Anda di halaman 1dari 9

Artikel Ilmiah

“Sila Pertama Pancasila sebagai Dasar Beragama dan


Bernegara”
Diajukan untuk memenuhi salah satu nilai tugas mata kuliah Pendidikan Pancasila

Oleh:
Nama: Eka Panca Bukhori
NIM: 195154039
Jurusan: Akuntansi
Prodi: D4 – Akuntansi

Universitas Terbuka
Oktober 2019
A. Pendahuluan
Pancasila adalah pandangan hidup, dasar negara, dan pemersatu bangsa
Indonesia yang majemuk. Pancasila memiliki banyak pengaruh terhadap bangsa
dan negara, karena keberadaan bangsa Indonesia yang sangat beragam, dari mulai
agama, suku, bahasa daerah, adat isitiadat, kebiasaan budaya, serta warna kulit yang
memang berbeda satu sama lain tetapi harus tetap dipersatukan.
Bangsa Indonesia sejak berutumbuhnya berdasarkan penggalian Bung
Karno dari zaman pra Hindu, Hindu, Islam sampai penjajahan telah menemukan
Mutiara ketuhanan. Masyarakat Indonesia telah tumbuh karakter kepercayaan
kepada kekuatan ghaib yang selanjutnya direpresentasikannya sebagai Tuhan.
Adanya kepercayaan anismisme dan dinamisme juga adil membentuk kepercayaan
akan adanya pencipta yang berkuasa atas kekuatan diluar diri manusia itu sendiri.
Manusia dengan segala keterbatasannya ingin mendapatkan rasa aman dan inilah
yang menjadi tolak ukur bahwa Tuhan berperan penting dalam menciptakan rasa
aman itu. Dari tingkat percaya pada kekuatan alam, binatang, dewi-dewi pertanian,
industry dan sampai kepercayaan kepada Tuhan menjadi ghaib melekat di dalam
jiwa masyarakat Indonesia. Dari kepercayaan dan kebiasaan-kebiasaan inilah telah
tumbuh eksistensi Tuhan dalam kehidupan segala makhluk menurut Bung Karno.
Sila pertama Pancasila, yaitu ‘Ketuhanan Yang Maha Esa’, mengandung
makna keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, yang mencipatakan alam
semesta dan seisinya. Diantara makhluk ciptaan Tuhan yang paling berkaitan
dengan sila ini yakni adalah manusia. Sebagai Maha Pencipta, kekuasaan Tuhan
tidaklah terbatas.
Bangsa Indonesia memiliki latar belakang yang begitu beragam. Perbedaan
itu meliputi banyak aspek kehidupan, mulai dari suku, agama ras, dan Bahasa.
Masyarakatnya terdiri dari berbagai penganut agama dan kepercayaan sejak
sebelum kemerdekaan. Walau demikian, bangsa ini bersikeras untuk
mempertahankan kesatua dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika yang tertera juga
pada lambang negara.
Pancasila sebagai filsafat negara yang bersifat fundamental yang menjadi
dasar dalam berperilaku berbangsa dan bernergara, khususnya pada sila pertama
dalam hal beragama. Negara Indonesia yang didirikan atas landasan moral luhur,
yaitu berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa berkonsekuensi untuk menjamin
kepada warga negara dan penduduknya memeluk dan untuk beribadah sesuai
dengan agama dan kepercayaannya, seperti pengertian yang terkandung dalam
Pembukaan UUD 1945 alniea ketiga yang berbunyi: “Atas berkat rahmat Allah
Yang Maha Kuasa….” Dari bunyi kalimat tadi membuktikan bahwa negara sangat
menjunjung tinggi nilai-nilai ketuhanan.
Oleh karena itu, dalam berperilaku beragama dengan konteks bernegara
Pancasila sila pertamalah yang menjadi landasannya. Untuk itu sebagai generasi
penerus bangsa, kita wajib mengkaji, memahami, dan menerapkan sila pertama
Pancasila. Diharapkan generasi muda sebagai generasi penerus bangsa bisa
menanamkan nilai-nilai Pancasila sebagai landasan berperilaku dan secara tidak
langsung tetap memelihara Pancasila sebagai dasar dan ideologi bangsa Indonesia.
B. Kajian Pustaka
Berdasarkan asal kata, Pancasila berasal dari bahasa India, yakni bahasa
Sansekerta. Menurut Muhammad Yamin, Pancasila memiliki dua macam arti, yaitu
Panca artinya lima, sila artinya sendi, alas, atau dasar. Kata sila dalam bahasa
Indonesia menjadi susila artinya tingkah laku baik.
Prof. Dr. Drs. Notonagoro, S. H. Dalam bukunya Pancasila Secara Ilmiah
Populer (1975) menyebutkan adanya beberapa macam asal mula atau sebab
musabab Pancasila dapat dipakai sebagai falsafah negara, yakni causa materialis,
causa formalis, sebagai sambungan dari causa formalis dan causa finalis, causa
efisien atau asal mula.
“Sila Ketuhanan Yang Maha Esa” mengandung nilai-nilai yang menjiwai
keempat sila lainnya. Negara didirikan untuk tujuan manusia sebagai makhluk
Tuhan Yang Maha Esa. Segala hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan negara
harus dijiwai dengan nilai-nilai “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Menurut Rukiyati
dkk, (2013:58) Arti dari makna sila “Ketuhanan Yang Maha Esa” antara lain
sebagai berikut :
(a) mengakui adanya Tuhan Yang Hama Esa yang merupakan pencipta dari
seluruh yang terdapat disemesta, (b) menjamin penduduk untuk dapat memeluk
suatu agama dan dapat 18 menjalankan ibadah menurut agamanya masing-masing,
(c) warga negara wajib memiliki agama, tidak diperbolehkan libraris. (d) menjamin
tumbuh dan berkembangnya agama dan saling toleransi atar agama. (e) negara
sebagi fasilitator tumbuh dan berkembangnya agama serta menjadi moderator jika
terjadi konflik atau perselisihan antar agama yang satu dengan lainnya.
Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa makna nilai Pacasila,
sila pertama yaitu manusia berhak memilih agama yang dipercayai dan
menjalankannya. Masyarakat Indonesia tidak diperbolehkan libraris atau tidak
menganut agama dan menjadi moderator jika terjadi perselisihan antara agama
lainnya.
Sila pertama ”Ketuhanan Yang Maha Esa”. Atas perdebatan itu, almarhum al
maghfurlah KH Abdurrahman Wahid, lekat disapa Gus Dur, turut menjabarkan
makna sila ”Ketuhanan Yang Maha Esa”.
”Indonesia negara agama? Bukan, karena kita (Indonesia) menolak teokrasi. Negara
Sekular? Selalu mengatakan bukan juga, karena Pancasila memiliki sila
“Ketuhanan Yang Maha Esa. Apalagi sila yang pertama,” kata Gus Dur dalam
”tuhan tak perlu dibela, terbitan LKiS tahun 1999, halaman 110. Buku ini
merupakan kumpulan opini Gus Dur di majalah Tempo.

Akan tetapi, kata Gus Dur, mengenai sila pertama sebenarnya tidak
membingungkan. Terutama bagi yang memahaminya ”secara tersirat” di mana
Indonesia membutuhkan peranan agama dalam bermasyarakat. “Negara kita
mengakui legitimasi peranan agama dalam kehidupan masyarakat, kalau perlu
melalui jalur pemerintahan,” tukas Gus Dur.

C. Pembahasan
‘Ketuhanan Yang Maha Esa’ adalah “Sumber Rohani” yang mengandung
pengertian perlunya Asasi Manusia menciptakan kedamaian dan kasih sayang
sesama makhluk di muka bumi karena Tuhan Yang Maha Esa itu bersifat Maha
Belas Kasih. Ketuhanan sendiri bersal dari kata Tuhan, ialah pencipta segala yang
ada dan semua makhluk hidup. Yang Maha Esa berarti yang Maha tunggal, tiada
sekutu. Jadi Ketuhanan Yang Maha Esa, mengandung pengertian dan keyakinan
pada Tuhan, pencipta alam semesta beserta isinya. Keyakinan adanya Tuhan itu
bukan lah suatu kepercayaan yang tidak dapat dibuktikan kebenarannya malalui
akal pikiran, maliankan suatu kepercayaan yang berakar pada pengetahuan yang
benar yang dapat diuji atau dibuktikan melalui kaidah-kaidah logika.
Pancasila sila pertama yang berbunyi Ketuhanan Yang Maha Esa berarti bahwa
negara mengakui adanya tuhan. Tuhan merupakan pencipta seluruh alam semesta
ini. Selanjutnya Sila Ketuhanan Yang Maha Esa mencerminkan sifat bangsa
Indonesia yang percaya bahwa ada kehidupan lain di masa nanti setelah kehidupan
di dunia. Hal ini menyebabkan prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa dianggap sebagai
sumber pokok atau norma dasar dari segala peraturan-peraturan masyarakat, yang
mengatur hubungan antara manusia dengan manusia, baik sebagai perorangan
maupun kelompok masyarakat, dan hubungan antar umat dan penciptanya.
Sila pertama dari dasar negara Indonesia merupakan sila yang paling mendasar
bagi sila-sila lainnya. Masalah ketuhanan dan kepercayaan seseorang tidak dapat
diganggu gugat karena ini merupakan hal paling hakiki yang dimiliki manusia.
Ketuhanan dan kepercayaan adalah sesuatu yang sangat sacral dan memiliki makna
yang sangat mendalam. Setiap manusia pasti memeliki kepercayaan masing-
masing, yang jika dia memiliki iman atau keyakinan yang kuat atas yang
dipercayainya maka akan tetap ia pertahankan apapun yang terjadi. Sehingga, tidak
pantas jika kita mengganggu atau mengusik kepercayaan orang lain. Kita wajib
menghormati dan menghargai kepercayaan orang lain, sehingga orang lain pun
akan menghormati dan menghargai kepercayaan yang kita anut.
Dengan sikap saling menghormati dan menghargai agama dan kepercayaan dari
masing-masing orang, maka terciptalah kedamaian dan ketentraman. Dengan saling
menghargai tidak akan terjadi perpecahan yang hanya akan membawa kehancuran
bagi bangsa. Sikap saling menghargai sesama inilah yang seharusnya
dikembangkan agar tidak terjadi perpecahan yang berakibat pada kondisi keamanan
negara. Begitulah mestinya sila ‘Ketuhanan Yang Maha Esa’ diwujudkan sebagai
ajaran filsafat rakyat Indonesia, khususnya pemuda generasi penerus bangsa dalam
hubungannya dengan sumber kesemestaan, yakni Tuhan Yang Maha Esa sebagai
asas fundamental dalam kesemestaan yang kemudian juga dijadikan fundamental
kenegaraan yaitu berdasarkan asas Ketuhanan Yang Maha Esa.
Sila Ketuhanan Yang Maha Esa memiliki banyak makna, diantaranya adalah
percaya dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan
kepercayaan masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab,
mengjormati serta bekerjasama antar pemeluk agama dan penganut kepercayaan
yang berbeda agar terciptanya kerukunan hidup, saling menghormati kebebasan
menjalankan ibadah sesuai agama dan kepercayaan, tidak memaksakan suatu
agama kepada orang lain, menjamin penduduk untuk memeluk agama dan
beribadah, dan bertolenransi dalam beragama, dalam hal ini toleransi dalam
beribadah menurut agama masing-masing.
Manusia sebagai makhluk yang diciptakan seperti ciptaan yang lain oleh
penciptanya. Pencipta itu adalah Causa Prima yang mempunyai hubungan dengan
yang diciptakannya. Manusia sebagai mahkluk yang dicipta wajib menjalankan
perintah Tuhan dan menjauhi larangan-Nya. Dalam konteks bernegara, maka dalam
masyarakat yang berdasarkan Pancasila, dengan sendirinya dijamin kebebasan
memeluk agama masing-masing. Sehubungan dengan agama itu perintah dari
Tuhan dan merupakan sesuatu yang harus dilaksanakan oleh manusia sebagai
mahlauk yang diciptakan oleh Tuhan, maka untuk menjamin kebebasan tersebut di
dalam Pancasila dengan sendirinya agama dijamin berkembang dan tumbuh subur
dan konsekuensinya diwajibkan adanya toleransi beragama.
Jika ditilik sejarahnya, memang pemahaman kekuatan yang ada di luar diri
manusia dan di luar alam yang ada ini atau adanya sesuatu yang bersifat adikodrati
(di luar kodrat) dan yang transeden (yang mengatasi segala sesuatu) sudah dipahami
oleh bangsa Indonesia sejak zaman dahulu. Sejak zaman nenek moyang sudah
dikenal paham animism, dinamisme, dan paham politheisme. Kekuatan ini terus
saja berkembang di dunia sampai masuknya agama-agama Hindu, Islam, Nasrani
ke Indonesia, sehingga kesadaran akan monotheisme di masyarakat Indonesia
semakin kuat. Oleh karena itu tepatlah jika rumusan sila pertama Pancasila adalah
Ketuhanan Yang Maha Esa.
Keberadaan Tuhan tidaklah disebabkan oleh keberadaan dari makhluk hidup
dan siapapun, sedangkan sebaliknya keberadaan dari makhluk hidup dan siapapun
justru disebabkan adanya kehendak Tuhan. Karena itu Tuhan adalah Prima Causa
yaitu sebagai penyebab pertama dan utama atas timbulnya sebab-sebab yang lain.
Negara Indonesia didirikan atas landasan moral luhur, yaitu berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa yang sebagai konsekuensinya, maka negara menjamin
warga negara dan penduduknya untuk memeluk dan untuk beribadah sesuai dengan
agama dan kepercayaannya, seperti pengertian yang terkandung dalam Pembukaan
UUD 1945 alinea ketiga yang berbunyi “Atas berkat rahmat Allah Yang Maha
Kuasa….” Dari bunyi kalimat ini membuktikan bahwa negara Indonesia bukan
negara agama, malainkan negara yang didirikan atas landasan Pancasila.
Selanjutnya salam pasal 29 UUD 1945 yang berbunyi (a) Negara berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa dan (b) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap
penduduk untuk memluk agamanya masing-masing dan unutk beribadah menurut
agamanya dan kepercayaannya itu. Oleh karena itu di dalam negara Indonesia tidak
boleh ada pertentangan dalam hal Ketuhanan Yang Maha Esa, dan sikap atau
perbuatan yang anti terhadap Ketuhanan Yang Maha Esa. Sedangkan sebaliknya
dengan paham Ketuhanan Yang Maha Esa ini hendaknya diwujudkan kerukunan
hidup beragama, kehidupan bernegara yang menjunjung tinggi toleransi dalam
batas-batas yang diizinkan oleh atau menurut agama masing-masing, agar terwujud
ketentraman dan kesejukan dalam kehidupan bernegara.
Untuk senantiasa memelihara dan mewujudkan 3 model hidup yang meliputi:
 Kerukunan hidup antar umat seagama
 Kerukunan hidup antar umat beragama
 Kerukunan hidup antar umat beragama dan pemerintah
Di dalam memahami sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa, hendaknya para
pemuka agama senantiasa berperan di depan dalam menganjurkan kepada pemeluk
agama masing-masing untuk menaaati norma-norma kehidupan beragama yang
dianutnya.
Sila pertama ini menjadi sumber utama nilai-nilai kehidupan bangsa Indonesia,
yang menjiwai dan mendasari serta membimbing perwujudan dan sila kedua
sampai sila kelima.
Aadanya pernyataan pengakuan dasar Ketuhanan Yan Maha Esa secara yuridis
konstitusional dalam Pembukaan UUd 1945 dan pasal 29 UUD 1945, mewajibkan
pemerintah/apparat negara untuk memelihara budi pekerti kemanusiaan yang luhur
dan memegang teguh cita-cita moral rakyat yang luhur.
Dengan demikian dasar ini merupakan kunci dari keberhasilan bangsa
Indonesia untuk menuju pada apa yang benar, baik, dan adil. Dasar ini merupakan
pengikat bagi pemerintah dalam menyelenggarakan tugas-tugas negara, seperti
memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi
dan keadilan social, seperti yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945.
Berlandaskan pasal 29 ayat 2 UUD 1945, jaminan kemerdekaan beragama yang
secara yuridis constitutional ini membawa konsekuensi pemerintah sebagai berikut:
 Pemerintah wajib memberi dorongan dan kesempatan terhadap
kehidupan keagamaan yang sehat.
 Pemerintah memberi perlindungan dan jaminan bagi usaha-usaha
penyebaran agama dalam arti kwalitatif maupun kwantitatif.
 Pemerintah melarang adanya paksaan memeluk/meninggalkan suatu
agama.
 Pemerintah melarang kebebasan unutk tidak memilih agama.
Pengakuan terhadap Tuhan YME, kehidupan beragama dan berbangsa tidak bisa
dipisahkan dengan sila-sila yang lain. Oleh karena itu, kehidupan beragama harus
dapat membawa persatuan dan kesatuan bangsa, harus dapat mewujudkan nilai-
nilai kemanusiaan yang adil dan beradab, harus dapat menyehatkan pertumbuhan
demokrasi, sehingga membawa seluruh rakyat menuju terwujudnya keadilan dan
kemakmuran. Dalam hal ini berarti sila pertama Pancasila memberi pancaran
keagamaan, memberi bimbingan pada pelaksanaan sila-sila yang lain.
Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan harus mepuyai suatu kewajiban untuk
beriman dan bertakwa dalam kehidupan sehari-hari, seperti berdagang, bertani,
berkomunikasi, belajar, dan lainnya dalam bentuk interaksi dengan orang lain.
Perbuatan yang kita lakukan tersebut, perlu dilandasi dengan iman dan takwa yang
kuat. Sebab bila tidak berlandaskan iman dan takwa, manusa akan lepas kendali.
Bila keadaanya demikian, manusia cenderung mempunyai sifat ingin mencari,
berkuasa, dan sombong. Sebagai contohnya menjalankan ibadah sesuai dengan
agama masing-masing dengan sungguh. Kita jangan sampai salah mengerti akan
arti ibadah. Beribadah itu tidak hanya sekedar bersembahyang atau berdoa di
tempat ibadah, seperti masjid, gereja, kuil, pagoda, atau pura. Melainkan harus
diimbangi dengan perbuatan baik sesuai dengan perintah Tuhan. Menjalankan
perintah-Nya, yaitu menjalankan perintah dan menjauhi larangan-Nya.
Sangat disayangkan, bila ada orang yang mengaku beriman dan beragama,
tetapi tidak diiringi perbuatan yang baik pula, seperti berjudi, menipu, membunuh,
mencuri, merampok, dan sebagainya. Untuk itu, diperlukanlah intropeksi.
Karena manusia sebagai makhluk sosial, tidak bisa lepas dari bantuan manusia
lain. Jadi sikap toleransi yaitu saling menghargai sangat perlu dilakukan, sebagai
makhluk sosial yang memerlukan bantuan maka hendaklanya terlebih dahulu
mengembangkan sikap toleransi itu, sebelum orang lain yang melakukannya. Jadi
jika memerlukan bantuan orang lain, maka tanpa ragu orang yang diminta bantuan
akan senantiasa membantu, karena terlebih dahulu kita sudah membina hubungan
baik dengan mereka yang bertolenransi.
Sikap toleransi akan menciptakan adanya kerukunan hidup. Jika dalam suatu
masyarakat masing-masing individu tidak yakin akan sikap toleransi akan
terwujudnya kurukunan, maka bisa dipastikan dalam masyarakat tersebut tidak
akan terwujudnya kerukunan. Sikap toleransi dapat diartikan pula sebagai sikap
saling menghargai, jika sudah saling menghargai otomatis akan terwujudnya
kehidupan yang rukun dan sejahtera.
Terlihat jelas bahwa upaya untuk mempererat hubungan manusia dengan
manusia lainnya tidak bisa lepas dari usaha toleransi, karena seperti apa yang sudah
diketahui bahwa sikap toleransi sama pengertiannya dengan saling menghargai dan
menghormati satu sama lain dan saling gotong royong membantu manusia lainnya.
Kehidupan gotong royong dapat dilihat baik di lingkungan desa maupun di kota.
Sebagai contohnya jika ada anggota keluarga yang meninggal dunia, tanpa ada
undangan, tetangga-tetangga pasti akan dating melayat, turut berduka
berbelasungkawa. Hal itu menunjukan bahwa sudah terjalinnya sikap toleransi
dalam bermasyarakat.
Adapun hidup saling membantu dan tolong menolong antar sesama umat
manusia dengan rasa bersumber dari rasa kemanusiaan merupakan perbuatan yang
luhur. Maka dari itu dapat ditarik kesimpulan bahwa toleransi sangat erat
hubungannya dengan usaha mempererat hubungan manusia dengan manusia
lainnya. Karena toleransi dalam kehidupan sehari-hari akan terciptanya kehidupan
yang harmonis, tentram, sejahtera, dan damai.
D. Penutup
Sebagai manusia, kita perlu melandasi diri dengan keimanan dan ketakwaan
kepada Tuhan Yang Maha Esa dalam setiap perbuatan, sebab jika tidak dilandasi
dengan iman dan takwa, manusia akan lepas kendali dalam setiap perbuatannya,
seperti selalu mencari yang lebih, kekuasaan, dan sombong.
Sebagai generasi penerus bangsa dan agent of change, mahasiswa harus
mengembangkan sikap percaya dan takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa yaitu
dengan cara pembinaan yang baik, dengan keteladanan dan penyuluhan atau
mungkin bisa melalui pembelajaran. Hal itu harus diterapkan dalam kehidupan
keularga, lingkungan kampus, serta lingkungan masyarakat.
Sehingga dengan berpedoman pada Pancasila khususnya sila pertama
Ketuhanan Yang Maha Esa, sesama manusia dapat mengembangkan sikap saling
menghargai kebebasan menjalanjan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaan
masing-masing dan tidak dapat memaksakan suatu agama dan kepercayaan
terhadap Tuhan Yang Maha Esa kepada orang lain.
Daftar Pustaka
Lasiyo, Soeprapt, S dan Wikandaru, R 2019. MKDU4114 – Pancasila. (edisi 1.
Cetakan ke-1). Tanggerang Selatan: Universitas Terbuka , 2019.
Wahjono, Padmo. 1993. Bahan-bahan Pedoman Penghayatan dan Pengamatan
Pancasila. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Ali, Mukti, dkk. 1997. Agama dalam Pengumpulan Masyarakat Kontemporer.
Yogyakarta: PT. Tiara Wicana Yogya.
Kansil, Christine S.T. 2006. Modul Pancasila dan Kewarganegaraan. Jakarta: PT.
Pradnya Paramita.
Fadjar, A. Malik, dkk. 1992. Pancasila Dasar Filsafah Negara, Prinsip-prinsip
Pengembangan Kehidupan Beragama. Yogyakarta: UMM-Press.
Budiyono, Kabul. 2009. Pendidikan Pancasila untuk Perguruan Tinggi. Bandung:
Alfabeta.

Anda mungkin juga menyukai