Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

TITRASI KOMPLEKSOMETRI

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 3

ADEL NOVRIANTI DEMANG 431 22 055


DWI SYABILA 431 22 059
NURUL AZIZAH 431 22 071
NABILA SYADNI 431 22 063
A.MUHAMMAD RAFLY ANANTA 431 22 051
YOSITA AGATA 431 22 067

JURUSAN TEKNIK KIMIA

PRODI TEKNOLOGI REKAYASA KIMIA BERKELANJUTAN

POLITEKNIK NEGERI UJUNG PANDANG

TAHUN 2022

i
Kata Pengantar

Assalamualaikum warohmatullahi wabarokatuh


Puji syukur kami panjatkan kepada ALLAH SWT karena berkah dan
rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan tugas makalah matakuliah manajemen
kesehatan ini dengan topik “TITRASI KOMPLEKSOMETRI”. Makalah ini
dilakukan sehubungan dengan tugas yang diberikan dosen kami Ibu Rosalin
Sampelino, S.T,M.SI dengan mata kuliah kimia analisis.
Makalah Kimia Analisis yang berjudul Titrasi Kompleksometri
merupakan hasil pertanggung jawaban dan bukti tertulis Penyusun dalam
menyelesaikan tugas mata kuliah Kimia analisis . Adapun garis besar isi
makalah meliputi pendahuluan, latar belakang,tujuan, pembahasan teori,
contoh analisis pembakuan larutan EDTA dan penentuan kadar secara
kompleksometri.
Penyusun menyadari bahwa masih terdapat kekurangan pada makalah ini,
baik dalam penulisan maupun penyajiannya. Penyusun masih membuka pintu
kritik dan saran yang sifatnya membangun untuk memperbaiki makalah di masa
yang akan datang. Penyusun amat berharap kepada pembaca makalah ini
agar makalah ini bermanfaat bagi Penyusun khususnya dan Pembaca pada
umumnya.

Makassar, 1 November 2022

Penulis

ii
Daftar Isi

Kata Pengantar...................................................................................................................ii
Daftar Isi............................................................................................................................iii
BAB I...................................................................................................................................1
PENDAHULUAN..................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang..........................................................................................................1
1.2Tujuan Penulisan.......................................................................................................1
1.3 Rumusan masalah:...................................................................................................1
BAB II..................................................................................................................................3
PEMBAHASAN....................................................................................................................3
2.1 Pengertian Kompleksometri.....................................................................................3
2.2 Ion logam dan Ligan.................................................................................................4
2.3 Beberapa jenis senyawa kompleks...........................................................................4
2.4 Kestabilan Senyawa Kompleks................................................................................5
2.5 Ciri – Ciri Khas Ligan.................................................................................................6
2.6 Pengaruh pH.............................................................................................................7
2.7. Indikator..................................................................................................................7
2.8 Larutan Dapar (Buffer)...........................................................................................11
2.9 Penggunaan EDTA dalam Titrimetri.....................................................................11
2.10 Bahan Baku Primer Larutan EDTA........................................................................12
BAB III...............................................................................................................................14
PENUTUP..........................................................................................................................14
3.1 Kesimpulan.............................................................................................................14
3.2 Saran......................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................15

iii
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masalah Titrimetri atau volumetri adalah suatu cara analisis jumlah yang
berdasarkan pengukuran volume larutan yang diketahui kepekatan (konsentrasi)
secara teliti yang direaksikan dengan larutan contoh yang akan
ditetapkan kadarnya. Pengukuran volume dalam titrasi memegang
peranan yang amat penting sehingga ada kalanya sampai saat ini
banyak orang yang menyebut titrasi dengan nama analisis volumetri.
Larutan yang dipergunakan untuk penentuan larutan yang tidak diketahui
konsentrasinya diletakkan di dalam buret dan larutan ini disebut sebagai
larutan standar atau titran atau titrator, sedangkan larutan yang tidak
diketahui konsentrasinya diletakkan di Erlenmeyer dan larutan ini disebut
sebagai analit. Metode titrasi dibagi menjadi dua berdasarkan dasar
jenis reaksi yang di pergunakan, yaitu reaksi metatetik (terdiri dari :
reaksi netralisasi,argentometri, dan komplesometri) dan reaksi redoks
(terdiri dari : reaksi permanganatometri, yodo/yodimetri, dikhromatometri,
dan seriometri). Tidak semua zat bisa ditentukan dengan cara titrasi
akan tetapi harus diperhatikan syarat-syarat titrasi untuk mengetahui zat
apa saja yang dapat ditentukan dengan metode titrasi untuk berbagai
jenis titrasi yang ada. Mengenal berbagai macam peralatan yang
dipergunakan dalam titrasi pun sangat berguna agar mahir melakukan
teknik titrasi. Terdapat bermacam-macam titrasi, salah satunya adalah
“TITRASI KOMPLEKSOMETRI” yang akan dibahas dalam makalah ini.

1.2Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan ini adalah:
1. Mengetahui pengertian dan gambaran Titrasi Komplesometri.
2. Mengetahui indikator-indikator yang dapat digunakan dalam Titrasi
Kompleksometri.
3 Mengetahui penggunaan–penggunaan Titrasi Kompleksometri
diLaboratorium

1.3 Rumusan masalah:
Berdasarkan pada latar belakang, dapat dikemukakan permasalahannya
adalah:

1
1.Apa yang dimaksud dengan Titrasi Kompleksometri?

2.Apa saja Indikator yang tepat dalam Titrasi Komplesometri ?

3.Apa Kegunaan dari Titrasi Kompleksometri ?

2
BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Kompleksometri
Titrasi kompleksometri adalah salah satu metode kuantitatif dengan
memanfaatkan reaksi kompleks antara ligan dengan ion logam utamanya, yang
umum di Indonesia EDTA (disodium ethylene diamin tetra asetat /
tritiplex/komplekson, dll). Titrasi kopleksometri termasuk ke dalam reaksi
metatetik,karena dalam titrasinya hanya terjadi perubahan bilangan
oksidasi (biloks). Dalam titrasi kompleksometri terjadi pembentukan
kompleks yang stabil. Beberapa macam garam yaitu :

1. Garam Netral (biasa), misalnya : MgSO4.7H 20, NaCl, K 2SO4

2. Garam Ra Garam Rangkai, misalnya : [Ag(NH3)2]Cl.K3[Fe(CN)6]

(NH4)2SO4.FeSO4.6H20

3. Garam Rangkai, misalnya : [Ag(NH3)2]Cl.K3[Fe(CN)6]

Titrasi kompleksometri terdiri dari 3 macam, yaitu: langsung, tidak


langsung, dan substitusi. Titrasi kompleksometri meliputi reaksi
pembentukanion – ion kompleks ataupun pembentukan molekul netral
yang terdisosiasi dalam larutan. Syaratnya mempunyai kelarutan yang tinggi.
Contohya : kompleks logam EDTA dan titrasi dengan merkuro nitrat dan perak
sianida.Contoh sederhana sebagai aplikasi dari reaksi komplekometri adalah
titrasi dari suatu larutan yang mengandung ion perak dengan sianida. Ketika
lautandari perak nitrat ditambahkan dengan suatu larutan yang
mengandung ionsianida (Contohnya alkali sianida) pada mulanya endapan
putih akan terbentuk kemudian ketika dilakukan pengadukkan maka endapan
tersebut akan larut kembali membentuk suatu kompleks sianida yang stabil,
garam alkali yang terbentuk akan larut.

Reaksinya , misalnya :

3
2.2 Ion logam dan Ligan
Ion logam dalam senyawa kompleks disebut inti logam, sedangkan partikel
donor elektronnya disebut ligan (ion atau molekul).Jumlah ligan yang dapat
diikat oleh suatu ion logam disebut bilangan koordinasi. Besarnya bilangan
koordinasi biasanya berkisar pada , 4, 6, dan 8. Umumnya 4 dan 6 walau pun
ada juga 3, 5, 7. Bilangan Koordinat 4 dapat dijumpai pada ion Be2+, Zn2+, Cd2+,
Hg2+, Pt2+,Pd2+, B3+, dan Al3+. Bilangan koordinat 6 dijumpai pada ion : Fe2+,
Co2+, Ni2+,Al3+, Co3+, Fe3+, Cr3+, Tr3+, Sn4+, Pb4+, Pt4+, dan Tr4+. Muatan dari
suatu ion kompleks merupakan jumlah aljabar muatan-muatan dari ion inti dan
ion atau molekul logamnya, sehingga dapat bermuatan positif, negatif, atau
netral,misalnya :

1. Kompleks muatan positif : [Ag(NH3)2]+, [Cu(NH4)2]2+, [Co(NH3)5]2+

2. Kompleks muatan Negatif : [PtCl4]2-, [Fe(CN)6]4-,[Fe(CNS)6]3+

3. Kompleks muatan netral : [Co(NH3)3(NO )3],[Pt(NH3)2Cl2]

Reaksi pengkompleksan dalam suatu ion logam, melibatkan


penggantiansatu molekul pelarut atau lebih yang terkoordinasi, dengan
gugus-gugus nukleofilik lain. Gugus – gugus yang terikat pada ion pusat
disebut ligan dan dalam larutan air, reaksi dapat dinyatakan oleh persamaan :
M(H O)n + L = M (H O)(n-1) L +HN OPada reaksi ligan (L) dapat berupa
sebuah molekul netral atau sebuah ion bermuatan dengan penggantian molekul-
molekul air beruturut-turut selanjutnya dapat sampai terbentuk kompleks MLn,
n adalah bilangan koordinasi dari logam itu dan menyatakan jumlah maksimum
ligan monodentat yang dapat terikat padanya.

2.3 Beberapa jenis senyawa kompleks


Ada jenis ligan dilihat dari jumlah atom donor di dalamnya:

1 Ligan monodentat : terdapat 1 atom di dalamnya (dentat = gigi).

2 Ligan polidentat : terdapat lebih dari 1 atom donor di


dalmnya(dentat = gigi).

Ligan polidentat dapat diberi nama bi, tri, kwadri, penta-dentat, dst
tergantung jumlah atom donornya.Ligan polidentat disebut juga golongan
pengkelat (chelating agent) yang berasal dari kata Yunani “ Chele” yang
berarti cakar, hal ini dikarenakan dalam membentuk senyawa kompleks, ligan
tersebut mencekram atom logam dengan sangat kuat. Senyawanya disebut

4
kompleks khelat.Dalam rumus bangunnya terbentuk lingkaran khelat yang
beranggotakan 5 atau 6 atom, sehingga cukup kuat seperti halnya pada senyawa
siklik. Misal pada trietilen (suatu quadridentat) dengan Cu2+. Ligan dapat
dengan baik diklarifikasikan atas dasar banyaknya titik lekat kepada ion
logam. Begitulah,ligan-ligan sederhana, seperti ion-ion halida atau molekul-
molekul H 2O atau NH 3 adalah monodentat, yaitu ligan itu terikat pada ion
logam hanya pada satu titik oleh penyumbangan satu pasangan elektron
menyendiri kepada logam. Namun, bila molekul atau ion ligan itu mempunyai
dua atom, yang masing-masing mempunyai satu pasangan elektron
menyendiri, maka molekul itu mempunyai dua atom penyumbang , dan adalah
mungkin untuk membentuk dua ikatan koordinasi dengan ion logam yang
sama. Ligan ini disebut bidentat dan sebagai contohnya dapatlah diperhatikan
tris (etilenadiamina) kobalt (III),[Co(en)3]3. Dalam kompleks oktahedral
berkoordinat 6 ( dari kobalt (III), setaip molekul etilendiaminm bidentat terikat
pada ion logam itu melalui pasangan elektron menyendiri dari kedua atom
hidrogennya.Ini menghasilkan terbentuknya tiga cincin beranggotakan 5, yang
masing-masing meliputi ion logam itu. Proses pembentukkan cincin itu adalah
(pembentukkan sepit dan kekat). Ligan polidentat mengandung lebih dari dua
atom koordinasi per molekul, misalnya asam 1,2-diaminoetanatetraasetat (asam
etilenadiaminatetraasetat, EDTA) yang mempunyai dua atom nitrogen
penyumbang dan empat atom oksigen penyumbang dalam molekul, dapat
merupakan heksadentat. Spesi-spesi yang kompleks itu tidak mengandung lebih
dari satu ion logam, tetapi pada kondisi-kondisi yang sesuai, suatu kompleks
binuklir, yaitu kompleks yang mengandung dua ion logam, atau bahkan suatu
kompleks polinuklir, yang mengandung lebih dari dua ion logam, dapat
terbentuk. Begitulah, interaksi antara ion Zn2+ dan Cl- dapat menimbulkan
pembentukkan kompleks binuklir, misalnya [Zn Cl 6]2- disamping spesi
sederhana seperti ZnCl3- dan ZnCl 42- , Pembentukkan kompleks binuklir dan
polinuklir jelas akan diuntungkan oleh konsentrasi yang tinggi ion logam itu.
Jika yang terakhir ini berada sebagai konstitusi runutan dari larutan, kompleks-
kompleks polinuklir sangat kecil kemungkinan akan terbentuk.

2.4 Kestabilan Senyawa Kompleks


Bila senyawa kompleks dilarutkan akan terjadi pengionan atau disosiasi
sampai terjadinya kesetimbangan antara kompleks dengan komponen-
komponennya. Misalnya:

[Ag(NH3)2]+ ↔ Ag+ + NH3 ............................................................. (1)

5
2.5 Ciri – Ciri Khas Ligan
Di antara ciri-ciri khas ligan yang umum diakui sebagai
mempengaruhi kestabilan kompleks dalam mana ligan itu terlibat, adalah:

1. Kekuatan basa dari ligan itu,

2. Sifat-sifat penyepitan (jika ada), dan

3. Efek-efek sterik (ruang)

Dari sudut pandangan aplikasi kompleks secara analisis , efek


penyepitan mempunyai arti yang teramat penting, maka hendaklah
diperhatikan secara khusus. Istilah ‘efek sepit’ mengacu pada fakta bahwa
suatu kompleks bersepit,yaitu kompleks yang dibentuk oleh suatu ligan
bidentat atau multidentat adalah lebih stabil dibanding kompleks padanannya
dengan ligan-ligan monodentat. Semakin banyak titik lekat ligan itu kepada
ion logam semakin besar kestabilan kompleks. Efek sepit ini sering
disebabkan oleh kenaikan entropi yang menyertai penyepitan dalam
hubungan ini penggantian molekul-molekul air dari ion terhidrasi haruslah
diingat. Efek setrik yang paling umum adalah efek yang meghambat
pembentukan kompleks yang disebabkan oleh adanya suatu gugusan
besar yang melekat pada atau berada berdekatan dengan atom penyumbang.
Suatu faktor lanjut yang juga harus dipertimbangkan dari sudut pandangan
aplikasi secra analitis dari kompleks-kompleks dan reaksi-reaksi
pembentukkan kompleks adalah laju reaksi agar berguna secara
anlisis, biasanya reaksi dilakukan secar cepat. Keinertan atau kelabilan
kinetik dipengaruhi oleh banyak faktor, tetapipengamatan umum berikut ini
merupakan pedoman yang baik akan perilaku kompleks-kompleks dari
berbagai unsur, yaitu diantaranya:

1. Unsur grup utama, biasanya membentuk kompleks-kompleks labil.

2. Dengan kekecualian Cr(III) dan Co(III), kebanyakan unsur transisi


baris-pertama, membentuk kompleks-kompleks labil.

3. Unsur transisi baris kedua dan baris ketiga, cenderung membentuk


kompleks-kompleks inert.

Suatu reaksi kompleks dapat dipakai dalam penitaran apabila:

1. Kompleks cukup memberikan perbedaan pH yang cukup besarpada


daerahtitik setara.

2. Terbentuknya cepat.

6
2.6 Pengaruh pH
1. Suasan terlalu asam Proton yang dibebaskan pada reaksi yang terjadi
dapat mempengaruhi pH,dimana jika H+ yang dilepaskan terlalu tinggi,
maka hal tersebut dapat terdisosiasi sehingga kesetimbangan
pembentukkan kompleks dapat bergeser ke kiri, karena terganggu oleh
suasana system titrasi yang terlalu asam. Pencegahan: sistem titrasi perlu
didapar untuk mempertahankan pH yangdiinginkan.

2. Suasana terlalu basa Bila pH system titrasi terlalu basa, maka


kemungkinan akan terbentuk endapan hidroksida dari logam yang
bereaksi.

2.7. Indikator
Pada Titrasi Kompleksometri menggunakan indikator yang juga bertindak
sebagai pengkompleks dan kompleks logamnya mempunyai warna
yang berbeda dengan pengkompleksnya sendiri. Keberhasilan penitaran
dengan EDTA tergantung kepada ketelitian atau ketepatan waktu
penetapan titik akhir. Ketika pertama kalinya EDTA dipakai penitaran,
terdapat kesulitan dalam memilih indikator yang dapat dipakai secara
visual.Penitaran biasanya dilakukan secara instrumental. Sekarang
banyak zat warna yang dapat dipergunakan sebagai penunjuk. Dalam penitaran
asidimetri indikator tersebut harus peka terhadap pH, sedangkan dalam
kompleksometri harus peka terhadap ion logam. Syarat-syarat bagi suatu
indikator ion logam agar dapat dipergunakan untukmenetapkan titik akhir
secara isual adalah:

1. Reaksi warnanya sedemikian rupa agar sebelum titik akhir tercapai


(sewaktuhampir semua ion logam telah membentuk kompleks dengan EDTA)
larutantersebut terwarnai dengan kuat.

2. Reaksi warnanya harus spesifik atau sekurang-kurangnya selektif.

3. Kompleks penunjuk logam harus mempunyai kemantapan yang


cukup,sebab bila terdisosiasi tidak akan diperoleh perubahan warna yang
tajam(nyata). Kompleks penunjuk logam harus kurang mantap
dibandingkandengan kompleks logam-EDTA, agar pada titik setara EDTA
dapat mengambil ion logam dari kompleks penunjuk logam.
Perubahankeseimbangan dari kompleks penunjuk logam ke kompleks logam-
EDTAharus tajam dan cepat.

4. Perbedaan warna antara penunjuk bebas dan kompleks penunjuk


logamharus mudah diamati.

7
5. Penunjuk harus sangat peka terhadap ion logam (terhadap pM)
agarperubahan warna terjadi sedapat mungkin dekat titik setara.

Beberapa Contoh Indikator ion logam:

1. Natrium-1-(1-hidroksi-2-naftilazo)-6-nitro-2-naftol-4-sulfonat

Zat ini dikenal dengan nama:

a. Eriochrome Blak T (EBT)

b. Solochrome Black Tea

c. WDFA atau olor index no.203

Yang rumus bangunnya sebagai berikut:

OH HO

NA+ O3-S N N

NO2

Gambar 1 “Struktur EBT.”

Dalam larutan asam yang kuat akan berpolimerisasi dan berwarna coklat
merah, karena itu jarang dipakai pada pH kurang dari 6,5. Gugusan asam
pada asam sulfonat melepaskan protonnya (H+) jauh sebelum pH 7. Harga
penguraian kedua atom H yang perlu diperhitungkan sehingga zat warna ini
ditulis seagai H In. pH kedua atom masing-masing 6,3 dan 11,5. Umumnya
penunjuk ini dipakai pada pH 8-12 dengan perubahan warna biru menjadi
merah .

Perubahan warna dapat diamati bagi ion-ion Mg, Mn, Zn, Cd, Hg, F,
Cu,Al, Fe, Ti, Co, Ni, dan Pt. Untuk menjaga supaya pH tetap, maka
dibubuhi larutan dapar, untuk menghindari pengendapan logam-logam
terseut diatas biasanya dipergunakan pereaksi yang lemah misalnya ammonia

8
atau tartrat.Kompleks Cu, Co, Ni, Al, Fe(III), Ti(IV), dan Pt sengan penunjuk
lebih mantap dibandingkan dengan EDTA, sehingga kita tak dapat
melakukan penitaran langsung. Dalam penitaran ion logam yang ion-ion
tersebut dapat mengganggu walaupun jumlahnya hanya sedikit sekali.
Biasanya dipakai ion sianida atau trietanolamin sebagai masking agent yang
dapat bereaksi dengan ion logam yang dititar.Larutan indokator ini disiapkan
dengan melarutkan 0,2 gram zat warna dalam 15 cm3 trietanolamina dengan
penamahan 5 cm3 etanol asolut untuk mengurangi viskositas. Reagensia ini
stabil untuk beberapa bulan. Suatu larutan 0,4% dari zat warna ini yang
murni dalam metanol akan tetap baik untuk digunakan selama paling sedikit
satu bulan.

Gambar 2 “EBT berwarna biru dalam larutan bufer pH 10 dan berwarna


merahjika ditambahkan ion Ca2+.”

2. Natrium-1-(2-hidroksi-1-naftilazo)-2-naftolysulfonat Zat ini disebut:

a. Calcon

b. Solochrome Dark Blue

c. Eriochrome Black R

Dan mempunyai rumus bangun:


OH OH

SO3 - NA+
N N

9
Gambar 3 “Struktur Calcon”

Kedua atom hidrogen fenolatnya dapat mengion secara


bertahap dan mempunyai harga pK 7,4 dan 13,5. Pemakaian penunjuk ini
yang penting dalam kimia analisa adalah penitaran ion Ca2+ yang tercampur
dalam ionMg2+, pH penitaran ± 12,3 (sebagai larutan dapar dapat dipakai
dietilamin 5mL/100mL). Pada pH tersebut Magnesium diendapkan sebagai
Mg(OH)2perubahan dari merah jambu ke biru.

3. Zinkon (Zincon)Zinkon adalah 1-(2-hidroksi-5-sulfofenil)-3-5-(2-


karboksifenil)-formazan(XIII) yang merupakan suatu indikator spesifik
untuk zink pada pH 9-10.Namun kegunaan yang paling penting adalah
sebagai indikator untuk titrasi kalsium dengan adanya magnesium,
dengan menggunakan komplekson EGTA. Titrasi dilakukan dalam suatu
uffer pada pH 10, dan pada kondisi-kondisi ini, ion-ion kalsium mengurai
kompleks. Zn-EGTA merupakan ion-ion zink yang memberi warna biru
dengan indikator. Segera setelah semua kalsium dititrasi, kelebihan EGTA
mengubah kembali ion-ion zink menjadikompleks EGTA, dan larutan
memperoleh warna jingga dari indikator yang bebas logam.
SO3-

N N
OH
C

N N H

COOH

Gambar 4 “Struktur ZinkonH”

10
2.8 Larutan Dapar (Buffer)
Pengioanan EDTA sangat dipengaruhi oleh pH. Dalam penitaran
EDTA dalam logam selalu dibebaskan H+, untuk menjaga agar pH
tidak turun dipergunakan larutan dapar (buffer). Dalam memilih pendapar
(buffer) harus diperhatikan beberapa syarat antara lain:

1. Bahan pendapar (bbuffer) tidak boleh mengganggu, misalnya pada


penitaran Zn2+ tidak boleh menggunakan NH4+ yang terlalu pekat
karena akan mengurangi ketelitian dalam titik akhir.

2. Daya tahan pendapar (buffer) tersebut harus cukup besar.


Untuk itu sebaiknya dipergunakan campuran yang pHnya mendekati pKa
asam lemah atau pOHnya mendekati pKb basa yang bersangkutan.
Disamping itu kepekatan komponen-komponen campuran pendapar
(bufffer) harus cukup.

2.9 Penggunaan EDTA dalam Titrimetri


HOOCH2CH2 H CCOOH

HOOCH2CH3

H CCOOH
HOOCH2CH2

Gambar 5 “Struktur EDTA (Ethylene Diamine Tetra Acetic Acid)”

Yang dimaksudkan dengan penggunaan dalam titrimetri adalah


penitaran secara visual. Sebenarnya untuk menentukan titik setara dapat juga
dilakukan dengan spektrofotometri, cara potensiometri, atau konduktometri
Penitaran visual dapat dibagi dalam beberapa cara:

1. Penitaran langsung

11
Larutan yang mengandung ion logam yang akan ditetapkan,
dibufferkan sampai pH yang dikehendaki (misalnya sampai pH 10 dengan
NH4 larutanair NH3), dan titrasi langsung dengan larutan EDTA
standar. Mungkin adalah perlu untuk mencegah pengendapan
hidroksida logam itu (atau garam basa) dengan menambahkan
sedikit zat pengkompleks pembantu,seperti tartrat atau sitrat atau
trietanolamina. Pada titik ekivalen, besarnya konsentrasi ion logam yang
sedang ditetapkan itu turun dengan mendadak.Ini umumnya ditetapkan
dengan metode-metode amperometri,konduktometri, spektrofotometri,
atau dalam beberapa keadaan dengan metode potensiometri.

2.Penitaran kembali

Karena berbagai alasan, banyak logam tak dapat dititrasi


langsung,mereka mungkin mengendap dari dalam larutan dalam
jangka pH yang perlu untuk titrasi, atau mereka mungkin membentuk
kompleks-kompleks yang inert, atau indikator logam yang sesuai tidak
tersedia. Dalam hal-hal demikian, ditambahkan larutan EDTA standar
berlebih, larutan yangdihasilkan dibufferkan sampai ke pH yang
dikehendaki, dan kelebihan reagensia dititrasi balik dengan suatu
larutan ion logam standar, larutan zinkklorida sering ditunjukan untuk
tujuan ini. Titik akhir dideteksi dengan bantuan indikator logam yang
berespon terhadap ion logam yangditambahkan pada titrasi kembali.

3.Penitaran substitusi

Titrasi-titrasi substitusi dapat digunakan untuk ion logam yang


tidak bereaksi (atau bereaksi dengan tak memuaskan) dengan indikator
logam, atau untuk ion logam yang membentuk kompleks EDTA yang
lebih stabil dari pada kompleks EDTA dari logam-logam lainnya seperti
magnesium dan kalsium. Kation Mn+ yang akan ditetapkan dapat diolah
dengan kompleks magnesium EDTA.

2.10 Bahan Baku Primer Larutan EDTA


Na H Y tidak dapat dipakai sebagai bahan baku primer
karena sedikithigroskopis. Untuk menentukan kemolarannya (M)
dipakai CaCO3 yangdilarutkan dengan sedikir asam khlorida. Dalam
penitarannya harus dipakaibuffer pH 10. Bila dipakai penunjuk EBT
harus diberi Mg2+, sedangkan bilamemakai calcon dapat langsung.Air
yang dipakai sebaiknya air bebas mineral (demineralized water).
Karenareaksi EDTA dengan ion logam selalu 1:1 maka kepekatan

12
dinyatakan dalam M sehingga dalam perhitungan tidak memakai bobot
ekialen tetapi bobot atomatau ion logam.

13
BAB III

PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Titrasi kompleksometri adalah salah satu metode kuantitatif dengan
memanfaatkan reaksi kompleks antara ligan dengan ion logam utamanya,
yang umum di Indonesia EDTA (disodium ethylene diamin tetra asetat /
tritiplex/komplekson, dll). Titrasi kopleksometri termasuk ke dalam reaksi
metatetik,karena dalam titrasinya hanya terjadi perubahan bilangan
oksidasi (biloks). Dalam titrasi kompleksometri terjadi pembentukan
kompleks yang stabil.

Ion logam dalam senyawa kompleks disebut inti logam, sedangkan


partikel donor elektronnya disebut ligan . Jumlah ligan yang dapat diikat oleh
suatu ion logam disebut bilangan koordinasi. Besarnya bilangan koordinasi
biasanya ber Suasan terlalu asam Proton yang dibebaskan pada reaksi yang
terjadi dapat mempengaruhi pH,dimana jika H+ yang dilepaskan terlalu
tinggi, maka hal tersebut dapat terdisosiasi sehingga kesetimbangan
pembentukkan kompleks dapatbergeser ke kiri, karena terganggu oleh
suasana system titrasi yang terlalu asam. Pada Titrasi Kompleksometri
menggunakan indikator yang juga bertindak sebagai pengkompleks dan
kompleks logamnya mempunyai warna yang berbeda dengan
pengkompleksnya sendiri. Ketika pertama kalinya EDTA dipakai penitaran,
terdapat kesulitan dalam memilih indikator yang dapat dipakai secara visual.
Sekarang banyak zat warna yang dapat dipergunakan sebagai penunjuk.

3.2 Saran
Agar dalam penyusunan karya ilmiah ini bisa memberikan manfaat yang
besar maka penulis menyarankan : Dalam melakukan praktikum “TITRASI
KOMPLEKSOMETRI” diharapkan lebih berhati-hati dalam menambahkan
penitran agar mendapatkan hasil akhir titrasi sempurna.

14
DAFTAR PUSTAKA

1. https://doku.pub/documents/makalah-kompleksometri-z0x234pdkdqn
2. Buku penuntun praktikum kimia analisis teknik kimia Politeknik
Negeri Ujung Pandang

15

Anda mungkin juga menyukai