Anda di halaman 1dari 9

PERWUJUDAN NILAI-NILAI PANCASILA DALAM AGAMA ISLAM

Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pendidikan Pancasila
Dosen Pengampu: Dr. Ali Martin, S.IP., M.SI.

Disusun Oleh: Amanda Noor Adiba (22102021011)


Ratih Wulandari (22102021018)
Wahyu Intan Salma Putri Oktaviana (22102021013)

Prodi Ilmu Hubungan Internasional


Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
UNIVERSITAS WAHID HASYIM SEMARANG
Tahun 2022/202

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Dalam mempelajari Islam dan pancasila, kita sangat dituntut untuk bisa memahami dan mengerti
tentang pengertian secara umum ataupun khusus antara keduanya. Dalam makalah ini penyusun
menjelaskan tentang analisis yang meliputi pengertian Islam dan Pancasila, prinsip-prinsip serta
berbagai hal yang berhubungan dengan keduanya.
Sebagaimana telah diketahui bahwa Islam adalah agama wahyu berintikan tauhid atau keesaan
Tuhan yang diturunkan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW sebagai utusan-Nya
yang terakhir dalam ajarannya meliputi seluruh aspek kehidupan manusia. Sedangkan Pancasila
merupakan dasar negara, pemersatu dan jati diri bangsa Indonesia yang majemuk. serta alat
pemersatu bangsa Indonesia, karena bangsa Indonesia memilki keragaman suku, agama,
bahasa daerah, serta adat istiadat
Dalam makalah ini juga akan dibahas sedikit mengenai hubungan antara agama Islam dan
Pancasila. Sudah sepatutnya kita sebagai warga negara Indonesia dan beragama Islam untuk bisa
memahami keterkaitan antara Islam dan Pancasila, baik dalam hal prinsip, serta pengaruh atau
implementasinya kepada masyarakat Indonesia. Makalah ini juga akan membahas tentang ayat
Alquran yang berhubungan dengan sila-sila Pancasila yang sebenarnya ada kaitannya atau
persamaannya antara ayat Alquran dengan lima sila yang ada pada Pancasila. Diharapkan
pembaca bisa memahami dan mengerti tentang apa itu Islam dan Pancasila, sehingga bisa
menarik hikmah atau pelajaran dan bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-harinya.

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1.2.1. Apa pengertian Islam dan Pancasila?
1.2.2. Apa saja prinsip ketuhanan dalam kehidupan bernegara?
1.2.3. Apa saja ayat Alquran yang berhubungan dengan sila-sila Pancasila?
1.2.4. Apa hubungan Pancasila dan agama Islam?

1.3. Tujuan Penyusunan


Berdasarkan dengan rumusan masalah diatas maka tujuan dari penyunan makalah ini adalah:
1.3.1. Menjelaskan pengertian Islam dan Pancasila.
1.3.2. Menjelaskan prinsip ketuhanan dalam kehidupan bernegara.
1.3.3. Menjelaskan ayat Alquran yang berhubungan dengan sila Pancasila.
1.3.4. Menjelaskan hubungan Pancasila dan agama Islam.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Islam dan Pancasila.


2.1.1. Pengertian Islam.
Islam (Arab: al-islām, ‫الم‬AA‫ اإلس‬: "berserah diri kepada Tuhan") Adalah agama wahyu yang
berintikan tauhid atau keesaan Tuhan yang diturunkan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad
Saw sebagai utusan-Nya yang terakhir dan berlaku bagi seluruh manusia, dimanapun dan
kapanpun, yang ajarannya meliputi seluruh aspek kehidupan manusia. Dengan lebih dari satu
seperempat miliar orang pengikut di seluruh dunia, menjadikan Islam sebagai agama terbesar
kedua di dunia setelah agama Kristen. Islam memiliki arti "penyerahan", atau penyerahan diri
sepenuhnya kepada Tuhan (Arab: ‫هللا‬, Allāh). Pengikut ajaran Islam dikenal dengan sebutan
Muslim yang berarti "seorang yang tunduk kepada Tuhan", atau lebih lengkapnya adalah
Muslimin bagi laki-laki dan Muslimat bagi perempuan (Majelis Syura Partai Bulan Bintang,
2008:10). Islam mengajarkan bahwa Allah menurunkan firman-Nya kepada manusia melalui
para Nabi dan Rasul utusan-Nya, dan meyakini dengan sungguh-sungguh bahwa Muhammad
adalah nabi dan rasul terakhir yang diutus ke dunia oleh Allah.
2.1.2. Pengertian Pancasila.
Secara etimologis kata Pancasila berasal dari istilah Pancasyila yang memiliki arti secara harfiah
dasar yang memiliki lima unsur. Kata Pancasila mula-mula terdapat dalam kepustakaan Budha di
India. Dalam ajaran Budha terdapat ajaran moral untuk mencapai nirwana dengan melalui
samadhi dan setiap golongan mempunyai kewajiban moral yang berbeda. Ajaran moral tersebut
adalah Dasasyiila, Saptasyiila, Pancasyiila. Pancasyiila menurut Budha merupakan lima aturan
(five moral principle) yang harus ditaati, meliputi larangan membunuh, mencuri, berzina,
berdusta dan larangan minum-minuman keras (Kaelan & Zubaidi, 2010:9).
Melalui penyebaran agama Hindu dan Budha, kebudayaan India masuk ke Indonesia sehingga
ajaran Pancasyiila masuk kepustakaan Jawa terutama jaman Majapahit yaitu dalam buku syair
pujian Negara Kertagama karangan Empu Prapanca disebutkan raja menjalankan dengan setia ke
lima pantangan (Pancasila). Setelah Majapahit runtuh dan agama Islam tersebar, sisa-sisa
pengaruh ajaran moral Budha (Pancasila) masih dikenal masyarakat Jawa yaitu lima larangan
(mo limo/M5) : mateni (membunuh), maling (mencuri), madon (berzina), mabok (minuman
keras/candu), main (berjudi).

2.2. Prinsip Ketuhanan dalam Kehidupan Bernegara.


Prinsip ketuhanan berangkat dari keyakinan bahwa tindakan setiap manusia, termasuk dalam
mengelola bangsa dan negara akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat kelak. Ini berarti
setiap tindakan manusia, baik yang bersifat personal maupun bersifat kenegaraan, berdimensi
ketuhanan atau berdimensi ibadah.
Prinsip ketuhanan juga berarti bahwa manusia merupakan ciptaan Tuhan yang dilahirkan untuk
mengemban tugas sebagai khalifah (wakil Tuhan, pengelola alam semesta) di bumi dengan tugas
utama mengelola alam sedemikian rupa untuk mewujudkan kesejahteraan dan kemaslahatan
bersama seluruh umat manusia dan segenap mahluk hidup, serta untuk menjaga kesinambungan
alam itu sendiri (Ubaedillah, dkk, 2010:51).
Jika konsekuen dengan “Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa” maka sudah barang
tentu negara tidak akan memberikan toleransi dan kesempatan kepada setiap aparatusnya
(pejabat negara, pegawai negri sipil, pegawai BUMN/BUMD, anggota TNI, anggota Polri, dan
lainnya) melakukan penyalahgunaan kekuasaan, seperti: pelanggaran hak asasi manusia, tindak
pidana korupsi, kerusakan lingkungan, konflik horizontal, dan hal-hal destruktif lainnya yang
menimbulkan ketidakadilan dan kerusakan, yang justru bertentangan dengan hakekat ajaran
agama dan tujuan negara didirikan (Syafii, 2006:54).
2.3. Ayat al Qur’an yang Berhubungan dengan Sila Pancasila.
Nilai-nilai Pancasila juga terkandung dalam Al-Qur’an. Dibuktikan dengan adanya ayat-ayat
dalam Al-Qur’an yang maknanya sama dengan sila-sila Pancasila, antara lain:
(1) Sila Pertama
Ada beberapa ayat dalam Al-Qur’an yang maknaya sama dengan sila pertama yaitu Ketuhanan
Yang Maha Esa. Pada sila pertama ini mengandung ajaran ketauhidan dan keimanan kepada
Tuhan Yang Maha Esa (Majelis Syura Partai Bulan Bintang, 2008:10). Sebagaimana tercermin
dalam surat Al-Baqarah ayat 163:
‫الَّر ِح يُم الَّرْح َم ُن ُهَو ِإَّال ِإَلَه َّال َو اِح ٌد ِإَلٌه َوِإَلـُهُك ْم‬
Artinya: “Dan Tuhanmu adalah Tuhan yang Maha Esa; tidak ada Tuhan melainkan Dia yang
Maha Pemurah lagi Maha Penyayang”.

(2) Sila Kedua


Pada sila kedua ini mencerminkan nilai-nilai kemanusiaan serta untuk selalu bersikap adil dan
manusia yang beradab. Dalam alqur’an hal ini di singgung pada surat Al Ma'idah ayat 8. Disini
dijelaksan bahwa Islam juga selalu mengajarkan kepada umatnya untuk selalu bersikap adil
dalam segala hal , baik pada diri sendiri maupun kepada orang lain dan alam (Syafii, 2006:83):
‫َيا َأُّيَها اَّلِذ يَن آَم ُنوا ُك وُنوا َقَّواِم يَن ِهَّلِل ُش َهَداَء ِباْلِقْس ِط َو ال َيْج ِر َم َّنُك ْم َشَنآُن َقْو ٍم َع َلى َأال َتْع ِد ُلوا اْع ِد ُلوا ُهَو َأْق َر ُب ِللَّتْق َو ى َو اَّتُق وا َهَّللا ِإَّن‬
‫َهَّللا َخ ِبيٌر ِبَم ا َتْع َم ُلوَن‬
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu Jadi orang-orang yang selalu
menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. dan janganlah sekali-kali
kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk Berlaku tidak adil. Berlaku
adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya
Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”.

(3) Sila Ketiga


Pada Pancasila sila ketiga ini memberikan dasar untuk Negara indonesia Indonesia agar bersatu
menjadi satu peratuan. Di dalam islam pun juga telah di jelaskan pula bahwa umat islam sudah
seharusnya untuk selalu bersatu dan menjaga persatuan serta kesatuan (Majelis Syura Partai
Bulan Bintang, 2008: 79). Penjelasan ini disebutkan dala surat Ali Imran ayat 103:
‫َو ْلَتُك ْن ِم ْنُك ْم ُأَّم ٌة َيْدُع وَن ِإَلى اْلَخْيِر َو َيْأُم ُروَن ِباْلَم ْعُروِف َو َيْنَهْو َن َع ِن اْلُم ْنَك ِر َو ُأوَلِئَك ُهُم اْلُم ْفِلُحوَن‬
Artinya: “Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu
bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah)
bermusuh-musuhan, Maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat
Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah
menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu,
agar kamu mendapat petunjuk”.

(4) Sila Keempat


Pada sila keempat ini selaras dengan apa yang digariskan dalam al-qur’an dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Islam selalu mengajarkan untuk selalu bersikap
bijaksana dalam mengatasi segala permasalahan kehidupan (Syafii, 2006:84). Hal ini diterangkan
dalam al qur’an surat Shaad ayat 20:
‫َو َش َد ْد َنا ُم ْلَك ۥُه َو َء اَتْيَٰن ُه ٱْلِح ْك َم َة َو َفْص َل ٱْلِخ َطاِب‬
Artinya: “dan Kami kuatkan kerajaannya dan Kami berikan kepadanya hikmah dan
kebijaksanaan dalam menyelesaikan perselisihan”.

(5) Sila Kelima


Pada sila yang kelima ini menggambarkan untuk bahwa masyarakat Indonesia harus berlaku
yang adil, makmur, aman dan damai (Majelis Syura Partai Bulan Bintang, 2008:10). Keadan
masyarakat seperti ini sudah dianjurkan dalam al-qur’an surat An Nahl ayat 81:
‫ِإَّن َهَّللا َيْأُم ُر ِباْلَع ْد ِل َو اِإْل ْح َس اِن َو ِإيَتاِء ِذ ي اْلُقْر َبى َو َيْنَهى َع ِن اْلَفْح َش اِء َو اْلُم ْنَك ِر َو اْلَبْغ ِي َيِع ُظُك ْم َلَع َّلُك ْم َتَذَّك ُروَن‬
Artinya: “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) Berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi
kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan.
Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran”.

2.4. Hubungan Pancasila dan agama Islam


Kiai Achmad Siddiq menegaskan kepada seluruh masyarakat bahwa Islam yang dicantumkan
sebagai asas dasar itu adalah Islam dalam arti ideologi, bukan Islam dalam arti agama. Langkah
ini bukan berarti menafikan Islam sebagai agama, tetapi mengontekstualisasikan Islam yang
berperan bukan hanya jalan hidup, tetapi juga sebuah ilmu pengetahuan dan pemikiran yang
tidak lekang seiring perubahan zaman.
Ideologi adalah ciptaan manusia. Orang Islam boleh berideologi apa saja asal tidak bertentangan
dengan Islam. Terkait Islam diartikan sebagai ideologi, Kiai Achmad Siddiq memberikan contoh
Pan-Islamismenya Jamaluddin Al-Afghani. Islam ditempatkan oleh Al-Afghani sebagai ideologi
untuk melawan ideologi-ideologi lainnya. Karena saat itu dunia Timur sedang berada dalam
penjajahan dan tidur nyenyak dalam cengkeraman penjajahan artinya tidak tergerak untuk
melawan kolonialisme.
Maka tidak ada jalan lain menurut Jamaluddin Al-Afghani membangkitkan semangat Islam
secara emosional, yaitu dengan mencantumkan Islam sebagai asas gerakan Pan-Islamisme. Sejak
itu Islam mulai diintrodusir sebagai ideologi politik untuk menentang penjajah. Bukan seperti
ulama-ulama di Indonesia yang menggunakan Islam sebagai spirit menumbuhkan cinta tanah air
dan nasionalisme. Spirit yang ditumbuhkan para kiai untuk melawan penjajah tidak membawa
Islam sebagai ideologi politik pergerakan, melainkan aktualisasi Islam dalam wujud cinta tanah
air untuk melakukan perlawanan terhadap penjajah saat itu.
Langkah yang dilakukan para kiai pesantren berdampak pada pemahaman bahwa umat Islam di
Indonesia tidak memahami Islam secara simbolik tetapi substantif. Sehingga tidak ada upaya-
upaya untuk memformalisasikan Islam ke dalam sistem negara, kecuali yang dilakukan oleh
kelompok-kelompok kecil saja.
Di titik inilah mengapa ulama NU perlu menjelaskan hubungan Islam dengan Pancasila agar
tidak dipahami secara simbolik, tetapi substantif bahwa Pancasila merupakan wujud dari nilai-
nilai Islam. Karena di dalamnya terkandung tauhid, kemanusiaan, persatuan, musyawarah, dan
keadilan sosial.
Dengan sederhana, dapat disimpulkan bahwa Pancasila merupakan asas kaum beragama di
Indonesia dalam merajut kehidupan berbangsa dan bernegara. Dari sini prinsip agama tidak bisa
dilepaskan dari substansi yang terkandung dalam Pancasila. Namun, jika ada kelompok-
kelompok kecil Islam yang menolak Pancasila, maka itu bukan karena agama dasar mereka,
tetapi mereka hendak menjadikan Islam sebagai ideologi politik untuk meraih kekuasaan.

BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Islam (Arab: al-islām, ‫الم‬AA‫ اإلس‬: "berserah diri kepada Tuhan") Adalah agama wahyu yang
berintikan tauhid atau keesaan Tuhan yang diturunkan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad
Saw sebagai utusan-Nya yang terakhir dan berlaku bagi seluruh manusia, di mana pun dan kapan
pun, yang ajarannya meliputi seluruh aspek kehidupan manusia. Sedangkan pancasila secara
etimologis berasal dari istilah Pancasyila yang memiliki arti secara harfiah dasar yang memiliki
lima unsur. Kata Pancasila mula-mula terdapat dalam kepustakaan Budha di India.
Prinsip Ketuhanan berangkat dari keyakinan bahwa tindakan setiap manusia, termasuk dalam
mengelola bangsa dan negara akan dimintai pertanggung jawaban di akhirat kelak. Ini berarti
setiap tindakan manusia, baik yang bersifat personal maupun bersifat kenegaraan, berdimensi ke-
Tuhan-an atau berdimensi ibadah. Prinsip Ketuhanan juga berarti bahwa manusia merupakan
ciptaan Tuhan yang dilahirkan untuk mengemban tugas sebagai khalifah (wakil Tuhan, pengelola
alam semesta) di bumi dengan tugas utama mengelola alam.
Nilai-nilai atau inti-inti dari setiap sila yang ada didalam pancasila sebenarnya ada hubungannya
dengan ayat al Quran yang merupakan dirman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad
seribu tahun yang lalu. Dan salah satu ayat al Qur’an yang berhubungan dengan pancasila ada
pada sila pertama yaitu ada pada surat Al-Baqarah ayat 163, yang artinya adalah “Dan Tuhanmu
adalah Tuhan yang Maha Esa; tidak ada Tuhan melainkan Dia yang Maha Pemurah lagi Maha
Penyayang”.
Pancasila yang di dalamnya terkandung dasar filsafat hubungan negara dan agama
merupakan karya besar bangsa Indonesia melalui The Founding Fathers Negara Republik
Indonesia. Dalam hubungan antara agama Islam dan Pancasila, keduanya dapat berjalan
saling menunjang dan saling mengokohkan. Keduanya tidak bertentangan dan tidak boleh
dipertentangkan. Juga tidak harus dipilih salah satu dengan sekaligus membuang dan
menanggalkan yang lain. Selanjutnya Kiai Achamd Siddiq menyatakan bahwa salah satu
hambatan utama bagi proporsionalisasi ini berwujud hambatan psikologis, yaitu kecurigaan
dan kekhawatiran yang datang dari dua arah. Hubungan negara dengan agama menurut
NKRI yang berdasarkan Pancasila.

DAFTAR PUSTAKA
Fauzia, Amelia, dkk. 2011. Modul Kebebasan Beragama dan Integrasi Sosial. Jakarta: CSRC
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Kaelan & Zubaidi, Achmad. 2010. Pendidikan Kewarganegaraan. Yogyakarta: Paradigma.
Majelis Syura Partai Bulan Bintang. 2008. Syariat Islam dalam Berbangsa dan Bernegara.
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Sjamsuddin, Nazaruddin. 1993. Dinamika Sistem Politik Indonesia. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama.
Subiyanto, Masrukan, dkk. 1985. Pendidikan Pancasila. Malang: Lab. Pancasila Ikip Malang.
Syafii Maarif, Ahmad. 2006. Islam dan Pancasila Sebagai Dasar Negara. Jakarta: Pustaka LP3ES
Indonesia.
Ubaedillah, Rozak, dkk. 2010. Pendidikan Kewarganegaraan (Demokrasi). Jakarta: Prenada
Media Group.

Anda mungkin juga menyukai