Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pancasila adalah dasar dari falsafah Negara Indonesia, sebagaimana
tercantum dalam pembukaan UUD 1945. Oleh karena itu, setiap warga Negara
Indonesia wajib untuk mempelajari, menghayati, mendalami dan menerapkan
nilai-nilai pancasila dalam setiap bidang kehidupan.
Dalam kehidupan bangsa Indonesia, diakui bahwa nilai-nilai pancasila
adalah falsafah hidup atau pandangan yang berkembang dalam sosial-budaya
Indonesia. Nilai pancasila dianggap nilai dasar dan puncak atau sari dari budaya
bangsa. Oleh karena itu, nilai ini diyakini sebagai jiwa dan kepribadian bangsa.
Dengan mendasarnya nilai ini dalam menjiwai dan memberikan indentitas, maka
pengakuan atas kedudukan pancasila sebagai falsafah adalah wajar.
Pancasila sebagai ajaran falsafah, pancasila mencerminkan nilai-nilaidan
pandangan mendasar dan hakiki rakyat Indonesia dalam hubungannya dengan
sumber kesemestaan, yakni Tuhan Yang Maha Esa. Asas Ketuhanan Yang Maha
Esa sebagai asas fundamental dalam kesemestaan, dijadikan pula asas
fundamental kenegaraan. Asas fundamental dalam kesemestaan itu mencerminkan
identitas atau kepribadian bangsa Indonesia yang religious.
Pancasila sebagai system filsafat adalah merupakan kenyataan pancasila
sebagai kenyataan yang obyektif, yaitu bahwa kenyataan itu ada pada pancasila
sendiri terlepas dari sesuatu yang lain atau terlepas dari pengetahuan orang.
Kenyataan obyekrif yang ada dan terletak pada pancasila, sehingga pancasila
sebagai suatu system filsafat bersifat khas dan berbeda dalam system-sistem
filsafat yang lain. Hal ini secara ilmiah disebut sebagai filsafat secara obyektif.
Dan untuk mendapatkan makna yang lebih mendalam dan mendasar, kita perlu
mengkaji nilai-nilai pancasila dari kajian filsafat secara menyeluruh.

B. Rumusan Masalah
Agar penulisan makalah ini terstruktur dan mencapai tujuan yang
diinginkan maka hendaklah kita membuat beberapa rumusan masalah. Rumusan
masalahnya adalah :

1
1. Apa yang dimaksud dengan Filsafat dan Sistem Filsafat?
2. Bagaimana kesatuan Sila-sila dalam pancasila?
3. Apa saja inti ajaran dalam sila-sila Pancasila?
4. Bagaimana bentuk Penyimpangan terhadap ajaran pancasila?

C. Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui pengertian Filsafat dan Sistem Filsafat
2. Untuk mengetahui kesatuan Sila-sila dalam pancasila
3. Untuk mengetahui inti ajaran dalam sila-sila Pancasila
4. Untuk mengetahui Penyimpangan terhadap ajaran pancasila

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Defenisi Filsafat
1. Secara etimologi
Kata falsafah/filsafat berasal dari bahasa Yunani, yaitu: philosophia,
philo/philos/philein yang artinya cinta /pencinta/mencintai danSophia, yang berarti
kebijakan/ wisdom/kearifan/ hikamah / hakikat kebenaran. Jadi filsafat artinya cinta akan
kebijaksanaan atau hakikat kebenaran.
Beberapa istilah filsafat dalam berbagai bahasa, misalnya “falsafah” dalam bahasa
arab, “philosophie” bahasa belanda, “philosophy” dalam bahasa inggris dan masih banyak
lagi istilah dalam bahasa lain, yang pada hakekatnya semua istilah itu mempunyai arti yang
sama.
2. Arti filsafat menurut para ahli
Harold H. Titus
Filsafat adalah sekumpulan sikap dan kepecayaan terhadap kehidupan dan alam yg biasanya
diterima secara tidak kritis. Filsafat adalah suatu proses kritik atau pemikiran terhadap kepercayaan
dan sikap yg dijunjung tinggi;
Hasbullah Bakry
Ilmu Filsafat adalah ilmu yang menyelidiki segala sesuatu dengan mendalam mengenai Ke-
Tuhanan, alam semesta dan manusia sehingga dapat menghasilkan pengetahuan tentang bagaimana
sikap manusia itu sebenarnya setelah mencapai pengetahuan itu.
Prof. Dr.Mumahamd Yamin
Filsafat ialah pemusatan pikiran, sehingga manusia menemui kepribadiannya seraya didalam
kepribadiannya itu dialaminya kesungguhan.
Prof. Dr. Ismaun, M.Pd
Filsafat ialah usaha pemikiran dan renungan manusia dengan akal dan qalbunya secara
sungguh-sungguh, yakni secara kritis sistematis, fundamentalis, universal, integral dan radikal
untuk mencapai dan menemukan kebenaran yang hakiki (pengetahuan, dan kearifan atau kebenaran
yang sejati).
Pudjo Sumedi AS., Drs.,M.Ed. & Mustakim, S.Pd.,MM

3
Istilah dari filsafat berasal bahasa Yunani: ”philosophia”. Seiring perkembangan zaman
akhirnya dikenal juga dalam berbagai bahasa, seperti: ”philosophic” dalam kebudayaan bangsa
Jerman, Belanda, dan Perancis; “philosophy” dalam bahasa Inggris; “philosophia” dalam bahasa
Latin; dan “falsafah” dalam bahasa Arab.

B. Pancasila sebagai sistem filsafat


Pancasila sebagai sistem filsafat yaitu suatu konsep tentang dasar negara
yang terdiri dari lima sila sebagai unsur yang mempunyai fungsi masing-masing
dan satu tujuan yang sama untuk mengatur dan menyelenggarakan kehidupan
bernegara di Indonesia. Filsafat negara kita ialah Pancasila, yang diakui dan
diterima oleh bangsa Indonesia sebagai pandangan hidup. Dengan demikian,
Pancasila harus dijadikan pedoman dalam kelakuan dan pergaulan sehari-hari.
Sebagaimana telah dirumuskan oleh Presiden Soekarno, Pancasila pada
hakikatnya telah hidup sejak dahulu dalam moral, adat istiadat, dan kebiasaan
masyarakat Indonesia. “Dengan adanya kemerdekaan Indonesia, Pancasila
bukanlah lahir, atau baru dijelmakan, tetapi sebenarnya Pancasila itu bangkit
kembali”.
Sebagaimana pandangan hidup bangsa, maka sewajarnyalah asas-asas
pancasila disampaikan kepada generasi baru melalui pengajaran dan pendidikan.
Pansila menunjukkan terjadinya proses ilmu pengetahuan, validitas dan hakikat
ilmu pengetahuan (teori ilmu pengetahuan).
Pancasila menjadi daya dinamis yang meresapi seluruh tindakan kita, dan
kita harus merenungkan dan mencerna arti tiap-tiap sila dengan berpedoman pada
uraian tokoh nasional, agar kita tidak memiliki tafsiran yang bertentangan.
Dengan pancasila sebagai filsafat negara dan bangsa Indonesia, kita dapat
mencapai tujuan bangsa dan negara kita.
Pancasila sebagai sistem filsafat memberi arah agar kesejahteraan dan
kemakmuran bertolak dari keyakinan manusia yang percaya kepada kebesaran
Tuhan, kesejahteraan yang berlandaskan paham kemanusiaan, kesejahteraan yang
memihak pada kesatuan dan persatuan serta kebersamaan sebagai suatu kesatuan
bangsa yang utuh dan bulat.

4
C. Kesatuan Sila-sila Pancasila sebagai Suatu Sistem Filsafat

Kesatuan antara sila-sila Pancasila tidak hanya kesatuan yang bersifat logis saja, kesatuan
menurut isi, atau kesatuan formal logis lainnya, namun sila-sila Pancasila memiliki suatu kesatuan
meliputi kesatuan dasar ontologis, dasar epistemologis, dan dasar aksiologis dari sila-sila Pancasila.
Secara filosofis Pancasila sebagai suatu kesatuan sistem filsafat memiliki dasar ontologis, dasar
epistemologis, dan dasar aksiologis sendiri yang berbeda dengan sistem filsafat lainnya misalnya
materialisme, liberalisme, pragmatisme, komunisme, idealisme, dan lain paham filsafat di dunia
(Kaelan, 2010: 62).
1. Dasar Ontologis Sila-sila Pancasila
Pancasila sebagai suatu kesatuan sistem filsafat tidak hanya menyangkut sila-silanya saja
melainkankan juga meliputi hakikat dasar dari sila-sila Pancasila atau yang disebut juga dengan
dasar ontologis sila-sila Pancasila. Pancasila yang terdiri dari lima sila memiliki satu kesatuan
dasar ontologis. Selain itu, Dasar ontologis Pancasila pada hakikatnya adalah manusia, yang
memiliki hakikat mutlakmonopluralis, oleh karena itu hakikat dasar ini juga disebut sebagai
dasar antropologis. Subjek pendukung sila-sila Pancasila adalah manusia, hal ini dapat dijelaskan
sebagai berikut: bahwa yang Berketuhanan Yang Maha Esa, yang berkemanusiaan yang adil dan
beradab, yang berpersatuan, yang berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan/perwakilan serta yag berkeadilan sosial pada hakikatnya adalah
manusia. Demikian juga jikalalu kita pahami dari filsafat negara bahwa Pancasila adalah dasar
filsafat negara, adapun pendukung pokok negara adalah rakyat dan unsur rakyat adalah manusia
itu sendiri, sehingga tepatlah jikalau dalam filsafat Pancasila bahwa hakikat dasar antropologis
sila-sila Pancasila adalah manusia (Kaelan, 2012: 14).
Manusia sebagai pendukung pokok sila-sila Pancasila secara ontologis memiliki hal-hal
yang mutlak, yaitu terdiri atas susunan kodrat, raga, dan jiwa jasmani dan rohani, sifat kodrat
mansuia adalah sebagai makhluk individu dan makhluk sosial, serta kedudukan kodrat manusia
sebagai makhluk pribadi berdiri sendiri dan sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Oleh
karena kedudukan kodrat manusia sebagai makhluk pribadi berdiri sendiri dan sebagai makhluk
Tuhan inilah maka secara hierarkhis sila pertama Ketuhan Yang Maha Esa mendasari dan
menjiwai keempat sila-sila Pancasila yang lainnya.
Hubungan kesesuaian antara negara dengan sila-sila Pancaisla adalah berupa hubungan
sebab akibat yaitu negara sebagai pendukung hubungan dan Tuhan, manusia, satu, rakyat, dan
adil sebagai pokok pangkal hubungan. Landasan sila-sila Pancasila yaitu Tuhan, manusia, satu,

5
rakyat, dan adil adalah sebagai sebab adapun negara adalah sebagai akibat. Sebagai suatu
sistem filsafat landasan sial-sila Pancasila itu dalam hal isinya menunjukkan suatu hakikat
makna yanag bertingkat, serta ditinjau dari keluasannya memiliki bentuk piramidal.
2. Dasar Epistemologis sila-sila Pancasila
Dasar epistemologis Pancasila pada hakikatnya tidak dapat dipisahkan dari dasar
ontologisnya. Pancasila sebagai suatu ideologi bersumber pada nilai-nilai dasarnya yaitu
filsafat Pancasila. Terdapat tiga persoalan yang mendasar dalam epistemologi yaitu: pertama
tentang sumber pengetahuan manusia, kedua tentang teori kebenaran pengetahuan manusia,
ketiga tetang watak pengetahuan manusia. Persoalan epistemologi dalam hubungannya dengan
Pancasila dapat dirinci sebagai berikut:
Pancasila sebagai suatu objek pengetahuan pada hakikatnya meliputi masalah sumber
pengetahuan manusia dan susunan pengetahuan Pancasila. Tentang sumber pengetahuan
Pancasila, sebagaimana diketahui bersama bahwa sumber pengetahuan Pancasila adalah nilai-
nilai yang ada pada bangsa Indonesia sendiri, bukan berasal dari bangsa lain, bukan hanya
merupakan perenungan serta pemikiran seseorang atau beberapa orang saja namun dirumuskan
oleh wakil-wakil bangsa Indonesia dalam mendirikan negara. Oleh karena sumber pengetahuan
Pancasila adalah bangsa Indonesia sendiri yang memiliki nilai-nilai, adat istiadat, dan
kebudayaan dan nilai religius, maka diantara bangsa Indonesia sebagai pendukung sila-sila
Pancasila dengan Pancasila sendiri sebagai suatu sistem pengetahuan memiliki kessuaian yang
bersifat korespondensi.
Berikutnya tentang susunan Pancasila sebagai suatu sistem pengetahuan. Sebagai suatu
sistem pengetahuan maka Pancasila memiliki susunan yang bersifat formal logis baik dalam
arti susunan sila-sila Pancasila maupun isi arti sila-sila Pancasila. Susunan kesatuan sila-sila
Pancasila adalah berbentuk hierarkhis dan berbentuk piramidal, dimana sila pertama Pancasila
mendasari dan menjiwai keempat sila lainnya serta sila kedua didasari sila pertama serta
mendasari dan menjiwai sila-sila ketiga, keempat, dan kelima, sila ketiga didasari dan dijiwai
oleh sila pertama dan kedua serta mendasari dan menjiwai sila-sila keempat dan kelima, sila
keempat didasari dan dijiwai sila pertama, kedua serta ketiga serta mendasari dan menjiwai sila
kelima, adapun sila kelima didasari dan dijiwai oleh sila pertama, kedua, ketiga, dan keempat.
Demikianlah maka susunan sila-sila Pancasila memiliki sistam logis baik yang menyangkut
kualitas maupun kuantitasnya. Dasar-dasar rasional logis Pancasila juga menyangkut isi arti

6
sila-sila Pancasila. Susunan isi arti Pancasila meliputi tiga hal yaitu: pertama isi arti sila-sila
Pancasila yang umum universal yaitu hakikat sila-sila Pancasila. Isi arti sila-sila Pancasila yang
umum universal ini merupakan inti sari atau esensi Pancasila sehingga merupakan tolak
derivasi baik dalam pelaksanaan pada bidang-bidang kenegaraan dan tertib hukum Indonesia
serta dalam realisasi praksis dalam berbagai bidang kehidupan konkrit. Kedua, isi arti Pancasila
yang umum kolektif, yaitu isi arti Pancasila sebagai pedoman kolektif negara dan bangsa
Indonesia terutama dalam tertib hukum Indonesia. Ketiga, isi arti Pancasila yang bersifat
khusus dan konkrit yaitu isi arti Pancasila dalam realisasi praksis dalam berbagai bidang
kehidupan sehingga memiliki sifat yang khusus konkrit serta dinamis.
Kemudian pandangan Pancasila tentang pengetahuan manusia. hakikat manusia sebagai
makhluk monopluralis merupakan dasar pijak epistemologi Pancasila. Menurut Pancasila
bahwa hakikat manusia sebagai makhluk monopluralis adalah hakikat manusia yang memiliki
unsur-unsur pokok, yitu susunan kodrat yang teridiri atas raga (jasmani) dan jiwa
(rohani).selain itu manusia juga memiliki indra sehingga dalam proses reseptif indra merupakan
alat untuk mendapatkan kebenaran pengetahuan yang bersifat empiris. Maka Pancasila juga
mengakui kebenaran empiris terutama dalam kaitannya dengan pengetahuan manusia yang
bersifat positif. Potensi yang terdapat dalam diri manusia untuk mendapatkan kebenaran
terutama dalam kaitannya dengan pengetahuan positif Pancasila juga mengakui kebenaran
pengetahua manusia yang bersumber pada intuisi. Manusia yang pada hakikatnya merupakan
makhluk Tuhan Yang maha Esa sesuai dengan sila pertama Pancasila yang mengakui
kebenaran Pancasila sebagai kebenaran yang tertinggi. Sedangkan sila ketiga, keempat, dan
kelima mengakui kebenaran bahwa pada hakikatnya manusia sebagai makhluk individu dan
sosial. Sebagai suatu paham epistemologi maka Pancasila mendasarkan pandangannya bahwa
ilmu pengetahuan pada hakikatya tidak bebas dari nilai karena harus diletakkan pada moralitas
kodrat manusia serta moralitas religius.
3. Dasar Aksiologis Sila-sila Pancasila
Yang dimaksud dengan dasar aksiologis sila-sila Pancasila sebagai suatu sistem filsafat
yaitu nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila pada hakikatnya juga merupakan kesatuan
(Kaelan, 2012: 18). Dalam kehidupan, terdapat banyak sekali jenis nilai yang disampaikan atau
dikemukan oleh para ahli. Notonagoro mengatakan bahwa nilai-nilai Pancasila tergolong niali-
nilai kerohanian, tetapi nilai-nilai kerohanian yang mengakui adanya nilai material dan nilai

7
vital. Hal ini menunjukkan bahwa nilai-nilai Pancasila yang tergolong ke dalam nilai
kerohanian juga mengandung nilai-nilai lain yang lengkap dan harmonis, baik itu nilai material,
nilai vital, nilai kebenaran, nilai keindahan atau estetika, nilai kabaikan atau moral, maupun
nilai-nilai kesucian.
Substansi dari Pancasila merupakan nilai-nilai dan norma-norma. Substansi Pancasila
dengan kelima silanya terdapat pada Ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan
keadilan. Prinsip-prinsip tersebut telah menjelma ke tertib sosial, masyarakat, bangsa
Indonesia, yang dapat ditemukan pada adat istiadat, kebudayaan serta kehidupan bangsa
Indonesia. Nilai yang terkandung dalam sila pertama hingga sila kelima merupakan cita-cita,
harapan, dan dambaan bangsa Indonesia yang akan diwujudkan dalam kehidupan. Bangsa
Indonesia dalam hal ini merupakan pendukung dari niali-nilai Pancasila. Sebagai pendukung
Pancasila, maka sudah seharusnyalah bangsa Indonesia menghargai, mengakui, dan menerima,
serta memandang Pancasila sebagai sesuatu yang benar-benar bernilai dan berharga.
Penghargaan, pengakuan, penerimaan, dan pemandangan tersebut akan tampak jika telah
mendarah daging ke dalam sikap, tingkah laku, dan perbuatan bangsa Indonesia. Kalau
keempat hal diatas telah mendarah daging ke dalam seluruh rakyat Indonesia maka akan
terbentuklah manusia Indonesia yang berjiwa Pancasila.
Sebenarnya nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila memiliki tingkat kualitas yang
berbeda namun saling antara yang satu dengan yang lainnya saling mengkait dan melengkapi
dan tidak ada satu nilaipun yang bertentangan. Dalam hal ini jika satu sila dilepas maka akan
menyebabkan sila tersebut kehilangan kedudukan dan fungsinya karena tidak akan berarti jika
tidak berada dalam kesatuan. Kesatuan nilai-nilai Pancasila merupakan suatu kesatuan yang
utuh dan bulat atau disebut juga kesatuan organik. Tiap sila mempunyai fungsi tersendiri yakni
sila pertama dan kedua sebagai moral negara, sila ketiga sebagai dasar negara, sila keempat
sebagai sistem negara, dan sila kelima sebagai tujuan negara (Bakry, 2012: 39).

D. Inti isi kelima sila dalam pancasila


Pancasila merupakan ideologi dasar bagi negara Indonesia. Nama ini terdiri
dari dua kata dari Sanskerta yaitu Panca yang berarti lima dan Sila yang berarti
prinsip atau asas. Pancasila merupakan rumusan dan pedoman kehidupan
berbangsa dan bernegara bagi seluruh rakyat Indonesia. Lima sendi utama
penyusun Pancasila adalah Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil

8
dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dan keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia, dan tercantum pada paragraf ke-4 Preambule
(Pembukaan) Undang-undang Dasar 1945. Meskipun terjadi perubahan
kandungan dan urutan lima sila Pancasila yang berlangsung dalam beberapa tahap
selama masa perumusan Pancasila pada tahun 1945, tanggal 1 Juni diperingati
sebagai hari lahirnya Pancasila. Pancasila terdiri atas lima asas moral yang relevan
menjadi dasar negara Republik Indonesia. Inti isi dari setiap sila yang terkandung
dalam Pancasila yaitu:
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
(1) Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaannya dan ketaqwaannya
terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
(2) Manusia Indonesia percaya dan taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa,
sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing menurut
dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
(3) Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama antara
pemeluk agama dengan penganut kepercayaan yang berbeda-beda
terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
(4) Membina kerukunan hidup di antara sesama umat beragama dan
kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
(5) Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah
masalah yang menyangkut hubungan pribadi manusia dengan Tuhan
Yang Maha Esa.
(6) Mengembangkan sikap saling menghormati kebebasan menjalankan
ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing.
(7) Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang
Maha Esa kepada orang lain.
Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa inti isi
dari Sila Pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa yaitu menuntut setiap warga
negara mengakui Tuhan Yang Maha Esa sebagai pencipta dan tujuan akhir,
baik dalam hati dan tutur kata maupun dalam tingkah laku sehari-hari.

9
Konsekuensinya adalah Pancasila menuntut umat beragama dan kepercayaan
untuk hidup rukun walaupun berbeda keyakinan.

2. Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab


(1) Mengakui dan memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan
martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
(2) Mengakui persamaan derajad, persamaan hak dan kewajiban asasi setiap
manusia, tanpa membeda-bedakan suku, keturrunan, agama,
kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan sosial, warna kulit dan
sebagainya.
(3) Mengembangkan sikap saling mencintai sesama manusia.
(4) Mengembangkan sikap saling tenggang rasa dan tepa selira.
(5) Mengembangkan sikap tidak semena-mena terhadap orang lain.
(6) Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
(7) Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.
(8) Berani membela kebenaran dan keadilan.
(9) Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat
manusia.
(10) Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama dengan
bangsa lain.
Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa inti isi
dari Sila Kedua, Kemanusiaan yang adil dan beradab yaitu mengajak
masyarakat untuk mengakui dan memperlakukan setiap orang sebagai sesama
manusia yang memiliki martabat mulia serta hak-hak dan kewajiban asasi.
Dengan kata lain, ada sikap untuk menjunjung tinggi martabat dan hak-hak
asasinya atau bertindak adil dan beradap terhadapnya.
3. Persatuan Indonesia
(1) Mampu menempatkan persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan
keselamatan bangsa dan negara sebagai kepentingan bersama di atas
kepentingan pribadi dan golongan.

10
(2) Sanggup dan rela berkorban untuk kepentingan negara dan bangsa
apabila diperlukan.
(3) Mengembangkan rasa cinta kepada tanah air dan bangsa.
(4) Mengembangkan rasa kebanggaan berkebangsaan dan bertanah air
Indonesia.
(5) Memelihara ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan sosial.
(6) Mengembangkan persatuan Indonesia atas dasar Bhinneka Tunggal Ika.
(7) Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa.
Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa inti isi
dari Sila Ketiga, Persatuan Indonesia yaitu menumbuhkan sikap masyarakat
untuk mencintai tanah air, bangsa dan negara Indonesia, ikut
memperjuangkan kepentingan-kepentingannya, dan mengambil sikap solider
serta loyal terhadap sesama warga negara.
4. Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/Perwakilan
(1) Sebagai warga negara dan warga masyarakat, setiap manusia Indonesia
mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang sama.
(2) Tidak boleh memaksakan kehendak kepada orang lain.
(3) Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk
kepentingan bersama.
(4) Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat
kekeluargaan.
(5) Menghormati dan menjunjung tinggi setiap keputusan yang dicapai
sebagai hasil musyawarah.
(6) Dengan i’tikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan
melaksanakan hasil keputusan musyawarah.
(7) Di dalam musyawarah diutamakan kepentingan bersama di atas
kepentingan pribadi dan golongan.
(8) Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani
yang luhur.

11
(9) Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara
moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan
martabat manusia, nilai-nilai kebenaran dan keadilan mengutamakan
persatuan dan kesatuan demi kepentingan bersama.
(10) Memberikan kepercayaan kepada wakil-wakil yang dipercayai untuk
melaksanakan pemusyawaratan.
Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa inti isi
dari Sila Keempat, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawarahan/perwakilan yaitu mengajak masyarakat untuk
bersikap peka dan ikut serta dalam kehidupan politik dan pemerintahan
negara, paling tidak secara tidak langsung bersama sesama warga atas dasar
persamaan tanggung jawab sesuai dengan kedudukan masing-masing.
5. Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
(1) Mengembangkan perbuatan yang luhur, yang mencerminkan sikap dan
suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan.
(2) Mengembangkan sikap adil terhadap sesama.
(3) Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.
(4) Menghormati hak orang lain.
(5) Suka memberi pertolongan kepada orang lain agar dapat berdiri sendiri.
(6) Tidak menggunakan hak milik untuk usaha-usaha yang bersifat
pemerasan terhadap orang lain.
(7) Tidak menggunakan hak milik untuk hal-hal yang bersifat pemborosan
dan gaya hidup mewah.
(8) Tidak menggunakan hak milik untuk bertentangan dengan atau
merugikan kepentingan umum.
(9) Suka bekerja keras.
(10) Suka menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat bagi kemajuan
dan kesejahteraan bersama.
(11) Suka melakukan kegiatan dalam rangka mewujudkan kemajuan yang
merata dan berkeadilan sosial.
Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa inti isi
dari Sila Kelima, Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia yaitu

12
mengajak masyarakat aktif dalam memberikan sumbangan yang wajar sesuai
dengan kemampuan dan kedudukan masing-masing kepada negara demi
terwujudnya kesejahteraan umum, yaitu kesejahteraan lahir dan batin
selengkap mungkin bagi seluruh rakyat.

E. Penyimpangan Terhadap Pancasila


Di Indonesia, Pancasila adalah landasan utama setiap kegiatan pemerintahan
maupun landasan masyarakat dalam melaksanakan kegiatan sehari-hari. Namun
dalam kenyataannya, banyak penyimpangan yang terjadi di dalam masyarakat.
Berikut adalah contoh penyimpangan sila pertama Pancasila yang berbunyi
“Ketuhanan yang Maha Esa”.
a. Contoh penyimpangan :
1. Gerakan radikal kelompok yang mengatasnamakan agama
2. Perusakan tempat-tempat ibadah
3. Perilaku diskriminatif terhadap pemeluk agama yang berbeda
4. Tidak menghormati perbedaan beragama
5. Munculnya aliran-aliran sesat
6. Fanatisme yang bersifat anarki
7. Perilaku yang menyimpang dari ajaran agama
b. Penyebab terjadinya penyimpangan :
1. Kurangnya toleransi antar umat beragama
2. Rendahnya pemahaman masyarakat tentang kebebasan beragama
3. Keadaaan masyarakat Indonesia yang multikultural sehingga rawan
konflik
4. Kurangnya penghayatan terhadap sila-sila pertama
5. Munculnya pemahaman yang beranekaragam dalam menafsirkan suatu
ajaran
6. Masuknya budaya asing yang menyebabkan lunturnya nilai-nilai agama
c. Solusi pemecahan masalah :
1. Menanamkan sikap saling menghormati antara pemeluk agama yang
berbeda.

13
2. Membangun kerukunan antar pemeluk agama baik yang seagama
maupun bukan.
3. Menanamkan toleransi beragama dalam menjalankan ibadah sesuai
dengan agama dan kepercayaan masing-masing.
4. Tidak boleh memaksakan suatu agama atau kepercayaan tertentu
terhadap orang lain.
5. Menghilangkan sikap diskriminasi di dalam kehidupan bermasyarakat.
6. Menghayati dan menanamkan nilai-nilai yang terkandung di dalam
Pancasila utamanya sila “Ketuhanan yang Maha Esa”.

14
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Filsafat ialah alam berpikir atau alam pikiran. Berfilsafat berarti berpikir secara mendalam dan
berpikir sampai ke akar-akarnya dengan sungguh-sungguh tentang hakikat sesuatu.
Pancasila sebagai sistem filsafat yaitu suatu konsep tentang dasar negara yang terdiri dari lima
sila sebagai unsur yang mempunyai fungsi masing-masing dan satu tujuan yang sama untuk mengatur
dan menyelenggarakan kehidupan bernegara di Indonesia.
Susunan Kesatuan sila-sila Pancasila yang bersifat organis, yaituUnsur-unsur hakikat manusia.
Pancasila sebagai suatu system filsafat berperan sebagai pedoman masyarakat dalam bertingkah
laku.
B. Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas, maka saran dari penulis yakni kepada para
pembaca makalah ini pada umumnya, dan khususnya terhadap para dosen dan
mahasiswa direkomendasikan agar memberikan saran dan kritik yang membangun
baik itu terhadap penulisan, isi, maupun pembahasan yang kurang tepat atau
kurang sesuai yang terdapat dalam makalah ini. Saran dan kritik dari para
pembaca akan sangat bermanfaat untuk penyempurnaan makalah ini selanjutnya.

15
DAFTAR PUSTAKA

Syarbaini H.syahrial. Dr., M.A. 2011.Pendidikan pancasila. Jakarta: Ghalia


Indonesia
Sidharta B. arief. 2008. Apakah filsafat dan filsafat Ilmu itu. Bandung: Pustaka
Sutra
Al Marsudi, Subandi. 2008. Pancasila dan UUD ’45 dalam Paradigma
Reformasi. Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada.

16

Anda mungkin juga menyukai