Elektrokimia
Oleh:
Kelompok VII Kelas C
Asisten:
Irfan Alfandi
Dosen Pengampu:
Sri Rezeki Muria, S.T., M.P., M.Sc
Puji syukur penulis ucapkan kehadiran Allah SWT atas segalah limpahan
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan
Praktikum Kimia Fisika yang disusun berdasarkan pengalaman kuliah dan sebuah
pemikiran dari pembimbing dosen Kimia Fisika dan beberapa teman. Penulis
dapat menyelesaikan Laporan Pratikum Kimia Fisika ini tidak terlepas dari doa
dan dorongan semangat serta perhatian yang didapat dari saudara-saudara, dan
asisten laboratorium telah membimbing penulis serta telah banyak menyumbang
hasil pemikiran serta memberi bantuan kepada penulis sehingga penulis dapat
menyelesaikan Tugas Laporan Kimia Fisika dengan selesai.
Penulis menyadari bahwa Laporan Praktikum Kimia Fisika ini jauh dari
kesempurnaan, mempunyai kesalahan dan kekurangan, kritik dan saran
membangun dikemudian hari sangat menyenangkan hati dan nurani penulis. Akhir
kata penulis berharap semoga laporan Praktikum Kimia Fisika ini dapat
memberikan sumber informasi dan pikiran yang dapat membantu kita dalam
menempuh program studi.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................................ii
DAFTAR TABEL.................................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR.............................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................1
1.1 Latar Belakang..........................................................................................1
1.2 Tujuan Percobaan.....................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................3
2.1 Elektrokimia ............................................................................................3
2.2 Larutan......................................................................................................4
2.2.1 Klasifikasi Larutan...........................................................................6
2.2.2 Kelarutan..........................................................................................7
2.3 Sel Elektrolisis..........................................................................................8
2.3.1 Elektroda........................................................................................11
2.3.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Elektrolisis............................12
2.4 Sel Volta.................................................................................................13
2.4.1 Potensial Elektroda........................................................................14
2.4.2 Kegunaan Sel Volta.......................................................................16
BAB III METODOLOGI PERCOBAAN..........................................................18
3.1 Alat dan Bahan.......................................................................................18
3.1.1 Alat yang digunakan......................................................................18
3.1.2 Bahan yang digunakan...................................................................18
3.2 Prosedur Percobaan................................................................................19
3.2.1 Elektrolis untuk Menentukan Bilangan Avogrado.........................19
3.2.2 Mengukur GGL Sel dan Menguji Persamaan Nernst.....................19
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................20
4.1 Hasil......................................................................................................20
4.2 Pembahasan...........................................................................................20
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN............................................................23
5.1 Kesimpulan............................................................................................23
5.2 Saran......................................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................25
LAMPIRAN A LAPORAN SEMENTARA
LAMPIRAN B PERHITUNGAN
LAMPIRAN C TUGAS
LAMPIRAN D DOKUMENTASI
ii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Contoh Larutan Biner..............................................................................5
Tabel 2.2 Deret Volta............................................................................................14
iii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Bentuk Molekuler Proses Pelarutan....................................................7
Gambar 2.2 Sel Elektrolisis....................................................................................9
Gambar 2.3 Sel Volta...........................................................................................15
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1
kehidupan sehari-hari. Proses sel elektrolisis biasanya juga digunakan dalam
metode pembuatan gas oksigen, hidrogen, dan gas klorin di laboratorium.
Elektrokimia juga bermanfaat untuk proses memurnikan logam yang kotor,
dengan cara menempatkan logam yang kotor pada anoda sementara logam murni
pada katoda (Kamelia,2015). Oleh karena itu dilakukan percobaan elektrokimia
agar dapat mengetahui dan menentukan bilangan Avogadro (N0) secara
elektrolisis, Menyusun dan mengukur GGL sel elektrokimia, Mencoba menguji
persamaan Nernst.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Elektrokimia
Elektrokimia adalah ilmu kimia yang mempelajari transfer elektron dalam
media penghantar listrik (elektroda). Elektroda terdiri dari elektroda positif dan
elektroda negatif. Hal ini dikarenakan elektroda dialiri arus listrik sebagai
sumber energi saat terjadi pertukaran elektron. Konsep elektrokimia didasarkan
pada reaksi reduksi-oksidasi (redoks) dan larutan elektrolit. Reaksi redoks adalah
kombinasi reaksi reduksi dan oksidasi yang terjadi secara bersamaan. Reaksi
reduksi melibatkan peristiwa penangkapan elektron, sedangkan reaksi oksidasi
merupakan peristiwa pelepasan elektron yang terjadi pada media pengantar dalam
sel elektrokimia (Harahap, 2016).
Proses elektrokimia membutuhkan media pengantar sebagai tempat
terjadinya serah terima elektron dalam suatu sistem reaksi yang dinamakan
larutan. Larutan dapat dikategorikan menjadi tiga bagian yaitu larutan elektrolit
kuat, larutan elektrolit lemah dan larutan bukan elektrolit. Larutan elektrolit kuat
merupakan larutan yang mengandung ion-ion terlarut yang dapat mengantarkan
arus listrik sangat baik sehingga proses pertukaran elektron berlangsung cepat dan
energi yang dihasilkan relatif besar. Sedangkan larutan elektrolit lemah
merupakan larutan yang mengandung ion-ion terlarut cenderung terionisasi
sebagian sehingga dalam proses pertukaran elektron relatif lambat dan energi
yang dihasilkan kecil. Namun demikian proses elektrokimia tetap terjadi. Untuk
larutan bukan elektrolit, proses pertukaran elektron tidak terjadi. Pada proses
elektrokimia tidak terlepas dari logam yang dicelupkan pada larutan disebut
elektroda yang terdiri dari katoda dan anoda (Harahap, 2016).
Potensial elektrokimia (μ), dan potensial elektron (μe) diperkenalkan untuk
mengkarakterisasi proses yang melibatkan jenis pembawa muatan. Elektrokimia
potensial dapat digunakan untuk menentukan perbedaan potensial galvani antara
dua fasa dalam kesetimbangan, sebagai contoh yang sangat sederhana antara dua
fasa logam yang berbeda. Pembentukan lapisan ganda listrik pada antarmuka
dan keduanya logam serta perbedaan potensial galvani yang sesuai, yang disebut
3
4
tegangan kontak. Namun, yang lebih penting untuk pengaplikasian dalam sel
galvani adalah perbedaan potensial galvani antara elektroda logam dan elektrolit.
Potensi elektrokimia dan ketergantungan komposisi yang mungkin untuk
menggambarkan reaksi transfer muatan yang mendasarinya dan menurunkan
persamaan nernst. (Rüffler, 2015).
Setiap kombinasi dari dua setengah sel menghasilkan sel galvani. Sel
atau tegangan sel pada kesetimbangan, dapat dinyatakan dengan persamaan
Nernst, yang memprediksi gaya penggerak kimiawi, konstanta kesetimbangan,
dan sifat termodinamika lain dari reaksi kimia. Beberapa sel galvani yang penting
secara teknologi kemudian menghasilkan energi yang dapat digunakan melalui
reaksi kimia spontan yang terjadi di dalamnya, teknik potensiometri, dan titrasi
potensiometri yang sesuai. Metode elektroanalitik ini menggunakan
ketergantungan konsentrasi tegangan sel reversibe (bolak-balik) untuk analisis
kuantitatif ion. (Rüffler, 2015).
2.2 Larutan
Zat merupakan sesuatu yang memiliki massa dan menempati ruang. Zat
tersusun atas partikel yang sangat kecil yang tidak dapat dilihat dengan mata saja.
Susunan dan sifat partikel setiap zat berbeda-beda. Susunan dan sifat partikel
sangat menentukan wujud zat. Zat cair mempunyai sifat serta bentuk yang
berubah-ubah dan volumenya tetap. Sifat suatu larutan sangat dipengaruhi oleh
susunan komposisinya. Komposisi larutan dapat dinyatakan dengan konsentrasi
larutan yang menunjukkan perbandingan jumlah zat terlarut terhadap pelarut,
untuk jumlah terlarut yang berbeda pada setiap larutan, maka dibutuhkan energi
panas yang berbeda pula, yang nantinya akan mempengaruhi titik didih larutan
tersebut. Titik didih suatu larutan merupakan suhu larutan pada saat tekanan uap
jenuh larutan itu sama dengan tekanan udara luar (tekanan yang diberikan pada
permukaan cairan) (Putri dkk., 2017).
Larutan adalah campuran homogen dua zat atau lebih yang saling
melarutkan dan masing-masing zat penyusunnya tidak dapat dibedakan lagi secara
fisik. Larutan merupakan campuran homogen yang terdiri dari dua zat atau lebih.
Suatu larutan terdiri dari zat terlarut (solute) dan pelarut (solvent). Zat yang
jumlahnya banyak biasanya disebut pelarut, sementara zat yang jumlahnya sedikit
5
disebut zat terlarut. Campuran yang dapat saling melarutkan satu lama lain
dalam segala perbandingan dinamakan larutan miscible. Udara merupakan larutan
miscible. Jika dua cairan yang tidak bercampur membentuk dua fasa dinamakan
cairan immiscible (Yusuf, 2019).
Campuran zat-zat yang homogen disebut larutan, yang memiliki
komposisi merata atau selalu sama di seluruh bagian volumenya. Suatu larutan
dengan jumlah maksimum zat pelarut pada temperatur tertentu disebut larutan
jenuh. Sebelum mencapai titik jenuh, disebut larutan tidak jenuh. Sedangkan suatu
keadaan dengan zat terlarut lebih banyak dari pada pelarut disebut larutan lewat
jenuh. Banyaknya zat terlarut yang dapat menghasilkan larutan jenuh, dalam
jumlah tertentu pelarut pada temperatur konstan disebut kelarutan. Kelarutan
suatu zat tergantung pada sifat zat tersebut, molekul pelarut, temperatur, dan
tekanan. Larutan dapat mengandung banyak komponen, akan tetapi pada
dipercobaan ini dibatasi hanya larutan dengan dua komponen yaitu larutan biner,
komponen dari larutan biner yaitu zat terlarut dan pelarut, yang terdapat pada
Tabel 2.1 (Haryono, 2019).
2.2.2 Kelarutan
Kelarutan adalah kuantitas maksimal suatu zat kimia terlarut (solute) untuk
dapat larut pada pelarut tertentu membentuk larutan homogen. Kelarutan suatu zat
dasarnya sangat bergantung pada sifat fisika dan kimia solute dan pelarut pada
suhu, tekanan dan pH larutan. Secara luas kelarutan suatu zat pada pelarut tertentu
merupakan suatu pengukuran konsentrasi kejenuhan dengan cara menambahkan
8
sedikit demi sedikit solute pada pelarut sampai solute tersebut mengendap (tidak
dapat larut lagi) (Roni dan Netty., 2020).
Menurut Roni dan Netty (2020), faktor-faktor yang mempengaruhi
kelarutan antara lain sebagai berikut:
a. Jenis Zat
Zat-zat dengan struktur kimia yang mirip umumnya dapat saling
bercampur dengan baik, sedangkan zat-zat yang struktur kimianya berbeda
Gambar 2.1 Bentuk Molekuler Proses Pelarutan (Roni dan Netty, 2020)
umumnya kurang dapat saling bercampur (like dissolves like). Senyawa yang
bersifat polar akan mudah larut dalam pelarut polar, sedangkan senyawa nonpolar
akan mudah larut dalam pelarut nonpolar. Contohnya alkohol dan air bercampur
sempurna (completely miscible), air dan eter bercampur sebagian (partially
miscible), sedangkan minyak dan air tidak bercampur (completely immiscible).
b. Temperatur
Kelarutan gas umumnya berkurang pada temperatur yang lebih tinggi.
Misalnya jika air dipanaskan, maka timbul gelembung-gelembung gas yang keluar
dari dalam air, sehingga gas yang terlarut dalam air tersebut menjadi berkurang.
Kebanyakan zat padat kelarutannya lebih besar pada temperatur yang lebih tinggi.
Ada beberapa zat padat yang kelarutannya berkurang pada temperatur yang lebih
tinggi, misalnya natrium sulfat dan serium sulfat. Pada larutan jenuh terdapat
kesetimbangan antara proses pelarutan dan proses pengkristalan kembali. Jika
proses pelarutan bersifat endoterm, maka kelarutannya bertambah pada temperatur
9
yang lebih tinggi. Sebaliknya jika proses pelarutan bersifat eksoterm, maka
kelarutannya berkurang pada suhu yang lebih tinggi.
c. Tekanan
Perubahan tekanan pengaruhnya kecil terhadap kelarutan zat cair atau
padat. Kelarutan gas sebanding dengan tekanan parsial gas itu. Menurut hukum
Henry, massa gas yang melarut dalam sejumlah tertentu cairan (pelarutnya)
berbanding lurus dengan tekanan yang dilakukan oleh gas itu (tekanan parsial),
yang berada dalam kesetimbangan dengan larutan itu. Contohnya kelarutan
oksigen dalam air bertambah menjadi 5 kali jika tekanan parsial-nya dinaikkan 5
kali. Hukum ini tidak berlaku untuk gas yang bereaksi dengan pelarut, misalnya
HCl atau NH3 dalam air.
Elektroda ada dua macam, yaitu inert (sangat sukar bereaksi) dan non-inert
(bereaksi). Elektroda inert meliputi Karbon (C), Emas (Au), dan Platina (Pt).
Elektroda inert tidak akan ikut teroksidasi di anoda. Contoh elektroda non-inert
seperti : tembaga (Cu), seng (Zn), besi (Fe), dan lain-lain.
3. Elektrolit
Elektrolit adalah zat yang dapat menghantarkan listrik, dapat berupa
lelehan atau larutan. Elektrolit yang dimaksud bisa berupa asam dan basa garam.
Elektrolit adalah senyawa yang dapat terdisosiasi ketika dilarutkan dalam air
membentuk ion (anion dan kation) dan bersifat menghantarkan listrik. Elektrolit
berasal dari bahasa Yunani yaitu lytós yang berarti lepas atau terpisah. Senyawa-
senyawa seperti asam, basa dan garam yang dapat menghantarkan arus listrik
karena proses disosiasi disebut dengan larutan elektrolit. Adanya ion dalam
larutan menyebabkan peristiwa konduksi dan ketika arus listrik dilewatkan pada
larutan tersebut, maka elektron akan bergerak diantara ion-ion.
2.3.1 Elekroda
Sel elektrolisis atau elektroda adalah sel elektrokimia yang bereaksi secara
tidak spontan (E0sel (-) atau ∆G>0), karena energi listrik berasal dari sumber luar
dan dialirkan melalui sebuah sel. Elektrolisis diartikan juga sebagai peristiwa
penguraian zat elektrolit oleh arus listrik searah, melainkan juga mengalami
perubahan-perubahan kimia. Perubahan kimia yang terjadi selama elektrolisis
dapat dilihat sekitar elektroda. Elektroda merupakan suatu sistem dua fasa yang
terdiri dari sebuah penghantar elektrolit (misalnya logam) dan sebuah penghantar
ionik (Rivai, 1995).
Elektroda berperan sebagai tempat berlangsungnya reaksi. Reaksi reduksi
berlangsung di katoda, sedangkan reaksi oksidasi berlangsung di anoda. Kutub
negatif sumber arus mengarah pada katoda (sebab memerlukan elektron) dan
kutub positif sumber arus tentunya mengarah pada anoda. Akibatnya, katoda
bermuatan negatif dan menarik kation-kation yang akan tereduksi menjadi
endapan logam. Sebaliknya, anoda bermuatan positif dan menarik anion-anion
yang akan teroksidasi menjadi gas. Tujuan elektrolisis adalah untuk mendapatkan
endapan logam di katoda dan gas di anoda (Brady, 1999).
12
Pada proses elektrolisis, elektroda dialiri arus listrik direct current (DC)
sehingga senyawa pada elektrolit terurai membentuk ion-ion dan terjadi proses
reduksi oksidasi sehingga menghasilkan gas. Proses elektrolisis diperlukan arus
listrik yang tinggi agar proses reaksi kimia menjadi efektif dan efisien. Apabila
kedua kutub elektroda (katoda dan anoda) diberi arus listrik, elektroda tersebut
akan saling berhubungan karena adanya larutan elektrolit sebagai penghantar
listrik menyebabkan elektroda timbul gelembung gas. Proses elektrolisis
dinyatakan bahwa atom oksigen membentuk sebuah ion bermuatan negatif (OH-)
dan atom hidrogen membentuk sebuah ion bermuatan positif (H+). Pada kutub
positif menyebabkan ion H+ tertarik ke kutub katoda yang bermuatan negatif
sehingga ion H+ menyatu pada katoda. Atom-atom hidrogen akan membentuk gas
hidrogen dalam bentuk gelembung gas pada katoda yang melayang ke atas. Hal
serupa terjadi pada ion OH- yang menyatu pada anoda kemudian membentuk gas
oksigen dalam bentuk gelembung gas (Svehla, 1985).
pada katoda. Elektrolisis larutan HCl yang sangat encer (>0,1 M) akan
menghasilkan reaksi penguraian H2O saja. Hal ini tidak terjadi dengan elektrolisis
larutan KI. Elektrolisis larutan 0,1 M KI akan menghasilkan ion OH- pada katoda
dan endapan I2 pada anoda.
3. Jenis Elektroda
Ada 2 jenis elektoda yaitu elektroda inert (tidak ikut bereaksi) dan
elektroda non-inert (yang sering ikut bereaksi). Contoh elektroda inert adalah Pt,
Au, dan grafit (C). Logam-logam lain umumnya termasuk elektroda non-inert.
Misalnya bila pada elektrolisis H2O (dengan sedikit asam sulfat) dengan
menggunakan elektroda Pt akan menghasilkan gas oksigen dan gas hidrogen.
Sedangkan bila digunakan elektroda Cu terutama anoda Cu, logam ini akan
melarut atau teroksidasi menjadi Cu+2.
4. Tegangan Listrik yang Dialirkan
Bila mengelektrolisis dengan tegangan sumber arus lebih kecil dari 0,1
volt maka listrik tidak akan mengalir. Hal ini disebabkan karena tahanan dalam
larutan yang lebih besar daripada daya listrik. Tetapi bila tegangan listrik
ditinggikan sedikit demi sedikit maka arus akan mengalir dan elektrolisis terjadi.
Besarnya tegangan arus listrik minimum untuk melangsungkan reaksi elektrolisis
disebut potensial urai (decomposition potential) untuk elektrolit yang
berhubungan.
5. Aspek Kuantitatif dari Elektrolisis
Dalam industri proses elektrolisis banyak digunakan. Khususnya dalam
pemurnian logam. Aspek kuantitatif dari elektrolisis terutama dikembangkan oleh
Faraday. Pada tahun 1983, Michael Faraday seorang ahli sains berkebangsaan
Inggris menemukan bahwa selama elektrolisis jumlah zat yang dihasilkan pada
elektroda-elektroda berbanding lurus dengan jumlah listrik yang dialirkan dalam
larutan dan apabila sejumlah listrik dialirkan melalui larutan elektrolit yang
berbeda, massa zat yang terbentuk pada elektroda-elektroda berbanding lurus
dengan massa ekuivalennya (massa atom dibagi dengan muatan ionnya atau
valensinya).
menyebutkan juga bahwa sel volta sama dengan sel galvani. Elektroda yang
melepaskan elektron dinamakan anoda sedangkan elektroda yang menerima
elektron dinamakan katoda. Menurut Syukuri (1999) sebuah sel selalu terdiri
dari :
1. Anoda
Anoda adalah salah satu dari jenis elektroda yang dapat berupa polaritas
positif atau polaritas negatif tergantung pada jenis selnya. Anoda sebagai
elektroda tempat berlangsungnya reaksi oksidasi.
2. Katoda
Katoda adalah tempat terjadinya reduksi atau penguatan elektron yang
secara polaritas positif atau negatifnya sehingga dalam perangkat listrik
terpolarisasi tempat arus mengalir keluar. Katoda sebagai elektroda tempat
berlangsungnya reaksi reduksi.
3. Larutan elektrolit
larutan ionik dapat menghantarkan arus, larutan ionik dianggap seperti
resistor dalam suatu sirkuit atau lingkaran maka ukuran dari sifat-sifat
larutan adalah tahanan R, (atau ekuivalen dengan konduktan L) mengikuti
hukum Ohm.
dinyatakan dengan simbol E0sel. Jadi potensial sel standar (E0sel) adalah beda
potensial listrik antara anoda dan katoda pada sel galvani atau sel volta yang
diukur dalam keadaan standar dan tidak dipengaruhi oleh koefisien reaksi.
Potensial sel standar dapat dihitung sebagai berikut (Triwibowo dan Catur, 2017) :
E0sel= E0katoda – E0anoda....................................................................(2.8)
Nilai potensial sel standar menunjukkan: (Triwibowo dan Catur, 2017)
1. Tegangan yang dihasilkan sel.
2. Jika nilai E0sel > 0, maka reaksi sel spontan (berlangsung).
3. Jika nilai E0sel ≤ 0, maka reaksi sel tidak spontan (tidak berlangsung).
Dapat terjadi karena penempatan anoda dan katoda tidak mengacu pada
deret volta.
secara urut atau paralel. Suatu sel terdiri dari suatu elektroda negatif, elektrolit
untuk menghantarkan ion, suatu pemisah, juga suatu ion penghantar dan elektroda
positif. Elektrolit berupa cairan (terdiri dari air), pasta alkalin atau bentuk padat.
Ketika sel dihubungkan dengan beban eksternal atau alat berenergi mesin,
elektroda negatif memberikan arus elektron dan diterima oleh elektroda positif.
3. Baterai Perak Oksida
Baterai perak oksida umumnya merupakan lempengan dan digunakan pada
jam tangan, kalkulator atau kamera.
4. Baterai Litium dan Baterai Litium-Ion
Baterai litium dan baterai litium-ion banyak digunakan karena dapat
menghasilkan tegangan yang lebih besar dari baterai-baterai sebelumnya. Untuk
cara kerja baterai lithium-Ion anoda dan katoda baterai lithium-ion terbuat dari
karbon dan oksida lithium. Sedangkan elektrolit terbuat dari garam lithium yang
dilarutkan dalam pelarut organik. Bahan pembuat anoda sebagian besar
merupakan grafit sedangkan katoda terbuat dari salah satu bahan berikut: lithium
kobalt oksida (LiCoO2), lithium besi fosfat (LiFePO4), atau lithium oksida mangan
(LiMn2O4).
5. Sel Bahan Bakar
Salah satu sel bahan bakar adalah sel berbahan bakas gas hydrogen. Sel
bahan bakar berbahan gas hidrogen dikenal dengan Hydrogen Fuel Cells (HFC).
Sel bahan bakar menghasilkan energi listrik secara langsung dalam sel volta.
Prinsipnya adalah menghasilkan energi dari reaksi kimia dengan kecepatan tinggi.
Sel volta menggunakan bahan bakar konvensioanal seperti gas H 2 dan CH4
sehingga dinamakan sel bahan bakar.
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat yang digunakan
Adapun alat yang digunakan pada percobaan ini sebagai berikut:
1. Penjepit
2. Kertas Saring
3. Kabel Penjepit
4. Kertas Amplas
5. Amperemeter
6. Hot Plate
7. Gelas ukur 100mL
8. Gelas Piala 100 mL
9. Gelas Piala 250 mL
10. Labu ukur 100 mL
11. Labu ukur 250 mL
12. Pipet Tetes
13. Lembaran seng dan tembaga
14. Sumber arus DC
15. Tisu
16. Termometer
17. Stopwatch
18. Neraca Analitik
3.1.2 Bahan yang digunakan
18
19
1. Larutan A disiapkan (larutan A terdiri dari 25 gram NaCl dan 0,25 gram
NaOH dalam 250 mL akuades)
2. Dua buah lempeng tembaga yang akan digunakan sebagai elektroda,
dibersihkan menggunakan amplas.
3. Salah satu elektroda digunakan sebagai anoda. Elektroda tersebut
ditimbang pada neraca analitik.
4. Kedua elektroda dicelupkan ke dalam 80 mL larutan pada gelas piala dan
rangkaian listrik disusun seperti pada Gambar 3.1.
5. Larutan A pada gelas piala dipanaskan hingga suhu 80°C dan suhu dijaga
konstan.
6. Aliran listrik dihubungkan melalui larutan saat suhu sudah konstan 80°C
dan waktu dicatat menggunakan stopwatch. Arus listrik dijaga konstan
pada 1,5 A.
7. Aliran listrik dimatikan setelah 10 menit dan anoda dibersihkan dengan
serta dikeringkan dengan tisu, kemudian ditimbang dengan neraca analitik
3.2.1 Mengukur GGL Sel dan Menguji Persamaan Nernst
1. Lembaran tembaga dan seng disiapkan. Permukaan logam dibersihkan
dengan kertas amplas.
2. Larutan jenuh KNO3 disiapkan sebagai jembatan garam, selembar kertas
saring digulung dan direkatkan dengan menggunakan selotip.
3. Kertas saring direndam dalam larutan KNO3
4. Larutan CuSO4 1,0 M dan ZnSO4 1,0 M dimasukkan ke dalam gelas piala
sebanyak 40 mL. Elektroda dicelupkan dan dirangkai seperti pada Gambar
3.2.
5. Kertas saring yang sudah disiapkan dan kedua ujung gulungan dicelupkan
ke dalam larutan pada kedua gelas piala.
6. Nilai GGL diamati melalui amperemeter.
7. Larutan CuSO4 0,5 M disiapkan dengan pengenceran CuSO4 1,0 M pada
labu ukur 100 mL.
20
8. Elektroda dicuci dan diamplas. Jembatan garam dari kertas saring diganti
dengan yang baru.
9. Prosedur (7) diulangi untuk larutan CuSO4 0,8 M, 0,4 M, 0,08 M, dan 0,04
M.
Tabel 4.2 Hasil Percobaan Mengukur GGL Sel dan Menguji Persamaan Nernst
Larutan pada anoda Larutan pada katoda Esel
Zn/Zn2+ (M) Cu/Cu2+ (M) (volt)
1,0 1,0 0,678
1,0 0,1 0,636
1,0 0,01 0,619
1,0 0,01 0,630
1,0 0,001 0,616
4.2 Pembahasan
4.2.1 Elektrolisis untuk Menentukan Bilangan Avogadro
Pada percobaan ini dilarutkan 25 gram NaCl dan 0,25 gram NaOH di
dalam 250 mL akuades (Larutan A) sebagai larutan elektrolit. Proses elektrokimia
membutuhkan media penghantar sebagai tempat terjadinya pertukaran elektron
dalam suatu sistem reaksi yang dinamakan larutan (Harahap, 2016). Lempengan
tembaga sebanyak 2 lembar sebagai elektroda pada percobaan. Lempengan
dibersihkan sebelum digunakan, kemudian ditimbang dan ditentukan anoda dan
katoda dari kedua lempengan tembaga tersebut. Elektroda dihubungkan pada
adaptor dan sumber listrik. Adaptor berfungsi untuk mempertahankan arus listrik
sehingga stabil. Alat dirangkai dan elektroda dicelupkan ke dalam larutan A.
Larutan dipanaskan hingga suhu konstan 80℃. Larutan dialiri arus listrik dengan
kuat arus sebesar 4,5 A selama 10 menit.
21
22
Proses elektrolisis dimulai dengan dialirkan arus listrik searah dari sumber
tegangan listrik. Elektron dari kutub negatif akan mengalir menuju ke katoda.
Pada proses elektrolisis, elektroda dialiri arus listrik searah (DC) dan terjadi
proses reduksi oksidasi, karena terbentuk senyawa pada elektrolit yang terurai
membentuk ion-ion sehingga menghasilkan gas (Fitriyanti, 2021). Setelah 10
menit arus listrik dihentikan dan tembaga yang sudah dibersihkan ditimbang.
Perubahan berat anoda pada reaksi elektrolisis.
Pada anoda terjadi reaksi oksidasi, yaitu anion (ion negatif) ditarik oleh
anoda sehingga jumlah elektronnya berkurang atau bilangan oksidasinya
bertambah. Pada katoda terjadi reaksi reduksi, yaitu kation (ion positif) ditarik
oleh katoda dan menerima tambahan elektron, sehingga bilangan oksidasinya
berkurang (Harahap, 2016). Pada percobaan ini, terjadi reaksi pada tembaga
sebagai berikut:
Anoda : Cu(s) → Cu+(aq) + e- ...............................................................................(4.1)
Katoda : Cu+(aq) + e- → Cu(s)...............................................................................(4.2)
Pada percobaan ini, selama proses elektrolisi terbentuk endapan berwarna
jingga kemerahan dan terdapat sedikit gelembung gas. Terbentuknya endapan
berwarna jingga kemerahan disebabkan oleh reaksi oksidasi tembaga di anoda
menjadi Cu+ sehingga membentuk Cu2O dan gelembung gas H2 yang dihasilkan
terbentuk karena reaksi reduksi pada katoda.
garam adalah zat yang tidak bereaksi dengan elektrolit yang digunakan dalam
pengukuran potensial sel (Permana, 2009).
Elektrolit yang digunakan pada percobaan ini yaitu 1 M larutan CuSO 4 dan
1 M larutan ZnSO4. Larutan yang digunakan masing-masing sebanyak 40 mL di
dalam gelas piala. Rangkaian alat amperemeter disusun dan dihubungkan dengan
elektroda. Jembatan garam untuk menghubungkan kedua larutan disusun sehingga
kedua ujungnya tercelup ke dalam kedua gelas piala. Kemudian diamati nilai E sel
yang terdapat pada amperemeter. Percobaan dilakukan dengan variasi konsentrasi
larutan CuSO4 yaitu 1 M, 0,1 M, 0,01 M, dan 0,001 M,0,0001 M.
2. Nilai E sel yang diperoleh dari berbagai variasi konsentrasi CuSO 41 M; 0,1
M; 0,01 M; 0,001 M; 0,0001 M dan ZnSO 4 1 M yaitu 0,678 V; 0,636 V;
0,619 V; 0,630 V; dan 0,572 V.
5.2 Saran
Adapun saran dari percobaan ini sebagai berikut:
1. Elektroda yang digunakan sebaiknya diamplas hingga bersih dan bebas
dari zat pengotor agar nilai E sel yang didapat akurat.
2. Sebaiknya menggunakan adaptor dengan hati-hati agar penghubung kabel
dan penjepit tidak terlepas atau putus pada saat percobaan sehingga
percobaan berjalan lancar.
25
DAFTAR PUSTAKA
Atikah. 2016. Penurunan Kadar Fenol Dalam Limbah Cair Industri Tenun
Songket Dengan Proses Elektrokoagulasi. Jurnal Redoks. 1(2).
Bird, T. 1993. Kimia Fisik Untuk Univesritas. Jakarta: Gramedia Pustaka
Brady, James, E. 1999. Kimia Universitas Asas dan Struktur. Jakarta: Binarupa
Aksara.
Fitriyanti. 2021. Pengaruh Luas Permukaan Elektroda Dengan Penambahan Pwm
Controller Terhadap Efisiensi Produksi Gas Hidrogen pada Proses
Elektrolisis. Jurnal Sains Fisika. 1(1).
Harahap, R., M. 2016. Sel Elektrokimia: Karakteristik dan Aplikasi. Circuit. 2(1).
Haryono, E., H. 2019. Kimia Dasar. Yogyakarta: Deepublis.
Mendera, I., G. 2020. Reaksi Reduksi dan Oksidasi. Palembang: Kementrian
Pendidikan dan kebudayaan.
Oxtoby, D., W. 2001. Prinsip-Prinsip Kimia Modern, Ed. Ke4. Jilid. 1. Jakarta:
Erlangga.
Permana, Ivan. 2009. Kimia. Jakarta : Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan
Nasional.
Pratiwi, Rizki Rachman. 2014. Pengolahan Air Lindi Menggunakan
Elektrokoagulasi Dengan Elektroda Logam. Diploma thesis. UIN Sunan
Gunung Djati Bandung.
Prianto, Bayu. 2008. Penentuan Potensial Sel Teoritis Proses Elektrolisis Natrium
Klorida Menjadi Natrium Perklorat. Jurnal Teknologi Dirgantara. 6 (7).
Putri, A., R. dan Maruf, A. 2018. Energi Alternatif dengan Menggunakan Reaksi
Elektrokimia. Jurnal Ilmiah Penelitian dan Pembelajaran Informatika.
3(1).
Putri, L. M. A., Trapsilo, P., dan Bambang, S. 2017. Pengaruh Konsentrasi
Larutan Terhadap Laju Kenaikan Suhu Larutan. Jurnal Pembelajaran
Fisika. 6(2).
Rahmawati, F. 2013. Elektrokimia Transformasi Energi Kimia
Listrik.Yogyakarta: Erlangga .
Rivai, Harrizul. 1995. Asas Pemeriksaan Kimia. Jakarta: UI-Press
Riyanto. 2012. Elektrokimia dan Aplikasinya. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Roni, K. A. dan Netty, H. 2020. Kimia Fisika II. Pelembang: Rafah Press UIN
Raden Fatah.
Sukmawati, Wati. 2020. Redoks dan Elektrokimia. Yogyakarta: Bintang Pustaka
Madani.
Svehla, G. 1985. Buku teks analisis anorganik kualitatif makro dan semimikro.
Jakarta: Kalman Media Pusaka.
Syukri. 1999. Kimia Dasar 2. Bandung: Penerbit ITB.
Triwibowo, B. dan Catur, R., W. 2017. Bidang Keahlian Teknologi Rekayasa.
Jakarta: Kementrian Pendidikan dan kebudayaan.
Utami, B., Agung, N., Catur S., Lina M., Sri Y., dan Bakti M. 2009. KIMIA.
Jakarta: Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional.
Wiyati, Arni. 2020. Kimia Sel Elektrolisis. Surabaya: Kementrian Pendidikan dan
kebudayaan.
22
22