Anda di halaman 1dari 11

PANCASILA DALAM PERSPEKTIF

FILOSOFIS

DISUSUN OLEH:
DEWA AYU INTAN LESTARI DEWI (047885206)

UNIVERSITAS TERBUKA
DENPASAR
2023
I. PENDAHULUAN
Pancasila lahir 1 Juni 1945, ditetapkan pada 18 Agustus 1945 bersamaan dengan
disahkannya UUD 1945 sebagai dasar negara Indonesia. Perumusan Pancasila melalui
proses yang sangat panjang, dan sangat erat kaitannya dengan sejarah perjuangan
bangsa Indonesia dalam mendirikan sebuah negara yang berdaulat, terlepas dari
belenggu penjajah bangsa Barat. Masa penjajahan barat sebagai tonggak sejarah
perjuangan bangsa Indonesia dalam mencapai cita citanya, sebab pada zaman
penjajahan ini menyebabkan apa yang telah dimiliki bangsa Indonesia pada zaman
Sriwijaya (abad VII-XII M) dan Majapahit (abadXIII-XVI M) menjadi hilang.
Kedaulatan negara hilang, persatuan dihancurkan, kemakmuran lenyap, wilayah
diinjak-injak penjajah. Kedua Zaman ini merupakan tonggak sejarah bangsa
Indonesia,karena telah memenuhi syarat sebagai bangsa yang mempunyai negara.
Pancasila adalah filsafat negara yang lahir sebagai ideologi kolektif (citacita
bersama) seluruh bangsa Indonesia. Pancasila dikatakan sebagai filsafat karena
merupakan hasil perenungan jiwa yang mendalam yang dilakukan oleh para pendahulu
kita, yang kemudian dituangkan dalam suatu sistem yang tepat. Notonagoro
berpendapatbahwa Filsafat Pancasila ini memberikan pengetahuan dan pengertian
ilmiah yaitu tentang hakikat Pancasila. Jika ditilik dari soal tempat, Filsafat Pancasila
merupakan bagian dari Filsafat Timur (karena Indonesia kerap digolongkan sebagai
Negara yang ada di belahan dunia bagian timur). Sebenarnya, ada banyak nilai
ketimuran yang termuat dalam Pancasila, misalnya soal pengakuan akan adanya Tuhan,
kerakyatan, keadilan yang diidentikkan dengan paham mengenai ‘ratu adil’ dan
seterusnya. Pancasila juga memuat paham-paham Barat, seperti: kemanusiaan,
demokrasi, dan seterusnya. Sebagai sistem filsafat, Pancasila ternyata juga harus
tunduk pada formulasi Barat yang sudah mapan sejak 11 dulu. Jika Pancasila mau
dipertanggungjawabkan secara sahih, logis, koheren, dan sistematis, maka di dalamnya
harus memuat kaidah-kaidah filosofis. Pancasila harus memuat juga dimensi metafisis
(ontologis), epistemologis, dan aksiologis.

Unsur-unsur yang terdapat dalam Pancasila, yakni ketuhanan, kemanusian,


persatuan, tata pemerintahan atas dasar musyawarah, keadilan sosial telah ada sebagai
asas-asas yang menjiwai bangsa Indonesia yang dihayati serta dilaksanakan pada waktu
itu, namun belum dirumuskan secara kongkrit. Setiap bangsa dan negara yang ingin
berdiri kokoh kuat, tidak mudah terombang-ambing oleh kerasnya persoalan hidup
berbangsa dan bernegara, sudah barang tentu perlu memiliki dasar negara dan ideologi
negara yang kokoh dan kuat pula. Tanpa itu, maka bangsa dan negara akan rapuh.
Karena itu, mempelajari Pancasila lebih dalam dapat memunculkan kesadaran diri
sebagai bangsa yang memiliki jati diri. Kesadaran ini harus diwujudkan dalam
pergaulan hidup sehari-hari untuk menunjukkan identitas bangsa yang lebih
bermartabat dan berbudaya tinggi.
Nilai-nilai Pancasila sebagai sumber acuan dalam menyusun etika kehidupan
berbangsa bagi seluruh rakyat Indonesia dalam mencapai cita-cita dan tujuan
nasionalnya, maka paradigma pembangunan nasional harus berlandaskan Pancasila.
Kerangka pikir, sumber nilai, orientasi dasar, sumber asas serta arah dan tujuan dari
suatu perkembangan perubahan serta proses dalam suatu bidang tertentu, maka tidak
boleh bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila. Sebagai paradigma pembangunan,
berarti bahwa Pancasila merupakan sumber nilai, dasar, arah dan tujuan dari proses
pembangunan. Untuk itu segala aspek dalam pembangunan nasional harus
mendasarkan pada hakikat nilai-nilai sila-sila Pancasila dalam mewujudkan
peningkatan harkat dan martabat manusia secara konsisten berdasarkan pada nilai-nilai
hakikat kodrat manusia. Kegiatan berpikir adalah aktivitas yang membedakan manusia
dengan makhluk lainnya, namun tidak semua kegiatan berpikir adalah kegiatan
berfilsafat. Kegiatan berpikir filsafati tidak semata-mata ditandai dengan merenung dan
berkontemplasi yang tidak bersangkut paut dengan realitas. Berpikir secara filsafati
senantiasa berkaitan dengan masalah - masalah manusia yang bersifat aktual dan hakiki.
Misalnya dewasa ini banyak orang menginginkankan demokrasi, maka makna
demokrasi dalam arti yang sesungguhnya dapat ditemukan dengan kontemplasi
kefilsafatan. Bagaimana menciptakan demokrasi yang tidak menimbulkan gejolak,
mencari keserasian antara stabilitas dan dinamika, hubungan antara yang berkuasa
dengan rakyat dan sebagainya. Bidang-bidang ilmu pengetahuan lain juga selalu
berkaitan dengan realitas, seperti bidang ilmu kedokteran, ekonomi. Konskwensinya
berpikir secara kefilsafatan di samping berkaitan dengan ide-ide juga harus
memperhatikan realitas konkret.
II. KAJIAN PUSTAKA
Pembuktian untuk menunjukkan bahwa Pancasila dapat dikategorikan sebagai
pengetahuan ilmiah dapat juga diajukan susunan kesatuannya yang logis, hubungan
antarsila yang organis, hierarkis dan berbentuk piramidal, dan saling mengisi dan
mengkualifikasi. (Kaelan, 1999: 67-70) yang dikutip dari Notonegoro (1975: 43-44)
bahwa Pancasila yang terdiri atas lima sila bukanlah merupakan suatu kumpulan sila-
sila yang dapat diceraiberaikan atau Pancasila bukanlah merupakan suatu kumpulan
sila-sila yang masing-masing dapat berdiri sendiri-sendiri. Pancasila dengan kelima
silanya pada hakikatnya adalah suatu kesatuan bulat dan utuh, hal ini memang
dikehendaki demikian sebagai dasar filsafat negara. Suatu dasar filsafat negara
merupakan suatu keutuhan sistematis. Meskipun boleh terdiri atas bagian-bagian yang
menyusunnya, namun bagian-bagian ini tidak saling bertentangan dan tetap merupakan
suatu keutuhan. Konsekuensinya, kesatuan sila-sila Pancasila yang terdiri atas lima sila
(majemuk), adalah merupakan suatu kesatuan, keutuhan yang sistematis (tunggal).
Kesatuan demikian ini oleh Notonegoro disebut sebagai suatu kesatuan yang majemuk
tunggal. Kesatuan majemuk tunggal tersebut secara sistematis dapat dipahami atas tiga
pengertian yakni: susunan kesatuan Pancasila yang bersifat kesatuan organis, susunan
kesatuan sila-sila Pancasila yang bersifat hierarkis dan berbentuk piramidal, dan
kesatuan sila- sila Pancasila yang saling mengkualifikasi.
Kaelan (1996: 3) menjelaskan, bahwa istilah filsafat pada mulanya merupakan
suatu istilah yang secara umum dipergunakan untuk menunjukkan suatu usaha menuju
kepada keutamaan mental, the pursuit of mental excellence. Istilah filsafat dalam
perjalanan sejarah yang panjang, sebagai ilmu berguna bagi sikap kritis dan analitis,
sehingga lingkup pengertian filsafat semakin berkembang dan bermacam-macam.
Beberapa pendapat ada yang menggunakan pengertian filsafat sebagai pandangan
hidup, sebagai suatu kebijaksanaan yang rasional, sekelompok teori dan sistem
pemikiran, sebagai proses kritis dan sistematis dari pengetahuan manusia, dan sebagai
usaha memperoleh pandangan yang menyeluruh. Masing-masing penggunaan istilah
filsafat tersebut memiliki ciri-ciri berpikir yang tertentu. Ciri-ciri berpikir filsafati
antara lain: bersifat kritis, bersifat terdalam, konseptual, koheren, rasional,
komprehensif, universal, sistematis, spekulatif, bebas dan bertanggung jawab
(Kaelan,1996:8-13).
Salah satu contoh pendekatan Pancasila dari sisi filsafat yang dapat diajukan
adalah pendekatan etika, sebab etika adalah cabang dari filsafat yang erat kaitannya
dengan moral. Misal, ada ketentuan hukum yang mewajibkan warga negara membayar
pajak (Alhaj, 1998: 13).
III. PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN FILSAFAT PANCASILA
Filasat adalah suatu kebijaksanaan hidup (filosofia) untuk memberikan
suatu pandangan hidup yang menyeluruh berdasarkan refleksi atas pengalaman
hidup maupun pengalaman ilmiah. Filsafat merupakan suatu ilmu pengetahuan
karena memiliki logika, metode dan sistem. Namun filsafat berbeda dari ilmu-
ilmu pengetahuan kehidupan lainnya oleh karena memiliki obyek tersendiri
yang sangat luas.
Sebagai contoh, dalam ilmu psikologi mempelajari tingkah laku
kehidupan manusia, namun dalam ilmu filsafat tidak terbatas pada salah satu
bidang kehidupan saja, melainkan memberikan suatu pandangan hidup yang
menyeluruh yaitu tentang hakiki hidup yang sebenarnya. Pandangan hidup
tersebut merupakan hasil pemikiran yang disusun secara sistematis menurut
hukum-hukum logika. Seorang yang berfilsafat (filsuf) akan mengambil apa
yang telah ditangkap dalam pengalaman hidup maupun pengalaman ilmiah
kemudiaan memandangnya di bawah suatu horizon yang lebih luas, yakni
sebagai unsur kehidupan manusia yang menyeluruh.
Pengertian filsafat pancasila secara umum adalah hasil berfikir atau
pemikiran yang sedalam-dalamnya dari bangsa Indonesia yang dianggap,
dipercaya dan diyakini sebagai kenyataan, norma-norma dan nilai-nilai yang
benar, adil, bijaksana dan paling sesuai dengan kehidupan dan kepribadian
bangsa Indonesia. Filsafat pancasila kemudian dikembangkan oleh Soekarno
sejak 1955 sampai kekuasaannya berakhir pada 1965.
MENURUT PARA AHLI:

• Menurut Ruslan Abdulgani, Pancasila adalah filsafat negara yang lahir sebagai
ideologi kolektif (cita-cita bersama) seluruh bangsa Indonesia. Mengapa
pancasila dikatakan sebagai filsafat? Hal itu dikarenakan pancasila merupakan
hasil perenungan jiwa yang mendalam yang dilakukan oleh para pendahulu kita,
yang kemudian dituangkan dalam suatu sistem yang tepat. Menurut
Notonagoro, Filsafat Pancasila ini memberikan pengetahuan dan pengertian
ilmiah yaitu tentang hakikat pancasila.
• Menurut Abdul Gani(1998) filsafat pancasila dapat didefinisikan sebagai
refleksi kritis dan rasionl tentang pancasila sebagai dasar negara dan kenyataan
budaya bangsa, dengan tujuan untuk mendapatkan pokok-pokok pengertiannya
yang mendasar dan menyeluruh. Pancasila dikatakan sebagai filsafat karena
pancasila merupakan hasil perenungan jiwa yang mendalam yang dilakukan
oleh the founding fathers Indonesia, yang di tuangkan dalam suatu system.
• Pengertian filsafat secara luas menurut Harold Titus (Jalaluddin, 2012, hal. 2)
adalah sebagai berikut: 1. Filsafat adalah sekumpulan sikap dan kepercayaan
terhadap kehidupan dan alam yang biasanya diterima secara kritis 2. Filsafat
ialah suatu proses kritik atau pemikiran terhadap kepercayaan dan sikap yang
sangat kita junjung tinggi 3. Filsafat adalah usaha untuk mendapatkan gambaran
keseluruhan. 4. Filsafat adalah analisis logis dari bahasan dan penjelasan
tentang arti konsep 5. Filsafat adalah sekumpulan problemaproblema yang
langsung mendapat perhatian manusia dan dicarikan jawabannya oleh ahli
filsafat.
B. OBJEK FILSAFAT PANCASILA
Ditinjau dari segi obyektifnya, filsafat meliputi hal-hal yang ada atau
dianggap dan diyakini ada, seperti manusia, dunia, Tuhan dan seterusnya.
Ruang lingkup obyek filsafat :
a. Obyek material
b. Obyek formal
Lebih jauh E.C. Ewing dalam bukunya Fundamental Questions of
Philosophy (1962) menyatakan bahwa pertanyaan-pertanyaan pokok filsafat
(secara tersirat menunjukan objek filsafat) ialah : Truth (kebenaran), Matter
(materi), Mind (pikiran), The Relation of matter and mind (hubungan antara
materi dan pikiran), Space and Time (ruang dan waktu), Cause (sebab-sebab),
Freedom (kebebasan), Monism versus Pluralism (serba tunggal lawan serba
jamak), dan God (Tuhan). Pendapat-pendapat tersebut diatas menggambarkan
betapa luas dan mencakupnya objek filsafat baik dilihat dari substansi masalah
maupun sudut pandangnya terhadap masalah, sehingga dapat disimpulkan
bahwa objek filsafat adalah segala sesuatu yang berwujud dalam sudut pandang
dan kajian yang mendalam (radikal). Secara lebih sistematis para ahli membagi
objek filsafat ke dalam objek material dan obyek formal.
• Obyek material adalah objek yang secara wujudnya dapat dijadikan bahan
telaahan dalam berfikir, sedangkan obyek formal adalah objek yang
menyangkut sudut pandang dalam melihat obyek material tertentu.
• Objek formal filsafat ialah usaha mencari keterangan secara radikal terhadap
objek material filsafat. Dengan demikian objek material filsafat mengacu pada
substansi yang ada dan mungkin ada yang dapat difikirkan oleh manusia,
sedangkan objek formal filsafat menggambarkan tentang cara dan sifat berfikir
terhadap objek material tersebut, dengan kata lain objek formal filsafat mengacu
pada sudut pandang yang digunakan dalam memikirkan objek material filsafat.
Berdasarkan Objek Kajiannya, filsafat dibagi dalam tiga bidang
permasalahan; metafisika, epistemologi, dan aksiologi. Atau dengan kata lain,
objek kajiannya adalah Tuhan, alam dan manusia.Pemikiran filsafat dalam
bidang aksiologi mengacu pada persoalan nilai, baik dalam konteks estetika,
moral maupun agama. Dengan mengkaji dan menggali hakikat nilai, apakah
nilai itu absolut atau relatif, bagaimana menentukan nilai, serta apakah sumber
nilai itu. Sehingga dapat dikatakan bahwa akhir dari filsafat metafisika dan
epistimologi ialah terwujudnya tingkah laku dan perbuatan-perbuatan manusia
yang mengandung nilai. Atau dengan kata lain, apabila telaah filsafat hanya
untuk mencari pemecahan masalah hakikat dan kebenaran dalam suatu realitas
yang ada, maka kajiannya termasuk dalam filsafat metafisik.
Dasar epistemologis pancasila pada hakikatnya tidak dapat dipisahkan
dengan dasar ontologisnya. Pancasila sebagai suatu ideologi bersumber pada
nilai – nilai dasarnya yaitu filsafat pancasilaa (Soeryanto, 1991:51). Terdapat
tiga persoalan yang mendasar dalam epistemologi yaitu: pertama tentang
sumber pengethuan manusia, kedua tentang teori kebenaran pengetahuan
manusia, ketiga tentang watak pengetahuan manusia (titus, 1984:20). Adapun
potensi atau daya untuk meresapkan pengetahuan atau dengan lain perkataan
transformasi pengetahuan terdapat tingkatan sebagai berikut: demonstrasi,
imajinasi, asosiasi, analogi, refleksi, intuisi, inspirasi dan ilham (Notonagoro,
tanpa tahun:3).
Jika seseorang berupaya memberikan jawaban atas persoalan-persoalan
pengetahuan pengetahuan, baik hakikat, kriteria, validitas, sumber-sumber,
prosedur maupun klasifikasi dan jenis-jenis ilmu, maka dalam hal ini telaah
filsafat berada dalam wilayah kajian epistemologi.
Sedang jika yang menjadi fokus telaah menyangkut problem nilai atau
mencari nilai-nilai yang diperlukan dan dikehendaki manusia sebagai dasar
pijakan dan pegangan dalam hidup dan kehidupannya, maka kajiannya berada
dalam lingkup aksiologi, yang mencakup tentang nilai kebenaran, nilai
kebaikan, dan nilai keindahan. Dengan menggunakan dua pendekatan
berdasarkan objek kajiannya yaitu, pertama ialah filsafat teoritis yang
menekankan pada problem konseptual secara universal, dan kedua ialah filsafat
teoritis yang problem penekanannya menyangkut tentang tata kehidupan serta
perilaku manusia. Pembahasan aksiologi menyangkut masalah nilai kegunaan
ilmu. Ilmu tidak bebas nilai. Artinya pada tahap-tahap tertentu kadang ilmu
harus disesuaikan dengan nilai-nilai budaya dan moral suatu masyarakat;
sehingga nilai kegunaan ilmu tersebut dapat dirasakan oleh masyarakat dalam
usahanya meningkatkan kesejahteraan bersama, bukan sebaliknya malahan
menimbulkan bencana.

• Filsafat teorites adalah pendekatan filsafat yang ditujukan pada persoalan-


persoalan yang umum, baik tentang hakikat maupun pengetahuan. Misalnya
pada bidang ontologi, kosmogoni, antropologi, epistemologi, logika, teologi,
dan lain sebagainya.
• ilsafat praktis adalah pendekatan filsafat yang ditujukan untuk menemukan
kewajiban-kewajiban, kebutuhan-kebutuhan, dan keinginan-keinginan
humanitas, misalnya etika, sosiologi, filsafat sejarah, estetika, psikologi,
psikologi agama, filsafat politik, dan lain-lain.
Kajian ini lebih fokus pada satu objek yakni menyangkut tentang nilai-
nilai yang baik dan buruk (aksiologi), atau pendidikan yang menguji dan
mengintegrasikan semua nilai tersebut dalam kehidupan manusia, kemudian
nilai-nilai tersebut ditanamkan dalam kepribadian anak.
C. FILASAFAT PANCASILA SEBAGAI PANDANGAN HIDUP BANGSA
INDONESIA
Setiapa bangsa yang ingin berdiri kokoh dan mengetahui dengan jelas ke arah
mana tujuan yang ingin dicapainya sangat memerlukan pandangan hidup
(filsafat hidup). Dengan pandangan hidup inilah sesuatu bangsa akan
memandang persoalan-persoalan yang dihadapinya dan menentukan arah serta
cara bagaimana memecahkan persoalan- persoalan tadi. Tanpa memiliki
pandangan hidup maka suatu bangsa akan merasa terombang-ambing dalam
menghadapi persoalan-persoalan besar yang pasti akan timbul, baik persoalan-
persoalan di dalam masyarakatnya sendiri, maupun persoalan-persoalan besar
umat manusia dalam pergaulan masyarakat bangsa-bangsa di dunia ini.
Dengan pandangan hidup yang jelas sesuatu bangsa akan memiliki pegangan
dan pedoman bagaimana ia memecahkan masalah-masalah polotik, ekonomi,
sosial dan budaya yang timbul dalam gerak masyarakat yang makin maju.
Dengan berpedoman pada pandangan hidup itu pula suatu bangsa akan
membangun dirinya. Kita merasa bersyukur bahwa pendahulu-pendahulu kita,
pendiri-pendiri Republik ini dat memuaskan secara jelas apa sesungguhnya
pandangan hidup bangsa kita yang kemudian kita namakan Pancasila. Seperti
yang ditujukan dalam ketetapan MPR No. II/MPR/1979, maka Pancasila itu
adalah jiwa seluruh rakyat Indonesia, pandangan hidup bangsa Indonesia dan
dasar negara kita.
Karena Pancasila sudah merupakan pandangan hidup yang berakar
dalam kepribadian bangsa, maka ia diterima sebagai dasar negara yang
mengatur hidup ketatanegaraan. Hal ini tampak dalam sejarah bahwa meskipun
dituangkan dalam rumusan yang agak berbeda, namun dalam 3 buah UUD yang
pernah kita miliki yaitu alam pembukaan UUD 1945, dalam Mukadimah UUD
Sementara Republik Indonesia 1950. Pancasila itu tetap tercantum didalamnya,
Pancasila yang lalu dikukuhkan dalam kehidupan konstitusional itu, Pancasila
yang selalu menjadi pegangan bersama saat-saat terjadi krisis nasional dan
ancaman terhadap eksistensi bangsa kita, merupakan bukti sejarah sebagai dasar
kerohanian negar, dikehendaki oleh bangsa Indonesia karena sebenarnya ia
telah tertanam dalam kalbunya rakyat. Oleh karena itu, ia juga merupakan dasar
yang mamapu mempersatukan seluruh rakyat Indonesia.
Falsafah Pancasila sebagai dasar falsafah negara Indonesia, dapatlah
kita temukan dalam beberapa dokumen historis dan di dalam perundang-
undangan negara Indonesia seperti di bawah ini :
a. Dalam Pidato Ir. Soekarno tanggal 1 Juni 1945.
b. Dalam Naskah Politik yang bersejarah, tanggal 22 Juni 1945 alinea IV yang
kemudian dijadikan naskah rancangan Pembukaan UUD 1945 (terkenal
dengan sebutan Piagam Jakarta).
c. Dalam naskah Pembukaan UUD Proklamasi 1945, alinea IV.
d. Dalam Mukadimah Konstitusi Republik Indonesia Serikat (RIS) tanggal 27
Desember 1945, alinea IV.
e. Dalam Mukadimah UUD Sementara Republik Indonesia (UUDS RI)
tanggal 17 Agustus 1950.
f. Dalam Pembukaan UUD 1945, alinea IV setelah Dekrit Presiden RI tanggal
5 Juli 1959.

D. HUBUNGAN, FILSAFAT, PENDIDIKAN, DAN PANCASILA


Manusia merupakan subjek dan sekaligus sebagai objek pendidikan,
karena itu manusia memiliki sikap untuk dididik dan siap untuk mendidik. Akan
tetapi, sukses tidaknya usaha tersebut tergantung pada jelas tidaknya tujuan.
Oleh karena itu, tujuan pendidikan harus berlandaskan pada filsafat hidup
bangsa, yaitu Pancasila sebagai pokok dalam pendidikan, melalui usaha-usaha
pendidikan baik dalam keluarga, masyarakat, sekolah, maupun di perguruan
tinggi. Filsafat pendidikan adalah nilai-nilai dan keyakinan-keyakinan fisafat
yang menjiwai, mendasari dan memberikan identitas (karakteristik) suatu
sistem pendidikan. Filsafat pendidikan adalah jiwa, roh dan kepribadian sistem
pendidikan nasional, sehingga sistem pendidikan nasional idealnya dijiwai
didasari dan mencerminkan identitas Pancasila, citra dan karsa bangsa
Indonesia sebagaimana yang yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945,
sebagai perwujudan jiwa dan nilai Pancasila. Secara praktis pendidikan tidak
dapat dipisahkan dengan nilai-nilai, terutama yang meliputi kualitas kecerdasan,
nilai ilmiah, nilai moral, Dan nilai agama yang kesemuanya tersimpul dalam
tujuan pendidikan, yakni membina kepribadian
ideal (Jalaluddin, 2012, hal. 136). Tujuan pendidikan baik pada isinya maupun
rumusannya, tidak akan mungkin dapat ditetapkan tanpa pengertian dan
pengetahuan yang tepat tentang nilai-nilai.
Sistem pendidikan bertumpu dan dijiwai oleh suatu keyakinan,
pandangan hidup dan filosofis tertentu. Pemikiran inilah yang mendasari akan
pentingnya filsafat pendidikan Pancasila yang merupakan tuntutan nasional.
Oleh karena filsafat Pancasila merupakan satu kesatuan bulat dan utuh, atau
kesatuan organik yang berlandaskan pada
Pancasila. Filsafat menjadikan manusia berkembang dan mempunyai
pandangan hidup yang menyeluruh dan sistematis. Pandangan itu kemudian
dituangkan dalam sistem pendidikan, untuk mengarahkan tujuan pendidikan.
Penuangan pemikiran ini dalam bentuk Kurikulum. Melalui kurikulum, sistem
pengajaran dapat terarah, selain dapat mempermudah para pendidik dalam
menyusun pengajaran yang akan diberikan kepada peserta didik.
Sehingga dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hubungan filsafat,
pendidikan, dan Pancasila, dimana filsafat adalah berfikir secara mendalam dan
sungguh-sungguh untuk mencari kebenaran sesuatu, sedangkan pendidikan
adalah suatu usaha yang dilaksanakan secara sadar melalui pemikiran yang
mendalam berdasarkan filsafat. Lalu jika dihubungkan fungsi Pancasila dengan
sistem pendidikan ditinjau filsafat aksiologi, maka dapat dijabarkan bahwa
Pancasila adalah pedoman hidup bangsa Indonesia yang mengandung tentang
nilai-nilai sebagai acuan dalam menjalani hidup dan kehidupan.
IV. PENUTUP
I. Kesimpulan
Dari apa yang telah dijelaskan di atas, Pancasila merupakan kesatuan yang tidak
bisa dipisahkan, karena dalam masing-masing sila tidak bisa di tukar tempat atau
dipindah Bagi bangsa Indonesia, Pancasila merupakan pandangan hidup bangsa dan
negara Indonesia. Dan filsafat merupakan suatu ilmu pengetahuan karena memiliki
logika, metode dan sistem. Filsafat Pancasila adalah hasil berpikir/pemikiran yang
sedalam-dalamnya dan bangsa Indonesia yang dianggap, dipercaya dan diyakini
sebagai sesuatu (kenyataan, norma-norma, nilai-nilai) yang paling benar, paling adil,
paling bijaksana, paling baik dan paling sesuai bagi bangsa Indonesia
Pancasila dikatakan sebagai filsafat dikarenakan pancasila merupakan hasil
perenungan jiwa yang mendalam yang dilakukan oleh para pendahulu kita, yang
kemudian dituangkan dalam suatu sistem yang tepat, dimana pancasila memiliki
hakekatnya tersendiri yang terbagi menjadi lima sesuai dengan kelima sila-silanya
tersebut. Adapun yang mendasari Pancasila adalah dasar Ontologist (Hakikat
Manusia), dasar Epistemologis (Pengetahuan), dasar Aksiologis (Pengamalan Nilai-
Nilainya)

II. Saran
Saran yang dapat dipetik dari materi ini adalah agar seluruh masyarakat
mengetahui seberapa penting Pancasila dan dapat mengamalkan nilai-nilai sila dari
pancasila dengan baik & benar, serta tidak melecehkan arti penting pancasila. Sebagai
warga negara Indonesia kita harus mengamalkan, meyakini atau mempercayai,
menghormati, menjaga, memahami serta melaksanakan kehidupan bermasyarakat
sesuai filsafat negara Indonesia yaitu Pancasila. Karena Pancasila adalah pandangan
hidup bangsa Indonesia, dasar negara Republik Indonesia, dan jiwa serta kepribadian
bangsa Indonesia
V. DAFTAR PUSTAKA

Notonagoro. 1968. Pancasila Dasar Falsafah Negara. Jakarta: Pantjuran

Tujuh. Sunoto. 1982. Mengenal Filsafat Pancasila. Yogyakarta: Fakultas

Ekonomi UI.

Jalaluddin. (2012). Filsafat pendidikan. Jakarta: RajaGrafindo Persada.

Kaelan. (2002). Filsafat Pancasila: Pandangan hidup bangsa Indonesia.

Yogyakarta: Paradigma.

Mulyana, R. (2004). Mengartikulasikan pendidikan nilai. Bandung: Alfabeta.

Wahana, P. (2008). Nilai etika aksiologis Max Scheler.Yogyakarta: Kanisius.

Chandrawinata, Andhyn. ______. Pengertian Pancasila Secara Etimologis,

Historis, & Terminologis. http://pancasila.weebly.com/pengertian-

pancasila.html.

Maulidi, Achmad. 2016. Pengertian Filsafat (Filosofi).

http://www.kanalinfo.web.id/2016/08/pengertian-filsafat-filosofi.html.

Dwi Tama, Rizco.2012. Pengertian Filsafat Pancasila, Objek, Cabang Filsafat dan

Kedudukan Dalam Ilmu-ilmu Lain. http://icounipa.blogspot.co.id/2012/04/pengertian-

filsafatpancasila-objek.html.

Anda mungkin juga menyukai