Filsafat berasal dari bahasa Yunani “philein “ yang berarti cinta dan “sophia“
yang berarti kebijaksanaan. Jadi filsafat menurut asal katanya berarti cinta akan
kebijaksanaan, atau mencintai kebenaran/pengetahuan. Cinta dalam hal ini
mempunyai arti yang seluas-luasnya, yang dapat dikemukakan sebagai keinginan
yang menggebu dan sungguh-sungguh terhadap sesuatu, sedangkan
kebijaksanaan dapat diartikan sebagai kebenaran yang sejati. Jadi filsafat secara
sederhana dapat diartikan sebagai keinginan yang sungguh-sungguh untuk mencari
kebenaran yang sejati. Filsafat merupakan Induk Ilmu pengetahuan. Menurut J.
Gredt dalam bukunya “Elementa Philosophiae” Bahwa filsafat sebagai “Ilmu
pengetahuan yang timbul dari prinsip-prinsip mencari sebab musababnya yang
terdalam”.
B. Filsafat Pancasila
Nilai adalah suatu ide atau konsep tentang apa yang seseorang pikirkan
merupakan hal yang penting dalam hidupnya. Nilai dapat berada di dua kawasan :
kognitif dan afektif. Nilai adalah ide, bisa dikatakan konsep dan bisa dikatakan
abstraksi (Sidney Simon, 1986). Nilai merupakan hal yang terkandung dalam hati
nurani manusia yang lebih memberi dasar dan prinsip akhlak yang merupakan
standar dari keindahan dan efisiensi atau keutuhan kata hati (potensi). Langkah-
langkah awal dari “nilai” adalah seperti halnya ide manusia yang merupakan potensi
pokok human being. Nilai tidaklah tampak dalam dunia pengalaman. Dia nyata
dalam jiwa manusia. Dalam ungkapan lain ditegaskan oleh Sidney B. Simon (1986)
bahwa sesungguhnya yang dimaksud dengan nilai adalah jawaban yang jujur tapi
benar dari pertanyaan “what you are really, really, really, want.”
Bangsa Indonesia sejak awal mendirikan negara, berkonsensus untuk
memegang dan menganut Pancasila sebagai sumber inspirasi, nilai dan moral
bangsa. Konsensus bahwa Pancasila sebagai anutan untuk pengembangan nilai
dan moral bangsa ini secara ilmiah filosofis merupakan pemufakatan yang normatif.
Secara epistemologikal bangsa Indonesia punya keyakinan bahwa nilai dan moral
yang terpancar dari asas Pancasila ini sebagai suatu hasil sublimasi dan kritalisasi
dari sistem nilai budaya bangsa dan agama yang kesemuanya bergerak vertikal dan
horizontal serta dinamis dalam kehidupan masyarakat. Selanjutnya untuk
mensinkronkan dasar filosofia-ideologi menjadi wujud jati diri bangsa yang nyata
dan konsekuen secara aksiologikal bangsa dan negara Indonesia berkehendak
untuk mengerti, menghayati, membudayakan dan melaksanakan Pancasila. Upaya
ini dikembangkan melalui jalur keluarga, masyarakat dan sekolah.
Nilai-nilai yang bersumber dari hakikat Tuhan, manusia, satu rakyat dan adil
dijabarkan menjadi konsep Etika Pancasila, bahwa hakikat manusia Indonesia
adalah untuk memiliki sifat dan keadaan yang berperi Ketuhanan Yang Maha Esa,
berperi Kemanusiaan,berperi Kebangsaan, berperi Kerakyatan dan berperi Keadilan
Sosial. Konsep Filsafat Pancasila dijabarkan menjadi sistem Etika Pancasila yang
bercorak normatif.
Persatuan Indonesia
4. Kajian Ontologis
Secara ontologis kajian Pancasila sebagai filsafat dimaksudkan sebagai
upaya untuk mengetahui hakikat dasar dari sila sila Pancasila. Menurut Notonagoro
hakikat dasar ontologis Pancasila adalah manusia. Mengapa ?, karena manusia
merupakan subyek hukum pokok dari sila sila Pancasila.
Hal ini dapat dijelaskan bahwa yang berketuhanan Yang Maha Esa,
berkemanusian yang adil dan beradab, berkesatuan Indonesia, berkerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan,
berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia pada hakekatnya adalah manusia
(Kaelan, 2005).
Jadi secara ontologis hakekat dasar keberadaan dari sila sila Pancasila
adalah manusia. Untuk hal ini Notonagoro lebih lanjut mengemukakan bahwa
manusia sebagai pendukung pokok sila sila Pancasila secara ontologi memiliki hal-
hal yang mutlak, yaitu terdiri atas susunan kodrat, raga dan jiwa, jasmani dan
rohani. Juga sebagai makluk individu dan sosial serta kedudukan kodrat manusia
sebagai makluk pribadi dan sebagai makluk Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena
itu, maka secara hierarkhis sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa mendasari dan
menjiwai keempat sila sila Pancasila (Kaelan, 2005).
Selanjutnya Pancasila secagai dasar filsafat negara Republik Indonesia
memiliki susunan lima sila yang merupakan suatu persatuan dan kesatuan serta
mempunyai sifat dasar kesatuan yang mutlak yaitu berupa sifat kodrat monodualis,
sebagai makluk individu sekaligus juga sebagai makluk sosial, serta kedudukannya
sebagai makluk pribadi yang berdiri sendiri juga sekaligus sebagai makluk Tuhan.
Konsekuensinya segala aspek dalam penyelenggaraan negara diliputi oleh nilai nilai
Pancasila yang merupakan suatu kesatuan yang utuh yang memiliki sifat dasar yang
mutlak berupa sifat kodrat manusia yang monodualis tersebut.
Kemudian seluruh nilai nilai Pancasila tersebut menjadi dasar rangka dan
jiwa bagi bangsa Indonesia. Hal ini berarti bahwa dalam setiap aspek
penyelenggaraan negara harus dijabarkan dan bersumberkan pada nilai nilai
Pancasila, seperti bentuk negara, sifat negara, tujuan negara, tugas dan kewajiban
negara dan warga negara, sistem hukum negara, moral negara dan segala sapek
penyelenggaraan negara lainnya.
4. Epsitomologi Pancasila
5. Aksiologi Pancasila
Latihan
Kerjakan tugas di bawah ini !
Lakukan studi kepustakaan dari buku-buku filsafat Plato, Aristoteles, dan
Notonagoro !
Diskusikan dengan kelompok Anda dari hasil studi kepustakaan tersebut !
Buat laporan kelompok dari hasil diskusi yang Anda lakukan !
Rangkuman
Pancasila, seperti telah jamak kita ketahui terdiri dari lima sila yang pada
hakikatnya membentuk sebuah sistem filsafat. Sebagaimana prasyarat sebuah sistem
yang mengharuskan adanya suatu kesatuan antar bagian, fungsi dari bagian-bagian
yang saling berhubungan, dan mempunyai tujuan bersama, serta terjadi dalam
lingkungan yang kompleks, Pancasila sungguh memenuhi untuk disebut sebagai
sebuah sistem, dalam hal ini sistem filsafat.
Sistem filsafat Pancasila mempunyai kedudukan yang sentral dan interdisipliner
serta mengandung nilai kefilsafatan yang lebih lengkap dan lebih sempurna jika
dibandingkan dengan sistem kefilsafatan lainnya.Diantaranya, filsafat Pancasila
mengandung nilai pragmatis, tetapi bukan pragmatisme; mengandung nilai ideal tetapi
bukan idealisme; mengandung nilai positif tetapi bukan positifisme;
Pancasila sebagai dasar filsafat bangsa dan negara Republik Indonesia
merupakan nilai yang tidak dapat dipisah-pisahkan dengan masing-masing silanya. Hal
ini dikarenakan apabila dilihat satu per satu dari masing-masing sila, dapat saja
ditemukan dalam kehidupan bangsa lain. Makna Pancasila terletak pada nilai-nilai dari
masing-masing sila sebagai satu kesatuan yang tidak dapat diputarbalikkan letak dan
susunannya.
Tes Formatif 1
1. Secara etimologis, filsafat berasal dari kata philein dan sophos. Perpaduan kata
tersebut mengandung arti
a. Perenungan
b. Cinta ilmu pengetahuan
c. Teman dari kebijakan
d. Kumpulan orang bijaksana
e. Pemikiran yang selalu menginginkan kebijakan
2. Manfaat filsafat Pancasila bagi setiap bidang kehidupan bangsa dan Negara
Indonesia adalah
a. Memperdalam pengetahuan dan pengertian Pancasila sebagai dasar Negara,
pandangan hidup bangsa, dan ideologi Negara
b. Menangkal budaya asing yang masuk ke Indonesia, baik secara langsung
maupun melalui perantaar teknologi
c. Perwujudan dan pelaksanaan setiap warga Negara dalam bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara
d. Sebagai pandangan hidup bangsa dan Negara Indonesia serta akan menjiwai
setiap warga negaranya
e. Sebagai pedoman perilaku
3. Pada tahun 1365, Empu Prapanca menulis nagara Kertagama yang menyebutkan
istilah Pancasila, dan Empu Tantular menulis kitab yang menggambarkan kejayaan
Majapahit, yaitu
a. Bhinneka Tunggal Ika
b. Kertaningbumi
c. Sutasoma
d. Tan Hana Dharma Mangrua
e. Jaya Negara
4. Sidang BPUPKI pertama mengkaji tentang dasar Negara yang akan dijadikan
landasan pada saat Indonesia merdeka. Pada saat itu Ir. Soekarno mengusulkan
Pancasila dengan urutan
a. Nasionalisme, Ketuhanan Yang Maha Esa, Perikemanusiaan, Kebangsaan
Indonesia, Mufakat, dan Kesejahteraan Sosial
b. Internasionalisme, Nasionalisme, Mufakat, Demokrasi, dan Ketuhanan.
c. Nasionalisme, Internasionalisme, Mufakat, Kesejahteraan Sosial, dan Ketuhanan
yang Berkebudayaan
d. Kesejahteraan Sosial, Internasionalisme, Nasionalisme, Perikemanusiaan, dan
Ketuhanan
e. Ketuhanan, kebudayaan, demokrasi
5. Pembahasan dasar Negara dikaji pada dua badan, yaitu BPUPKI dan PPKI. Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia dibentuk pada
a. 7 Agustus 1945
b. 1 Juni 1945
c. 10 Juli 1945
d. 18 Agustus 1945
e. 22 Juni 1945
6. Sebelum secara resmi disahkan pada tahun 1945 sebagai dasar filsafat Negara, unsur-
unsur Pancasila telah dimiliki dan telah melekat pada bangsa Indonesia sebagai asas
dalam adat istiadat, kebudayaan, dan religius yang terakumulasi pada
a. Ma Lima
b. Bhinneka Tunggal Ika
c. Triprakara
d. Gotong royong
e. Kebudayaan
7. Berikut ini yang tidak termasuk nilai dasar Pancasila adalah
a. Nilai Ketuhanan
b. Nilai Keadilan
c. Nilai Kemanusiaan
d. Nilai Kerakyatan
e. Nilai Kebangsaan
8. Dalam paham filsafat Pancasila harkat dan martabat manusia ditentukan oleh
perilaku dan moral manusia itu sendiri, yakni
a. Sikap kesungguhan manusia dalam memperjuangkcin sesuatu yang menurutnya
baik dan benar
b. Perilaku yang senantiasa merujuk pada setiap situasi yang sedang dihadapi
c. Sikap manusia yang bersumber pada kebutuhan hidup sehari-hari
d. Sikap kerpibadian manusia yang baik, benar, semangat dan tercermin pada
mental dan batin pelaku
e. Manusia sebagai ciptaan tuhan
9. Konsep Eka SIla dari Bung Karno adalah :
a. Persatuan
b. Keadilan
c. Gotong Royong
d. Ketuhanan
e. Kemanusiaan
10. Ide Negara kebangsaan atau Negara integralistik disampaikan oleh
a. Soepomo
b. Muhammad Yamin
c. Soekarno
d. Radjiman Wedyodiningrat
e. Mohammad Hatta
Apabila mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Anda dapat meneruskan
dengan Kegiatan Belajar 1. Jika masih di bawah 70%, Anda harus mengulangi materi
Kegiatan Belajar 1, terutama bagian yang belum dikuasai.
Daftar Pustaka
1. Kaelan, 2009, Filsafat Pancasila: Pandangan Hidup Bangsa Indonesia, Paradigma,
Yogyakarta
2. Latif, Yudi, 2002, Negara Paripurna, Historisitas, Rasionalitas, dan Aktualitas
Pancasila, Jakarta, Gramedia Pustaka.
3. S Sumarsono. 2004, Pendidikan Kewarganegaraan, Edisi Kesebelas, PT Gramedia
Pustaka Utama.
4. Srijanti. 2009 Pendidikan Kewarganegaraan, Edisi Pertama, PT.Salemba Empat.
5. Subiakto Tjakrawerdaja, Soenarto Soedarno, P Setia Lenggono, Budhi
Purwandaya, Muhamad Karim, Lestari Agusalim, 2017, Sistem Ekonomi Pancasila,
Rajawali Pers, Jakarta.
6. Sutrisno, Slamet. 2006, Filsafat Dan Ideologi Pancasila, Edisi Kesatu, CV. Andi,
Yogyakarta.
7. Winarno. 2008, Paradigma Baru Pendidikan Kewarganegaraan, Edisi Kedua, PT
Bumi Aksara,