir pada 1922 M.48

Pada 1921 M, kelompok Sanusiyah dan Italia kembali berselisih. Kali ini Gubernur Italia di
Tripolitania yang sudah kehilangan kesabaran melancarkan serangan ke kelompok Sanusiyah.
Pembaruan perjanjian pernah diusahakan, tetapi gagal setelah Asosiasi Reformasi Nasional
menolak membahas Tripolitania secara terpisah dari Cyrenaica. 49

Setelah Italia terlibat perang dunia kedua, kepala-kepala suku di Cyrenaica menemui al-Idris
di Mesir (1940 M) untuk membangun Angkatan Perang Arab Libya. Al-Idris kembali ke Libya

46
Ibid. hlm 110.
47
Ibid. hlm 111.
48
Ibid. hlm 112.
49
Ibid.

Gerakan sanusiyah…, Lili Muhammad Romli, FIB UI, 2014


pada 1943 M. Ia kemudian melakukan berbagai upaya untuk memerdekakan Libya sehingga
masalah ini akhirnya sampai ke sidang PBB.

21 November 1949 M, PBB memutuskan bahwa Libya akan menjadi negara merdeka sebelum
1 Januari 1952 M. Seorang diplomat Belanda ditunjuk oleh PBB untuk mengawasi jalannya
alih kekuasaan tersebut. Keputusan PBB ini memicu perpecahan politik dalam hal bentuk
negara. Ada dua kelompok yang saling berhadapan. Kepala suku dan pemimpin-pemimpin
agama menginginkan bentuk negara federasi di bawah kekuasaan Sanusiyah, sementara para
generasi muda mengajukan bentuk negara kesatuan. Karena tidak ingin ada perdebatan lebih
lanjut, akhirnya Muhammad al-Idris mengambil tindakan untuk memproklamirkan diri sebagai
amir di Cyrenaica, sementara urusan luar negeri dan pertahanan tetap berada di tangan Inggris.

24 Desember 1951 M, kemerdekaan Libya50 diakui dengan bentuk monarki konstitusional.


Ditunjuklah al-Idris sebagai raja yang sah. Dengan demikian, Muhammad al-Idris telah
berhasil membangun negara Libya modern dengan dirinya sebagai raja yang pertama dan
terakhir karena pada 1 September 1969 M Moammar Khadafi menurunkan tahtanya dengan
kudeta tak berdarah.

Kesimpulan

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Gerakan Sanusiyah merupakan gerakan revivalis.
Hal yang menjadikan gerakan revivalis layak disandingkan dengan Sanusiyah adalah
perjuangan gerakan ini dalam memobilisasi masyarakat Libya untuk melawan kolonialisme
Eropa, serta upaya pembaharuan gerakan ini dengan mengusahakan untuk menghidupkan
kembali akidah dan praktik yang murni sesuai dengan yang diajarkan Nabi. Selain itu, tarekat
ini juga mengusahakan interpretasi yang bebas terhadap syari’ah tanpa terlibat taqlid buta.
Muhammad bin Ali al-Sanusi sebagai pendiri tarekat Sanusiyah tergolong seorang revivalis.
Hal ini bisa dipahami karena al-Sanusi adalah murid dari seorang revivalis, Muhammad al-
Fasi. Selain itu, ia juga pernah tinggal di Hijaz saat Gerakan Wahhabiyah sedang bergelora.

Gerakan Sanusiyah memiliki peranan penting dalam terciptanya negara Libya modern.
Zawiyah-zawiyah yang dimilikinya berhasil memobilisasi massa untuk melakukan perlawanan
terhadap kolonialisme di Libya. Zawiyah-zawiyah ini juga memiliki sistem yang terstruktur

50
Menyatukan wilayah Tripolitania, Fezan dan Cyrenaica ke dalam negarah federal.

Gerakan sanusiyah…, Lili Muhammad Romli, FIB UI, 2014


sehingga mampu menyelenggarakan pemerintahan seperti sebuah negara. Selain itu, pemimpin
Tarekat Sanusiyah yang terakhir pernah menjadi raja pertama negara Libya modern.

Gerakan sanusiyah…, Lili Muhammad Romli, FIB UI, 2014


Daftar Referensi
Buku :

Asad, M. (2004). The Road to Makkah. New Delhi: Abdul Naeem for Islamic Book Services.

Fatah, I. A. (2013). Umar Mukhtar, Singa Padang Pasir. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.

Jamilah, M. (1984). Para Mujahid Agung. Bandung : MIZAN.

Mulyati, S, (et al). (2004). Mengenal dan Memahami Tarekat-Tarekat Muktabarah di


Indonesia. Jakarta: Kencana.

Procter, P, ed. at al. (1995). Cambridge International Dictionary of English. London:


Cambridge University press

Jurnal :

Lapidus, I. M. (1997). Islamic Revival and Modernity: The Contemporary Movements and the
Historical Paradigms. Journal of the Economic and Social History of the Orient, Vol.
40, No. 4, 444-460. Leiden: BRILL

RAZA, S. (2012). Italian Colonisation & Libyan Resistance to the Al-Sanusi of Cyrenaica
(1911-1922). Journal of Middle Eastern and Islamic Studies (in Asia) Vol. 6, No. 1, 87-
120. Shanghai: The Middle East Studies Institute Shanghai International Studies
University

Gerakan sanusiyah…, Lili Muhammad Romli, FIB UI, 2014

Anda mungkin juga menyukai