Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

PANCASILA DALAM ISLAM

Dosen Pengajar : Baharuddin SKM.M.Kes

Disusun oleh

Kelompok 1

Tingkat 1 reguler a

1. Aggas Maulana 12. Keisya Salsabila


2. Ananda Aina 13. Cut Rifani
3. Natasya Humaira 14. Atikah Sarmi
4. Dina Putri Rahmawati 15. Jazaan Salsabila
5. Desi Susanti 16. Rahmatun Nisa
6. Khudwatunnisa 17. Zahra Afifah
7. Aldila Dwifani 18. Thahira Hanifa
8. Dina Marta 19. Aula Zayana
9. Mikhael Andika 20. Nabahati
10. Nabila Fidela 21. Nazla Khairunnisa
11. Evi Riana

POLTEKKES KEMENKSES ACEH

PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN BANDA ACEH

2023 / 2024
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................... i

DAFTAR ISI.................................................................................... ii

BAB 1: PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang............................................................... 3


1.2 Rumusan Masalah.......................................................... 5
1.3 Tujuan............................................................................ 8

BAB 2: PEMBAHASAN

1. Pancasila dalam sudut pandang Islam........................... 11


2. Relasi agama dalam nilai-nilai Pancasila...................... 12
3. Pancasila dalam perspektif Islam dan hubungannya.....12

BAB 3: PENUTUP

1. Kesimpulan.............................................................................. 13
2. Saran........................................................................................ 13

DAFTAR PUSTAKA
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan Rahmat, Inayah,
Taufik dan Hidayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan paper ini
dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga paper ini dapat
dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca
dalam kehidupan sehari-hari.

Harapan saya semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan


pengalaman bagi para pembaca, sehingga saya dapat memperbaiki bentuk maupun isi
paper ini, dan untuk kedepannya dapat lebih baik lagi.

BANDA ACEH, 17 OKTOBER 2023

PENULIS
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pancasila adalah bagian ajaran agama untuk menjunjung tinggi nilai-nilai
perdamaian dan persamaan hak serta pengalaman agama dalam konteks bernegara.
Dalam suatu negara dibutuhkan suatu tata aturan yang bisa mengkoordinir seluruh
masyarakat dibawah naungan negara tersebut.

Demikian halnya dengan Indonesia sebagaimana kita ketahui bersama dalam


sejarah bahwa sejak lama Pancasila telah menopang dan mengkoordinir berbagai
suku, ras, dan agama yang ada di Indonesia. Pancasila dirasa sangat sesuai dan tepat
untuk mengakoordinir seluruh ras, suku bangsa, dan agama yang ada di Indonesia.
Hal ini dibuktikan bahwa sila-sila Pancasila selaras dengan apa yang telah tergaris
dalam al-Qur’an.

Sebagai falsafah hidup bangsa, hakekat nilai-nilai Pancasila telah hidup dan
diamalkan oleh bangsa Indonesia sejak negara ini belum berbentuk. Artinya, rumusan
Pancasila sebagaimana tertuang dalam alinea 4 UUD 1945 sebenarnya merupakan
refleksi dari falsafah dan budaya bangsa, termasuk di dalamnya bersumber dan
terinspirasi dari nilai-nilai dan ajaran agama yang dianut bangsa Indonesia.

Islam sebagai agama yang dipeluk secara mayoritas oleh bangsa ini tentu
memiliki relasi yang sangat kuat dengan nilai-nilai Pancasila. Namun kenapa justru
saat ini seolah-olah islam agama islam satu-satunya yang berhak atas pancasila.
Bukankah kita tahu, pancasila lahir tidak hanya dibawah naungan agam islam semata.
Namun, indonesia memiliki keberagaman agama yang diakui. Dan bagaimanakah
pendapat para tokoh atau pandangan tokoh yang berpengaruh di Indonesia mengenai
hal ini? Lalu bagaimanakah sistem yang mereka gunakan dalam mengatur negara
yang berasaskan pancasila dan tidak lepas pula dari pengaruh islam?

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana pancasila dalam sudut pandangan Islam?
2. Bagaimana relasi agama dalam nilai-nilai pancasila?
3. Bagaimana pancasila dalam perspektif Islam? Dan bagaimana
hubungan antara islam dan pancasila?
4. Bagaimana sila dalam pancasila yang berkaitan ketuhanan?
5. Bagaimana pandangan Islam terhadap Daulah Khilafah Islam di
NKRI?

1.3 Tujuan
1. Agar mangetahui hakikat pancasila dalam sudut pandang Islam
2. Agar mengetahui relasi agama dalam nilai-nilai pancasila
3. Agar mengetahui hubungan antara Islam dan pancasila
4. Agar mengetahui pancasila yang berkaitan dengan ketuhanan
5. Agar mengetahui pandangan Islam terhadap Daulah Khilafah Islam di
NKRI
BAB 2

PEMBAHASAN

1. Pancasila dalam sudut pandang Islam

Negara Indonesia memiliki dasar dan ideologi Pancasila. Negara kebangsaan


Indonesia yang berPancasila bukanlah negara sekuler atau negara yang memisahkan
antara agama dengan negara. Di sudut lain negara kebangsaan Indonesia yang
berPancasila juga bukan negara islam atau negara yang berdasarkan atas agama
tertentu (Suhadi, 1998: 114). Negara Pancasila pada hakekatnya adalah negara
kebangsaan yang Berketuhanan YME.

Dengan demikian makna negara kebangsaan Indonesia yang berdasarkan


Pancasila adalah kesatuan integral dalam kehidupan bangsa dan negara yang
memiliki sifat kebersamaan, kekeluargaan, dan religiusitas. Pancasila sebagai
ideologi dan dasar negara sebenarnya memiliki keselarasan dengan ajaran Islam
sebagai agama mayoritas penduduk bangsa Indonesia. Sikap umat Islam di Indonesia
yang menerima dan menyetujui Pancasila dapat dipertanggung jawabkan sepenuhnya
dari segala segi pertimbangan.

Beberapa hal yang menjadi pertimbangan keselarasan pancasila dengan ajaran


islam adalah sebagaimana uraian berikut:

1. Pancasila bukan agama dan tidak bisa menggantikan agama.


2. Pancasila bisa menjadi wahana implementasi syari’at islam.
3. Pancasila dirumuskan oleh tokoh bangsa yang mayoritas beragama islam.
a. Ketuhanan Yang Maha Esa. al-Qur’an dalam beberapa ayatnya
menyebutkan dan selalu mengajarkan kepada umatnya untuk selalu
mengesakan Tuhan (misalkan QS. al-Baqarah: 163). Dalam kacamata Islam,
Tuhan adalah Allah semata. Namun, dalam pandangan agama lain Tuhan
adalah yang mengatur kehidupan manusia, yang disembah.

b. Kemanusiaan yang adil dan beradab. Sila kedua ini mencerminkan nilai
kemanusiaan dan bersikap adil (Qs. al-Maa’idah: 8). Islam selalu mengajarkan
kepada umatnya untuk selalu bersikap adil dalam segala hal, adil terhadap diri
sendiri, orang lain dan alam.
c. Persatuan Indonesia. Semua agama termasuk Islam mengajarkan kepada
umatnya untuk selalu bersatu dan menjaga kesatuan dan persatuan (Qs. Ali
Imron: 103).
d. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/ perwakilan. Pancasila dalam sila keempat ini selaras
dengan apa yang telah digariskan al-Qur’an dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara. Islam selalu mengajarkan untuk selalu bersikap
bijaksana dalam mengatasi permasalahan kehidupan (Shaad: 20) dan selalu
menekankan untuk menyelesaikannya dalam suasana demokratis (Ali Imron:
159).
e. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Sila yang menggambarkan
terwujudnya rakyat adil, makmur, aman dan damai. Hal ini disebutkan dalam
surat al-Nahl ayat 90.

Namun, di sisi lain Hizbut Tahrir Indonesia (Zahro, 2006:98-99) secara tegas
menolak keabsahan UUD 1945. Asas demikrasi yang dianut oleh UUD 1945
merupakan titik awal penolakan mereka terhadap UUD 1945 dan Pancasila. Mereka
memandang UUD 1945 dan Pancasila tidak sesuai dengan nurani ajaran al-Qur’an.

2. Relasi Agama dalam nila-nilai pancasila


Sebagai falsafah hidup bangsa, hakekat nilai-nilai Pancasila telah hidup dan
diamalkan oleh bangsa Indonesia sejak negara ini belum berbentuk. Artinya, rumusan
Pancasila sebagaimana tertuang dalam alinea 4 UUD 1945 sebenarnya merupakan
refleksi dari falsafah dan budaya bangsa, termasuk di dalamnya bersumber dan
terinspirasi dari nilai-nilai dan ajaran agama yang dianut bangsa Indonesia.

Islam sebagai agama yang dipeluk secara mayoritas oleh bangsa ini tentu memiliki
relasi yang sangat kuat dengan nilai-nilai Pancasila. Hal ini dapat disimak dari
masing-masing sila yang terdapat pada Pancasila berikut ini:

Sila pertama: Ketuhanan Yang Maha Esa.

Ketuhanan adalah prinsip semua agama. Dan prinsip keesaan Tuhan merupakan inti
ajaran Islam, yang dikenal dengan konsep tauhid. Dalam Islam tauhid harus diyakini
secara kaffah (totalitas), sehingga tauhid tidak hanya berwujud pengakuan dan
pernyataan saja. Akan tetapi, harus dibuktikan dengan tindakan nyata, seperti
melaksanakan kewajiban-kewajiban agama, baik dalam konteks hubungan vertikal
kepada Allah (ubudiyyah) maupun hubungan horisontal dengan sesama manusia dan
semua makhluk (hablun minan nas).

Totalitas makna tauhid itulah kemudian dikenal dengan konsep tauhid ar-
rububiyyah, tauhid al-uluhiyyahdan tauhid al-asma wa al-sifat. Tauhid Rububiyyah
adalah pengakuan, keyakinan dan pernyataan bahwa Allah adalah satu-satunya
pencipta, pengatur dan penjaga alam semesta ini. Sedangkan tauhid al-Uluhiyyah
adalah keyakinan akan keesaan Allah dalam pelaksanaan ibadah, yakni hanya Allah
yang berhak diibadahi dengan cara-cara yang ditentukan oleh Allah (dan Rasul-Nya)
baik dengan ketentuan rinci, sehingga manusia tinggal melaksanakannya maupun
dengan ketentuan garis besar yang memberi ruang kreativitas manusia seperti ibadah
dalam kegiatan sosial-budaya, sosial ekonomi, politik kenegaraan dan seterusnya,
disertai dengan akhlak (etika) yang mulia sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah.
Adapun tauhid al-asma wa al-sifat adalah bahwa dalam memahami nama-nama dan
sifat Allah seorang muslim hendaknya hanya mengacu kepada sumber ajaran Islam,
Quran-Sunnah.

Melihat paparan di atas pengamalan sila pertama sejalan bahkan menjadi kokoh
dengan pengamalan tauhid dalam ajaran Islam. Inilah, yang menjadi pertimbangan Ki
Bagus Hadikusumo, ketika ada usulan yang kuat untuk menghapus 7 kata “dengan
kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya”, mengusulkan kata pengganti
dengan “Yang Maha Esa”. Dalam pandangan beliau Ketuhanan Yang Maha Esa
adalah tauhid bagi umat Islam. (Endang Saifuddin, 1981: 41-44)

Sila kedua: Kemanusiaan yang Adil dan Beradab.

Prinsip kemanusiaan dengan keadilan dan keadaban adalah juga menjadi ajaran setiap
agama yang diakui oleh negara Indonesia, termasuk Islam. Dalam ajaran Islam,
prinsip ini merupakan manifestasi dan pengamalan dari ajaran
tauhid. Muwahhidun (orang yang bertauhid) wajib memiliki jiwa kemanusiaan yang
tinggi dengan sikap yang adil dan berkeadaban.

Sikap adil sangat ditekankan oleh ajaran Islam, dan sikap adil adalah dekat dengan
ketaqwaan kepada Allah sebagaimana firman Allah dalam Q.S. Al Maidah ayat
8,“Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu menjadi orang-orang yang
selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil, dan
janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk
berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. dan
bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu
kerjakan.”

Demikian juga konsep beradab (berkeadaban) dengan menegakkan etika dan akhlak
yang mulia menjadi misi utama diutusnya Nabi Muhammad Saw dengan sabdanya,
“Sesungguhnya aku diutus Allah untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.”

Sila ketiga: Persatuan Indonesia


Ajaran Islam memerintahkan agar umat Islam menjalin persatuan dan kesatuan antar
manusia dengan kepemimpinan dan organisasi yang kokoh dengan tujuan mengajak
kepada kebaikan (al-khair), mendorong perbuatan yang makruf, yakni segala sesuatu
yang membawa maslahat (kebaikan) bagi umat manusia dan mencegah
kemungkaran, yakni segala yang membawa madharat (bahaya dan merugikan) bagi
manusia seperti tindak kejahatan. Persatuan dan kesatuan dengan organisasi dan
kepemimpinan yang kokoh itu dapat berbentuk negara, seperti negeri tercinta
Indonesia.

Sila keempat; Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmah Kebijaksanaan dalam


Permusyawaratan/perwakilan

Prinsip yang ada pada sila keempat ini merupakan serapan dari nilai-nilai Islam yang
mengajarkan kepemimpinan yang adil, yang memperhatikan kemaslahatan rakyatnya
dan di dalam menjalan roda kepemimpinan melalui musyawarah dengan
mendengarkan berbagai pandangan untuk didapat pandangan yang terbaik bagi
kehidupan bersama dengan kemufakatan. Sistem demokrasi yang diterapkan di
Indonesia dengan mengedepan nilai-nilai ketuhanan dan kemanusiaan sebagaimana
ditegaskan dalam sila-sila dalam Pancasila sejalan dengan ajaran agama. Bahkan
pengamalan agama akan memperkokoh implementasi ideologi Pancasila.

Sila Kelima: Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia

Mengelola negara dengan prinsip keadilan yang meliputi semua aspek, seperti
keadilan hukum, keadilan ekonomi, dan sebagainya, yang diikuti dengan tujuan untuk
kesejahteraan rakyat merupakan amanat setiap agama bagi para pemeluknya. Dalam
Islam di ajarkan agar pemimpin negara memperhatikan kesejahteraan rakyatnya, dan
apabila menghukum mereka hendaklah dengan hukuman yang adil. (QS. Nisa: 58)

Dalam kaidah fikih Islam dinyatakan “al-ra’iyyatu manuthun bil maslahah”, artinya
kepemimpinan itu mengikuti (memperhatikan) kemaslahatan rakyatnya. Berarti pula
bahwa pemegang amanah kepemimpinan suatu negara wajib mengutamakan
kesejahteraan rakyat.

1. Pancasila dalam perpektif Islam dan hubungannya

Bangsa Indonesia patut berterima kasih kepada founding father-nya yang telah
menyatukan kemajemukan dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang tidak
semua negara di dunia mampu melakukannya semangat nasionalisme mampu
dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat dari puluhan ribu pulau, suku bangsa,
bahasa, lebih-lebih agama sebagai perbedaan yang paling mendasar.

Islam sebagai agama yang dipeluk secara mayoritas oleh bangsa ini tentu memiliki
relasi yang sangat kuat dengan nilai-nilai Pancasila. Hal ini dapat disimak dari
masing-masing sila yang terdapat pada Pancasila berikut ini:

Sila pertama: Ketuhanan Yang Maha Esa.

Ketuhanan adalah prinsip semua agama. Dan prinsip keesaan Tuhan merupakan inti
ajaran Islam, yang dikenal dengan konsep tauhid. Dalam Islam tauhid harus diyakini
secara kaffah (totalitas), sehingga tauhid tidak hanya berwujud pengakuan dan
pernyataan saja. Akan tetapi, harus dibuktikan dengan tindakan nyata, seperti
melaksanakan kewajiban-kewajiban agama, baik dalam konteks hubungan vertikal
kepada Allah (ubudiyyah) maupun hubungan horisontal dengan sesama manusia dan
semua makhluk (hablun minan nas).

Totalitas makna tauhid itulah kemudian dikenal dengan konsep tauhid ar-
rububiyyah, tauhid al-uluhiyyahdan tauhid al-asma wa al-sifat. Tauhid Rububiyyah
adalah pengakuan, keyakinan dan pernyataan bahwa Allah adalah satu-satunya
pencipta, pengatur dan penjaga alam semesta ini. Sedangkan tauhid al-Uluhiyyah
adalah keyakinan akan keesaan Allah dalam pelaksanaan ibadah, yakni hanya Allah
yang berhak diibadahi dengan cara-cara yang ditentukan oleh Allah (dan Rasul-Nya)
baik dengan ketentuan rinci, sehingga manusia tinggal melaksanakannya maupun
dengan ketentuan garis besar yang memberi ruang kreativitas manusia seperti ibadah
dalam kegiatan sosial-budaya, sosial ekonomi, politik kenegaraan dan seterusnya,
disertai dengan akhlak (etika) yang mulia sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah.
Adapun tauhid al-asma wa al-sifat adalah bahwa dalam memahami nama-nama dan
sifat Allah seorang muslim hendaknya hanya mengacu kepada sumber ajaran Islam,
Quran-Sunnah.

Melihat paparan di atas pengamalan sila pertama sejalan bahkan menjadi kokoh
dengan pengamalan tauhid dalam ajaran Islam. Inilah, yang menjadi pertimbangan Ki
Bagus Hadikusumo, ketika ada usulan yang kuat untuk menghapus 7 kata “dengan
kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya”, mengusulkan kata pengganti
dengan “Yang Maha Esa”. Dalam pandangan beliau Ketuhanan Yang Maha Esa
adalah tauhid bagi umat Islam. (Endang Saifuddin, 1981: 41-44)

Sila kedua: Kemanusiaan yang Adil dan Beradab.

Prinsip kemanusiaan dengan keadilan dan keadaban adalah juga menjadi ajaran setiap
agama yang diakui oleh negara Indonesia, termasuk Islam. Dalam ajaran Islam,
prinsip ini merupakan manifestasi dan pengamalan dari ajaran
tauhid. Muwahhidun (orang yang bertauhid) wajib memiliki jiwa kemanusiaan yang
tinggi dengan sikap yang adil dan berkeadaban.

Sikap adil sangat ditekankan oleh ajaran Islam, dan sikap adil adalah dekat dengan
ketaqwaan kepada Allah sebagaimana firman Allah dalam Q.S. Al Maidah ayat
8,“Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu menjadi orang-orang yang
selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil, dan
janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk
berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. dan
bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu
kerjakan.”

Demikian juga konsep beradab (berkeadaban) dengan menegakkan etika dan akhlak
yang mulia menjadi misi utama diutusnya Nabi Muhammad Saw dengan sabdanya,
“Sesungguhnya aku diutus Allah untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.”

Sila ketiga: Persatuan Indonesia

Ajaran Islam memerintahkan agar umat Islam menjalin persatuan dan kesatuan antar
manusia dengan kepemimpinan dan organisasi yang kokoh dengan tujuan mengajak
kepada kebaikan (al-khair), mendorong perbuatan yang makruf, yakni segala sesuatu
yang membawa maslahat (kebaikan) bagi umat manusia dan mencegah
kemungkaran, yakni segala yang membawa madharat (bahaya dan merugikan) bagi
manusia seperti tindak kejahatan. Persatuan dan kesatuan dengan organisasi dan
kepemimpinan yang kokoh itu dapat berbentuk negara, seperti negeri tercinta
Indonesia.

Sila keempat; Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmah Kebijaksanaan dalam


Permusyawaratan/perwakilan

Prinsip yang ada pada sila keempat ini merupakan serapan dari nilai-nilai Islam yang
mengajarkan kepemimpinan yang adil, yang memperhatikan kemaslahatan rakyatnya
dan di dalam menjalan roda kepemimpinan melalui musyawarah dengan
mendengarkan berbagai pandangan untuk didapat pandangan yang terbaik bagi
kehidupan bersama dengan kemufakatan. Sistem demokrasi yang diterapkan di
Indonesia dengan mengedepan nilai-nilai ketuhanan dan kemanusiaan sebagaimana
ditegaskan dalam sila-sila dalam Pancasila sejalan dengan ajaran agama. Bahkan
pengamalan agama akan memperkokoh implementasi ideologi Pancasila.

Sila Kelima: Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia


Mengelola negara dengan prinsip keadilan yang meliputi semua aspek, seperti
keadilan hukum, keadilan ekonomi, dan sebagainya, yang diikuti dengan tujuan untuk
kesejahteraan rakyat merupakan amanat setiap agama bagi para pemeluknya. Bangsa
Indonesia patut berterima kasih kepada founding father-nya yang telah menyatukan

BAB 3
PENUTUP

1. Kesimpulan
Pancasila sebagai dasar negara memiliki peranan yang sangat penting
dalam mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara sehingga cita-cita para
pendiri bangsa Indonesia dapat terwujud.
Dengan menjalankan kehidupan berbagsa dan bernegara berlandaskan
pancasila semoga tidak menjadikan kita melenceng dari agama sesnugguhnya
apa yang ada pada pancasila dijiwai oleh hukum Islam yang memang harus
dijunjung tinggi oleh umat.

2. Saran
Warga negara Indonesia merupakan sekumpulan orang yang hidup dan
tinggal di negara Indonesia oleh karena itu sebaiknya warga negara Indonesia
harus lebih meyakini atau mempercayai, menghormati, menghargai, menjaga,
memahami dan melaksanakan segala hal yang telah dilakukan oleh para
pahlawan khususnya dalam pemahaman bahwa pancasila adalah sebagai dasar
negara Indonesia, pandangan hidup bangsa. Sehingga kekacauan yang sedang
sekarang terjadi ini dapat diatasi dan lebih memperkuat persatuan dankesatuan
bangsa dan negara Indonesia ini.
DAFTAR PUSTAKA

Saputra, Dinianto. “masalah kenegaraan dalam pandangan Islam”. Jakarta:


Pedoman Ilmu, 1989.
Zahro, Ahmad. “Antologi Kajian Islam”. Pascasarjana IAIN Sunan Ampel,
Surabaya, 2006.
Ahmad. “Tafsir Kajian Ilmu”. PT Remaja Karya, Bandung 2004.
http://kampus.okezone.com/read/2015/12/01/95/463387/islam-politik-dan -pancasila.

Anda mungkin juga menyukai