PENDIDIKAN PANCASILA
Anggota Kelompok:
Alya Rizki Vinaima (210342606052)
Auliya Tuhfatul Mardliyah (210342606047)
Eka Aprilya Putri (210342606051)
Laras Sekar Anggraeni P (210342606046)
Maryam Khaleda Farah M (210342606030)
Mochammad Ridho Sakti F (210342606045)
Rusdatul Isma (210342606063)
Zia Zulistya Anugrah (210342606034)
1
DAFTAR ISI
2
BAB I
PENDAHULUAN
3
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari pancasila dan filsafat?
2. Apa saja karakteristik, prinsip-prinsip serta hakikat pancasila sebagai filsafat?
3. Bagaimana pengertian pancasila sebagai suatu filsafat?
4. Apa saja objek dari filsafat Pancasila?
5. Bagaimana Pancasila melalui pendekatan dasar ontologis, epistemologis, serta
aksiologis?
4
BAB II
PEMBAHASAN
Pancasila berasal dari bahasa sansekerta, yaitu Panca yang artinya lima dan Sila
yang artinya asas atau dasar. Pancasila merupakan dasar negara Indonesia yang
mempunyai lima sila, ibarat suatu bangunan Negara Kesatuan Republik Indonesia
didirikan diatas suatu pondasi atau dasar yang dinamakan Pancasila yang terdiri dari
lima dasar atau lima asas. Adapun pengertian Pancasila menurut para ahli, menurut
Notonegoro Pancasila merupakan dasar falsafah Negara Indonesia, dapat disimpulkan
bahwa Pancasila merupakan dasar falsafah dan ideologi negara yang diharapkan dapat
menjadi pandangan hidup Bangsa Indonesia sebagai dasar pemersatu, lambang
persatuan dan kesatuan serta pertahanan Bangsa dan Negara Indonesia. Selain menjadi
dasar negara, sebagai etika, dan sebagai pandangan hidup, Pancasila juga sebagai sistem
filsafat. Sebelumnya, Filsafat berasal dari bahasa Yunani “philein” yang berarti cinta
dan “Sophia” yang berarti kebijaksanaan. Jadi, filsafat menurut asal katanya berarti
cinta akan kebijaksanaan, atau mencintai kebenaran / pengetahuan. Secara sederhana,
filsafat dapat diartikan sebagai keinginan yang sungguh-sungguh untuk mencari
kebenaran yang sejati. Terdapat beberapa pengertian filsafat berdasarkan watak dan
fungsinya sebagaimana yang dikemukakan Titus, Smith & Nolan sebagai berikut:
1) Filsafat adalah sekumpulan sikap dan kepercayaan terhadap kehidupan dan alam
yang biasanya diterima secara tidak kritis. (Arti informal)
2) Filsafat adalah suatu proses kritik atau pemikiran terhadap kepercayaan dan
sikap yang sangat dijunjung tinggi. (Arti formal)
3) Filsafat adalah usaha untuk mendapatkan gambaran keseluruhan. (Arti
komprehensif,
4) Filsafat adalah analisa logis dari bahasa serta penjelasan tentang arti kata dan
konsep. (Arti analisis linguistik).
5
5) Filsafat adalah sekumpulan problematik yang langsung mendapat perhatian
manusia dan dicarikan jawabannya oleh ahli-ahli filsafat. (Arti aktual-
fundamental).
Jadi pancasila merupakan filsafat Negara yang lahir collective ideologie (cita-
cita bersama) dari seluruh bangsa Indonesia. Dikatakan sebagai filsafat, karena
pancasila merupakan hasil perenungan jiwa dengan mendalam yang dilakukan oleh para
pendiri bangsa Indonesia, kemudian dituangkan dalam suatu system yang tepat.
a. Sila-sila pancasila merupakan satu kesatuan yang bulat dan utuh. Dengan
pengertian lain, apabila tidak bulat dan utuh atau satu sila dengan sila lainnya
terpisah-pisah, maka itu bukan pancasila.
b. Setiap sila tidak dapat berdiri sendiri dan tidak bertentangan antara satu dengan
yang lain.
c. Susunan pancasila dengan suatu sistem yang bulat dan utuh dapat dapat
digambarkan sebagai berikut
● Sila 1, meliputi, mendasari, dan menjiwai: sila 2, 3, 4, dan 5.
● Sila 2, diliputi, didasari, dan dijiwai sila 1, serta mendasari dan menjiwai
sila 3,4, dan 5,
● Sila 3, diliputi, didasari, dan dijiwai sila 1, 2, serta mendasari dan
menjiwai; sila 4 dan 5.
● Sila 4, diliputi, didasari, dan dijiwai sila 1, 2, dan 3, serta mendasari dan
menjiwai sila 5.
● Sila 5, diliputi, didasari, dan dijiwai sila 1, 2, 3, dan 4.
d. Pancasila sebagai suatu substansi, artinya unsur asli/permanen/primer.
6
e. Pancasila sebagai suatu yang ada mandiri, yang unsur-unsurnya berasal dari
dirinya sendiri.
f. Pancasila sebagai suatu realitas, artinya ada dalam diri manusia Indonesia dan
masyarakatnya, sebagai suatu kenyataan hidup bangsa, yang tumbuh, hidup, dan
berkembang dalam kehidupan sehari-hari.
➔ Prinsip-prinsip
➔ Hakikat
7
objektif adalah pengamalan di bidang kehidupan kenegaraan atau kemasyarakatan
(berupa pasal-pasal UUD, ketetapan MPR, Undang-Undang Organik, dan peraturan-
peraturan pelaksanaan lainnya. Pengamalan secara subjektif adalah pengamalan yang
dilakukan oleh manusia individu, baik sebagai pribadi, warga bermasyarakat, ataupun
sebagai pemegang kekuasaan.
8
4. Keseluruhannya dimaksudkan untuk mencapai tujuan tertentu (tujuan sistem).
5. Terjadi dalam suatu lingkungan yang kompleks
Dari pengertian serta ciri ciri dari sistem itu sendiri, maka Pancasila sebagai
suatu sistem filsafat juga harus menerapkan hal tersebut sebagai syarat bahwa Pancasila
berperan sebagai suatu sistem filsafat, sehingga memiliki ciri ciri sebagai berikut, yaitu:
1. Sila-sila Pancasila merupakan satu-kesatuan sistem yang bulat dan utuh. Dengan
kata lain, apabila tidak bulat dan utuh atau satu sila dengan sila lainnya terpisah-
pisah maka itu bukan Pancasila.
2. Susunan Pancasila dengan suatu sistem yang bulat dan utuh itu dapat
digambarkan sebagai berikut:
a. Sila 1, meliputi, mendasari dan menjiwai sila 2,3,4 dan 5.
b. Sila 2, diliputi, didasari, dijiwai sila 1, dan mendasari dan menjiwai sila
3, 4 dan 5;
c. Sila 3, diliputi, didasari, dijiwai sila 1, 2, dan mendasari dan menjiwai
sila 4, 5;
d. Sila 4, diliputi, didasari, dijiwai sila 1,2,3, dan mendasari dan menjiwai
sila 5;
e. Sila 5, diliputi, didasari, dijiwai sila 1,2,3,4.
Dari situlah Pancasila bisa dikatakan sebagai suatu sistem filsafat, dimana
Pancasila menjadi satu kesatuan bagian-bagian (yaitu sila-sila pancasila), tiap sila
pancasila mempunyai fungsi sendiri-sendiri, tiap sila pancasila tidak dapat berdiri
sendiri dan tidak saling bertentangan, dan keseluruhan sila pancasila merupakan suatu
kesatuan yang sistematis (majemuk tunggal). Membahas Pancasila sebagai filsafat
berarti mengungkapkan konsep-konsep kebenaran Pancasila yang bukan saja ditujukan
pada bangsa Indonesia, melainkan juga bagi manusia pada umumnya.
Objek dari filsafat Pancasila itu sendiri dibagi menjadi 2, yaitu objek material
dan objek formal. Yang pertama adalah objek material adalah segala yang ada dan
9
mungkin ada. Objek yang demikian ini dapat digolongkan ke dalam tiga hal, yaitu
Tuhan, manusia, dan alam semesta. Pancasila adalah suatu yang ada, sebagai dasar
negara rumusannya jelas yaitu:
Dari rumusan tersebut maka objek yang didapat adalah: Tuhan, manusia, satu,
rakyat, dan adil. Dan dari kelima objek itu dapat dipersempit lagi ke dalam tiga saja,
yaitu Tuhan, manusia dan alam semesta untuk mewakili objek satu, rakyat, dan adil,
sebab hal-hal yang bersatu, rakyat dan keadilan itu berada pada alam semesta itu
sendiri. Dengan demikian dari segi objek material Pancasila dapat diterima.
Kedua yaitu objek formal, yaitu hakikat dari segala sesuatu yang ada itu sendiri.
Melihat dari kelima objek kelima sila Pancasila itu, semuanya tersusun atas kata dasar
dengan tambahan awalan ke/per dan akhiran an. Menurut ilmu bahasa, jika suatu kata
dasar diberi awalan ke atau per dan akhiran an, maka akan menjadi abstrak (bersifat
abstrak) benda kata dasar tersebut, lebih dari itu menunjukkan sifat hakikat dari
bendanya. Misalnya kemanusiaan, maknanya adalah hakikat abstrak dari manusia itu
sendiri, yang mutlak, tetap dan tidak berubah. Demikian juga dalam sila-sila Pancasila
yang lainnya, yaitu KeTuhanan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan. Khusus untuk
persatuan, awalan per menunjukkan suatu proses menuju ke awalan ke yang nantinya
diharapkan menjadi kesatuan juga. Dengan analisis penjabaran ini, maka Pancasila
memenuhi syarat juga dalam hal objek formalnya.
10
Ontologi, menurut Aristoteles adalah ilmu yang menyelidiki hakikat sesuatu atau
tentang ada, keberadaan atau eksistensi dan disamakan artinya dengan metafisika.
Secara ontologis, penyelidikan Pancasila sebagai filsafat dimaksudkan sebagai upaya
untuk mengetahui hakikat dasar dari sila-sila Pancasila. Pancasila yang terdiri atas lima
sila, setiap sila bukanlah merupakan asas yang berdiri sendiri, melainkan memiliki satu
kesatuan dasar ontologis. Subjek pendukung pokok dari sila-sila Pancasila adalah
manusia. Hal tersebut dapat dijelaskan bahwa yang berketuhan Yang Maha Esa, yang
berkemanusiaan yang adil dan beradab, yang bersatu, yang berkerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan serta yang
berkeadilan sosial, yang pada hakikatnya adalah manusia. Sedangkan manusia sebagai
pendukung pokok sila-sila Pancasila secara ontologis memiliki hal-hal yang mutlak,
yaitu terdiri atas susunan kodrat, raga dan jiwa, jasmani dan rohani.
Aksiologi Pancasila mengandung arti bahwa kita membahas tentang filsafat nilai
Pancasila. Istilah aksiologi berasal dari kata Yunani axios yang artinya nilai, manfaat,
dan logos yang artinya pikiran, ilmu atau teori. Sila-sila Pancasila sebagai suatu sistem
filsafat memiliki satu kesatuan dasar aksiologis, yaitu nilai-nilai yang terkandung dalam
Pancasila. Nilai (value dalam Inggris) berasal dari kata Latin valere yang artinya kuat,
baik, berharga. Dalam kajian filsafat merujuk pada sesuatu yang sifatnya abstrak yang
11
dapat diartikan sebagai "keberhargaan" (worth) atau "kebaikan" (goodness). Nila-nilai
dalam Pancasila termasuk nilai etik atau nilai moral merupakan nilai dasar yang
mendasari nilai instrumental dan selanjutnya mendasari semua aktivitas kehidupan
masyarakat, berbangsa, dan bernegara.
12
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pancasila yang dihubungkan dengan filsafat muncul dari hasil perenungan para
pendiri negara yang kemudian dituangkan dalam suatu sistem yang menjalankan
kehidupan masyarakat luas. Terbangunnya sistem filsafat disini memiliki hakikat satu
kesatuan utuh dari beberapa elemen yang memiliki tujuan tertentu dengan menjalankan
fungsi yang saling ketergantungan. Keterkaitan antara objek, prinsip, dan karakteristik
Pancasila sebagai filsafat harus selaras dengan hakikatnya. Sila-sila di dalam Pancasila
dijadikan sebagai tolakan dalam mengamalkan nilai-nilainya dalam menjalankan
kehidupan berbangsa dan bernegara.
Perealisasian yang dilakukan harus diawali dengan pemahaman terlebih dahulu
pastinya. Tentang bagaimana karakteristik sistem filsafat yang dimaksud, objek yang
dituju, serta upaya pendekatan dasar yang dicerminkan sebagai bentuk pengokohan
bahwa Pancasila memang benar-benar suatu sistem filsafat. Maka dari itu, proses
berkelanjutan yang dijalankan bisa ditempuh melalui beberapa upaya pendekatan
terlebih dahulu. Upaya pendekatan ini harfiahnya harus sesuai dengan hakikat sila-sila
yang tercantum di dalam Pancasila.
3.2 Saran
Pemahaman Pancasila sebagai sistem filsafat diharapkan mampu memberikan
gambaran bagi masyarakat untuk lebih berpikir kritis, sistematis, dan mendasar terhadap
sistem filsafat yang terkait dengan Pancasila. Proses aktualisasi dari tiap-tiap nilai
Pancasila perlu diajarkan dan diperbaiki kembali agar tidak menimbulkan
kesalahpahaman terhadap teori dan contoh permasalahan yang disinggung. Ada baiknya
pula, jika sikap perealisasiannya ini selalu diimbangi dengan jalan berpikir yang tetap
memperhatikan penyaringan atau selektif terhadap banyaknya perkembangan yang
terjadi.
13
DAFTAR PUSTAKA
Sutrisna, Budi. (2006). Teori Kebenaran Pancasila sebagai Dasar Pengembangan Ilmu.
Jurnal Filsafat. 39(1). 57-76.https://media.neliti.com/media/publications/78946-ID-
teori-kebenaran-pancasila-sebagai-dasar.pdf
14