Anda di halaman 1dari 40

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA

Elektrokimia

Oleh:
Kelompok VII Kelas C

Fitri Amelia 2107114027


Nurmansyah Aditya 2107113606
M. Aldaffa Rayyanda 2107126227
Yulia Adinda Rahmana 2107113609

Asisten:
Irfan Alfandi

Dosen Pengampu:
Sri Rezeki Muria, S.T., M.P., M.Sc

PROGRAM STUDI SARJANA TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadiran Allah SWT atas segalah limpahan
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan
Praktikum Kimia Fisika yang disusun berdasarkan pengalaman kuliah dan sebuah
pemikiran dari pembimbing dosen Kimia Fisika dan beberapa teman. Penulis
dapat menyelesaikan Laporan Pratikum Kimia Fisika ini tidak terlepas dari doa
dan dorongan semangat serta perhatian yang didapat dari saudara-saudara, dan
asisten laboratorium telah membimbing penulis serta telah banyak menyumbang
hasil pemikiran serta memberi bantuan kepada penulis sehingga penulis dapat
menyelesaikan Tugas Laporan Kimia Fisika dengan selesai.
Penulis menyadari bahwa Laporan Praktikum Kimia Fisika ini jauh dari
kesempurnaan, mempunyai kesalahan dan kekurangan, kritik dan saran
membangun dikemudian hari sangat menyenangkan hati dan nurani penulis. Akhir
kata penulis berharap semoga laporan Praktikum Kimia Fisika ini dapat
memberikan sumber informasi dan pikiran yang dapat membantu kita dalam
menempuh program studi.

Pekanbaru, Desember 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................................ii
DAFTAR TABEL.................................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR.............................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................1
1.1 Latar Belakang..........................................................................................1
1.2 Tujuan Percobaan.....................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................3
2.1 Elektrokimia ............................................................................................3
2.2 Larutan......................................................................................................4
2.2.1 Klasifikasi Larutan...........................................................................6
2.2.2 Kelarutan..........................................................................................7
2.3 Sel Elektrolisis..........................................................................................8
2.3.1 Elektroda........................................................................................11
2.3.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Elektrolisis............................12
2.4 Sel Volta.................................................................................................13
2.4.1 Potensial Elektroda........................................................................14
2.4.2 Kegunaan Sel Volta.......................................................................16
BAB III METODOLOGI PERCOBAAN..........................................................18
3.1 Alat dan Bahan.......................................................................................18
3.1.1 Alat yang digunakan......................................................................18
3.1.2 Bahan yang digunakan...................................................................18
3.2 Prosedur Percobaan................................................................................19
3.2.1 Elektrolis untuk Menentukan Bilangan Avogrado.........................19
3.2.2 Mengukur GGL Sel dan Menguji Persamaan Nernst.....................19
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................20
4.1 Hasil......................................................................................................20
4.2 Pembahasan...........................................................................................20
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN............................................................23
5.1 Kesimpulan............................................................................................23
5.2 Saran......................................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................25
LAMPIRAN A LAPORAN SEMENTARA
LAMPIRAN B PERHITUNGAN
LAMPIRAN C TUGAS
LAMPIRAN D DOKUMENTASI

ii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Contoh Larutan Biner..............................................................................5
Tabel 2.2 Deret Volta............................................................................................14

iii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Bentuk Molekuler Proses Pelarutan....................................................7
Gambar 2.2 Sel Elektrolisis....................................................................................9
Gambar 2.3 Sel Volta...........................................................................................15

iv
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Elektrokimia adalah ilmu yang mempelajari aspek elektronik dan reaksi


kimia. Elemen yang digunakan dalam reaksi elektrokimia di karakterisasikan
dengan banyaknya elektron yang dimiliki. E lektrokimia adalah cabang ilmu
kimia yang berhubungan dengan arus listrik dan potensi. Metode elektrokimia
adalah metode yang didasarkan pada reaksi redoks, yakni gabungan dari reaksi
reduksi dan oksidasi, yang berlangsung pada elektroda yang sama/ berbeda dalam
suatu sistem elektrokimia. Sistem elektrokimia meliputi sel elektrokimia dan
reaksi elektrokimia. Secara garis besar, sel elektrokimia dapat digolongkan
menjadi dua, yaitu sel galvani dan sel elektrolisis (Yanpin Hau, 2015)
Pada tahun 1887, seorang ilmuwan Swedia bernama Svante August
Arrhenius mengemukakan teori untuk menjelaskan mengapa larutan elektrolit
dapat menghantarkan listrik. Menurutnya larutan elektrolit dapat menghantarkan
listrik karena larutan elektrolit mengandung ion-ion yang bergerak bebas. Ion-
ion ini dapat menghantarkan listrik. Sel elektrolit adalah penggunaan arus listrik
untuk menghasilkan reaksi redoks dan kebalikan dari sel volta karena listrik
digunakan untuk melakukan reaksi redoks non-spontan. Oleh karena itu,
elektrolisis adalah proses penguraian suatu senyawa dengan mengalirkan arus
listrik melaluinya. Selama elektrolisis, energi listrik diubah menjadi energi kimia
(Wahyuni, 2013).
Sel galvani atau sel volta adalah sel elektrokimia yang dapat menghasilkan
energi listrik dari reaksi redoks spontan. Reaksi redoks spontan yang
menyebabkan munculnya energi listrik ini ditemukan oleh Luigi Galvani dan
Alessandro Giuseppe Volta. Aplikasi yang paling penting menggunakan sel volta
adalah baterai. Baterai adalah sel elektrokimia yang mampu menghasilkan arus
listrik yang dihasilkan secara spontan (Ana Sukarmin, 2017).
Elektrolisis digunakan dalam berbagai bidang kegunaan, sebagai contoh
penyepuhan logam dengan logam lain. Penyepuhan logam merupakan salah satu
penerapan dari konsep reaksi redoks dan elektrokimia yang dapat dijumpai dalam

1
kehidupan sehari-hari. Proses sel elektrolisis biasanya juga digunakan dalam
metode pembuatan gas oksigen, hidrogen, dan gas klorin di laboratorium.
Elektrokimia juga bermanfaat untuk proses memurnikan logam yang kotor,
dengan cara menempatkan logam yang kotor pada anoda sementara logam murni
pada katoda (Kamelia,2015). Oleh karena itu dilakukan percobaan elektrokimia
agar dapat mengetahui dan menentukan bilangan Avogadro (N0) secara
elektrolisis, Menyusun dan mengukur GGL sel elektrokimia, Mencoba menguji
persamaan Nernst.

1.2 Tujuan Percobaan


Adapun tujuan dari praktikum elektrokimia adalah sebagai berikut:
1. Menentukan bilangan Avogadro (N0) secara elektrolisis.
2. Menyusun dan mengukur GGL sel elektrokimia.
3. Mencoba menguji persamaan Nernst.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Elektrokimia
Elektrokimia adalah ilmu kimia yang mempelajari transfer elektron dalam
media penghantar listrik (elektroda). Elektroda terdiri dari elektroda positif dan
elektroda negatif. Hal ini dikarenakan elektroda dialiri arus listrik sebagai
sumber energi saat terjadi pertukaran elektron. Konsep elektrokimia didasarkan
pada reaksi reduksi-oksidasi (redoks) dan larutan elektrolit. Reaksi redoks adalah
kombinasi reaksi reduksi dan oksidasi yang terjadi secara bersamaan. Reaksi
reduksi melibatkan peristiwa penangkapan elektron, sedangkan reaksi oksidasi
merupakan peristiwa pelepasan elektron yang terjadi pada media pengantar dalam
sel elektrokimia (Harahap, 2016).
Proses elektrokimia membutuhkan media pengantar sebagai tempat
terjadinya serah terima elektron dalam suatu sistem reaksi yang dinamakan
larutan. Larutan dapat dikategorikan menjadi tiga bagian yaitu larutan elektrolit
kuat, larutan elektrolit lemah dan larutan bukan elektrolit. Larutan elektrolit kuat
merupakan larutan yang mengandung ion-ion terlarut yang dapat mengantarkan
arus listrik sangat baik sehingga proses pertukaran elektron berlangsung cepat dan
energi yang dihasilkan relatif besar. Sedangkan larutan elektrolit lemah
merupakan larutan yang mengandung ion-ion terlarut cenderung terionisasi
sebagian sehingga dalam proses pertukaran elektron relatif lambat dan energi
yang dihasilkan kecil. Namun demikian proses elektrokimia tetap terjadi. Untuk
larutan bukan elektrolit, proses pertukaran elektron tidak terjadi. Pada proses
elektrokimia tidak terlepas dari logam yang dicelupkan pada larutan disebut
elektroda yang terdiri dari katoda dan anoda (Harahap, 2016).
Potensial elektrokimia (μ), dan potensial elektron (μe) diperkenalkan untuk
mengkarakterisasi proses yang melibatkan jenis pembawa muatan. Elektrokimia
potensial dapat digunakan untuk menentukan perbedaan potensial galvani antara
dua fasa dalam kesetimbangan, sebagai contoh yang sangat sederhana antara dua
fasa logam yang berbeda. Pembentukan lapisan ganda listrik pada antarmuka
dan keduanya logam serta perbedaan potensial galvani yang sesuai, yang disebut

3
4

tegangan kontak. Namun, yang lebih penting untuk pengaplikasian dalam sel
galvani adalah perbedaan potensial galvani antara elektroda logam dan elektrolit.
Potensi elektrokimia dan ketergantungan komposisi yang mungkin untuk
menggambarkan reaksi transfer muatan yang mendasarinya dan menurunkan
persamaan nernst. (Rüffler, 2015).
Setiap kombinasi dari dua setengah sel menghasilkan sel galvani. Sel
atau tegangan sel pada kesetimbangan, dapat dinyatakan dengan persamaan
Nernst, yang memprediksi gaya penggerak kimiawi, konstanta kesetimbangan,
dan sifat termodinamika lain dari reaksi kimia. Beberapa sel galvani yang penting
secara teknologi kemudian menghasilkan energi yang dapat digunakan melalui
reaksi kimia spontan yang terjadi di dalamnya, teknik potensiometri, dan titrasi
potensiometri yang sesuai. Metode elektroanalitik ini menggunakan
ketergantungan konsentrasi tegangan sel reversibe (bolak-balik) untuk analisis
kuantitatif ion. (Rüffler, 2015).

2.2 Larutan
Zat merupakan sesuatu yang memiliki massa dan menempati ruang. Zat
tersusun atas partikel yang sangat kecil yang tidak dapat dilihat dengan mata saja.
Susunan dan sifat partikel setiap zat berbeda-beda. Susunan dan sifat partikel
sangat menentukan wujud zat. Zat cair mempunyai sifat serta bentuk yang
berubah-ubah dan volumenya tetap. Sifat suatu larutan sangat dipengaruhi oleh
susunan komposisinya. Komposisi larutan dapat dinyatakan dengan konsentrasi
larutan yang menunjukkan perbandingan jumlah zat terlarut terhadap pelarut,
untuk jumlah terlarut yang berbeda pada setiap larutan, maka dibutuhkan energi
panas yang berbeda pula, yang nantinya akan mempengaruhi titik didih larutan
tersebut. Titik didih suatu larutan merupakan suhu larutan pada saat tekanan uap
jenuh larutan itu sama dengan tekanan udara luar (tekanan yang diberikan pada
permukaan cairan) (Putri dkk., 2017).
Larutan adalah campuran homogen dua zat atau lebih yang saling
melarutkan dan masing-masing zat penyusunnya tidak dapat dibedakan lagi secara
fisik. Larutan merupakan campuran homogen yang terdiri dari dua zat atau lebih.
Suatu larutan terdiri dari zat terlarut (solute) dan pelarut (solvent). Zat yang
jumlahnya banyak biasanya disebut pelarut, sementara zat yang jumlahnya sedikit
5

disebut zat terlarut. Campuran yang dapat saling melarutkan satu lama lain
dalam segala perbandingan dinamakan larutan miscible. Udara merupakan larutan
miscible. Jika dua cairan yang tidak bercampur membentuk dua fasa dinamakan
cairan immiscible (Yusuf, 2019).
Campuran zat-zat yang homogen disebut larutan, yang memiliki
komposisi merata atau selalu sama di seluruh bagian volumenya. Suatu larutan
dengan jumlah maksimum zat pelarut pada temperatur tertentu disebut larutan
jenuh. Sebelum mencapai titik jenuh, disebut larutan tidak jenuh. Sedangkan suatu
keadaan dengan zat terlarut lebih banyak dari pada pelarut disebut larutan lewat
jenuh. Banyaknya zat terlarut yang dapat menghasilkan larutan jenuh, dalam
jumlah tertentu pelarut pada temperatur konstan disebut kelarutan. Kelarutan
suatu zat tergantung pada sifat zat tersebut, molekul pelarut, temperatur, dan
tekanan. Larutan dapat mengandung banyak komponen, akan tetapi pada
dipercobaan ini dibatasi hanya larutan dengan dua komponen yaitu larutan biner,
komponen dari larutan biner yaitu zat terlarut dan pelarut, yang terdapat pada
Tabel 2.1 (Haryono, 2019).

Tabel 2.1 Contoh Larutan Biner


Zat terlarut Pelarut Contoh
Gas Gas Udara
Gas Cair Karbon dioksida dalam
air
Gas Padat Hidrogen dalam platina
Cair Cair Alkohol dalam air
Cair Padat Raksa dalam tembaga
Padat Padat Perak dalam platina
Padat Cair Garam dalam air
(Sumber: Haryono,2019)

2.2.1 Klasifikasi Larutan


Menurut (Yusuf, 2019), berdasarkan daya hantar listriknya (daya
ionisasinya), larutan dibedakan dalam dua macam, yaitu larutan elektrolit dan
larutan non-elektrolit.
1. Larutan elektrolit
Larutan elektrolit merupakan larutan yang dapat menghantarkan arus
listrik. Larutan ini dapat menghantarkan listrik karena zat elektrolit terurai
menjadi ion-ion karena pengaruh arus listrik. Pada larutan elektrolit gaya tarik
menarik antar molekul air dengan partikel zat cukup kuat untuk memutuskan
ikatan antar partikel zat sehingga partikel zat dapat lepas sebagai ion bebas, jika
suatu larutan dapat menghantarkan arus listrik, maka larutan tersebut disebut
dengan larutan elektrolit. Hal ini dikarenakan, kemampuan suatu senyawa terurai
menjadi ion-ion yang dapat bergerak bebas. Larutan elektrolit dibagi menjadi dua
yaitu:
a. Elektrolit Kuat
Larutan elektrolit kuat adalah larutan yang mempunyai daya hantar listrik
yang kuat, karena zat terlarutnya di dalam pelarut (umumnya air), seluruhnya
berubah menjadi ion-ion (α = 1).
b. Elektrolit Lemah
Larutan elektrolit lemah adalah zat elektrolit yang hanya terurai sebagian
membentuk ion-ionnya di dalam air, larutan yang daya hantar listriknya lemah
dengan harga derajat ionisasi sebesar: 0 < α < 1.
2. Larutan Non-Elektrolit
Larutan yang tidak dapat menghantarkan arus listrik. Larutan non-
elektrolit tidak dapat menghantarkan arus listrik disebabkan karena larutan
tersebut tidak dapat membentuk ion-ion dalam pelarutnya. Pada larutan non-
elektrolit, molekul-molekulnya tidak terionisasi dalam larutan, sehingga tidak ada
ion bermuatan yang dapat menghantarkan arus listrik. Pada larutan non-elektrolit
gaya tarik menarik antar molekul air dengan partikel zat tidak cukup kuat untuk
memutuskan ikatan antar partikel zat sehingga partikel zat tidak dapat lepas
sebagai ion-ion bebas. Jika suatu larutan tidak dapat menghantarkan arus listrik,
maka larutan tersebut disebut dengan larutan non-elektrolit. Zat-zat seperti etanol
dan glukosa yang di dalam pelarut air membentuk molekuler dinamakan zat non-
elektrolit dan larutan yang dibentuknya dinamakan larutan non-elektrolit.

2.2.2 Kelarutan
Kelarutan adalah kuantitas maksimal suatu zat kimia terlarut (solute) untuk
dapat larut pada pelarut tertentu membentuk larutan homogen. Kelarutan suatu zat
dasarnya sangat bergantung pada sifat fisika dan kimia solute dan pelarut pada
suhu, tekanan dan pH larutan. Secara luas kelarutan suatu zat pada pelarut tertentu
merupakan suatu pengukuran konsentrasi kejenuhan dengan cara menambahkan
8

sedikit demi sedikit solute pada pelarut sampai solute tersebut mengendap (tidak
dapat larut lagi) (Roni dan Netty., 2020).
Menurut Roni dan Netty (2020), faktor-faktor yang mempengaruhi
kelarutan antara lain sebagai berikut:
a. Jenis Zat
Zat-zat dengan struktur kimia yang mirip umumnya dapat saling
bercampur dengan baik, sedangkan zat-zat yang struktur kimianya berbeda

Gambar 2.1 Bentuk Molekuler Proses Pelarutan (Roni dan Netty, 2020)
umumnya kurang dapat saling bercampur (like dissolves like). Senyawa yang
bersifat polar akan mudah larut dalam pelarut polar, sedangkan senyawa nonpolar
akan mudah larut dalam pelarut nonpolar. Contohnya alkohol dan air bercampur
sempurna (completely miscible), air dan eter bercampur sebagian (partially
miscible), sedangkan minyak dan air tidak bercampur (completely immiscible).
b. Temperatur
Kelarutan gas umumnya berkurang pada temperatur yang lebih tinggi.
Misalnya jika air dipanaskan, maka timbul gelembung-gelembung gas yang keluar
dari dalam air, sehingga gas yang terlarut dalam air tersebut menjadi berkurang.
Kebanyakan zat padat kelarutannya lebih besar pada temperatur yang lebih tinggi.
Ada beberapa zat padat yang kelarutannya berkurang pada temperatur yang lebih
tinggi, misalnya natrium sulfat dan serium sulfat. Pada larutan jenuh terdapat
kesetimbangan antara proses pelarutan dan proses pengkristalan kembali. Jika
proses pelarutan bersifat endoterm, maka kelarutannya bertambah pada temperatur
9

yang lebih tinggi. Sebaliknya jika proses pelarutan bersifat eksoterm, maka
kelarutannya berkurang pada suhu yang lebih tinggi.
c. Tekanan
Perubahan tekanan pengaruhnya kecil terhadap kelarutan zat cair atau
padat. Kelarutan gas sebanding dengan tekanan parsial gas itu. Menurut hukum
Henry, massa gas yang melarut dalam sejumlah tertentu cairan (pelarutnya)
berbanding lurus dengan tekanan yang dilakukan oleh gas itu (tekanan parsial),
yang berada dalam kesetimbangan dengan larutan itu. Contohnya kelarutan
oksigen dalam air bertambah menjadi 5 kali jika tekanan parsial-nya dinaikkan 5
kali. Hukum ini tidak berlaku untuk gas yang bereaksi dengan pelarut, misalnya
HCl atau NH3 dalam air.

2.3 Sel Elektrolis


Elektrolisis adalah peristiwa penguraian elektrolit dalam sel elektrolisis
oleh arus listrik. Dalam sel volta atau sel galvani, reaksi oksidasi-reduksi
berlangsung dengan spontan, dan energi kimia yang menyertai reaksi kimia
diubah menjadi energi listrik. Sedangkan elektrolisis merupakan reaksi kebalikan
dari sel volta atau sel galvani yang potensial selnya negatif atau dengan kata lain,
dalam keadaan normal tidak akan terjadi reaksi dan reaksi dapat terjadi bila
diinduksi dengan energi listrik dari luar (Pratiwi, 2014).
Proses elektrolisis dimulai dengan dialirkan arus listrik searah dari sumber
tegangan listrik. Elektron dari kutub negatif akan mengalir menuju ke katoda.
Pada proses elektrolisis, elektroda dialiri arus listrik searah dan terjadi proses
reduksi oksidasi, karena terbentuk senyawa pada elektrolit yang terurai
membentuk ion-ion sehingga menghasilkan gas. Proses elektrolisis membutuhkan
arus listrik tinggi agar proses reaksi kimia menjadi efektif dan efisien.
10

Gambar 2.2 Sel Elektrolisis (Atikah, 2016)


Apabila kedua kutub elektroda (katoda dan anoda) diberi arus listrik,
elektroda tersebut akan saling berhubungan karena adanya larutan elektrolit
sebagai penghantar listrik menyebabkan elektroda menimbulkan gelembung gas.
Proses elektrolisis dinyatakan dengan atom oksigen membentuk sebuah ion
bermuatan negatif (OH-) dan atom hidrogen membentuk sebuah ion bermuatan
positif (H+). Pada kutub positif menyebabkan ion H+ tertarik ke kutub katoda yang
bermuatan negatif sehingga ion H+ menyatu pada katoda. Selama proses
elektrolisis terjadi pertukaran ion-ion yang cepat menyebabkan kenaikan
temperatur disekitar proses elektrolisis tersebut. Adanya peningkatan temperatur
dapat menyebabkan perubahan arus dan tegangan serta berpengaruh pada wadah
yang digunakan selama elektrolisis, karena kenaikan temperatur berpengaruh
terhadap ketahanan alat yang dibuat. Untuk mengatasi hal tersebut diperlukan
suatu alat yang dapat menstabilkan energi listrik selama proses elektrolisis
berlangsung (Fitriyanti, 2021).
Menurut Wiyati (2020), secara umum sel elektrolisis ini tersusun dari:
1. Sumber listrik
Sumber arus yang digunakan adalah sumber arus searah, bisa
menggunakan baterai atau aki.
2. Elektroda
Elektroda terdiri dari anoda dan katoda. Anoda, yaitu elektroda tempat
terjadinya reaksi oksidasi. Katoda, yaitu elektroda tempat terjadinya reaksi
reduksi.
11

Elektroda ada dua macam, yaitu inert (sangat sukar bereaksi) dan non-inert
(bereaksi). Elektroda inert meliputi Karbon (C), Emas (Au), dan Platina (Pt).
Elektroda inert tidak akan ikut teroksidasi di anoda. Contoh elektroda non-inert
seperti : tembaga (Cu), seng (Zn), besi (Fe), dan lain-lain.
3. Elektrolit
Elektrolit adalah zat yang dapat menghantarkan listrik, dapat berupa
lelehan atau larutan. Elektrolit yang dimaksud bisa berupa asam dan basa garam.
Elektrolit adalah senyawa yang dapat terdisosiasi ketika dilarutkan dalam air
membentuk ion (anion dan kation) dan bersifat menghantarkan listrik. Elektrolit
berasal dari bahasa Yunani yaitu lytós yang berarti lepas atau terpisah. Senyawa-
senyawa seperti asam, basa dan garam yang dapat menghantarkan arus listrik
karena proses disosiasi disebut dengan larutan elektrolit. Adanya ion dalam
larutan menyebabkan peristiwa konduksi dan ketika arus listrik dilewatkan pada
larutan tersebut, maka elektron akan bergerak diantara ion-ion.

2.3.1 Elekroda
Sel elektrolisis atau elektroda adalah sel elektrokimia yang bereaksi secara
tidak spontan (E0sel (-) atau ∆G>0), karena energi listrik berasal dari sumber luar
dan dialirkan melalui sebuah sel. Elektrolisis diartikan juga sebagai peristiwa
penguraian zat elektrolit oleh arus listrik searah, melainkan juga mengalami
perubahan-perubahan kimia. Perubahan kimia yang terjadi selama elektrolisis
dapat dilihat sekitar elektroda. Elektroda merupakan suatu sistem dua fasa yang
terdiri dari sebuah penghantar elektrolit (misalnya logam) dan sebuah penghantar
ionik (Rivai, 1995).
Elektroda berperan sebagai tempat berlangsungnya reaksi. Reaksi reduksi
berlangsung di katoda, sedangkan reaksi oksidasi berlangsung di anoda. Kutub
negatif sumber arus mengarah pada katoda (sebab memerlukan elektron) dan
kutub positif sumber arus tentunya mengarah pada anoda. Akibatnya, katoda
bermuatan negatif dan menarik kation-kation yang akan tereduksi menjadi
endapan logam. Sebaliknya, anoda bermuatan positif dan menarik anion-anion
yang akan teroksidasi menjadi gas. Tujuan elektrolisis adalah untuk mendapatkan
endapan logam di katoda dan gas di anoda (Brady, 1999).
12

Pada proses elektrolisis, elektroda dialiri arus listrik direct current (DC)
sehingga senyawa pada elektrolit terurai membentuk ion-ion dan terjadi proses
reduksi oksidasi sehingga menghasilkan gas. Proses elektrolisis diperlukan arus
listrik yang tinggi agar proses reaksi kimia menjadi efektif dan efisien. Apabila
kedua kutub elektroda (katoda dan anoda) diberi arus listrik, elektroda tersebut
akan saling berhubungan karena adanya larutan elektrolit sebagai penghantar
listrik menyebabkan elektroda timbul gelembung gas. Proses elektrolisis
dinyatakan bahwa atom oksigen membentuk sebuah ion bermuatan negatif (OH-)
dan atom hidrogen membentuk sebuah ion bermuatan positif (H+). Pada kutub
positif menyebabkan ion H+ tertarik ke kutub katoda yang bermuatan negatif
sehingga ion H+ menyatu pada katoda. Atom-atom hidrogen akan membentuk gas
hidrogen dalam bentuk gelembung gas pada katoda yang melayang ke atas. Hal
serupa terjadi pada ion OH- yang menyatu pada anoda kemudian membentuk gas
oksigen dalam bentuk gelembung gas (Svehla, 1985).

2.3.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Elektrolisis


Menurut Triwibowo dan catur (2017), beberapa faktor yang
mempengaruhi elektrolisis adalah:
1. Potensial reduksi atau oksidasi dari ion-ion
Dalam memperoleh atau melepaskan elektron, sangat dipengaruhi oleh
potensial reduksi dari ion-ion. Pada anoda, ion-ion mempunyai potensial oksidasi
yang lebih besar maka potensial reduksinya lebih kecil. Pada katoda terjadi
sebaliknya, ion yang mempunyai potensial reduksi yang lebih besar akan menang
dalam kompetisi. Dalam mempelajari proses elektrolit didapati bahwa tegangan
arus listrik yang dibutuhkan untuk suatu reaksi jauh lebih besar daripada potensial
elektrodanya. Penambahan tegangan arus listrik yang menyebabkan elektrolisis
berlangsung disebut kelebihan tegangan listrik (overvoltage). Kelebihan tegangan
listrik untuk pembentukan gas oksigen sangat besar. Karena itu, dalam keadaan
normal gas-gas halogen lebih mudah terbentuk pada anoda daripada oksigen.
2. Konsentrasi Larutan
Hasil elektrolisis sangat dipengaruhi oleh konsentrasi larutan. Elektrolisis
larutan HCl encer menghasilkan gas oksigen pada anoda dan gas hidrogen pada
katoda. Elektrolisis larutan HCl pekat menghasilkan gas Cl2 pada anoda dan gas
H2
13

pada katoda. Elektrolisis larutan HCl yang sangat encer (>0,1 M) akan
menghasilkan reaksi penguraian H2O saja. Hal ini tidak terjadi dengan elektrolisis
larutan KI. Elektrolisis larutan 0,1 M KI akan menghasilkan ion OH- pada katoda
dan endapan I2 pada anoda.
3. Jenis Elektroda
Ada 2 jenis elektoda yaitu elektroda inert (tidak ikut bereaksi) dan
elektroda non-inert (yang sering ikut bereaksi). Contoh elektroda inert adalah Pt,
Au, dan grafit (C). Logam-logam lain umumnya termasuk elektroda non-inert.
Misalnya bila pada elektrolisis H2O (dengan sedikit asam sulfat) dengan
menggunakan elektroda Pt akan menghasilkan gas oksigen dan gas hidrogen.
Sedangkan bila digunakan elektroda Cu terutama anoda Cu, logam ini akan
melarut atau teroksidasi menjadi Cu+2.
4. Tegangan Listrik yang Dialirkan
Bila mengelektrolisis dengan tegangan sumber arus lebih kecil dari 0,1
volt maka listrik tidak akan mengalir. Hal ini disebabkan karena tahanan dalam
larutan yang lebih besar daripada daya listrik. Tetapi bila tegangan listrik
ditinggikan sedikit demi sedikit maka arus akan mengalir dan elektrolisis terjadi.
Besarnya tegangan arus listrik minimum untuk melangsungkan reaksi elektrolisis
disebut potensial urai (decomposition potential) untuk elektrolit yang
berhubungan.
5. Aspek Kuantitatif dari Elektrolisis
Dalam industri proses elektrolisis banyak digunakan. Khususnya dalam
pemurnian logam. Aspek kuantitatif dari elektrolisis terutama dikembangkan oleh
Faraday. Pada tahun 1983, Michael Faraday seorang ahli sains berkebangsaan
Inggris menemukan bahwa selama elektrolisis jumlah zat yang dihasilkan pada
elektroda-elektroda berbanding lurus dengan jumlah listrik yang dialirkan dalam
larutan dan apabila sejumlah listrik dialirkan melalui larutan elektrolit yang
berbeda, massa zat yang terbentuk pada elektroda-elektroda berbanding lurus
dengan massa ekuivalennya (massa atom dibagi dengan muatan ionnya atau
valensinya).

2.4 Sel Volta


Sel Volta merupakan sel elektrokimia yang menghasilkan energi listrik
diperoleh dari reaksi kimia yang berlangsung spontan. Beberapa literatur
14

menyebutkan juga bahwa sel volta sama dengan sel galvani. Elektroda yang
melepaskan elektron dinamakan anoda sedangkan elektroda yang menerima
elektron dinamakan katoda. Menurut Syukuri (1999) sebuah sel selalu terdiri
dari :
1. Anoda
Anoda adalah salah satu dari jenis elektroda yang dapat berupa polaritas
positif atau polaritas negatif tergantung pada jenis selnya. Anoda sebagai
elektroda tempat berlangsungnya reaksi oksidasi.
2. Katoda
Katoda adalah tempat terjadinya reduksi atau penguatan elektron yang
secara polaritas positif atau negatifnya sehingga dalam perangkat listrik
terpolarisasi tempat arus mengalir keluar. Katoda sebagai elektroda tempat
berlangsungnya reaksi reduksi.
3. Larutan elektrolit
larutan ionik dapat menghantarkan arus, larutan ionik dianggap seperti
resistor dalam suatu sirkuit atau lingkaran maka ukuran dari sifat-sifat
larutan adalah tahanan R, (atau ekuivalen dengan konduktan L) mengikuti
hukum Ohm.

2.4.1 Potensial Elektroda


Menurut Triwibowo dan Catur (2017), dalam potensial elektroda terdapat
suatu deret vola. Deret volta adalah deret elektrokimia atau kereaktifan logam
yang menunjukkan nilai potensial elektroda standar logam (E0). Salah satu metode
untuk mencegah korosi antara lain dengan menghubungkan logam (misalnya besi)
dengan logam yang letaknya lebih kiri dari logam tersebut dalam deret volta
(misalnya magnesium) sehingga logam yang mempunyai potensial elektroda yang
lebih negatif yang akan mengalami oksidasi. Metode pencegahan karat disebut
perlindungan katodik. Contoh lain dari perlindungan katodik adalah pipa besi,
tiang telepon, dan berbagai barang lain yang dilapisi dengan zink, atau disebut
galvanisasi. Sifat deret volta adalah semakin ke kanan, logam semakin mudah
tereduksi (nilai E0 semakin positif) dan semakin ke kiri, logam semakin mudah
teroksidasi (nilai E0 semakin negatif). Berikut deret volta yang dimaksud adalah:
15

Tabel 2.2 Deret Volta


Logam (E0) Logam (E0)
Li -3,04 Co -0,28
K -2,92 Ni -0,28
Ba -2,90 Sn -0,14
Ca -2,87 Pb -0,13
Na -2,71 H 0,00
Mg -2,37 Sb +0,20
Al -1,66 Bi +0,30
Mn -1,18 Cu +0,34
(H2O) -0,83 Hg +0,79
Zn -0,76 Ag +0,80
Cr -0,74 Pt +1,18
Fe -0,44 Au +1,52
Cd -0,40
(Sumber: Triwibowo dan Catur, 2017)
Pada proses elektrokimia, berlangsungnya suatu reaksi sangat bergantung
pada potensial sel yang diperlukan pada reaksi tersebut. Potensial sel merupakan
beda potensial yang terjadi pada kedua elektroda. Potensial dapat ditentukan
dengan cara mengukur potensial listrik yang timbul dari penggabungan dua reaksi
setengah sel menggunakan voltmeter atau potensiometer. Potensial sel juga dapat
ditentukan dengan cara menghitung selisih potensial elektroda yang digunakan.
Kebutuhan potensial sel pada proses elektrolisis dipengaruhi oleh beberapa faktor,
di antaranya potensial sel teoritis, pengaruh rapat arus, potensial lebih, hambatan
dari larutan elektrolit, dan jarak antar elektroda (Prianto, 2008).
Dalam sel galvani atau sel volta arus listrik terjadi sebagai hasil dari aliran
elektron dari elektroda negatif ke elektroda positif melalui kawat konduktor. Gaya
dari gerak elektron melalui kawat konduktor tesebut disebut gaya gerak listrik
atau gaya elektromotif yang diukur dengan satuan volt (V). Apabila gaya
elektromotif besarnya sama dengan 1 Volt berarti bahwa gerak elektron sebesar 1
coulomb (C) dapat melakukan gaya sebesar 1 joule (J). Dari pengukuran besarnya
perbedaan potensial dengan menggunakan voltmeter pada sel galvani yang
menggunakan elektroda Zn dan Cu diatas yaitu konsentrasi larutan tersebut sama
dengan 1 Molar (1 M) diperoleh perbedaan potensial elektroda sama dengan 1,10
volt. Perbedaan potensial tersebut disebut potensial sel. Karena dilakukan pada
suhu 25oC dan dengan konsentrasi larutan 1M maka disebut pula dengan potensial
sel standar atau
16

dinyatakan dengan simbol E0sel. Jadi potensial sel standar (E0sel) adalah beda
potensial listrik antara anoda dan katoda pada sel galvani atau sel volta yang
diukur dalam keadaan standar dan tidak dipengaruhi oleh koefisien reaksi.
Potensial sel standar dapat dihitung sebagai berikut (Triwibowo dan Catur, 2017) :
E0sel= E0katoda – E0anoda....................................................................(2.8)
Nilai potensial sel standar menunjukkan: (Triwibowo dan Catur, 2017)
1. Tegangan yang dihasilkan sel.
2. Jika nilai E0sel > 0, maka reaksi sel spontan (berlangsung).
3. Jika nilai E0sel ≤ 0, maka reaksi sel tidak spontan (tidak berlangsung).
Dapat terjadi karena penempatan anoda dan katoda tidak mengacu pada
deret volta.

Gambar 2.3 Sel Volta (Prianto, 2008)

2.4.2 Kegunaan Sel Volta


Menurut Riyanto (2012), kegunaan sel volta sebagai berikut:
1. Baterai Kering (Sel Leclanche)
Baterai kering sering digunakan untuk alat-alat elektronik kecil dan tidak
dapat diisi ulang. Baterai kering bersifat asam. Sel leclanche tidak dapat diisi
ulang, sehingga disebut sel primer. Baterai kering (sel lechlance) terdiri atas suatu
silinder seng sebagai anode dan batang karbonsebagai katode. Silinder diisi pasta
yang terdiri atas campuran batu kawi (MnO2), salmiak(NH4Cl), sedikit air, dan di
tengah jembatan garam itu diletakkan batang karbon. Karena karbon merupakan
elektroda inert (sukar bereaksi), jembatan garam berfungsi sebagai oksidator
(katoda).
2. Baterai Alkalin
Baterai merupakan suatu sel listrik, suatu alat yang dapat menghasilkan
listrik dari reaksi kimia. Baterai terdiri dari dua atau lebih sel yang dihubungkan
17

secara urut atau paralel. Suatu sel terdiri dari suatu elektroda negatif, elektrolit
untuk menghantarkan ion, suatu pemisah, juga suatu ion penghantar dan elektroda
positif. Elektrolit berupa cairan (terdiri dari air), pasta alkalin atau bentuk padat.
Ketika sel dihubungkan dengan beban eksternal atau alat berenergi mesin,
elektroda negatif memberikan arus elektron dan diterima oleh elektroda positif.
3. Baterai Perak Oksida
Baterai perak oksida umumnya merupakan lempengan dan digunakan pada
jam tangan, kalkulator atau kamera.
4. Baterai Litium dan Baterai Litium-Ion
Baterai litium dan baterai litium-ion banyak digunakan karena dapat
menghasilkan tegangan yang lebih besar dari baterai-baterai sebelumnya. Untuk
cara kerja baterai lithium-Ion anoda dan katoda baterai lithium-ion terbuat dari
karbon dan oksida lithium. Sedangkan elektrolit terbuat dari garam lithium yang
dilarutkan dalam pelarut organik. Bahan pembuat anoda sebagian besar
merupakan grafit sedangkan katoda terbuat dari salah satu bahan berikut: lithium
kobalt oksida (LiCoO2), lithium besi fosfat (LiFePO4), atau lithium oksida mangan
(LiMn2O4).
5. Sel Bahan Bakar
Salah satu sel bahan bakar adalah sel berbahan bakas gas hydrogen. Sel
bahan bakar berbahan gas hidrogen dikenal dengan Hydrogen Fuel Cells (HFC).
Sel bahan bakar menghasilkan energi listrik secara langsung dalam sel volta.
Prinsipnya adalah menghasilkan energi dari reaksi kimia dengan kecepatan tinggi.
Sel volta menggunakan bahan bakar konvensioanal seperti gas H 2 dan CH4
sehingga dinamakan sel bahan bakar.
BAB III

METODOLOGI PERCOBAAN
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat yang digunakan
Adapun alat yang digunakan pada percobaan ini sebagai berikut:
1. Penjepit
2. Kertas Saring
3. Kabel Penjepit
4. Kertas Amplas
5. Amperemeter
6. Hot Plate
7. Gelas ukur 100mL
8. Gelas Piala 100 mL
9. Gelas Piala 250 mL
10. Labu ukur 100 mL
11. Labu ukur 250 mL
12. Pipet Tetes
13. Lembaran seng dan tembaga
14. Sumber arus DC
15. Tisu
16. Termometer
17. Stopwatch
18. Neraca Analitik
3.1.2 Bahan yang digunakan

Adapun bahan yang digunakan pada percobaan ini sebagai berikut:


1. Kristal NaCl
2. Kristal NaOH
3. KNO3
4. CuSO4. 5H2O 1,0 M
5. ZnSO4. 7H2O 1,0 M
6. Akuades

18
19

3.2 Prosedur Percobaan

3.2.1 Elektrolis untuk Menentukan Bilangan Avogrado

1. Larutan A disiapkan (larutan A terdiri dari 25 gram NaCl dan 0,25 gram
NaOH dalam 250 mL akuades)
2. Dua buah lempeng tembaga yang akan digunakan sebagai elektroda,
dibersihkan menggunakan amplas.
3. Salah satu elektroda digunakan sebagai anoda. Elektroda tersebut
ditimbang pada neraca analitik.
4. Kedua elektroda dicelupkan ke dalam 80 mL larutan pada gelas piala dan
rangkaian listrik disusun seperti pada Gambar 3.1.
5. Larutan A pada gelas piala dipanaskan hingga suhu 80°C dan suhu dijaga
konstan.
6. Aliran listrik dihubungkan melalui larutan saat suhu sudah konstan 80°C
dan waktu dicatat menggunakan stopwatch. Arus listrik dijaga konstan
pada 1,5 A.
7. Aliran listrik dimatikan setelah 10 menit dan anoda dibersihkan dengan
serta dikeringkan dengan tisu, kemudian ditimbang dengan neraca analitik
3.2.1 Mengukur GGL Sel dan Menguji Persamaan Nernst
1. Lembaran tembaga dan seng disiapkan. Permukaan logam dibersihkan
dengan kertas amplas.
2. Larutan jenuh KNO3 disiapkan sebagai jembatan garam, selembar kertas
saring digulung dan direkatkan dengan menggunakan selotip.
3. Kertas saring direndam dalam larutan KNO3
4. Larutan CuSO4 1,0 M dan ZnSO4 1,0 M dimasukkan ke dalam gelas piala
sebanyak 40 mL. Elektroda dicelupkan dan dirangkai seperti pada Gambar
3.2.
5. Kertas saring yang sudah disiapkan dan kedua ujung gulungan dicelupkan
ke dalam larutan pada kedua gelas piala.
6. Nilai GGL diamati melalui amperemeter.
7. Larutan CuSO4 0,5 M disiapkan dengan pengenceran CuSO4 1,0 M pada
labu ukur 100 mL.
20

8. Elektroda dicuci dan diamplas. Jembatan garam dari kertas saring diganti
dengan yang baru.
9. Prosedur (7) diulangi untuk larutan CuSO4 0,8 M, 0,4 M, 0,08 M, dan 0,04
M.

3.3 Rangkaian Alat


Adapun rangkaian alat pada percobaan ini terdapat pada gambar sebagai
berikut:

Gambar 3.1 Rangkaian Alat Elektrolisis

Gambar 3.2 Rangkaian Alat GGL Sel


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Percobaan
Adapun pengamatan dan hasil dari percobaan ini sebagai berikut:
Tabel 4.1 Hasil Percobaan Elektrolisis untuk Menentukan Bilangan Avogadro
Parameter Hasil
Massa anoda awal 7,52 gram
Massa anoda akhir 7,49 gram
Perubahan berat anoda 0,38
Aliran listrik 4,5 A
Waktu percobaan 10 menit

Tabel 4.2 Hasil Percobaan Mengukur GGL Sel dan Menguji Persamaan Nernst
Larutan pada anoda Larutan pada katoda Esel
Zn/Zn2+ (M) Cu/Cu2+ (M) (volt)
1,0 1,0 0,678
1,0 0,1 0,636
1,0 0,01 0,619
1,0 0,01 0,630
1,0 0,001 0,616

4.2 Pembahasan
4.2.1 Elektrolisis untuk Menentukan Bilangan Avogadro
Pada percobaan ini dilarutkan 25 gram NaCl dan 0,25 gram NaOH di
dalam 250 mL akuades (Larutan A) sebagai larutan elektrolit. Proses elektrokimia
membutuhkan media penghantar sebagai tempat terjadinya pertukaran elektron
dalam suatu sistem reaksi yang dinamakan larutan (Harahap, 2016). Lempengan
tembaga sebanyak 2 lembar sebagai elektroda pada percobaan. Lempengan
dibersihkan sebelum digunakan, kemudian ditimbang dan ditentukan anoda dan
katoda dari kedua lempengan tembaga tersebut. Elektroda dihubungkan pada
adaptor dan sumber listrik. Adaptor berfungsi untuk mempertahankan arus listrik
sehingga stabil. Alat dirangkai dan elektroda dicelupkan ke dalam larutan A.
Larutan dipanaskan hingga suhu konstan 80℃. Larutan dialiri arus listrik dengan
kuat arus sebesar 4,5 A selama 10 menit.

21
22

Proses elektrolisis dimulai dengan dialirkan arus listrik searah dari sumber
tegangan listrik. Elektron dari kutub negatif akan mengalir menuju ke katoda.
Pada proses elektrolisis, elektroda dialiri arus listrik searah (DC) dan terjadi
proses reduksi oksidasi, karena terbentuk senyawa pada elektrolit yang terurai
membentuk ion-ion sehingga menghasilkan gas (Fitriyanti, 2021). Setelah 10
menit arus listrik dihentikan dan tembaga yang sudah dibersihkan ditimbang.
Perubahan berat anoda pada reaksi elektrolisis.
Pada anoda terjadi reaksi oksidasi, yaitu anion (ion negatif) ditarik oleh
anoda sehingga jumlah elektronnya berkurang atau bilangan oksidasinya
bertambah. Pada katoda terjadi reaksi reduksi, yaitu kation (ion positif) ditarik
oleh katoda dan menerima tambahan elektron, sehingga bilangan oksidasinya
berkurang (Harahap, 2016). Pada percobaan ini, terjadi reaksi pada tembaga
sebagai berikut:
Anoda : Cu(s) → Cu+(aq) + e- ...............................................................................(4.1)
Katoda : Cu+(aq) + e- → Cu(s)...............................................................................(4.2)
Pada percobaan ini, selama proses elektrolisi terbentuk endapan berwarna
jingga kemerahan dan terdapat sedikit gelembung gas. Terbentuknya endapan
berwarna jingga kemerahan disebabkan oleh reaksi oksidasi tembaga di anoda
menjadi Cu+ sehingga membentuk Cu2O dan gelembung gas H2 yang dihasilkan
terbentuk karena reaksi reduksi pada katoda.

4.2.2 Mengukur GGL Sel dan Menguji Persamaan Nernst


Persamaan Nernst adalah suatu persamaan yang menghubungkan potensial
reduksi dari suatu reaksi elektrokimia (reaksi setengah sel atau sel penuh) dengan
potensial elektroda standar, suhu, dan aktivitas (terkadang didekati dengan
konsentrasi) dari spesi kimia yang mengalami reduksi dan oksidasi (Riyanto,
2012). Pada percobaan ini digunakan tembaga dan seng sebagai elektroda. Kedua
lempengan elektroda dibersihkan. Jembatan garam disiapkan dari larutan KNO3
dan kertas saring digunakan sebagai jembatan yang mengandung larutan KNO3.
Fungsi jembatan garam dalam sel volta adalah menjaga keseimbangan jumlah
kation dan anion dalam larutan. Syarat dari zat yang digunakan sebagai jembatan
23

garam adalah zat yang tidak bereaksi dengan elektrolit yang digunakan dalam
pengukuran potensial sel (Permana, 2009).
Elektrolit yang digunakan pada percobaan ini yaitu 1 M larutan CuSO 4 dan
1 M larutan ZnSO4. Larutan yang digunakan masing-masing sebanyak 40 mL di
dalam gelas piala. Rangkaian alat amperemeter disusun dan dihubungkan dengan
elektroda. Jembatan garam untuk menghubungkan kedua larutan disusun sehingga
kedua ujungnya tercelup ke dalam kedua gelas piala. Kemudian diamati nilai E sel
yang terdapat pada amperemeter. Percobaan dilakukan dengan variasi konsentrasi
larutan CuSO4 yaitu 1 M, 0,1 M, 0,01 M, dan 0,001 M,0,0001 M.

Gambar 4.1 Grafik Konsentrasi CuSO4 vs E Sel


Pada grafik dapat diketahui bahwa konsentrasi CuSO4 mempengaruhi nilai
E sel. Semakin kecil konsentrasi CuSO4 yang digunakan maka semakin kecil juga
nilai E sel yang terdapat pada larutan. Pada percobaan dengan konsentrasi CuSO 4
1 M; 0,1 M; 0,01 M; 0,001 M; dan 0,0001 M berturut-turut menghasilkan Esel
sebesar 0,678 volt; 0,636 volt; 0,619 volt; 0,630 volt; dan 0,616 volt. materi dari
konsentrasi tinggi ke konsentrasi yang lebih rendah. Sehingga penurunan
konsentrasi CuSO4 yang dilakukan pada sel percobaan mengakibatkan perbedaan
potensial yang semakin menurun. Hal ini juga sesuai dengan persamaan Nernst
dimana pada persamaan Nernst, bentuk tereduksi berbanding lurus dengan E
(volt). Pada percobaan ini, Cu mengalami reduksi. Perubahan aktivitas elektron
pada Cu berbanding lurus dengan konsentrasi. Berdasarkan percobaan dan teori,
dapat diketahui bahwa semakin besar nilai konsentrasi dari senyawa yang
mengalami reduksi, maka akan semakin besar pula nilai E-nya (Suyatna, 2013).
Pada
24

percobaan ini logam Zn akan melepaskan elektron menjadi Zn 2+ sehingga logam


Zn mengalami oksidasi. Cu2+ pada larutan akan menerima elektron dan menjadi
Cu sehingga logam Cu mengalami reduksi. Hal tersebut yang menyebabkan
perubahan pada nilai E sel yang dihasilkan. Reaksi yang terjadi sebagai berikut:
Anoda: Zn → Zn2+ + 2e......................................................................................(4.3)
Katoda: Cu2+ + 2e → Cu.....................................................................................(4.4)
Reaksi total: Zn(s) + Cu2+(aq) → Zn2+(aq) + Cu(s).....................................................(4.5)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari percobaan elektrokimia ini adalah:
1. Pada percobaan elektrolis, elektroda yang berperan sebagai anoda
mengalami penurunan massa karena anoda melepas electron. Hal ini dapat
dibuktikan dari berkurangnya berat elektroda dari 7,52 gram menjadi 7,49
gram.

2. Nilai E sel yang diperoleh dari berbagai variasi konsentrasi CuSO 41 M; 0,1
M; 0,01 M; 0,001 M; 0,0001 M dan ZnSO 4 1 M yaitu 0,678 V; 0,636 V;
0,619 V; 0,630 V; dan 0,572 V.

3. GGL yang didapatkan dari hasil percobaan elektrokimia dengan


memvariasikan CuSO 4.5 H 2 O yang semakin encer adalah 0,692 V; 0,672
V; 0,685 V; 0,616 V. Semakin rendah konsentrasi suatu larutan, maka
akan semakin rendah gaya gerak listrik yang dihasilkan.

5.2 Saran
Adapun saran dari percobaan ini sebagai berikut:
1. Elektroda yang digunakan sebaiknya diamplas hingga bersih dan bebas
dari zat pengotor agar nilai E sel yang didapat akurat.
2. Sebaiknya menggunakan adaptor dengan hati-hati agar penghubung kabel
dan penjepit tidak terlepas atau putus pada saat percobaan sehingga
percobaan berjalan lancar.

25
DAFTAR PUSTAKA

Atikah. 2016. Penurunan Kadar Fenol Dalam Limbah Cair Industri Tenun
Songket Dengan Proses Elektrokoagulasi. Jurnal Redoks. 1(2).
Bird, T. 1993. Kimia Fisik Untuk Univesritas. Jakarta: Gramedia Pustaka
Brady, James, E. 1999. Kimia Universitas Asas dan Struktur. Jakarta: Binarupa
Aksara.
Fitriyanti. 2021. Pengaruh Luas Permukaan Elektroda Dengan Penambahan Pwm
Controller Terhadap Efisiensi Produksi Gas Hidrogen pada Proses
Elektrolisis. Jurnal Sains Fisika. 1(1).
Harahap, R., M. 2016. Sel Elektrokimia: Karakteristik dan Aplikasi. Circuit. 2(1).
Haryono, E., H. 2019. Kimia Dasar. Yogyakarta: Deepublis.
Mendera, I., G. 2020. Reaksi Reduksi dan Oksidasi. Palembang: Kementrian
Pendidikan dan kebudayaan.
Oxtoby, D., W. 2001. Prinsip-Prinsip Kimia Modern, Ed. Ke4. Jilid. 1. Jakarta:
Erlangga.
Permana, Ivan. 2009. Kimia. Jakarta : Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan
Nasional.
Pratiwi, Rizki Rachman. 2014. Pengolahan Air Lindi Menggunakan
Elektrokoagulasi Dengan Elektroda Logam. Diploma thesis. UIN Sunan
Gunung Djati Bandung.
Prianto, Bayu. 2008. Penentuan Potensial Sel Teoritis Proses Elektrolisis Natrium
Klorida Menjadi Natrium Perklorat. Jurnal Teknologi Dirgantara. 6 (7).
Putri, A., R. dan Maruf, A. 2018. Energi Alternatif dengan Menggunakan Reaksi
Elektrokimia. Jurnal Ilmiah Penelitian dan Pembelajaran Informatika.
3(1).
Putri, L. M. A., Trapsilo, P., dan Bambang, S. 2017. Pengaruh Konsentrasi
Larutan Terhadap Laju Kenaikan Suhu Larutan. Jurnal Pembelajaran
Fisika. 6(2).
Rahmawati, F. 2013. Elektrokimia Transformasi Energi Kimia
Listrik.Yogyakarta: Erlangga .
Rivai, Harrizul. 1995. Asas Pemeriksaan Kimia. Jakarta: UI-Press
Riyanto. 2012. Elektrokimia dan Aplikasinya. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Roni, K. A. dan Netty, H. 2020. Kimia Fisika II. Pelembang: Rafah Press UIN
Raden Fatah.
Sukmawati, Wati. 2020. Redoks dan Elektrokimia. Yogyakarta: Bintang Pustaka
Madani.
Svehla, G. 1985. Buku teks analisis anorganik kualitatif makro dan semimikro.
Jakarta: Kalman Media Pusaka.
Syukri. 1999. Kimia Dasar 2. Bandung: Penerbit ITB. 
Triwibowo, B. dan Catur, R., W. 2017. Bidang Keahlian Teknologi Rekayasa.
Jakarta: Kementrian Pendidikan dan kebudayaan.
Utami, B., Agung, N., Catur S., Lina M., Sri Y., dan Bakti M. 2009. KIMIA.
Jakarta: Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional.
Wiyati, Arni. 2020. Kimia Sel Elektrolisis. Surabaya: Kementrian Pendidikan dan
kebudayaan.

22
22

Anda mungkin juga menyukai