Anda di halaman 1dari 10

PERTEMUAN 5.

PANCASILA DALAM PERSPEKTIF AGAMA

Di zaman super modern dan melenial ini makna Pancasila seolah-olah terlupakan oleh
sebagian besar masyarakat Indonesia. Padahal sejarah perumusannya melalui proses yang sangat
panjang oleh para pendiri negara ini. Sejarah perumusan yang penuh pengorbanan tersebut akan
sia-sia apabila kita tidak menjalankan amanat para pendiri negara yaitu pancasila yang termaktub
dalam pembukaan UUD 1945 alenia keempat, yakni. Pancasila merupakan rangkaian kesatuan
dan kebulatan tekad yang tidak terpisahkan karena setiap sila dalam pancasila mengandung
empat sila lainnya dan kedudukan dari masing-masing sila tersebut tidak dapat ditukar tempatnya
atau dipindah-pindahkan. Hal ini sesuai dengan susunan sila yang bersifat sistematis-hierarkis,
yang berarti bahwa kelima sila pancasila itu menunjukkan suatu rangkaian urutan-urutan yang
bertingkat-tingkat, dimana tiap-tiap sila mempunyai tempatnya sendiri di dalam rangkaian
susunan kesatuan itu sehingga tidak dapat dipindahkan.
Bagi bangsa Indonesia hakikat yang sesungguhnya dari pancasila adalah sebagai
pandangan hidup bangsa dan sebagai dasar negara. Kedua pengertian tersebut sudah selayaknya
kita fahami akan hakikatnya. Selain dari pengertian tersebut, pancasila memiliki beberapa
sebutan berbeda, seperti:
- Pancasila sebagai jiwa bangsa,
- Pancasila sebagai kepribadian bangsa.
- Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum.
- Pancasila sebagai way of life bangsa
Tentang hal jiwa menurut Agus mustofa jiwa adalah pelaku utama dalam diri seorang
manusia. Jika Pancasila sebagai jiwa bangsa dalam ungkapan beliau bahwa jiwa bukanlah badan,
karena kalua badannya dipotong-potong pun aku masih hidup dan masih tetap ada. Jiwa juga
bukanlah sang roh, karena roh adalah zat Ketuhanan sebagian dari Dirinya yang hidup dalam
badan1
Walaupun begitu, banyaknya sebutan untuk Pancasila bukanlah merupakan suatu
kesalahan atau pelanggaran melainkan dapat dijadikan sebagai suatu kekayaan akan makna dari
Pancasila bagi bangsa Indonesia. Karena hal yang terpenting adalah perbedaan penyebutan itu
1Ibid, h. 33.
tidak mengaburkan hakikat pancasila yang sesungguhnya yaitu sebagai dasar negara. Tetapi
pengertian pancasila tidak dapat ditafsirkan oleh sembarang orang karena akan dapat
mengaturkan maknanya dan pada akhirnya merongrong dasar negara, seperti yang pernah terjadi
di masa lalu. Untuk itu kita sebagai generasi penerus, sudah merupakan kewajiban bersama
untuk senantiasa menjaga kelestarian nilai – nilai pancasila sehingga apa yang pernah terjadi di
masa lalu tidak akan teredam di masa yang akan datang.
Pancasila adalah nilai-nilai kebersamaan masyarakat yang diwujudkan menjadi suatu
wadah bersama dari berbagai suku, ras, daerah, dan agama yang memiliki dasar bertuhan kepada
Tuhan Yang Maha Esa. Berjanji setia memiliki paham yang sama dalam menghayati kehidupan
warga bangsa yang plural (beraneka ragam suku dan agama). Penghayatan tersebut diabadikan
dalam lambang Garuda Pancasila yang gagah perkasa mampu mencengkeram dengan kuat nilai-
nilai kebersamaan dengan satu semboyan” Bineka Tunggal ika”.
Pancasila sebagai dasar negara telah menopang dan mengakomodir berbagai suku, ras,
dan agama seluruh masyrakat yang ada di Indonesia. Pancasila merupakan wadah yang berupa
anugrah sangat sesuai dan tepat untuk mengakomodir seluruh ras, suku bangsa, dan agama yang
ada
diIndonesia. Ini menyiratkan bahwa Islam adalah sebuah agama dan Pancasila adalah ideologi. 
Pancasila akan tidak menjadi sebuah agama dan agama akan tidak menjadi sebuah ideologi.
Karena Sila Ketuhanan meminjam ungkapan Bung Hatta, hanya menjadi dasar hormat-
menghormati antar pemeluk agama melainkan menjadi dasar yang memimpin ke jalan
kebenaran, adilan, kebaikan, kejujuran, dan persaudaraan.

A. PANCASILA DALAM PANDANGAN ISLAM


Dalam pandangan Islam dapat dibuktikan bahwa sila-sila Pancasila selaras dengan apa
yang telah tergaris dalam Alquran.

1. Ketuhanan Yang Maha Esa


Makna yang terkandung dalam sila pertama Pancasila adalah KYME. Ketuhanan
berasal dari kata Tuhan, pencipta seluruh alam semesta. Yang Maha Esa, yang maha tunggal,
tiada sekutu dalam sifatNya, dalam dzat-Nya, dalam perbuatanNya. Zat Tuhan tidak terdiri atas
hal-hal yang banyak lalu menjadi satu, tetapi sifat-Nya adalah sempurna dan perbuatan-Nya
tidak dapat disamai oleh siapa pun. Tidak ada yang dapat menyamai Tuhan, Tuhan Rabbul Izzati
yang Laisya kamislihi. Tuhan bagi bangsa dan negara Indonesia merupakan suatu keyakinan,
tetapi Ketuhanan Yang Maha Esa itu bukanlah suatu dogma atau kepercayaan yang tidak dapat
dibuktikan kebenarannya melalui akal pikiran, melainkan kepercayaan yang berakar pada
pengetahuan yang benar dapat diuji atau dibuktikan melalui kaidah-kaidah logika. Karena
keyakinan yang demikianlah, maka negara Indonesia berdasarkan pada Ketuhanan Yang Maha
Esa.
Pada kitab suci umat Islam didalam beberapa surah dan ayatnya selalu meminta kepada
umatnya agar selalu mengesakan Tuhan. Hal ini dapat dilihat dalam Q.S.
AlBaqarah/2:163. Yang artinya; Dan Tuhan Kamu adalah Tuhan Yang maha Esa
Karena itu, sila pertama dari Pancasila jelas sangat bersesuaian sekali dengan pandangan Islam
dan semangat kemahaesaan Tuhan yang digaungkan dalam berbagai ayat-ayat Alquran. Hal lain
tentang ke-esaan Tuhan dapat dilihat pada beberapa ayat seperti Q.S. An-Nisa/4:36,
Q.S. Al-An’am/6:151, Q.S. An-Nur/24:55, Q.S. Yusuf/12:40, Q.S. Ali Imran/3:64 dan masih
banyak lainnya. Semua ayat ini mengandung arti perintah selalu untuk mengesakan Tuhan.
Berdasarkan aqidah, kaidah serta dan kutipan Alquran dan Hadist, dapatlah dipahami
dan dimengerti serta memiliki hakikat nilai menurut perso-nalitas bahwa Allah SWT adalah
Tuhan Yang Maha Esa; Allah Yang Maha Tunggal; Allah Yang Maha Esa. Faham kemahaesaan,
serta nilai kemaha Tunggalan Allah SWT sangat jelas dalam ajaran Islam.
Secara personalitas didalam Islam tidak ada istilah Ketuhanan Yang Maha Esa, yang
ada ialah Tuhan Yang Maha Esa atau Allah Yang Maha Esa.
Dalam kitab-kitab suci agama Samawi serta ucapan-ucapan (pengakuan) Para Rasul dan
Nabi dikatakan bahwa Allah Maha Pencipta telah menciptakan langit dan alam semesta beserta
isinya dan diantaranya termasuk bumi dan manusia. Dalam menciptakan Adam AS, Isa AS dan
manusia lainnya, Allah juga mempergunakan para malaikat sebagai petugasNya. Para petugas
Allah ini juga diciptakan oleh Allah dan juga milik Allah. Oleh karenanya dalam hal penciptaan
serta kepemilikan Tuhan (Allah SWT) dapat dipakai istilah Ketuhanan Yang Maha Esa.
Demikian juga dalam hal pengaturan, mengatur seluruh yang diciptakan dan dimiliki
Allah SWT, melibatkan para Malaikat, para Rasul, para Nabi, para Aulia sebagai Hamba
(pelayan) dibawah kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa. Keadaan demikian dapat dipergunakan
istilah Ketuhanan Yang Maha Esa. Bila dikaitkan dengan sila pertama Pancasila, Ketuhanan
Yang Maha Esa mengartikan bahwa umat Islam sesuai dengan aqidah dan kaidahnya pada
hakikatnya dapat memahami dan menghayati :
- Menurut personalitas adalah Tuhan Yang Maha Esa,
- Menurut penciptaan serta kepemilikan adalah Ketuhanan Yang Maha Esa,
- Menurut pengaturan serta kekuasaan adalah Ketuhanan Yang Maha Esa.
Kesimpulannya, secara hakiki bahwa Ketuhanan Yang Maha Esa dalam Pan-casila
dapat diterima umat Islam di Indonesia sejalan dengan aqidah serta kaidahnya pada pemahaman
dan penghayatan terhadap penciptaan, kepe-milikan dan pengaturan serta kekuasaan.

2. Kemanusiaan yang Adil dan Beradab


Sila kedua yakni, Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab adalah manusia yang
merupakan bentuk kata dasar dari kemanusiaan. Manusia sebagai objek dan sekaligus subjek
metafisika makhluk yang memiliki potensi pendengaran, penglihatan dan berpikir memiliki
unsur-unsur susunan kodrat dari jasmani dan rohani. Merupakan makhluk individu dan makhluk
sosial, dan kedudukan kodrat yaitu makhluk mandiri dan makhluk Tuhan. Karena potensi seperti
yang dimilikinya itu, maka manusia memiliki martabat yang tinggi. Manusia dengan budi
nuraninya menyadari nilai-nilai dan norma-norma akhlakul karimah.
Manusia merupakan pendukung pokok negara sehingga harus memiliki sifat adil dan
beradab. Adil berarti wajar yakni sepadan dan seimbang antara hak dan kewajiban. Potensi
kemanusiaan tersebut dimiliki oleh semua manusia, tanpa kecuali. Semua manusia harus
diperlakukan sebagai manusia sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan, sesuai dengan fitrahnya,
sebagai makhluk Tuhan.
Sila kedua Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab telah menyimpulkan cita-cita
kemanusiaan yang lengkap, yang adil dan beradab memenuhi seluruh hakikat makhluk manusia.
Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab adalah suatu rumusan sifat keluhuran budi manusia
Indonesia. Dengan Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab, maka setiap warga negara mempunyai
kedudukan yang sama terhadap Undang-undang Negara, mempunyai hak dan kewajiban yang
sama, setiap warga negara dijamin hak dan kebebasannya, yang menyangkut hubungan dengan
Tuhan, dengan setiap orang, dengan negara, dengan masyarakat dan menyangkut pula
kemerdekaan menyatakan pendapat dan mencapai kehidupan yang layak sesuai dengan hak-hak
dasar manusia.
Sila kedua kemanusiaan yang adil dan beradab ini diliputi dan dijiwai oleh sila pertama,
mendasari dan menjiwai silasila sesudahnya, yaitu sila ketiga, sila keempat dan sila kelima. Sila
kedua ini mencerminkan agar umat islam menjadi penegak keadilan yakni berlaku adil benar-
benar karena Allah. Hal ini dapat dilihat dalam Q.S. An-nisa/4:135. Yang artinya: Wahai orang-
orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar menegakkan keadilan . Demikian juga
dalam surat Alma'idah/5:8). Islam selalu menganjurkan kepada umatnya untuk selalu
berpendapat adil dalam segala hal, adil terhadap diri sendiri, orang lain dan alam. Dalam
berbagai ayat-ayat Alquran hal lain tentang keadilan dapat dilihat pada beberapa ayat seperti
pada Q.S. At-Taghabun/64:3, Hud/11:61, Ibrahim/14:32-34, Luqman/31:20, Ar-Rahman/55:3-4,
Al-Hujurat/49:13, Al-Maidah/5:32 dan lain-lain.

3. Persatuan Indonesia 
Persatuan berasal dari kata satu yang berarti utuh, tidak terpecah-pecah. Persatuan
mengandung pengertian bersatunya bermacam corak yang beraneka ragam menjadi satu
kebulatan, yang dalam dinamika Indonesia bermakna persatuan wilayah, bangsa dan negara
Indonesia. Persatuan Indonesia dalam sila ketiga ini mencakup persatuan dalam arti ideologi,
politik, sosial, dan budaya serta keamanan.
Persatuan Indonesia adalah persatuan bangsa yang mendiami wilayah Indonesia yang
bersatu karena didorong untuk mencapai kehidupan kebangsaan yang bebas dalam wadah negara
yang merdeka dan berdaulat. Persatuan Indonesia merupakan faktor yang dinamis dalam
kehidupan bangsa Indonesia, bertujuan melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh
tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa,
serta mewujudkan perdamaian dunia yang abadi.
Semangat persatuan dahulu merupakan kunci yang menentukan dalam terwujudnya
Indonesia merdeka, kini persatuan atau nasionalisme merupakan hal pokok ynag harus ada dan
ditingkatkan demi kelangsungan pembangunan bangsa dan negara Indonesia. Akan tetapi paham
persatuan kebangsaan Indonesia tidaklah sempit atau chauvinistik, melainkan dalam arti
menghormati bangsa lain sesuai dengan sifat kehidupan bangsa itu sendiri. Nasionalisme
Indonesia mengatasi paham golongan, suku bangsa, dalam upaya membina tumbuhnya persatuan
dan kesatuan sebagai satu bangsa yang padu, tidak terpecah-pecah.
Hal ini sesuai dengan ada nya alinea IV Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 yang
berbunyi: “kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintahan negara Indonesia yang
melindungi segenap 1.16 Pancasila bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan
untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka
disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara
Indonesia” Persatuan merupakan prinsip terpenting dalam membangun komunitas, kelompok,
organisasi dan Negara. Dalam Alquran, ditemukan banyak sekali anjuran untuk bersatu dan
kecaman terhadap perpecahan. Bahkan persatuan disebut Alquran sebagai tali Allah. Hal
demikian seperti yang dapat kita lihat pada Q.S. Al-Hujarat/49:13 yang artinya Wahai manusia
sungguh kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan perempuan, kemudian kami
jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku, agar kamu saling mengenal . Dalam berbagai
ayat-ayat Alquran hal lain tentang keadilan dapat dilihat pada beberapa ayat seperti Ali
Imran/3:103 dan 105. Q.S. al-An’am/6:153, Q.S. Al-Bayyinah/98:4 dan lain-lain.

4. Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan


Perwakilan
Kerakyatan berasal dari kata rakyat, yaitu terdiri dari dengan individu, dan menjadi
sekelompok manusia yang berdiam dalam satu wilayah negara tertentu. Rakyat meliputi seluruh
manusia itu, tidak dibedakan oleh tugas (fungsi) dan profesi (jabatan). Kerakyatan adalah asas
yang baik serta tepat jika dihubungkan dengan maksud rakyat hidup dalam ikatan negara. Sila
keempat yang berbunyi kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan berarti bahwa Indonesia menganut demokrasi. Demokrasi yang
dianut, baik demokrasi langsung maupun demokrasi tidak langsung atau dengan perwakilan.
Keduanya sangat penting dalam suatu negara yang mempunyai daerah luas dan warga yang
banyak seperti negara-negara modern sekarang ini. Sila Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat
Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan berarti bahwa kekuasaan yang tertinggi
berada di tangan rakyat. Kerakyatan disebut pula kedaulatan rakyat (rakyatlah yang
berdaulat/berkuasa) atau demokrasi. Hikmat kebijaksanaan berarti penggunaan akal pikiran atau
rasio yang sehat dengan selalu mempertimbangkan persatuan dan kesatuan bangsa, kepentingan
rakyat dan dilaksanakan dengan sadar, jujur dan bertanggung jawab serta didorong oleh itikad
baik sesuai dengan hati nurani. Permusyawaratan adalah suatu tata cara khas kepribadian
Indonesia untuk merumuskan atau memutuskan suatu hal menurut kehendak rakyat, hingga
tercapai suatu keputusan yang berdasarkan kebulatan pendapat atau mufakat. Perwakilan adalah
suatu sistem dalam arti tata cara mengusahakan turut sertanya rakyat mengambil bagian dalam
kehidupan bernegara, antara lain dilakukan dengan melalui badanbadan perwakilan. Kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanan dalam permusyawaratan/perwakilan berarti bahwa
rakyat dalam melaksanakan tugas kekuasaannya baik secara langsung ataupun melalui
perwakilan ikut serta dalam pengambilan keputusan-keputusan dalam musyawarah yang
dipimpin pikiran yang sehat secara penuh tanggung jawab, baik kepada Tuhan Yang Maha Esa
maupun kepada rakyat yang diwakilinya. Sila keempat ini merupakan sendi yang penting asas
kekeluargaan masyarakat Indonesia. Sila keempat juga merupakan suatu asas bahwa tata
Pemerintahan Republik Indonesia didasarkan atas kedaulatan rakyat, sebagaimana ditegaskan
dalam alinea keempat Pembukaan UUD NRI Tahun 1945, maka disusunlah kemerdekaan
kebangsaan Indonesia yang berkedaulatan rakyat. Dalam Alquran ilustrasi tentang kekuasaan
sewenag-wenang dan kebenaran hanya pada satu sosok tertentu seperti pada model
kepemimpinan Fir’aun. Untuk menghindari itu, Alquran membuka kanal berupa musyawarah
dan pembagian tugas dan wewenang (kullukum ra’in) sebagai solusi agar kekuasaan
tidak terpusat kepada satu sosok pemimpin. Hal ini dapat dilihat dalam Alquran surah Al-
Imron/3: 159. Yang artinya: Maka berkat rahmat Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap
mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari
sekitarmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan
bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan
tekad, maka bertawkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
bertawakkal kepada-Nya. Dalam berbagai ayat-ayat Alquran hal lain tentang kepemimpinan
dalam Islam yang bijaksana dan penuh dengan musawarah dapat dilihat pada beberapa ayat
seperti dalam Q.S. Qaf/50:45 sering disebut sebagai wa ma anta alayhim bi-jabbar “Kamu
bukanlah tipe orang yang bertindak semena-mena terhadap mereka” dan dalam Q.S. Al-
Ghasyiyah/88:22 sebagai lasta alayhim bi musaytir “Kamu bukanlah model orang yang otoriter”.
Bahwa pada agama Islam, model kepemimpinan yang otoriter sangatlah dilarang. Ditambah lagi
dengan penegasan untuk selalu bermusyawarah seperti yang dapat dilihat pada Q.S.  Al-
Baqarah/2:233, dan As-Syura/42:38 dan semangat pembagian kerja atau perwakilan seperti yang
dapat kita temukan pada Q.S. An-Nisa/4:35 dan Q.S. Yusuf/12:55.

5. Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia


Sila kelima Pancasila memiliki kekhususan karena dalam perumusannya pada
Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 didahului dengan
kata-kata: ‘serta dengan mewujudkan suatu’, sehingga untuk mewujudkan Keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia. Ini berarti bahwa keempat sila lainnya bertujuan untuk mewujudkan
cita-cita sebagaimana tercantum dalam sila kelima tersebut. Keadilan sosial berarti keadilan yang
berlaku dalam masyarakat di segala bidang kehidupan, baik material maupun spiritual.
Seluruh rakyat Indonesia maupun warga negara Indonesia yang berada di luar negeri.
Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia berarti bahwa setiap orang Indonesia mendapat
perlakuan yang adil dalam bidang hukum, politik, sosial, ekonomi, dan kebudayaan. Sesuai
dengan UUD NRI Tahun 1945, maka keadilan sosial mencakup pengertian adil dan makmur.
Keadilan sosial yang dimaksud tidak sama dengan pengertian sosialisme atau komunisme,
karena yang dimaksud dengan keadilan sosial dalam sila kelima tersebut bertolak dari pengertian
bahwa antara pribadi dan masyarakat satu sama lain tidak dapat dipisahkan.
Tidak boleh terjadi hanya mementingkan masyarakat (sosialisme), sebaliknya juga tidak
boleh terjadi liberalistik yang hanya mementingkan pribadi. Keadilan sosial mengandung arti
tercapainya keseimbangan antara kehidupan pribadi dan kehidupan masyarakat. Karena
kehidupan manusia itu meliputi kehidupan jasmani dan rohani, maka keadilan itu pun meliputi
keadilan di dalam pemenuhan tuntutan hakiki kehidupan jasmani serta rohani secara seimbang,
atau dengan kata lain keadilan di bidang material dan di bidang spiritual.
Pengertian ini mencakup pula pengertian adil dan makmur yang dapat dinikmati oleh
seluruh bangsa Indonesia secara merata, dengan berdasarkan pada asas kekeluargaan, sebab
keadilan adalah keadilan yang dijiwai oleh Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan Yang Adil
dan Beradab, Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan Yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan
dalam Permusyawaratan/Perwakilan.
Sila yang mencerminkan terwujudnya rakyat adil, makmur, aman dan damai. Hal ini
dapat dilihat dalam Q.S, An-nahl/16:90. Yang artinya: Sesungguhnya Allah menyuroh (kamu)
berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari
perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu
dapat mengambil pelajaran. Dimana sila kelima ini dititipkan kepada individu muslim untuk
bersungguh-sungguh berlaku adil karena Allah. Takcukup adil saja namun diperintahkan untuk
wajib berbuat kebajikan dan saling tolong menolong dengan peduli untuk memberi kepada kaum
kerabat sanak saudara orang terlantar fakir miskin dua’afa dan orang yang meminta bantuan
karena bencana dansebagainya. Kemudian jelas sekali bahwa sila kelima dari Pancasila ini Allah
melarang individu masyarakat Indonesia untuk berbuat hal kejahatan atau perbuatan keji seperti
memfitnah, korupsi, mencuri, menganiaya, dan kemungkaran lainnya hingga menimbulkan
permusuhan bai kantar agama maupun agama yang berbeda.
Sila kelima dalam Pancasila sangat menjunjung tinggi keadilan, semangat yang selalu
digaungkan Alquran dalam berbagai ayat-ayatnya. Dalam Alquran, menjunjung tinggi keadilan
merupakan bentuk amal yang dekat dengan ketakwaan. Bahkan ayat ini menjadi bagian yang di
bacakan minimal satu minggu sekali pada setiap kutbah jumat agar keadilan tersebut ditegakkan
bukan saja di Negara Indonesia namun keseluruh penjuru dunia. Hal ini lah yang tak dapat
dipungkiri oleh umat agama selain Islam. Ayat-ayat yang berbicara mengenai keadilan dapat
dilihat pada QS. An-Nisa: 58, 135, al-Maidah: 8, al-An’am: 152-153, al-A’raf: 29, Hud: 84-86
dan lain-lain.
Meski secara nama, Pancasila dan UUD 45 tidak ada dalam Alquran dan as-Sunnah,
namun seperti yang ditegaskan imam al-Ghazali, yang islami itu bukan sekedar yang ma nataqa
an-nash ‘apa yang ada dalam Alquran dan Sunnah’ tapi lebih dari itu, yakni, yang ma wafaqa
as-syar’a ‘yang sesuai dengan semangat syariat’. Pandangan ini cukup untuk membantah
keyakinan bahwa semua hukum buatan manusia itu produk kekufuran. Selagi hukum tersebut
bersesuaian dengan syariat, tidak menghalalkan yang haram dan tidak mengharamkan yang
halal, maka jelas Pancasila dan UUD 45 sangatlah Islami.
Hal ini pernah dicontahkan dalam prakteknya di negara Madinah, Nabi menjalin
persatuan dengan kelompok-kelompok sosial dari kalangan Ahli Kitab, Yahudi dan Nasrani, dan
kalangan orang musyrik seperti Bani Khuza’ah, Bani Juhainah dan lain-lain yang kemudian
dikenal sebagai Piagam Madinah. Nabi mengajak semua elemen masyarakat untuk bersatu jika
kemudian diserang oleh pihak musuh, yakni kaum musyrik Quraish. Jika dengan kelompok non-
muslim saja Nabi menjalin persatuan di negara Madinah, seharusnya umat Islam juga bersatu
padu dan bahu membahu dalam kebaikan dengan kelompok selain mereka. Indonesia dengan
berbagai macam suku, agama, budaya mampu menyatukan elemen-elemen masyarakat. Dalam
perspektif Islam, Indonesia telah mengamalkan semangat Alquran dan sunnah Nabi untuk
menjalin dan menjaga persatuan dari tataran terkecil sampai tataran terbesar.
Oleh hal tersebut, bagi yang tidak menyukai dan merasa bahwa Pancasila bukan
merupakan yang paling baik dan nomor satu didunia ini. berarti dengan sendirinya kita
mendukung perpecahan dan kerusakan dan itu artinya kita dapat pula disebut sebagai pembuat
keonaran dan pemecah belah umat. Jadi banyak sekali ayat-ayat Alquran yang memerintahkan
kita hidup dengan tujuan beragama dengan menegakkan nilai-nilai yang baik dan benar.
Bagi mereka yang tidak Pancasilais, berarti mereka mengabaikan keadilan dan membela
kezaliman. Lebih jauh lagi, menolak UUD 45 yang bersemangat anti penindasan dan penjajahan,
berarti dengan sendirinya kita pro penindasan dan pro penjajahan. Jika demikian halnya,
sebagian kita yang melakukan aksi-aksi penindasan yang mengatasnamakan Islam sebenarnya
merupakan musuh Islam yang nyata dan musuh bagi Indonesia yang islami ini.  Dengan
pemahaman metafisika pendalam teologis terhadap Pancasila dan UUD 45 melalui semangatnya
yang sangat religius dan penuh dengan keterkaitanya degan firman-firmanTuhan dalam kitab
suci Alquran, jelaslah bahwa tidak tepat jika kedua dasar sistem kenegaraan kita ini dianggap
sebagai tidak Islami.

Anda mungkin juga menyukai