Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM ANALISIS FISIKOKIMIA

PENENTUAN ENTALPI KELARUTAN

Disusun oleh :

1. Fersya Satya Mulyadi 22231004


2. Leonita Putri Arta Ardhana 22231008
3. Halimatus Sadiyah 22231015
4. Hafshah Nasywa Rosyadi 22231024
5. Mustaqim 22231025
6. Fauziana Arkhima Hidayati 22231030
7. Nadelia Melanita 22231039
8. Khoirotun Hisani 22231041

PROGRAM STUDI DIII ANALISIS KIMIA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
2023

i
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................................ i
DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii
DAFTAR TABEL .................................................................................................. iii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. iv
INTISARI................................................................................................................ v
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 1
1.3 Tujuan ....................................................................................................... 1
1.4 Manfaat ..................................................................................................... 1
BAB II DASAR TEORI ......................................................................................... 3
2.1 Entalpi Kelarutan ...................................................................................... 3
2.2 Asam Oksalat ........................................................................................... 5
2.3 Natrium Hidroksida .................................................................................. 6
BAB III METODOLOGI ........................................................................................ 7
3.1 Bahan ........................................................................................................ 7
3.2 Alat ........................................................................................................... 7
3.3 Cara Kerja................................................................................................. 8
3.3.1 Pembuatan Larutan NaOH 0,5 N ...................................................... 8
3.3.2 Standadisasi Larutan NaOH 0,5 N .................................................... 8
3.3.3 Pembuatan Larutan Asam Oksalat Jenuh .......................................... 8
3.3.4 Penentuan Panas Kelarutan Asam Oksalat ....................................... 8
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................ 9
4.1 Hasil Praktikum ........................................................................................ 9
4.1.1 Data pengamatan ............................................................................... 9
4.1.2 Analisis data .................................................................................... 10
4.2 Pembahasan ............................................................................................ 15
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................ 18
5.1 Kesimpulan ............................................................................................. 18
5.2 Saran ....................................................................................................... 18
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 19

ii
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Standardisasi NaOH 0,5 N Kelompok 5 ................................................. 9
Tabel 4.2 Penentuan Panas Kelarutan Kelompok 5 ................................................ 9
Tabel 4.3 Hasil Perhitungan Kelarutan H2C2O4.2H2O Kelompok 5....................... 9
Tabel 4.4 Hasil Penentuan Panas Kelarutan Asam Oksalat Kelompok 5 ............... 9
Tabel 4.5 Standardisasi NaOH 0,5 N Kelompok 6 ................................................. 9
Tabel 4.6 Penentuan Panas Kelarutan Kelompok 6 .............................................. 10
Tabel 4.7 Hasil Perhitungan Kelarutan H2C2O4.2H2O Kelompok 6..................... 10
Tabel 4.8 Hasil Penentuan Panas Kelarutan Asam Oksalat Kelompok 6 ............. 10

iii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.1 Kurva Penentuan Panas Kelarutan Asam Oksalat Kelompok 5 ........ 12
Gambar 4.2 Kurva Penentuan Panas Kelarutan Asam Oksalat Kelompok 6 ........ 15

iv
PENENTUAN ENTALPI KELARUTAN

Fersya Satya Mulyadi, Leonita Putri Arta Ardhana, Halimatus Sadiyah, Hafshah
Nasywa Rosyadi, Mustaqim, Fauziana Arkhima Hidayati*, Nadelia Melanita,
Khoirotun Hisani

Program Studi DIII Analisis Kimia FMIPA Universitas Islam Indonesia


Jl. Kaliurang Km 14,5 Yogyakarta
*Email: fauzianarkhima@gmail.com

INTISARI

Panas pelarutan merupakan panas yang diserap atau dilepaskan apabila 1 mol zat
padat dilarutkan ke dalam pelarut atau solvent sampai mencapai keadaan jenuh.
Asam oksalat merupakan asam kuat yang tidak mudah larut dalam air dan tidak
mudah menguap dalam temperatur kamar. Tujuan percobaan ini adalah untuk
mengetahui panas kelarutan asam oksalat dengan menentukan kelarutannya dalam
berbagai variasi suhu. Metode yang dilakukan adalah dengan titrasi alkalimetri
menggunakan natrium hidroksida sebagai titrannya. Diperoleh nilai entalpi
kelarutan asam oksalat pada percobaan pertama sebesar 28,2784 kJ/mol dan pada
percobaan kedua sebesar 26,7313 kJ/mol. Kedua hasil tersebut bernilai positif yang
menunjukkan bahwa reaksi pelarutan asam oksalat bersifat endotermis.

Kata kunci: Entalpi Kelarutan, Asam Oksalat, Natrium Hidroksida

v
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Suatu larutan kimia dengan konsentrasi tertentu dapat diperoleh dengan
melakukan proses pelarutan. Pelarutan melibatkan zat terlarut (solute) dan zat
pelarut (solvent). Jumlah zat terlarut lebih sedikit daripada zat pelarut. Pelarut yang
paling umum digunakan adalah akuades. Selain untuk mendapatkan larutan dengan
konsentrasi tertentu, pelarutan dapat digunakan untuk mengubah wujud suatu zat
(Syukri, 1999).
Zat yang dicampurkan tidak seluruhnya akan larut. Zat pelarut memiliki batas
kapasitas jumlah zat terlarut tertentu yang dapat dilarutkan. Zat-zat yang tidak larut
tersebut akan mengendap pada bagian bawah. Hal ini menyebabkan terbentuknya
dua fasa sehingga diperlukan perlakuan khusus untuk melarutkan zat yang tidak
dapat larut tersebut. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan
pemanasan. Sejumlah kalor tertentu yang diberikan pada saat pemanasan dapat
berpengaruh pada kelarutan zat tersebut. Sejumlah panas yang diberikan dapat
diserap atau bisa jadi sistem yang akan mengeluarkan panas. Jumlah panas yang
diserap atau dilepaskan dapat diukur dengan temperatur sehingga dapat diketahui
entalpinya (Syukri, 1999). Percobaan ini akan dilakukan pemanasan pada larutan
dengan menggunakan variasi suhu yang berbeda sehingga akan menghasilkan data
kelarutan pada masing-masing suhu. Berdasarkan data tersebut nantinya dapat
diketahui pengaruh suhu terhadap kelarutan suatu zat (Atkins, 1993).
1.2 Rumusan Masalah
1) Bagaimana pengaruh suhu terhadapan kelarutan suatu zat?
2) Berapa nilai entalpi kelarutan asam oksalat?
1.3 Tujuan
1) Mahasiswa dapat mengetahui pengaruh suhu terhadapan kelarutan suatu zat.
2) Mahasiswa dapat mengetahui nilai entalpi kelarutan asam oksalat.
1.4 Manfaat
1) Bagi analis : Menambah pengetahuan dan wawasan mengenai penentuan
entalpi kelarutan asam oksalat.

1
2) Bagi instansi : Menjadi acuan pada percobaan selanjutnya sehingga dapat
meminimalisir kesalahan.

2
BAB II DASAR TEORI
2.1 Entalpi Kelarutan
Termodinamika kimia adalah ilmu yang mempelajari perubahan energi yang
terjadi dalam proses atau reaksi. Studi ini mencakup dua aspek penting yaitu
penentuan atau perhitungan kalor reaksi dan studi tentang arah proses dan sifat-sifat
sistem dalam kesetimbangan. Bagian alam semesta yang dipilih untuk penelititan
termodinamika disebut sistem, dan bagian alam semesta yang berinteraksi dengan
sistem tersebut disebut dengan keadaan sekeliling lingkungan dari sistem.
Perpindahan energi dapat berupa kalor (q) atau dalam beberapa bentuk lainnya
secara keseluruhan disebut kerja. Perpindahan energi berupa kalor atau kerja yang
mempengaruhi jumlah keseluruhan energi dalam sistem, yang disebut energi dalam
(U) (Bird, 1993).
Energi dalam (U) adalah keseluruhan energi potensial dan energi kinetik zat-
zat yang terdapat dalam sistem. Energi dalam merupakan fungsi keadaan, besarnya
hanya tergantung pada keadaan sistem. Setiap sistem mempunyai energi karena
partikel-partikel materi (padat, cair atau gas) selalu bergerak acak dan beragam
disamping itu dapat terjadi perpindahan tingkat energi elektron dalam atom atau
molekul (Syukri, 1999).
Kalor (q) adalah bentuk energi yang dipindahkan melalui batas-batas sistem,
sebagai akibat adanya perbedaan suhu antara sistem dengan lingkungan.Sistem
yang menyerap kalor, q bertanda positif dan q bertanda negatif bila sistem
melepaskan kalor. Kalor (q) bukan merupakan fungsi keadaan karena besarnya
tergantung pada proses. Kapasitas kalor adalah banyaknya energi kalor yang
dibutuhkan untuk mengikatkan suhu zat 1°C. kapasitas kalor tentu saja tergantung
pada jumlah zat. Kapasitas kalor spesifik dapat disederhanakan, kalor jenis adalah
banyaknya energi kalor yang dibutuhkan untuk meningkatkan suhu 1 gram zat
sebesar 1°C. Kalor jenis molar adalah banyaknya energi kalor yang dibutuhkan
untuk meningkatkan suhu 1 mol zat sebesar 1°C (Chang, 2004).
Pada tekanan tetap, kalor yang diberikan sama dengan perubahan dalam sifat
termodinamika yang lain dari sistem, yaitu entalpi (H), yang dinyatakan dengan H
= U + pV dimana p adalah tekanan sistem dan pV adalah sebagian dari definisi H

3
untuk sembarang sistem dan tidak terbatas untuk gas sempurna. Entalpi hanya
bergantung pada keadaan sistem sekarang, sehingga entalpi merupakan fungsi
keadaan. Seperti halnya fungsi keadaan lainnya, perubahan entalpi antara setiap
pasangan keadaan awal dan keadaan akhir tidak bergantung pada jalannya (Atkins,
1993).
Secara umum entalpi ada beberapa macam salah satunya yaitu entalpi pelarutan
yang dapat diartikan sebagai perubahan entalpi pada peristiwa melarutnya 1 mol
suatu zat dalam n mol pelarut (air) atau jika suatu zat yang dilarutkan (dalam air)
yang disertai dengan pembebasan kalor (eksoterm) atau penyerapan kalor
(endoterm). Efek kalor yang terdapat pada peristiwa tersebut disebut dengan Entalpi
Pelarutan yang mana besarnya bergantung pada molalitas zat yang terbentuk dalam
larutan (Suwandi, 1995).
Penentuan perubahan entalpi yang terjadi pada larutan maka konsentrasi
larutannya perlu ditetapkan terlebih dahulu. Panas pelarutan suatu zat adalah
perubahan entalpi yang terjadi bila 1 mol zat itu dilarutkan ke dalam suatu pelarutan
untuk mencapai konsentrasi tertentu. Panas pelarutan tersebut dinamakan panas
pelarutan integral atau panas pelarutan total. Panas pelarutan bukan bergantung
pada jenis zat yang dilarutkan, jenis pelarut, suhu, dan tekanan, tetapi bergantung
pada konsentrasi larutan yang hendak dicapai. Suatu zat terlarut yang dilarutkan
dalam pelarut, kalor dapat diserap atau dilepaskan, kalor reaksi bergantung pada
konsentrasi larutan akhir (Alberty & et al, 1992).
Larutan ada yang jenuh, tidak jenuh, dan lewat jenuh. Larutan disebut jenuh
pada temperatur tertentu, bila larutan tidak dapat melarutkan lebih banyak zat
terlarut. Bila jumlah zat terlarut kurang, disebut dengan larutan tidak jenuh dan bila
lebih disebut lewat jenuh. Zat yang dapat membentuk larutan lewat jenuh adalah
asam oksalat. Pada larutan jenuh terjadi kesetimbangan antara zat terlarut dalam
larutan dan zat yang tidak terlarut. Pada keadaan kesetimbangan ini kecepatan
melarut sama dengan kecepatan mengendap dan konsentrasi zat dalam larutan akan
selalu tetap (Sukardjo, 1997).

4
Kesetimbangan terganggu jika ada perubahan temperatur yang mengakibatkan
konsentrasi larutannya akan berubah. Menurut Van’t Hoff pengaruh temperatur
terhadap kelarutan dinyatakan sebagai berikut :
d ln S/dt = (∆H)/RT2
dengan mengintegralkan dari T1 ke T2 maka akan dihasilkan
ln S2/S1 = (∆H/R) (T1-1-T2-1)
Ln S = -(∆H)/RT + konstanta
Dimana:
S1, S2 = Kelarutan masing – masing zat pada temperature T1 dan T2
(g/1000gram solvent)
∆H = Panas pelarutan (panas pelarutan/ g (gram))
R = Konstanta gas umum
Secara umum panas pelarutan adalah positif (endodermis) sehingga menurut
Van’t Hoff makin tinggi temperatur maka akan semakin banyak zat yang larut
sedangkan untuk zat–zat yang panas pelarutannya negatif (eksotermis), maka
semakin tinggi suhu maka akan semakin berkurang zat yang dapat larut (Tim
Penyusun, 2014).
2.2 Asam Oksalat
Asam oksalat adalah senyawa asam golongan asam karboksilat yang
mempunyai dua gugus karboksil (COOˉ) dengan rumus molekul H2C2O4 serta
memiliki nama IUPAC asam etanadioat . Asam dikarboksilat paling sederhana ini
biasa digambarkan dengan rumus HOOC-COOH. Asam oksalat merupakan asam
organik yang relatif kuat, 10.000 kali lebih kuat dari pada asam asetat.
Asam oksalat atau oxalic acid ialah senyawa organik yang ditemukan di dalam
berbagai tumbuhan. Beberapa jenis makanan dan minuman yang banyak
mengandung asam oksalat adalah: Sayuran, seperti bayam, bit, kale, ubi, dan
kentang. Kacang-kacangan, seperti kacang tanah, okra, almond, dan mede. Asam
oksalat yang dihasilkan memiliki titik lebur sebesar 104oC dan derajat keasaman
(pH) sebesar 1,2 (Puspitasari, 2010).
Asam oksalat, bila dilarutkan dalam air, akan mengalami disosiasi dan melepas
dua ion H+. Asam oksalat merupakan asam lemah, dimana asam lemah akan

5
mengalami disosiasi sebagian dengan derajat disoasiasi kurang dari nol (α < 0).
Asam oksalat mudah larut dalam air dengan kelarutan 111 g/L pada suhu 20⁰C.
Semua senyawa garam oksalat tidak larut dalam air kecuali garam oksalat dari
logam alkali (Li, Na, K, Rb) dan besi (II). Senyawa garam oksalat yang tidak larut
dalam air, dapat larut dalam asam-asam encer dan beberapa senyawa dapat larut
dalam larutan asam oksalat pekat membentuk senyawa oksalat asam atau oksalat
kompleks yang larut. Padatan asam oksalat berbentuk kristalin, tak berwarna, tak
berbau, berada dalam kondisi hidrat (H2C2O4.2H2O) dengan berat molekul (BM)
126,04 g/mol dan akan menjadi anhidrat, dengan berat molekul 90,04 g/mol, bila
dipanaskan sampai suhu 110⁰C.
Kegunaan asam oksalat antara lain sebagai elektrolit, daya tahan terhadap
karat, pewarna kain, pemutih dengan dicampur pemutih lain pada gabus, kayu,
jerami, rotan, dan bahan baku agrochemical, farmasi dan sebagainya. (Hakim & et
al, 2022).
2.3 Natrium Hidroksida
NaOH memiliki nama IUPAC yaitu Natrium Hidroksida merupakan senyawa
ion yang terbentuk dari kation Na+ dan anion –OH. Kristal NaOH tidak berwarna
(bening) dan tidak berbau, dengan berat molekul 40,00 g/mol, berat jenisnya 1,0295
g/ml pada temperatur 20°C. NaOH memiliki ikatan hidrogen dan berat jenis yang
hampir sama dengan air sehingga sangat mudah larut dalam air, namun tidak larut
dalam eter dan pelarut non-polar lainnya. Titik beku 0°C dan titik didih 100°C.
NaOH merupakan basa kuat (pH = 13) (Puspitasari, 2010).
Senyawa natrium hidroksida memiliki peranan yang sangat penting dalam
dunia industri terutama dalam industri kertas. Dalam proses kraft, senyawa ini
digunakan untuk memisahkan lignin dari serat selusosa sehingga dapat
memudahkan dalam proses pengolahan selanjutnya. Selain dalam proses industri
kertas, senyawa ini juga digunakan dalam pembuatan deterjen, sabun, pembersih
posrselen, PH buffer serta digunakan juga dalam skala analisis laboratorium seperti
untuk mensintesis senyawa-senyawa organik (Anonim, 2016).

6
BAB III METODOLOGI
3.1 Bahan
1) Asam oksalat jenuh
2) Larutan NaOH 0,5 N
3) Indikator fenolftalein 1%
4) Es batu
5) Kertas saring
6) Akuades
7) Tisu
3.2 Alat
1) Tabung reaksi besar 1 buah merek iwaki
2) Termometer 1 buah merek iwaki
3) Pipet ukur 1 mL 2 buah merek iwaki
4) Pipet volume 25 mL 1 buah merek iwaki
5) Gelas beaker 100 mL 2 buah merek iwaki
6) Gelas beaker 500 mL 2 buah merek iwaki
7) Erlenmeyer 100 mL 8 buah merek iwaki
8) Buret 50 mL 1 buah merek iwaki
9) Pro pipet 2 buah
10) Pipet tetes 1 buah
11) Corong gelas 1 buah
12) Neraca analitik 1 buah merek Ohaus
13) Spatula 1 buah
14) Pengaduk kaca 1 buah
15) Statif dan klem 1 buah
16) Magnetic stirrer 1 buah
17) Botol akuades 1 buah

7
3.3 Cara Kerja
3.3.1 Pembuatan Larutan NaOH 0,5 N
Ditimbang 5 gram NaOH, dimasukan ke dalam gelas beaker, dan ditambahkan
25 mL akuades kemudian diaduk sampai homogen, ditambahkan asam oksalat terus
menerus sampai ketika di aduk asam oksalat tidak larut, dibiarkan sampai terjadi
kesetimbangan selama 15 menit kemudian disanring.
3.3.2 Standadisasi Larutan NaOH 0,5 N
Dimasukan larutan NaOH 0,5 N ke dalam buret 50 mL, ditimbang 630 mg
H2C2O4.2H2O, dipindahkan ke dalam erlenmeyer 100 mL, dibilas kaca arloji
sebanyak 3 kali dengan 25 mL akuades, kemudian digojog, ditambahkan 2 tetes
indikator pp 1% kemudian di titrasi menggunakan 0,5 N, diamati perubahan warna
dan di catat volumenya, dilakukan pengulangan duplo dan dihitung konsentrasi
larutan NaOH.
3.3.3 Pembuatan Larutan Asam Oksalat Jenuh
Ditimbang 5 gram NaOH, dimasukan kedalam gelas beaker, dan ditambahkan
25 mL akuades kemudian diaduk sampai homogen, ditambahkan terus asam oksalat
sampai ketika diaduk terus asam oksalat tidak dapat larut, dan didiamkan sampai
terjadi kesetimbangan selama 15 menit kemudian disaring.
3.3.4 Penentuan Panas Kelarutan Asam Oksalat
Dimasukan larutan NaOH 0,5 N ke dalam buret 50 mL, ditambahkan asam
oksalat terus menerus sampai ketika diaduk asam oksalat tidak larut, diambil larutan
jenuh tersebut sebanyak 1 mL, dimasukan kedalam erlenmeyer 100 mL, lalu
ditambahkan 2 tetes indikator PP 1%, dititrasi dengan larutan NaOH 0,5 N sampai
terjadi perubahan warna, titrasi dilakukan secara duplo, dilakukan juga untuk suhu
20°C, 15°C, dan 10°C.

8
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Praktikum
4.1.1 Data pengamatan
4.1.1.1. Kelompok 5
Tabel 4.1 Standardisasi NaOH 0,5 N Kelompok 5
No. Massa Asam Oksalat (g) V NaOH (mL) V rata-rata NaOH (mL)
1. 0,6300 20,80
21,10
2. 0,6301 21,40

Tabel 4.2 Penentuan Panas Kelarutan Kelompok 5


V titrasi (mL)
Temperatur (ºC)
1 2
25 4,30 4,40
20 3,30 3,70
15 3,40 3,10
10 2,40 2,50

Tabel 4.3 Hasil Perhitungan Kelarutan H2C2O4.2H2O Kelompok 5


Titran (mL) V rata-
Greak Mol asam
Temperatur rata S
NaOH oksalat
(ºC) 1 2 NaOH (mol/100g)
(grek) (mol)
(mL)
25 4,30 4,40 4,35 0,0021 0,0011 1,76x10-4
20 3,30 3,70 3,50 0,0017 0,0009 1,44x10-4
15 3,40 3,10 3,25 0,0015 0,0008 1,28x10-4
10 2,40 2,50 2,45 0,0012 0,0006 9,60x10-5

Tabel 4.4 Hasil Penentuan Panas Kelarutan Asam Oksalat Kelompok 5

T(ºC) S T(K) 1/T(K-1) Log S


-4
25 1,76x10 298 0,0034 -3,7545
20 1,44x10-4 293 0,0034 -3,8416
10 9,60x10-5 283 0,0035 -4,0177

4.1.1.2 Kelompok 6
Tabel 4.5 Standardisasi NaOH 0,5 N Kelompok 6
No. Massa Asam Oksalat (g) V NaOH (mL) V rata-rata NaOH (mL)
1. 0,6300 20,90 20,80

9
2. 0,6300 20,70

Tabel 4.6 Penentuan Panas Kelarutan Kelompok 6


V titrasi (mL)
Temperatur (ºC)
1 2
25 4,10 4,20
20 3,60 3,80
15 3,50 3,40
10 2,30 2,50

Tabel 4.7 Hasil Perhitungan Kelarutan H2C2O4.2H2O Kelompok 6


Titran (mL) V rata-
Greak Mol asam
Temperatur rata S
NaOH oksalat
(ºC) 1 2 NaOH (mol/100g)
(grek) (mol)
(mL)
25 4,10 4,20 4,20 0,0020 0,0010 1,60x10-4
20 3,60 3,80 3,70 0,0018 0,0009 1,44x10-4
15 3,50 3,40 3,45 0,0017 0,0008 1,28x10-4
10 2,30 2,50 2,40 0,0012 0,0006 9,60x10-5

Tabel 4.8 Hasil Penentuan Panas Kelarutan Asam Oksalat Kelompok 6

T(ºC) S T(K) 1/T(K-1) Log S


-4
25 1,60x10 298 0,00336 -3,7917
20 1,44x10-4 293 0,00341 -3,8468
10 9,60x10-5 283 0,00353 -4,0348

4.1.2 Analisis data


4.1.2.1 Kelompok 5
1) Standardisasi NaOH 0,5 N
Reaksi yang terjadi:
H2C2O4.2H2O (aq) + 2NaOH (aq) → Na2C2O4 (aq) + 4H2O (l)
Titik kesetaraan: grek NaOH ~ grek H2C2O4.2H2O
Diketahui:
m H2C2O4.2H2O = 0,6300 g
V NaOH = 21,1 mL= 0,0211 L
Mr H2C2O4.2H2O = 126,07 g/mol

10
Ditanya:
N NaOH = …
Jawab:
m H2 C2 O4. 2H2 O grek
Grek H2C2O4.2H2O = x2
Mr H2 C2 O4. 2H2 O mol
0,6300 g grek
Grek H2C2O4.2H2O = g x2
126,07 mol
mol

Grek H2C2O4.2H2O = 9,9944 x 10-3 grek


Grek H2C2O4.2H2O = 0,01 grek
grek NaOH (grek)
N NaOH =
V titrasi (mL)
0,01 grek
N NaOH =
0,0211 L

N NaOH = 0,4739 N
2) Penentuan kelarutan asam oksalat
Reaksi yang terjadi:
H2C2O4.2H2O (aq) + 2NaOH (aq) → Na2C2O4 (aq) + 4H2O (l)
Titik kesetaraan: grek NaOH ~ grek H2C2O4.2H2O
Grek NaOH = N NaOH (N) × V titrasi (L)
a. Pada suhu 25 ºC
Grek NaOH = 0,4808 N × 00044 L = 0,0021 grek
b. Pada suhu 20 ºC
Grek NaOH = 0,4808 N × 00035 L = 0,0017 grek
c. Pada suhu 15 ºC
Grek NaOH = 0,4808 N × 00033 L = 0,0015 grek
d. Pada suhu 10 ºC
Grek NaOH = 0,4808 N × 00025 L = 0,0012 grek
grek H2 C2 O4. 2H2 O (grek)
Mol H2C2O4.2H2O =
2 grek/mol

a. Pada suhu 25 ºC
0,0021 grek
Mol H2C2O4.2H2O = = 0,0011 mol
2 grek/mol

b. Pada suhu 20 ºC

11
0,0017 grek
Mol H2C2O4.2H2O = = 0,0009 mol
2 grek/mol

c. Pada suhu 15 ºC
0,0015 grek
Mol H2C2O4.2H2O = = 0,0008 mol
2 grek/mol

d. Pada suhu 10 ºC
0,0012 grek
Mol H2C2O4.2H2O = = 0,0006 mol
2 grek/mol

3) Kelarutan (S) H2C2O4.2H2O


mol H2 C2 O4. 2H2 O 100 g
S= x
25 g 25 g

a. Pada suhu 25 ºC
0,0011 mol 100 g
S= x = 1,76 x 10-4 mol/100 g
25 g 25 g

b. Pada suhu 20 ºC
0,0009 mol 100 g
S= x = 1,44 x 10-4 mol/100 g
25 g 25 g

c. Pada suhu 15ºC


0,0008 mol 100 g
S= x = 1,28 x 10-4 mol/100 g
25 g 25 g

d. Pada suhu 10 ºC
0,0006 mol 100 g
S= x = 9,60 x 10-5 mol/100 g
25 g 25 g

Gambar 4.1 Kurva Penentuan Panas Kelarutan Asam Oksalat Kelompok 5

12
4) Penentuan panas kelarutan
ΔH = -(slope x 2,303 x R)
ΔH = -(-1476,9 x 2,303 x 8,314 J/mol)
ΔH = 28278,4140 J/mol
ΔH = 28,2784 kJ/mol
4.1.2.2 Kelompok 6
1) Standardisasi NaOH 0,5 N
Rekasi yang terjadi:
H2C2O4.2H2O (aq) + 2NaOH (aq) → Na2C2O4 (aq) + 4H2O (l)
Titik kesetaraan: grek NaOH ~ grek H2C2O4.2H2O
Diketahui:
m H2C2O4.2H2O = 0,6300 g
V NaOH = 20,8 mL = 0,0208 L
Mr H2C2O4.2H2O = 126,07 g/mol
Ditanya:
N NaOH = …
Jawab:
m H2 C2 O4. 2H2 O grek
Grek H2C2O4.2H2O = x2
mr H2 C2 O4. 2H2 O mol
0,6300 g grek
Grek H2C2O4.2H2O = g x2
126,07 mol
mol

Grek H2C2O4.2H2O = 9,9944 x 10−3


Grek H2C2O4.2H2O = 0,01 grek
grek NaOH (grek)
N NaOH =
v titrasi (L)
0,01 grek
N NaOH =
0,0208 L

N NaOH = 0,4808 N
2) Penentuan kelarutan asam oksalat
Rekasi yang terjadi:
H2C2O4.2H2O (aq) + 2NaOH (aq) → Na2C2O4 (aq) + 4H2O (l)
Titik kesetaraan: grek NaOH ~ grek H2C2O4.2H2O
Grek NaOH = N NaOH (N) × V titrasi (L)

13
a. Pada suhu 25 ºC
Grek NaOH = 0,4808 N × 00042 L = 0,0020 grek
b. Pada suhu 20 ºC
Grek NaOH = 0,4808 N × 00037 L = 0,0018 grek
c. Pada suhu 15 ºC
Grek NaOH = 0,4808 N × 00035 L = 0,0017 grek
d. Pada suhu 10 ºC
Grek NaOH = 0,4808 N × 00024 L = 0,0012 grek
grek H2 C2 O4. 2H2 O (grek)
Mol H2C2O4.2H2O = grek
2
mol
a. Pada suhu 25 ºC
0,0020 grek
Mol H2C2O4.2H2O = grek = 0,0010 mol
2
mol
b. Pada suhu 20 ºC
0,0018 grek
Mol H2C2O4.2H2O = grek = 0,0009 mol
2
mol
c. Pada suhu 15 ºC
0,0017 grek
Mol H2C2O4.2H2O = grek = 0,0008 mol
2
mol
d. Pada suhu 10 ºC
0,0012 grek
Mol H2C2O4.2H2O = grek = 0,0006 mol
2
mol

3) Kelarutan (S) H2C2O4.2H2O


mol H2 C2 O4. 2H2 O 100 g
S= x
25 g 25 g

a. Pada suhu 25 ºC
0,0010 100 g
S= x = 1,60 x 10-4 mol/100 g
25 g 25 g

b. Pada suhu 20 ºC
0,0009 100 g
S= x = 1,44 x 10-4 mol/100 g
25 g 25 g

c. Pada suhu 15 ºC
0,0008 100 g
S= x = 1,28 x 10-4 mol/100 g
25 g 25 g

d. Pada suhu 10 ºC

14
0,0006 100 g
S= x = 9,60 x 10-5 mol/100 g
25 g 25 g

Gambar 4.2 Kurva Penentuan Panas Kelarutan Asam Oksalat Kelompok 6


4) Penentuan Panas Kelarutan
ΔH = -(slope x 2,303 x R)
ΔH = -(-1396,1 x 2,303 x 8,314 J/mol)
ΔH = 26731 J/mol
ΔH = 26,7313 kJ/mol
4.2 Pembahasan
Entalpi menyatakan jumlah sebuah energi internal dari sebuah sistem ditambah
dengan energi yang digunakan. Pelarut merupakan sebuah zat yang melarutkan zat
lain untuk membentuk sebuah larutan. Entalpi pelarutan saat melarutkan 1 mol zat
dalam n mol pelarut (air) (Wiryoatmojo, 1998). Panas pelarutan muncul akibat
adanya ikatan kimia baru antara asam-asam pelarutan, perubahan gaya antar
molekul tak sejenis dengan sejenis. Perubahan energi disebabkan oleh perbedaan
gaya tarik menarik antar molekul, hal ini menyebabkan panas pelarutan lebih kecil
dari pada panas reaksi. Bahan yang digunakan saat percobaan dilakukan adalah
asam oksalat yang dititrasi dengan NaOH.
Alasan dilakukan standarisasi NaOH 0,5 N karena NaOH merupakan larutan
baku sekunder yang cenderung tidak stabil dan dapat berubah konsentrasinya jika
disimpang terlalu lama. Selain itu, NaOH 0,5 N merupakan zat yang mudah
terkontaminasi, bersifat higroskopis sehingga mudah menarik uap air dari udara dan

15
juga mudah bereaksi dengan CO2 dalam udara. NaOH bukan merupakan bahan
murni sehingga ketika proses pelarutan konsentrasinya mudah berubah.
Standarisasi NaOH dilakukan untuk mengetahui konsentrasi sesungguhnya.
Percobaan ini mengenai entalpi pelarutan, dengan mentitrasi asam oksalat
dengan NaOH. Asam oksalat dititrasi dengan NaOH bertujuan untuk menentukan
pengaruh temperatur terhadap kelarutan suatu zat dan menentukan entalpi pelarutan
bahan yang digunakan asam oksalat karena asam oksalat dapat larut terhadap
akuades dan menggunakan NaOH sebagai titrat karena NaOH merupakan basa.
Asam oksalat sebelum dititrasi menggunakan NaOH ditambahkan indikator
fenolftalein yang berfungsi untuk mengetahui titik akhir titrasi yang ditandai
dengan perubahan warna, waitu dari bening menjadi merah muda. Indikator
fenolftalein dalam keaadan asam tidak berwarna, tetapi dalam suasana basa akan
berubah menjadi warna merah muda. Asam oksalat dilarutkan menggunakan
akuades berfungsi untuk membuat asam oksalat yang awalnya berbentuk kristal
padat menjadi wujud cair berupa larutan jenuh asam oksalat. Range pH indikator
fenolftalein yaitu 8,3-10. Reaksi yang terjadi pada praktikum ini ada dua, yaitu
reaksi yang terjadi ketika standarisasi NaOH 0,5 N sebagai berikut:
2NaOH + H2 C2 O 4 → Na2 C2 O4 + H2 O
Reaksi ketika penentuan kelarutan asam oksalat sebagai berikut:
2NaOH + H2 C2 O4 → Na2 C2 O4 + H2 O
Suhu yang diturunkan berpengaruh terhadap entalpi pelarutan, Van’t Hoff
menyatakan bahwa ΔH negatif, maka daya larutnya turun dengan turunnya
temperatur, sebaliknya apabila ΔH positif, maka daya larutnya naik dengan naiknya
temperatur. ΔH positif dan ΔH negatif diketahui dengan cara melihat reaksinya
apabila reaksinya endoterm maka ΔH positif dan apabila reaksinya eksoterm maka
ΔH negatif. Tekanan tidak begitu berpengaruh terhadap daya larut zat, tetapi
berpengaruh pada daya larut gas (Sukardjo, 1997). Entalpi suatu zat akan berubah
dengan perubahan temperatur karena entalpi setiap zat bervariasi dengan cara yang
khas. Perubahan entalpi pada saat sistem mengalami perubahan fisika atau kimia
biasanya dilaporkan untuk proses yang terjadi pada sekumpulan kondisi standar,
yang disebut perubahan entalpi transisi standar (ΔH trsο ) (Atkins, 1993).

16
Hasil titrasi yang diperoleh dari kelompok 5 pada temperatur 25°C
membutuhkan volume NaOH 0,5 N rata-rata sebesar 4,35 mL, grek NaOH sebesar
0,0021 grek, mol asam oksalat 0,0011 mol, dan kelarutan (S) 1,76 × 10−4
mol/100g. Titrasi pada temperatur 20°C membutuhkan volume NaOH 0,5 N rata-
rata sebesar 3,50 mL, grek NaOH sebesar 0,0017 grek, mol asam oksalat 0,0009
mol, dan kelarutan (S) 1,44 × 10−4 mol/100g. Titrasi pada temperatur 15°C
membutuhkan volume NaOH 0,5 N rata-rata sebesar 3,25 mL, grek NaOH sebesar
0,0015 grek, mol asam oksalat 0,0008 mol, dan kelarutan 1,28 × 10−4 mol/100g.
Titrasi pada temperatur 10°C membutuhkan volume NaOH 0,5 N rata-rata 2,45 mL,
grek NaOH sebesar 0,0012 grek, mol asam oksalat 0,0006 mol, dan kelarutan
9,60 × 10−5 mol/100g. Hasil titrasi yang diperoleh dari kelompok 6 pada
temperatur 25°C membutuhkan volume NaOH 0,5 N rata-rata sebesar 4,20 mL,
grek NaOH sebesar 0,0020 grek, mol asam oksalat 0,0010 mol, dan kelarutan (S)
1,60 × 10−4 mol/100g. Titrasi pada temperatur 20°C membutuhkan volume NaOH
0,5 N rata-rata sebesar 3,70 mL, grek NaOH sebesar 0,0018 grek, mol asam oksalat
0,0009 mol, dan kelarutan (S) 1,44 × 10−4 mol/100g. Titrasi pada temperatur 15°C
membutuhkan volume NaOH 0,5 N rata-rata sebesar 3,45 mL, grek NaOH sebesar
0,0017 grek, mol asam oksalat 0,0008 mol, dan kelarutan (S) 1,28 × 10−4
mol/100g. Titrasi pada temperatur 10°C membutuhkan volume NaOH 0,5 N rata-
rata 2,40 mL, grek NaOH sebesar 0,0012 grek, mol asam oksalat 0,0006 mol, dan
kelarutan 9,60 × 10−5 mol/100g. Dari hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa
semakin tinggi temperatur maka kelarutannya semakin tinggi dan volume NaOH
0,5 N dalam titrasi juga membutuhkan lebih banyak, sebaliknya semakin rendah
temperatur maka kelarutannya semakin rendah dan volume NaOH 0,5 N yang
dibutuhkan juga semakin sedikit. Entalpi (ΔH) yang diperoleh dari kelompok 5
adalah 28,2784 kJ/mol. Entalpi (ΔH) yang diperoleh dari kelompok 6 sebesar
26,7313 kJ/mol. Entalpi yang dihasilkan positif, maka reaksi yang terjadi adalah
reaksi endotermis, ΔH ditentukan berdasarkan nilai slope dari kurva Log S dengan
1/T.

17
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan percobaan Penentuan Entalpi Kelarutan dapat disimpulkan bahwa
entalpi kelarutan dapat ditentukan melalui grafik antara Log S dengan 1/T. Nilai
entalpi kelarutan kelompok 5 yaitu 28,2784 kJ/mol, sedangkan nilai entalpi
kelarutan kelompok 6 yaitu sebesar 26,7313 kJ/mol. Kedua nilai tersebut bernilai
positif, menunjukkan bahwa reaksi yang terjadi bersifat endotermis.
5.2 Saran
1) Diperlukan kecepatan dan ketepatan saat mengatur suhu larutan yang akan
dititrasi.
2) Diperlukan ketepatan saat menentukan titik jenuh larutan.
3) Diperlukan ketelitian tinggi saat melakukan titrasi agar titrasi berhenti tepat
saat mencapai titik akhir titrasi.

18
DAFTAR PUSTAKA
Alberty, & et al. (1992). Phsycal Chemistry, First ed. New York: John Wiley &
Jons, Inc.
Anonim. (2016). Natrium Hidroksida (NaOH): Pengertian, Fakta dan Kegunaanya.
Artikel Panduan Kimia.
Atkins, P. W. (1993). Kimia Fisika Jilid II. Jakarta: Erlangga.
Bird, T. (1993). Kimia Fisik untuk Universitas. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Chang, R. (2004). Kimia Dasar: Konsep-Konsep Inti Edisi Ketiga Jilid 1. Jakarta:
Erlangga.
Hakim, & et al. (2022). Prarancangan Pabrik Halaman Pengajuan Prarancangan
Pabrik Kimia Asam Oksalat dari Molases Kapasitas 50.000 Ton/Tahun.
Tesis. UPN Veteran Yogyakarta, Yogyakarta.
Puspitasari, M. (2010). Entalpi Pelarutan. Laporan Praktikum Kimia Fisika.
FMIPA UNEJ, Jember.
Sukardjo. (1997). Termodinamika Kimia. Jakarta: Erlangga.
Suwandi, M. (1995). Termodinamika Kimia. Jakarta: Erlangga.
Syukri. (1999). Kimia Dasar. Bandung: ITB.
Tim Penyusun. (2014). Petunjuk Praktikum Termodinamika Kimia. Jember:
FMIPA UNEJ.
Wiryoatmojo, S. (1998). Kimia Fisika I. Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.

19

Anda mungkin juga menyukai