Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pancasila yang terdiri atas lima sila, pada hakekatnya merupakan sistem filsafat.
Yang dimaksud dengan sistem adalah suatu kesatuan bagian-bagian yang saling
berhubungan, saling bekerjasama untuk satu tujuan tertentu dan keseluruhan merupakan
suatu kesatuan yang utuh. Dalam kehidupan bangsa Indonesia, diakui bahwa nilai-nilai
pancasila adalah falsafah hidup atau pandangan yang berkembang dalam sosial-budaya
Indonesia. Nilai pancasila dianggap nilai dasar dan puncak atau sari dari budaya bangsa.
Oleh karena itu, nilai ini diyakini sebagai jiwa dan kepribadian bangsa. Dengan
mendasarnya nilai ini dalam menjiwai dan memberikan indentitas, maka pengakuan atas
kedudukan pancasila sebagai falsafah adalah wajar.
Pancasila sebagai sistem filsafat adalah merupakan kenyataan pancasila sebagai
kenyataan yang obyektif, yaitu bahwa kenyataan itu ada pada pancasila sendiri terlepas
dari sesuatu yang lain atau terlepas dari pengetahuan orang. Kenyataan obyekrif yang
ada dan terletak pada pancasila, sehingga pancasila sebagai suatu sistem filsafat bersifat
khas dan berbeda dalam sistem-sistem filsafat yang lain. Hal ini secara ilmiah disebut
sebagai filsafat secara obyektif. Dan untuk mendapatkan makna yang lebih mendalam
dan mendasar, kita perlu mengkaji nilai-nilai pancasila dari kajian filsafat secara
menyeluruh.
B. Rumusan Masalah
 Dengan memperhatikan latar belakang tersebut, agar dalam penulisan ini penulis
memperoleh hasil yang diinginkan, maka  penulis mengemukakan beberapa rumusan
masalah. Rumusan masalah itu adalah:
1. Apa yang dimaksud Pancasila sebagai suatu sistem filsafat ?
2. Bagaimanakah kesatuan sila-sila pancasila sebagai suatu sistem?
3. Bagaimana nilai-nilai pancasila sebagai suatu sistem?
C. Tujuan
Tujuan dari penyusunan makalah ini adalah:
1. Untuk menambah pengetahuan tentang Pancasila dari aspek filsafat.
2. Untuk memahami pancasila sebagai suatu sistem filsafat.
3. Untuk menambah pemahaman dan pengetahuan tentang kesatuan sila-sila pancasila
sebagai suatu sistem.
4. Untuk memahami nilai-nilai pancasila sebagai suatu sistem.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pancasila sebagai sistem filsafat


Pancasila sebagai sistem filsafat yaitu suatu konsep tentang dasar negara yang terdiri
dari lima sila sebagai unsur yang mempunyai fungsi masing-masing dan satu tujuan yang
sama untuk mengatur dan menyelenggarakan kehidupan bernegara di Indonesia. Filsafat
negara kita ialah Pancasila, yang diakui dan diterima oleh bangsa Indonesia sebagai
pandangan hidup. Dengan demikian, Pancasila harus dijadikan pedoman dalam kelakuan
dan pergaulan sehari-hari. Sebagaimana telah dirumuskan oleh Presiden Soekarno,
Pancasila pada hakikatnya telah hidup sejak dahulu dalam moral, adat istiadat, dan
kebiasaan masyarakat Indonesia. “Dengan adanya kemerdekaan Indonesia, Pancasila
bukanlah lahir, atau baru dijelmakan, tetapi sebenarnya Pancasila itu bangkit kembali”.
Sebagaimana pandangan hidup bangsa, maka sewajarnyalah asas-asas pancasila
disampaikan kepada generasi baru melalui pengajaran dan pendidikan. Pansila
menunjukkan terjadinya proses ilmu pengetahuan, validitas dan hakikat ilmu
pengetahuan (teori ilmu pengetahuan).
Pancasila menjadi daya dinamis yang meresapi seluruh tindakan kita, dan kita harus
merenungkan dan mencerna arti tiap-tiap sila dengan berpedoman pada uraian tokoh
nasional, agar kita tidak memiliki tafsiran yang bertentangan. Dengan pancasila sebagai
filsafat negara dan bangsa Indonesia, kita dapat mencapai tujuan bangsa dan negara kita.
Pancasila sebagai sistem filsafat memberi arah agar kesejahteraan dan kemakmuran
bertolak dari keyakinan manusia yang percaya kepada kebesaran Tuhan, kesejahteraan
yang berlandaskan paham kemanusiaan, kesejahteraan yang memihak pada kesatuan dan
persatuan serta kebersamaan sebagai suatu kesatuan bangsa yang utuh dan bulat.
Sila-sila Pancasila yang merupakan sistem filsafat pada hakikatnya merupakan suatu
kesatuan organik. Sila-sila dalam pancasila saling berkaitan, saling berhubungan bahkan
saling mengkualifikasi. Sila yang satu senantiasa dikualifikasikan oleh sila-sila lainnya.
Dengan demikian, Pancasila pada hakikatnya merupakan suatu sistem, dalam pengertian
bahwa bagian-bagian (sila-silanya) saling berhubungan secara erat sehingga membentuk
suatu struktur yang menyeluruh. Pancasila sebagai suatu sistem juga dapat dipahami dari
pemikiran dasar yang terkandung dalam Pancasila, yaitu pemikiran tentang manusia
dalam hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa, dengan dirinya sendiri, dengan
sesama manusia, dengan masyarakat bangsa dan negara.
Kenyataan Pancasila yang demikian ini disebut kenyataan yang obyektif, yaitu
bahwa kenyataan itu ada pada Pancasila sendiri terlepas dari sesuatu yang lain atau
terlepas dari pengetahuan orang. Sehingga Pancasila sebagai suatu sistem filsafat bersifat
khas dan berbeda dengan sistem-sistem filsafat yang lain misalnya: liberalisme,
materialisme, komunisme, dan aliran filsafat yang lain.
Kesatuan sila-sila Pancasila pada hakekatnya bukanlah hanya merupakan kesatuan
yang bersifat formal logis saja, namun juga meliputi kesatuan dasar ontologis, dasar
epistimologis, serta dasar aksiologis dari sila Pancasila.
1. Dasar Ontologis
Dasar Ontologis Pancasila pada hakekatnya adalah manusia yang memiliki
hakekat mutlak. Subyek pendukung pokok-pokok Pancasila adalah manusia, hal ini
dijelaskan sebagai berikut :
“Bahwa yang berke-Tuhanan Yang Maha Esa, yang berkemanusiaan yang adil
dan beradab, yang berpersatuan, yang berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmah
permusyawaratan/perwakilan, serta yang berkeadilan social adalah manusia
(Notonegoro, 1975:23). Demikian juga bila kita pahami dari segi filsafat Negara,
adapun pendukung pokok Negara adalah rakyat, dan unsur rakyat adalah manusia itu
sendiri, sehingga tepat bila dalam filsafat Pancasila bahwa hakekat dasar ontopologis
sila-sila pancasila adalah manusia.
Manusia sebagai pendukung pokok sila-sila pancasila secara ontologis memiliki
hal-hal yang mutlak, yaitu terdiri atas susunan kodrat, raga dan jiwa, jasmani dan
rohani, sifat kodrat manusia adalah sebagai makhluk individu dan makhluk social,
serta kedudukan kodrat manusia sebagai pribadi berdiri sendiri dan sebagai makhluk
Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena itu kedudukan kodrat manusia sebagai makhluk
pribadi berdiri sendiri dan sebagai makhluk Tuhan inilah maka secara hirarkis sila
pertama Ketuhanan Yang Maha Esa mendasari dan menjiwai keempat sila-sila
pancasila lainnya (notonegoro, 1975-53).
Hubungan kesesuaian antara negara dengan sila-sila Pancaisla adalah berupa
hubungan sebab akibat yaitu negara sebagai pendukung hubungan dan Tuhan,
manusia, satu, rakyat, dan adil sebagai pokok pangkal hubungan. Landasan sila-sila
Pancasila yaitu Tuhan, manusia, satu, rakyat, dan adil adalah sebagai sebab adapun
negara adalah sebagai akibat. Sebagai suatu sistem filsafat landasan sial-sila
Pancasila itu dalam hal isinya menunjukkan suatu hakikat makna yanag bertingkat,
serta ditinjau dari keluasannya memiliki bentuk piramidal.
2. Dasar Epistemologis
Dasar epistimologis Pancasila sebagai suatu sistem filsafat pada hakekatnya juga
merupakan suatu sistem pengetahuan. Dalam kehidupan sehari-hari pancasila
merupakan pedoman atau dasar bagi bangsa Indonesia dalam memandang realitas
alam semesta, manusia, masyarakat, bangsa dan Negara tentang makna hidup serta
sebagai dasar bagi manusia dalam menyelesaikan masalah yang terjadi dalam hidup
dan kehidupan. Pancasila dalam pengertian yang demikian ini telah menjadi suatu
system cita-cita atau keyakinan-keyakinan yang telah menyengkut praksis, karena
dijadikan landasan bagi cara hidup manusia atau suatu kelompok masyarakat dalam
berbagai bidang kehidupan masyarakat. Hal ini berarti filsafat telah menjelma
menjadi ideologi (Abdul Gani, 1998). Sebagai suatu ideologi maka panasila
memiliki 3 unsur pokok agar dapat menarik loyalitas dari para pendukungnya yaitu :
1.      Logos, yaitu rasionalitas atau penalarannya
2.      Pathos, yaitu penghayatannya
3.      Ethos, yaitu kesusilaannya (Wibisono, 1996:3)
Sebagai suatu system filsafat atau ideology maka pancasila harus memiliki unsur
rasional terutama dalam kedudukannya sebagai suatu sistem pengetahuan. Pancasila
sebagai suatu objek pengetahuan pada hakikatnya meliputi masalah sumber
pengetahuan manusia dan susunan pengetahuan Pancasila. Tentang sumber
pengetahuan Pancasila, sebagaimana diketahui bersama bahwa sumber pengetahuan
Pancasila adalah nilai-nilai yang ada pada bangsa Indonesia sendiri, bukan berasal
dari bangsa lain, bukan hanya merupakan perenungan serta pemikiran seseorang
atau beberapa orang saja namun dirumuskan oleh wakil-wakil bangsa Indonesia
dalam mendirikan negara. Oleh karena sumber pengetahuan Pancasila adalah bangsa
Indonesia sendiri yang memiliki nilai-nilai, adat istiadat, dan kebudayaan dan nilai
religius, maka diantara bangsa Indonesia sebagai pendukung sila-sila Pancasila
dengan Pancasila sendiri sebagai suatu sistem pengetahuan memiliki kessuaian yang
bersifat korespondensi.
3. Dasar Aksiologis
Yang dimaksud dengan dasar aksiologis sila-sila Pancasila sebagai suatu sistem
filsafat yaitu nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila pada hakikatnya juga
merupakan kesatuan (Kaelan, 2012: 18). Dalam kehidupan, terdapat banyak sekali
jenis nilai yang disampaikan atau dikemukan oleh para ahli. Notonagoro
mengatakan bahwa nilai-nilai Pancasila tergolong niali-nilai kerohanian, tetapi nilai-
nilai kerohanian yang mengakui adanya nilai material dan nilai vital. Hal ini
menunjukkan bahwa nilai-nilai Pancasila yang tergolong ke dalam nilai kerohanian
juga mengandung nilai-nilai lain yang lengkap dan harmonis, baik itu nilai material,
nilai vital, nilai kebenaran, nilai keindahan atau estetika, nilai kabaikan atau moral,
maupun nilai-nilai kesucian.
Substansi dari Pancasila merupakan nilai-nilai dan norma-norma. Substansi
Pancasila dengan kelima silanya terdapat pada Ketuhanan, kemanusiaan, persatuan,
kerakyatan, dan keadilan. Prinsip-prinsip tersebut telah menjelma ke tertib sosial,
masyarakat, bangsa Indonesia, yang dapat ditemukan pada adat istiadat, kebudayaan
serta kehidupan bangsa Indonesia. Nilai yang terkandung dalam sila pertama hingga
sila kelima merupakan cita-cita, harapan, dan dambaan bangsa Indonesia yang akan
diwujudkan dalam kehidupan. Bangsa Indonesia dalam hal ini merupakan
pendukung dari niali-nilai Pancasila. Sebagai pendukung Pancasila, maka sudah
seharusnyalah bangsa Indonesia menghargai, mengakui, dan menerima, serta
memandang Pancasila sebagai sesuatu yang benar-benar bernilai dan berharga.
Penghargaan, pengakuan, penerimaan, dan pemandangan tersebut akan tampak jika
telah mendarah daging ke dalam sikap, tingkah laku, dan perbuatan bangsa
Indonesia. Kalau keempat hal diatas telah mendarah daging ke dalam seluruh rakyat
Indonesia maka akan terbentuklah manusia Indonesia yang berjiwa Pancasila.
B. Kesatuan Sila-Sila Pancasila Sebagai Suatu Sistem
Sistem adalah suatu kesatuan bagian-bagian yang saling berhubungan, saling bekerja
sama untuk suatu tujuan tertentu dan secara keseluruhan merupakan suatu kesatuan yang
utuh.
Ciri-ciri sistem :
1. Suatu kesatuan bagian-bagian.
2. Bagian-bagian tersebut mempunyai fungsi sendiri-sendiri.
3. Saling berhubungan dan saling ketergantungan.
4. Keseluruhannya dimaksudkan untuk mencapai suatu tujuan tertentu (tujuan sistem).
5. Terjadi dalam suatu lingkungan yang kompleks.
Setiap sila-sila Pancasila pada hakikatnya merupakan suatu asas sendiri, fungsi
sendiri-sendiri namun secara keseluruhan merupakan suatu kesatuan yang sistematis.
1. Susunan Kesatuan Sila-Sila Pancasila yang Bersifat Organis
Isi sila-sila pancasila pada hakikatnya merukan suatu kesatuan. Dasar filsafat
negara Indonesia terdiri atas lima sila yang masing-masing merupakan suatu asas
peradaban. Namun demikan sila-sila pancasila itu merupakan suatu kesatuan dan
keutuhan yaitu setiap unsur merupakan (bagian yang mutlak) dari pancasila. Oleh
karena itu, pancasila merupakan satu kesatuan yang majemuk tunggal.
Konsekuensinya setiap sila tidak dapat berdiri sendiri-sendiri terlepas dari sila-sila
lainnya serta diantara sila satu dan lainnya tidak saling bertentangan.
Kesatuan sila-sila pancsila yang bersifat organis pada hakikatnya secara filosofis
bersumber pada hakikat dasar ontologis mausia sebagai pendukung dari inti, isi dari
sila-sila Pancasila yaitu hakikat manusia monopluralis yang memiliki unsur-unsur,
susunan kodrat jasmani-rohani, sifat kodrat individu-makhluk sosial, dan kedudukan
kodrat sebagai pribadi berdiri sendiri-makhluk Tuhan yang Maha Esa. Oleh karena
itu, sila-sila Pancasila merupakan penjelmaan hakikat manusia monopluralis yang
merupakan kesatuan organis maka sila-sila Pancasila juga memiliki kesatuan yang
bersifat organis pula.
2. Susunan Pancasila yang Bersifat Hierarkis dan Berbentuk Piramidal
Susunan pancasila adalah hierarkis dan berbentuk piramidal. Pengertian
matematis piramidal digunakan untuk menggambarkan hubungan hierarki sila-sila
pancasila dalam urutan-urutan luas (kuantitas) juga dalam hal isi sifatnya (kualitas).
Kalau dilihat dari intinya urutan-urutan lima sila menunjukkan suatu rangkaian
tingkat dalam luasnya dan isi sifatnya merupakan pengkhususan dari sila-sila di
mukanya.
Rumusan Pancasila yang Bersifat Hierarkis dan Berbentuk Piramidal :
1. Sila pertama : Ketuhanan yang Maha Esa adalah meliputi dan menjiwai sila-sila
kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan serta
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
2. Sila kedua : kemanusiaan yang adil dan beradab adalah diliputi dan dijiwai oleh
sila Ketuhanan yang Maha Esa, meliputi dan menjiwai sila persatuan Indonesia,
kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaaan dalam permusyawaratan
perwakilan serta keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
3. Sila ketiga : persatuan Indonesia adalah diliputi dan dijiwai sila Ketuhanan yang
Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, meliputi dan menjiwai sila
kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanan dalam permusyawaratan
perwakilan serta keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
4. Sila keempat : kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan adalah diliputi dan dijiwai oleh sila-sila
Ketuhanan yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan
Indonesia, serta meliputi dan menjiwai sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.
5. Sila kelima : keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia adalah diliputi dan
dijiwai oleh sil-sila Ketuhanan yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan
beradab persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikma
kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan serta keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia.
3. Rumusan Hubungan Kesatuan Sila-Sila Pancasila yang Saling Mengisi dan
Saling Mengkualifikasi
Kesatuan sila-sila Pancasila Majemuk Tunggal, Hierarkis Piramidal, juga
memiliki sifat saling mengisi dan saling mengkualifikasi. Hal ini dimaksudkan
bahwa dalam setiap sila terkandung nilai keempat sila lainnya.
Adapun rumusan kesatuan sila-sila pancasila yang saling mengisi dan saling
mengkualifikasi tersebut adalah sebagai berikut :
1. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa, adalah berkemanusiaan yang adil dan beradab,
berpersatuan Indonesia, berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan dan berkeadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia.
2. Sila kemanusiaan yang adil dan beradab, adalah ber-Ketuhanan yang Maha Esa,
berpersatuan Indonesia, berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan dan berkeadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia.
3. Sila persatuan Indonesia, adalah ber-Ketuhanan yang Maha Esa,
berkemanusiaan yang adil dan beradab, berkerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan dan berkeadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
4. Sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, adalah ber-Ketuhanan yang Maha Esa,
berkemanusiaan yang adil dan beradab, berpersatuan Indonesia, dan berkeadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
5. Sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, adalah ber-Ketuhanan yang
Maha Esa, berkemanusiaan yang adil dan beradab, berpersatuan Indonesia, dan
berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan / perwakilan
C. Nilai-Nilai Pancasila Sebagai Suatu Sistem
Diterimanya pancasila sebagai dasar negara dan ideologi nasional membawa
konsekuensi logis bahwa nilai-nilai pancasila dijadikan landasan pokok, landasan
fundamental bagi penyelenggaraan negara Indonesia. Pancasila berisi lima sila
yang pada hakikatnya berisi lima nilai dasar yang fundamental. Nilai-nilai dasar
dari pancasila tersebut adalah nilai Ketuhanan Yang Maha Esa, Nilai Kemanusiaan
Yang Adil dan Beradab, nilai Persatuan Indonesia, nilai Kerakyatan yang dipimpin
oleh hikmat kebijaksanaan dalan permusyawaratan/perwakilan, dan nilai Keadilan
sosial bagi seluruh rakyat indonesia. Dengan pernyataan secara singkat bahwa
nilai dasar Pancasila adalah nilai ketuhanan, nilai kemanusiaan, nilai
persatuan, nilai kerakyatan, dan nilai keadilan.
1. Nilai Ketuhanan
Nilai ketuhanan Yang Maha Esa Mengandung arti adanya pengakuan dan
keyakinan bangsa terhadap adanya Tuhan sebagai pancipta alam semesta.
Dengan nilai ini menyatakan bangsa indonesia merupakan bangsa yang religius
bukan bangsa yang ateis. Nilai ketuhanan juga memilik arti adanya pengakuan
akan kebebasan untuk memeluk agama, menghormati kemerdekaan beragama,
tidak ada paksaan serta tidak berlaku diskriminatif antar umat beragama.
2. Nilai Kemanusiaan
Nilai kemanusiaan yang adil dan beradab mengandung arti kesadaran
sikap dan perilaku sesuai dengan nilai-nilai moral dalam hidup bersama atas
dasar tuntutan hati nurani dengan memperlakukan sesuatu hal sebagaimana
mestinya.
3. Nilai Persatuan
Nilai persatuan indonesia mengandung makna usaha ke arah bersatu
dalam kebulatan rakyat untuk membina rasa nasionalisme dalam Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Persatuan Indonesia sekaligus mengakui dan
menghargai sepenuhnya terhadap keanekaragaman yang dimiliki bangsa
indonesia.
4. Nilai Kerakyatan
Nilai kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan mengandung makna suatu pemerintahan dari
rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat dengan cara musyawarah mufakat melalui
lembaga-lembaga perwakilan.
5. Nilai Keadilan
Nilai Keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia mengandung makna
sebagai dasar sekaligus tujuan, yaitu tercapainya masyarakat Indonesia Yang
Adil dan Makmur secara lahir ataupun batin.
Nilai-nilai dasar itu sifatnya abstrak dan normatif. Karena sifatnya abstrak dan
normatif, isinya belum dapat dioperasionalkan. Agar dapat bersifat operasional
dan eksplisit, perlu dijabarkan ke dalam nilai instrumental. Contoh nilai
instrumental tersebut adalah UUD 1945 dan peraturan perundang-undangan lainnya.
Sebagai nilai dasar, nilai-nilai tersebut menjadi sumber nilai. Artinya, dengan
bersumber pada kelima nilai dasar diatas dapat dibuat dan dijabarkan nilai-nilai
instrumental penyelenggaraan negara Indonesia.
1. Nilai Pancasila menjadi Sumber Norma Hukum
Upaya mewujudkan Pancasila sebagai sumber nilai adalah dijadikannya
nilai nilai dasar menjadi sumber bagi penyusunan norma hukum di Indonesia.
Operasionalisasi dari nilai dasar pancasila itu adalah dijadikannya pancasila
sebagai norma dasar bagi penyusunan norma hukum di Indonesia. Negara
Indonesia memiliki hukum nasional yang merupakan satu kesatuan sistem
hukum. Sistem hukum Indonesia itu bersumber dan berdasar pada pancasila
sebagai norma dasar bernegara. Pancasila berkedudukan sebagai grundnorm
(norma dasar) atau staatfundamentalnorm (norma fundamental negara) dalam
jenjang norma hukum di Indonesia.
Nilai-nilai pancasila selanjutnya dijabarkan dalam berbagai peraturan
perundangam yang ada. Perundang-undangan, ketetapan, keputusan,
kebijaksanaan pemerintah, program-program pembangunan, dan peraturan-
peraturan lain pada hakikatnya merupakan nilai instrumental sebagai penjabaran
dari nilai-nilai dasar pancasila.
Sistem hukum di Indonesia membentuk tata urutan peraturan perundang-
undangan. Tata urutan peraturan perundang-undangan sebagaimana diatur
dalam ketetapan MPR No. III/MPR/2000 tentang sumber hukum dan tata urutan
perundang-undangan sebagai berikut.
1. Undang-Undang Dasar 1945
2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia
3. Undang-undang
4. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu)
5. Peraturan Pemerintah
6. Keputusan Presiden
7. Peraturan Daerah

Dalam Undang-Undang No. 10 Tahun 2004 tentang pembentukan


Peraturan perundang-undangan juga menyebutkan adanya jenis dan hierarki
peraturanperundang-undangan sebagai berikut:
1. UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
2. Undang-undang/peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perpu)
3. Peraturan pemerintah
4. Peraturan presiden
5. Peraturan daerah.
Pasal 2 Undang-undang No. 10 Tahun 2004 menyatakan bahwa Pancasila
merupakan sumber dari segala sumber hukum negara. Hal ini sesuai dengan
kedudukannya sebagai dasar (filosofis) negara sebagaimana tertuang dalam
pembukaan UUD 1945 Alinea IV.
2. Nilai Pancasila menjadi Sumber Norma Etik
Upaya lain dalam mewujudkan pancasila sebagai sumber nilai adalah
dengan menjadikan nilai dasar Pancasila sebagai sumber pembentukan norma
etik (norma moral) dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Nilai-nilai pancasila adalah nilai moral. Oleh karena itu, nilai pancasila juga
dapat diwujudkan kedalam norma-norma moral (etik). Norma-norma etik
tersebut selanjutnya dapat digunakan sebagai pedoman atau acuan dalam
bersikap dan bertingkah laku dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Bangsa indonesia saat ini sudah berhasil merumuskan norma-norma etik
sebagai pedoman dalam bersikap dan bertingkah laku. Norma-norma etik
tersebut bersumber pada pancasila sebagai nilai budaya bangsa. Rumusan norma
etik tersebut tercantum dalam ketetapan MPR No. VI/MPR/2001 tentang Etika
Kehidupan Berbangsa, Bernegara, dan Bermasyarakat.Ketetapan MPR No.
VI/MPR/2001 tentang etika Kehidupan Berbangsa, bernegara, dan
bermasyarakat merupakan penjabaran nilai-nilai pancasila sebagai pedoman
dalam berpikir, bersikap, dan bertingkah laku yang merupakan cerminan dari
nilai-nilai keagamaan dan kebudayaan yang sudah mengakar dalam kehidupan
bermasyarakat.
1. Etika sosial dan budaya
Etika ini bertolak dari rasa kemanusiaan yang mendalam dengan
menampilkan kembali sikap jujur, saling peduli, saling memahami, saling
menghargai, saling mencintai, dan tolong menolong di antara sesama
manusia dan anak bangsa. Senafas dengan itu juga menghidupkan kembali
budaya malu, yakni malu berbuatkesalahandan semua yang bertentangan
dengan moral agama dan nilai-nilai luhur budaya bangsa. Untuk itu, perlu
dihidupkan kembali budaya keteladanan yang harus dimulai dan
diperlihatkan contohnya oleh para pemimpin pada setiap tingkat dan
lapisan masyarakat.
2. Etika pemerintahan dan politik
Etika ini dimaksudkan untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih,
efisien, dan efektif; menumbuhkan suasana politik yang demokratis yang
bercirikan keterbukaan, rasa tanggung jawab, tanggap akan aspirasi
rakyat, menghargai perbedaan; jujur dalam persaingan, ketersediaan untuk
menerima pendapat yang lebih benar walau datang dari orang per orang
ataupun kelompok orang serta menjunjung tinggi hak asasi manusia. Etika
pemerintahan mengamanatkan agar para pejabat memiliki rasa kepedulian
tinggi dalam memberikan pelayanan kepada publik, siap mundur apabila
dirinya merasa telah melanggar kaidah dan sistem nilai ataupun dianggap
tidak mampu memenuhi amanah masyarakat, bangsa, dan negara.
3. Etika ekonomi dan bisnis
Etika ekonomi dan bisnis dimaksudkan agar prinsip dan perilaku
ekonomi, baik oleh pribadi, institusi maupun pengambil keputusan dalam
bidang ekonomi, dapat melahirkan kiondisi dan realitas ekonomi yang
bercirikan persaingan yang jujur, berkeadilan, mendorong berkembangnya
etos kerja ekonomi, daya tahan ekonomi dan kemampuan bersaing, serta
terciptanya suasana kondusif untuk pemberdayaan ekonomi rakyat melalui
usaha-usaha bersama secara berkesinambungan.Hal itu bertujuan
menghindarkan terjadinya praktik-praktik monopoli, oligopoli, ekonomi
yang bernuansa KKN ataupun rasial yang berdampak negatif terhadap
efisiensi, persaingan sehat, dan keadilan serta menghindarkanperilaku
menghalalkan segala cara dalam memperoleh keuntungan.
4. Etika penegakan hukum yang berkeadilan
Etika penegakan hukum dan berkeadilan dimaksudkan untuk
menumbuhkan keasadaran bahwa tertib sosial, ketenangan, dan
keteraturan hidup bersama hanya dapat diwujudkan dengan ketaatan
terhadap hukum dan seluruh peraturan yang ada. Keseluruhan aturan
hukum yang menjamin tegaknya supremasi hukum sejalan dengan menuju
kepada pemenuha rasa keadilan yang hidup dan berkembang di dalam
masyarakat.
5. Etika keilmuan dan disiplin kehidupan
Etika keilmuan diwujudkan dengan menjunjung tingghi nilai-nilai ilmu
pengetahuan dan teknologi agar mampu berpikir rasional, kritis, logis dan
objektif. Etikaini etika ini ditampilkan secara pribadi dan ataupun kolektif
dalam perilaku gemar membaca, belajar, meneliti, menulis, membahas,
dan kreatif dalam menciptakan karya-karya baru, serta secara bersama-
sama menciptakan iklim kondusif bagi pengembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pancasila sebagai sistem filsafat yaitu suatu konsep tentang dasar negara yang terdiri
dari lima sila sebagai unsur yang mempunyai fungsi masing-masing dan satu tujuan yang
sama untuk mengatur dan menyelenggarakan kehidupan bernegara di Indonesia.
Kesatuan sila-sila Pancasila pada hakekatnya bukanlah hanya merupakan kesatuan yang
bersifat formal logis saja, namun juga meliputi kesatuan dasar ontologis, dasar
epistimologis, serta dasar aksiologis dari sila Pancasila. Dasar-dasar tersebut adalah dasar
ontologis, epistemologis, dan dasar aksiologis.
Setiap sila-sila Pancasila pada hakikatnya merupakan suatu asas sendiri, fungsi
sendiri-sendiri namun secara keseluruhan merupakan suatu kesatuan yang sistematis.
Bagian-bagian dari kesatuan sila-sila pancasila adalah kesatuan sila-sila pancasila yang
bersifat organis, bersifat hierarkis dan berbentuk piramidal, dan sila-sila pancasila yang
saling mengisi dan saling mengkualifikasi.
Diterimanya pancasila sebagai dasar negara dan ideologi nasional membawa
konsekuensi logis bahwa nilai-nilai pancasila dijadikan landasan pokok, landasan
fundamental bagi penyelenggaraan negara Indonesia. Pancasila berisi lima sila
yang pada hakikatnya berisi lima nilai dasar yang fundamental. Nilai-nilai dasar
dari pancasila tersebut adalah nilai Ketuhanan Yang Maha Esa, Nilai Kemanusiaan
Yang Adil dan Beradab, nilai Persatuan Indonesia, nilai Kerakyatan yang dipimpin
oleh hikmat kebijaksanaan dalan permusyawaratan/perwakilan, dan nilai Keadilan
sosial bagi seluruh rakyat indonesia.
B. Saran
Dengan adanya makalah ini, diharapkan agar kita lebih mudah memahami secara
mendalam tentang hal-hal yang berkaitan dengan materi yang dikaji yaitu pancasila
sebagai sistem filsafat, kesatuan sila-sila pancasila sebagai sistem filsafat dan nilai-nilai
pancasila sebagai suatu sistem.
DAFTAR PUSTAKA

Amran, Ali.2016. Pendidikan Pancasila. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

Winarno.2016. Paradigma Baru Pendidikan Pancasila. Jakarta: Bumi Aksara

Scribd. 2016. Makna Yang Terkandung Dalam Sila-Sila Pancasila. www.scribd.com Makna
-Yang-Terkandung-Dalam-Sila-Sila-Pancasila

Scribd. 2015. Sila-Sila Pancasila Sebagai Suatu Sistem. www.scribd.com.sila-sila-pancasila-


sebagai-suatu-sistem.

Anda mungkin juga menyukai