Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah

PANCASILA

Disusun oleh:

NIFDELMITA

NIM.

Dosen Mata Kuliah :


EVA HANDAYANI, M.Pd

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ISLAM ANAK USIA DINI

SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH

YAYASAN PENDIDIKAN ISLAM

(STIT-YPI) KERINCI

TAHUN AKADEMIK 2021 M / 1442 H


BAB I
PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang
Pancasila adalah dasar dari falsafah Negara Indonesia, sebagaimana tercantum dalam
pembukaan UUD 1945. Oleh karena itu, setiap warga Negara Indonesia wajib untuk
mempelajari, menghayati, mendalami dan menerapkan nilai-nilai pancasila dalam setiap
bidang kehidupan.
Dalam kehidupan bangsa Indonesia, diakui bahwa nilai-nilai pancasila adalah falsafah
hidup atau pandangan yang berkembang dalam sosial-budaya Indonesia. Nilai pancasila
dianggap nilai dasar dan puncak atau sari dari budaya bangsa. Oleh karena itu, nilai ini
diyakini sebagai jiwa dan kepribadian bangsa. Dengan mendasarnya nilai ini dalam menjiwai
dan memberikan indentitas, maka pengakuan atas kedudukan pancasila sebagai falsafah
adalah wajar.
Pancasila sebagai ajaran falsafah, pancasila mencerminkan nilai-nilaidan pandangan
mendasar dan hakiki rakyat Indonesia dalam hubungannya dengan sumber kesemestaan,
yakni Tuhan Yang Maha Esa. Asas Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai asas fundamental
dalam kesemestaan, dijadikan pula asas fundamental kenegaraan. Asas fundamental dalam
kesemestaan itu mencerminkan identitas atau kepribadian bangsa Indonesia yang religious.
Pancasila sebagai system filsafat adalah merupakan kenyataan pancasila sebagai
kenyataan yang obyektif, yaitu bahwa kenyataan itu ada pada pancasila sendiri terlepas dari
sesuatu yang lain atau terlepas dari pengetahuan orang. Kenyataan obyekrif yang ada dan
terletak pada pancasila, sehingga pancasila sebagai suatu system filsafat bersifat khas dan
berbeda dalam system-sistem filsafat yang lain. Hal ini secara ilmiah disebut sebagai filsafat
secara obyektif. Dan untuk mendapatkan makna yang lebih mendalam dan mendasar, kita
perlu mengkaji nilai-nilai pancasila dari kajian filsafat secara menyeluruh.

B.  Rumusan Masalah


Agar penulisan makalah ini terstruktur dan mencapai tujuan yang diinginkan maka
hendaklah kita membuat beberapa rumusan masalah.
Rumusan masalahnya adalah :
1.      Apa yang dimaksud dengan Filsafat dan Sistem Filsafat?
2.      Bagaimanakah pengertian Pancasila secara Filsafat?
3.      Apakah peranan Filsafat Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara?

C.   Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
1.      Untuk memenuhi nilai tugas yang diberikan oleh Bapak Yuliantoro dalam Mata Kuliah
Pancasila.
2.      Untuk menambah pengetahuan penulis tentang Pancasila sebagai Sistem Filsafat.
3.      Untuk menambah pemahaman penulis tentang Pancasila dari aspek Filsafat.
4.      Untuk mengetahui pengertian Pancasila secara Filsafat.
5.      Untuk mengetahui peranan Filsafat pancasila bagi bangsa dan Negara Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Sistem
Sistem adalah suatu kebulatan atau keseluruhan, yang bagian dan unsurnya saling
berkaitan (singkron), saling berhubungan (konektivitas), dan saling bekerjasama satu
sama lain untuk satu tujuan tertentu dan merupakan keseluruhan yang utuh.

B. Pancasila sebagai suatu system


Pancasila sebagai sistem nilai Dalam Pendidikan Pancasila (2002) karya Purwastuti dkk,
Pancasila sebagai sistem nilai artinya mengandung serangkaian nilai ketuhanan,
kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan keadilan yang merupakan satu kesatuan utuh dan
sistematis. Kesatuan sila-sila Pancasila bersifat organis, susunannya bersifat hierarkis dan
berbentuk piramidal. Menurut Kaelan dalam Pendidikan Pancasila (2001), Pancasila bersifat
organis artinya sila-sila Pancasila merupakan satu kesatuan dan keutuhan yang majemuk
tunggal. Setiap sila tidak dapat berdiri sendiri dan tidak saling bertentangan. Menurut
Notonagoro dalam Pancasila Secara Ilmiah Populer (1975), Pancasila memiliki susunan yang
bersifat hierarki (urutannya logis) dan berbentuk piramidal. Hierarkis berarti tingkat.
Sedangkan piramidal digunakan untuk menggambarkan hubungan bertingkat dari sila-sila
Pancasila. Maksudnya sebagai berikut: Sila 1 ditempatkan di urutan paling atas karena
bangsa Indonesia meyakini segala sesuatu berasal dan akan kembali kepada Tuhan, sehingga
disebut sebagai Causa Prima (sebab pertama). Manusia sebagai subyek pendukung pokok
negara sehingga negara harus berlaku sebagai lembaga kemanusiaan (sila 2). Negara adalah
akibat adanya manusia yang bersatu (sila 3), sehingga terbentuk persekutuan hidup bersama
yang disebut rakyat. Rakyat mewakilkan kekuasaannya kepada lembaga perwakilan rakyat
yang menjalankan fungsi secara bijaksana, mengedepankan musyawarah dan mewakili
aspirasi rakyat (sila 4). Negara memiliki tujuan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia (Sila 5). Baca juga: Karakter Utama Demokrasi Pancasila Nilai obyektif dan
subyektif Pancasila Dalam Pendidikan Pancasila (2001) karya Kaelan, Pancasila sebagai
sistem nilai dari kualitas nilai-nilai Pancasila bersifat obyektif dan subyektif. Berikut ini
penjelasannya: Nilai obyektif Pancasila Nilai Pancasila bersifat obyektif artinya: Rumusan
nilai-nilai dari sila-sila Pancasila bersifat umum, universal dan asbtrak. Nilai-nilai Pancasila
berlaku tidak terikat oleh ruang dan waktu. Pancasila yang termuat dalam Pembukaan UUD
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 memenuhi syarat sebagai pokok kaidah negara yang
fundamental sehingga merupakan suatu sumber hukum positif di Indonesia dan
berkedudukan sebagai tertib hukum yang tertinggi. Pancasila tidak dapat diubah secara
hukum sebab berkaitan dengan kelangsungan hidup negara. Nilai subyektif Pancasila Sifat
subyektif Pancasila melekat pada pembawa dan pendukung nilai-nilai Pancasila seperti
masyarakat dan pemerintah Indonesia. Darji Darmodiharjo dalam Penjabaran Nilai-nilai
Pancasila Dalam Sistem Hukum Indonesia (1996) menjelaskan nilai Pancasila bersifat
subyektif terletak pada: Nilai-nilai Pancasila sebagai hasil pemikiran, penilaian dan refleksi
filosofis bangsa Indonesia. Nilai-nilai Pancasila merupakan falsafah (pandangan hidup)
bangsa Indonesia sehingga menjadi jati diri bangsa. Yang diyakini kebenaran, kebaikan,
keadilan dan kebijaksanaan nilai-nilainya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara. Nilai-nilai Pancasila merupakan nilai-nilai yang sesuai dengan hati nurani bangsa
Indonesia karena bersumber dari kepribadian bangsa.

C. Defenisi Filsafat
a. Secara etimologi
Kata falsafah/filsafat berasal dari bahasa Yunani, yaitu: philosophia,
philo/philos/philein yang artinya cinta /pencinta/mencintai dan Sophia, yang berarti
kebijakan/ wisdom /kearifan/ hikamah / hakikat kebenaran. Jadi filsafat artinya cinta akan
kebijaksanaan atau hakikat kebenaran.
Beberapa istilah filsafat dalam berbagai bahasa, misalnya “falsafah” dalam bahasa
arab, “philosophie” bahasa belanda, “philosophy” dalam bahasa inggris dan masih
banyak lagi istilah dalam bahasa lain, yang pada hakekatnya semua istilah itu mempunyai
arti yang sama.

b. Arti filsafat menurut para ahli


Harold H. Titus
Filsafat adalah sekumpulan sikap dan kepecayaan terhadap kehidupan dan alam
yg biasanya diterima secara tidak kritis. Filsafat adalah suatu proses kritik atau pemikiran
terhadap kepercayaan dan sikap yg dijunjung tinggi;
Hasbullah Bakry
Ilmu Filsafat adalah ilmu yang menyelidiki segala sesuatu dengan mendalam
mengenai Ke-Tuhanan, alam semesta dan manusia sehingga dapat menghasilkan
pengetahuan tentang bagaimana sikap manusia itu sebenarnya setelah mencapai
pengetahuan itu.

Prof. Dr.Mumahamd Yamin


Filsafat ialah pemusatan pikiran, sehingga manusia menemui kepribadiannya
seraya didalam kepribadiannya itu dialaminya kesungguhan.
Prof. Dr. Ismaun, M.Pd
Filsafat ialah usaha pemikiran dan renungan manusia dengan akal dan qalbunya
secara sungguh-sungguh, yakni secara kritis sistematis, fundamentalis, universal, integral
dan radikal untuk mencapai dan menemukan kebenaran yang hakiki (pengetahuan, dan
kearifan atau kebenaran yang sejati).
Pudjo Sumedi AS., Drs.,M.Ed. & Mustakim, S.Pd.,MM
Istilah dari filsafat berasal bahasa Yunani: ”philosophia”. Seiring perkembangan
zaman akhirnya dikenal juga dalam berbagai bahasa, seperti: ”philosophic” dalam
kebudayaan bangsa Jerman, Belanda, dan Perancis; “philosophy” dalam bahasa Inggris;
“philosophia” dalam bahasa Latin; dan “falsafah” dalam bahasa Arab.
Plato
Filsafat adalah pengetahuan yang berminat mencapai pengetahuan kebenaran
yang asli.
Aristoteles
Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang meliputi kebenaran yang terkandung
didalamnya ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik, dan estetika.
Cicero
Filsafat adalah sebagai “ibu dari semua seni “ (the mother of all the arts). Ia juga
mendefinisikan filsafat sebagai ars vitae (seni kehidupan ).
Johann Gotlich Fickte
Filsafat sebagai Wissenschaftslehre (ilmu dari ilmu-ilmu , yakni ilmu umum, yg
jadi dasar segala ilmu. Ilmu membicarakan sesuatu bidang atau jenis kenyataan. Filsafat
memperkatakan seluruh bidang dan seluruh jenis ilmu mencari kebenaran dari seluruh
kenyataan.
Paul Nartorp
Filsafat sebagai Grunwissenschat (ilmu dasar hendak menentukan kesatuan
pengetahuan manusia dengan menunjukan dasar akhir yg sama, yg memikul sekaliannya .
Imanuel Kant
Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menjadi pokok dan pangkal dari segala
pengetahuan yang didalamnya tercakup empat persoalan, yakni : Apakah yang dapat kita
kerjakan? (jawabannya metafisika); Apakah yang seharusnya kita kerjakan (jawabannya
Etika ); Sampai dimanakah harapan kita? (jawabannya Agama ); Apakah yang
dinamakan manusia? (jawabannya Antropologi).
Notonegoro
Filsafat menelaah hal-hal yang dijadikan objeknya dari sudut intinya yang mutlak,
yang tetap tidak berubah, yang disebut hakikat.

c. Filsafat dalam arti umum


Dalam arti ini, filsafat digunakan untuk menyebut berbagai petanyaan yang muncul
dalam pikiran manusia tentang bebagai kesulitan yang dihadapinya, serta berusaha untuk
menemukan solusi yang tepat. Misalnya ketika menanyakan: “siapakah kita?”, ”mengapa kita
ada di sini?”, “kemana kita akan berlalu”, “apakah kebaikan dan kejahatan itu”, “bagaimanakah
karakter alam, “apakah ia memiliki tujuan?”, “bagaimanakah kedudukan manusia di alam ini?”,
dan seterusnya.
Beginilah seorang ahli yang bernama Aristoteles memahami filsafat, ketika ia menyebutnya
sebagai sebuah nama dari ilmu dalam arti yang paling umum.

D. Sistem Filsafat
Sistem adalah suatu kesatuan bagian-bagian yang saling berhubungan, saling
bekerjasama untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Secara keseluruhan merupakan suatu
kesatuan yang utuh.
Suatu system filsafat sedikitnya mengajarkan tentang sumber dan hakikat realitas, falsafat hidup,
dan tata nilai (etika),termasuk teori terjadinya pengetahuan manusia dan logika.
E. Pancasila sebagai sistem filsafat
Sila-sila Pancasila yang merupakan sistem filsafat pada hakikatnya merupakan suatu
kesatuan organik. Sila-sila dalam pancasila saling berkaitan, saling berhubungan bahkan saling
mengkualifikasi. Sila yang satu senantiasa dikualifikasikan oleh sila-sila lainnya. Dengan
demikian, Pancasila pada hakikatnya merupakan suatu sistem, dalam pengertian bahwa bagian-
bagian (sila-silanya) saling berhubungan secara erat sehingga membentuk suatu struktur yang
menyeluruh. Pancasila sebagai suatu sistem juga dapat dipahami dari pemikiran dasar yang
terkandung dalam Pancasila, yaitu pemikiran tentang manusia dalam hubungannya dengan
Tuhan Yang Maha Esa, dengan dirinya sendiri, dengan sesama manusia, dengan masyarakat
bangsa dan negara.
Kenyataan Pancasila yang demikian ini disebut kenyataan yang obyektif, yaitu bahwa
kenyataan itu ada pada Pancasila sendiri terlepas dari sesuatu yang lain atau terlepas dari
pengetahuan orang. Sehingga Pancasila sebagai suatu sistem filsafat bersifat khas dan berbeda
dengan sistem-sistem filsafat yang lain misalnya: liberalisme, materialisme, komunisme, dan
aliran filsafat yang lain.
Kesatuan sila-sila Pancasila pada hakekatnya bukanlah hanya merupakan kesatuan yang
bersifat formal logis saja, namun juga meliputi kesatuan dasar ontologis, dasar epistimologis,
serta dasar aksiologis dari sila Pancasila.

a. Dasar Ontologis
Dasar Ontologis Pancasila pada hakekatnya adalah manusia yang memiliki
hakekat mutlak. Subyek pendukung pokok-pokok Pancasila adalah manusia, hal ini
dijelaskan sebagai berikut :
“Bahwa yang berke-Tuhanan Yang Maha Esa, yang berkemanusiaan yang adil dan
beradab, yang berpersatuan, yang berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmah
permusyawaratan/perwakilan, serta yang berkeadilan social adamah manusia
(Notonegoro, 1975:23). Demikian juga jikalau kita pahami dari segi filsafat Negara,
adapun pendukung pokok Negara adalah rakyat, dan unsure rakyat adalah manusia itu
sendiri, sehingga tepatlah jikalau dalam filsafat Pancasila bahwa hakekat dasar
ontopologis sila-sila pancasila adalah manusia.
Manusia sebagai pendukung pokok sila-sila pancasila secara ontologism memiliki
hal-hal yang mutlak, yaitu terdiri atas susunan kodrat, raga dan jiwa, jasmani dan rohani,
sifat kodrat manusia adalah sebagai makhluk individu dan makhluk social, serta
kedudukan kodrat manusia sebagai pribadi berdiri sendiri dan sebagai makhluk Tuhan
Yang Maha Esa. Oleh karena itu kedudukan kodrat manusia sebagai makhluk pribadi
berdiri sendiri dan sebagai makhluk Tuhan inilah maka secara hirarkis sila pertama
Ketuhanan Yang Maha Esa mendasari dan menjiwai keempat sila-sila pancasila lainnya
(notonegoro, 1975-53).

b. Dasar Epistemologis
Dasar epistimologis Pancasila sebagai suatu system filsafat pada hakekatnya juga
merupakan suatu system pengetahuan. Dalam kehidupan sehari-hari pancasila merupakan
pedoman atau dasar bagi bangsa Indonesia dalam memandang realitas alam semesta,
manusia, masyarakat, bangsa dan Negara tentang makna hidup serta sebagai dasar bagi
manusia dalam menyelesaikan masalah yang terjadi dalam hidup dan kehidupan.
Pancasila dalam pengertian yang demikian ini telah menjadi suatu system cita-cita atau
keyakinan-keyakinan yang telah menyengkut praksis, karena dijadikan landasan bagi cara
hidup manusia atau suatu kelompok masyarakat dalam berbagai bidang kehidupan
masyarakat. Hal ini berarti filsafat telah menjelma menjadi ideology (Abdul Gani, 1998).
Sebagai suatu ideology maka panasila memiliki 3 unsur pokok agar dapat menarik
loyalitas dari para pendukungnya yaitu :
1.      Logos, yaitu rasionalitas atau penalarannya
2.      Pathos, yaitu penghayatannya
3.      Ethos, yaitu kesusilaannya (Wibisono, 1996:3)
Sebagai suatu system filsafat atau ideology maka pancasila harus memiliki unsur
rasional terutama dalam kedudukannya sebagai suatu system pengetahuan.

c. Dasar Aksiologis
Sila-sila pancasila sebagai suatu system filsafat juga memiliki satu kesatuan dasar
aksiologisnya, sehingga nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila pada hakekatnya
juga merupakan satu kesatuan. Pada hakekatnya segala sesuatu itu bernilai, hanya nilai
macam apa saja yang ada serta bagaimana hubungan nilai tersebut dengan manusia.
Nilai-nilai pancasila termasuk nilai kerohanian, tetapi nilai-nilai kerohanian yang
mengakui nilai material dan vital. Dengan demikian nilai-nilai pancasila tergolong nilai
kerohanian, yang juga mengandung nilai-nilai lain secara lengkap dan harmonis, yaitu
nilai material, nilai vital, nilai kebenaran, nilai keindahan, atau estetis, nilai kebaikan atau
nilai moral ataupun nilai kesucian yang secara keseluruhan bersifat sistematik hierarkhis,
dimana sila pertama sebagai basisnya sampai sila kelima sebagai tujuannya (Darmo
diharjo).

Pancasila sebagai sistem filsafat yaitu suatu konsep tentang dasar negara yang
terdiri dari lima sila sebagai unsur yang mempunyai fungsi masing-masing dan satu
tujuan yang sama untuk mengatur dan menyelenggarakan kehidupan bernegara di
Indonesia. Filsafat negara kita ialah Pancasila, yang diakui dan diterima oleh bangsa
Indonesia sebagai pandangan hidup. Dengan demikian, Pancasila harus dijadikan
pedoman dalam kelakuan dan pergaulan sehari-hari.
Sebagaimana telah dirumuskan oleh Presiden Soekarno, Pancasila pada
hakikatnya telah hidup sejak dahulu dalam moral, adat istiadat, dan kebiasaan masyarakat
Indonesia. “Dengan adanya kemerdekaan Indonesia, Pancasila bukanlah lahir, atau baru
dijelmakan, tetapi sebenarnya Pancasila itu bangkit kembali”.
Sebagaimana pandangan hidup bangsa, maka sewajarnyalah asas-asas pancasila
disampaikan kepada generasi baru melalui pengajaran dan pendidikan. Pansila
menunjukkan terjadinya proses ilmu pengetahuan, validitas dan hakikat ilmu
pengetahuan (teori ilmu pengetahuan).
Pancasila menjadi daya dinamis yang meresapi seluruh tindakan kita, dan kita
harus merenungkan dan mencerna arti tiap-tiap sila dengan berpedoman pada uraian
tokoh nasional, agar kita tidak memiliki tafsiran yang bertentangan. Dengan pancasila
sebagai filsafat negara dan bangsa Indonesia, kita dapat mencapai tujuan bangsa dan
negara kita.
Pancasila sebagai sistem filsafat memberi arah agar kesejahteraan dan
kemakmuran bertolak dari keyakinan manusia yang percaya kepada kebesaran Tuhan,
kesejahteraan yang berlandaskan paham kemanusiaan, kesejahteraan yang memihak pada
kesatuan dan persatuan serta kebersamaan sebagai suatu kesatuan bangsa yang utuh dan
bulat.

F. Fungsi Pancasila sebagai Filsafat


Fungsi pancasila sebagai sistem filsafat dalam kehidupan bangsa dan negara
Indonesia seperti berikut :
a.       Memberikan jawaban yang mendasar tentang hakikat kehidupan bernegara.
b.      Memberikan dan mencari kebenaran yang substansif tentang hakikat negara, ide
negara, dan tujuan negara.
c.       Sebagai pedoman yang mendasar bagi warga negara Indonesia dalam bertindak dan
bertingkah laku dalam kehidupan sosial masyarakat.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Filsafat ialah alam berpikir atau alam pikiran. Berfilsafat berarti berpikir secara
mendalam dan berpikir sampai ke akar-akarnya dengan sungguh-sungguh tentang hakikat
sesuatu.
Pancasila sebagai sistem filsafat yaitu suatu konsep tentang dasar negara yang terdiri dari
lima sila sebagai unsur yang mempunyai fungsi masing-masing dan satu tujuan yang sama
untuk mengatur dan menyelenggarakan kehidupan bernegara di Indonesia.
Susunan Kesatuan sila-sila Pancasila yang bersifat organis, yaitu Unsur-unsur hakikat
manusia.
Pancasila sebagai suatu system filsafat berperan sebagai pedoman masyarakat dalam
bertingkah laku.
DAFTAR PUSTAKA

Arifin. 2010. Pendidikan Kewarganegaraan. Sumedang: STKIP Sebelas April Press.  

Hamid Darmadi, (2010), Pendidikan Pancasila, Konsep Dasar dan Implementasi, Alfabeta;
Bandung. 144-163

Jalaludin ,dkk. FilsafatPendidikan . Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

Anda mungkin juga menyukai