Disusun oleh:
Said hoerul fatihin (2023060009)
Ibnu karim naufal ‘abdallah (2023060005)
Mukhlis (2023060028)
Husna fadillah salsabillah (2023060012)
M.Z.S.Khoiril fikar(2023060026)
Sendi wahyu triono (2023060010)
i
DAFTAR PUSTAKA
KATA PENGANTAR................................................................................................................. i
DAFTAR ISI............................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................................... 1
A. Latar Belakang.................................................................................................1
B. Rumusan Masalah............................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN................................................................................................................2
BAB IV PENUTUP........................................................................................................................6
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................................7
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
2. Rumusan Masalah
I. Apa yang di maksud dengan konsep pancasila, agama dan kebangsaan?
1
BAB II
PEMBAHASAN
A .KONSEP AGAMA DAN NEGARA
1.Urgensi Bernegara Dalam Agama
Agama berasal dari bahasa sansekerta yang berarti tradisi, tidak bergerak,
peraturan menurut konsep Veda Sedangkan dalam Kamus Bahasa Indonesia (1997: 10)
disebutkan bahwa agama adalah sistem atau prinsip kepercayaan kepada Tuhan, atau
juga disebut dengan nama Dewa atau nama lainnya dengan ajaran kebaktian dan
kewajiban-kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan tersebut. Agama dalam bahasa
arab ialah din, yang bermakna: taat, takut dan setia, paksaan, tekanan, penghambaan,
perendahan diri, pemerintahan, kekuasaan, siasat, balasan, adat, pengalaman hidup,
perhitungan amal. Sinonim kata din dalam bahasa arab ialah millah. Bedanya, millah
lebih memberikan titik berat pada ketetapan, aturan, hukum, tata tertib, atau doktrin dari
din itu (KBBI: 1997: 74 ).
Walaupun agama bertujuan sebagai suatu sistem kontrol agar tujuan negara
benar-benar untuk mensejahterakan rakyatnya, agama tidak diformalkan menjadi
hukum positif, akan tetapi agama dijadikan ruh dan etika yang mendasari hukum positif.
Negara menjadikan agama sebagai etika dan moralitas di dalam penyelenggaraan negara
dan sebaliknya agama memperoleh tempat yang sangat memadai untuk berkembang dan
terus hidup. Hal tersebut memperhatikan bahwa dalam suatu negara ada kebhinekaan
aliran kepercayaan (agama).
2
2. Negara Dalam Perspektif Agama Islam Di Indonesia
3
Sikap umat Islam di Indonesia yang menerima dan menyetujui sepenuhnya dari
segi pertimbangan keselarasan Pancasila dengan ajaran Islam adalah sebagai berikut:
a. Pancasila bukan agama dan tidak bisa menggantikan agama
b. Pancasila bisa menjadi wahana implementasi Syari'at Islam
c. Pancasila dirumuskan oleh bangsa yang mayoritas beragama Islam.
Selain hal-hal di atas, keselarasan pancasila dengan ajaran Islam juga tercermin dari
nilai-nilai kelslaman yang ada pada kelima silanya. Masing-masing sila dalam Pancasila
yang mengandung nilai ajaran Islam dijelaskan uraian di bawah ini.
A. Ketuhanan Yang Maha Esa
sangat selaras dengan Q.S Al-Ikhlas 1
Surat Al-Ikhlas terdiri dari empat ayat. Berikut arti lengkap surat tersebut Ayat pertama:
ُقْل ُهَو ُهّٰللا َاَح ٌۚد
Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu sebagai penegak keadilan karena
Allah, (ketika) menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah kebencianmu terhadap suatu
kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah. Karena (adil) itu
lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah Mahateliti
terhadap apa yang kamu kerjakan.
c. persatuan Indonesia
mencerminkan ide ukhuwah basyariyyah (persaudaraan manusia) dan ukhuwah
Islamiyah bagi sesama umat Islam. Sangat selaras dengan
QS. Ali 'Imran Ayat 103
َو اْعَتِصُم ْو ا ِبَح ْبِل ِهّٰللا َجِم ْيًع ا َّو اَل َتَفَّر ُق ْو اۖ َو اْذ ُك ُرْو ا ِنْع َم َت ِهّٰللا َع َلْيُك ْم ِاْذ ُكْنُتْم َاْع َد ۤا ًء َف َاَّلَف َبْيَن ُقُل ْو ِبُك ْم َفَاْص َبْح ُتْم ِبِنْع َم ِت ٖٓه
ِاْخ َو اًنۚا َو ُكْنُتْم َع ٰل ى َشَفا ُح ْفَرٍة ِّم َن الَّناِر َفَاْنَقَذُك ْم ِّم ْنَهاۗ َك ٰذ ِلَك ُيَبِّيُن ُهّٰللا َلُك ْم ٰا ٰي ِتٖه َلَع َّلُك ْم َتْهَتُد ْو َن
Dan berpegangteguhlah kamu semuanya pada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu
bercerai berai, dan ingatlah nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa
jahiliah) bermusuhan, lalu Allah mempersatukan hatimu, sehingga dengan karunia-Nya
kamu menjadi bersaudara, sedangkan (ketika itu) kamu berada di tepi jurang neraka,
4
lalu Allah menyelamatkan kamu dari sana. Demikianlah, Allah menerangkan ayat-ayat-
Nya kepadamu agar kamu mendapat petunjuk.
d. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
/ perwakilan.
Prinsip syura merupakan dasar dari sistem kenegaraan Islam (karakteristik negara
Islam). Uniknya, prinsip syura ada di dalam Pancasila. Ini membuktikan bahwa
perumusan Pan- casila di ambil dalam bentuk musyawarah bersama berbagai kalangan
untuk mencapai kesepakatan. Sangat selaras dengan
QS. Asy-Syura Ayat 38
ۚ َو اَّلِذ ْيَن اْسَتَج اُبْو ا ِلَر ِّبِه ْم َو َاَقاُم وا الَّص ٰل وَۖة َو َاْم ُر ُهْم ُش ْو ٰر ى َبْيَنُهْۖم َوِمَّم ا َر َز ْقٰن ُهْم ُيْنِفُقْو َن
dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhan dan melaksanakan
salat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka; dan
mereka menginfakkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka.
Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi
bantuan kepada kerabat, dan Dia melarang (melakukan) perbuatan keji, kemungkaran,
dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil
pelajaran.
Ahlussunnah Wal Jamaah atau yang biasa disingkat dengan ASWAJA secara
bahasa berasal dari kata Ahlun yang artinya keluarga, golongan atau pengikut.
Ahlussunnah berarti orang orang yang mengikuti sunnah (perkataan, pemikiran atau
amal perbuatan Nabi Muhammad SAW) Sedangkan al Jama'ah adalah sekumpulan
orang yang memiliki tujuan. Jika dikaitkan dengan madzhab mempunyai arti
sekumpulan orang yang berpegang teguh pada salah satu imam madzhab dengan tujuan
mendapatkan keselamatan dunia dan akhirat (Siradj, 2008: 5).
5
"Maka sesuatu apapun yang diberikan kepadamu, itu adalah kenikmatan hidup di dunia,
dan yang ada pada sisi Allah lebih baik dan lebih kekal bagi orang- orang yang beriman,
dan hanya kepada Tuhan mereka, mereka bertawakkal. Dan (bagi) orang-orang yang
menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan perbuatan keji, dan apabila mereka marah,
mereka memberi maaf. Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan
Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan
musyawarah antara mereka; dan mereka menaf- kahkan sebagian dari rizki yang kami
berikan kepada mereka. Dan (bagi) orang-orang yang apabila mereka diperlakukan
dengan lalim mereka membela diri (Kemenag RI Quran dan Terjemah, 2013: 487).
Menurut ayat di atas, syura merupakan ajaran yang setara dengan iman kepada
Allah (iman billah). tawakal, menghindari dosa-dosa besar (jtinabul ka-bair), memberi
ma'af setelah marah, memenuhi titah ilahi, mendirikan shalat, memberikan sedekah, dan
lain sebagainya. Seakan-akan musyawarah merupakan suatu bagian integral dan hakekat
Iman dan Islam.
b. Al-'Adl (Keadilan)
Menegakkan keadilan merupakan suatu keharusan dalam Islam terutama bagi
penguasa (wulat) dan para pemimpin pemerintahan (hukkam) terhadap rakyat dan umat
yang dipimpin. Hal ini didasarkan ke- pada QS An-Nisa' 4:58
"Sesungguhnya Allah meyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak
menerimanya dan menyuruh kamu apabila menetapkan hukum diantara manusia supaya
kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-
baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah maha mendengar lagi maha melihat (Kemenag
RI Quran dan Terjemah, 2013: 487).
c. Al-Hurriyyah (Kebebasan)
Kebebasan dimaksudkan sebagai suatu jaminan bagi rakyat (umat) agar dapat
melakukan hak-hak mereka. Hak hak tersebut dalam syari'at dikemas dalam al-Ushul al
Khams (lima prinsip pokok) yang menjadi kebutuhan primer (dharuri) bagi setiap insan,
Kelima prinsip tersebut adalah (Wahid, dkk. 2011: 21).
1) Hifzhun Nafs, yaitu jaminan atas jiwa (kehidupan) yang dimiliki warga negara
(rakyat).
2) Hifzhud Din, yaitu jaminan kepada warga negara untuk memeluk agama sesuai
dengan keyakinan-nya.
3) Hifzhul Mal, yaitu jaminan terhadap keselamatan harta benda yang dirniliki oleh
warga negara.
4) Hifzhun Nasl, yaitu jaminan terhadap asal-usul, identitas, garis keturunan setiap
warga negara.
5) Hifzhul Irdh, yaitu jaminan terhadap harga diri, kehormatan, profesi, pekerjaan
ataupun kedudukan setiap warga negara.
6
Kelima prinsip di atas beserta uraian derivatifnya dalam era sekarang ini lebih
menyerupai Hak Asasi Manusia (HAM).
Begitu pula jika pada tempo dulu aqidah merupakan sentral kekuatan
pemikiran, maka saat ini aqidah bukanlah merupakan satu satunya sumber pijakan.
Umat sudah banyak berubah kepada pemahaman aqidah yang bersifat plural. Dengan
demikian, pemekaran pemikiran umat.
Islam haruslah tidak dianggap sebagai sesuatu hal yang remeh dan enteng, jika
umat Islam tidak ingin tertinggal oleh bangsa-bangsa di muka bumi ini. Tentu hal ini
mengundang konsekuensi yang mendasar bagi umat Islam sebab pemekaran tersebut
pasti banyak mengubah wacana pemikiran yang sudah ada (salaf/klasik) dan umat Islam
harus secara dewasa menerima transformasi tersebut sepanjang tidak bertabrakan
dengan hal-hal yang sudah paten (qath'iy) dalam Siradj disadur dari nu.or.id.
7
Islam Nusantara mulai hangat dibicarakan oleh masyarakat Indonesia, ketika
muktamar NU mengusung gagasan Islam nusantara di Jombang 2015. Hal ini
menyebabkan suatu perdebatan bagi kalangan muslim Indonesia terutama para
cendikiawan yang mempertanyakan tentang kerangka epistemologis (konsepsi
pengetahuan) dan tujuan dari gagasan Islam nusantara. Dengan adanya perdebatan
mengenai gagasan Islam nusantara ini, karena adanya sebuah gagasan yang
terlembagakan (institusional), sehingga menyorot semua kalangan umat Islam untuk
mempelajari dan memahami keberadaan Islam Nusantara.
Banyak kalangan yang menolak labelisasi Nusantara pada Islam. Karena bagi
mereka Islam berlaku universal dan tidak bisa di sempitkan dengan pelabelan dengan
sesuatu apapun. Lebih jauh, menambahkan kata Nusantara telah menghilangkan
identitas rahmatan lil 'alamin dari Islam sebagai agama yang sempurna. Pendapat
mereka ini muncul karena kurang memahami kontain yang menjadi subtansi Islam
Nusantara itu sendiri.
Ki Hajar Dewantoro, memakai istilah ini pada abad 20-an sebagai salah satu
rekomendasi untuk nama suatu wilayah Hindia Belanda. Karena kepulauan tersebut
mayoritas berada di wilayah negara Indonesia, maka Nusantara biasanya disinonimkan
dengan Indonesia. Istilah ini, di Indonesia secara konstitusional juga dikukuhkan dengan
Keputusan Presiden (Kepres) MPR No. IV/MPR/1973, tentang Garis Besar Haluan
Negara Bab II Sub E. Kata Nusantara ditambah dengan kata wawasan (Lutfi, 2016: 3).
8
Tergantung cara padang atau pendekatan ke ilmuan yang dipakai. Sementara itu,
menurut guru besar filologi Islam UIN Jakarta Oman Fathurrahman, Islam Nusantara
yang dimaksud bukan Islam yang normatif tapi Islam empirik yang terindegenisasi.
"Oleh kerena itu kita mencoba merumuskan sebuah kalimat, Islam Nusantara itu adalah
Islam Nusantara yang empirik dan distingtif sebagai hasil interaksi, kontekstualisasi,
indigenisasi, penerjemahan, vernakularisasi Islam universal dengan realitas sosial,
budaya, dan sastra di Indonesia." Hasil disampaikan dalam Pra Muktamar NU dengan
tema Islam Nusantara sebagai Islam Mutamaddin Menjadi Tipe Ideal Dunia Islam" di
tahun 2015.
Islam Nusantara (IN) bukanlah aliran Islam baru, apalagi agama baru. Bukan
pula faham atau sekte baru dalam Islam yang mengubah atau mempersempit ajaran
Islam yang sakral dan universal. Islam Nusantara adalah cara memahami dan
menjalankan ajaran Islam yang dilakukan oleh bangsa Nusantara sehingga menjadi
sistem nilai, trandisi dan budaya Islami yang khas Nusantara.
Sedangkan menurut KH. Mustofa Bisyri istilah Islam Nusantara sama dengan
"Islam yang dinusantarakan." Hal ini akan benar bila diletakkan dalam struktur idhafah
(penunjukan tempat) sehingga berarti "Islam di Nusantara". Melalui penjabaran ini,
setidaknya turut meminimalisir perspektif keliru dari suatu kelompok salah dalam
memahami Islam Nusantara. Akan tetapi, penunjukkan tempat juga berarti menguak
unsur-unsur yang ada dalam suatu tempat tersebut. Maka, akhirnya dalam konteks
Nusantara, perlu kemudian merangkul watak dan karakteristiknya (lyabenu, 2015).
Terdapat tiga pilar atau rukun penting dalam memahami Islam Nusantara,
pertama, pemikiran (fikrah); kedua, gerakan (harakah); dan ketiga, tindakan nyata
('amaliyyah). Pilar pertama, yaitu pemikiran, mencakup cara berpikir secara moderat
(tawaṣṣut). Artinya, tidak berpikir tekstualis, dan juga tidak liberal. Tekstualis dimaksud
adalah berpikir secara kaku pada nash (al- jumud al-manqulat) sebagaimana yang terjadi
pada kaum Wahabi di dalam memahami teks-teks al-Qur'an. Salah satu pernyataan
9
Imam al-Qarafi, ulama ahli usul fikih, menyatakan jika "al-jumud 'ala al-manqulat
abadan dalal fi al-din wajahl bi maqasidih", pembacaan yang statis (tanpa tafsir)
penafsiran pada hal-hal yang dalil-dalil yang selamanya adalah kesesatan di dalam
agama dan kebodohan tentang maksud-maksud agama.
Sementara itu, liberal adalah cara berpikir yang bebas tanpa mengindahkan
metodologi sebagaimana yang disepakati di kalangan ulama untuk dijadikan pegangan
berpikir di kalangan NU.
Gerakan salafi dinilai berideologi ortodoksi tidak toleran dan bertentangan de-
ngan eksistensi tradisionalisme madzhabiyah yang sudah mapan di nusantara. Di lain
10
hal paham aswaja NU dalam pergulatan dialektika agama versus negara, membantu
menguatkan paham kebangsaan (Pancasila) dalam dinamika kebangsaan awal
kemerdekaan Indonesia, NU menyatakan nilai Islam selaras dengan Pancasila (Effendi,
2010: 101).
Penerimaan asas tunggal Pancasila menjadi bukti akan sikap kebangsaan NU.
Sejak awal, NU memandang bahwa Pancasila merupakan penjabaran dari nilai-nilai
keislaman. Jika pancasila dilaksanakan secara baik, itu berarti nilai-nilai Islam telah
dilaksanakan. Secara lebih spesifik, argumentasi penerimaan asas tunggal Pancasila
berlandaskan pada prinsip-prinsip sebagai mana yang tertuang dalam Keputusan Munas
Alim Ulama NU No.11/MANU/ 1404/1983. Pancasila sebagai dasar dan falsafah
Negara Republik Indonesia bukanlah agama, tidak dapat menggantikan agama dan tidak
dapat dipergunakan untuk menggantikan kedudukan agama. Artinya Pancasila dalam
konteks bernegara merupakan pandangan hidup, dan hal ini berbeda dengan ajaran
agama (Rahman, 2010: 147).
Bidang akidah, NU mengambil jalan tengah antara ekstrem aqli (rasionalis) dan
ekstrem naqli (skripturalis) (Ali MD, 2011: 45-49). Paradigma Fikrah Nahdhiyah
mempunyai lima ciri (khashaish), yaitu:
1). Fikrah tawassuthiyah (pola pikir moderat), artinya NU senantiasa bersikap tawazun
(seimbang) dan i'tidal (moderat) dalam menyikapi berbagai persoalan.
2). Fikrah tasamuhiyah (pola pikir toleran). artinya NU dapat hidup berdampingan
secara damai dengan pihak lain walaupun aqidah, cara pikir, dan budaya. nya berbeda.
3). Fikrah Ishlahiyah (pola pikir reformatif), artinya NU senantiasa mengupayakan
perbaikan menuju ke arah yang lebih baik (al-ishlah ila ma huwa al-ashlah).
4). Fikrah Tathawwuriyah (pola pikir dinamis), artinya NU senantiasa melakukan
kontekstualisasi dalam merespon berbagai persoalan.
5). Fikrah Manhajiyah (pola pikir metodologis), artinya NU senantiasa menggunakan
kerangka berpikir yang mengacu kepada manhaj yang telah ditetapkan (AD/ART
Muktamar NU Jombang, 2015: 14).
11
Nilai-nilai Aswaja NU yang berisi toleransi atau penghormatan terhadap
keragaman (pluralitas) yang ditanamkan dan dipraktekkan dalam masyarakat dinilai NU
sesuai dengan konstitusi negara (UUD 1945), falsafah atau dasar kehidupan kenegaraan
dan kebangsaan (Pancasila) dan semboyan keanekaragamaan penduduk Indonesia
(Bhineka Tunggal Ika). Ajaran Aswaja juga sejalan dengan hak asasi manusia (HAM)
yang dideklarasikan PBB dan telah diratifikasi ke dalam perundang-undangan di
Indonesia. Dalam pandangan NU prinsip HAM selaras dengan nilai kemanusiaan yang
termuat dalam Piagam Madinah yang diwariskan oleh Nabi Muhammad SAW (Ali,
2011: 51).
NKRI menurut NU sah secara fiqih. Pandangan ini menjadi landasan, Kyai
Hasyim Asyari mengeluarkan resolusi jihad bersama para ulama pada 22 Oktober 1945
saat kembalinya tentara Sekutu dan Belanda yang ingin menjajah Indonesia. Pandangan
NU, Islam dan Pancasila tidak bertentangan dengan beberapa alasan. Islam mengajarkan
sikap tawassut (jalan moderat), penerimaan pancasila merupakan bagian dari sikap
moderat dan penolakan terhadap Pancasila merupakan sikap ekstrem yang ber-
tentangan dengan Islam. Selanjutnya, berdasarkan atas dalil al-Quran, Surah Ali Imran
64, NU menyakini umat dan dan golongan bisa diikat oleh sebuah kalimatun sawa
(perjanjian), hal ini dapat dilihat dalam falsafah yang tercantum di Pancasila. Ikhtiar NU
dalam merawat kebhinekaan dan pluralitas kebangsaan mendapat banyak tantangan,
salah satunya dari kelompok radikal, NU memerlukan strategi lanjutan dalam usaha
menangkal radikalisme, utamanya strategi dalam memperbaiki citra negatif Islam
(Islamophobia) di mata masyarakat internasional. Dengan demikian, nilai-nilai
kebangsaan Aswaja An Nahdliyah merupakan paham yang menekankan pada nilai-nilai
ajaran Islam berupa keadilan (ta'aadul), kesimbangan (tawazun), moderat (tawassuth),
toleransi (tasamuh) dan perbaikan/reformatif (ishlahiyah).
KESIMPULAN
Dari konsep diatas dapat disimpulkan bahwa dasar negara Pancasila,Agama
Islam,dan kebangsaan adalah saling keterkaitan . Pancasila bukan agama, tetapi sila-sila
dalam pancasila sangat sesuai dangan ajaran agama Islam , Islam Nusantara (IN)
bukanlah aliran Islam baru, apalagi agama baru. Bukan pula faham atau sekte baru
dalam Islam yang mengubah atau mempersempit ajaran Islam yang sakral dan
universal.
Islam Nusantara adalah cara memahami dan menjalankan ajaran Islam yang
dilakukan oleh bangsa Nusantara sehingga menjadi sistem nilai, tradisi dan budaya
Islami yang khas Nusantara.
Dan bisa diistilahkan "berbaju Pancasila,berbadan Islam,dan berjiwa Islam
Nusantara yang didalamnya kental akan adat dan budaya Nusantara.
12
DAFTAR PUSTAKA
Al-qur’anul Karim.
Syukron mazid, Herman sujarwo, Ika setyorini, abdul bar, fatma ainie, Bambang
sugiyanto, 2023. “ Pendidikkan pancasila wawasan kebangsaan&jati diri bangsa”
UNSIQ PRESS
13