Anda di halaman 1dari 11

KAJIAN DAN IMPLEMENTASI ISLAM SEBAGAI RAHMATAN

LIL ALAMIN

MAKALAH

UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH

Pendidikan Agama Islam

yang dibina oleh Dr. H. Kholisin, M. Hum.

Disusun oleh:

Offering B Tahun 2016

1. Teny Yasinta Kusumadewi NIM: 160341606052

UNIVERSITAS NEGERI MALANG

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

JURUSAN BIOLOGI

Mei 2018
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Sejak awal penyebarannya, agama islam telah menjadi agama untuk berbagai
suku, ras, dan kelompok masyarakat yang ada di dunia. Islam merupakan agama yang
disebarkan oleh umat muslim yang diperintahkan untuk membawa pesan Tuhan
kepada semua orang di muka bumi dan untuk membuat kondisi dunia menjadi lebih
baik. Islam adalah jalan hidup yang benar, jalan yang membawa kepada juga
merupakan jalan satu-satunya yang harus ditempuh.

Islam merupakan agama yang paling diridhoi oleh Allah SWT. Islam
memiliki ciri-ciri robbaniyah yaitu bahwa Islam bersumber dari Allah, dan bukan dari
hasil pemikiran manusia. Islam merupakan satu kesatuan yang padu yang terfokus
pada ajaran tauhid, Allah berikan kepada manusia agama yang sempurna. Islam
mencakup seluruh aspek kehidupan, tidak ada satu aspek pun yang terlepas dari Islam
karena bersifat integral (lengkap) dan Islam tidak terbatas dalam waktu tertentu,
namun untuk sepanjang masa di seluruh tempat. Islam tidak hanya mengatur hal-hal
tentang sesama manusia saja, namun manusia terhadap makhluk Allah yang lainnya
seperti hewan, tumbuhan, alam, dan lain sebagainya. Maka dari itu Islam disebut
sebagai agama yang rahmat bagi seluruh alam (rahmatan lil’alamin).

1.2 Tujuan penulisan

1.2.1 Untuk mengetahui pengertian Islam.

1.2.2 Untuk mengetahui Islam agama rahmatan lil ‘alamin.

1.2.3 Untuk mengetahui telaah gagasan Islam rahmatan lil ‘alamin.

1.2.4 Untuk mengetahui bentuk-bentuk rahmatan lil ‘alamin.

1.2.5 Untuk mengetahui konsep rahmatan lil ‘alamin.

1.2.5 Untuk mengetahui pengaruh rahmatan lil ‘alamin bagi non muslim.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Islam

Islam berasal dari kata assalam-yassalam-assalaamaa artinya selamat, damai,


sejahtera, penyerahan diri, tunduk dan patu. Agama Islam adalah ajaran yang
menciptakan keselamatan, kedamaian, kesejahteraan diri, serta penyerahan diri,
secara total untuk tunduk dan patuh terhadap ajaran-ajarannya.

Makna ajaran agama Islam adalah membawa kepada keselamatan, itu terlihat
dari karakteristik ajarannya antara lain: sesuai dengan fitrah dan kebutuhan, ajarannya
sempurna (QS. Al-maidah : 3), kebenarannya mutlak (QS. Al-Baqarah : 147)
mengajarkan keseimbangan dalam berbagai aspek kehidupan (QS. Al-Qashas : 77)
fleksibel dan ringan (QS. Al-Baqarah : 286), berlaku secara universal (QS. Al-Ahzab
: 40, serta menciptakan rahmat bagi seluruh alam yang dinyatakan dalam Al-Qur’an
surat Al-Anbiya : 107 :

Artinya : “ Dan tidaklah Kami mengutus kamu melainkan untuk (menjadi) rahmatan
bagi semesta alam ”.

2.2 Islam Agama Rahmatan Lil ‘Alamin

Islam merupakan agama yang diturunkan oleh Allah SWT sejak manusia
pertama yaitu Nabi Adam AS . Islam tidak langsung diturunkan secara utuh kepada
umatnya, melainkan diturunkan secara bertahap melalui wahyu-wahyu ataupun kitab-
kitab Allah yang diberikan kepada para nabi dan rosulnya hingga pada masa
kerasulan Muhammad SAW. Kata Islam berarti damai, selamat, penyerahan diri,
tunduk, dan patuh. Islam adalah kata yang berasal dari bahasa arab yaitu sailama
yang dimasdarkan menjadi islama yang berarti damai.

Rahmatan lil 'alamin berarti kasih sayang bagi semesta alam. Karena itu, yang
dimaksud dengan Islam rahmatan lil 'alamin adalah Islam yang kehadirannya di
tengah kehidupan masyarakat mampu mewujudkan kedamaian dan kasih sayang bagi
manusia maupun alam. Pesan kerahmatan dalam Islam benar-benar tersebar dalam
teks-teks Islam, baik Alquran maupun hadist. Kata rahman yang berarti kasih sayang
disebut berulang-ulang yakni lebih dari 90 ayat dalam Alquran.
Alquran memiliki posisi yang terhormat dalam masyarakat Muslim di seluruh
dunia. Di samping sebagai sumber hukum, pedoman moral, bimbingan ibadah, dan
doktrin keimanan, Alquran juga merupakan sumber peradaban yang bersifat historis
dan universal. Alquran sumber Islam paling otoritatif, menyebutkan misi kerahmatan
ini, wama ar salnaka illa rahmantan lil'alamin (Aku tidak mengutus Muhammad,
kecuali sebagai rahmat bagi alam semesta). Alquran juga menegaskan, rahmat Allah
meliputi segala hal. Karena itu, para ahli tafsir sepakat bahwa rahmat Allah
mencakup orang-orang Mukmin dan orang-orang kafir, orang baik ( al-birr ) dan
yang jahat ( al-fajir ), serta semua makhluk Allah. Apabila ajaran Islam dilaksanakan
secara benar, rahman dan rahim Allah akan turun semua. Dengan demikian,
berlakulah sunatullah baik muslim maupun nonmuslim.

Atas prinsip persamaan itu, maka setiap orang mempunyai hak dan kewajiban
yang sama. Islam tidak memberi hak-hak istimewa bagi seseorang atau golongan
lainnya, baik dalam bidang kerohanian, maupun dalam bidang politik, sosial,
ekonomi dan kebudayaan. Setiap orang mempunyai hak yang sama dalam kehidupan
masyarakat, dan masyarakat mempunyai kewajiban bersama atas kesejahteraan tiap-
tiap anggotanya. Islam menentang setiap bentuk diskriminasi, baik diskriminasi
secara keturunan, maupun karena warna kulit, kesukuan, kebangsaan, kekayaan dan
lain sebagainya.

Bahkan Nabi Muhammad bersabda “Tidak beriman seorang kamu sehingga


kamu mencintai saudaramu sebagaimana mencintai dirimu sendiri”. Dari sinilah
konsep ajaran Islam dapat diketahui dan dipelajari. Persaudaraan manusia semakin
dikembangkan, karena sesama manusia bukan hanya berasal dari satu bapak satu ibu
(Adam dan Hawa) tetapi karena satu sama lain saling membutuhkan, saling
menghargai dan saling menghormati. Pada akhirnya terciptalah kehidupan yang
tenteram dan sejahtera. Itulah hakikat Islam sebagai agama rahmatan lil’alamin.

Islam sebagai Rahmatan lil Alamin dengan sikap ini menghantarkan orang
menuju “jalan Tuhan”. Abdul Muchith Muzadi—kakak KH. Hasyim Muzadi—
mengungkapkan bahwa dengan Islam Rahmatan lil Alamin mampu membuat para
muballighin (penyebar dan pembawa agama) yang membawakan Islam dengan penuh
keramahan, kedamaian dan kebijaksanaan, mudah diterima oleh masyarakat dengan
sukarela tanpa perlawananan dan kekerasan (Muzadi, 2006). Gagasan Islam
Rahmatan lil Alamin yang dijadikan payung dalam berdakwah, tentunya memiliki
perbedaan signifikan dalam tatanan praktiknya dengan gagasan-gagasan lainnya,
seperti: Islam Liberal dan Islam Pluralis, Islam Progresif, Islam Nusantara, Islam
Kalap & Islam Karib, Islam Berkemajuan, dan lain sebagainya. Semuanya, akan
menuju kepada agama rahmat untuk alam semesta. Namun, sama-sama memiliki visi
membaca Islam dengan penuh kelembutan, kedamaian dan menjadi solusi untuk
dunia. Tetapi, istilah Islam Rahmatan lil Alamin merupakan istilah yang bersumber
dan tercantum dalam al-Qur’an (building in Islam), Allah Swt langsung yang
memberikan istilah tersebut untuk menyebut sebuah ajaran yang dibawa oleh Nabi
Muhammad akan berdampak positif, inklusif, komprehensif dan holistik.

2.3 Menelaah Gagasan Islam Rahmatan lil-Alamin

Di dalam menelaah gagasan Islam Rahmatan lil Alamin perspektif KH.


Hasyim Muzadi, merujuk kepada sumber primer, yakni Islam Rahmatan lil Alamin
menuju Keadilan dan Perdamaian Dunia (Perspektif Nahdlatul Ulama) (Causa, 2006).
Dalam konteks Islam sebagai Rahmatan lil Alamin, Islam telah mengatur segala tata
hubungan, baik aspek teologis, ritual, sosial dan muamalah, dan humantis dan
kemanusian.

Pertama, aspek teologi. Islam memberikan rumusan jelas meliputi keyakinan


umat Muslim di dalam berdakwah kepada umat non-Muslim. Ketika turun ayat,
“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kalian agama kalian dan telah Ku-
cukupkan kepada kalian ni`mat-Ku dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagi
kalian” (Qs. al-Maidah/5: 3). Umat Muslim dituntut untuk menyampaikan kepada
seluruh manusia sebagai konsekuensi dalam berdakwah. Namun, dalam membaca
agama yang sempurna tidak ada paksaan untuk memeluk agama Islam, agama
terakhir yang direstui Allah. “Tidak ada paksaan dalam memeluk agama. Sungguh
telah jelas antara kebenaran dan kesesatan” (Qs. Al Baqarah/2: 256). Keyakinan yang
dimiliki sebatas menyampaikan dan menyebarluaskan secara sistematis dan
komprehensif. Tanpa ada unsur pemaksaan, penindasan secara psikologis dan
penindasan akal-pikiran. Karena syariat dan hukum Allah turun ke muka bumi untuk
kemasalahatan umat.

Kedua, aspek ritual ibadah dalam kehidupan sehari-sehari, baik di dalam Al-
Qur’an dan hadis tidak boleh menjadikan sesama Islam saling bermusuhan. Ketika
Nabi Muhammad SAW membicarakan umat Islam akan terpecah ke dalam beberapa
golongan maka Allah pun memberitahukan kondisi perpecahan umat suatu hari nanti
akibat permasalahan furu’iyah. Teguran itu termaktub dalam al-Qur’an, “Dan taatlah
kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang
menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah.
Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar” (Qs. al-Anfâl/8: 46).
Ketiga, aspek sosial dan muamalah. Islam hanya berbicara ketentuan-
ketentuan dasar dan pilar-pilarnya saja. Operasional dan pelaksanaannya diserahkan
kepada kesepakatan bersama dan lokalitas tempat tumbuh kembangnya sebuah
hukum. Nabi Muhammad SAW bersabda: “Antum a’lamu bi amri dunyâkum (kalian
lebih mengetahui urusan dunia kalian)”. Makna dari hadits tersebut bahwa segala
sesuatu yang berhubungan dengan masalah sosial dan belum pernah terjadi pada masa
Nabi Muhammad SAW maka diserahkan kepada orang-orang yang kompeten,
kapabilitas dan menguasai ilmu agama dengan baik dan benar.

Tujuan dari muamalah adalah mewujudkan keberhasilan di akhirat nanti.


Misalnya bidang keduniaan yang diserahkan kepada umat Nabi Muhammad SAW,
seperti mendirikan Negara Islam. Islam telah memberikan panduan nilai-nilai baku
dalam Al-Qur’an dan hadist. Keempat, kemanusiaan. Dasar kemanusiaan ini menjadi
kunci penting dalam keberhasilan dakwah Nabi Muhammad SAW. Ajaran
humanisme termaktub dengan jelas melalui pesan Nabi Muhammad SAW di Padang
Arafah.

2.4 Bentuk-bentuk Rahmatan Lil Aalamiin

Bentuk-bentuk Rahmatan lil alamin terlihat pada ajaran islam diantaranya :

a. Islam memberikan petunjuk ke jalan kebenaran.

b. Islam memberikan kebebasan kepada manusia untuk menggunakan potensi


yang diberikan oleh Allah SWT secara bertanggung jawab.

c. Islam menghormati dan menghargai semua manusia sebagai hamba Allah


SWT..

d. Islam mengatur pemanfaatan alam secara baik dan proporsional.

Uraian di atas memberikan pemahaman bahwa Islam sebagai agama wahyu


memberikan bimbingan kepada manusia mengenai semua aspek hidup dan
kehidupannya, diibaratkan seperti jalan raya yang lurus dan mendaki, memberikan
peluang kepada manusia untuk melaluinya sampai tempat yang dituju tempat yang
tertinggi lagi mulia. Jalan raya itu lapang dan lebar, kiri kanannya berpagarkan Al-
Qur’an dan sunnah. Rambu-rambu lalu lintas pada jalan itu sebagai perumpamaan
aspek kehidupan manusia. Seseorang yang memasuki jalan wajib memperhatikan
rambu-rambu, tanda dan berjalan melalui jalur yang telah ada.
2.5 Konsep Rahmatan Lil Alaamiin.

Tugas Nabi Muhammad SAW adalah membawa rahmat bagi sekalian alam,
Tegasnya risalah Islam ialah mendatangkan rahmat buat seluruh alam. Kehadiran
Islam di alam ini bukan untuk bencana dan malapetaka, tetapi untuk keselamatan,
untuk kesejahteraan dan untuk kebahagiaan manusia lahir dan batin, baik secara
perseorangan maupun secara bersama-sama dalam masyarakat.

Kebenaran risalah Islam sebagai rahmat bagi manusia, terletak pada


kesempurnaan Islam itu sendiri. Islam adalah dalam satu kesatuan ajaran, ajaran yang
satu dengan yang lainnya mempunyai hubungan yang saling berkait. Maka Islam
dapat kita lihat serempak dalam tiga segi yaitu aqidah, syari’ah dan nizam.

“Islam rahmatan lil ‘alamin”, yang bermakna bahwa kehadiran agama Islam
adalah rahmat, berkah, cinta, dan kebaikan bagi alam dan seisinya, dengan demikian
benar-benar terpraktikkan secara sempurna.

Istilah Islam rahmatan lil ‘alaimin pada dasarnya merupakan penafsiran


mendalam terhadap Surat Al-Anbiya ayat 107 yang menyatakan bahwa Nabi
Muhammad SAW diutus tiada lain sebagai rahmat bagi seluruh alam. Jadi, pada
dasarnya segala hal yang berkaitan dengan Islam rahmatan lil ‘alamin referensinya
berada pada kepribadian Nabi Muhammad SAW. Dalam meneladani Nabi, umat
Muslim harus memahami bahwa Nabi memiliki peran lain selain menjadi seorang
nabi, yakni berperan sebagai manusia biasa, pemimpin, seorang ayah sekaligus kepala
keluarga, komandan, penegak hukum, dan pendidik. Berkaitan dengan kerahmatan
Islam, sepatutnya fitrah manusia itulah yang diutamakan oleh umat Muslim dalam
berbagi kehidupan dengan seluruh penduduk dunia, bukan superioritas atau
keunggulan suatu kelompok di atas kelompok lain.

Kuntowijoyo melalui pemikiran-pemikirannya mampu memahami nilai


esensial dan universal dari ajaran Islam. Ia menafsirkan dakwah Islam secara
mendalam sehingga terasa lebih membumi, benar-benar dirasakan oleh umat, dan
yang paling penting agama Islam menjadi hal yang tidak terpisahkan dalam
kehidupan sosial masyarakat. Kuntowijoyo megistilahkan dakwah, ajaran atau nilai-
nilai Islam yang tidak merasa jijik untuk menyentuh urusan-urusan sosial umat
sebagai Ilmu Sosial Profetik (ISP) yang berpedoman pada tiga konsep; humanisasi,
liberasi, dan transedensi.

Humanisasi diartikan dengan memanusiakan manusia, menghilangkan


“kebendaan”, ketergantungan, kekerasan, dan kebencian dari manusia. Humanisasi
ini berangkat dari pemahaman Kuntowjijoyo terhadap konsep al-amru bil
ma’rūf yang diajarkan dalam Islam seperti tertera pada Surat Ali Imran ayat 110.
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada
yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. …” (QS.
Ali Imran: 110).

Liberasi merupakan bentuk konkret dari ajaran Islam al-nahyu ‘anil


munkar. Konsep tersebut dalam pandangan Alquran berarti mencegah kemungkaran,
segala tindak kejahatan yang merusak, yang intinya membebaskan manusia dari
segela kejahatan. Karenanya, kata liberasi yang berarti pembebasan kiranya sangat
tepat untuk disejajarkan dengan konsep membasmi kemungkaran itu. Contoh konkret
betapa Islam menerapkan liberasi bagi masyarakat adalah diharamkannya riba yang
mana perilaku mungkar tersebut pada zaman jahilliyah sangat populer dilakukan.
Pada masa itu, apabila seorang debitor tidak mampu membayar hutangnya pada saat
yang ditentukan, ia dapat meminta penangguhan masa pembayaran dengan janji akan
membayar dengan nominal yang berlebih. Jika belum mampu pada masa
penangguhan, ia diperkenankan menangguhkan lagi dengan perjanjian yang baru lagi,
dan demikian berulang-ulang seterusnya.

Sikap seperti ini disinggung dalam Alquran bahwa jika seorang debitur berada
dalam kesulitan, maka hendaklah diberi tangguh hingga ia memperoleh keluasaan dan
menyedekahkan. Surat Al-Baqarah ayat 280 secara gamblang menerangkan hal itu.
Titik pentingnya adalah penegasan Alquran yang menyatakan bahwa orang yang
melakukan riba adalah seperti setan. Aspek perumpamaan atau persamaan
(wajh syibh) antara manusia dan setan dalam ayat tersebut adalah perilaku. Artinya,
perilaku orang yang memakan riba adalah layaknya setan yang melahap apapun tanpa
pertimbangan, termasuk memakan keburukan. Hal ini dijelaskan dalam Surat Al-
Baqarah ayat 275. Alasan logis pada pelarangan ini adalah tidak adanya keadilan
antara pemberi pinjaman dan peminjam. Konsep riba sungguh telah menodai jual beli
dan menghilangkan keadilan.

Ketiga, transendensi, yang tiada lain merupakan konsep yang diderivasikan


dari tu’minūna bi-Allāhi. Transedensi bertujuan menjadikan nilai-nilai transedental
(ketuhanan) menjadi unsur penting dalam proses pembangunan peradaban.
Transendensi berperan penting dalam memberikan makna yang akan mengarahkan
manusia menuju nilai-nilai luhur kemanusiaan. Konsep humanisasi dan liberasi
meskipun sangat berbeda levelnya dengan transendensi, harus berjalan seiring dengan
transendensi. Dengan memahami hakikat transendensi, manusia dapat menempatkan
diri secara tepat di hadapan Tuhan, sekaligus bersahabat secara hangat dengan sesama
manusia. Semangat inilah yang membawa pada kerukunan dan ketenteraman.

Dari konsep ISP ala Kuntowijoyo ini, bisa dikatakan bahwa Islam rahmatan lil
‘alamin itu harus berlandaskan nilai-nilai kemanusiaan, pembebasan dan ketuhanan.
Ketiga prinsip ini harus dipahami dan diamalkan dengan bijak. Untuk
mengejawantahkan Islam rahmatan lil ‘alamin, seorang Muslim wajib memahami
kepribadian Nabi Muhammad secara utuh, tidak parsial, bukan hanya kepribadiannya
sebagai Nabi dan Rasul, tetapi juga sebagai manusia biasa, seorang kepala keluarga,
dan anggota masyarakat yang plural.

2.6 Pengaruh Rahmatan Lil’alamin Bagi Non Muslim

Dalam memperlakukan non muslim (Ahli Dzimmah) mereka mendapatkan


hak seperti yang didapatkan oleh kaum Muslimin, kecuali pada perkara-perkara yang
terbatas. Misalnya hak memperoleh perlindungan yaitu melindungi mereka dari
segala permusuhan eksternal. Ijma’ Ulama umat Islam terjadi dalam hal ini seperti
yang diriwayatkan Abu Daud dan Al-Baihaqi. Kemudian melindungi darah dan badan
mereka, melindungi harta mereka, menjaga kehormatan mereka, memberikan jaminan
sosial ketika dalam keadaan lemah, kebebasan beragama, kebebasan bekerja,
berusaha dan menjadi pejabat, inilah beberapa contoh dan saksi-saksi yang dicatat
sejarah mengenai sikap kaum Muslimin dan pengaruhnya terhadap Ahli Dzimmah.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

3.1.1 Agama Islam adalah ajaran yang menciptakan keselamatan, kedamaian,


kesejahteraan diri, serta penyerahan diri, secara total untuk tunduk dan patuh terhadap
ajaran-ajarannya.

3.1.2 Islam rahmatan lil 'alamin adalah Islam yang kehadirannya di tengah kehidupan
masyarakat mampu mewujudkan kedamaian dan kasih sayang bagi manusia maupun
alam.

3.1.3 Islam sebagai Rahmatan lil Alamin, Islam telah mengatur segala tata hubungan,
baik aspek teologis, ritual, sosial dan muamalah, dan humantis dan kemanusian.

3.1.4 Bentuk-bentuk Rahmatan lil alamin terlihat pada ajaran islam diantaranya : a)
Islam memberikan petunjuk ke jalan kebenaran, b) Islam memberikan kebebasan
kepada manusia untuk menggunakan potensi yang diberikan oleh Allah SWT secara
bertanggung jawab, c) Islam menghormati dan menghargai semua manusia sebagai
hamba Allah SWT.

3.1.5 Istilah Islam rahmatan lil ‘alaimin pada dasarnya merupakan penafsiran
mendalam terhadap Surat Al-Anbiya ayat 107 yang menyatakan bahwa Nabi
Muhammad SAW diutus tiada lain sebagai rahmat bagi seluruh alam. Jadi, pada
dasarnya segala hal yang berkaitan dengan Islam rahmatan lil ‘alamin referensinya
berada pada kepribadian Nabi Muhammad SAW.

3.1.6 Dalam memperlakukan non muslim (Ahli Dzimmah), mereka mendapatkan hak
seperti yang didapatkan oleh kaum Muslimin, kecuali pada perkara-perkara yang
terbatas. Misalnya hak memperoleh perlindungan yaitu melindungi mereka dari
segala permusuhan eksternal.
DAFTAR PUSTAKA

Birru, Lazuardi. 2013. Islam Rahmatan Lil Alamin: Makna Dan Aktualisasinya
Dalam Pluralitas Kehidupan. Jakarta: Menara Karya.

(https://yayasanlazuardibirru.wordpress.com/2013/12/18/islam-rahmatan-lil-alamiin-
makna-dan-aktualisasinya-dalam-pluralitas-kehidupan/ diakses pada tanggal 7
Mei 2018)

Machasin. 2001. Islam Dinamis, Islam Historis: Lokalitas, Pluralisme, Terorisme,


Yogyakarta: LKiS.

Muzadi, Abdul Muchith. 2006. Mengenal Nahdlatul Ulama. Surabaya: Khalista.

Naskah ini merupakan pidato pengukuhan Doktor Honoris Causa (Dr. HC) dalam
Peradaban Islam yang disampaikan di hadapan rapat terbuka Senat Institut
Agama Islam Negeri (IAIN) Sunan Ampel, Surabaya, pada tanggal 02
Desember 2006.

Rasyid, M.M. 2016. Islam Rahmatan Lil Alamin Perspektih KH. Hasyim Muzadi.
Depok: Sekolah Tinggi Kulliyatul Qur’an (STKQ) Press.

Anda mungkin juga menyukai