Anda di halaman 1dari 39

FILSAFAT PANCASILA

A. Pengertian Filsafat Pancasila


Dari segi objek formannya pengertian filsafat Pancasila adalah
pembahasan Pancasila secara filsafati, yaitu pembahasan Pancasila sampai
hakikatnya yang terdalam, yang merupakan hakikat Pancasila yang
merupakan hakikat Pancasila yang bersifat essensial, abstrak umum
universal, tetap dan tidak berubah (Notonagoro, 1966:34).
Dari objek materinya pengertian filsafat pancasila yaitu suatu sistem
pemikiran rasional, sistematis, terdalam dan menyeluruh tentang hakikat
bangsa, Negara, dan masyarakat Indonesia yang nilai-nilainya telah ada
dan digali dai bangsa Indonesia sendiri. (Notonagoro, 1966:35)
B. Tingkat-tingkat Pengetahuan Pancasila
Secara keseluruhan dalam mempelajari Pancasila diperoleh suatu
pengetahuan ilmiah yang terdiri atas empat tingkat yang diawali dengan
empat pertanyaan ilmiah sebagai berikut :
1. Bagaimana, dengan menjawab pertanyaan bagaimana maka diperoleh
suatu pengetahuan yang bersifat deskriptif. Dalam memepelajari
Pancasila secara deskriptif ialah menjelaskan tentang Pancasila secara
objektif, apa adanya, baik latar belakang sejarahnya, rumusan-
rumusannya, sifat, isi, bentuk, susunan Pancasila dan segala
perkembangannya.
2. Mengapa, maka didapatkan pengetahuan yang bersifat kausal, yaitu
pengetahuan yang memberikan jawaban tentang sebab- akibat dan
asal- muasal terjadinya suatu pengetahuan tentang Pancasila.
3. Kemana, maka didapatkan pengetahuan yang bersifat normatif.
Pancasila adalah norma hukum, norma etis, norma religius, dan norma
estetis. Oleh karena itu Pancasila adalah suatu konsep yang dihayati,
dipahami, dan diamalkan secara manusiawi.
4. Apa, akan diperoleh pengetahuan mengenai hakikat Pancasila.
Pembahasan filsafat Pancasila adalah kajian Pancasila sampai tingkat
hakikat sila-sila Pancasila.
BAB II
FUNGAI DAN KEDUDUKAN PANCASILA
Terdapat berbagai macam fungsi dan kedudukan Pancasila, misalnya pancasila
sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia, dasar filsafat Negara republik
Indonesia, ideologi bangsa dan Negara Indonesia. Bilamana kita kelompokkan
maka akan kembali pada dua kedudukan dan fungsi Pancasila yaitu sebagai dasar
filsafat Negara dan sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia.
Sebelum pancasila dirumuskan dan disahkan sebagai dasar filsafat Negara nilai-
nilainya telah ada pada bangsa Indonesia, maka antara Pancasila dan dengan
bangsa Indonesia tidak dapat dipisahkan sehingga Pancasila sebagai jatidiri
bangsa Indonesia.
Sebagai bangsa dan Negara, Indonesia memiliki cita-cita yang dianggap paling
sesuai dan benar sehingga cita-cita, gagasan, dan ide tertuang dalam Pancasila.
Maka dalam pengertian inilah Pancasila berkedudukan sebagai ideologi bangsa
dan Negara Indonesia sekaligus sebagai asas pesatuan dan kesatuan bangsa dan
Negara Indonesia. Dengan demikian Pancasila sebagai dasar filsafat Negara,
secara objektif diangkat dari pandangan hidup yang sekaligus juga sebagai filsafat
hidup bangsa Indonesia.
A. Pancasila sebagai jatidiri bangsa Indonesia
Proses terjadinya Pancasila tidak seperti ideologi-ideologi lainnya,
Pancasila telah melalui proses kausalitas yaitu sebelum disahkan menjadi
dasar Negara, nilai-nilai pancasila dalam kehidupan sehari- hari sebagai
pandangan hidup bangsa sekaligus segabai filsafat hidup bangsa
Indonesia.
Pandangan hidup dan filsafat hidup merupakan motor penggerak bagi
tindakan dan perbuatan dalam mencapai tujuannya. Dari pandangan hidup
inilah maka dapat diketahui cita-cita yang ingin dicapai bangsa, gagasan,
dan kewajiban yang hendak di wujudkan dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara.
Nilai-nilai Pancasila merupakan buah hasil pikiran dan gagasan dasar
Negara tentang kehidupan yang dianggap baik. Demikian itu merupakan
suatu kenyataan objektif yang merupakan jatidiri bangsa Indonesia.
Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang religius, hal ini terbukti dangan
adanya berbagai kepercayaan dan agama yang ada di Indonesia.
Dalam kaitannya dengan hakikat sila kedua, kemanusiaan yang adil dan
beradab, nilai-nilainya tercermin dalam sikap tolong- menolong,
menghormati manusia lain, bersikap adil, dan menjunjung tinggi kejujuran
dan sebagainya. Selain itu juga terdapat cita-cita terwujudnya hubungan
yang harmonis dan serasi antara manusia dengan diriya sendiri, antara
manusia dengan sang pencipta, yaitu Tuhan yang Maha Esa. Keselarasan
dan keharmonisan tersebut sebagai makna dari ungkapan keadilan dan
kebenaran manusia sebagaimana terkandung dalam sila kedua Pancasila.
Cita-cita dan kesatuan tercermin dalam berbagai ungkapan dalam bahasa-
bahasa daerah diseluruh nusantara sebagai budaya bangsa.
Semangat gotong-royong, siadapari, masohi, sambatan, gugur gunung
dan sebagainya mengungkapkan cita-cita kerakyatan dan solidaritas sosial.
Selanjutnya, struktur kejiwaan bangsa Indonesia mengakui, menghormati,
serta menjunjung tinggi hak dan kewajiban setiap manusia. Sebaliknya,
setiap manusia sadar akan kedudukannya sebagai bahan organik dari
masyarakat seluruhnya, dan oleh karena itu wajib meneguhkan kehidupan
yang harmonis antar semua bagian. Hubungan antara hak, kewajiban serta
kedudukan yang seimbang merupakan cita-cita keadilan sosial.
B. Pancasila sebagai ideologi bangsa dan Negara Indonesia.
Ideologi berarti ilmu pengetahuan tentang ide-ide atau ajaran tentang
pengertian-pengertian dasar. Dalam pengertian sehari- hari idea disamakan
artinya dengan cita-cita. Cita-cita yang dimaksud adalah cita-cita yang
bersifat tetap, yang harus dicapai, sehingga cita-cita yang bersifat tetap itu
sekaligus merupakan dasar, pandangan atau faham. Dengan demikian
ideologi mencakup pengertian tentang, ide-ide, pengertian dasar, gagasan-
gagasan, dan cita-cita.
Karl Marx mengartikan ideologi sebagai pandangan hidup yang
dikebangkan berdasarkan kepentingan golongan atau kelas sosial tertentu.
Oleh karena itu kadar kebenarannya relatif, dan semata- mata hanya untuk
golongan tertentu. Dengan demikian maka ideologi merupakan
keseluruhan ide yang relatif, karena itu mencerminkan kekuatan lapisan
tertentu.
C. Pancasila sebagai ideologi terbuka
Pancasila sebagai ideologi terbuka tidak bersifat kaku dan tertutup, namun
bersifat terbuka. Keterbukaan ideologi Pancasila bukan berarti mengubah
nilai- nilai dasar Pancasila, melainkan mengeksplisitkan wawasannya
secara kongrit. Sebagai suatu idelogi yang bersifat terbuka maka Pancasila
memiliki dimensi sebagai berikut :
1. Dimensi idealistis, yaitu nilai- nilai dasar yang terkandung dalam
Pancasila yang bersifat sisteatis dan rasional yaitu hakikat nilai-nilai
Pancasila; ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan
keadilan.
2. Dimensi normatif, yaitu nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila
perlu dijabarkan dalam suatu sistem norma.
3. Dimensi realistis, Pancasila harus dijabarkan dalam kehidupan nyata
sehari- hari. Dengan demikian Pancasila sebagai ideologi tidak bersifat
utopis yang hanya berisi ide-ide yang mengawang, namun bersifat
realistis, artinya mampu dijabarkan dalam kehidupan yang nyata dalam
berbagai bidang.
Maka ideologi Pancasila yang bersifat terbuka pada hakikatnya, nilai-
nilai dasar sila-sila Pancasila yang bersifat tetap adapun penjabaran
dan realitasnya senantiasa dieksplisitkan secara dinamis, terbuka dan
senantiasa mengikuti perkembanga jaman.
D. Pancasila sebagai dasar filsafat Negara
Pancasila disebut sebagai dasar filsafat Negara mnegandung konsekuensi
bahwa dalam setiap aspek penyelenggaraan Negara harus sesuai dengan
nilai- nilai Pancasila. Pancasila sebagai dasar filsafat Negara pada
hakikatnya merupakan suatu sumber nilai bagi bangsa dan Negara
Indonesia.
Bilamana kita pahami hakikat Negara adalah merupakan suatu lembaga
kemanusiaan, lahir dan batin. Negara sebagai lembaga kemanusiaan dalam
hal hidup bersama baik menyangkut kehidupan lahir maupun batin,
sehingga dengan demikian maka seluruh hidup keNegaraan kebangsaan
Indonesia senantiasa diliputi oleh asas kerohanian Pancasila, yaitu
kebenaran dan kenyataan, keindahan kejiawaan, kebaikan atau kelayakan
(kesusilaan), kemanusiaan, hakikat manusia dan hidup manusia sebagai
makhluk Tuhan. Dalam pengertian inilah maka Pancasila berkedudukan
sebagai sumber dari segala sumber hukum Indonesia.
E. Pancasila sebagai asas persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia.
Bangsa Indonesia sebagai suatu bangsa memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
1. Dilahirkan dari satu nenek moyang, sehingga kita memiliki kesatuan
darah.
2. Memiliki satu wilayah dimana kita dilahirkan, hidup bersama dan
mencari sumber-sumber kehidupan.
3. Memiliki kesatuan sejarah, yaitu bangsa Indonesia dibesarkan dibawah
gemilangnya kerajaa-kerajaan.
4. Memiliki kesamaan nasib, yaitu berada di dalam kesenangan dan
kesusahan, di jajah Belanda, Jepang, dan lainnya.
5. Memiliki satu ide, cita-cita satu kesatuan jiwa dan asas kerohanian,
dan satu tekad untuk hidup bersama dalam suatu Negara Republik
Indonesia.
Bangsa Indonesia terdiri atas berbagai macam suku bangsa yang
dengan sendirinya memiliki kebudayaan dan adat-istiadat yang
berbeda pula, dengan adanya kesatuan asas kerohaniam yang kita
miliki, maka perbedaan itu perlu diarahkan pada suatu persatuan. Maka
disinilah letak fungsi dan kedudukan asas kerohanian Pancasila
sebagai asas kerohaniaan, proses sebagai asas persatuan, kesatuan dan
asas kerjasama bangsa Indonesia. Maka perbedaan-perbedaan itu
tidaklah mempengaruhi persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia,
karena memiliki daya penarik kearah kerjasama yang saling dapat
diketemukan dalam pebedaan dan sintesa yang memperkaya
masyarakat sebagai suatu bangsa. Dalam masalah ini Pancasila dalam
kenyataan objektif sebagai suatu persatuan dan kesatuan yang telah
ditentikan bersama sebagai dasar filsafat Negara.
BAB III
PANCASILA SEBAGAI SUATU SISTEM FILSAFAT
A. Pengertian Pancasila sebagai suatu sistem
Pancasila yang terdiri atas lima sila pada hakikatnya merupakan suatu
sistem filsafat. Yang dimaksud sistem adalah suatu kesatuan bagian-
bagian yang saling berhubungan, bekerjasama untuk mencapai tujuan
tertentu.
Isi-isi sila Pancasila pada hakikatnya merupakan suatu kesatuan, dan
keutuhan, setiap sila merupakan suatu unsur (bagian yang mutlak) dari
kesatuan Pancasila. Konsekuensinya setiap sila tidak dapat berdiri
sendiri, terpisah dari sila-sila yang lain. Antar sila satu dengan sila
yang lain saling berhubungan bahkan saling mengkualifikasi, sila yang
satu senantiasa dikualifikasi oleh sila-sila lainya. Secara demikian
maka Pancasila pada hakikatnya merupakan suatu sistem.
Pancasila sebagia sistem juga dapat dipahami dari pemikiran dasar
yang terkandung dalam Pancasila, yaitu pemikiran tentang manusia
dalam hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa, dengan dirinya,
dengan sesama manusia, dan dengan masyarakat bangsa Indonesia.
Pancasila sebagai suatu sistem filsafat bersifat khas dan berbeda
dengan sistem-sistem filsafat yang lainnya, misalnya, liberalisme,
materialisme, komunisme, dan aliran filafat lainnya. Ciri khas yang
dimiliki oleh sesatu itu akan menunjukkan jatidiri, atau sifta yang khas
dan khusus yang tidak dimiliki oleh lainnya. Oleh karena itu Pancasila
sebagai suatu sistem filsafat akan memberikan ciri-ciri yang khas, yang
khusus yang tidak terdapat pada sistem filsafat lainnya.
B. Kesatuan Sila-sila Pancasila
Susunan Pancasila adalah hierarkhis dan mempunyai bentuk piramidal.
Kalau dilihat dari intinya, urut-urutan lima sila menunjukkan suatu
rangkaian tingkat dalam luasnya dan isi sifatnya, maka diantara lima
sila ada hubungan yang mengikat yang satu kepada yang lain sehingga
Pancasila merupakan suatu kesatuan keseluruhan yang bulat.
Dalam susunan yang hierarkhis dan piramidal ini, maka ketuhanan
yang Maha Esa menjadi basis kemanusiaan, peratuan Indonesia,
kerakyatan dan keadilal sosial. Sebaliknya, ketuhanan yang Maha Esa
adalah ketuhanan yang berkemanusiaan, yang membangun,
memelihara, dan mengembangkan persataun Indonesia, yang
berkerakyatan dan berkeadilan sosial dengan selanjutnya, sehingga
setiap sila di dalamnya mengandung sila-sila lainnya.
Dengan demikian dimungkinkan penyesuaian dengan keperluan dan
kepentingan keadaan, tempat, dan waktunya.
Rumusan pancasila yang bersifat hierarkhis dan berbentuk
piramidal
1. Sila pertama : ketuahanan yang Maha Esa adalah meliputi dan
menjiwai sila-sila kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan
Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dan permusyawaratan/ perwakilan, keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia.
2. Sila kedua : kemanusiaan yang adil dan beradab adalah meliputi
dan dijiwai sila Ketuhanan Yang Maha Esa, menjiwai sila-sila
persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dan permusyawaratan/ perwakilan, keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia.
3. Sila ketiga : persatuan Indonesia adalah diliputi ketuhanan yang
Maha Esa adalah meliputi dan menjiwai sila-sila kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dan permusyawaratan/
perwakilan, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
4. Sila keempat : kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dan permusyawaratan/ perwakilan adalah diliputi
dan dijiwai oleh sila-sila ketuahanan yang Maha Esa, kemanusiaan
yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, meliputi dan menjiwai
sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
5. Sila kelima : keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia adalah
diliputi dan dijiwai oleh sila-sila ketuahanan yang Maha Esa,
kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia,
kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dan
permusyawaratan/ perwakilan.
Secara ontologis, hakikat adanya Tuhan adalah ada karena dirinya
sendiri, oleh karena itu segala sesuatu yang ada karena diciptakan
Tuhan (sila 1). Adapun Negara adalah sebagai persekutuan hidup
bersama anggotanya adalah manusia (sila 2). Maka Negara adalah
sebagai akibat adanya manusia yang bersatu (sila 3). Sehingga
terbentuklah persekutuan hidup yang disebut rakyat. Rakyat adalah
sebagai totalitas individu-individu dalam Negara yang bersatu (sila
4). Keadilan sosial pada hakikatnya sebagai tujuan dari lembaga
hidup bersama yang disebut Negara (sila 5). (Lihat Notonagoro,
1984:61 dan 1975:52,57).
C. Kesatuan sila-sila Pancasila sebagai suatu sistem filsafat
Kesatuan sila-sila Pancasila pada hakikatnya bukanlah hanya
merupakan kesatuan yang bersifat formal logis saja, namun juga
meliputi kesatuan dasar ontologis, dasar epistemologis, serta dasar
aksiologis dari sila Pancasila.
Kesatuan sila-sila Pancasila dalam arti formal logis yaitu
menggambarkan hubungan hierarkhis sila-sila dalam Pancasila dalam
urut-urutan luas (kuantitas), sedangkan kesatuan sila-sila Pancasila
dalam hal isi sifatnya yaitu menyangkut makna serta hakikat sila-sila
Pancasila meliputi kesatuan dalam hal dasar ontologis, dasar
epistemologis, serta dasar aksiologis dari sila-sila Pancasila.
(Notonagoro, 1984:61 dan 1975:52,57).
Secara filosofis Pancasila sebagai suatu kesatuan filsafat memiliki
dasar oontologis, dasar epitemologis, dan dasar aksiologis yang
berdeda dengan sistem filsafat yang lain.
D. Dasar ontologis sila-sila Pancasila
Pancasila yang terdiri atas lima sila setiap sila bukanlah merupakan
asas yang berdiri sendiri, melainkan memiliki satu kesatuan dasar
ontologis. Dasar ontologis Pancasila pada hakikatnya adalah manusia
yang memiliki hakikat mutlak monopluralis, oleh karena itu hakikat
dasar ini juga disebut dasar antropologis. Subjek pendukung pokok
sila-sila Pancasila adalah manusia, hal ini dapat dijelaskan sebagai
berikut, bahwa yang berketuhanan yang Maha Esa, yang
berkemanusiaan yang adil dan beradab, yang berpersatuan, yang
berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/ perwakilan serta berkeadilan sosial pada hakikatnya
adalah manusia (Notonagoro, 1975: 23).
Pancasila adalah filsafat Negara, adapun pendukung pokok Negara
adalah rakyat, dan unsur rakyat adalah manusia itu sendiri, sehingga
tepatlah jikalau dalam filsafat Pancasila bahwa hakikat dasar
antropologi sila-sila Pancasila adalah manusia.
a. Hakikat sila-sila Pancasila
Sebagaimana dijelaskan dimuka sila-sila Pancasila terdiri atas
serangkaian kata-kata, dan setiap sila terdapat kata yang merupakan
subjek yang secara berturut-turut sebagai berikut : ketuhanan,
kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan. Setiap kata
tersebut merupakan suatu kata polimorfermik (yaitu kata dasat +
afiks ke-/-an dan per-/-an)
Tuhan + (ke-/-an) = ketuhanan
Manusia + (ke-/-an) = kemanusiaan
Satu + (per-/-an) = persatuan
Rakyat + (ke-/-an) = kerakyatan
Adil + (ke-/-an) = keadilan
Jadi sila-sila Pancasila tersebut secara berturut-turut mempunyai
kata dasar Tuhan, manusia, satu, rakyat, dan adil yang masing-
masing merupakan landasan setiap sila. Adapun secara morfogis
afiks, ke-/-an dan per-/-an menyatakan makna yang abstrak atau hal
yaitu hal-hal ynag berhubungan dengan Tuhan, manusia, satu,
rakyat, dan adil. Maka inti dari setiap sila dari Pancasila adalah
sebagai beriktu :
1. Ketuhanan, ialah sifat-sifat keadaan Negara yang sesuai
dengan hakikat Tuhan (kesesuaian dalam arti sebab akibat)
(merupakan suatu nilai-nilai agama).
2. Kemanusiaan, ialah sifat-sifat keadaan Negara yang sesuai
dengan hakikat manusia.
3. Persatuan, yaitu sifat-sifat dan keadaan Negara yang sesuai
dengan hakikat satu.
4. Kerakyatan, yaitu sifat-sifat dan keadaan Negara yang sesuai
dengan hakikat rakyat.
5. Keadilan, yaitu sifat-sifat dan keadaan Negara yang sesuai
dengan hakikat adil.
Landasan dari sila-sila Pancasila tersebut merupakan inti
pokok dari nilai-nilai Pancasila. Oleh karena itu dalam
kaitannya dengan pelaksanaan dan penyelenggaraan Negara
secara praktis, harus sesuai dengan landasan sila-sila Pancasila.
b. Pengertian kesesuaian sifat-sifat dan keadaan Negara dengan
landasan sila-sila Pancasila.
1. Pengertian sifat dan keadaan Negara
Telah dijelaskan bahwa inti landasan Pancasila adalah Tuhan,
manusia, satu, rakyat, dan adil. Konsekuensinyaa adalah segala
sifat-sifat dan keadaan Negara harus sesuai dengan hakikat
Tuhan, manusia, satu, rakyat, dan adil. Bilamana dirinci
pengertian sifat-sifat ini pada hakikatnya meliputi empat hal,
yaitu :
a) Sifat-sifat luar, yaitu hal baru yang ditambahkan pada
sesuatu sehingga merupakan ciri baru, atau seuatu itu
memiliki ciri baru (kualitas) baru.
b) Sifat-sifat batin (dalam), yaitu golongan sifat yang
datang dari luar dan mempengaruhi sifat yang menjadi
bawaab sesuatu.
c) Sifat yang berupa wujud, bentuk dan susunan, yaitu
wujud, bentuk, maupun susunan sesuatu.
d) Sifat yang berupa potensi atau daya, yaitu tenaga, daya,
potensi yang ada pada sesuatu.
Pengertian sifat-sifat tersebut diterapkan pada Negara
Indonesia maka dapat dipeinci sebagai berikut :
a) Sifat lahir, yaitu sejumlah pengaruh yang datang dan
dengan sendirinya sesuai dengan nilai-nilai pandangan
hidup bangsa Indonesia, yang dimiliki oleh bangsa
Indonesia.
b) Sifat batin atau sifat bawaan Negara Indoneia berupa
unsur-unsur antara lain; kekuasaan Negara, pendukung
kekuasaan Negara, rakyat, bangsa, masyarakat, adat-
istiadat dan kebudayaan, agama, dan wilayah.
c) Sifat yang berupa bentuk, wujud, dan susunan Negara
Indonesia yaitu bentuk Negara republik kesatuan,
organisasi Negara, dan sistem kedaulatan rakyat.
d) Sifat yang berupa potensi , yaitu kekuatan tenaga, dan
daya dari Negara Indonesia antara lain :
1. Kekuasaan Negara yang berupa kedaulatan rakyat.
2. Kekuasaan, tugas, dan tujuan Negara untuk
memelihara keselamatan, perdamaian dan
keamanan.
3. Kekuasaan Negara untuk membangun, memelihara,
mengembangkan kesejahteraan dan kebahagiaan.
4. Kekuasaan Negara untuk menyusun dan
mengadakan peraturan perundang-undangan dan
menjalankan pengadilan.
5. Kekuasaan Negara untuk melakukan pemerintahan.
6. Kemampuan untuk melaksanakan ketertiban,
kemerdekaan, dan perdamaian dunia.
2. Kesuaian Negara Indonesia dengan hakikat landasan sila-sila
Pancasila.
Pengertian kesesuaian selalu menyangkut dua hal yang
diperbandingkan, yaitu Negara Indonesia di satu pihak dan
landasan sila-sila Pancasila di pihak lain. Dalam kaitannya dengan
segala hal yang diperbandingkan dan memiliki hubungan, maka
senantiasa selalu memiliki tiga asas hubungan, yaitu :
a. Asas hubungan yang berupa sifat.
b. Asas hubungan yang berupa bentuk, luas, dan berat.
c. Asas hubungan yang berupa sebab dan akibat.
Pancasila adalah sebagai dasar filsafat Negara, sedangkan Tuhan,
manusia, satu, rakyat, dan adil merupakan landasan sila-sila
Pancasila, jadi Tuhan, manusia, satu, rakyat, dan adil adalah
merupakan sebab dan Negara Indonesia adalah merupakan
akibatnya. Pegertian itu dapat dipahami dengan penjelasan sebagai
berikut;
Negara pada hakikatnya adalah lembaga kemanusiaan yang disusun
oleh manusia dan untuk manusia. Adapun manusia adalah berasal
dari Tuhan sebagai sebab pertama dan asal segala sesuatu yang ada
di jagat raya. Maka terdapat hubungan sebab- akibat yang tidak
langsung antara Negara dan Tuhan yakni lewat manusia.
Adapun rakyat sebagai unsur Negara dapat terwujud bilamana ada
persatuan diantara individu-individu. Maka secara tidak langsung
terdapat hubungan yang tidak langsung antara Indonesia dengan
satu.
Maka hubungan antara Indonesia dengan landasan sila Pancasila
adalah bersifat mutlak, karena unsur-unsur Pancasila telah ada pada
bangsa Indonesia sejak bangsa Indonesia harus senantiasa sesuai
dengan Tuhan, manusia, satu, rakyat, dan adil.
3. Landasan hakikat sila Pancasila
Hakikat adalah suatu inti yang terdalam dari segala sesuatu yang
terdiri dari sejumlah unsur tertentu yang mewujudkan sesuatu itu,
sehingga terpisah dengan sesuatu lain dan sfatnya mutlak
(Notonagoro, 1975:58). Misalnya adalah hakikat air yang terdiri
dari dua unsur mutlak yaitu hidrogen dan oksigen, keduanya
bersatu menyusun air sehingga terpisah dari hal-hal lain seperti
batu dan sebagainnya.
Hakikat kesatuan isi, arti sila-sila Pancasila adalah manusia sebagai
pendukung pokoknya. Maka dalam kaitannya dengan hakikat
landasan sila-sila Pancasila, maka sangat berkaitan erat dengan
hakikat kodrat manusia. Dalam masalah ini terdapat tiga pengertian
hakikat, yaitu :
a. Hakikat Abstrak, disebut juga hakikat jenis, atau hakikat
umum, yaitu yang sama, tetap dan tidak berubah.
b. Hakikat pribadi, hakikat ini memiliki sifat yang khusus,
artinya terikat kepada sesuatu tersebut. Hakikat pribadi
Indonesia yaitu adat-istiadat, nilai-nilai agama, nilai-nila
kebudayaan, nilai-nilai sifat dan karakter yang melekat pada
bangsa Indonesia, sehingga membedakan bangsa Indonesia
dengan bangsa yang lain.
hakikat pribadi inilah yang realisasinya sering disebut sebagai
kepribadian, dan totalitas kongritnya disebut kepribadian
Pancasila.
c. Hakikat kongrit, yaitu suatu hal tertentu yang secara nyata
dan tertenu. Setiap manusia mengalami perubahan secara
dinamis besar, oleh karena itu hakikat kongkritnya bersifat
dinamis, khusus dan senantiasa berubah, sesuai keadaan,
waktu, dan tempat.
Dalam kaitannya dengan kedudukan dan fungsi Pancasila
sebagai dasar filsafat Negara maka hakikat kongrit ini, dalam
realisasinya sebagai pedoman praktis, yaitu dalam wujud
pelaksanaan praktis dalam kehidupan Negara, bangsa, dan
Negara Indonesia yang sesuai dengan kenyataan sehari-hari,
tempat, keadaan, dan waktu. Disinilah letak kedinamisan dan
keterbukaan Pancasila. Jadi pada hakikatnya landasan sila-
sila ada dalam kenyataan objektivitas.
c. Dasar Ontologis kesatuan sila-sila Pancasila yang bersifat
monodualis
Di dalam sila-sila Pancasila hanya terdapat satu pokok, yaitu
manusia subjek pendukung sila-sila Pancasila adalah manusia,
sedangkan manusia memiliki, sedangkan manusia memiliki hal-hal
yang mutlak yaitu susunan kodrat manusia yang terdiri atas tubuh
(raga) dan jiwa sebagai suatu kesatuan, sifat kodrat makhluk
individu dan makhluk sosial sebagai suatu kesatuan, serta
kedudukan kodrat pribadi berdiri sendiri dan makhluk Tuhan
sebagai kesatuan, maka dengan sendirinya sila-sila Pancasila juga
mengandung hal-hal yang mutlak itu pula.
Susunan kodrat manusia yang terdiri atas tubuh dan jiwa bilamana
dikaitkan dengan sifat kodrat manusia sebagai makhluk individu
dan makhluk sosial, maka sebenarnya senantiasa merupakan suatu
kesatuan. Jadi dapat disimpulkan bahwa Pancasila mempunyai sifat
dasar yang fundemental yaitu sifat kodrat monodualis.
Seluruh nilai-nilai Pancasila menjadi dasar rangka dan suasana
bagi bangsa Indonesia, hal ini berarti bahwa dalam setiap aspek
penyelenggaraan Negara harus dijabarkan dan bersumberkan pada
nilai-nilai Pancasila, misalnya bentuk, sifat, tujuan Negara, tugas,
dan kewajiban Negara dan hal-hal lainnya. Oleh karena itu
peaksanaan dan penjabaran nilai-nilai Pancasila tidak dapat bersifat
fragmentaris, yaitu hanya salah satu atau beberapa nilai saja.
Negara Indonesia tidak tersusun kolektif atau organis yang terdiri
atas manusia-manusia yang seolah-olah hanya merupakan warga
hidup bersama secara komunal yang tidak mengakui individu.
Maka Indonesia memiliki sifat dasar mutlak yaitu sifat kodrat
manusia yang monodualis.
Negara Indonesa sebagai Negara monodualis mempunyai
kewajiban sebagai berikut :
1. Memelihara kebutuhan dan kepentingan umum, yaitu
kebutuhan dan kepentingan Negara sendiri sebagai Negara.
2. Memelihara kebutuhan dan kepentingan umum dalam arti
kebutuhan dan kepentingan bersama para warga Negara, yang
tidak seluruhnya dapat dilakukan oleh warga Negara sendiri.
3. Memelihara kebutuhan dan kepentingan bersama dari warga
Negara perorangan, yang tidak seluruhnya dapat dilakukan
oleh warga Negara sendiri dalam bentuk bantuan dari Negara.
4. Memelihara kebutuhan dan kepentingan dari warga Negara
perseorangan yang tidak sseluruhnya dapat diselenggarakan
oleh warga Negara, memelihara seluruh kepentingan dan
kebutuhan perseorangan. (Notonagoro, 1975:25)
d. Hubungan dasar ontologis kesatuan sila-sila pancasila dengan
bentuk Negara
Banyak Negara mendasarkan pembentukan Negaranya pada sifat
kodrat manusia tersebut tidak seimbang bahkan bersifat berat
sebelah, Negara liberal dengan mendasarkan bentuk Negara pada
sifat kodrat manusia sebagai individu, maka dalam Negara liberal
ini lazimnya berorientasi pada liberalisme,
Berbeda dengan hal itu, Negara klassa mendasarkan bentuk Negara
pada sifat kodrat manusia sebagai makhluk sosial. Maka Negara
klassa senantiasa mendasarkan segala sistem kenegaraan termasuk
bentuk Negara pada nila-nilai manusia sebagai makhluk sosial.
Negara Indonesia yang mendasarkan pada Pancasila, mendasarkan
segala aspek penyelenggaraan Negara pada sifat kodrat manusia
monodualis, maka kebebasan manusia sebagai individu dan
sebagai makhluk sosial bersama-sama harus berjalan selaras,
proporsional, dan seimbang
Dengan demikian maka menjadi jelas bagi kita bahwa Negara
Indonesia adalah Negara demokrasi, yang tidak hanya sekedar atas
kebebasan individu dan juga tidak hanya berdasarkan pada
golongan, namun berdasarkan pada sifat kodrat manusia
monodualis yaitu sebagai makhluk individu dan makhluk sosial
yang terkandung dalam Pancasila.
Seperti telah dibahas dimuka, Pancasila yang mengandung nilai-
nilai dasar kemanusiaan monodualis adalah asas persatuan,
kesatuan, kerjasama, asas perdamaian, dan asas hidup bersama bagi
bangsa Indonesia. Oleh karena itu seluruh warga Indonesia harus
memiliki moral yang luhur bersumber pada nilai dasar
kemanusiaan yang minidualis. Moral yang luhur ini berlaku tidak
hanya dalam Negara saja, melainkan juga antar bangsa.
Dalam pelaksanaannya baik dalam kehidupan sehari-hari dalam
masyarakat, berbangsa, bernegara, pertentangan antara kodrat
manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial senantiasa
hadir dalam setiap pertimbangan moral seseorang. Misalnya
seorang pedagang yang selalu pergi kepasar untuk mencari
keuntungan untuk dirinya sendiri, namun pada suatu saat sebagai
warga masyarakat ia diminta untuk berkerja bakti demi
kepentingan bersama, maka ia memilih kerja bakti dan kepasar
pada waktu yang lain.
E. Dasar epistemologis sila-sila Pancasila
Dasar epistemologis Pancasila pada hakikatnya tidak dapat
dipisahkan dari dasar ontologisnya. Pancasila sebagai suatu
ideologi bersumber pada nilai-nilai dasarnya yaitu filsafat
Pancasila (Soeryanto, 1991: 50). Oleh karena itu dasar
epistemologis Pancasila tidak dapat dipisahkan dari konsep
dasarnya tentang hakikat manusia. Kalau manusia merupakan basis
ontologi dari Pancasila, maka dengan demikan mempunyai
implikasi terhadap bangunan epistemologi, yaitu bangunan
epistemologi yang ditempatkan dalam bangunan filsafat manusia
(Pranarka. 1996 : 32).
Terdapat tiga persoalan yang mendasar dalam epitemologi yaitu,
pertama. Tentang sumber pengetahuan manusia, kedua, tentang
teori kebenaran pengetahuan manusia, ketiga, tentang watak
pengetahuan manusia (Titus, 1984 : 32).
Persoalan epistemologi dalam hubungannya dengan pancasila
dapat dirinci sebagai berikut :
Pencasila sebagai suatu objek pengetahuan pada hakikatnya
meliputi maslah sumber pengetahuan Pancasila dan susunan
pengetahuan Pancasila. Sumber pengetahuan Pancasila adalah
bangsa Indonesia sendiri yang memiliki nilai-nilai adat-istiadat
serta kebudayaan dan nilai religius.
Berikut tentang susunan Pancasila sebagai suatu sistem
pengetahuan, sebagai suatu sistem pengetahuan maka Pancasila
memilki susunan yang bersifat formal logis baik dalam arti
susunan sila-sila Pancasila maupun isi arti sila-sila Pancasila.
Susunan kesatuan Pancasila adalah bersifat hierarkhis dan
berbentuk piramidal, dimana sila pertama mendasari dan menjiwai
keempat sila lainnya, serta sila kedua didasari sila pertama dan
mendasari serta menjiwai sila-sila ketiga, keempat, dan kelima,
begitu seterusnya sebagai mana satu sila mendasari dan menjiwai
sila-sila lainnya.
Susunan isi arti Pancasila meliputi tiga hal, yaitu : pertama, isi arti
pancasila yang umum universal, yaitu hakikat-hakikat Pancasila,
kedua, isi arti Pancasila yang umum kolektif, yaitu isi arti
Pancasila sebagai pedoman kolektif Negara dan bangsa Indonesia,
ketiga, isi arti pancasila yang bersifat khusus dan kongrit yaitu isi
arti Pancasila dalam realisasi praktis dalam berbagai bidang
kehidupan. (Notonagoro, 1975 : 36,40).
Pembahsasn berikutnya adalah pandangan Pancasila tentang
pengetahuan manusia. Sebagaimana dijelaskan di muka bahwa
masalah epistemologi Pencasila diletakkan dalam kerangka
bangunan filsafat manusia. Maka konsepsi dasar ontologis sila-sila
Pancasila yaitu hakikat manusia monopluralis merupakan dasar
pijak epistemologi Pancasila.
Pancasila juga mengakui kebenaran pengetahuan manusia yang
bersumber pada intuisi. Kedudukan kodrat manusia pada
hakikatnya adalah sebagai makhluk Tuhan yang Maha Esa, maka
sesuai dengan sila pertama, epistemologi juga mengakui kebenaran
wahyu yang bersifat mutlak, hal ini sebagai tingkatan kebenaran
yang tertinggi. Selain itu dalam sila ketiga, yaitu persatuan
Indonesia, keempat yaitu kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, serta keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia , maka epistemologi Pancasila
juga mengakui kebenaran konsensus terutama dalam kaitannya
dengan hakikat sigat kodrat manusia sebagai makhluk individu dan
makhluk sosial.
a. Struktur logis makna sila-sila Pancasila
Sebagai suatu sistem pengetahuan, maka isi arti sila-sila
Pancasila merupakan suatu sistem yang bersifat rasional. Hal
ini mengandung arti secara epistemologis isi arti sila-sila
Pancasila tersusun atas dasar prinsip-prinsip logika.
Pancasila terdiri atas sederetan kata-kata yang secara struktur
merupakan suatu frase (sederetan kata) yang mengandung
makna tertentu. Untuk memahami makna yang terkandung
dalam sila pancasila mak terlebih dahulu perlu dianalisis satu
frase.

Inti Keterangan
1. Ketuhanan Yang maha Esa
2. Kemanusiaan Yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan Yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/
perwakilan
5. Keasilan Sosial Bagi seluruh rakyat Indonesia

Kata-kata ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan


keadilan, seluruhnya merupakan suatu inti frase pada setiap
subjek dan disebut sebagai term (lihat Linur. 1983:15), maka
kata-kata tersebut bermakna dan bersifat menentukan dalam
pengambilan keputuasan, maka kata-kata tersebut mempunyai
luas penegrtian umum universal.
Adapun secara formal Pancasila sebagai sumber dari segala
sumber hukum termuat dalam pembukaan UUD 1945 yang
berkedudukan sebagai tertib yang tinggi, maka Pancasila secara
hukum tidak bisa dirubah.
Pancasila sebagai dasar filsafat Negara yang mempunyai isi arti
yang abstrak, umum dan universal, maka secara secara logis
tetap dan tidak berubah, karena sifatnya tidak terbatas pada
ruang, waktu, jumlah, serta keadaan tertentu. Oleh karena
sifatnya yang tetap dan tidak berubah tersebut maka sudah
selayaknya terletak pada kelangsungan hidup bangsa dan
Negara Indonesia, sebagai asas persatuan, dan asas damai.
Dalam kaitannya dengan bangsa-bangsa lain di dunia, isi arti
pancasila yang abstrak, umum universal tersebut amat sesuai
sebagai asas damai dan asas kerjasama sebagai termuat dalam
pembukaan UUD 1945.
b. Pancasila sebagai Pedoman praktis dalam penyelenggaraan
Negara
Sebagaimana telah dijelaskan di muka bahwa isi, arti sil-sila
Pancasila bersifat abstrak yaitu berkaitan dengan Tuhan,
manusia, satu, rakyat, dan adil. adapun luas pengertiannya
bersifat umum universal. Karena sifatnya yang abstrak, umum
universal maka dengan sendirinya memilki sifatnya yang
abstrak, umum universal maka dengan sendirinya memiliki
sifat yang tetap dan tidak berubah.
Dalam kaitannya delam pelaksanaan dan penyelenggaraan
Negara, isi, arti pancasila tersebut dipergunakan sebagai
pedoman praktis. Dalam masalah ini isi, arti Pancasila
diamalkan dan dilaksanakan dalam wujud pelaksanaannya,
yaitu sebagai pedoman praktis bagi para penyelenggaran
Negara secara nyata, maka dalam istilah logika disebut umum
kolektif.
Pancasila dibentuk dari unsur-unsur umum, unsur-unsur umum
menurut Prof. Notonagoro disebut unsur-unsur hakikat, selain
itu dalam lingkungan pengertian umum kolektif, terdapat pula
ciri khusus, oleh karena itu terdapat pula unsur-unsur khusus.
Misalnya contoh kongritnya adalah sebagai berikut,
Umum Universal : manusia memiliki unsur hakikat monopolis
Umum kolektif : manusia Indonesia yang memiliki unsur
hakikat monopolis dan memiliki unsur hakikat pribadi yakni
memiliki ciri khusus bangsa Indonesia.
Khusus kongrit : manusia Indonesia, yang tertentu perorangan,
bersifat dinamis, dan tergantung pada siuasi, kondisi, ruang,
serta waktu tertentu.
Demikian pula dalam pelaksanaan nilai Pancasila, misalnya
berkaitan dengan nilai sila pertama, maka
pernyataannya”semua orang berketuhanan” (abstrak umum
universal), kemudian bagi bangsa Indonesia “semua orang
berketuhanan yang Maha Esa” (umum kolektif), sedangkan
dalam pelaksanaan wujud kongritnya dapat berbeda-beda,
misalnya Ali beragama Islam, Kristina beragama Kristen,
Nyoman beragam Hindi dan lain-lain.
Contoh kongrit pelasanaan isi, arti Pancasila yang abstrak
umum universal dalam praktek penyelenggaraan Negara adalah
pelaksanaan isi arti pancasila dalam kedudukannya sebagai
dasar Negara Republik Indonesia.
Pancasila sebagai dasar filsafat Negara Republik Indonesia
yang juga berkedudukan sebegai staat fundamental norm
(pokok kaidah Negara yang fundemenal) mempunyai isi, arti
yang abstrak umum universal. Namun sebagai pedoman
pelaksanaan Negara, maka Pancasila adalah bersifat umum
kolektif (untuk Negara Indonesia). Maka terdapat kemungkinan
pelaksanaaannya dapat berbeda sesuai situasi, keadaan, dan
kondisi Negara, namun walaupun berbeda tetap dalam batasan
kesamaan isi, arti Pancasila yang abstrak umum universal tadi.
Pelaksaaan nyata nilai-nilai Pancasila yang abstrak umum
universal dalam kaitannya dengan bentuk dan sifat Negara
Republik Indonesia didasari oleh sifat kodrat manusia. Jadi
dalam kaitannya dengan bentuk dan sifat Negara maka
pengertian hakikat manusia menduduki tempat yang sentral,
yaitu sifat kodrat manusia sabagai individu dan makhluk sosial
yang bersifat monodualis, maka konsekuensinya adalah harus
direalisasikan dalam praktek penyelenggaraan Negara secara
serasi, selaras, dan seimbang, yaitu Negara Republik Indonesia
bukan Negara Individualis dan juga bukan Negara yang bersifat
organis atau kolektif, melainkan bentuk, dan sifat Negara
Indonesia mengandung ciri kedua sifat tersebut secara
harmonis, serasi, dan seimbang, yaitu bersifat monodualis.
c. Realisasi isi, arti Pancasila dalam tertib hukum Indonesia
Fungsi pokok Pancasila adalah sebagai dasar Negara Indonesia
sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945, dan
realisasi Pancasila sebagai dasar Negara adalah sebagai sumber
dari segala hukum atau sumber tertib hukum Indonesia.
Negara Indonesia memang bukanlah Negara yang berdasarkan
atas agama tertentu, namun dalam pelaksanaan tertib
hukumnya pada hakikatnya mengakui adanya hukum Tuhan,
hukum etis, dan hukum kodrat yang merupakan sumber hukum
positif Indonesia. Dengan demikian maka konsekuensinya, bagi
setiap realisasi dan pelaksanaan hukum positif Indonesia harus
senantiasa sesui dangan hukum Tuhan. Dengan lain perkataan
pelaksanaan hukum posotif Indonesia harus berdasarkan asas-
asas kerohanian Pancasila dan asas-asas nilai yang lainnya
sebagaimana tercantum dalam pembukaan UUD 1945.
d. Hubungan Makna Pancasila yang abstrak umum universal,
umum kolektif dan khusus kongkrit.
1. Isi arti Pancasila yang abstark umum universal
Isi arti Pancasila yang abstrak, umum universal merupakan
hakikat dari Pancasila merupakan esensi yaitu merupakan
inti yang terdalam dari sila-sila Pancasila. Isi arti Pancasila
merupakan nilai yang fundamental, merupakan dasar
filsafat, sehingga merupakan sumber nilai seluruh aspek
penyelenggara Negara.
2. Isi Arti Pancasila yang Umum Kolektif
Merupakan Penjabaran lanjut dari isi arti Pancasila yang
anstrak umum kolektif.
Pengertian yang umum kolektif memuat sifat-sifat yang
bersifat mutlak maupun tidak, dari segala sesuatu yang
tercakup dalam lingkup umum kolektif.
Isi arti Pancasila yang umum kolektif, pada hakikatnya
merupakan wujud pelaksanaan Pancasila dasar filsafat
secara kongkrit, yaitu diterapkan dalam lingkungan
kehidupan yang nyata berlaku secara umum kolektif.
Contoh isi arti Pancasila yang umum kolektif sebagai
berikut :
1. Ketuhanan yang Maha Esa; Tuhan Yang Maha Esa
mengkaruniakan wilayah, tanah air Indonesia, beserta
kekayaan alamnya kepada bangsa Indonesia.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab; segala warga
Negara bersamaan kedudukannnya dalam hukum dan
pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan
pemerintahan itu dengan tidak terkecuali.
3. Persatuan Indonesia; Negara Indonesia adalah Negara
kesatuan yang berbentuk Republik.
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan/ perwakilan; kedaulatan
adalah di tanggan rakyat, dan dilakukan sepenuhnya
oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat.
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia; setiap
warga Negara berhak mendapat pekerjaan dan
penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
3. Isi arti Pancasila yang khusus, singular, dan kongrit.
Merupakan penjabaran dari isi arti pancasila yang umum
kolektif. Isi arti Pancasila yang khusus kongrit ini
merupakan pelaksanaan Pancasila dasar filsafat Negara
yang diterapkan dalam kehidupan nyata. Pelaksanaan
Pancasila yang kongrit ini sangat bersifat dinamis, yaitu
sesuai dengan dinamika perkembangan peradaban manusia.
Karena sifatnya ynag khusus dan kongrit, serta dinamis,
maka setiap pelaksanaan dan kebijakannya bisa berbeda,
namun tetap dalam batas norma yaitu isi arti Pancasila yang
umum universal dan umum kolektif.
Beberapa contoh kongkrit pelaksanaan isi arti Pancasila
yang khusus, misalnya dalam bidang kehidupan umat
beragama, yaitu setiap pemeluk agam beribadah dan
menggunakan ajaran-ajaran agama masing-masing.
F. Dasar Aksiologis sila-sila Pancasila
Sila-sila Pancasila sebagai suatu sistem filsafat juga memiliki satu
kesatuan dasar aksiologisnya, sehingga nilai-nilai yang terkandung
dalam Pancasila pada hakikatnya juga merupakan suatu kesatuan.
Notonagoro merinci nilai berdasarkan jenisnya, ada yang bersifat
material dan ada yang bersifat nonmaterial. Dalam hubungan ini
manusia mempunyai orientasi nilai yang berbeda tergantung pada
pandangan hidup dan filsafat hidup masing-masing. Nilai-nilai
material relatif lebih mudah diukur, yaitu menggunakan indra
ataupun bantuan alat ukur yang lain. Sedangkan nilai nonmaterial
bersifat rohaniah, yang hanya dapat diukur dengan hati nurani
dengan bantuan alat indra manusia.
Menurut Notonagoro, nilai-nilai Pancasila termasuk nilai
kerohanian, tetapi nilai-nilai kerohaniahan yang mengakui nilai-
nilai material dan nilai vital. Dengan demikian nilai Pancasila yang
tergolong nilai kerohaniahan juga mengandung nilai-nilai lain
secara lengkap dan harmonis, yaitu nilai material, nilai vital, nilai
kebenaran, nilai keindahan atau estetis, nilai kebaikan, atau moral,
maupun nilai kesucian yang secara keseluruhan bersifat sistematik
hierarkhis, di mana sila pertama yaitu Ketuhanan yang Maha Esa
sebagai basis sampai dengan sila keadilan sosial sebagai tujuannya
(Darnodihardjo, 1978).
a. Pengertian Nilai
Nilai pada hakikatnya adalah sifat atau kualitas yang melekat
pada suatu objek, bukan objek itu sendiri. Dengan demikian
maka nilai itu sebenarnya adalah suatu kenyataan yang
tersembunyi di balik kenyataan-kenyataan. Adanya nilai itu
karena adanya kenyataan-kenyataan sebagai pembawa nilai.
Menilai berarti menimbang, menghubungkan sesuatu dengan
sesuatu yang lain, selanjutnya diambil keputusan.
Didalam nilai itu terkandung cita-cita, harapan, dambaan, dan
keharusan. Maka apabila kita berbicara tentang nilai,
sebenarnya kita berbicara tentang hal yang ideal, tentang hal
yang merupakan cita-cita, harapaan, dambaan, dan keharusan.
b. Hierarkhi Nilai
Terdapat berbagai macam pandangan tentang nilai, dan hal ini
sangat bergantung pada titik tolak dan sudut pandang masing-
masing dalam menentukan tentang pengertian serta hierarkhi
nilai. Pada hakikatnya segala sesuatu itu bernilai, hanya saja,
nilai macam apa yang ada serta bagaimana hubungan nilai
tersebut dan penggolongan tersebut amat beranekaragam,
tergantung sudut pandang dalam rangka penggolongan itu.
Menurut tinggi rendahnya, nilai-nilai dapat dikelompokkan
sebagai berikut:
1. Nilai-nilai kenikmatan,
2. Nilai-nilai kehidupan,
3. Nilai-nilai kejiwaan, dan
4. Nilai-nilai kerohanian.
Menurut Walter G. Everet menggolongkan nilai-nilai menjadi :
1. Nilai-nilai ekonomis,
2. Nilai-nilai kejasmanian,
3. Nilai-nilai hiburan,
4. Nilai-nilai sosial,
5. Nilai-nilai watak,
6. Nilai-nilai estetis,
7. Nilai-nilai intelektual, dan
8. Nilai-nilai keagamaan.
Sedangkan menurut Notonagoro adalah sebagai berikut :
1. Nilai material,
2. Nilai vital, dan
3. Nilai kerohanian.
a. Nilai kebenaran, bersumber pada akal
b. Nilai keindahan/ estetis, bersumber pada unsur perasaan
manusia
c. Nilai kebaikan/ moral, bersuber pada unsur kehendak
d. Nilai religious, bersumber pada kepercayaan, atau
keyakinan
c. Nilai-nilai Pancasila sebagai suatu sistem
Hakikat sila-sila Pancasila (substansi Pancasila) adalah
merupakan nilai-nilai, sebagai pedoman Negara adalah
merupakan norma, adapun aktualisasinya merupakan realisasi
kongrit Pancasila.
Sesuai isi yang terkandung di dalam Pancasila yang
mengandung tiga masalah pokok dalam kehidupan manusia
Indonesia yaitu bagaimana seharusnya manusia itu terhadap
tuhan, dirinya sendiri, dan segala sesuatu diluar dirinya, maka
dalam hal ini diketahui adanya implikasi nilai-nilai nilai moral.
Dengan demikian substansi Pancasila itu merupakan nilai yang
harus dijabarkan lebih lanjut ke dalam suatu norma dan
selanjutnya diealisasikan dalam kehidupan nyata.
Nilai-nilai yang terkandung dalam sila I sampai sila V
Pancasila merupakan cita-cita, harapan, dan dambaan bangsa
Indonesia, yang akan diwujudkan dalam kehidupannya.
Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila itu mempunyai
tingkatan dan bobot yang berbeda, namun nilai-nilai tidak
saling bertentangan, akan tetapi saling melengkapi. Nilai-nilai
itu saling berhubungan secara erat dan nilai-nilai yang satu
tidak dapat dipisahkan dari nilai-nilai yang lain.
Pengertian Pancasila merupakan suatu sistem nilai dapat
dilacak dari sila-sila Pancasila yang merupakan suatu sistem.
Sila-sila itu merupakan kesatuan organik, antara sila-sila
Pancasila itu saling berkaitan, berhubungan erat, bahkan saling
mengkualfikasi.
Dari uraian mengenai nilai-nilai yang terkandung dalam sila
Pancasila itu pula, tampak jelas bahwa nilai-nilai yang termuat
dalam Pancasila termasuk dalam tingkatan nilai yang tinggi,
dengan urutan sila Ketuhanan yang Maha Esa menduduki
tingkatan dan bobot nilai tertinggi, karena sudah jelas
mengandung nilai religius. Pada tingkatan di bawahnya adalah
keempat nilai manusiawi dasar, dengan urutan, nilai
kemanusiaan dibawah nilai ketuhanan, nilai keadilan berada di
tempat ketiga, persatuan berada pada tingkatan keempat diatas
kerakyatan, karena nilai kerakyatan merupakan sarana yang
perlu untuk mencapai persatuan.
Yang perlu ditekankan yaitu, meskipun nilai-nilai yang
terkandung dalam Pancasila itu merupakan nilai dengan
tingkatan dan bobot yang berbeda, tapi tetap tidak saling
berlawanan atau bertentangan, melainkan saling melengkapi
d. Fungsi teoritis dan praktis Pancasila sebagai sistem filsafat.
Fungsi teoritis dan praktis Pancasila sebagai sistem filsafat,
bahwa suatu sistem filsafat adalah merupakan suatu sistem
pengetahuan dan pengertian yang mendalam serta menyeluruh
sehingga bersifat universal.
Sistem filsafat Pancasila yang secara objektif dalam dirinya
sendiri adalah merupakan suatu sistem pengatahan tentang
hakikat hidup manusia secara selengkapnya. Sistem filsafat
Pancasila yang merupakan sistem pengetahuan essensial
memberikan pengetahuan tentang kebijaksanaan dalam hidup
manusia dalam hubungannya dengan Tuhan yang Maha Esa,
dengan Negara, serta dengan segala sesuatu yang berada di
sekelilingnya. Dalam pengertian ini maka sistem telah
menjelma menjadi suatu pandangan hidup dan pandangan
dunia. Dengan demikian sistem filsafat telah meresap sehingga
meliputi seluruh jiwa manusia maka dengan sendirinya
menjelma menjadi kenyataan hidup. Maka oleh karena
menyatunya sistem filsafat Pancasila dengan kehidupan filsafat
hidup sehingga tidak dapat dipisahkan dengan bangsa
Indonesia dalam segala aspek kehidupannya ( Notonagoro,
34,35)
Fungsi praktis Pancasila sebagai suatu sistem filsafat yaitu
seluruh aspek dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan Negara
merupakan hasil derivasi nilai-nilai Pancasila. Pancasila telah
memiliki dasar tentang hakikat manusia sebagai pendukung
pokok Negara serta hakikat masyarakat, bangsa, dan Negara
secara praktis merupakan sumber, asas kerohaniaan dalam
setiap aspek pelaksanaan dan penyelenggaraan Negara yang
realisasinya merupakan pembangunan Negara yang bersifat
dinamis.
BAB IV
PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA
A. Pengantar
Dalam filsafat Pancasila terkandung di dalamnya suatu pemikiran-
pemikiran yang bersifat kritis, mendasar, rasional, sistematis, dan
komprehensif (meneyeluruh) dan sistem pemikiran ini merupakan suatu
nilai.
Sebagai suatu nilai, Pancasila memberikan dasar-dasar yang bersifat
fundemental dan universal bagi manusia baik dalam hidup bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara. Adapun manakala nilai-niai tersebut akan
dijabarkan dalam kehidupan yang bersifat praktis, maa nilai-nilai tersebut
dijabarkan dalam suatu norma-norma, norma-norma tersebut meliputi :
1. Norma moral, yaitu yang berlaku dengan tingkah laku manusia,
dalam kapasitas inilah nilai-nilai Pancasila telah terjabarkan dalam
suatu norma-norma moralitas atau norma-norma etika.
2. Norma hukum, yaitu suatu sistem peraturan perundang- undangan
yang berlaku di Indonesia.
Jadi, sila-sila Pancasila pada hakikatnya bukanlah merupakan suatu
pedoman yang langsung bersifat normatif ataupun praktis, melainkan
merupakan suatu sistem nili-nilai etika yang merupakan sumber
norma baik norma moral maupun norma hukum.
B. Pengertian etika
Etika termsuk kelompok filsafat praktis dan dibagi menjadi dua kelompok,
yaitu etika umum, dan etika khusus. Etika adalah suatu ilmu yang
membahas tentang bagaimana dan mengapa kita mengikuti suatu ajaran
moral tertentu, atau bagaimana kita harus mengambil sikap yang
bertanggung- jawab berhadapan dengan berbagai ajaran moral (Suseno,
1987). Etika khusus dibagi menjadi etika individual yang membahas
kewajiban manusia terhadap diri sendiri dan etika sosial yang membahas
tentang kewajiban manusia terhadap manusia lain dalam hidup
masyarakat.
C. Hubungan nilai, norma, dan fakta
Norma-noma etika secara aktualitasnya dalam kehidupan manusia,
sebenarnya tidak dapat dipisahkan dengan prinsip dasar, pandangan hidup,
serta filsafat hidup dari suatu masyarakat tertentu. Sehingga dalam
pelakanaan moral dalam masyarakat, senantiasa memiliki hubungan yang
sistematik dengan sumber nilai yang merupakan dasar filsafat yang
dianutnya. Pelaksanaan dan realisasi moral dalam kehidupan masyarakat
tersebut merupakan suatu fakta, sedangkan prinsip nilai yang merupakan
dasar filsafat itu disebut sebagai das sollen yang secara harfiah disebut
“seharusnya”.
D. Nilai dasar, nilai instrumetal dan nilai praktis
Dalam kaitannya dengan golongan deveriasi atau penjabarannya maka
nilai-nilai dapat dikelompokkan menjadi tiga :
1. Nilai dasar.
Merupakan hakikat, esensi, intisari, atau makna yang terdalam dari
nilai-nilai tersebut. Nilai dasar ini bersifat universal karena
menyangkut hakikat kenyataaan objektif segala sesuatu. Demikian
juga jikalau nilai dasar itu berkaitan dengan hakikat manusia, maka
nilai-nilai tersebut bersumber pada hakikat kodrat manusia. Sehingga
nilai dasa pada giliranya dijabarkan atau direalisasikan dalam suatu
kehidupan yang bersifat prakis.
2. Nilai instrumental.
Nilai instrumental inilah yang merupakan suatu pedoman yang dapat
diukur dan dapat di arahkan. Bilamana nilai instrumental tersebut
berkaitan dengan tingkahlaku manusia dalam keidupan sehari-hari
maka hal itu akan merupkan suatu norma moral. Sehingga dapat juga
dikatakan bawa nilai instrumental itu merupakan suatu eksplisit dari
nilai dasar.
3. Nilai Prakis.
Nilai praktis pada hakikatnya merupakan penjabaran lebih lanjut dari
nilai inrumental dalam suatu kehidupan nyata. Sehingga nilai prakis ini
merupakan perwujudan dari nilai insrumental itu.
E. Hubungan nilai, norma dan moral.
Dalam kehidupan manusia, nilai dijadikan landasan, alasan, atau motivasi
dalam bersikap dan bertingkah laku baik disadari maupun tidak. Nilai
tidak bersifat kongrit yaitu tidak dapat ditangkap dengan indra manusia,
dan nilai dapat bersifat subjektif maupun objektif. Agar nilai tersebut
menjadi lebih berguna dalam menentukan sikap dan tingkah laku manusia,
maka perlu dikonkritkan lagi serta diformulasikan menjadi lebih objektif
sehingga memudakan menusia untuk menjabarkannya dalam tingkah laku
secara kongkit. Maka wujud yang lebih kongkrit adalah merupakan suatu
norma.
Selanjutnya nilai dan norma senantiasa berkaitan dengan moral dan etika.
Makna moral yang terkandung dalam kepribadian seseorang itu tercermin
dari sikap dan tingkahlaku. Hubungan antara moral dan etika memang
sangat erat sekali dan kadangkala kedua hal tersebut disamakan begitu
saja. Namun sebenanya kedua hal tersebut memiliki perbedaan. Moral
yaitu merupakan ajaran-ajaran, baik lisan maupun tertulis, tetang
bagaimana menjadi manusia yang baik. Sedangkan etika pada hakikatnya
adalah sebagai ilmu pengetahuan yang membahas tentang prinsip-prinsip
moralitas.
Etika tidak berwenang menentukan apa yang boleh atau tidak boleh
dilakukan oleh seseorang. Hal ini dapat dianalogikan bahwa ajaran moral
sebagai buku petunjuk tentang bagaimana kita memperlakukan sebuah
mobil dengan baik, sedangkan etika memberikan pengertian pada kita
tentang struktur dan teknologi mobil itu sendiri. Demikian hubungan yang
sistematik antara nilai, norma dan moral yang pada gilirannya ketiga aspek
terwujud dalam suatu tingkah laku praktis dalam kehidupann manusia.
F. Nilai-nilai etika yang terkandung dalam Pancsila
Sebagaimana dipahami bahwa sila-sila Pancasila adalah merupakan suatu
sistem nilai, artinya setiap sila memang memiliki nilai akan tetapi masing-
masing sila saling berhubungan, saling ketergantungan secara sistematik.
Dalam kedudukannya sebagai dasar filsafat Negara, maka nilai-nilai
Pancasila harus yang merupakan pedoman pelaksanaan dan
penyelenggaraan kenegaraan, bahkan kebangsaan, dan kemasyarakatan.
Terdapat dua macam norma dalam kehidupan kenegaran dan kebangsaan,
yaitu, norma hukum dan norma moral atau etika.
Oleh karena itu selain sila-sila pancasila merupakan suatu sumber nilai
bagi tertib hukum di indonesia, sekaligus juga merupakan suatu sumber
norma moral bagi pelaksanaan hukum, penyelenggaraan kenegaraan dan
kebangsaan.
Etika dan moral bagi manusia dalam kehidupan kenegaraan, kebangsaan,
dan kemasyarakatan, senantiasa bersifal rasional. Etika serta moral yang
terkandung dalam sila-sila Pancasila, tidak diaksudkan untuk manusia
secara pribadi, namun secara rasional senantiasa dalam hubungannya
dengan yang lain.
Oleh karen itu dalam kehidupan kenegaraan dan kebangsaan di samping
dasar hukum yang merupakan suatu landasan formal bagi pelaksanaan dan
penyelenggaran Negara, juga harus dilandasi oleh norma-norma etika dan
moral sebagaimana terkandung dalam pancasila.
BAB V
SILA KETUHANAN YANG MAHA ESA
A. Pengantar
Ketuhanan, adalah hakikat nilai-nilai yang berasal dari Tuhan dan
realisasinya adalah berupa nilai-nilai agama. Maka makna sila ketuhanan
yang Maha Esa tidak bisa dipisahkan dari Negara Indonesia, karena sejak
dulu bangsa Indonesia telah memiliki nilai-nilai agama. Oleh karena itu isi
sila pertama yang abstrak umum universal harus sesuai dengan praktek
penyelenggaraan Negara, moral penyelenggaraan Negara dan juga
penjabaran dalam tertib hukum Indonesia.
Seperti dijelaskan di muka bahwa isi, arti sila-sila Pancasila adalah
merupakan suatu kesatuan yang bulat dan utuh yang mempunyai susunan
hierarkhis dan berbentuk pyramidal. Maka pengertian sila ketuhanan yang
Maha Esa adalah berkemanusiaan yang adil dan beradab, berpersatuan
Indonesia, berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/ perwakilan serta berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.
B. Kesesuaian Negara Indonesia dengan hakikat nilai yang berasal dari Tuhan
Segala aspek penyelenggaraan Negara baik yang material maupun yang
spiritual harus sesuai dengan nilai-nilai yang terdapat dalam Pancasila
secara bulat dan utuh.
Dalam kaitannya dengan sila ketuhanan yang Maha Esa mepunyai makna
bahwa segala aspek penyelenggaraan Negara harus sesuai dengan nilai-
nilai yang berasal dari Tuhan.
Hubungan antara Negara dengan Tuhan bersifat tidak langsung, yaitu
Negara mempunyai hubungan sebab-akibat langsung dengan manusia
sebagai pendukungnya, sedangkan manusia mempunyai hubungan yang
langsung dengan Tuhan. Jadi antara Negara dan Tuhan mempunyai
hubungan kesesuaian dalam arti sebab-akibat tidak langsung.
Oleh karena itu Negara sebagai lembaga kemanusiaan dan lembaga
kemasyarakatan senaniasa harus sesuai dengan nilai-nilai yang datang dari
Tuhan, yaitu melalui agama, misalnyan dalam bidang ekonomi, apakah
pelaksanaan dalam perdagangan sesuai dengan peraturannya atau tidak.
C. Dasar ontologis sila ketuhanan yang Maha Esa.
Bukti adanya Tuhan secara Ontologis, yaitu yang berpendapat bahwa
semuanya berasal dari Tuhan sebagai ide tertinggi.
Bukti adanya Tuhan secara Kosmologis, yang bendapat bahwa segala
sesauatu berasal dari Tuhan. Dan segala sesuatu mempunyai hubungan
sebab-akibat.
Bukti adanya Tuhan secara Teleologis, yang berpendapat segala sesuatu
diatur menurut tujuan tertentu yang diatur oleh Tuhan
Bukti adanya Tuhan secara Psikologi, yaitu pada suatu kenyaataan bahwa
kita memiliki suatu pengertian atau gagasan tentang Tuhan segala sesuatu
yang sempurna.
Maka bagi bangsa dan Negara Indonesia bedasarkan sila pertama, maka
merupakan suatu keharusan yang bersifat mutlak untuk mendasarkan
segala aspek penyelenggaraan negara pada nilai-nilai yang berasal dari
Tuhan.
D. Realisasi nilai-nilai ketuhanan yang Maha Esa dalam tertib hukum
Indonesia
Fungsi pokok Pancasila sebagai dasar negara Indonesia adalah reslisasinya
sebagai sumber hukum dari segala sumber hukum Indonesia. Adapun
kedudukan Pancasila sebagai suatu asas kerohanian, sumber nilai, dan
sumber materibagi tertib hukum Indonesia.
Dari nilai yang terkandung dalam sila pertama, ketuhaan yang Maha Esa,
disebutkn bahwa sila ini merupakan dasar kerohanian, dasar moral bagi
bangsa Indonesia dalam pelaksanaan kehidupan bernegara dan
bermasyarakat.
Menurut Moh. Hatta sila ketuhanan yang Maha Esa merupakam dasar
yang memimpin cita-cita kenegaraan kita untuk menyelenggarakan segala
yang baik untuk masyarakat dan jalan yang lurus untuk mencapai
kebahagiaan rakyat dan keselamatan perdamaian dunia serta persaudaraan
bangsa-bangsa. (Hatta, 1977:28)
Sila ketuhanan yang Maha Esa dalam kaitannya dengan tertib hukum
Indonesia pada hakikatnya segala peraturan perundang- undangan yang
berlaku di Indonesia arus sesuai dengan hukum Tuhan sebagai sumber
bahan dan sumber nilai, peraturan perundang-undangan dan putusan-
putusan penguasa wajib menghormati dan memperhatikan aturan-aturan
Tuhan yang Maha Esa
E. Hubungan Negara dengan agama
Perlu disadari bahwa manusia sebagai warga hidup bersama sebagai warga
Negara sebelum ia membentuk negara, berkedudukan kodrat sebagai
makhluk pribadi dan sebagai makhluk Tuhan. Agama memfasilitasi
hubungan manusia dengan Tuhannya, dan Negara adalah merupakan
wujud kebudayaan manusia.
Ada berbagai pandangan tentang hubungan antara Negara dengan Tuhan,
yakni sebagai berikut :
a. Paham Atheisme
Negara yang berpaham atheisme memadanag hakikat hubungan negara
dan agama, mendasarkan pada filsafat materialisme dialektis, dan
materialisme historis. Hakikat kenyataan tertinggi adalah materi, dan
sejarah sebagaimana berlangsungnya suatu proses sangat ditentukan
oleh fenomena-fenomeana dasar, yaitu suatu kegiatan yang paling
material yakni kegiatan ekomonis. Hakikat tertinggi adalah materi dan
manusia ditentukan oleh dirinya sendiri, dan agama menurut mereaka
adalah suatu kesadaran diri bagi manusia, yang kemudian
menghasilkan masyarakat Negara.
b. Paham sekulerisme
Yakni membedakan anatar agama dan Negara, Negara adalah masalah
dunia, dan agama adalah urusan akhirat, oleh karena itu nilai-nilai
Negara dan agama harus dipisahkan.
c. Paham liberal
Yakni memdasarkan kebebasa individu, Negara merupakan alat dan
sarana individu, sehingga masalah agama dan Negara sangat
ditentukan oleh kebebasan individu.
d. Negara theoraksi.
Hubungan anatar negara dan agama tidak dapat dipisahkan, hubungan
antara Negara dan Tuhannya adalah bersifat langsung, Negara adalah
karunia Tuhan
Dalam prakteknya
1. Negara theokrasi langsung
Kekuasaan adalah secara langsung merupakan otoritas Tuhan,
adanya Negara atas kehendak Tuhan, dan yang memerintah adalah
Tuhan.
2. Negara theokrasi tidak langsung
Otoritas tidak seara langsung dari Tuhan, melainkan melalui
penguasa.
e. Negara berdasarkan ketuhanan ynag Maha Esa (Negara Pancasila)
Negara Indonesia adalah Negara berkebangsaan yang berketuhanan
yang Maha Esa. Rumusan ketuhanan yang Maha Esa dalam
pembukaan UUD 1945 memberikan sifat yang khas bagi Negara
Indonesia, yaitu Negara sekuler dan bukan Negara agama tertentu.
Berdasarkan pengertian tersebut maka dalan negara, nilai-nilai agama
memiliki kedudukan tertinggi dalam negara. Konsekuensinya setiap
peraturan perundang- undangan secara material tidak dibenarkan
bertentangan dengan nila-nilai ketuhanan yang Maha Esa.

BAB VI
SILA KEMANUSIAAN YANG ADIL DAN BERADAB
A. Pengantar
Pancasila sebagai filsafat bangsa dan Negara Indonesia memiliki visi dasar
yang bersumber pada hakikat manusia. Visi dasar inilah yang memberikan
isi dan arah bagi seluruh kehidupan kemasyarakatan dan bersumber pada
hakikat kodrat manusia. Inti kemanusiaan tersebut terkandung dalam sila
kedua, yaitu kemanusiaan yang adil dan beradab.
Isi sila-sila Pancasila adalah suatu kesatuan yang bulat dan utuh. Maka sila
kemanusiaan yang adil dan beradab senantiasa terkandung didalamnya
keempat sila yang lain. Maka kemanusiaan yang adil yang beradab yang
berketuhanan yang Maha Esa, berpersatuan Indonesia, berkerakyatan yang
dipimpin oleh hikmad kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan,
serta berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
B. Unsur-unsur hakikat manusia
Manusia adalah sebagai pendukung pokok Negara, oleh karena itu
manusia juga menjadi subjek pendukung sila-sila Pancasila.
Beikut adalah unsur-unsur manusia.
1. Susunan kodrat manusia.
a. Raga, yaitu badan, atau tubuh manusia yang bersifat kebendaan,
dapat diraba, dan bersifat nyata.
a) Benda mati, yaitu unsur-unsur manusia yang bersifat fisis
b) Tumbuhan, yaitu unsur-unsur yang ada pada manusia yang
mempunyai sifat dan gejala-gejala seperti tumbuhan.
c) Binatang, yaitu unsur-unsur yang ada pada manusia yang
mempunyai sifat dan gejala-gejala seperti binatang
b. Jiwa, akal, rasa, dan kehendak
Jiwa, yaitu unsur-unsur hakika manusia yang versifat kerohanian.
Akal, yaitu berkaitan dengan kemampuan manusia untuk
mendapatkan pengetahuan
Rasa, yaitu unsur kejiwaan manusia yang berkaitan hasrat,
biasanya berhubungan dengan keindahan atau estetika
Kehendak, yaitu unsur kejiawaan manusia yang berhubungan
dengan hasrat tingkah laku manusia, dan kemampuan manusia
untuk memperoleh dan merealisasikan kebaikan, ataupun kesulitan.
2. Sifat-sifat kodrat manusia, yaitu Makhluk inividu dan makhluk sosial
3. Kedudukan kodrat, yaitu berdiri sendiri dan makhluk Tuhan.
C. Penjelmaan hakikat manusia dalam perbuatan lahir batin
Dalam pelaksanaannya manusia harus senantiasa berpedoman pada suatu
norma yang baik, agar terlaksananya nilai-nilai hakikat manusia. Dalam
keadaan yang demikian ini manusia memiliki sifat dan watak, yang luhur
sesuai dengan hakikat manusia memiliki sifat yag luhur , yang sesuai
dengan hakikat manusia monopluralis yang menurut Prof. Notonagoro
disebut tabiat saleh, yang meliputi empat, yaitu :
a. Watak penghati-hati (kebijaksanaan)
b. Watak keadilan
c. Watak kesederhanaan
d. Watak keteguhan
D. Hakikat adil dan beradab yang terakndung dalam sila kedua
Adil, dalam kaitannya dengan kemanusiaan yaitu adil terhadap dirinya
sendiri, sesama manusia, dan terhadap Tuhannya.
Beradab, yaitu terlaksananya semua unsur-unsur hakikat manusia, yaitu
jiwa, akal, rasa, dan kehendak.
Dalam kaitannya dengan peaksanaan dan penyelenggaraan Negara maka
harus senantiasa megarahkan danmewujudkan hakikat manusia yang
beradab. Indonesia bukanlah Negara yang bersifat materiallis karena
Indonesia mengakui nilai-nilai kejiwaan atau kerohanian, Indonesia
bukanlah Negara yang bersifat idealis utopis, karena Indonesia mengakui
raga atau unsur jasmani manusia.
E. Kesesuaian sifat-sifat dan keadaan Negara dengan hakikat manusia
Sebagaimana telah kita pahami pendukung pokok Negara adalah manusia.
Oleh karena itu sifat dan keadaan Negara harus sesuai dengan hakikat
kodrat manusia. Adapun sifat-sifat dan keadaan Negara antara lain :
a. Hakikat Negara
b. Kekuasaan Negara
c. Penguasa Negara
d. Rakyat
e. Bangsa
f. Masyarakat
g. Bentuk Negara
h. Organisasi Negara
i. Tujuan Negara
Adapun pengertian hakikat terdiri atas tiga hal :
a. Hakikat abstrak atau hakikat jenis, yaitu terdiri unsur-unsur yang
bersama-sama menyusun halnya atau sesuatu.
b. Hakikat pribadi, merupakan penjelmaan dari hakikat abstrak. Hakikat
pribadi memiliki dua aspek, a) sifat-sifat yang tetap, b) sifat-sifat
hakikat yang khusus.
c. Hakikat kongrit, merupakan penjelmaan kongrit langsung dari hakikat
pribadi, atau penjelmaan tidak langsung dari hakikat abstrak.
F. Kepribadian Indonesia yang terkandung dalam Pancasila
Bangsa Indonesia lahir dengan cara dan jalan yang ditempuhnya sendiri,
merupakan hasil anatara proses sejarah di masa lampau, tentang
perjuangan dan cita-cita hidup di masa datang yang secara keseluruhan
membentuk kepribadiaan sendiri, jadi Indonesia lahir dengan sejumlah
ciri-ciri khas yang dimilikinya.
Kepribadian bangsa dan Negara Indonesia adalah terdiri atas jumlah sifat-
sifat yang tetap terlekat bangsa Indonesia, yang terdiri atas :
1. Hakikat abstark manusia monopluralis
2. Hakikat pribadi Indonesia
Kepribadan Indonesia terdiri atas kepribadian kemnusiaan yang adil
dan beradab yang berketuhanan yang Maha Esa, berpersatuan
Indonesia, berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan/ perwakilan, dan yang berkeadilan sosial bai
seluruh rakyat Indonesia. Maka dengandemikian kepribadiaan adalah
kepribadian Pancasila.
G. Hakikat manusia sebagai dasar ontologis Hak Asasi Manusia
Sesuai dengan fungsi dan makna hak asasi, maka hak asasi manusia
tersebut tidak dapat dipisahkan dengan hakikat manusia. Dengan lain
pekataan hakikat manusia, peda prinsipnya merupakan dasar ontologis
segala hak asasi. Oleh karena itu hakikat manusia adalah merupakan suatu
dasar filsafat hak-hak asasi manusia.

Anda mungkin juga menyukai