Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Secara ilmiah harus disadari bahwa suatu masyarakat, suatu bangsa,
senantiasa memiliki suatu pandangan hidup atau filsafat hidup masing-masing
, yang berbeda dengan bangsa lain di dunia dan hal inilah yang disebut sebagai
local genius (kecerdasan/kreatifitas lokal) dan sekaligus sebagai local wisdom
(kearifan lokal) bangsa. Dengan demikian bangsa Indonesia tidak mungkin
memiliki kesamaan pandangan hidup dan filsafat hidup dengan bangsa lain.
Ketika para pendiri negara Indonesia menyiapkan berdirinya negara
Indonesia merdeka, mereka sadar sepenuhnya untuk menjawab suatu
pertanyaan yang fundamental ‘di atas dasar apakah negara Indonesia merdeka
ini didirikan’. Jawaban atas pertanyaan mendasar ini akan selalu menjadi dasar
dan tolok ukur utama bangsa ini meng-Indonesia. Dengan kata lain jati diri
bangsa akan selalu bertolok ukur kepada nilai-nilai Pancasila sebagai filsafat
bangsa.
Pancasila yang terdiri atas lima sila pada hakikatnya merupakan sistem
filsafat. Pemahaman demikian memerlukan pengkajian lebih lanjut
menyangkut aspek ontologi, epistimologi, dan aksiologi dari kelima sila
Pancasila.

B. Tujuan
1. Untuk Mengetahui Pengertian Filsafat Pancasila dan Idiologi Pancasila
2. Untuk Mengetahui Pancasila Sebagai Sistem Filsafat
3. Untuk Mengetahui Hakikat Dan Fungsi Idiologi Pancasila
4. Untuk Mengetahui Implementasi Pancasila Dalam Kehidupan Masyarakat
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Filsafat Pancasila dan Idiologi Pancasila


Filsafat berasal dari bahasa Yunani “philein “ yang berarti cinta dan
“sophia“ yang berarti kebijaksanaan. Jadi filsafat menurut asal katanya
berarti cinta akan kebijaksanaan, atau mencintai kebenaran/pengetahuan.
Filsafat adalah hasil pemikiran manusia secara teratur untuk menemukan
hakikat sesuatu atau kebenaran sedalam – dalamnya. Untuk mengetahui
secara mendalam tentang Pancasila perlu pendekatan filosofis. Pancasila
dalam pendekatan filsafat adalah ilmu pengetahuan yang mendalam
mengenai Pancasila. Dengan demikian filsafat Pancasila dapat
didefinisiskan secara ringkas sebagai refleksi kritis dan rasional tentang
Pancasila dalam bangunan bangsa dan negara Indonesia. Untuk
mendapatkan pengertian yang mendalam mengenai Pancasila, kita harus
mengetahui rumusan sila – sila Pancasila yang membentuk Pancasila. Dari
masing – masing sila tersebut, kita menemukan inti dan hakikat, serta kata-
kata pokok yang terkandung di dalam Pancasila.

B. Pancasila Sebagai Sistem Filsafat


Masyarakat bangsa Indonesia sebelum mendirikan Negara Indonesia sudah
memiliki nilai-nilai luhur yang diyakini sebagai suatu pandangan hidup,
jiwa dan kepribadian dalam pergaulan. Nilai-nilai luhur tersebut terdapat
dalam adat istiadat, budaya, dan dalam agama-agama dalam kepercayaan
terhadap adanya Tuhan. Nilai-nilai luhur tersebut kemudian dijadikan
sebagai tolak ukur kebaikan dan cita-cita kehidupan yang ingin diwujudkan
dalam hidup manusia.
Ketika cita-cita menjadi bangsa yang bersatu sudah bulat untuk hidup
bersama dalam suatu negara merdeka, para pendiri negara Indonesia
sampai pada suatu pertanyaan “di atas dasar apakah Negara Indonesia
merdeka ini didirikan ?”. Pertanyaan ini dimunculkan untuk menjawab
kenyataan bahwa bangsa Indonesia yang bernegara tidak mungkin
memiliki pandangan hidup yang sama dengan bangsa lain.
Nilai-nilai luhur yang diyakini sebagai suatu pandangan hidup yang
berkembang dalam masyarakat Indonesia kemudian oleh para pendiri
negara digali kembali, ditemukan, dirumuskan, dan selanjutnya disepakati
dalam rapat BPUPKI sebagai dasar filsafat negara (philosofische
grondslag) dari Indonesia yang akan didirikan. Nilai-nilai luhur yang
diyakini sebagai suatu pandangan hidup masyarakat Indonesia terdiri atas
nilai keimanan dan ketaqwaan, nilai keadilan dan keberadaban, nilai
persatuan dan kesatuan, nilai mufakat, dan nilai kesejahteraan. Nilai-nilai
luhur tersebut kemudian disepakati oleh para pendiri negara sebagai dasar
filsafat negara Indonesia merdeka, yang oleh Ir.Soekarno diusulkan
bernama Pancasila. Oleh PPKI rumusan nilai-nilai dasar negara tersebut
doformulasikan kembali sebagai lima sila Pancasila dengan urutan
sebagaimana tertuang dalam alinea ke empat Pembukaan UUD 1945.
Pada tanggal 18 Agustus 1945, PPKI menetapkan Pancasila secara resmi
sebagai pandangan hidup bangsa dan pandangan hidup negara. Dengan
demikian Pancasila adalah filsafat negara yang lahir sebagai cita-cita
bersama dari seluruh bangsa Indonesia. Dikatakan sebagai filsafat karena
Pancasila merupakan hasil perenungan jiwa yang mendalam yang
dilakukan oleh para pendiri negara kita. Dalam pengertian inilah, maka
sebelum masyarakat Indonesia menjadi bangsa yang bernegara, nilai-nilai
luhur Pancasila telah menjadi bagian dari kehidupan diri pribadi dan
masyarakatnya. Setelah NKRI didirikan nilai-nilai Pancasila tersebut
kemudian dilembagakan sebagai pandangan hidup bangsa dan negara atau
ideologi bangsa dan negara.
Pancasila sebagai kesatuan sistem filsafat memiliki dasar ontologis, dasar
epistemologis dan dasar aksiologis.
a. Dasar Ontologis
Ontologi adalah cabang filsafat yang mengkaji tentang hakikat segala
sesuatu yang ada atau untuk menjawab pertanyaan “apakah kenyataan
itu”. Secara filsafat, Pancasila merupakan dasar filsafat negara. Oleh
karena itu pendukung utama negara adalah rakyat atau manusia.
Dengan demikian, hakikat dasar ontologis sila-sila Pancasila adalah
manusia. Manusia sebagai subyek hukum utama dari sila-sila Pancasila
sebagai ontologis memiliki hakikat mutlak monopluralis yaitu
memiliki susunan kodrat : jiwa dan raga, rohani dan jasmani, sifat
kodrat : makhluk individu dan makhluk sosial, dan kedudukan kodrat :
makhluk pribadi dan sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
Berkaitan dengan itu maka secara hirarkis sila pertama mendasari dan
menjiwai sila-sila keempat sila-sila Pancasila.
Selanjutnya, Pancasila sebagai dasar filsafat negara RI memiliki
susunan lima sila yang merupakan suatu persatuan dan kesatuan serta
mempunyai sifat dasar kesatuan yang mutlak, yaitu berupa sifat kodrat
monodualis. Sebagai konsekuensinya, nila-nilai Pancasila yang
merupakan suatu kesatuan yang utuh dengan sifat dasar mutlaknya
berupa sifat kodrat manusia yang monodualis tersebut menjadi dasar
dan jiwa bangsa Indonesia. Hal ini berarti bahwa dalam setiap aspek
penyelengaraan negara harus berpedoman dan bersumber pada nilai-
nila Pancasila, seperti bentuk negara, sifat negara, tujuan negara, serta
hak dan kewajiban negara dan warga negara, sistem hokum negara,
moral negara, dan segala aspek penyelenggaraan negara lainnya.
b. Dasar Epistemologis
Epistemologis adalah cabang filsafat yang mengkaji tentang apakah
kebenaran atau apakah hakikat ilmu pengetahuan. Upaya untuk
mendapatkan jawaban tentang kebenaran dilakukan pembuktian melalui
ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, kajian epistemologis filsafat
Pancasila dimaksudkan sebagai upaya untuk mencari hakikat Pancasila
sebagai suatu sistem pengetahuan. Oleh karena hakikat dasar ontologis
sila-sila Pancasila adalah manusia, maka kajian epistemologis Pancasila
tidak dapat dipisahkan dengan dasar ontologisnya.
Ada tiga persoalan mendasar dalam kajian epistemologis, yaitu :
1) tentang sumber pengetahuan manusia
2) tentang teori kebenaran pengetahuan manusia
3) tentang watak pengetahuan manusia. Pancasila sebagai obyek
kajian epistemologis mencakup persoalan sumber dan susunan
pengetahuan manusia.
Sumber pengetahuan Pancasila adalah nilai-nilai yang ada pada bangsa
Indonesia sendiri yang kemudian dirumuskan oleh wakil-wakil bangsa
Indonesia ketika mendirikan NKRI. Hal ini berarti bahwa nilai-nilai
tersebut menjadi kausa material Pancasila. Oleh karena sumber
pengetahuan Pancasila adalah manusia Indonesia dengan nilai-nilai
yang dimilikinya (adat istiadat, budaya dan religius) maka antara
manusia Indonesia sebagai pendukung sila-sila Pancasila dan Pancasila
sebagai suatu sistem pengetahuan dan dapat kesesuaian yang bersifat
korespondensi.
Pancasila sebagai suatu sistem susunan pengetahuan memiliki susunan
yang bersifat formal logis, baik dalam arti susuna sila-sila Pancasila
maupun isi arti sila-sila Pancasila. Susunan kesatuan sila-sila Pancasila
bersifat hirarkis dan berbentuk piramidal, dimana :
1. sila pertama Pancasila mendasari dan menjiwai keempat sila
lainnya,
2. sila kedua dijiwai oleh sila pertama serta mendasari dan menjiwai
sila ke tiga, keempat dan kelima,
3. sila ketiga dijiwai oleh sila pertama dan kedua serta mendasari dan
menjiwai sila keempat dan kelima,
4. sila keempat dijiwai oleh sila pertama, kedua dan ketiga serta
mendasari dan menjiwai sila kelima,
5. sila kelima dijiwai oleh sila pertama, sila kedua, sila ketiga dan sila
keempat
Dasar-dasar rasional logis Pancasila juga menyangkut arti isi arti
Pancasila. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa memberi landasan
kebenaran pengetahuan manusia yang bersumber pada intuisi.
Manusia pada hakikatnya kedudukan dan kodratnya adalah sebagai
makhluk Tuhan Yang Maha Esa, maka sesuai dengan sila pertama
Pancasila, epistemologis Pancasila juga mengakui kebenaran
wahyu yang bersifat mutlak dan sebagai tingkat kebenaran yang
tertinggi. Demikian juga dalam sila ketiga, keempat dan kelima,
kajian epistemologis Pancasila mengakui kebenaran consensus
dalam kaitannya dengan hakikat sifat kodrat manusia sebagai
makhluk individu dan makhluk social.
Sebagai suatu paham epistemologis, Pancasila berdasarkan
pandangan bahwa ilmu pengetahuan pada hakikatnya tidak bebas
nilai karena harus diletakkan pada kerangka moralitas kodrat
manusia serta moralitas religius dalam upaya untuk mendapatkan
suatu tingkatan pengetahuan dalam hidup manusia. Itulah sebabnya
Pancasila dalam kajian epistemologis harus menjadi dasar
moralitas bangsa dalam membangun perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
c. Dasar Aksiologis
Aksiologis adalah cabang ilmu filsafat yang mengkaji tentang nilai
praksis atau manfaat suatu pengetahuan. Kajian aksiologis filsafat
Pancasila pada hakikatnya mengkaji tentang nilai praksis atau
manfaat suatu pengetahuan tentang Pancasila. Karena sila-sila
Pancasila sebagai suatu sistem filsafat memiliki satu kesatuan dasar
aksiologis, maka nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila juga
merupakan satu kesatuan. Dengan demikian, dasar aksiologi
Pancasila mengandung arti bahwa pembahasan tertuju pada filsafat
nilai Pancasila.
Menurut Notonegoro, nilai-nilai Pancasila termasuk nilai
kerohanian adalah segala sesuatu yang berguna bagi rohani
manusia. Nilai kerohanian dapat dirinci kedalam empat tingkatan
nilai, yaitu :
1. nilai kebenaran, yang bersumber pada akar, rasio atau cipta
manusia
2. nilai estetis atau keindahan, yakni nilai yang bersumber pada
perasaan manusia
3. nilai moral atau kebaikan, yakni nilai yang bersumber pada
unsur kehendak manusia dan
4. nilai religious atau kesucian, yakni nilai kerohanian terkini dan
bersifat mutlak, yang berhubungan dengan keyakinan dan
kepercayaan manusia dan yang bersumber pada wahyu yang
berasal dari Tuhan Yang Maha Esa.
C. Hakikat Dan Fungsi Ideologi Pancasila
Pancasila selain sebagai dasar negara Indonesia juga berkedudukan sebagai
ideology nasional Indonesia. Ideology berasal dari kata “idea” yang berarti
gagasan, konsep, pengertian dasar, cita-cita dan “logos” yang berarti ilmu.
Secara harafiah, ideology berarti ilmu tentang pengetahuan dasar, ide.
Dalam pengertian sehari-hari, ide disamakan dengan cita-cita. Cita-cita
dimaksud adalah cita-cita yang bersifat tetap sehingga cita-cita tersebut
sekaligus merupakan dasar, pandangan atau paham. Hubungan manusia
dengan cita-citanya disebut ideologi. Ideologi berisi seperangkat nilai,
diman nilai-nilai itu menjadi cita-citanya atau oandangan hidup sehingga
mendorong manusia untuk bekerja dan bertindak untuk mencapai nilai-nilai
tersebut.
Ideology mencerminkan cara berpikir bangsa Indonesia tentang dirinya dan
lingkungan yang dihadapinya. Dengan demikian, ideology bukanlah sebuah
pengetahuan teoritis belaka tetapi merupakan suatu yang dihayati dan yang
diyakini. Ideologi Pancasila dengan demikian merupakan suatu sistem
pemikiran dan kompleksitas pengetahuan, nilai-nilai, atau cita-cita yang
diyakini dan dijadikan sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia.
Menurut Ramlan Surbakti, ada dua fungsi utama Pancasila sebagai ideologi
bangsa indonesia, yakni sebagai pandangan hidup, tujuan atau cita-cita yang
hendak dicapai secara bersama-sama, dan sebagai saran pemersatu bangsa.

D. Implementasi Pancasila dalam Kehidupan Masyarakat


Sebagai upaya menegakkan dan mempertahankan Pancasila sebagai dasar
negara dan ideologi atau pandangan hidup bangsa dalam praktek kehidupan
berbangsa dan bernegara, maka setiap warga negara dituntut tidak hanya
memahami nilai – nilai Pancasila, namun perlu mengimplementasikannya
dalam kehidupan masyarakat sehingga dapat tercipta tata social yang serasi
dan harmonis dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Mengimplementasikan Pancasila lebih dari sekedar memahami nilai – nilai
yang terkandung dalam Pancasila. Setiap warga negara hendaknya berpikir
dan bertindak berdasarkan etika yang bersumber dari Pancasila

1. Implementasi sila pertama: Ketuhanan Yang Maha Esa


Sila ini menghendaki agar setiap warga negara menjunjung tinggi
agama dan kepercayaan terhadap TYME. Keyakinan atas Tuhan
diwujudkan dengan memeluk agama serta kepercayaan kepada TYME.
Dalam rangka menjalankan kehidupan beragama dan kepercayaan
kepada TYME, terdapat beberapa pedoman yang dapat dilakukan oleh
warga negara, yaitu:
a. Percaya dan takwa kepada TYME sesuai dengan agama dan
kepercayaan masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil
dan beradab. Percaya berarti setiap warga negara menerima sesuatu
yang berasal dari Tuhan sebagai kebenaran dan menganutnya.
Sedangkan takwa berarti adanya kepatuhan setiap pemeluk agama
dengan adanya kesadaran dan iman untuk melaksanakan segala
perintah Tuhan dan menjauhkan laranganNya. Pendek kata,
percaya dan takwa berarti setiap pemeluk agama harus memahami
ajaran agamanya dan melaksanakannya dengan baik dan benar
dalam kehidupan sehari-hari.
b. Saling menghormati dan bekerja sama antar pemeluk agama dan
penganut kepercayaan yang berbeda-beda sehingga terbina
kerukunan hidup. Bekerja sama diartikan bahwa setiap pemeluk
agama meskipun berbeda-beda agama dan kepercayaan, perlu
dilakukan pekerjaan secara bersama-sama sehingga tercipta
persatuan dan kerukunan atara umat beragama dalam suatu wilayah
c. Saling menghormati kebebasan menjalankan ibadat sesuai dengan
agama dan kepercayaannya. Setiap warga negara harus bekerja
sama agar setiap pemeluk agama dapat beribadah dengan perasaan
bebas, aman, dan nyaman, serta tidak boleh menghalangi,
mengganggu, bahakan menghancurkan peribadatan agama lain.
d. Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan kepada orang
lain dengan cara apapun. Oleh sebab itu, semangat toleransi
beragama harus dikembangkan sejak dini. Keyakinan bahwa
“agamaku adalah agamaku, dan agamamu adalah agamamu”
harus ditekankan kepada setiap warga negara.
2. Implementasi sila kedua: Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab. Sila
kedua mengandung makna warga negara indonesi mengakui adanya
manusia yang bermatabat, (bermatabat artinya manusia yang memiliki
kedudukan dan derajat yang lebih tinggi dan harus dipertahankan
dengan kehidupan yang layak), memperlakukan manusia secara lebih
adil dan beradap (adil dalam pengertian tidak berat sebelah, jujur, tidak
berpihak dan memperlakukan orang secara sama, sedangkan beradap
dalam arti mengetahui tata krama, sopan santum dalam kehidupan dan
pergaulan). Jadi sila kedua ini menghendaki warga negara untuk
menghormati kdudukan setiap manusia dengan kelebihan dan
kekurangan masing-masing. Setiap manusia berhak mempunyai
kehidupan yang layak dan bertindak jujur serta menggunakan norma
sopan santum dalam pergaulan dengan sesame manusia.
Butir – butir implementasi sila kedua sebagai berikut:
a. Mengakui persamaan derajat, persamaan hak dan kewajiban
antara sesame manusia, serta tidak saling melecehkan,
menghalangi manusia lain untuk hidup secara layak, serta
menghormati kepunyaan atau milik orang lain, serta menghormai
hak manusia lain seperti hak hidup, rasa aman, da hidup layak.
b. Saling mencintai sesame manusia.
c. Mengembangkan sikap tegaan rasa (adanya usaha dan kemauan
dari setiap manusia untuk menghargai dan menghormati perasaan
orang lain
d. Tidak semena – mena atau sewenang – wenang terhadap orang
lain
e. Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan, seperti: mengakui sifat
kemajemukan (suku, agama, kekayaan, dll), melakukan
musyawarah dengan dasar kesadaran dan kedewasaan untuk
menerima kompromi, melakukan sesuatu dengan pertimbangan
moral dan ketentuan agama, melakukan perbuatan dengan jujur
dan kompetisi yang sehat, melakukan kerja sama dengan itikad
baik dan tidak curang.
f. Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan seperti: donor darah,
memberi santunan anak yatim, memberi bantuan bencana alam,
dll.
g. Berani membela kebenaran dan kedilan
h. Saling menghormati dengan bangsa lain.
3. Implementasi sila ketiga: Persatuan Indonesia. Sila ini menghendaki
adanya persatuan yang utuh dan tidak terpecah bela, atau bersatunya
bermacam-macam perbedaan suku, agama, dan lain-lain yang berada di
wilayah Indonesia. Butir-butir implementasi sila persatuan Indonesia
adalah
a. Menempatkan persatuan. Kesatuan, kepentingan serta keselamatan
bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi dan gelongan.
b. Rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara, guna
menjaga keamanan lingkugan, menegakkan disiplin, serta
membayar pajak sebagai kewajiban warga negara.
c. Cinta tanah air dan bangsa
d. Bangga sebagai bangsa Indonesia bertanah air Indonesia yang
terwujud dari sikap menghargai tanah air Indonesia, mewarisi
budaya bangsa, hasil karya, dan lain-lain yang menjadi milik bangsa
Indonesia
e. Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa yang
ber-bhineka tunggal ika.
4. Implementasi sila keempat: Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat
Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan. Sila ini
mempunyai bahwa kekuasaan ada ditangan rakyat, dan dalam
melaksanakan kekuasaannya, rakyat menjalankan sistem perwakilan
melalui wakil-wakil rakyat yang dipilih melalui pemilu, dan keputusan
yang diambil dilakukan dengan jalan musyawarah yang dikendalikan
dengan pikiran sehat, jernih, logis, serta penuh tanggung jawab baik
kepada Tuhan maupun rakyat yang di wakilinya. Butir-butir
implementasi sila keempat adalah :
a. Mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat
b. Tidak memaksa kehendak kepada orang lain
c. Mengutamaka musyawarah dalam mengambil keputusan
d. Musyawarah untuk mengambil mufakat di liputi oleh semangat
kekeluargaan dan di laksanankan dengan akal sehat dan sesuai
dengan hati nurani yang luhur
e. Bertanggung jawab melaksanakan keputusan yang telah disepakati
bersama.
f. Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara
moral kepada TYME, menjujung tinggi harkat dan martabat
manusia serta nilai-nilai kebenaran dan keadilan.
5. Implementasi sila kelima: Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat
Indonesia. Sila ini mengandung makna sluruh rakyat Indonesia
mendapat perlakuan yang adil dalam bidang hukum, politik, ekonomi,
kebudayaan, dan kebutuhan spiritual rohani sehingga tercipta
masyarakat yang adil dan makmur. Butir – butir implementasi sila
kelima adalah:
a. Mengembangkan perbuatan-perbuatan yang luhur yang
mencerminkan sikap dan suasana kekluargaan dan kegotong
royongan.
b. Bersikap adil
c. Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban
d. Menghormati hak-hak orang lain.
e. Suka memberikan pertolongan kepada orang lain.
f. Menjauhi sikap pemerasan terhadap orang lain.
g. Tidak bersikap boros dan bergaya hidup mewah
h. Tidak melakukan perbuatan yang merugikan kepentingan umum
i. Bekerja keras
j. Menghargai karya orang lain
k. Bersama-sama berusaha mewujudkan kemajuan yang merata dan
berkeadilan sosial.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Setelah memperhatikan isi dalam pembahasan di atas, maka dapat penulis tarik
kesimpulan sebagai berikut:
Filsafat Pancasila adalah hasil berpikir/pemikiran yang sedalam-dalamnya dari
bangsa Indonesia yang dianggap, dipercaya dan diyakini sebagai sesuatu
(kenyataan, norma-norma, nilai-nilai) yang paling benar, paling adil, paling
bijaksana, paling baik dan paling sesuai bagi bangsa Indonesia

B. Saran
Warganegara Indonesia merupakan sekumpulan orang yang hidup dan tinggal
di negara Indonesia Oleh karena itu sebaiknya warga negara Indonesia harus
lebih meyakini atau mempercayai, menghormati, menghargai menjaga,
memahami dan melaksanakan segala hal yang telah dilakukan oleh para
pahlawan khususnya dalam pemahaman bahwa falsafah Pancasila adalah
sebagai dasar falsafah negara Indonesia. Sehingga kekacauan yang sekarang
terjadi ini dapat diatasi dan lebih memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa
dan negara Indonesia ini.

Anda mungkin juga menyukai