Anda di halaman 1dari 17

PANCASILA,ISLAM,KEBANGSAAN

Disusun dan Diajukan Guna Memenuhi Tugas

Mata Kuliah : Pancasila

Dosen Pembimbing : Ika Setyorini., S.H.,M.H

Disusun oleh:
Said hoerul fatihin (2023060009)
Ibnu karim naufal ‘abdallah (2023060005)
Mukhlis (2023060028)
Husna fadillah salsabillah (2023060012)
M.Z.S.Khoiril fikar(2023060026)
Sendi wahyu triono (2023060010)

UNIVERSITAS SAINS AL-QUR’AN JAWA TENGAH DI WONOSOBO


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM
2023
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur Penulis Panjatkan ke Hadirat Allah SWT karena
berkat limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyusun makalah
ini tepat pada waktunya. Makalah yang berjudul “Pancasila” ini membahas tentang nilai
– nilai Pancasila. Dalam penyusunan makalah ini, penulis banyak mendapat
tantangan danhambatan akan tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak tantangan itu
bisa teratasi.
Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah
ini, semoga bantuannya mendapat balasan yang setimpal dari Tuhan Yang
Maha Esa. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan baik dari bentuk penyusunan maupun materinya.
Kritik konstruktif dari pembaca sangat penulis harapkan untuk
penyempurnaan makalah selanjutnya. Akhir kata semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat kepada kita sekalian.
Penulis

i
DAFTAR PUSTAKA

KATA PENGANTAR................................................................................................................. i

DAFTAR ISI............................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................................... 1

A. Latar Belakang.................................................................................................1

B. Rumusan Masalah............................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN................................................................................................................2

A. Konsep Agama Dan Bernegara......................................................................2

B. Islam Dan Kebangsaan...................................................................................5

C. Paradigma Islam Nusantara................................................................................8

BAB IV PENUTUP........................................................................................................................6

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................................7

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang

Pancasila, agama dan kebangsaan merupakan hal yang harus di ketahui


dalam mata kuliah pancasila. Pancasila yang merupakan dasar negara Indonesia,
menjadi dasar pedoman dalam segala pelaksanaan dan penyelenggaraan
pemerintahan negara Indonesia termasuk peraturan perundang-undangan.
Pancasila merupakan cerminan bangsa Indonesia dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Nilai-nilai Pancasila yang terkandung
di dalam Pancasila menjadi tolak ukur bagi bangsa Indonesia dalam
penyelenggaraan bernegara. Karena konsekuensi dari hal itu bahwa
penyelenggaraan bernegara tidak boleh menyimpang dari nilai ketuhanan, nilai
kemanusiaan, nilai persatuan, nilai kerakyatan, dan nilai keadilan.
Nilai agama juga termasuk dalam pancasila, pancasila itu sendiri di
rumuskan oleh para pendiri bangsa yang termasuk di dalamnya ahli agama.
Indonesia sebagai negara pancasila juga memfasilitasi dan mengakomondasi
penyelengaraan aktivitas keagamaan setiap warga negara, serta pada saat yang
sama tetap menjamin kebebasan setiap warga negaranya untuk menjalankan
keyakinan serta kepercayannya masing-masing, tanpa di tentukan oleh negara.
Nilai kebangsaan adalah nilai yang melekat pada diri setiap warga negara
atau norma-norma kebaikan yang terkandung dan menjadi ciri kepribadian
bangsa

2. Rumusan Masalah
I. Apa yang di maksud dengan konsep pancasila, agama dan kebangsaan?

1
BAB II
PEMBAHASAN
A .KONSEP AGAMA DAN NEGARA
1.Urgensi Bernegara Dalam Agama

Agama berasal dari bahasa sansekerta yang berarti tradisi, tidak bergerak,
peraturan menurut konsep Veda Sedangkan dalam Kamus Bahasa Indonesia (1997: 10)
disebutkan bahwa agama adalah sistem atau prinsip kepercayaan kepada Tuhan, atau
juga disebut dengan nama Dewa atau nama lainnya dengan ajaran kebaktian dan
kewajiban-kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan tersebut. Agama dalam bahasa
arab ialah din, yang bermakna: taat, takut dan setia, paksaan, tekanan, penghambaan,
perendahan diri, pemerintahan, kekuasaan, siasat, balasan, adat, pengalaman hidup,
perhitungan amal. Sinonim kata din dalam bahasa arab ialah millah. Bedanya, millah
lebih memberikan titik berat pada ketetapan, aturan, hukum, tata tertib, atau doktrin dari
din itu (KBBI: 1997: 74 ).

Sedangkan definisi negara dalam Kamus Bahasa Indonesia disebutkan bahwa


negara adalah suatu kelompok sosial yang menduduki wilayah atau daerah tertentu yang
diorganisasi dibawah lembaga politik dan pemerintah yang efektif, mempunyai kesatuan
politik, berdaulat sehingga berhak menentukan tujuan nasionalnya (KBBI, 1997: 68)

Walaupun agama bertujuan sebagai suatu sistem kontrol agar tujuan negara
benar-benar untuk mensejahterakan rakyatnya, agama tidak diformalkan menjadi
hukum positif, akan tetapi agama dijadikan ruh dan etika yang mendasari hukum positif.
Negara menjadikan agama sebagai etika dan moralitas di dalam penyelenggaraan negara
dan sebaliknya agama memperoleh tempat yang sangat memadai untuk berkembang dan
terus hidup. Hal tersebut memperhatikan bahwa dalam suatu negara ada kebhinekaan
aliran kepercayaan (agama).

Maka agama tersebut memiliki peran sebagai pedoman bagi individu


penyelenggara kehidupan bernegara (aparatur negara) agar memiliki etika atau moral
yang positif, sehingga penyelenggaraan roda kehidupan bernegara dapat mencapai
tujuan dengan baik. Tidak juga berarti agama berdiri sendiri lepas dari negara (negara
sekuler). Negara membantu (memfasilitasi) setiap agama untuk dapat menjalankan
rangkaian acara keagamaannya agar berjalan dengan baik. Fasilitas yang diberikan itu
pun harus adil dan merata kepada semua agama, tanpa ada diskriminasi (Wirdiata,
2011).

2
2. Negara Dalam Perspektif Agama Islam Di Indonesia

Secara historis, dialektika agama dan negara sebenarnya sudah berlangsung


lama, jauh sebelum kolonialisasi mengakar di Indonesia. Dalam hal ini, Islam telah
berakar dalam kesadaran hukum masyarakat dan mempunyai pengaruh yang bersifat
normatif dalam kebudayaan Indonesia. Ketika Belanda sampai di Nusantara sekitar
abad 16-17 Masehi, mereka menemukan beberapa kerajaan besar atau kecil yang
tersebar di berbagai pelosok nusantara telah memberlakukan hukum Islam dan corak
pemerintahan Islam. Intinya, secara politik raja-raja di nusantara memberlakukan
hukum Islam meski tidak dalam konteks peraturan atau perundang- undangan kerajaan
(Ali, 2009: 223).
3. Nilai-Nilai Pancasila Dalam Al-Qur'an
Mengingat bahwa Pancasila adalah Dasar Negara, maka mengamalkan dan
mengamankan Pancasila sebagai Dasar Negara mempunyai sifat imperatif/memaksa,
artinya setiap warga Negara wajib tunduk taat kepadanya. Di sisi lain, kehadiran Agama
Islam yang dibawa Nabi Muhammad SAW. diyakini dapat menjamin terwujudnya
kehidupan manusia yang sejahtera lahir dan batin. Di dalamnya terdapat berbagai
petunjuk tentang bagaimana seharusnya manusia itu menyikapi hidup dan kehidupan ini
secara lebih bermakna dalam arti yang seluas-luasnya. Petunjuk-petunjuk agama
mengenai berbagai kehidupan manusia, sebagaimana terdapat dalam sumber ajarannya,
yaitu Al-Qur'an dan Hadits.
Islam mengajarkan kehidupan yang dinamis dan progresif, menghargai akal
pikiran melalui pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, bersikap seimbang dan
memenuhi kebutuhan material dan spiritual, senantiasa mengembangkan kepedulian
sosial, menghargai waktu, bersikap terbuka, demokratis, berorientasi pada kualitas,
egaliter, kemitraan, anti feodalistik, mencintai kebersihan, mengutamakan persaudaraan,
berakhlak mulia, dan sikap-sikap positif lainnya (Al Jamali, 1992: 20).
Pendapat Fazlur Rahman (1987: 17) sampai pada satu tesis bahwa secara
eksplisit dasar ajaran Al-Qur'an adalah moral yang memancarkan titik beratnya pada
monoteisme dan keadilan sosial. Tesis ini dapat dilihat misalnya pada ajaran tentang
ibadah yang penuh dengan muatan peningkatan keimanan, ketaqwaan yang diwujudkan
dalam akhlak yang mulia.
Dalam Islam, soal baik buruk, disamping perihal Ketuhanan menjadi dasar aga-
ma yang penting. Dengan demikian, karena yang ingin dibina Islam ialah manusia yang
baik yang menjauhi perbuatan-perbuatan buruk di dalam kehidupan di dunia ini.
Pancasila sebagai ideologi dan dasar Negara, sebenarnya memiliki keselarasan dengan
ajaran Islam sebagai agama yang di peluk mayoritas rakyat Indonesia.

3
Sikap umat Islam di Indonesia yang menerima dan menyetujui sepenuhnya dari
segi pertimbangan keselarasan Pancasila dengan ajaran Islam adalah sebagai berikut:
a. Pancasila bukan agama dan tidak bisa menggantikan agama
b. Pancasila bisa menjadi wahana implementasi Syari'at Islam
c. Pancasila dirumuskan oleh bangsa yang mayoritas beragama Islam.

Selain hal-hal di atas, keselarasan pancasila dengan ajaran Islam juga tercermin dari
nilai-nilai kelslaman yang ada pada kelima silanya. Masing-masing sila dalam Pancasila
yang mengandung nilai ajaran Islam dijelaskan uraian di bawah ini.
A. Ketuhanan Yang Maha Esa
sangat selaras dengan Q.S Al-Ikhlas 1
Surat Al-Ikhlas terdiri dari empat ayat. Berikut arti lengkap surat tersebut Ayat pertama:
‫ُقْل ُهَو ُهّٰللا َاَح ٌۚد‬

Katakanlah (Muhammad), 'Dialah Allah, Yang Maha Esa'.

B.kemanusiaan yang adil dan beradab


Sangat selaras dengan QS. Al-Ma'idah Ayat 8
‫ٰٓيَاُّيَها اَّلِذ ْيَن ٰا َم ُنْو ا ُك ْو ُنْو ا َقَّواِم ْيَن ِهّٰلِل ُش َهَد ۤا َء ِباْلِقْس ِۖط َو اَل َيْج ِرَم َّنُك ْم َش َنٰا ُن َق ْو ٍم َع ٰٓلى َااَّل َتْع ِد ُلْو اۗ ِاْع ِد ُلْو ۗا ُه َو َاْق َر ُب ِللَّتْق ٰو ۖى‬
‫َو اَّتُقوا َهّٰللاۗ ِاَّن َهّٰللا َخ ِبْيٌۢر ِبَم ا َتْع َم ُلْو َن‬

Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu sebagai penegak keadilan karena
Allah, (ketika) menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah kebencianmu terhadap suatu
kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah. Karena (adil) itu
lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah Mahateliti
terhadap apa yang kamu kerjakan.

c. persatuan Indonesia
mencerminkan ide ukhuwah basyariyyah (persaudaraan manusia) dan ukhuwah
Islamiyah bagi sesama umat Islam. Sangat selaras dengan
QS. Ali 'Imran Ayat 103

‫َو اْعَتِصُم ْو ا ِبَح ْبِل ِهّٰللا َجِم ْيًع ا َّو اَل َتَفَّر ُق ْو اۖ َو اْذ ُك ُرْو ا ِنْع َم َت ِهّٰللا َع َلْيُك ْم ِاْذ ُكْنُتْم َاْع َد ۤا ًء َف َاَّلَف َبْيَن ُقُل ْو ِبُك ْم َفَاْص َبْح ُتْم ِبِنْع َم ِت ٖٓه‬
‫ِاْخ َو اًنۚا َو ُكْنُتْم َع ٰل ى َشَفا ُح ْفَرٍة ِّم َن الَّناِر َفَاْنَقَذُك ْم ِّم ْنَهاۗ َك ٰذ ِلَك ُيَبِّيُن ُهّٰللا َلُك ْم ٰا ٰي ِتٖه َلَع َّلُك ْم َتْهَتُد ْو َن‬

Dan berpegangteguhlah kamu semuanya pada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu
bercerai berai, dan ingatlah nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa
jahiliah) bermusuhan, lalu Allah mempersatukan hatimu, sehingga dengan karunia-Nya
kamu menjadi bersaudara, sedangkan (ketika itu) kamu berada di tepi jurang neraka,

4
lalu Allah menyelamatkan kamu dari sana. Demikianlah, Allah menerangkan ayat-ayat-
Nya kepadamu agar kamu mendapat petunjuk.
d. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
/ perwakilan.

Prinsip syura merupakan dasar dari sistem kenegaraan Islam (karakteristik negara
Islam). Uniknya, prinsip syura ada di dalam Pancasila. Ini membuktikan bahwa
perumusan Pan- casila di ambil dalam bentuk musyawarah bersama berbagai kalangan
untuk mencapai kesepakatan. Sangat selaras dengan
QS. Asy-Syura Ayat 38
‫ۚ َو اَّلِذ ْيَن اْسَتَج اُبْو ا ِلَر ِّبِه ْم َو َاَقاُم وا الَّص ٰل وَۖة َو َاْم ُر ُهْم ُش ْو ٰر ى َبْيَنُهْۖم َوِمَّم ا َر َز ْقٰن ُهْم ُيْنِفُقْو َن‬

dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhan dan melaksanakan
salat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka; dan
mereka menginfakkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka.

e. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

Sangat selaras dengan QS. An-Nahl Ayat 90


۞ ‫ِاَّن َهّٰللا َيْأُم ُر ِباْلَع ْد ِل َو اِاْل ْح َس اِن َو ِاْيَتۤا ِئ ِذ ى اْلُقْر ٰب ى َو َيْنٰه ى َع ِن اْلَفْح َش ۤا ِء َو اْلُم ْنَك ِر َو اْلَبْغ ِي َيِع ُظُك ْم َلَع َّلُك ْم َتَذَّك ُرْو َن‬

Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi
bantuan kepada kerabat, dan Dia melarang (melakukan) perbuatan keji, kemungkaran,
dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil
pelajaran.

B. ISLAM DAN KEBANGSAAN

1. Konsep Ahlussunnah wal Jamaah Dalam Berbangsa Dan Bernegara

Ahlussunnah Wal Jamaah atau yang biasa disingkat dengan ASWAJA secara
bahasa berasal dari kata Ahlun yang artinya keluarga, golongan atau pengikut.
Ahlussunnah berarti orang orang yang mengikuti sunnah (perkataan, pemikiran atau
amal perbuatan Nabi Muhammad SAW) Sedangkan al Jama'ah adalah sekumpulan
orang yang memiliki tujuan. Jika dikaitkan dengan madzhab mempunyai arti
sekumpulan orang yang berpegang teguh pada salah satu imam madzhab dengan tujuan
mendapatkan keselamatan dunia dan akhirat (Siradj, 2008: 5).

a. Prinsip Syura (Musyawarah)


Prinsip ini didasarkan pada firman Allah QS asy- Syura 42: 36-39:

5
"Maka sesuatu apapun yang diberikan kepadamu, itu adalah kenikmatan hidup di dunia,
dan yang ada pada sisi Allah lebih baik dan lebih kekal bagi orang- orang yang beriman,
dan hanya kepada Tuhan mereka, mereka bertawakkal. Dan (bagi) orang-orang yang
menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan perbuatan keji, dan apabila mereka marah,
mereka memberi maaf. Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan
Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan
musyawarah antara mereka; dan mereka menaf- kahkan sebagian dari rizki yang kami
berikan kepada mereka. Dan (bagi) orang-orang yang apabila mereka diperlakukan
dengan lalim mereka membela diri (Kemenag RI Quran dan Terjemah, 2013: 487).

Menurut ayat di atas, syura merupakan ajaran yang setara dengan iman kepada
Allah (iman billah). tawakal, menghindari dosa-dosa besar (jtinabul ka-bair), memberi
ma'af setelah marah, memenuhi titah ilahi, mendirikan shalat, memberikan sedekah, dan
lain sebagainya. Seakan-akan musyawarah merupakan suatu bagian integral dan hakekat
Iman dan Islam.

b. Al-'Adl (Keadilan)
Menegakkan keadilan merupakan suatu keharusan dalam Islam terutama bagi
penguasa (wulat) dan para pemimpin pemerintahan (hukkam) terhadap rakyat dan umat
yang dipimpin. Hal ini didasarkan ke- pada QS An-Nisa' 4:58
"Sesungguhnya Allah meyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak
menerimanya dan menyuruh kamu apabila menetapkan hukum diantara manusia supaya
kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-
baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah maha mendengar lagi maha melihat (Kemenag
RI Quran dan Terjemah, 2013: 487).

c. Al-Hurriyyah (Kebebasan)
Kebebasan dimaksudkan sebagai suatu jaminan bagi rakyat (umat) agar dapat
melakukan hak-hak mereka. Hak hak tersebut dalam syari'at dikemas dalam al-Ushul al
Khams (lima prinsip pokok) yang menjadi kebutuhan primer (dharuri) bagi setiap insan,
Kelima prinsip tersebut adalah (Wahid, dkk. 2011: 21).
1) Hifzhun Nafs, yaitu jaminan atas jiwa (kehidupan) yang dimiliki warga negara
(rakyat).
2) Hifzhud Din, yaitu jaminan kepada warga negara untuk memeluk agama sesuai
dengan keyakinan-nya.
3) Hifzhul Mal, yaitu jaminan terhadap keselamatan harta benda yang dirniliki oleh
warga negara.
4) Hifzhun Nasl, yaitu jaminan terhadap asal-usul, identitas, garis keturunan setiap
warga negara.
5) Hifzhul Irdh, yaitu jaminan terhadap harga diri, kehormatan, profesi, pekerjaan
ataupun kedudukan setiap warga negara.

6
Kelima prinsip di atas beserta uraian derivatifnya dalam era sekarang ini lebih
menyerupai Hak Asasi Manusia (HAM).

d. Al-Musawah (Kesetaraan Derajat)


Semua warga negara haruslah mendapat perlakuan yang sama. Semua warga
negara memiliki kewajiban dan hak yang sama pula. Sistem kasta atau pemihakan
terhadap golongan, ras, jenis kelamin atau pemeluk agama tenentu tidaklah dibenarkan.
Dari beberapa syarat tersebut tidaklah terlalu berlebihan jika dikatakan bahwa
sebenarnya sistem pemerintahan yang mendekati kriteria di atas adalah sistem
demokrasi. Demokrasi yang dimaksud adalah sistem pemerintahan yang bertumpu
kepada kedau- latan rakyat. Jadi kekuasaan negara sepenuhnya berada di tangan rakyat
(civil sociery) sebagai amanat dari Allah. Harus kita akui, bahwa istilah "demokrasi"
tidak pernah dijumpai dalam bahasa Al-Qur'an maupun wacana hukum Islam klasik.
Istilah tersebut diadopsi dari para negarawan di Eropa. Namun, harus diakui bahwa nilai
nilai yang terkandung di dalamnya banyak menyerupai prinsip-prinsip yang harus
ditegakkan dalam berbangsa dan bernegara menurut Aswaja.
Dalam era globalisasi di mana kondisi percaturan politik dan kehidupan umat
manusia banyak mengalami perubahan yang mendasar, misalnya kalau dulu dikenal
komunitas kabilah, saat ini sudah tidak dikenal lagi bahkan kondisi umat manusia sudah
menjadi "perkampungan dunia", maka demokrasi harus dapat ditegakkan. Pada masa
lalu banyak banyak ditemui ghanimah (harta rampasan perang) sebagai suatu
perekonomian negara. Sedangkan pada saat ini sistem perekonomian tersebut sudah
tidak dikenal lagi. Perekonomian negara banyak diambil dari pajak dan pungutan
lainnya.

Begitu pula jika pada tempo dulu aqidah merupakan sentral kekuatan
pemikiran, maka saat ini aqidah bukanlah merupakan satu satunya sumber pijakan.
Umat sudah banyak berubah kepada pemahaman aqidah yang bersifat plural. Dengan
demikian, pemekaran pemikiran umat.
Islam haruslah tidak dianggap sebagai sesuatu hal yang remeh dan enteng, jika
umat Islam tidak ingin tertinggal oleh bangsa-bangsa di muka bumi ini. Tentu hal ini
mengundang konsekuensi yang mendasar bagi umat Islam sebab pemekaran tersebut
pasti banyak mengubah wacana pemikiran yang sudah ada (salaf/klasik) dan umat Islam
harus secara dewasa menerima transformasi tersebut sepanjang tidak bertabrakan
dengan hal-hal yang sudah paten (qath'iy) dalam Siradj disadur dari nu.or.id.

C. PARADIGMA ISLAM NUSANTARA

a. Pengertian Islam Nusantara

7
Islam Nusantara mulai hangat dibicarakan oleh masyarakat Indonesia, ketika
muktamar NU mengusung gagasan Islam nusantara di Jombang 2015. Hal ini
menyebabkan suatu perdebatan bagi kalangan muslim Indonesia terutama para
cendikiawan yang mempertanyakan tentang kerangka epistemologis (konsepsi
pengetahuan) dan tujuan dari gagasan Islam nusantara. Dengan adanya perdebatan
mengenai gagasan Islam nusantara ini, karena adanya sebuah gagasan yang
terlembagakan (institusional), sehingga menyorot semua kalangan umat Islam untuk
mempelajari dan memahami keberadaan Islam Nusantara.

Banyak kalangan yang menolak labelisasi Nusantara pada Islam. Karena bagi
mereka Islam berlaku universal dan tidak bisa di sempitkan dengan pelabelan dengan
sesuatu apapun. Lebih jauh, menambahkan kata Nusantara telah menghilangkan
identitas rahmatan lil 'alamin dari Islam sebagai agama yang sempurna. Pendapat
mereka ini muncul karena kurang memahami kontain yang menjadi subtansi Islam
Nusantara itu sendiri.

Secara bahasa, Islam berarti "penyerahan, kepatuhan, ketundukan, dan


perdamaian". Nabi Muhammad SAW mengungkapkan bahwa agama ini memiliki lima
ajaran pokok, yaitu "Islam adalah bersaksi sesungguhnya tiada Tuhan selain Allah dan
Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, melaksanakan
puasa dan menunaikan haji bagi yang mampu. Selain itu Islam memiliki dua pedoman
yang selalu dirujuk, Alquran dan Hadits. Keduanya memuat ajaran yang membimbing
umat manusia beserta alam raya ke arah yang lebih baik dan teratur (Lutfi, 2016: 3).

Nusantara adalah istilah yang menggambarkan wilayah kepulauan dari Sumatera


hingga Papua. Kata ini berasal dari manuskrip berbahasa Jawa sekitar abad ke-12
sampai ke-16 sebagai konsep Negara Majapahit. Sementara dalam literatur berbahasa
Inggris abad ke-19, Nusantara merujuk pada kepulauan Melayu.

Ki Hajar Dewantoro, memakai istilah ini pada abad 20-an sebagai salah satu
rekomendasi untuk nama suatu wilayah Hindia Belanda. Karena kepulauan tersebut
mayoritas berada di wilayah negara Indonesia, maka Nusantara biasanya disinonimkan
dengan Indonesia. Istilah ini, di Indonesia secara konstitusional juga dikukuhkan dengan
Keputusan Presiden (Kepres) MPR No. IV/MPR/1973, tentang Garis Besar Haluan
Negara Bab II Sub E. Kata Nusantara ditambah dengan kata wawasan (Lutfi, 2016: 3).

Melalui pengertian Islam dan Nusantara di atas, maka Islam Nusantara


merupakan ajaran agama yang terdapat dalam Alquran dan Hadits yang dipraktekkan
oleh Nabi Muhammad yang diikuti oleh penduduk asli Nusantara (Indonesia), atau
orang yang berdomisili dalamnya. perdebatan istilah Islam Nusantara terletak pada label
kata "nusantara" yang mengikuti kata "Islam". Kata ini bisa mempengaruhi makna
Islam yang tidak hanya dimaknai secara normatif, tapi juga variatif. Ketika Islam dan
Nusantara menjadi frase Islam Nusantara, artinya sangat beragam.

8
Tergantung cara padang atau pendekatan ke ilmuan yang dipakai. Sementara itu,
menurut guru besar filologi Islam UIN Jakarta Oman Fathurrahman, Islam Nusantara
yang dimaksud bukan Islam yang normatif tapi Islam empirik yang terindegenisasi.
"Oleh kerena itu kita mencoba merumuskan sebuah kalimat, Islam Nusantara itu adalah
Islam Nusantara yang empirik dan distingtif sebagai hasil interaksi, kontekstualisasi,
indigenisasi, penerjemahan, vernakularisasi Islam universal dengan realitas sosial,
budaya, dan sastra di Indonesia." Hasil disampaikan dalam Pra Muktamar NU dengan
tema Islam Nusantara sebagai Islam Mutamaddin Menjadi Tipe Ideal Dunia Islam" di
tahun 2015.

Islam Nusantara (IN) bukanlah aliran Islam baru, apalagi agama baru. Bukan
pula faham atau sekte baru dalam Islam yang mengubah atau mempersempit ajaran
Islam yang sakral dan universal. Islam Nusantara adalah cara memahami dan
menjalankan ajaran Islam yang dilakukan oleh bangsa Nusantara sehingga menjadi
sistem nilai, trandisi dan budaya Islami yang khas Nusantara.

Sedangkan menurut KH. Mustofa Bisyri istilah Islam Nusantara sama dengan
"Islam yang dinusantarakan." Hal ini akan benar bila diletakkan dalam struktur idhafah
(penunjukan tempat) sehingga berarti "Islam di Nusantara". Melalui penjabaran ini,
setidaknya turut meminimalisir perspektif keliru dari suatu kelompok salah dalam
memahami Islam Nusantara. Akan tetapi, penunjukkan tempat juga berarti menguak
unsur-unsur yang ada dalam suatu tempat tersebut. Maka, akhirnya dalam konteks
Nusantara, perlu kemudian merangkul watak dan karakteristiknya (lyabenu, 2015).

b. Karakter Islam Nusantara

Islam Nusantara ala NU merupakan bentuk respon terhadap globalisasi. Menurut


Najib Burhani, sebagaimana dikutip oleh Akhmad Sahal, Islam Nusantara yang
dipahami sebagai manifestasi dari sikap menghadapi globalisasi tersebut dapat
digambarkan dengan istilah "langgamnya Nusantara, tapi isinya Islam. Bajunya
Indonesia tapi badannya Islam". Akhmad Sahal memahami Islam Nusantara ala NU
tersebut sebagai wujud dari kontekstualisasi Islam ketika dilihat dari perspektif ushul
fiqih. NU benar-benar mempertimbangkan perubahan situasi dan kondisi masyarakat,
dengan menjadikan prinsip kemaslahatan sebagai tolok ukurnya (Sahal, 2015).

Terdapat tiga pilar atau rukun penting dalam memahami Islam Nusantara,
pertama, pemikiran (fikrah); kedua, gerakan (harakah); dan ketiga, tindakan nyata
('amaliyyah). Pilar pertama, yaitu pemikiran, mencakup cara berpikir secara moderat
(tawaṣṣut). Artinya, tidak berpikir tekstualis, dan juga tidak liberal. Tekstualis dimaksud
adalah berpikir secara kaku pada nash (al- jumud al-manqulat) sebagaimana yang terjadi
pada kaum Wahabi di dalam memahami teks-teks al-Qur'an. Salah satu pernyataan

9
Imam al-Qarafi, ulama ahli usul fikih, menyatakan jika "al-jumud 'ala al-manqulat
abadan dalal fi al-din wajahl bi maqasidih", pembacaan yang statis (tanpa tafsir)
penafsiran pada hal-hal yang dalil-dalil yang selamanya adalah kesesatan di dalam
agama dan kebodohan tentang maksud-maksud agama.
Sementara itu, liberal adalah cara berpikir yang bebas tanpa mengindahkan
metodologi sebagaimana yang disepakati di kalangan ulama untuk dijadikan pegangan
berpikir di kalangan NU.

Pilar kedua, gerakan (harakati). Mengandung pengertian, semangat untuk


mengendalikan Islam Nusantara itu diarahkan pada perbaikan-perbaikan. Tugas Islam
Nusantara adalah melakukan perbaikan (reformasi) untuk jam'iah (perkumpulan) dan
jamaah (warga) yang bukan hanya didasarkan pada tradisi, tetapi juga inovasi, menuju
tahapan yang lebih baik dan secara terus-menerus. Jadi, kedudukan Islam Nusantara
bukan hanya mengambil hal yang baik saja (al- akhdh bi al-jadid al-aşlah), karena
istilah mengambil itu pasif, tetapi juga melakukan inovasi, mencipta yang terbaik.
Berproses terus-menerus, berinovasi secara simultan, dan dibarengi dengan sikap aktif
dan kritis.

Pilar ketiga, amaliah Islam Nusantara sebagai identitas Aswaja NU


menitikberatkan apa yang dilakukan Nahdhiyin harus dilandasi dari pemikiran pada
fikih dan ushul fikih, disiplin yang menjadi dasar untuk menyambungkan amaliah yang
diperintah al-Qur'an dan Sunnah Nabi. Dengan langkah demikian, 'amaliah Islam
Nusantara menghargai dan menghormati pada tradisi serta budaya yang telah
berlangsung sejak lama di tengah masyarakat. Tradisi atau budaya yang di dalam ushul
fikih disebut dengan 'urf atau adat tidak begitu saja diberangus, melainkan dirawat
sepanjang tidak menyimpang dari nilai-nilai ajaran Islam. Praktik keagamaan tersebut
pada dasarnya sudah dilakukan Wali Songo dan kemudian diwariskan para pendiri NU
(Amin, 2015).

Nilai-Nilai Kebangsaan Aswaja An Nahdliyyah Nahdlatul Ulama (NU), sebuah


organisasi keagamaan di Indonesia yang didirikan pada tanggal 16 Rajab 1344
Hijriyah/31 Januari 1926 Masehi. NU didirikan oleh para ulama untuk mempertahankan
tradisionalisme madzhabiyah sebagai sarana melestarikan kepercayaan dan praktik-
praktik keagamaan yang diyakini diajarkan oleh Nabi Muhammad, para Sahabat, para
Ulama terdahulu dan Walisongo. Kepercayaan dan praktik ajaran yang diakui sebagai
ajaran Ahlus-Sunnah wal-Jamaah (Aswaja). Ajaran Aswaja dipelajari dan diajarkan dari
generasi ke generasi Sahabat Nabi sampai para ulama yang terlembagakan
tradisionalisme madzhabiyah, Kehidupan umat Islam tradisionalis dibangun dengan
perkembangan pribumisasi Islam terhadap budaya lokal, proses kelahiran dipengaruhi
pertentangan dan ketegangan antara gerakan salafi dan ulama tradisional.

Gerakan salafi dinilai berideologi ortodoksi tidak toleran dan bertentangan de-
ngan eksistensi tradisionalisme madzhabiyah yang sudah mapan di nusantara. Di lain

10
hal paham aswaja NU dalam pergulatan dialektika agama versus negara, membantu
menguatkan paham kebangsaan (Pancasila) dalam dinamika kebangsaan awal
kemerdekaan Indonesia, NU menyatakan nilai Islam selaras dengan Pancasila (Effendi,
2010: 101).
Penerimaan asas tunggal Pancasila menjadi bukti akan sikap kebangsaan NU.
Sejak awal, NU memandang bahwa Pancasila merupakan penjabaran dari nilai-nilai
keislaman. Jika pancasila dilaksanakan secara baik, itu berarti nilai-nilai Islam telah
dilaksanakan. Secara lebih spesifik, argumentasi penerimaan asas tunggal Pancasila
berlandaskan pada prinsip-prinsip sebagai mana yang tertuang dalam Keputusan Munas
Alim Ulama NU No.11/MANU/ 1404/1983. Pancasila sebagai dasar dan falsafah
Negara Republik Indonesia bukanlah agama, tidak dapat menggantikan agama dan tidak
dapat dipergunakan untuk menggantikan kedudukan agama. Artinya Pancasila dalam
konteks bernegara merupakan pandangan hidup, dan hal ini berbeda dengan ajaran
agama (Rahman, 2010: 147).

Aswaja merupakan paham yang menekankan pada nilai-nilai ajaran Islam


berupa keadilan (ta'aadul), kesim- bangan (tawazun), moderat (tawassuth), toleransi
(tasamuh) dan perbaikan/reformatif (ishlahiyah). Nilai-nilai Islam yang dirumuskan
dalam Aswaja itu kemudian dijadikan ke dalam Fikrah Nahdhiyah. Fikrah Nahdhiyah
adalah kerangka berpikir atau paradigma yang didasarkan pada paham Aswaja yang
dijadikan landasan berpikir NU (Khiththah Nahdhiyah) untuk menentukan arah
perjuangan dalam rangka ishlah al-ummah (perbaikan umat).

Bidang akidah, NU mengambil jalan tengah antara ekstrem aqli (rasionalis) dan
ekstrem naqli (skripturalis) (Ali MD, 2011: 45-49). Paradigma Fikrah Nahdhiyah
mempunyai lima ciri (khashaish), yaitu:
1). Fikrah tawassuthiyah (pola pikir moderat), artinya NU senantiasa bersikap tawazun
(seimbang) dan i'tidal (moderat) dalam menyikapi berbagai persoalan.
2). Fikrah tasamuhiyah (pola pikir toleran). artinya NU dapat hidup berdampingan
secara damai dengan pihak lain walaupun aqidah, cara pikir, dan budaya. nya berbeda.
3). Fikrah Ishlahiyah (pola pikir reformatif), artinya NU senantiasa mengupayakan
perbaikan menuju ke arah yang lebih baik (al-ishlah ila ma huwa al-ashlah).
4). Fikrah Tathawwuriyah (pola pikir dinamis), artinya NU senantiasa melakukan
kontekstualisasi dalam merespon berbagai persoalan.
5). Fikrah Manhajiyah (pola pikir metodologis), artinya NU senantiasa menggunakan
kerangka berpikir yang mengacu kepada manhaj yang telah ditetapkan (AD/ART
Muktamar NU Jombang, 2015: 14).

Islam sendiri kaya dengan ajaran yang mengedepankan perdamaian dan


persaudaraan. Konsep ukhuwah (kerukunan) memiliki spektrum luas. NU
menyakininya dengan adanya ukhuwah Islamiyah kerukunan sesama pemeluk Islam,
ukhuwah insaniyah kerukunan sesama ummat manusia, ukhuwah wathaniyah
kerukunan sesama anggota bangsa (Zubaedi, 2013: 71).

11
Nilai-nilai Aswaja NU yang berisi toleransi atau penghormatan terhadap
keragaman (pluralitas) yang ditanamkan dan dipraktekkan dalam masyarakat dinilai NU
sesuai dengan konstitusi negara (UUD 1945), falsafah atau dasar kehidupan kenegaraan
dan kebangsaan (Pancasila) dan semboyan keanekaragamaan penduduk Indonesia
(Bhineka Tunggal Ika). Ajaran Aswaja juga sejalan dengan hak asasi manusia (HAM)
yang dideklarasikan PBB dan telah diratifikasi ke dalam perundang-undangan di
Indonesia. Dalam pandangan NU prinsip HAM selaras dengan nilai kemanusiaan yang
termuat dalam Piagam Madinah yang diwariskan oleh Nabi Muhammad SAW (Ali,
2011: 51).

NKRI menurut NU sah secara fiqih. Pandangan ini menjadi landasan, Kyai
Hasyim Asyari mengeluarkan resolusi jihad bersama para ulama pada 22 Oktober 1945
saat kembalinya tentara Sekutu dan Belanda yang ingin menjajah Indonesia. Pandangan
NU, Islam dan Pancasila tidak bertentangan dengan beberapa alasan. Islam mengajarkan
sikap tawassut (jalan moderat), penerimaan pancasila merupakan bagian dari sikap
moderat dan penolakan terhadap Pancasila merupakan sikap ekstrem yang ber-
tentangan dengan Islam. Selanjutnya, berdasarkan atas dalil al-Quran, Surah Ali Imran
64, NU menyakini umat dan dan golongan bisa diikat oleh sebuah kalimatun sawa
(perjanjian), hal ini dapat dilihat dalam falsafah yang tercantum di Pancasila. Ikhtiar NU
dalam merawat kebhinekaan dan pluralitas kebangsaan mendapat banyak tantangan,
salah satunya dari kelompok radikal, NU memerlukan strategi lanjutan dalam usaha
menangkal radikalisme, utamanya strategi dalam memperbaiki citra negatif Islam
(Islamophobia) di mata masyarakat internasional. Dengan demikian, nilai-nilai
kebangsaan Aswaja An Nahdliyah merupakan paham yang menekankan pada nilai-nilai
ajaran Islam berupa keadilan (ta'aadul), kesimbangan (tawazun), moderat (tawassuth),
toleransi (tasamuh) dan perbaikan/reformatif (ishlahiyah).

KESIMPULAN
Dari konsep diatas dapat disimpulkan bahwa dasar negara Pancasila,Agama
Islam,dan kebangsaan adalah saling keterkaitan . Pancasila bukan agama, tetapi sila-sila
dalam pancasila sangat sesuai dangan ajaran agama Islam , Islam Nusantara (IN)
bukanlah aliran Islam baru, apalagi agama baru. Bukan pula faham atau sekte baru
dalam Islam yang mengubah atau mempersempit ajaran Islam yang sakral dan
universal.
Islam Nusantara adalah cara memahami dan menjalankan ajaran Islam yang
dilakukan oleh bangsa Nusantara sehingga menjadi sistem nilai, tradisi dan budaya
Islami yang khas Nusantara.
Dan bisa diistilahkan "berbaju Pancasila,berbadan Islam,dan berjiwa Islam
Nusantara yang didalamnya kental akan adat dan budaya Nusantara.

12
DAFTAR PUSTAKA

Al-qur’anul Karim.
Syukron mazid, Herman sujarwo, Ika setyorini, abdul bar, fatma ainie, Bambang
sugiyanto, 2023. “ Pendidikkan pancasila wawasan kebangsaan&jati diri bangsa”
UNSIQ PRESS

13

Anda mungkin juga menyukai