Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN
I.

LATAR BELAKANG
Ada bermacam-macam bahasa di dunia ini. Setiap
bahasa memiliki ciri dan kekhasannya masing-masing,
terutama pada setiap huruf dan ejaannya. Begitu juga
dengan Bahasa Indonesia yang memiliki ciri khas pada
alfabet, cara membaca, dan setiap ejaannya. Sehingga
ketiganya dijadikan panduan untuk menulis sebuah kata,
kalimat, artikel, jurnal dan sampai penulisan karya ilmiah
pun sudah ditentukan bagaimana penggunaan huruf, tanda
baca, serta ejaan yang baik dan benar sesuai dengan
aturan tata bahasa yang berlaku saat ini.
Bahasa Indonesia sudah mengalami begitu banyak
perubahan ejaan yang pernah diciptakan dan berlaku sejak
jaman dahulu hingga sekarang. Hal ini dimulai sejak
diberlakukannya ejaan Van Ophuysen oleh Ch. A. Van
Ophuysen, Tengku Nawawi, dan Sutan Ibrahim pada tahun
1901. Ciri khas dari ejaan ini terletak pada penulisan huruf
yang ditulis dengan [oe] seperti pada kata [moeda] dan
penulisan huruf pada akhir kata ditulis menggunakan
apostrof koma [] seperti pada kata [bapak] ditulis menjadi
[bapa].

Tahun

1947

muncul

lagi

perubahan

ejaan

berdasarkan surat keputusan No. 264/Bhg A pada tanggal


19

Maret

oleh

Menteri

Pendidikan

dan

Kebudayaan

Indonesia pada saat itu Mr. Soewandi sehingga ejaan ini


disebut sebagai ejaan Soewandi atau ejaan Republik. Isi
dari ejaan Soewandi dengan ejaan Van Ophuysen pada
dasarnya sama, hanya saja terdapat beberapa perbedaan
seperti huruf [oe] dirubah menjadi huruf

dan penulisan
1

huruf di akhir kata yang ditulis dengan apostrof koma []


diubah menjadi huruf. Selanjutnya muncul ejaan baru yang
bernama ejaan Melindo (Melayu Indonesia). Kemunculan
ejaan ini berawal dari hasil Kongres II Bahasa Indonesia di
Medan, Sumatera Utara pada tahun 1954 dan baru selesai
dirumuskan pada tahun 1959. Ejaan Malindo belum sempat
diterapkan diakibatkan pada masa itu sedang terjadi
permusuhan antara Indonesia dan Malaysia.
Sesuai dengan keputusan Presiden No. 57 tahun
1972 diresmikan aturan ejaan baru yang dinamakan Ejaan
yang

Disempurnakan

melalui

ejaan

dan

yang

sebagai

bentuk

disempurnakan

ini

sosialisasi

Departemen

Pendidikan dan Kebudayaan menyebarkan buku pedoman


penggunaan ejaan bahasa Indonesia yang disempurnakan.
Tahun 1987 tepatnya tanggal 9 September diterbitkan
kembali edisi kedua dari ejaan yang disempurnakan
berdasarkan
Kebudayaan

Keputusan
Republik

Menteri

Indonesia,

Pendidikan
No.

dan

0543a/U/1987.

Selanjutnya pada tahun 2009 sesuai dengan peraturan


Menteri

Pendidikan

Nasional

Republik

Indonesia

No.

46/U/2009 muncul kembali pedoman umum ejaan bahasa


Indonesia

yang

disempurnakan

yang

berlaku

sampai

Indonesia

yang

sekarang.
Pedoman

ejaan

bahasa

disempurnakan membahas banyak hal seperti pemakaian


huruf, penulisan kata, pemakaian tanda baca, sistem
transliterasi Arab-Latin, penulisan unsur serapan hingga
pembentukan istilah. Mengingat banyaknya pembahasan
dan aturan ejaan yang wajib dipedomani, maka makalah ini
hanya

akan

membahas

beberapa

pembahasan

dan

subpembahasan

seperti

sejarah

ejaan,

perbandingan

pemakaian ejaan, dan ejaan yang disempurnakan.


II. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian ejaan?
2. Apa saja ragam ejaan yang pernah berlaku di Indonesia?
3. Bagaimana tata penggunaan ejaan yang disempurnakan
?
III. TUJUAN
1. Memahami pengertian ejaan
2. Memahami ragam ejaan yang pernah berlaku di
Indonesia
3. Memahami tata penggunaan ejaan yang disempurnakan
sebagai pedoman tata bahasa Indonesia

BAB II
PEMBAHASAN
II.I

Pengertian Ejaan
II.I.I

Arti Ejaan
Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia),
ejaan adalah kaidah-kaidah cara menggambarkan
bunyi-bunyi (kata, kalimat, dsb) dalam bentuk tulisan
(huruf-huruf) serta penggunaan tanda baca.
Ejaan merupakan kaidah yang harus dipatuhi
oleh

pemakai

bahasa

demi

keteraturan

dan

keseragaman bentuk, terutama dalam bahasa tulis.


Keteraturan bentuk akan berimplikasi pada ketepatan
dan kejelasan makna.
II.I.II Arti Ejaan yang Disempurnakan
Ejaan yang Disempurnakan adalah ejaan yang
dihasilkan dari penyempurnaan atas ejaan-ejaan
sebelumnya. Ejaan ini berlaku sejak tahun 1972 dan
menggantikan

ejaan

sebelumnya.

Ejaan

yang

Disempurnakan merupakan sistem ejaan bahasa


Indonesia yg sebagian besar sama dengan sistem
ejaan Malaysia, yang termuat dalam Surat Keputusan
Presiden No. 57 tanggal 16 Agustus 1972 dan yang
sekarang menjadi ejaan resmi bahasa Indonesia
II.II

Sejarah Ejaan
II.II.I Sejarah Perkembangan Ejaan di Indonesia
Bahasa Indonesia yang awalnya berakar dari bahasa
Melayu sudah memiliki aksara sejak beratus tahun yang
lalu, yaitu aksara Arab Melayu. Di Nusantara ini, bukan saja
aksara Arab Melayu yang kita kenal. Kita juga mengenal
aksara Jawa, aksara Sunda, aksara Bugis, aksara Bali,
aksara Lampung, aksara Kerinci, aksara Rejang, dan aksara
Batak. Aksara itu masing-masing memiliki nama, seperti
aksara Kaganga dan aksara Rencong (incung).
1.

Ejaan

yang

diresmikan

(Ejaan

Van

Ophuijsen)
Aksara Arab Melayu dipakai secara umum di daerah
Melayu dan daerah-daerah

yang telah menggunakan

bahasa Melayu. Akan tetapi, karena terjadi kontak budaya


dengan dunia Barat, sebagai akibat dari kedatangan
orang Barat dalam menjajah di Tanah Melayu itu, di
sekolah-sekolah Melayu telah digunakan aksara latin
secara tidak terpimpin. Oeh sebab itu, pada tahun 1900,
menurut C.A. Mees (1956:30), Van Ophuijsen, seorang ahli
bahasa dari Belanda mendapat perintah untuk merancang
suatu ejaan yang dapai dipakai dalam bahasa Melayu,
terutama untuk kepentingan pengajaran. Jika penyusunan
ejaan itu tidak cepat-cepat dilakukan, dikhawatirkan

bahwa sekolah-sekolah tersebut akan menyusun dengan


cara

yang

tidak

terpimpin

sehingga

akan

muncul

kekacauan dalam ejaan tersebut.


Dalam menyusun ejaan tersebut, Van Ophuijsen
dibantu oleh dua orang pakar bahasa dari Melayu, yaitu
Engkoe Nawawi Soetan Mamoer dan Moehammad Thaib
Soetan Ibrahim. Dengan menggabungkan dasar-dasar
ejaan Latin dan Ejaan Belanda, Van Ophuijsen dan temanteman berhasil membuat ejaan bahasa Melayu, yang
ejaan

tersebut

lazim

disebut

sebagai

Ejaan

Van

Ophuijsen. Ejaan tersebut diresmikan pemakaiannya


pada tahun 1901. Ejaan van Ophuijsen dipakai selama 46
tahun, lebih lama dari Ejaan Republik, dan baru diganti
setelah dua tahun Indonesia merdeka. Huruf-huruf yang
mendukunng Ejaan Van Ophuijsen adalah sebagai berikut:
Bunyi vokal
Bunyi diftong

A
ai

Au

E
Oi

I
o

Bunyi konsonan

e
G

T
S

N
L

Bunyi hamzah
Bunyi ain
Bunyi trema

D
R

..

Bunyi asing

ch

Sj

Dengan
mendapatkan

adanya

ejaan

penulisan

kata

tersebut,
dalam

kita

bahasa

dj tj
J
h

g
Nj
W

akan
Melayu

sebagai berikut: ajam, elang, ekor, itik, orang, oelar, petai,


kerbau, amboi, kapal, galah, tjerah, djala, tikar, darah,
pasar, hilah, rasa, lipat, warna, soedah, habis, singa,
njanji, mana, tida, akal, mulai. Pemakaian angka dua
menyakan perulangan tidak dibenarkan. Pengulangan

penyabutan sebuah kata harus dilakukan dengan menulis


secra lengkap kata tersebut.
Ejaan Van Ophuijsen belum dikatakan berhasil
karena

ia

dan

teman-temannya

mendapat

kesulitan

memelayukan tulisan beberapa kata yang diambil dari


bahasa Arab, yang mempunyai warna bunyi bahasa yang
khas. Oleh sebab itu, dia memilih bunyi ch, sj, z, f, secara
tidak taat asas karena sudah pula banyak bahasa Arab
yang dimelayukan sehingga empat huruf itu tidak terpakai
dengan baik. Kemudian, muncul persoalan warna bunyi
dari

Arab

yang

disebut hamza dan ain,

yang

dilambangkannya masing-masing dengan tanda apostrof


().

Kesukaran-kesukaran

itu

selalu

diperbaiki

dan

disempurnakan oleh Van Ophuijsen. Ejaan tersebut secara


lengkap termuat dalam buku yang berjudul Kitab Logat
Melajoe. Pada tahun 1926, sistem ejaan mendapat bentuk
yang tetap
2.

Ejaan yang tidak diresmikan (Ejaan

Melindo)
Pada akhir tahun 1950-an para penulis mulai pula
merasakan kelemahan yang terdapat pada Ejaan Republik
itu. Ada kata-kata yang sangat mengganggu penulisan
karena ada satu bunyi bahas yang dilambangkan dengan
dua huruf, seperti dj, tj, sj, ng, dan ch. Para pakar bahasa
menginginkan satu lamabang untuk satu bunyi. Gagasan
tersebut dibawa ke dalam pertemuan dua Negara, yaitu
Indonensia dan Malaysia. Dari pertemuan itu, pada akhir
tahun 1959 Sidang Perutusan Indonensia dan Melayu
(Slametmulyana dan Syeh Nasir bin Ismail, masingmasing

berperanan

sebagi

ketua

perutusan)

menghasilkan konsep ejaan bersama yang kemudian


dikenal dengan nama Ejaan Melindo (Melayu-Indonesia).
Konsep bersama itu memperlihatkan bahwa satu
bunyi bahasa dilambangkan dengan satu huruf. Salah
satu lambing itu adalah huruf j sebagai pengganti dj,
huruf c sebagai pengganti huruf tj, huruf sebagai
pengganti ng, dan huruf sebagai pengganti nj. Sebagai
contoh :

sejajar sebagai pengganti sedjadjar


mencuci sebagai pengganti mentjutji
meaa sebagai pengganti dari menganga
berai sebagai pengganti berjanji

Ejaan Melindo tidak pernah diresmikan. Di samping


terdapat beberapa kesukaran teknis untuk menuliskan
beberapa huruf, politik yang terjadi pada kedua negara
antara Indonesia-Malaysia tidak memungkinkan untuk
meresmikan ejaan tersebut. Perencanaan pertama yang
dilakukan

dalam

ejaan

Melindo,

yaitu

penyamaan lambang ujaran antara kedua negara, tidak


dapat

diwujudkan.

Perencanaan

kedua,

yaitu

pelambangan setiap bunyi ujaran untuk satu lambang,


juga tidak dapat dilaksanakan. Berbagai gagasan tersebut
dapat

dituangkan

dalam

Ejaan

bahasa

Indonensia

yang disempurnakan yang berlaku saat ini.

3.

Ejaan Republik (Ejaan Soewandi)


Beberapa tahun sebelum Indonesia merdeka yakni

pada masa pendudukan Jepang, pemerintah sudah mulai


memikirkan keadaan ejaan kita yang sangat tidak mampu
mengikuti perkembangan ejaan internasional. Oleh sebab
itu,

Pemerintah

Kebudayaan

melalui

melakukan

Menteri

Pendidikan

pengubahan

ejaan

dan
untuk

menyempurnakan ejaan yang dirasakan sudah tidak


sesuai lagi dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Oleh sebab itu, pada tahun 1947 muncullah
sebuah ejaan yang baru sebagai pengganti ejaan Van
Ophuijsen.

Ejaan

Pendidikan

tersebut

Pengajaran

diresmikan

dan

oleh

Kebudayaan

Menteri
Republik

Indonesia, Dr. Soewandi, pada tanggal 19 Maret 1947


yang disebut sebagai Ejaan Republik. Karena Menteri
Pendidikan

Pengajaran

dan

Kebudayaan

adalah

Dr.

Soewandi, ejaan yang diresmikan itu disebut juga sebagai


Ejaan Soewandi. Hal-hal yang menonjol dalam Ejaan
Soewandi atau Ejaan Republik itu adalah sebagai berikut :
Huruf /oe/ diganti dengan /u/, seperti dalam kata berikut:
goeroe menjadi guru
itoe menjadi itu
oemoer menjdi umur

Bunyi hamzah dan bunyi sentak ditulis dengan /k/,


seperti dalam kata berikut:

Angka

tida menjadi tidak


Pa menjadi Pak
malum menjadi maklum
rayat menjadi rakyat
dua

boleh

dipakai

untuk

menyatakan

pengulangan, seperti kata berikut:

beramai-ramai menjadi be-ramai2


anak-anak menjadi anak2
berlari-larian menjadi ber-lari-2an
berjalan-jalan menjadi ber-jalan2

Awalan di- dan


serangkai

kata

dengan

kata

depan di kedua-duanya
yang

mengikutinya,

ditulis
seperti

berikut:
diluar (kata depan)
dikebun (kata depan)

ditulis (awalan)
diantara (kata depan)
disimpan (awalan)
dipimpin (awalan)
dimuka (kata depan)
ditimpa (awalan)
disini (kata depan)

Tanda trema tidak dipakai lagi sehingga tidak ada


perbedaan antar suku kata diftong, seperti kata berikut:
Didjoempa menjadi didjumpai
Diharga menjadi dihargai
Moela menjadi mulai
Tanda aksen pada huruf e tidak dipakai lagi, seperti pada
kata berikut:
kor menjadi ekor
hran mejadi heran
berbda menjadi berbeda
Di hadapan tj dan dj, bunyi sengau ny dituliskan sebagai
n untuk mengindahkan cara tulis:
Menjtjuri menjdi mentjuri
Menjdjual menjadi mendjual
Ketika memotong kata-kata di ujung baris, awalan dan
akhiran dianggap sebagai suku-suku kata yang terpisah:
be-rangkat menjadi ber-angkat
atu-ran menjadi atur-an
Huruf-huruf q, x, dan y tidak diatur pemakainnya dalam
ejaan. Huruf chanya dipakai dalam hubungannya dengan
huruf ch.
4.

Ejaan Van Ophuysen


Ejaan ini disusun oleh Prof. ch. A. Van Ophuysen

dengan bantuan ahli bahasa seperti Engku Nawawi atas


perintah Pemerintah Hindia Belanda. Ejaan ini terbit pada
tahun 1901, dalam kitab logat melayu. Menurut Van

Ophuysen bahasa melayu tidak mengenal gugus


konsonam dalam satu kata.

Ajaran Ophuysen tidak dipakai lagi karena beberapa


pertimbangan:
1.

Adanya gugus konsonam dalam bahasa

indonesia tidak menimbulkan kesulitan apapun dalam


lafal bagi pemakai bahasa Indonesia.
2.

Kita menghendaki agar eajaan kata pungut

dalam bahasa Indonesia sedapat-dapatnya dekat


dengan ejaan asli kata asalnya.
3.

Dalam pemungutan kata asing kita sukar

menghindari adanya gugus tugas konsonam.


Contoh :
Kata instruktur (bahasa Belanda instructur) jika di
Indonesiakan sesuai dengan ketetapan Ophuysen akan
menjadi in-se-te-ruk-tur.
Berdasarkan tiga hal tersebut maka ajaran Ophuysen
dikesampingkan. Selain itu kelemahan ejaan ini
banyaknya tanda-tanda diakritik.
5.

Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan

(EYD)
Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan atau
biasa disebut EYD, diberlakukan sejak penggunaannya
diresmikan oleh Presiden RI pada tanggal 16 Augustus
1972. Pedoman umum Ejaan Bahasa Indonesia Yang
Disempurnakan ditetapkan oleh Mendikbud pada tanggal
31 Agustus 1975 dan dinyatakan dengan resmi berlaku

10

diseluruh Indonesia dan disempurnakan lagi pada tahun


1987.
Dikatakan ejaan yang disempurnakan karena ejaan
tersebut merupakan penyempurnaan dari beberapa ejaan
sebelumnya. Beberapa kebijakan baru yang ditetapkan di
dalam EYD, antara lain:
1) Pembentukan Huruf
Ejaan lama
EYD
dj
j

jarum

jarum
c

tj

tjut

nj

njawa

cut

ny nyawa

2) Huruf f, r, dan z yang merupakan unsur serapan dari


bahasa asing, misalnya khilaf, zakat.
3) Huruf g dan x lazim digunakan dalam ilmu pengetahuan
tetap, misalnya furgan dan xenon.
4) Penulisan di - sebagai awalan dibedakan dengan di
sebagai kata depan. Contoh :
Awalan

Kata

Depan
di-

di

dikhianati

di

kampus
5) Kata ulang ditulis penuh dengan mengulang unsurunsurnya, bukan dengan angka dua/2. Contoh :
- Mahasiswa-mahasiswa
Mahasiswa2

11

- Bermain-main
Bermain2

Secara umum hal-hal yang diatur dalam EYD adalah


sebagai berikut :
1.

Pemakaian huruf

2.

Pemakaian huruf kapital dan huruf miring

3.

Penulisan kata

4.

Penulisan unsur serapan

5.

Pemakaian tanda baca

II.III Penerapan Ejaan yang Disempurnakan


A. Pemakaian Huruf
Yang

dimaksud

peraturan

dengan

bagaimana

bagaimana

antar

ejaan

melambangkan

hubungan

antara

adalah
bunyi

keseluruhan
ujaran

dan

lambang-lambang

baik

pemisahan maupun penggabungan. Bunyi ejaan huruf dari masa


kemasa terus mengalami perubahan yang mulanya pada tahun
1901

menggunakan

ejaan

Van

Ophuisjen

yang

memiliki

penulisan beberapa huruf yang khas, yaitu:


a.

Huruf oe untuk menuliskan kata-kata kamoe, iboe,


restoe, dan lain-lain.
b. Huruf digunakan dalam menuliskan kata-kata tazim
akal, ta, mamur, rayat, dan lain-lain.
c.

Huruf j untuk menuliskan kata-kata

jang, sajang,

bajangan, saja (aku), dan lain-lain.


Periode salanjutnya ialah ejaan Soewandi yang diresmikan
pada

tanggal

19

Maret

1947

memiliki

beberapa

penulisan huruf yang khas, yaitu:

12

a.

Huruf u digunakan untuk menggantikan huruf oe


dalamm ejaan van Ophuisjen. Huruf u digunakan dalam
kata-kata sayu, rayu, kayu, kamu, dan lain-lain.

b.

Huruf k dipergunakan untuk menggantikan huruf


dalam ejaan van Ophuisjen. Huruf k digunakan dalam
menulis kata-kata rakyat, tak, takzim, dan lain-lain.

c.

Perangkaian penulisan awalan di dengan kata benda


yang mengikutinya, seperti dikampus, dimasjid, dan
dikelas.

Disamping itu, ejaan soewandi juga mempergunakan hurufhuruf berikut:


a.

dj untuk menuliskan kata djalan, djadwal, djaja, dan


sebagainya.

b.

tj untuk menuliskan kata-kata tjahaya, tjara, tjermin,


dan sebagainya.

c.

nj untuk menuliskan kata-kata njonja, kenjang, dan


njata.

Dengan berlakunaya Ejaan yang Disempurnakan, terjadi


beberapa perubahan penulisan huruf. Perubahan tersebut antara
lain:
a.

Penulisan awalan di yang sebelumnya dirangkai


dengan kata yang mengikutinya, kemudian dipisahkan,
contoh: di rumah, di perpustakaan, dan di kebun.

b.

Perubahan lambang-lambang bunyi (huruf), yaitu :

dj berubah menjadi j, contoh jalan, jasa, dan jual.

tj

berubah menjadi c, contoh cerita, cara, dan

nj berubah menjadi ny, contoh nyata, menyesal,

cacat.
dan tanya.
Penulisan huruf
Disempurnakan

dalam Ejaan Bahasa Indonesia yang

mendapatkan

penjelasan

yang

rinci

untuk

menciptakan keseragaman dalam penulisannya. Ejaan yang

13

Disempurnakan meletakkan kaidah-kaidah yang jelas mengenai


begaimana huruf-huruf herus di tulis dalam suatu kalimat.

1. Huruf Abjad
Abjad yang digunakan dalam ejaan bahasa Indonesia terdiri
atas huruf yang berikut. Nama huruf disertakan di sebelahnya
2. Huruf Vokal
Huruf
yang

melambangkan vokal dalam bahasa Indonesia terdiri atas


huruf a, e, i, o,dan u.
3. Huruf Konsonan
Huruf yang melambangkan konsonan dalam bahasa
Indonesia terdiri atas huruf-huruf b, c, d,f, g, h, j, k, l, m, n,
p, q, r, s, t, v, w, x, y, dan z.
4. Huruf Diftong
Di dalam bahasa Indonesia terdapat diftong yang
dilambangkan dengan ai, au, dan oi.

14

5. Gabungan Huruf Konsonan


Di dalam bahasa Indonesia terdapat empat gabungan huruf
yang melambangkan konsonan, yaitu kh, ng, ny, dan sy.
Masing-masing melambangkan satu bunyi konsonan.

6. Huruf Kapital
Huruf kapital (huruf besar) adalah huruf-huruf A,B,C,D,E,
dst.
Kaidah-kaidah EYD yang berkaitan dengan penulisan huruf
kapital adalah :
a.

Huruf kapital ditulis pada awal kalimat dan awal kalimat yang
merupakan petikan langsung, contoh:

Keadilan adalah sebuah konsep yang abstrak.


Rasulullah berkata Perbuatan manusia bergantung pada
niatnya

b.

Huruf

kapital digunakan untuk awal nama orang, gelar

kehormatan yang diikuti nama orang dan kata sebutan yang


diikuti dengan nama orang, contoh:
Sayyid Qutz adalah seorang ahli tafsir kenamaan.
Sebutan yang menggantikan nama orang atau untuk
menyebut orang secara langsung mempergunakan huruf kapital,
contoh:
Kami harap Saudara bisa menerima tugas itu dengan baik.
Akan tetapi:
Gelar dokter tetap ditulis dengan huruf kecil, contoh:

15

Setelah

menempuh

pendidikan

S3,

putra

pak

Ari

menyandang gelar Doktor raharjo, sedangkan putrinya yang


lulus dari S1 kedokteran menyandang gelar dokter.
c.

Huruf kapital digunakan dalam hal-hal yang berkaitan dengan


urusan agama, seperti kitab suci, hari raya dan Tuhan, contoh:
Pada Fakultas Ushuluddin diajarkan perbandingan agama
sehingga mengenal agama Hindu, Kristen, Bhuda, maupun
Yahudi.

d.

Huruf kapital digunakan untuk menulis nama negara, bangsa,


dan suku contoh:
Ahmad berasal dari negara Thailand
Tetapi:
-

Pisang,

khususnya

pisang

ambon

sangat

baik

untuk

pencernaan.
- Salah satu bahan untuk membuat dawet adalah gula jawa.
e.

Huruf kapital digunakan untuk menyebut nama-nama hari,


bulan tahun dan peristiwa bersejarah contoh:
Setiap tanggal 17 Agustus, rakyat Indonesia memperingati
Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia.

f.

Huruf kapital digunakan untuk menyebut nama-nama khas letak


geografis, contoh:
Pernahkah kalian mendengan Air Terjun Niagara?

g.

Huruf kapital digunakan dalam lambang pemerintahan dan


dokumentasi resmi, contoh:
Dewan Perwakilan Rakyat mengadakan dengar pendapat denagn
mentri kehutanan. 1[4]

h.

Huruf kapital digunakan dalam judul buku, skripsi, tesis,


disertasi, artikel, berita koran dan berita majalah, contoh:
Novel

Anak Semua Bangsa

adalah karya satrawan besar

Indonesia, Pramudya Ananta Toer.


1

16

Catatan:
Kata-kata di, ke, dari, yang, dan untuk yang terdapat dalam
judul, kecuali yang berada di awal kalimat, ditulis dengan huruf
kecil.
7.

Huruf Miring (Italic)

Huruf miring digunakan untuk hal-hal berikut:


a.

Penulisan judul karya ilmiah, novel, artikel, dan berita, contoh:


Buku Islam karya Fazlur Rahma menyajikan analisis yang
mendalam mengenai berbagai bidang agama Islam melalui
pendekatan sejarah.

b.

Penegasan dan pengkhususan huruf, kata, atau kelompok kata,


contoh:
Ejaan Soewardi menggunakan huruf tj untuk kata-kata
tjatat dan tjatjat, sedangkan EYD menggunakan huruf c untuk
kata-kata diatas.

c.

Penulisan istilah ilmiah atau istilah-istilah asing yang belum


diadopsi atau diadaptasi oleh Bahasa Indonesia, contoh:
Para ulama menentukan awal Ramadan dan Idul Fitri
dengan hisab dan rukyah.
8. Huruf Tebal
Huruf tebal dalam cetakan dipakai untuk menuliskan judul
buku, bab, bagian bab, daftar isi, daftar tabel, daftar
pustaka,indeks, dan lampiran
B. Penulisan Kata
1. Kata Dasar
Kata yang berupa kata dasar ditulis sebagai satu kesatuan.
Misalnya:
Ibu percaya bahwa engkau tahu.
Kantor pajak penuh sesak.
Buku itu sangat tebal.
2 . Kata Turunan
1. Imbuhan (awalan, sisipan, akhiran) ditulis serangkai dengan
kata dasarnya.

17

Misalnya:
bergetar, dikelola, penetapan, menengok,
mempermainkan.
2. Jika bentuk dasar berupa gabungan kata, awalan atau akhiran
ditulis serangkai dengan kata yang langsung mengikuti atau
mendahuluinya.
Misalnya:
bertepuk tangan, garis bawahi, menganak sungai, sebar
luaskan.
3. Jika bentuk dasar yang berupa gabungan kata mendapat
awalan dan akhiran sekaligus, unsur gabungan kata itu ditulus
serangkai.
Misalnya:
menggarisbawahi, menyebarluaskan, dilipatgandakan,
penghancurleburan
4. Jika salah satu unsur gabungan kata hanya dipakai dalam
kombinasi, gabungan kata itu ditulis serangkai.
Misalnya:
adipati, aerodinamika, antarkota, anumerta, audiogram,
awahama, bikarbonat, biokimia, caturtunggal, dasawarsa,
dekameter, demoralisasi, dwiwarna, ekawarna,
ekstrakurikuler, elektroteknik, infrastruktur, inkonvensional,
introspeksi, kolonialisme, kosponsor, mahasiswa,
mancanegara, multilateral, narapidana, nonkolaborasi,
Pancasila, panteisme, paripurna, poligami, pramuniaga,
prasangka, purnawirawan, reinkarnasi, saptakrida,
semiprofessional, subseksi, swadaya, telepon, transmigrasi,
tritunggal, ultramodern
catatan:
1) Jika bentuk terikat diikuti oleh kata yang huruf awalnya
adalah huruf kapital, di antara kedua unsur itu harus
dituliskan tanda hubung (-).
Misalnya:
non-Indonesia, pan-Afrikanisme
2) Jika kata maha sebagai unsur gabungan diikuti kata esa
dan kata yang bukan kata dasar, gabungan itu ditulis
terpisah.
Misalnya:
Mudah-mudahan Tuhan Yang Maha Esa melindungi kita.
Marilah kita beersyukur kepada Tuhan Yang Maha Pengasih.
3. Kata Ulang
Bentuk ulang ditulis secara lengkap dengan menggunakan tanda
hubung.
Misalnya:

18

anak-anak, buku-buku, kuda-kuda, mata-mata, hati-hati,


undang-undang, biri-biri, kupukupu, kura-kura, laba-laba,
sia-sia, gerak-gerik hura-hura, lauk-pauk, mondar-mandir,
ramah-tamah, sayur-mayur, centang-perenang, porakporanda, tunggang-langgang, berjalan-jalan, dibesarbesarkan, menulis-nulis, terus-menerus, tukar-menukar,
hulubalang-hulubalang, bumiputra-bumiputra
4. Gabungan Kata
1. Gabungan kata yang lazim disebuta kata majemuk, termasuk
istilah khusus, unsurunsurnya ditulis terpisah.
Misalnya:
duta besar, kambing hitam, kereta api cepat luar biasa,
mata pelajaran, meja tulis, model linier, orang tua,
persegi panjang, rumah sakit umum, simpang empat.
2. Gabungan kata, termasuk istilah khusus, yang mungkin
menimbulkan kesalahan pengertian dapat ditulis dengan tanda
hubung untuk menegaskan pertalian unsur yang bersangkutan.
Misalnya:
Alat pandang-dengar, anak-istri saya, buku sejarah-baru,
mesin-hitung tangan, ibu-bapak kami, watt-jam, orang-tua
muda.
3. Gabungan kata berikut ditulis serangkai.
Misalnya:
Adakalanya, akhirulkalam, Alhamdulillah, astaghfirullah,
bagaimana, barangkali, bilamana, bismillah, beasiswa,
belasungkawa, bumiputra, daripada, darmabakti,
darmawisata, dukacita, halalbihalal, hulubalang,
kacamata, kasatmata, kepada, karatabaasa, kilometer,
manakala, manasuka, mangkubumi, matahari, olahraga,
padahal, paramasastra, peribahasa, puspawarna,
radioaktif, saptamarga, saputangan, saripati,
sebagaimana, sediakala, segitiga, sekalipun,
silaturrahmin, sukacita, sukarela, sukaria, syahbandar,
titimangsa, wasalam
5. Kata Ganti -ku-, kau-, -mu, dan -nya
Kata ganti ku dan kau ditulis serangkai dengan kata yang
mengikutinya; -ku-, -mu, dan nya ditulis serangkai dengan kata
yang mendahuluinya.
Misalnya:
Apa yang kumiliki boleh kaumabil.
Bukuku, bukumu, dan bukunya tersimpan di
perpustakaan.
6. Kata Depan di, ke, dan dari

19

Kata depan di, ke, dan dari ditulis terpisah dari kata yang
mengikutinya, kecuali di dalam gabungan kata yang sudah lazim
dianggap sebagai satu kata seperti kepada dan daripada.
Misalnya:
Kain itu terletak di dalam lemari.
Bermalam sajalah di sini.
Di mana Siti sekarang?
Mereka ada di rumah.
Catatan:
Kata-kata yang dicetak miring di bawah ini dtulis serangkai.
Si Amin lebih tua daripada si Ahmad.
Kami percaya sepenuhnya kepadanya.
Kesampingkan saja persoalan yang tidak penting itu.
Ia masuk, lalu keluar lagi.
Surat perintah itu dikeluarkan di Jakarta pada tanggal 11
Maret 1966.
Bawa kemari gambar itu.
Kemarikan buku itu.
Semua orang terkemuka di desa hadir dalam kenduri itu.

7. Kata Si dan Sang


Kata si dan sang ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya.
Misalnya:
Harimau itu marah sekali kepada sang Kancil.
Surat itu dikirimkan kembali kepada si pengirim.
8. Partikel
1. Partikel -lah, -kah, dan -tah ditulis serangkai dengan kata yang
mendahuluinya.
Misalnya:
Bacalah buku itu baik-baik.
Apakah yang tersirat dalam dalam surat itu?
Jakarta adalah ibukota Republik Indonesia.
Siapakah gerangan dia?
Apatah gunanya bersedih hati?
2. Partikel pun ditulis terpisah dari kata yang mendahuluinya.
Misalnya:
Apa pun yang dimakannya, ia tetap kurus.
Hendak pulang pun sudah tak ada kendaraan.
Jangankan dua kali, satu kali pun engkau belum pernah
datang ke rumahku.
Jika ayah pergi, adik pun ingin pergi.
Catatan:
Kelompok yang lazim dianggap padu, misalnya adapun,
andaipun, ataupun, bagaimanapun, biarpun, kalaupun,

20

kendatipun, maupun, meskipun, sekalipun, sungguhpun,


walaupun ditulis serangkai.
Misalnya:
Adapun sebab-sebabnya belum diketahui.
Bagaimanapun juga akan dicobanya menyelesaikan tugas
itu.
Baik mahasiswa maupun mahasiswi ikut berdemonstrasi.
Sekalipun belum memuaskan, hasil pekerjaannya dapat
dijadikan pegangan.
Walaupun miskin, ia selalu gembira.
3. Partikel per yang berarti mulai, demi, dan tiap ditulis
terpisah dari bagian kalimat yang mendahului atau
mengikutinya.
Misalnya:
Pegawai negeri mendapat kenaikan gaji per 1 April.
Mereka masuk ke dalam ruangan satu per satu.
Harga kain itu Rp 2.000,00 per helai.
9. Singkatan dan Akronim
1. Singkatan ialah bentuk yang dipendekkan yang terdiri atas
satu huruf atau lebih.
a. Singkatan nama orang, nama gelar, sapaan, jabatan atau
pangkat diikuti dengan tanda titik.
Misalnya:
A.S Kramawijaya
Muh. Yamin
Suman Hs.
Sukanto S.A.
M.B.A master of business administration
M.Sc. master of science
S.E. sarjana ekonomi
S.Kar. sarjana karawitan
S.K.M sarjana kesehatan masyarakat
Bpk. Bapak
Sdr. saudara
Kol. kolonel
b. Singkatan nama resmi lembaga pemerintah dan
ketatanegaraan, badan atau
organisasi, serta nama dokumentasi resmi yang terdiri atas huruf
awal kata ditulis
dengan huruf kapital dan tidak diikuti dengan tanda titik.
Misalnya:
DPR Dewan Perwakilan Rakyat
PGRI Persatuan Guru Republik Indonesia
GBHN Garis-Garis Besar Haluan Negara
SMTP sekolah menengah tingkat pertama
PT perseroan terbatas

21

KTP kartu tanda penduduk


c. Singkatan umum yang terdiri atas tiga huruf atau lebih diikuti
satu tanda titik.
Misalnya:
dll. dan lain-lain
dsb. dan sebagainya
dst. dan seterusnya
hlm. halaman
sda. sama dengan atas
Yth. (Sdr. Moh. Hasan) Yang terhormat (Sdr. Moh. Hasan)
Tetapi:
a.n. atas nama
d.a. dengan alamat
u.b. untuk beliau
u.p. untuk perhatian
d. Lambang kimia, singkatan satuan ukuran, takaran, timbangan,
dan mata uang tidak diikuti tanda titik.
Misalnya:
Cu cuprum
TNT trinitrotulen
cm sentimeter
kVA kilovolt-ampere
l liter
kg kilogram
Rp (5.000,00) (lima ribu) rupiah
2. Akronim kimia, singkatan satuan ukuran, takaran, timbangan,
dan mata uang tidak diikuti tanda titik.
a. Akronim nama diri yang berupa gabungan huruf awal dari
deret kata ditulis selurhnya dengan huruf capital.
Misalnya:
ABRI Angkatan Bersenjata Republik Indonesia
LAN Lembaga Administrasi Negara
PASI Persatuan Atletik Seluruh Indonesia
IKIP Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan
SIM surat izin mengemudi
b. Akronim nama diri yang berupa gabungan suku kata atau
gabungan huruf dan suku kata dari deret kata ditulis dengan
huruf awal huruf kaptal.
Misalnya:
Akabri Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia
Bappenas Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
Iwapi Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia
Kowani Kongres Wanita Indonesia
Sespa Sekolah Staf Pimpinan Administrasi
c. Akronim yang bukan nama diri yang berupa gabungan huruf,
suku kata, ataupun gabungan huruf dan kata dari deret kata
seluruhnya ditulis dengan huruf kecil.

22

Misalnya:
pemilu pemilihan umum
radar radio detecting and ranging
rapim rapat pimpinan
rudal peluru kendali
tilang bukti pelanggaran
catatan:
jika dianggap perlu membentuk akronim, hendaknya
diperhatikan syarat-syaratberikut.
(1) Jumlah suku kata akronim jangan melebihi jumlah suku
kata yang
lazim pada kata Indonesia.
(2) Akronim dibentuk dengan mengindahkan keserasian
kombinasi vocal dan konsonan yang sesuai dengan pola
kata Indonesia yang lazim.
10. Angka dan Lambang
1. Angka dipakai untuk menyatakan lambang bilangan atau
nomor. Di dalam tulisan lazim digunakan angka Arab atau
angka Romawi.
Angka Arab : 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9
Angka Romawi : I, II, III, IV, V, VI, VII, VIII, IX, X, L (50), C (100),
D (500), M
(1000), V (5.000), M (1.000.000)
Pemakaiannya diatur leih lanjut dalam pasal-pasal yang
berikut ini.
2. Angka digunakan untuk menyatakan (i) ukuran panjagng,
berat, luas, dan isi, (ii) satuan waktu, (iii) nilai uang, dan (iv)
kuantitas.
Misalnya:
0,5 sentimeter
tahun 1928
1 jam 20 menit
pukul 15.00
Rp5.000,00 50
3. Angka lazim dipakai untuk melambangka nomor jalan, rumah,
apartemen, atau kamar pada alamat.
Misalnya:
Jalan Tanah Abang I No. 15
Hotel Indonesia, Kamar 169
4. Angka digunakan juga untuk menomori bagian karangan dan
ayat kitab suci.
Misalnya:
Bab X, Pasal 5, halaman 252
Surah Yasin: 9
5. Penulisan lambang bilangan dengan huruf dilakukan sebagai
berikut.
a. Bilangan utuh
Misalnya:

23

Dua belas 12
Dua puluh dua 22
Dua ratus dua puluh dua 222
b. Bilangan pecahan
Misalnya:
Setengah
Tiga perempat
Seperenam belas 1/16
Tiga dua pertiga 3 2/3
6. Penulisan lambang bilangan tingkat dapat dilakukan dengan
cara berikut.
Misalnya:
Paku Buwono X; pada awal abad XX; dalamkehidupan
abad ke-20 ini; Pasal 5; dalam bab ke-2 buku itu; di
daerah tingkat II itu; di tingkat kedua
gedung itu; di tingkat ke-2 itu; kantor di tingkat II itu.
7. Penulisan lambang bilangan yang mendapat akhiran -an
mengikuti cara yang berikut.
Misalnya:
tahun 50-an atau tahun lima puluhan
uang 5000-an atau uang lima ribuan
lima uang 1.000-an atau lima uang seribuan
8. Lambang bilangan yang dapat dinyatakan dengan satu atau
dua kata ditulis dengan huruf, kecuali jika beberapa lambang
bilangan dipakai secara berurutan, seperti dalam perincian dan
pemaparan.
Misalnya:
Amir menonton drama itu sampai tiga kali.
Ayah memesan tiga ratus ekor ayam.
Di antara 72 anggota yang hadir, 52 orang setuju, 15
orang tidak setuju, dan 5 orang memberikan suara
blangko.
9. Lambang bilangan pada awal kalimat ditulis dengan huruf. Jika
perlu, susunan kalimat diubah sehingga bilangan yang tidak
dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata tidak terdapat pada
awal kalimat.
Misalnya:
Lima belas orang tewas dalam kecelakaan itu.
Pak Darmo mengundang 250 orang tamu
Bukan:
15 orang tewas dalam kecelakaan itu.
Dua ratus lima puluh orang tamu diundang Pak Darmo.
10. Angka yang menunjukkan bilangan utuh secara besar dapat
dieja
Misalnya:
Perusahaan itu baru saja mendapat pinjaman 250 juta
rupiah.

24

Penduduk Indonesia brjumlah lebi dari 200 juta orang.


11. Bilangan tidak perlu ditulis dengan angka dan huruf sekaligus
dalam teks, kecuali didalam dokumen resmi seperti akta dan
kuitansi.
Misalnya:
Kantor kami mempunyai dua puluh orang pegawai.
Di lemari itu tersimpan 805 buku dan majalah.
Bukan:
Kantor kami mempunyai 20 (dua puluh) orang pgawai.
Di lemari itu tersimpan 805 (delapan ratus lima) buku dan
majalah.
12. Jika bilangan dilambangkan dengan angka dan huruf,
penulisannya harus tepat.
Misalnya:
Saya lamirkan tanda terima uang sebesar Rp999,75
(Sembilan ratus Sembilan
puluh Sembilan dan tujh puluh lima perseratus rupiah).
Bukan:
Saya lampirkan tanda terima uang sebesar 999,75
(Sembilan ratus Sembilan puluh
Sembilan dan tujuh puluh lima perseratus) rupiah.
12. Jika bilangan dilambangkan dengan angka dan huruf,
penulisannya harus tepat.
Misalnya:
Saya lamirkan tanda terima uang sebesar Rp999,75
(Sembilan ratus Sembilan
puluh Sembilan dan tujh puluh lima perseratus rupiah).
Bukan:
Saya lampirkan tanda terima uang sebesar 999,75
(Sembilan ratus Sembilan puluh
Sembilan dan tujuh puluh lima perseratus) rupiah.
C. PENULISAN UNSUR SERAPAN
Dalam perkembangannya, bahasa Indonesia menyerap
unsur dari berbagai bahasa lain, baik dari bahasa daerah
maupun dari bahasa asing, seperti Sansekerta, Arab, Portugis,
Belanda, atau Inggris. Berdasarkan taraf integrasinya, unsure
pinjaman dalam bahasa Indonesia dapat dibagi
atas dua golongan besar. Pertama, unsur pinjaman yang belum
sepenuhnya terserap ke dalam bahasa Indonesia, seperti
reshuffle, shuttle cock, laxplanation de lhomme. Unsur-unsur
yang dipakai dalam konteks bahasa Indonesia, tetapi
pengucapannya masih mengikuti cara asing.
Kedua, unsur pinjaman yang pengucapan dan penulisannya
disesuaikan dengan kaidah bahasa Indonesia. Dalam hal ini
diusahakan agar ejaannya hanya diubah seperlunya sehingga

25

bentuk Indonesianya masih dapat dibandingkan dengan bentuk


asalnya.
Penulisan unsur serapan dengan ketentuan,
1. Unsur pungutan yang sudah lazim dieja sesuai dengan
ejaan bahasa Indonesia tidak perlu lagi diubah.
Misalnya:
Kabar, sirsak, iklan, erlu, bengkel, hadir
2. Sekalipun dalam ejaan yang dismpurnakan huruf q dan x
diterima sebagai bagian abjad bahasa Indonesia, unsur
yang mengandung kedua huruf itu diindonesiakan menurut
kaidah yang terurai di atas. Kedua huruf itu dipergunakan
dalam penggunaan tertentu saja, seperti dalam
pembedaan nama dan istilah khusus.
D. PENULISAN TANDA BACA
A. Tanda Titik (.)
1. Tanda titik dipakai pada akhir kalimat yang bukan pertanyaan
atau seruan.
Misalnya:
Ayahku tinggal di Solo.
2. Tanda titik dipakai di belakang angka atau huruf dalam suatu
bagan, ikhtisar, atau daftar.
3. Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan
detik yang menunjukkan waktu.
4. Tanda titik dipakai dalam daftar pustaka di antara nama
penulis, judul tulisan yang tidak berakhir dengan tanda tanya
atau tanda seru, dan tempat terbit.
5. Tanda titik tidak dipakai pada akhir judul yang merupakan
kepala karangan atau kepala ilustrasi, tabel, dan sebagainya.
6. Tanda titik tidak dipakai di belakang alamat pengirim dan
tanggal suat atau nama dan alamat surat.
B. Tanda Koma (,)
1. Tanda koma dipakai diantara unsur-unsur dalam suatu
perincian atau pembilangan.
2. Tanda koma dipakai untuk memisahkan kalimat setara yang
satu dari kalimat setara berikutnya yang didahului oleh kata
seperti tetapi, atau melainkan.
3. Tanda koma dipakai di belakang kata atau ungkapan
penghubung antarkalimat yang terdapat pada awal kalimat.
Termasuk di dalamnya oleh karena itu, jadi, lagi pula,meskipun
begitu, akan tetapi.

26

4. Tanda koma dipakai untuk memisahkan kata seperti o, ya,


wah, aduh, kasihan dari kata lain yang terdapat di dalam kalimat.
5. Tanda koma dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari
bagian lain dalam kalimat.
6. Tanda koma dipakai di antara nama dan alamat, bagian-bagian
alamat, tempat dan tanggal, dan nama tempat dan wilayah atau
negeri yang ditulis berurutan.
7. Tanda koma dipakai di antara bagian-bagian dalam catatan
kaki.
Misalnya:
W.J.S. Poerwadarminta, Bahasa Indonesia untuk Karangmengarang (Jogjakarta:UP Indonesia, 1967), hlm. 4.
8. Tanda koma dipakai di antara nama orang dan gelar akademik
yang mengikutinya untuk membedakannya dari singkatan nama
diri, keluarga, atau marga.
C. Tanda Titik Koma (;)
1. Tanda titik koma dapat dipakai untuk memisahkan bagianbagian kalimat yang sejenis dan setara.
Misalnya:
Malam akan larut; pekerjaan belum selesai juga
2. Tanda titik koma dapat dipakai sebagai pengganti kata
penghubung untuk memisahkan kalimat yang setara dalam
kalimat majemuk.
Misalnya:
Ayah mengurus tanamannya di kebun itu; ibu sibuk
bekerja di dapur; Adikmenghafal nama-nama pahlawan
nasional; saya sendiri asyik mendengarkan siaran Pilihan
Pendengar.
D. Tanda Dua Titik (:)
1. Tanda titik dua dapat dipakai pada akhir suatu pernyataan
lengkap jika diikuti rangkaian atau pemerian.
Misalnya:
Kita sekarang memerlukan perabot rumah tangga: kursi,
meja, dan lemari.
2. Tanda titik dua dapat dipakai dalam teks drama sesudah kata
yang menunjukkan pelaku dalam percakapan.
3. Tanda titik dua dipakai di antara jilid atau nomor dan halaman,
di antara bab dan ayat dalam kitab suci, di antara judul dan anak
judul suatu karangan , serta diantara nama kota dan penerbit
buku acuan dalam karangan.
Misalnya:
Tempo, I (34), 1971: 7
Surah Yasin: 9
E. Tanda Hubung (-)

27

1. Tanda hubung menyambung suku-suku kata dasar yang


terpisah oleh pergantian baris yaitu suku kata yang berupa satu
vokal tidak ditempatkan pada ujung baris atau pangkal baris.
2. Tanda hubung menyambung awalan dengan bagian kata di
belakangnya atau akhiran dengan bagian kata di depannya pada
pergantian baris.
3. Tanda hubung boleh dipakai untuk memperjelas (i) hubungan
bagian-bagian kata atau ungkapan, dan penghilangan baian
kelompok kata.
Misalnya:
ber-evolusi, dua puluh lima-ribuan (20 x 5.000), tanggung
jawab-dan kesetiakawanan-sosial
4.Tanda hubung dipakai untuk merangkaikan unsure bahasa
Indonesia dengan unsure bahasa asing.
Misalnya:
di-smash, pen-tackle-an
F. Tanda Pisah ()
1. Tanda pisah membatasi penyisipan kata atau kalimat yang
memberi penjelasan di luar bangun kalimat.
Misalnya:
Kemerdekaan bangsa itusaya yakin akan
tercapaidiperjuangkan
oleh bangsa itu sendiri.
2. Tanda pisah menegaskan adanya keterangan oposisi atau
keterangan yang lain sehingga kalimat menjadi lebih jelas.
3. Tanda pisah dipakai di antara dua dilangan atau tanggal
dengan arti sampai dengan atau sampai ke.
G. Tanda Elipsis ()
1. Tanda elipsis dipakai dalam kalimat yang terputus-putus.
Misalnya:
Kalau begitu ya, marilah kita bergerak.
2. Tanda elipsis menunjukkan bahwa dalam satu kalimat atau
naskah ada bagian yang dihilangkan.
H. Tanda Tanya (?)
1. Tanda tanya dipakai pada akhir kalimat tanya.
2. Tanda taya dipakai dalam tanda kurung untuk menyatakan
bagian kalimat yang disangsikan atau yang kurang dapat
membuktikan kebenarannya.
I. Tanda Seru (!)

28

Tanda seru dipakai sesuda ungkapan atau pernyataan yang


berupa seruan atau perintah yang menggambarkan
kesungguhan, ketidakpercayaan, ataupun rasa emosi yang kuat.
J. Tanda Kurung (())
1. Tanda kurung mengapit tambahan keterangan atau
penjelasan.
2. Tanda kurung mengapit keterangan atau penjelasan yang
bukan bagian integral pokok pembicaraan.
K. Tanda Kurung Siku ([])
Tanda kurung siku mengapit huruf, kata, atau kelompok kata
sebagai koreksi atau tambahan pada kalimat atau bagian kalimat
yang ditulis orang lain. Tanda itu menyatakan bahwa kesalahan
atau ekurangan itu memang terdapat di naskah asli.
L. Tanda Petik ()
Tanda petik mengapit petikan langsung yang berasal dari
pembicaraan dan nskah ataubahan tertulis lain.
M. Tanda Petik Tunggal ()
1. Tanda petik tunggal mengapit petikan yang tersusun di dalam
petikan lain.
2. Tanda petik tunggal mengapit makna, terjemahan, atau
penjelasan kata atau ungkapan asing.
N. Tanda Garis Miring (/)
1. Tanda garis miring dipakai dalam nomor surat dan
nomormpada alamat dan penandaan masa satu tahun yang
terbagi dalam dua tahun takwim.
2. Tanda gris miring dipakai sebagai pengganti kata atau, tiap.
O. Tanda Penyingkat atau Apostrof
Tanda penyingkat menunjukkan penghilangan bagian kata atau
bagian angka tahun.
Misalnya:
Ali kan kusurati. (kan = akan)
Malam lah tiba. (lah = telah)
1 Januari 88. (88 = 1988)

29

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Ejaan Yang Disempurnakan ( EYD) adalah keseluruhan
peraturan

yang

menggambarkan

lambang-lambang

bunyi

bahasa dan bagaimana hubungan antara lambang-lambang


(pemisahan, penggabungan) dalam suatu bahasa. Secara teknis
yang dimaksud dengan ejaan ialah penulisan huruf, penulisan
kata, dan penulisan tanda baca. Kamus Umum Bahasa Indonesia
mengartikan ejaan sebagai berikut : ejaan adalah cara atau
aturan penulisan kata-kata dengan huruf. Ejaan suatu bahasa
tidak hanya berkisar pada persoalan bagaimana melambangkan

30

bunyi-bunyi ujaran serta bagaimana menempatkan tanda baca


dan sebagainya.
Melainkan

juga

meliputi

hal-hal

seperti

bagaiman

menghubungkan kata, baik antara kata dengan imbuhan maupun


antara kata dengan kata depan. Ejaan Yang Disempurnakan
( EYD) adalah ejaan yang resmi dipakai dan digunakan di
Indonesia tanggal 9 September 1972. Ejaan ini masih tetap
digunakan hingga saat ini. Ejaan Yang Disempurnakan ( EYD)
adalah rangkaian aturan yang wajib digunakan dan ditaati dalam
tulisan bahasa Indonesia resmi. Ejaan Yang Disempurnakan
( EYD) mengatur pedoman untuk pemakaian huruf, penulisan
kata, pemakaian tanda baca, dan penulisan unsur serapan.

DAFTAR PUSTAKA
Pedoman_umum-ejaan_yang_disempurnakan.pdf.Panitia
Pengembangan Bahasa Indonesia.Pusat Bahasa.Departemen
Pendidikan Nasional.2000
http://id.wikipedia.org/wiki/Ejaan_Republik
http://id.wikipedia.org/wiki/Ejaan_Melindo
http://id.wikipedia.org/wiki/Ejaan

31

32

Anda mungkin juga menyukai