Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Suatu hal yang wajar jika kebudayaan yang mundur akan belajar dari kebudayaan
yang maju. Adalah alami jika suatu kebudayaan yang terbelakang mengadopsi kebudayaan
yang lebih maju. Tidak ada kebudayaan di dunia ini berkembang tanpa proses interaksi
dengan kebudayaan asing. Ketika peradaban Islam unggul dibanding peradaban Eropa,
misalnya, mereka telah meminjam konsep-konsep penting dalam Islam, akan tetapi, tidak
berarti bahwa semua kebudayaan dapat mengambil semua konsep dari kebudayaan lain.
Setiap kebudayaan memiliki identitas, nilai, konsep dan ideologinya sendiri-sendiri yang
disebut dengan worldview (pandangan hidup).

Kebudayaan dapat meminjam konsep-konsep kebudayaan lain karena memiliki


pandangan hidup. Namun suatu kebudayaan tidak dapat meminjam sepenuhnya (mengadopsi)
konsep-konsep kebudayaan lain, sebab dengan begitu ia akan kehilangan identitasnya.
Peminjaman konsep dari suatu kebudayaan mengaharuskan adanya proses integrasi dan
internasionalisasi konseptual. Namun, dalam proses itu, unsur-unsur pokoknya berperan
sebagai filter yang menentukan diterima tidaknya suatu konsep. Hal ini berlaku dalam sejarah
pemikiran dan peradaban Islam, yaitu ketika Islam meminjam khazanah pemikiran Yunani,
India, Persia, dan lain-lain. Pelajaran yang penting dicatat dalam hal ini bahwa ketika para
ulama meminjam konsep-konsep asing, mereka berusaha mengintegrasikan konsep-konsep
asing ke dalam pandangan hidup Islam dengan asas pandangan hidup Islam. Memang, proses
ini tidak bisa berlangsung sekali jadi. Perlu proses koreksi-mengoreksi dan itu berlangsung
dari generasi ke generasi.

Di era modern dan post-modern sekarang ini, pemikiran dan kebudayaan Barat
mengungguli kebudayaan-kebudayaan lain, termasuk peradaban Islam. Nemun tradisi
pinjam-meminjam yang terjadi telah bergeser menjadi proses adopsi, yakni mengambil penuh
konsep-konsep asing, khususnya Barat, tanpa proses adaptasi atau integrasi. Apa yang
dimaksud dengan konsep disini bukan dalam kaitannya dengan sains dan teknologi yang
bersifat eksak, tetapi lebih berkaitan dengan konsep keilmuan, kebudayaan, sosial, dan
bahkan keagamaan.

1
Dalam konteks pembangunan peradaban Islam sekarang ini, proses adaptasi
pemikiran merupakan sesuatu yang tidak dapat dielakkan. Namun sebelum melakukan hal itu
diperlukan suatu kemampuan untuk menguasai pandangan hidup Islam dan sekaligus Barat,
esensi peradaban Islam dan kebudayaan Barat. Dengan demikian, seorang cendekiawan dapat
berlaku adil terhadap keduanya.

B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, dapat kita rumuskan makalah yang menjadi
pembahasan pokok makalah ini yaitu, sebagai berikut :
1. Bagaimana proses masuknya Islam ke Eropa/Barat?

2. Apa saja aspek-aspek peradaban Islam yang masuk ke Eropa/Barat ?

3. Apa dampak kemajuan Eropa/Barat bagi Dunia Islam?

4. Bagaimana sikap umat Islam dalam menghadapi kemajuan Eropa/Barat?

C. Tujuan penulisan

1. Untuk mengetahui sejarah masuknya Islam ke Eropa/Barat.

2. Untuk mengetahui bentuk-bentuk aspek ajaran islam yang dikembangkan di


Eropa/Barat.

3. Untuk mengetahui dampak kemajuan Eropa/Barat bagi dunia Islam.

4. Untuk mengetahui sikap Islam dalam menghadapi kemajuan Eropa/Barat.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Proses Masuknya Peradaban Islam ke Eropa/Barat


Dalam sejarah ilmu pengetahuan dan peradaban Islam, tanah Spanyol lebih
banyak dikenal dengan nama Andalusia, yang diambil dari sebutan tanah
Semenanjung Liberia. Julukan Andalusia ini berasal dari kata Vandalusia, yang
artinya negeri bangsa Vandal, karena bagian selatan Semenanjung ini pernah dikuasai
oleh bangsa Vandal sebelum mereka dikalahkan oleh bangsa Gothia Barat pada abad
V. Daerah ini dikuasai oleh Islam setelah penguasa Bani Umayah merebut tanah
Semenanjung ini dari bangsa Gothi Barat pada masa Khalifah Al-Walid ibn Abdul
Malik. Islam masuk ke Spanyol (Cordoba) pada tahun 93 H (711 M) melalui jalur
Afrika Utara di bawah pimpinan Tariq bin Ziyad yang memimpin angkatan perang
Islam untuk membuka Andalusia.
Sebelum penaklukan Spanyol, umat Islam telah menguasai Afrika Utara dan
menjadikannya sebagai salah satu provinsi dari Dinasti Bani Umayah. Penguasaan
sepenuhnya atas Afrika Utara itu terjadi di zaman Khalifah Abdul Malik (685-705
M). Khalifah Abdul Malik mengangkat Hasan ibn Nu’man al-Ghassani menjadi
gubernur di daerah itu. Pada masa Khalifah Al-Walid, Hasan ibn Nu’man sudah
digantikan oleh Musa ibn Nushair. Di zaman Al-Walid itu, Musa ibn Nushair
memperluas wilayah kekuasaannya dengan menduduki Aljazair dan Maroko.
Penaklukan atas wilayah Afrika Utara itu dari pertama kali dikalahkan sampai
menjadi salah satu provinsi dari Khalifah Bani Umayah memakan waktu selama 53
tahun, yaitu mulai tahun 30 H (masa pemerintahan Muawiyah ibn Abi Sufyan) sampai
tahun 83 H (masa al-Walid).1
Penaklukan semenanjung Andalusia diawali dengan pengiriman 500 orang
tentara muslim dibawah pimpinan Tarif ibn Malik pada tahun 91/710. Ia dan
pasukannya mendarat di sebuah tempat yang kemudian diberi nama Tarifa. Ekspedisi
ini berhasil, dan Tarif membawa banyak ghanimah. Musa ibn Nushair, Gubernur
Jenderal al-Maghribi di Afrika Utara pada kala itu, kemudian mengirimkan 7000
orang tentara dibawah pimpinan Thariq ibn Ziyad. Ekspedisi kedua ini mendarat di
bukit karang Giblartar (Jabar al-Thariq) pada tahun 92/711.

1
A. Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam jilid 2, (Jakarta, Pustaka Alhusna, 1983), h. 154.

3
Di atas bukit ini Thoriq berpidato untuk membangkitkan semangat juang pasukannya,
karena tentara musuh yang akan dihadapi jumlahnya 100.000 orang. Dalam pada itu,
Thariq mendapat tambahan 5000 orang tentara dari Afrika Utara sehingga jumlah
pasukannya menjadi 12000 orang.
Pertempuran pecah di dekat muara sungai Salado (Lagund Janda) pada bulan
Ramadhan 92/19 Juli 711. Pertempuran ini mengawali kemenangan Thariq dalam
pertempuran-pertempuran berikutnya, sampai akhir nya Toledo, ibukota Gothia Barat,
dapat direbut pada bulan September tahun itu juga. Bulan Juni 712 Musa berangkat ke
Andalusia membawa 18000 orang tentara dan menyerang kota-kota yang belum
ditaklukan oleh Thariq sampai bulan Juni tahun berikutnya. Di kota kecil Talavera
Thariq menyerahkan kepemimpinan kepada Musa. Pada saat itu pula Musa
memaklumkan Andalusia menjadi bagian dari wilayah kekuasaan Bani Umayah yang
berpusat di Damaskus.
Andalusia menjadi salah satu propinsi dari Daulah Bani Umayyah sampai
tahun 132/750. Selama periode tersebut para Gubernur Umawiyah di Andalusia
berusaha mewujudkan impian Musa bin Nushair untuk menguasai Galia. Akan tetapi,
dalam pertempuran Poitiers di dekat Tours pada tahun 114/732 tentara Islam di bawah
pimpinan Abd al-Rahman al-Ghafiqi dipukul mundur oleh tentara Nasrani Eropa di
bawah pimpinan Karel Martel. Itulah titik akhir dari serentetan sukses umat Islam di
utara Pengunungan Pyrenia. Setelah itu mereka tidak pernah meraih kemenangan
yang berarti dalam menghadapi serangan balik kaum Nasrani Eropa.2
Ketika Daulah Bani Umayyah Damaskus runtuh pada tahun 132/750,
Andalusia menjadi salah satu propinsi dari Daulah Bani Abbas sampai Abd al-
Rahman ibn Mu’awiyah, cucu khalifah Umawiyah kesepuluh Hisyam ibn Abd al-
Malik, memproklamasikan propinsi itu sebagai negara yang berdiri sendiri pada tahun
138/756. Sejak proklamasi itu Andalusia memasuki babak baru sebagai sebuah negara
berdaulat di bawah kekuasaan Bani Umayyah II yang beribukota di Cordova sampai
tahun 422/1031.3
Setelah penaklukan orang-orang Islam atas Spanyol, tentara Islam masuk ke
Perancis Selatan. Mereka dikalahkan pada pertempuran di Tours tahun 732 M tetapi
mereka menguasai Septimania hingga tahun 759.

2
Fahsin M. Fa’al, Sejarah Kekuasaan Islam (Jakarta: CV Artha Rivera, 2008), h. 137.
3
Siti Maryam, dkk. Sejarah Peradaban Islam: Dari Masa Klasik Hingga Modern (Yogyakarta: LESFI, cet II
2004), h. 79.

4
Kemudian pada abad ke 9 tentara Muslim menaklukan beberapa daerah di Perancis
Selatan termasuk Fraxinet. Mereka baru bisa diusir pada tahun 975 M. Kira-kira 6
abad kemudian jejak orang Islam muncul kembali di Perancis dengan kehadiran
seorang laksamana Muslim yang terkenal, yaitu Khairuddin Barbarossa.
Selama musim dingin 1543-1544 setelah pengepungan kota Nice, Toulon
digunakan sebagai pangkalan angkatan laut Khairuddin Barbarossa. Penduduk Kristen
dievakuasi, dan gereja Toulon secara singkat diubah menjadi sebuah masjid sebelum
kota itu diambil kembali oleh bangsa Perancis. Satu abad kemudian kira-kira 50.000
orang Moriscos dari Spanyol memasuki Perancis setelah diusir oleh penguasa Kristen
pada tahun 1609-1614.
Islam di Austria memiliki sejarah panjang, kembali ke tahun 1522 ketika
Sultan Ottoman mencoba menyerang kerajaan Austria. Meskipun usaha ini gagal,
Islam telah mempengaruhi budaya Austria, dan banyak orang Austria masuk Islam.
Dalam sejarah modern, migrasi ke Austria, terutama dari Turki dan negara-negara
Eropa Timur, bertambah setelah konferensi Berlin tahun 1878, yang memasukkan
penduduk Islam ke dalam kerajaan Astro-Hungaria, dan para pendatang baru
disambut oleh penguasa Austria memberikan kaum Muslimin kebebasan agama yang
maksimum.
Setelah Perang Dunia II, gelombang baru imigran Muslim tiba di Austria.
Pertama, para pekerja yang membantu membangun negeri. Setelah tahun 1964,
“pekerja tamu” datang terutama dari Turki, Bosnia dan Herzegovina serta Serbia,
demikian juga, walaupun dalam jumlah sedikit, dari negara-negara Arab dan Pakistan.
Juga penerimaan mahasiswa dari negara-negara Muslim meningkat pada universitas-
universitas di Austria. Selama tahun 1970-an, migrasi meningkat sebagai akibat
kemajuan ekonomi. Gelombang terakhir imigran Muslim tiba di awal-awal tahun
1990-an dari Yugoslavia.

B. Aspek – Aspek Peradaban Islam yang Masuk ke Eropa/Barat


Dalam masa lebih dari tujuh abad, kekuasaan Islam di Spanyol, umat Islam
telah mencapai kejayaannya di sana. Banyak prestasi yang mereka peroleh, bahkan,
pengaruhnya membawa Eropa dan kemudian dunia, kepada kemajuan yang lebih
kompleks.

5
1. Kota dan Seni Bangunan
Ketika al-Dakhil berkuasa, Cordova menjadi ibukota negara. Ia
membangun kembali kota ini dan memperindahnya, serta membangun benteng di
sekeliling kota dan istananya. Supaya kota ini mendapatkan air bersih, digalinya
danau yang airnya didatangkan dari pegunungan. Air danau itu selain dialirkan
melalui pipa ke istana dan rumah-rumah penduduk, juga dialurkan melalui parit-
parit ke kolam-kolam dan lahan-lahan pertanian. Peninggalan al-Dakhil yang
hingga kini masih tegak berdiri adalah Masjid Jami Cordova, didirikan pada
tahun 170/786 dengan dana 80.000 dinar. Dalam tahun 177/793 Hisyam I
menyelesaikan bagian utama masjid ini dan menambah menaranya. Al-Ausath,
a;-Nashir, al-Mustanshir dan al-Manshur, memperluas dan memperindahnya,
sehingga menjadi masjid paling besar dan paling indah pasa masanya.
Sepeninggal al-Dakhil Cordova terus berkembang dan menjadi salah satu
kota terkemuka di dunia. Hisyam I memugar kembali jembatan tua yang dibngun
oleh al-Khaulani, di samping menambah bangunan-bangunan megah dan taman-
taman yang indah. Pemugaran selanjutnya dilakukan oleh al-Muntanshir dan al-
Manshur. Perkembangan paling pesat terjadi pada masa al-Muntanshir dan al-
Manshur. Pusat kota yang dikelilingi oleh dinding tembok dengan tujuh pintu
gerbangnya, pada waktu itu sudah berada di tengah, karena berkembangnya
daerah pinggiran di sekitarnya. Kebanggan Cordova tidak lengkap tanpa al-
Qashar al-Kabir, al-Rushafa, Masjid Jami Cordova, al-Zahra dan al-Zahirah.
Al-Qashar al-Kabir adalah kota satelit yang dibangun oleh al-Dakhil dan
disempurnakan oleh beberapa orang penggantinya. Di dalamnya dibangun 430
gedung yang di antaranya merupakan istana-istana megah. Rushafah adalah
sebuah istana yang dikelilingi taman yang luas dan indah, yang dibangun oleh al-
Dakhil di sebelah barat laut Cordova.
Dalam tahun 325/936 al-Nashir membangun kota satelit dengan nama
salah satu selirnya, al-Zahra, di sebuah bukit di pegunungan Sierra Morena,
sekitar tiga mil di sebelah utara Cordova. Pembangunan kota ini memakan waktu
sekitar 40 tahun dan baru selesai pada masa al-Muntashir. Selain membangun al-
Zahra, al-Nashir membangun saluran air yang menembus gununng sepanjang 80
kilometer.

6
Pada tahun 368/978 al-Manshur membangun kota al-Zahirah di pinggir
al-Wadi al-Kabir, tidak jauh dari Cordova. Di dalamnya dibangun istana besar
dan indah tempat kediaman al-Manshur, gedung-gedung pemerintahan, gudang
makanan dan gudang senjata, tempat tinggal para menteri, perwira militer dan
pegawai tinggi lainnya. Sebagaimana halnya menteri al-Zahra, al-Zahirah
dilengkapi taman-taman indah, pasar-pasar, toko-toko, masjid-masjid dan
bangunan umum lainnya.
2. Bahasa dan Sastra Arab
Berbicara tentang perkembangan bahasa Arab di Andalusia, tidak
mungkin melupakan tokoh besar Ali al-Qali. Ia dibesarkan dan menimba ilmu
Hadis, bahasa, sastra, Nahwu dan Sharf dari ulama-ulama terkenal di Baghdad.
Pada tahun 330/941 ia tiba di Cordova atas undangan al-Nashir, lalu ia menetap
disana dan mengembangkan ilmunya sampai wafat pada tahun 358/969. Ia
banyak meninggalkan karya tulis yang bernilai tinggi, yang terkenal diantaranya
adalah al-Amali dan al-Nawadhir.
Sejalan dengan perkembangan bahasa Arab, berkembang pula
kesusastraan Arab yang dalam arti sempit disebut adab, baik dalam bentuk puisi
maupun prosa. Diantara jenis prosa adalah khithabah, tarassul maupun karya fiksi
lainnya. Beberapa contoh khithabah dari Andalusia termuat dalam Nafh al-
Thayyib min Ghushn al-Andalus al-Rathib karya al-Maqarri, dan dalam Qala’id
al0Iqyan fi Mahasin al-A’yan buah pena al-Fath ibn Khaqan.
Sebagaimana halnya di Timur, jenis syair yang berkembang di Andalusia
adalah madah, ratsa, ghazal, khimar, washf, himasah, hija, zuhd dan hikmah.
Sebelum Islam masuk ke Andalusia, orang Spanyol suka berseloka. Kedatangan
Islam telah memperluas seloka-seloka Spanyol yang tidak beraturan itu, sehingga
lahir muwasysyah, dan muwasysyah ini melahirkan zajal.
Diantara sastrawan terkemuka Andalusia adalah Abu Amr Ahmad ibn
Muhammad ibn Abd Rabbih, lahir di Cordova 246/860. Ia menekuni ilmu
kedokteran dan musik, tetapi kecenderungannya lebih banyak kepada sastra dan
sejarah. Sebagian besar karya syairnya sudah hilang, sedangkan yang berupa
prosa ia tuangkan dalam karyanya yang diberi nama al-‘Aqd al-Farid. Ia wafat
dalam keadaan lumpuh pada tahun 328/940.

7
3. Musik dan Kesenian
Seirama dengan perkembangan syair, berkembang pula musik dan seni
suara. Dalam hal ini tidak bisa dikesampingkan jasa besar Hasan ibn Nafi’ yang
lebih kenal dipanggil dengan panggilan Ziryab. Ia seorang maula dari Irak, murid
Ishaq al-Maushuli seorang musisi dan biduan kenamaan di istana Harun al-
Rasyid. Ziryab tiba di Cordova pada tahun pertama pemerintahan Abd al-Rahman
II al-Ausath.
Keahliannya dalam seni musik dan tarik suara, pengaruhnya masih
membekas sampai sekarang, bahkan dianggap sebagai peletak dasar dari musik
Spanyol modern. Tidak diingkari, baik oleh sarjana Barat maupun Timur, bahwa
orang Arab pula yang memperkenalkan not: do, re, mi, fa, sol, la, si. Bunyi-bunyi
itu diambil dari huruf-huruf Arab: Dal, Ra, Mim, Fa, Shad, Lam, Sin.

4. Sains dan Kesehatan


‘Abbas bin Fama termasyhur dalam ilmu kimia dan astronomi. Ia orang
yang pertama kali menemukan pembuatan kaca dari batu. Ibrahim bin Yahya al-
Naqqas terkenal dalam ilmu astronomi. Ia dapat menentukan waktu terjadinya
gerhana matahari dan menentukan berapa lamanya. Ia dapat menentukan waktu
terjadinya gerhana matahari. Ia juga berhasil membuat teropong modern yang
dapat menentukan jarak antara tata surya dan bintang-bintang.
Dalam bidang sejarah dan geografi, wilayah Islam bagian Barat
melahirkan banyak pemikir terkenal. Ibn Jubair dari Valencia (1145-1228 M)
menulis tentang negeri-negeri muslim Mediterania dan Sicilia dan Ibn Batutah
dari Tangier (104-1337 M) mencapai Samudera Pasai dan Cina. Ibn Khaldun
(1317-1374 M) menyusun riwayat Granada, sedangkan Ibn Khaldun dari Tum
adalah perumus filsafat sejarah. Semua sejarawan di atas bertempat tinggal di
Spanyol yang kemudian pindah ke Afrika.
Pada akhir abad ke 7M, Khalid bin Yazid merupakan yang pertama dalam
sejarah kekhalifahan umat Islam yang belajar ilmu kesehatan kepada John dan
beliau juga belajar kimia kepada Marrinos dari Yunani.

8
Ahad ibn Ibas dari Cordova adalah ahli dalam bidang obat-obatan. Umi al-Hasan
bin Abi Ja’far dan saudara perempuan al-Hafizh adalah dua orang ahli kedokteran
dari kalangan wanita.4

C. Kemajuan Eropa/Barat dan Dampaknya Bagi Dunia Islam


Faktor utama yang menarik kehadiran kekuatan-kekuatan Eropa ke negeri-
negeri islam adalah ekonomi dan politik. Pada penghujung abad ke-19 dan awal abad
ke-20, terobosan kekuasaan pihak Eropa terhadap dunia Islam meluas sejak dari
Maroko ke Indonesia. Kehadiran militer dan ekonomi memuncak dalam dominasi
politik luar negeri dari negara-negara Eropa itu. Pada saat itu, kesadaran umat Islam
bangkit dimana pihak Islam masih mampu mempertahankan kekuasaan sendiri,
walaupun belum sepenuhnya. Oleh karena itu,untuk memulihkan dan membangkitkan
kekuatannya kembali, maka dilakukanlah gerakan pembaharuan dalam semua bidang,
termasuk dalam bidang politik. Pembaharuan tersebut didorong oleh dua faktor;
pertama, pemurnian ajaran Islam dari unsur-unsur asing yang dipandang sebagai
penyebab kemunduran Islam dan menimba gagasan pembaharuan dan ilmu
pengetahuan dari Barat. Kedua, pembaharuan dalam masalah politik, karena Islam
memang tidak bisa dipisahkan dengan politik.
Sejak pertama kali menginjakan kaki di tanah Spanyol hingga jatuhnya
kerajaan Islam terakhir disana, Islam memainkan peran yang sangat besar. Masa itu
berlangsung lebih dari tujuh setengah abad dari tahun 711 M hingga 1492 M. Rentang
wakyu yang sangat panjang tersebut telah berpengaruh pada proses kemajuan ilmu
pengetahuan di dunia Barat. Penyebaran tradisi pendidikan Islam ke Eropa/Barat
terjadi sangat pesat, akan tetapi banjir ilmu pengetahuan yang sesungguhnya terjadi
pada abad ke-12. Peran penting dalam pernyebaran ilmu pengetahuan di Eropa juga
tidak lepas dari adanya pengaruh Ibnu Rusd (1120-1198). Pengaruh Ilmu Islam atas
Eropa menimbulkan gerakan kebangkitan kembali(renaissance) pusaka Yunani di
Eropa pada abad ke-14,dan kemunduran Kerajaan Utsmani dari ekspansi Barat ke
Timur tengah.5

4
H. Achmad Ghalib, Studi Islam, (Jakarta: Berkah Ilmu, cet. III 2017), h. 274.
5
Abuddin Nata, dkk., Integrasi Ilmu Agama dan Ilmu Umum, (Tanggerang:UIN Jakarta Press, 2003), hlm 115.

9
D. Sikap Islam Dalam Menghadapi Kemajuan Eropa/Barat
Apapun motif, model, dan pihak yang terlibat konflik, realitas dunia yang
penuh konflik menimbulkan bencana kemanusiaan yang dahsyat, dimana negara-
negara berkembang termasuk Muslim adalah korbannya. Konflik yang dipicu oleh
semangat Imperialisme telah membuat jurang yang semakin lebar antara kelompok
dominan dan yang didominasi. Dunia tentu tidak boleh terlalu lama dibiarkan
terpolarisasi atas dua kelompok itu, di mana kelompok dominan sebagai the first
class, bisa berbuat sewenang-wenang atas kelompok yang didominasi. Jalan keluar
dari kemelut ini ada dua yang ditawarkan beberapa kalangan, dialog atau melawan
hegemoni.
Dialog adalah model penyelesaian yang dinilai paling sedikit menanggung
resiko. Dialog ini mengasumsikan antara pihak yang terlibat konflik (Barat dan non
Barat atau Islam) berada dalam posisi yang sejajar untuk mau saling mengerti satu
sama lain. Negara-negara Barat harus mau mengakhiri sikap imperialis dalam segala
bentuknya, termasuk proyek-proyek pos kolonialismenya, dan mulai membangun
relasi setara dan bersahabat. Kerjasama dan partisipasi hanya akan bermakna bila
didasarkan keseimbangan kepentingan dan bebas dari hegemoni.
Orang yang mengidealkan cara dialog untuk menyelesaikan konflik peradaban
atau kepentingan mungkin lupa bahwa syahwat hegemoni Barat adalah sesuatu yang
sudah laten dalam tradisi relasi tersebut. Keinginan untuk mengajak Barat bersikap
lebih adil adalah Utopia di tengah nafsu serakah Barat yang ingin menguasai dunia.
Setelah cara dialog adalah model utopis, maka jalan lain yang tidak boleh dihindari
oleh negara-negara non Barat (berkembang atau Muslim) adalah melawan hegemoni
itu dengan potensi kekuatan yang ada.
Cara melawan hegemoni yang paling fundamental adalah bersikap kritis
terhadap berbagai pengetahuan yang dikembangkan oleh dan untuk kepentingan
Barat. Sikap yang terlalu adaptatif umat Islam Islam terhadap yang datang dari Barat
hanya akan semakin mengukuhkan hegemoni Barat di dunia Muslim. Umat Islam
yang secara sukarela belajar demokrasi, lalu mengintegrasikan dalam ajaran Islam dan
menerapkan dalam kehidupan politik adalah salah satu bentuk menerima untuk
dijajah. Belum lagi ketika belajar dan menerima peradaban, modernitas, dan civil
society hampir tanpa reserve. Padahal nenurut James Petras dan Henry Veltmeyer,
wacana tentang itu semua sesungguhnya dipakai untuk melegitimasi perbudakan,
genocide, kolonialisme, dan semua bentuk eksploitasi terhadap manusia.

10
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Proses masuknya Islam ke Eropa/Barat diawali dengan penaklukan Andalusia


dibawah kepemimpinan Musa bin Nushair dengan dibantu Thariq bin Ziyar. Kemudian
Islam datang ke negara-negara Eropa/Barat seperti, Perancis, Austria, dan lain-lain.
Masuknya Islam ke Eropa/Barat telah mempengaruhi aspek-aspek peradaban disana. Seperti
aspek kota seni dan bangunannya dengan masjid, istana, taman, dan sebagainya yang masih
bisa dilihat sampai saat ini. Selain aspek tersebut, masih ada aspek lainnya seperti aspek
bahasa dan sastra Arab, musik dan kesenian, sains, dan bidang kesehatan.

Kemajuan Eropa/Barat juga telah mempengaruhi dunia Islam. Diantara pengaruh


tersebut adalah adanya gerakan pembaharuan yang didorong oleh dua faktor, yaitu;
pemurnian ajaran Islam yang dipandang sebagai penyebab kemunduran Islam dan
pembaharuan dalam masalah politik. Hal ini menyebabkan umat Islam bersikap kritis
terhadap berbagai pengetahuan yang dikembangkan oleh dan untuk kepentingan Barat.

B. Saran

Sebagai umat Islam, kita patut bangga karena dengannya peradaban Eropa/Barat
menjadi maju hingga saat ini. Hal ini juga menjadi evalulasi untuk umat Muslim agar terus
mengoptimalkan kemampuannya baik itu dalam bidang akademisi ataupun bidang lainnya
supaya tidak tertinggal.

11
DAFTAR PUSTAKA

Syalabi, Ahmad, Sejarah dan Kebudayaan Islam jilid 2 ( Jakarta : Pustaka Alhusna,
1983).

M. Fa’al, Fahsin, Sejarah Kekuasaan Islam ( Jakarta : CV Artha Rivera, 2008 ).

Maryam, Siti, Sejarah Peradaban Islam : Dari Masa Klasik Hingga Modern
(Yogyakarta : LSFI, 2004).

Ghalib, H. Achmad, Studi Islam ( Jakarta : Berkah Ilmu, 2017 )

Nata, Abuddin, Integrasi Ilmu Agama dan Ilmu Umum ( Tanggerang : UIN Jakarta
Press, 2003 )

12

Anda mungkin juga menyukai