MENGAPA PANCASILA
MERUPAKAN SISTEM FILSAFAT?
Dosen Pengampu : Drs. Suprasman, MM
By
Asriezza Geuthena Rahman (2107135432)
Reihan Faizaldi (2107136511)
Mengapa
Pancasila
merupakan
Sistem Filasafat?
Pancasila merupakan Sistem Filasafat?
Pancasila sebagai sistem filsafat merupakan bahan renungan
yang menggugah kesadaran para pendiri negara, termasuk Soekarno
ketika menggagas ide Philosophische Grondslag. Perenungan ini
mengalir ke arah upaya untuk menemukan nilai-nilai filosofis yang
menjadi identitas bangsa Indonesia. Perenungan yang berkembang
dalam diskusi-diskusi sejak sidang BPUPKI sampai ke pengesahan
Pancasila oleh PPKI, termasuk salah satu momentum untuk
menemukan Pancasila sebagai sistem filsafat.
Dengan demikian, Pancasila merupakan suatu sistem mendasar dan fundamental dalam seluruh
kegiatan masayarakat dan pemerintah di Indonesia.
Urgensi Pancasila sebagai system filsafat
Mengapa manusia membutuhkan filsafat?hal ini telah paparkan oleh Titus,Smiyyh dan Nolan:
1. Manusia telah memiliki kekutan baru yaitu teknologi dan sains yang mana kedua kekuatan baru yang besar
ini masih saja membuat manusia gelisah dan tidak tentram dikarenakan ketidak tahuan akan makna makna
dan arah yang harus ditempuh dalam hidup mereka.
2. Filsafat adalah pembimbing dalam mancapai keinginan – keinginan dan aspirasi dari manusia sehingga
dalam mencapai keinginannya,Manusia tidak lepas dari Nilai-Nilai yang penting dalam kehidupan.
Ontologi adalah sebuah filosofi yang berhadapan dengan sifat makhluk hidup. Ada 4 masalah
mendasar dalam asumsi ontologis saat dikaitkan dengan masalah social:
1. Pada tingkatan apa manusia membuat pilihan-pilihan yang nyata?
2. Pakah perilaku manusia itu perlu dipahami dalam bentuk keadaan atau sifat?
3. Apakah pengalamn manusia semata-mata individual atau sosial?
4. Pada tingkatan apa komunikasi sosial menjadi kontekstual?
Pada problem pertama terdapat dua pendapat yang berkembang dan saling bersebrangan yaitu rasionalisme dan
empirisme .Dimana kaum rasionalisme berpandangan bahwa akal adalah satu-satunya sarana dalam memperoleh
pengetahuan sehingga pengetahuan bersifat a priori.Sementara kaum empirisme berpandanagan bahwa
pengalaman merupakan sarana dan sumber dari pengethuan sehingga pengetahuan bersifat a posteriori.
Untuk problem keduaJuga terdapat 2 pendapat yang membagi pengetahuan menjadi pengetahuan mutlak dan
pengetahuan relative.
Dari paparan diatas arti dari landasan epistemologis Pancasila adalah Nilai-nilai Pancasila yang digali
daripengalamana kemudian di sintesis menjadi sebuah pandangan yang komprehensif tentang kehidupan
bermasyarakat.
Landasan Aksiologis Pancasila
Dalam persoalan ini terdapat dua kubu yaitu kubu positive dan negative dengan argument masing masing.
Kubu peositif menyatakan teori harus bebas dari nilai sehingga objektivitas ilmiah dapat terjaga.Semantara
Kubu negative berpendapat bahwa tidak semua aspek dalam kehidupan manusia itu dapat dinilai secara ilmiah.
Dari persoalan diatas kita dapat mendefinisikan Landasan Aksiologis Pancasila adalah Nilai-nilai atau kualitas
yang terkndung dalam sila-sila Pancasila.
C. Menggali Sumber Historis, Sosiologis, Politis tentang
Pancasila sebagai Sistem Filsafat
Sumber Historis Pancasila sebagai Sistem Filsafat
Pada 12 Agustus 1928, Soekarno pernah menulis di Suluh Indonesia yang menyebutkan bahwa
nasionalisme adalah nasionalisme yang membuat manusia menjadi perkakasnya Tuhan dan membuat
manusia hidup dalam roh (Yudi Latif, 2011: 68). Pembahasan sila-sila Pancasila sebagai sistem filsafat
dapat ditelusuri dalam sejarah masyarakat Indonesia sebagai berikut .
a. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa
Sejak zaman purbakala hingga pintu gerbang kemerdekaan negara Indonesia, masyarakat
Nusantara telah melewati ribuan tahun pengaruh agama-agama lokal, yaitu sekitar 14 abad pengaruh
Hindu dan Buddha, 7 abad pengaruh Islam, dan 4 abad pengaruh Kristen. Tuhan telah menyejarah
dalam ruang publik Nusantara.
Kesatuan dan hubungan sila-sila Pancasila yang hierarkis piramidal digambarkan Notonagoro
(1980: 110) dengan bentuk piramida yang bertingkat lima, sila Ketuhanan Yang Maha Esa berada di
puncak piramida dan sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia sebagai alas piramida.
Rumusan hierarkis piramidal itu dapat digambar sebagai berikut:
• Sila Ketuhanan Yang Maha Esa menjiwai dan meliputi sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab,
Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang Dipimpin 160 oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/Perwakilan, dan Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
• Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab dijiwai dan diliputi oleh sila Ketuhanan Yang Maha Esa,
menjiwai dan meliputi sila Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat
Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, dan Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat
Indonesia.
Lanjutan…
• Sila Persatuan Indonesia dijiwai dan diliputi oleh sila Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan
yang Adil dan Beradab, menjiwai dan meliputi sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat
Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, dan Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat
Indonesia.
• Sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/Perwakilan dijiwai dan diliputi oleh sila Ketuhanan Yang Maha Esa,
Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, menjiwai dan meliputi, dan Keadilan
Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
• Sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia dijiwai dan diliputi oleh sila Ketuhanan Yang
Maha Esa, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang Dipimpin
oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan (Kaelan, 2003: 60- 61).
Sumber Politis Pancasila sebagai Sistem Filsafat
Pada awalnya, Pancasila merupakan konsensus politik yang kemudian berkembang menjadi
sistem filsafat. Sumber politis Pancasila sebagai sistem filsafat dapat diklasifikasikan ke dalam dua
kelompok. Kelompok pertama, 162 meliputi wacana politis tentang Pancasila sebagai sistem filsafat
pada sidang BPUPKI, sidang PPKI, dan kuliah umum Soekarno antara tahun 1958 dan 1959,
tentang pembahasan sila-sila Pancasila secara filosofis. Kelompok kedua, mencakup berbagai
argumen politis tentang Pancasila sebagai sistem filsafat yang disuarakan kembali di era reformasi
dalam pidato politik Habibie 1 Juni 2011.
Sumber politis Pancasila sebagai sistem filsafat berlaku juga atas kesepakatan penggunaan
simbol dalam kehidupan bernegara. Garuda Pancasila merupakan salah satu simbol dalam
kehidupan bernegara. Dalam pasal 35 Undang-Undang Dasar 1945 berbunyi sebagai berikut.
”Bendera Negara Indonesia ialah sang merah putih”. Pasal 36, ”Bahasa Negara ialah Bahasa
Indonesia”. Pasal 36A, ”Lambang Negara ialah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhineka
Tunggal Ika”. Pasal 36B, ”Lagu kebangsaan Indonesia ialah 165 Indonesia Raya”. Bendera merah
putih, Bahasa Indonesia, Garuda Pancasila, dan lagu Indonesia Raya, semuanya merupakan
simbol dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia.
D. Membangun Argumen tentang Dinamika
dan Tantangan Pancasila sebagai Sistem
Filsafat
Dinamika Pancasila sebagai Sistem Filsafat
Pancasila sebagai sistem filsafat mengalami dinamika sebagai berikut. Pada era
pemerintahan Soekarno, Pancasila sebagai sistem filsafat dikenal dengan istilah
“Philosofische Grondslag”. Gagasan tersebut merupakan perenungan filosofis Soekarno
atas rencananya berdirinya negara Indonesia merdeka. Ide tersebut dimaksudkan sebagai
dasar kerohanian bagi penyelenggaraan kehidupan bernegara. Pada masa itu, Soekarno
lebih 169 menekankan bahwa Pancasila merupakan filsafat asli Indonesia yang diangkat
dari akulturasi budaya bangsa Indonesia.
Pada era Soeharto, kedudukan Pancasila sebagai sistem filsafat berkembang ke arah
yang lebih praktis (dalam hal ini istilah yang lebih tepat adalah weltanschauung). Artinya,
filsafat Pancasila tidak hanya bertujuan mencari kebenaran dan kebijaksanaan, tetapi juga
digunakan sebagai pedoman hidup sehari-hari.
Tantangan Pancasila sebagai Sistem Filsafat
Beberapa bentuk tantangan terhadap Pancasila sebagai sistem filsafat muncul dalam
bentuk-bentuk sebagai berikut:
Pertama, kapitalisme yaitu aliran yang meyakini bahwa kebebasan individual pemilik modal
untuk mengembangkan usahanya dalam rangka meraih keuntungan sebesar-besarnya
merupakan upaya untuk menyejahterakan masyarakat. Salah satu bentuk tantangan
kapitalisme terhadap Pancasila sebagai sistem filsafat ialah meletakkan kebebasan
individual secara berlebihan sehingga dapat menimbulkan berbagai dampak negatif, seperti
monopoli, gaya hidup konsumerisme, dan lain-lain.
Kedua, komunisme adalah sebuah paham yang muncul sebagai reaksi atas perkembangan
kapitalisme sebagai produk masyarakat liberal. Komunisme merupakan aliran yang
meyakini bahwa kepemilikan modal dikuasai oleh negara untuk kemakmuran rakyat secara
merata. Salah satu bentuk tantangan komunisme terhadap Pancasila sebagai sistem filsafat
ialah 170 dominasi negara yang berlebihan sehingga dapat menghilangkan peran rakyat
dalam kehidupan bernegara.
E. Mendeskripsikan Esensi dan Urgensi Pancasila
sebagai Sistem Filsafat Esensi (hakikat) Pancasila sebagai Sistem Filsafat
Pertama; hakikat sila ketuhanan terletak pada keyakinan bangsa Indonesia bahwa Tuhan sebagai
prinsip utama dalam kehidupan semua makhluk. Artinya, setiap makhluk hidup, termasuk warga
negara harus memiliki kesadaran yang otonom (kebebasan, kemandirian) di satu pihak, dan
berkesadaran sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa yang akan dimintai pertanggungjawaban
atas semua tindakan yang dilakukan. Artinya, kebebasan selalu dihadapkan pada tanggung jawab,
dan tanggung jawab tertinggi adalah kepada Sang Pencipta.
Kedua; hakikat sila kemanusiaan adalah manusia monopluralis, yang terdiri atas 3 monodualis,
yaitu susunan kodrat (jiwa, raga), sifat kodrat (makhluk individu, sosial), kedudukan kodrat (makhluk
pribadi yang otonom dan makhluk Tuhan) (Notonagoro).
Ketiga, hakikat sila persatuan terkait dengan semangat kebangsaan. Rasa kebangsaan terwujud
dalam bentuk cinta tanah air, yang dibedakan ke dalam 3 jenis, yaitu tanah air real, tanah air formal,
dan tanah air mental. Tanah air real adalah bumi tempat orang dilahirkan dan dibesarkan, bersuka,
dan berduka, yang dialami secara fisik sehari-hari. Tanah air formal adalah negara bangsa yang
berundang-undang dasar, yang Anda, manusia Indonesia, menjadi salah seorang warganya, yang
membuat undang-undang, Tanah air mental bukan bersifat territorial karena tidak dibatasi oleh
ruang dan waktu, melainkan imajinasi yang dibentuk dan dibina oleh ideologi atau seperangkat
gagasan vital (Daoed Joesoef, 1987: 18-20)
Lanjutan…
Keempat, hakikat sila kerakyatan terletak pada prinsip musyawarah.
Artinya, keputusan yang diambil lebih didasarkan atas semangat
musyawarah untuk mufakat, bukan membenarkan begitu saja pendapat
mayoritas tanpa peduli pendapat minoritas.
Kelima, hakikat sila keadilan terwujud dalam tiga aspek, yaitu keadilan
distributif, legal, dan komutatif. Keadilan distributif adalah keadilan
bersifat membagi dari negara kepada warga negara. Keadilan legal
adalah kewajiban warga negara terhadap negara atau dinamakan
keadilan bertaat. Keadilan komutatif adalah keadilan antara sesama
warga negara (Notonagoro dalam Kaelan, 2013: 402).
Urgensi Pancasila sebagai Sistem Filsafat