Anda di halaman 1dari 12

PENDIDIKAN PANCASILA

“PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT”

Dosen Pengampu:

Zamdani, M.Pd.

Disusun Oleh:

Nama : Annisa Salsahena (23042811011)

Daffra Aminah (23042811023)

Padoil (23042811080)

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MERANGIN

2023
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pancasila sebagai dasar negara memiliki kedudukan sebagai kaidah negara yang
fundamental. Hal ini menuntut Pancasila untuk bersifat tegas, kuat, dan tidak bisa diubah oleh
siapapun. Setiap sila Pancasila memiliki nilai yang harus dipegang teguh oleh seluruh
masyarakat Indonesia. Keberadaan fungsi dan tujuannya sangat berpengaruh terhadap setiap
elemen di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Oleh karena itu, diperlukan pemahaman
terhadap masing-masing fungsi dan tujuan agar dapat dicerminkan pada kehidupan sehari-hari.

Keterkaitan antara Pancasila dengan berbagai elemen kehidupan telah membentuk sebuah
sistem yang menjalankan fungsinya untuk mencapai tujuan tertentu.Lahirnya nilai-nilai filosofi
dijadikan sebagai bahan perenungan oleh para pendiri negara untuk mencari identitas bangsa
Indonesia. Kadar kebenaran dari nilai-nilai yang ada digali hingga mencapai akar hakikatnya.
Hal ini memunculkan sifat spekulatif dalam membuktikan sistem filsafat dari Pancasila. Selain
itu, setiap bagian kebenaran dan pernyataannya yang berhubungan secara menyeluruh dijadikan
sebagai inti mutlak tata kehidupan masyarakat Indonesia.

Seiring dengan perkembangan yang terjadi di masyarakat secara langsung maupun tidak
langsung telah memunculkan masalah baru yang lebih kompleks. Capaianruang lingkup yang
dihadapi pun kian meluas dan perlu diadakan pengkajian lebih lanjut. Dalam hal ini, berbagai
macam bentuk prinsip, karakteristik, dan objek pada sistem filsafat mulai dimunculkan.
Tujuannya tidak lain untuk membuktikan kebenaran dari nilai-nilai filosofi yang dikaitkan
dengan perkembangan zaman yang ada. Upaya pendekatan terhadap nilai-nilai tersebut bisa
dijadikan sebagai pandangan awal untuk memahami sistem filsafat yang terkandung di dalam
Pancasila.

2. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian dari pancasila dan filsafat?


2. Apa saja karakteristik, prinsip-prinsip serta hakikat pancasila sebagai filsafat?
3. Bagaimana pengertian pancasila sebagai suatu filsafat?
4. Apa saja objek dari filsafat Pancasila?
5. Bagaimana perkembangan ilmu dewasa selalu bersentuh dengan budaya dan agama?
BAB II

PEMBAHASAN

1. Pengertian Pancasila dan Filsafat

Pancasila berasal dari bahasa sansekerta, yaitu Panca yang artinya lima dan Sila yang
artinya asas atau dasar. Pancasila merupakan dasar negara Indonesia yang mempunyai lima sila,
ibarat suatu bangunan Negara Kesatuan Republik Indonesia didirikan diatas suatu pondasi atau
dasar yang dinamakan Pancasila yang terdiri dari lima dasar atau lima asas. Adapun pengertian
Pancasila menurut para ahli, menurut Notonegoro Pancasila merupakan dasar falsafah Negara
Indonesia, dapat disimpulkan bahwa Pancasila merupakan dasar falsafah dan ideologi negara
yang diharapkan dapat menjadi pandangan hidup Bangsa Indonesia sebagai dasar pemersatu,
lambang persatuan dan kesatuan serta pertahanan Bangsa dan Negara Indonesia. Selain menjadi
dasar negara, sebagai etika, dan sebagai pandangan hidup, Pancasila juga sebagai sistemfilsafat.
Sebelumnya, Filsafat berasal dari bahasa Yunani “philein” yang berarti cinta dan “Sophia” yang
berarti kebijaksanaan. Jadi, filsafat menurut asal katanya berarti cinta akan kebijaksanaan, atau
mencintai kebenaran / pengetahuan. Secara sederhana, filsafat dapat diartikan sebagai keinginan
yang sungguh-sungguh untuk mencari kebenaran yang sejati. Terdapat beberapa pengertian
filsafat berdasarkan watak dan fungsinya sebagaimana yang dikemukakan Titus, Smith & Nolan
sebagai berikut:

1) Filsafat adalah sekumpulan sikap dan kepercayaan terhadap kehidupan dan alamyang
biasanya diterima secara tidak kritis. (Arti informal)
2) Filsafat adalah suatu proses kritik atau pemikiran terhadap kepercayaan dan sikap yang
sangat dijunjung tinggi. (Arti formal)
3) Filsafat adalah usaha untuk mendapatkan gambaran keseluruhan. (Arti komprehensif)
4) Filsafat adalah analisa logis dari bahasa serta penjelasan tentang arti kata dan konsep.
(Arti analisis linguistik).
5) Filsafat adalah sekumpulan problematik yang langsung mendapat perhatian manusia dan
dicarikan jawabannya oleh ahli-ahli filsafat. (Arti aktual-fundamental).
Jadi pancasila merupakan filsafat Negara yang lahir collective ideologie (cita-cita
bersama) dari seluruh bangsa Indonesia. Dikatakan sebagai filsafat, karena pancasila merupakan
hasil perenungan jiwa dengan mendalam yang dilakukan oleh parapendiri bangsa Indonesia,
kemudian dituangkan dalam suatu system yang tepat.

2. Karakteristik, Prinsip-Prinsip serta Hakikat Pancasila sebagai Filsafat

➔Karakteristik Pancasila sebagai Filsafat

Sebagai filsafat, pancasila mempunyai karakteristik sistem filsafat tersendiri yang


berbeda dengan filsafat lainnya, diantaranya:

a. Sila-sila pancasila merupakan satu kesatuan yang bulat dan utuh. Dengan pengertian
lain, apabila tidak bulat dan utuh atau satu sila dengan sila lainnya terpisah-pisah, maka itu
bukan pancasila.

b. Setiap sila tidak dapat berdiri sendiri dan tidak bertentangan antara satu dengan yang
lain.

c. Susunan pancasila dengan suatu sistem yang bulat dan utuh dapat dapat digambarkan
sebagai berikut

● Sila 1, meliputi, mendasari, dan menjiwai: sila 2, 3, 4, dan 5.

● Sila 2, diliputi, didasari, dan dijiwai sila 1, serta mendasari dan menjiwaisila
3,4, dan 5,

● Sila 3, diliputi, didasari, dan dijiwai sila 1, 2, serta mendasari dan menjiwai;
sila 4 dan 5.

● Sila 4, diliputi, didasari, dan dijiwai sila 1, 2, dan 3, serta mendasari dan
menjiwai sila 5.

● Sila 5, diliputi, didasari, dan dijiwai sila 1, 2, 3, dan 4.

d. Pancasila sebagai suatu substansi, artinya unsur asli/permanen/primer.


e. Pancasila sebagai suatu yang ada mandiri, yang unsur-unsurnya berasal dari dirinya
sendiri.

f. Pancasila sebagai suatu realitas, artinya ada dalam diri manusia Indonesia dan
masyarakatnya, sebagai suatu kenyataan hidup bangsa, yang tumbuh, hidup, dan berkembang
dalam kehidupan sehari-hari.

➔Prinsip-prinsip

Pancasila ditinjau dari Kausalitas Aristoteles dapat dijelaskan sebagai berikut:

1) Kausa Materialis, maksudnya sebab yang berhubungan dengan materi/bahan, dalam


hal ini Pancasila digali dari nilai-nilai sosial budaya yang ada dalam bangsa Indonesia sendiri.

2) Kausa Formalis, maksudnya sebab yang berhubungan dengan bentuknya, Pancasila


yang ada dalam pembukaan UUD '45 memenuhi syarat formal (kebenaran formal);

3) Kausa Efisiensi, maksudnya kegiatan BPUPKI dan PPKI dalam menyusun dan
merumuskan Pancasila menjadi dasar negara Indonesia merdeka; serta

4) Kausa Finalis. maksudnya berhubungan dengan tujuannya, yaitu tujuan diusulkannya


Pancasila sebagai dasar negara Indonesia merdeka.

Inti atau esensi sila-sila Pancasila meliputi:

❖Tuhan, yaitu sebagai kausa prima.

❖Manusia, yaitu makhluk individu dan makhluk sosial;atu, yaitu kesatuan memiliki
kepribadian sendiri.

❖Rakyat, yaitu unsur mutlak negara, harus bekerja sama dan bergotong royong.

❖Adil, yaitu memberikan keadilan kepada diri sendiri dan orang lain yang menjadi
haknya.

➔Hakikat
Hakikat nilai-nilai pancasila dijadikan pangkal tolak permasalahannya yang berwujud
konsep pengalaman dengan bersifat objektif dan subjektif. Pengamalan secara objektif adalah
pengamalan di bidang kehidupan kenegaraan atau kemasyarakatan (berupa pasal-pasal UUD,
ketetapan MPR, Undang-Undang Organik, dan peraturan-peraturan pelaksanaan lainnya.
Pengamalan secara subjektif adalah pengamalan yang dilakukan oleh manusia individu, baik
sebagai pribadi, warga bermasyarakat, ataupun sebagai pemegang kekuasaan.Dengan uraian
yang merupakan penjabaran dari syarat-syarat filsafat yang ternyata cocok diterapkan kepada
Pancasila, ini menunjukkan dan mengukuhkan bahwa Pancasila benar-benar suatu sistem filsafat.
Yaitu Sistem Filsafat Bangsa Indonesia, nama Indonesia ini ditambahkan karena objek
materialnya seperti telah diutarakan di muka adalah dari bangsa Indonesia sendiri. Yaitu digali
dari buminya Indonesia, dari nenek moyang kita sejak lama, dari khasanah kehidupannya, dari
kebiasaannya, adat istiadatnya, kebudayaannya, serta kepercayaan dan agama-agamanya.

3. Pancasila Sebagai Suatu Filsafat

Pancasila dikatakan sebagai filsafat karena Pancasila merupakan hasil perenungan jiwa
yang mendalam yang dilakukan oleh the founding father kita, yang dituangkan dalam suatu
sistem. Filsafat Pancasila memberi pengetahuan dan pengertian ilmiah yaitu tentang hakikat dari
Pancasila. Pancasila sebagai sesuatu yang ada, maka dapat dikaji secara filsafat (ingat objek
material filsafat adalah segala yang ada), dan untuk mengetahui bahwa Pancasila sebagai sistem
filsafat, maka perlu dijabarkan tentang syarat-syarat filsafat terhadap Pancasila tersebut, jika
syarat-syarat sistem filsafat cocok pada Pancasila, maka Pancasila merupakan sistem filsafat,
tetapi jika tidak maka bukan sistem filsafat. Sebelum itu pengertian dari sistem itu sendiri adalah
suatu kumpulan atau himpunan dari suatu unsur, komponen, atau variabel yang terorganisasi,
saling berinteraksi, saling tergantung satu sama lain dan terpadu. Sistem mempunyai ciri ciri,
yaitu:

1. Suatu kesatuan bagian-bagian/unsur/elemen/komponen.

2. Bagian-bagian tersebut mempunyai fungsi sendiri-sendiri.

3. Saling berhubungan dan saling ketergantungan,

4. Keseluruhannya dimaksudkan untuk mencapai tujuan tertentu (tujuan sistem).


5. Terjadi dalam suatu lingkungan yang kompleks

Dari pengertian serta ciri ciri dari sistem itu sendiri, maka Pancasila sebagai suatu sistem
filsafat juga harus menerapkan hal tersebut sebagai syarat bahwa Pancasila berperan sebagai
suatu sistem filsafat, sehingga memiliki ciri ciri sebagai berikut, yaitu:

1. Sila-sila Pancasila merupakan satu-kesatuan sistem yang bulat dan utuh. Dengankata
lain, apabila tidak bulat dan utuh atau satu sila dengan sila lainnya terpisah-pisah maka itu bukan
Pancasila.

2. Susunan Pancasila dengan suatu sistem yang bulat dan utuh itu dapat digambarkan
sebagai berikut:

a. Sila 1, meliputi, mendasari dan menjiwai sila 2,3,4 dan 5.

b. Sila 2, diliputi, didasari, dijiwai sila 1, dan mendasari dan menjiwai sila 3, 4 dan 5;

c. Sila 3, diliputi, didasari, dijiwai sila 1, 2, dan mendasari dan menjiwai sila 4, 5;

d. Sila 4, diliputi, didasari, dijiwai sila 1,2,3, dan mendasari dan menjiwai sila 5;

e. Sila 5, diliputi, didasari, dijiwai sila 1,2,3,4.

Dari situlah Pancasila bisa dikatakan sebagai suatu sistem filsafat, dimana Pancasila
menjadi satu kesatuan bagian-bagian (yaitu sila-sila pancasila), tiap sila pancasila mempunyai
fungsi sendiri-sendiri, tiap sila pancasila tidak dapat berdiri sendiri dan tidak saling bertentangan,
dan keseluruhan sila pancasila merupakan suatu kesatuan yang sistematis (majemuk tunggal).
Membahas Pancasila sebagai filsafat berarti mengungkapkan konsep-konsep kebenaran
Pancasila yang bukan saja ditujukan pada bangsa Indonesia, melainkan juga bagi manusia pada
umumnya.

4. Objek dari Filsafat Pancasila

Objek dari filsafat Pancasila itu sendiri dibagi menjadi 2, yaitu objek material dan objek
formal. Yang pertama adalah objek material adalah segala yang ada dan mungkin ada. Objek
yang demikian ini dapat digolongkan ke dalam tiga hal, yaitu Tuhan, manusia, dan alam semesta.
Pancasila adalah suatu yang ada, sebagai dasar negara rumusannya jelas yaitu:
1. Ketuhanan Yang Maha Esa

2. Kemanusiaan yang adil dan beradab

3. Persatuan Indonesia

4. Kerakyatan yang dipimpin dalam permusyawaratan/perwakilan

5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Dari rumusan tersebut maka objek yang didapat adalah: Tuhan, manusia, satu, rakyat, dan
adil. Dan dari kelima objek itu dapat dipersempit lagi ke dalam tiga saja, yaitu Tuhan, manusia
dan alam semesta untuk mewakili objek satu, rakyat, dan adil, sebab hal-hal yang bersatu, rakyat
dan keadilan itu berada pada alam semesta itu sendiri. Dengan demikian dari segi objek material
Pancasila dapat diterima.

Kedua yaitu objek formal, yaitu hakikat dari segala sesuatu yang ada itu sendiri. Melihat
dari kelima objek kelima sila Pancasila itu, semuanya tersusun atas kata dasar dengan tambahan
awalan ke/per dan akhiran an. Menurut ilmu bahasa, jika suatu kata dasar diberi awalan ke atau
per dan akhiran an, maka akan menjadi abstrak (bersifat abstrak) benda kata dasar tersebut, lebih
dari itu menunjukkan sifat hakikat dari bendanya. Misalnya kemanusiaan, maknanya adalah
hakikat abstrak dari manusia itu sendiri, yang mutlak, tetap dan tidak berubah. Demikian juga
dalam sila-sila Pancasila yang lainnya, yaitu KeTuhanan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan.
Khusus untuk persatuan, awalan per menunjukkan suatu proses menuju ke awalan ke yang
nantinya diharapkan menjadi kesatuan juga. Dengan analisis penjabaran ini, maka Pancasila
memenuhi syarat juga dalam hal objek formalnya.

5. Perkembangan Ilmu Dewasa Selalu Bersentuh Dengan Budaya dan Agama

Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) dewasa ini mencapai kemajuan
pesat sehingga peradaban manusia mengalami perubahan pesat pula. Pengembangan tersebut
tidak dapat terlepas dari situasi yang melingkupinya, artinya iptek selalu berkembang dalam
suatu ruang budaya. Perkembangan iptek juga bersentuhan dengan nilai-nilai budaya dan agama
sehingga di satu pihak dibutuhkan semangat objektivitas, di pihak lain iptek perlu
mempertimbangkan nilai-nilai budaya dan agama dalam pengembangannya agar tidak
merugikan umat manusia.

Hubungan antara iptek, budaya dan agama dapat ditandai dengan beberapa kemungkinan,
yaitu:

Pertama, iptek bergantung dengan nilai budaya dan agama, sehingga pengembangan iptek
harus senantiasa didasarkan atas sikap religiusitas manusia.

Kedua, iptek yang tidak tergantung dengan nilai-nilai budaya dan agama, sehingga terjadi
sekularisasi yang berakibat pada kemajuan iptek tanpa dikontrol nilai religiusitas manusia. Hal
ini terjadi dikarenakan beberapa ilmuwan yang meyakini bahwa iptek memiliki hukum-hukum
sendiri dan tidak boleh diintervensi nilai-nilai dari luar, yang akan mengganggu objektivitas
ilmiah.

Ketiga, iptek yang menempatkan nilai agama dan budaya hanya sebagai relasi dialog
ketika diperlukan saja. Sebagian ilmuwan beranggapan bahwa iptek memang memiliki hukum
tersendiri, akan tetapi juga memerlukan faktor ekstrenal (budaya, ideologi, dan agama) untuk
bertukar pikiran, tetapi tidak saling mengikat.

Sehingga dapat dikatakan dalam hal ini, relasi yang paling ideal antara iptek, nilai budaya
dan agama terletak pada poin pertama, walaupun belum dapat berlangsung secara optimal,
mengingat keragaman agama dan budaya yang ada di Indonesia. Keragaman tersebut di satu
pihak dapat menjadi kekayaan, tetapi di pihak lain juga dapat memicu terjadinya konflik. Oleh
karena itu, diperlukan sikap inklusif dan toleran di masyarakat untuk mencegah timbulnya
konflik. Hal yang paling penting diperlukan adalah komunikasi yang terbuka dan egaliter.
BAB III
PENUTUP

1. Kesimpulan

Pancasila yang dihubungkan dengan filsafat muncul dari hasil perenungan para pendiri
negara yang kemudian dituangkan dalam suatu sistem yang menjalankan kehidupan masyarakat
luas. Terbangunnya sistem filsafat disini memiliki hakikat satu kesatuan utuh dari beberapa
elemen yang memiliki tujuan tertentu dengan menjalankan fungsi yang saling ketergantungan.
Keterkaitan antara objek, prinsip, dan karakteristik Pancasila sebagai filsafat harus selaras
dengan hakikatnya. Sila-sila di dalam Pancasila dijadikan sebagai tolakan dalam mengamalkan
nilai-nilainya dalam menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara.

Perealisasian yang dilakukan harus diawali dengan pemahaman terlebih dahulu pastinya.
Tentang bagaimana karakteristik sistem filsafat yang dimaksud, objek yang dituju, serta upaya
pendekatan dasar yang dicerminkan sebagai bentuk pengokohan bahwa Pancasila memang
benar-benar suatu sistem filsafat. Maka dari itu, proses berkelanjutan yang dijalankan bisa
ditempuh melalui beberapa upaya pendekatan terlebih dahulu. Upaya pendekatan ini harfiahnya
harus sesuai dengan hakikat sila-sila yang tercantum di dalam Pancasila.

2. Saran

Pemahaman Pancasila sebagai sistem filsafat diharapkan mampu memberikan gambaran


bagi masyarakat untuk lebih berpikir kritis, sistematis, dan mendasar terhadapsistem filsafat yang
terkait dengan Pancasila. Proses aktualisasi dari tiap-tiap nilai Pancasila perlu diajarkan dan
diperbaiki kembali agar tidak menimbulkan kesalahpahaman terhadap teori dan contoh
permasalahan yang disinggung. Ada baiknyapula, jika sikap perealisasiannya ini selalu
diimbangi dengan jalan berpikir yang tetap memperhatikan penyaringan atau selektif terhadap
banyaknya perkembangan yang terjadi.
DAFTAR PUSTAKA

Sutrisna, Budi. (2006). Teori Kebenaran Pancasila sebagai Dasar Pengembangan Ilmu. Jurnal
Filsafat.

Pancasila sebagai Sistem Filsafat.


http://rowland_pasaribu.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/36630/bab-03-pancasila-sebagai-
sistem-filsafat.

Safitri, Rada. Konsep Pancasila sebagai Sistem Filsafat. Makalah.

kemenkeu,go,id. (2018). Pancasila.

Anda mungkin juga menyukai