Anda di halaman 1dari 4

Nama : Nurjannah

NIM : 220103020129
Prodi : Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir
Matkul : Pengantar Studi Islam
Dosen Pengampu : Rahmadi, S.Ag, M. Pd. I
Pertanyaan:
1. Bagaimana pandangan Islam tentang gender dan pluralisme?
2. Bagaimana pandangan Islam tentang HAM dan demokrasi?
3. Bagaimana pemikiran Al-Attas mengenai islamisasi sains?
4. Apa yang dimaksud dengan pendekatan Sosiologis dan Antropologis? Bagaimana
aplikasi kedua pendekatan itu dalam Studi Islam?

Jawaban:
1. Pandangan Islam Tentang Gender
Dalam kaitannya dengan nilai keadilan dan kesetaraan, Islam tidak pernah mentolerir
adanya perbedaan atau perlakuan diskriminasi diantara umat manusia. Dalam Al-Qur’an surat
Al-Isra ayat 70 yang berbunyi bahwa Allah SWT telah menciptakan manusia yaitu laki-laki
dan perempuan dalam bentuk yang terbaik dengan kedudukan yang paling terhormat.
Manusia juga diciptakan mulia dengan memiliki akal, perasaan dan menerima petunjuk.

Oleh karena itu Al-Qur’an tidak mengenal pembedaan antara lelaki dan perempuan.
Karena dihadapan Allah SWT, lelaki dan perempuan mempunyai derajat dan kedudukan yang
sama. Dan yang membedakan antara lelaki dan perempuan hanyalah dari segi biologisnya.
Adapun dalil Al-Qur'an yang mengatur tentang gender sebagai berikut:

1). Pada Surat Ar-rum ayat 21, surat An-nisa ayat 1, surat Hujurat ayat 13 yang pada
intinya berisi bahwa Allah SWT telah menciptakan manusia berpasang-pasangan yaitu
lelaki dan perempuan, supaya mereka hidup tenang dan tentram, agar saling mencintai
dan menyayangi serta kasih mengasihi, agar lahir dan menyebar banyak laki-laki dan
perempuan serta agar mereka saling mengenal. Ayat -ayat diatas menunjukkan adanya
hubungan yang saling timbal balik antara lelaki dan perempuan.

2). Pada Surat Ali-Imran ayat 195, surat An-nisa ayat 124, surat An-nahl ayat 97, surat At
Taubah ayat 71-72, surat Al-ahzab ayat 35. Ayat-ayat tersebut memuat bahwa Allah
SWT secara khusus menunjuk baik kepada perempuan maupun lelaki untuk
menegakkan nilai-nilai islam dengan beriman, bertaqwa dan beramal. Allah SWT juga
memberikan peran dan tanggung jawab yang sama antara lelaki dan perempuan dalam
menjalankan kehidupan spiritualnya. Allah SWT memberikan sanksi yang sama
terhadap perempuan dan lelaki untuk semua kesalahan yang dilakukannya.

Pandangan Islam Tentang Pluralisme


Pluralisme agama adalah suatu paham yang mengajarkan bahwa semua agama adalah
sama dan karenanya kebenaran setiap agama adalah relatif. Oleh sebab itu, setiap pemeluk
agama tidak boleh mengklaim bahwa hanya agamanya saja yang benar sedangkan agama yang
lain salah. Pluralisme agama juga mengajarkan bahwa semua pemeluk agama akan masuk dan
hidup berdampingan di surga. Hal ini jika kita lihat dari prespektif Islam paham pluralisme
tidaklah benar dan bertentangan dengan Al-Qur'an.
Berikut dalil-dalil yang berkaitan dengan paham pluralisme sekaligus mematahkan dan
menolak paham tersebut:
1). “Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan
diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.”
(QS. Ali Imran [3]: 85).
2). “Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam…”
(QS. Ali Imran [3]: 19)

3). “Untukmulah agamamu, dan untukkulah, agamaku.” (QS. al-Kafirun: 6)

Dari sini kita dapat simpulkan bahwasanya paham pluralisme seperti yang telah penulis
paparkan di atas tidak sesuai dengan Islam serta Islam menolak akan paham tersebut
2. Pandangan Islam Tentang HAM
Jauh sebelum dunia Barat memperkenalkan Hak Asasi Manusia alias HAM pada sekitar
abad XVI-XIX, Islam sudah terlebih dahulu memperkenalkan konsep HAM pada 1.300 tahun
sebelumnya. Bahkan Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, merupakan salah
satu sosok revolusioner sekaligus pejuang penegak HAM yang paling gigih se antero jagad. Ia
tidak hanya sekedar membawa serangkaian pernyataan HAM yang tertuang dalam kitab suci
(Al-Qur’an), namun juga memperjuangkan dengan penuh pengorbanan dan kesungguhan.
Salah satu kegigihan Nabi dalam memperjuangkan HAM, yakni memurnikan ajaran maupun
kebiasaan yang ada pada zamannya, yakni tradisi masyarakat Arab Jahiliyah di Makkah yang
sangat bertentangan dengan konsep HAM.

Dalam catatan sejarah, Islam juga sudah mengenal apa yang disebut dengan HAM.
Salah satunya dibuktikan dengan adanya bentuk perjanjian konkrit yang disebut sebagai
Piagam Madinah pada tahun 622 Masehi. Bukti lainnya berupa pidato Muhammad bin
Abdullah pada tahun 632 Masehi, yang dikenal dengan sebutan Deklarasi Arafah. Bahkan
deklarasi tersebut disebut-sebut sebagai dokumen tertulis pertama yang berisi tentang HAM.
Secara sederhana dapat disimpulkan, jika dunia internasional baru mengenal HAM ribuan
tahun pasca adanya konsep HAM memumpuni yang diprakarsai Islam pada zaman Nabi
Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Bahkan di dalam Islam dikenal pula Maqasid
syariah yang mana tujuan adanya syariah Islam yaitu menjaga agama, jiwa, akal, keturunan
dan harta kita. Sehingga sudah tampak jelas bahwa Islam sangat menjunjung tinggi nilai nilai
hak asasi manusia dan menjaga hak tersebut terhadap pemilik nya. Di dalam praktek nya pun
Islam menerapkan ham dalam kehidupan sehari-hari yang berlandaskan Al Qur'an dan contoh
penerapan nya dari nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam yang kita dapat temui dalam
sunnahnya.
Pandangan Islam Tentang Demokrasi
Konsep demokrasi tidak sepenuhnya bertentangan dan tidak sepenuhnya sejalan
dengan Islam. Prinsip dan konsep demokrasi yang sejalan dengan islam adalah keikutsertaan
rakyat dalam mengontrol, mengangkat, dan menurunkan pemerintah, serta dalam menentukan
sejumlah kebijakan lewat wakilnya. Adapun yang tidak sejalan adalah ketika suara rakyat
diberikan kebebasan secara mutlak sehingga bisa mengarah kepada sikap, tindakan, dan
kebijakan yang keluar dari rambu-rambu ilahi. Karena itu, maka perlu dirumuskan sebuah
sistem demokrasi yang sesuai dengan ajaran Islam.

3. Pemikiran Al-Attas Mengenai Islamisasi sains


Menurut al-Attas, Barat mengambil alih pengetahuan dan ilmu tersebut dari dunia
Islam. Pengetahuan dan semangat rasional serta semangat ilmiah tersebut dibentuk dan
dikemas kembali untuk disesuaikan dengan kebudayaan Barat sehingga lebur dan terpadu
dalam suatu dualisme menurut pandangan hidup dan nilai-nilai kebudayaan serta peradaban
Barat.dualisme tidak mungkin diselaraskan karena terbentuk dari ide-ide, nilai-nilai,
kebudayaan, keyakinan, filsafat, agama, doktrin, dan teologi yang bertentangan.
Nilai kebenaran dan realitas pada dunia Barat tidaklah mengacu pada kebenaran yang
melalui proses keyakinan. Dalam hal ini ada dogma agama yang berupa isi kitab suci seperti
halnya Al-Quran dan Hadist, melainkan menilai kebenaran tersebut melalui budaya yang
berdasarkan atas pemikiran filsafat yang berupa spekulasi-spekulasi belaka.Perenungan filsafat
tidak akan menghasilkan suatu keyakinan sebagaimana Islam menilai suatu kebenaran juga
melalui keyakinan-keyakinan atas kebenaran tersebut.

Oleh sebab itu pengetahuan dan nilai-nilai yang mendasari akan menjadikan pandangan
hidup yang mengarahkan kepada kehidupan Barat. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi
paradigma atau cara pandang yang berbeda antara nilai-nilai Barat dengan nilai-nilai
keIslaman. Karena Barat mendasarkan segala sesuatunya dengan kecenderungan pada
dikotomisme atau dua pandangan yang berbeda. Sedangkan Islam pada konsep penyatuan atau
tauhid. Dari situlah kemudian al-Attas mencoba untuk menggagas sebuah konsep Islamisasi
yang diharapkan dari konsep ini akan menemukan dan meraih kembali peradaban Islam yang
pernah diraih.

4. Pendekatan Sosiologis dan Antropologis Serta Aplikasi Kedua Pendekatan Tersebut


Dalam Studi Islam
Pendekatan sosiologis merupakan pendekatan atau suatu metode yang pembahasannya
atas suatu objek yang dilandaskan pada masyarakat yang ada pada pembahasan tersebut.
Berdasarkan perkembangan ilmu pengetahuan kontemporer, ilmu ini digunakan sebagai salah
satu metode dalam rangka memahami dan mengkaji agama.
Pendekatan antropologi adalah salah satu upaya memahami agama dengan cara melihat
wujud praktik keagamaan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Maka dengan
pendekatan ini, problematika dalam agama terlihat jelas. Dengan pendekatan ini pula kita bisa
mendeskripsikan masalah-masalah yang fenomenal.
Contoh pendekatan sosiologi dalam studi Islam, salah satunya adalah dapat memahami
fenomena sosial berkenaan dengan ibadah dan muamalat. Pentingnya pendekatan sosiologis
dalam memahami agama dapat dipahami karena banyak sekali ajaran agama yang berkaitan
dengan masalah sosial.
Contoh antropologi dalam studi islam mengkaji antara hubungan manusia dengan
kekuasaan yang ghaib berupa buah pikiran, sikap dan tingkah laku manusia dalam
hubungannya dengan kekuasaan yang tidak nyata. Buah pikiran dan perilaku manusia tentang
keagamaan dan kepercayaan itu pada kenyataanya dapat dilihat dalam wujud tingka laku,
tindakan dan perilaku yang dilakukan oleh pelaku agama atau keyakinan, baik secara individual
maupun secara sosial.

Anda mungkin juga menyukai