Anda di halaman 1dari 37

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA

LARUTAN NON ELEKTROLIT DAN HUKUM RAOULT

Oleh :
Riska Rahma Dani
2107125646

KELOMPOK VI
KELAS C

Asisten :
Lusia Alvid

Dosen Pengampu
Sri Rezeki Muria, ST. MP. MSc.

PROGRAM STUDI SARJANA TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2022
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, puji
syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan Rahmat,
dan Hidayah-Nya, sehingga penulis diberi kesempatan untuk menyelesaikan
laporan percobaan dengan judul “Larutan Non Elektrolit dan Hukum Raoult ” ini
dengan tepat waktu. Shalawat serta salam tidak lupa selalu kita haturkan untuk
junjungan nabi kita, yaitu Nabi Muhammad SAW yang telah menyampaikan
petunjuk Allah SWT untuk kita semua, yakni Syariah agama Islam yang
sempurna dan merupakan satu-satunya karunia paling besar bagi seluruh alam
semesta. Penyusunan laporan semaksimal mungkin kami upayakan dan didukung
bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terimakasih
kepada orang tua yang telah mendukung dengan sepenuh hati, dan teman-teman
kelompok yang sudah bekerjasama sehingga dapat memperlancar dalam
penyusunannya. Untuk itu tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu kami dalam merampungkan laporan ini.

Pekanbaru, Desember 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
DAFTAR GAMBAR............................................................................................iii
DAFTAR TABEL.................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1 Latar Belakang..........................................................................................1
1.2 Tujuan Praktikum......................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................3
2.1 Hukum Raoult...........................................................................................3
2.2 Larutan......................................................................................................4
2.3 Larutan Elektrolit......................................................................................5
2.4 Larutan Non Elektrolit..............................................................................6
2.5 Larutan Ideal.............................................................................................6
2.6 Larutan Non Ideal.....................................................................................7
2.7 Etil Asetat..................................................................................................9
2.8 Aseton.....................................................................................................11
BAB III PELAKSANAAN PRAKTIKUM........................................................13
3.1 Alat dan Bahan........................................................................................13
3.1.1 Alat-alat.......................................................................................13
3.1.2 Bahan-bahan................................................................................13
3.2 Prosedur Percobaan.................................................................................13
3.3 Pengamatan.............................................................................................14
3.4 Rangkaian Alat........................................................................................15
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN.............................................................16
4.1 Hasil........................................................................................................16
4.2 Pembahasan.............................................................................................16
4.2.1 Pengaruh Komposisi Terhadap Titik Didih Campuran..................16
4.2.2 Pengaruh Gaya Antar Molekul Terhadap Tekanan Uap................19
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN...............................................................20
5.1 Kesimpulan.............................................................................................20
5.2 Saran........................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................21
LAMPIRAN A LAPORAN SEMENTARA
LAMPIRAN B PERHITUNGAN
LAMPIRAN C PERTANYAAN
LAMPIRAN D DOKUMENTASI

ii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Penyimpangan Negatif Hukum Raoult...............................................8
Gambar 2.2 Penyimpangan Positif Hukum Raoult................................................9
Gambar 2.3 Struktur Etil Asetat...........................................................................10
Gambar 2.4 Struktur Aseton.................................................................................12
Gambar 3.1 Rangkaian Alat Reflux......................................................................15
Gambar 4.1 Grafik Hubungan Fraksi Mol Etil Asetat dengan Titik Didih..........17
Gambar 4.2 Grafik Hubungan Fraksi Mol Aseton dengan Titik Didih................18

iii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Sifat Fisika Etil Asetat...........................................................................10
Tabel 2.2 Sifat Kimia Etil Asetat..........................................................................11
Tabel 2.3 Sifat Fisika Aseton................................................................................12
Tabel 3.1 Hasil Pengamatan..................................................................................14
Tabel 4.1 Hasil Praktikum Larutan Non Elektrolit Hukum Raoult.......................16

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Istilah larutan sudah sering di dengar dalam kehidupan sehari-hari. Suatu
larutan didefinisikan sebagai campuran homogen, yaitu campuran yang memiliki
komposisi yang sama di seluruh volumenya. Suatu larutan terdiri dari satu atau
lebih zat terlarut dan suatu pelarut. Secara umum, zat terlarut adalah komponen
yang terdapat dalam jumlah kecil, sedangkan pelarut adalah komponen yang
terdapat dalam jumlah besar. Ada batas tertentu untuk kemampuan pelarut untuk
melarutkan zat terlarut pada suhu tertentu. Suatu larutan di mana jumlah
maksimum zat terlarut telah larut pada suhu tertentu disebut larutan jenuh.
Sebelum titik jenuh tercapai, larutan tersebut disebut larutan tidak jenuh. Jika
ditemukan suatu keadaan dengan zat terlarut dalam larutan lebih banyak daripada
yang seharusnya dapat larut dalam pelarut tersebut pada suhu tertentu,larutan
dengan kondisi tersebut dianggap sebagai larutan lewat jenuh (Takeuchi, 2008).
Larutan dikelompokan menjadi dua berdasarkan interaksinya diantara
komponen-komponen penyusunnya yaitu larutan ideal dan larutan non ideal.
Sedangkan larutan dibedakan menjadi larutan elektrolit dan larutan non-elektrolit
berdasarkan daya hantar listriknya. Suatu larutan dianggap ideal bila partikel zat
terlarut dan partikel pelarut tersusun secara acak, pada proses pencampurannya
tidak terjadi efek kalor. Dalam larutan biner, proses pencampuran tidak terjadi jika
energi interaksi antara partikel solvat dan partikel larutan sama dengan energi
interaksi antara partikel solvat dan partikel larutan. Secara umum larutan ideal
akan memenuhi hukum Raoult (Malau dan Nugraha, 2021).
Suatu larutan disebut ideal jika laruran mengikuti hukum raoult pada
seluruh kisaran komposisi dari system tersebut. Hukum raoult biasanya
didefinisikan sebagai fugasitas maing-masing komponen dalam larutan sama
dengan hasil kali fungitasnya dalam keadaan murni pada temperatur dan tekanan
yang sama serta fraksi molnya dalam larutan tersebut, yaitu fi xi fi (Dogra, 1990).
Dalam larutan ideal, semua komponen pelarut dan zat terlarut mengikuti hukum

1
2

raoult pada seluruh rentang konsentrasi. Bunyi dari hukum raoult adalah "tekanan
uap larutan ideal dipengaruhi oleh tekanan uap dan fraksi mol zat terlarut yang
terkandung dalam larutan tersebut" (Syukri, 1999).
Prinsip prinsip hukum Raoult digunakan untuk menentukan komposisi
dari larutan. Dengan adanya hukum Raoult dapat diprediksi berat molekul dari
suatu larutan. Hukum Raoult juga mempelajari tentang pengaruh gaya antar
molekul dari suatu campuran ideal. Oleh karena itu, dilakukan praktikum tentang
hukum Raoult pada larutan non elektrolit. Dengan demikian, dapat diketahui
apakah campuran yang digunakan adalah campuran ideal dan gaya tarik menarik
dari larutan tersebut.

1.2 Tujuan Praktikum


Adapun tujuan dari percobaan viskositas berbagai jenis cairan yaitu:
1. Mempelajari pengaruh komposisi terhadap titik didih campuran.
2. Mempelajari pengaruh gaya antar molekul terhadap tekanan uap
campuran.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hukum Raoult


Raoult adalah seorang ahli kimia dari Perancis, ia mengamati bahwa dalam
larutan ideal dalam kesetimbangan antara zat terlarut dan uapnya, rasio
perbandingan antara tekanan uap salah satu komponennya (misal A) PA/PAo
sebanding dengan fraksi mol komponen (XA) yang menguap dalam larutan pada
suhu yang sama. Hukum Raoult mempelajari sifat tekanan uap larutan yang
mengandung pelarut yang tidak mudah menguap dan berhubungan dengan aksi air
(Oxtoby, 2001). Hukum Raoult menyatakan "tekanan uap larutan ideal
dipengaruhi oleh tekanan uap pelarut dan fraksi mol zat terlarut dalam larutan".
Jika dua jenis cairan dicampur dan tekanan uap parsial keduanya diukur menjadi,
menurut hukum Raoult, tekanan uap parsialnya adalah A berlaku (Ananda, 2006):
0
P A =X A + P A.......................................................................................(2.1)

Pada campuran dengan zat terlarut yang bersifat mudah menguap (volatil),
tekanan uapnya dapat diukur dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
0
P A =X B + PB...............................................................................................(2.2)

Keterangan :
PoA= tekanan uap A (cairan murni)
PoB= tekanan uap B
XA= fraksi mol zat A
XB= fraksi mol zat B

Hukum Raoult digunakan untuk mempelajari sifat, karakteristik fisik suatu


larutan. Sifat atau karakteristik tersebut misalnya memprediksi massa molar (Mr)
atau jenis suatu zat dan juga menghitung jumlah molekul suatu zat. larutan yang
memenuhi Hukum Raoult disebut larutan ideal. Sesuai dengan hukum Raoult,
tekanan total campuran merupakan jumlah tekanan parsial masing- masing
komponen dalam campuran tersebut (Purba, 2019).

3
4

Tidak semua larutan mengikuti hukum Raoult. Banyak larutan yang


menunjukkan penyimpangan positif dam negatif terhadap hukum Raoult. Apabila
larutan mempunyai tekanan uap yang lebih tinggi daripada yang diprediksikan
oleh hukum Raoult maka disebut larutan tersebut mengalami penyimpangan
positif. Sebaliknya, penyimpangan negatif terjadi apabila tekanan uap larutan
lebih rendah daripada yang diprediksikan dari hukum Raoult (Sunarya, 2008).

2.2 Larutan
Larutan merupakan campuran homogen yang terdiri dari dua atau lebih
zat. Suatu zat yang hadir dalam jumlah lebih sedikit dalam suatu larutan disebut
zat terlarut, sedangkan zat yang hadir dalam suatu larutan lebih banyak daripada
zat lain disebut pelarut. Komposisi zat terlarut dan pelarut dalam suatu larutan
dinyatakan sebagai konsentrasi larutan, pencampuran zat terlarut dan pelarut
membentuk larutan disebut disolusi (Kurniawan, 2012). Konsentrasi larutan
secara kuantitatif menyatakan komposisi larutan dan pelarut dalam larutan.
Konsentrasi biasanya dinyatakan sebagai perbandingan jumlah zat terlarut dengan
jumlah pelarut. Contoh beberapa satuan konsentrasi adalah molar, mol, dan bagian
per juta. Sementara itu, secara kualitatif, komposisi larutan dapat dinyatakan
sebagai encer (konsentrasi rendah) atau pekat (konsentrasi tinggi) (Putri dkk.,
2017).
Materi adalah segala sesuatu yang memiliki massa dan menempati ruang.
Materi terdiri dari partikel yang sangat kecil yang tidak terlihat oleh mata.
Komposisi dan sifat partikel masing-masing zat berbeda. Komposisi dan sifat
partikel menentukan keadaan agregasi. Cairan memiliki sifat berubah bentuk dan
memiliki volume tetap. Sifat-sifat larutan dipengaruhi oleh susunan komposisinya.
Komposisi suatu larutan dapat dinyatakan sebagai konsentrasinya, yaitu
perbandingan jumlah zat terlarut dengan pelarut. Jumlah zat terlarut yang berbeda
dalam setiap larutan membutuhkan energi panas yang berbeda, yang
mempengaruhi titik didih larutan. Titik didih larutan adalah suhu larutan di mana
tekanan uap jenuh larutan sama dengan tekanan atmosfer sekitar (tekanan yang
diberikan pada permukaan cairan) (Putri dkk., 2017).
5

Suatu larutan yang memiliki jumlah zat terlarut terbesar pada suhu tertentu
disebut larutan jenuh. Larutan sebelum titik jenuh tercapai disebut larutan tidak
jenuh, tetapi larutan tersebut mungkin mengandung lebih banyak zat terlarut
daripada yang akan larut dalam pelarut pada suhu tertentu, dan dalam keadaan
tersebut, larutan disebut larutan lewat jenuh. Kelarutan didefinisikan sebagai
jumlah zat terlarut yang dapat membentuk larutan jenuh dalam sejumlah pelarut
tertentu pada suhu konstan. Kelarutan suatu zat bergantung pada sifat zat, molekul
pelarut, suhu, dan tekanan (Putri dkk., 2017).
Larutan dengan jumlah maksimum zat terlarut pada temperatur tertentu
disebut dengan larutan jenuh. Sebelum mencapai titik jenuh, laruta disebut sengan
larutan tidak jenuh. Sedangkan pada suatu keadaan dimana zat terlarut lebih
banyak dari pada pelarut disebut dengan pelarut lewat jenuh (Haryono, 2019).
Larutan jenuh adalah larutan yang mengandung zat terlarut dalam jumlah yang
diperlukan untuk dicapainya kesetimbangan antara solute yang terlarut dan yang
tak terlarut. Banyaknya zat terlarut yang melarut dalam pelarut untuk
menghasilkan suatu larutan disebut dengan kelarutan. Jika jumlah zat yang
terlarut kurang dari kelarutannya, maka larutannya disebut tak jenuh
(unsaturated). Jika jumlah zat yang terlarut lebih banyak dari kelarutannya, maka
larutannya disebut lewat jenuh (supersaturated) (Roni dan Herawati, 2020).

2.3 Larutan Elektrolit


Larutan elektrolit adalah zat terlarut yang terionisasi sehingga larutan
tersebut mengandung ion-ion yang dapat menghantarkan listrik. Ion dalam larutan
elektrolit dapat memiliki muatan kationik dan anionik. Ketika arus listrik
dialirkan ke larutan elektrolit, larutan tersebut memberikan gejala berupa cahaya
pada alat uji atau munculnya gelembung gas pada larutan. Larutan elektrolit dapat
dibedakan menjadi tiga menurut Haryono, (2019) sebagai berikut :
1. Larutan elektrolit kuat
Merupakan larutan yang memiliki jumlah ion sangat banyak sehingga
daya hantar listriknya kuat.
2. Laruran eletrolit lemah
6

Adalah larutan yang jumlah ion dalam larutannya sedikit sehingga daya
hantar listriknya lemah.
3. Larutan non elektrolit
Adalah larutan yang didalamnya tidak terdapat ion-ion sehingga tidak
dapat menghantarkan listrik.
Larutan elektrolit dan larutan non-elektrolit dapat dibedakan secara
eksperimental berdasarkan konduktivitas listriknya. Larutan elektrolit, seperti
beberapa jenis larutan garam, asam, dan basa kuat, dapat menghantarkan listrik.
Zat non-elektrolitik seperti senyawa organik, biasanya dalam larutan berair, tidak
dapat menghantarkan listrik (Sunarya, 2012).

2.4 Larutan Non Elektrolit


Larutan dapat diklasifikasi berdasarkan daya hantar listriknya menjadi
larutan elektrolit dan larutan non elektrolit. Larutan-larutan non elektrolit terdiri
atas zat yang terlarut dalam pelarut namun tidak terurai menjadi ion (tidak
terionisasi). Larutan non elektrolit tidak dapat menyalakan lampu atau
menghasilkan gelembung gas di sekitar elektrodanya pada alat uji elektroda.
Larutan non elektrolit merupakan larutan yang tidak dapat menghantarkan arus
listrik. Hal ini karena larutan nonelektrolit tidak dapat menghasilkan ion-ion
(Achmad, 2001).
Larutan non elektrolit adalah larutan yang tidak dapat menghantarkan arus
listrik. Hal ini terjadi karena suatu zat tidak dapat membentuk ion-ion dan tidak
dapat bergerak bebas dalam pelarutnya. Pada larutan non elektrolit, molekul-
molekul dalam larutan tidak terionisasi, sehingga tidak memiliki ion bermuatan
yang dapat menghantarkan arus listrik (Kosasih, 2018).

2.5 Larutan Ideal


Larutan ideal adalah larutan yang gaya tarik menarik antar molekul
komponennya sama dengan gaya tarik menarik anatar molekul masing-masing
komponennya. Oleh karena itu, jika zat A dan B bersifat ideal, gaya tarik menarik
antar molekul A dan B sama dengan gaya tarik antara molekul A dan A atau B
dan B (Sukardjo, 1990). Ketika dua cairan bercampur, maka ruang diatasnya
7

berisi uap dari kedua cairan tersebut. Tekanan uap jenuh masing-masing
komponen (poi) di ruangan itu lebih kecil daripada tekanan uap jenuh cairan
murni (poi), karena permukaan larutan diisi oleh dua zat yang berbeda, sehingga
masing-masing komponen memiliki kesempatan untuk menguap. berkurang
Kemungkinan tersebut sesuai dengan fraksi mol masing-masing (xi) (Syukri,
1999).
Larutan ideal adalah larutan yang sifat-sifatnya mengikuti Hukum Raoult.
Idealnya pada seluruh kisaran komposisi dari sistem tersebut. Hukum Raoult
secara umum didefinisikan sebagai fugasitas dari tiap komponen dalam larutan
yang sama dengan hasil kali fugasitasnya dalam keadaan murni pada temperatur
dan tekanan yang sama serta fraksi molnya dalam larutan tersebut, yakni (Dogra,
1990). Seluruh komponen pada larutan yang ideal harus mengikuti hukum Raoult
pada seluruh selang konsentrasi. Hukum Raoult berbunyi sebagai berikut:
“tekanan uap larutan ideal dipengaruhi oleh tekanan uap pelarut dan fraksi mol zat
terlarut yang terkandung dalam larutan tersebut” (Syukri, 1999).
Adapun syarat larutan ideal menurut Purba (2019), adalah sebagai berikut:
1. Larutannya memenuhi hukum Raoult.
2. Molekul zat terlarut dan molekul pelarut tersusun sembarang.
3. Pada pencampuran tidak terjadi kalor.
4. Entalpi pembentukan campuran (∆Hf) = 0, yang artinya tidak ada
perubahan entalpi sebelum dan sesudah pencampuran.
5. Komposisi sistem selalu homogen di seluruh wilayah. Fraksi mol kira-kira
0-1 (0 < x < 1).
6. Volume campuran (∆V) = 0, yang artinya tidak terjadi perubahan volume
sebelum dan sesudah pencampuran.

2.6 Larutan Non Ideal


Larutan non-ideal merupakan kebalikan dari larutan ideal, yaitu larutan
yang interaksi tarik menarik antara molekul-molekul tidak sama dengan interaksi
molekul-moleku dari pelarut dan terlarutnya. Larutan non-ideal merupakan larutan
riil yang sering dijumpai dimana saja. Ciri lain larutan non-ideal adalah tidak
8

mengikuti hokum Raoult yang menyebabkan terjadinya penyimpangan pada


grafik hukum rault (Syukri, 1999).
Larutan biner yang terdiri dari dua komponen zat terlarut A dan pelarut B,
jika gaya tarik menarik antara A dan B sama dengan gaya tarik menarik antara A
dan A dan B dan B, maka pelarutan tidak akan menimbulkan efek kalor atau ΔHf
berharga nol. Dalam larutan yang sesuai dengan hukum Raoult, interaksi antara
molekul individu dari dua komponen sama dengan interaksi antara molekul
masing-masing komponen. Solusi seperti itu disebut solusi ideal. Namun pada
kenyataannya, dalam banyak larutan, gaya tarik menarik antara A dan B tidak
sama dengan gaya kohesif antara A dan A serta B dan B, sehingga proses
pelarutan menimbulkan efek pemanasan. Pada kondisi ini solusi dikatakan tidak
ideal (Endang, 2004).
a. Penyimpangan Negatif
Jika gaya tarik antara A dan B lebih besar dibandingkan gaya tarik antara
A dengan A atau B dengan B, maka proses pelarutan merupakan reaksi eksoterm
dengan harga Δ Hl < 0. Hal ini menyebabkan tekanan uap larutan menjadi lebih
rendah dari tekanan uap yang dihitung dengan hukum Raoult (Syukri, 1999).
Penyimpangan dari hukum Raoult ini disebut penyimpangan negatif,
seperti diperlihatkan pada Gambar 2.1 garis lengkung memperlihatkan terjadinya
penyimpangan tersebut (Syukri, 1999).

Gambar 2.1 Penyimpangan Negatif Hukum Raoult (Syukri, 1999).


9

b. Penyimpangan Positif
Jika gaya tarik menarik antara A dan B lebih lemah daripada gaya kohesi
kedua komponen, maka Δ Hl > 0 atau reaksi disolusi bersifat endotermik.
Akibatnya, tekanan uap larutan lebih besar dari tekanan uap yang dihitung dengan
hukum Raoult dan disebut penyimpangan positif (Syukri, 1999). Seperti yang
diperlihatkan oleh gambar 2.2 dan contoh larutan tersebut adalah larutan yang
terdiri dari eter (C2H5)2O dan CCl (karbon tetraklorida). Tekanan uap larutan lebih
besar dari tekanan uap yang dihitung dengan hukum Raoult dan disebut
penyimpangan positif. Seperti yang diperlihatkan oleh gambar 2.2 dan contoh
larutan tersebut adalah larutan yang terdiri dari eter (C 2H5)2O dan CCl4 (karbon
tetraklorida) (Syukri, 1999).

Gambar 2.2 Penyimpangan Positif Hukum Raoult (Syukri, 1999).


Sebaliknya, jika tarikan A-B lebih lemah dibandingkan tarikan A-A dan
B- B, maka proses pelarutan adalah endoterm dan ∆H > 0. Pada kondisi ini,
sistem berada pada tingkat energi yang lebih tinggi setelah terjadi interaksi
dibandingkan sebelumnya. Oleh sebab itu, hanya dibutuhkan sedikit kalor untuk
penguapan. Pada tiap suhu, tekanan uapnya lebih besar dibandingkan tekanan
yang dihitung menurut hukum Raoult. Penyimpangan dari hukum ini disebut
dengan penyimpangan positif (Sudarmin dkk., 2017).
10

2.7 Etil Asetat


Etil asetat adalah senyawa organik dengan rumus kimia
CH3CH2OC(O)CH3. Senyawa ini merupakan ester dari etanol dan asam asetat.
Senyawa ini berupa cairan tidak berwarna dengan bau yang khas. Senyawa ini
sering disingkat EtOAc, dengan Et adalah gugus etil dan OAc adalah asetat. Etil
asetat diproduksi dalam skala besar sebagai pelarut. Etil asetat adalah pelarut
polar menengah yang volatil (mudah menguap), tidak beracun, dan tidak
higroskopis. Etil asetat adalah akseptor ikatan hidrogen yang lemah daripada
donor ikatan hidrogen karena tidak memiliki proton asam, yaitu hidrogen yang
terikat pada atom elektronegatif seperti flor, oksigen, dan nitrogen (Liza dkk.,
2015). Etil asetat memiliki gugus fungsi yang dapat dilihat pada Gambar 2.3

Gambar 2.3 Struktur Etil Asetat (Liza, dkk., 2015).


Etil asetat adalah cairan bening, tidak berwarna, dan berbau khas yang
digunakan sebagai pelarut tinta, perekat, dan resin. Dibandingkan dengan
etanol, etil asetat memiliki koefisien distribusi yang lebih tinggi daripada
etanol, termasuk kelarutannya dalam gasoline. Selain digunakan sebagai
pelarut, etil asetat dapat berfungsi sebagai bahan aditif untuk
meningkatkan bilangan oktan bensin dan dapat digunakan sebagai bahan baku
kimia yang serbaguna. Pembuatan etil asetat biasanya dilakukan dengan
esterifikasi (Setyawardhani dkk., 2015).
Adapun sifat fisika dari etil asetat dijabarka pada Tabel 2.1
Tabel 2.1 Sifat Fisika Etil Asetat
Parameter Keterangan
Berat molekul 88,105 g/mol
Wujud Cairan bening
11

Densitas 0,897 g/mL


Titik leleh -83,6 ◦C
Titik didih 77,1 ◦C
Titik nyala -4 ◦C
(Sumber : Conan dkk., 2015).
Adapun sifat kimia dari etil asetat dijabarka pada Tabel 2.2
Tabel 2.2 Sifat Kimia Etil Asetat
Parameter Keterangan
Rumus Senyawa C4H8O2
Massa Molar 88,11 g/mol
Polaritas 4,4
Momen Dipol 1,78 D
(Sumber: Liza dkk., 2015).

2.8 Aseton
Aseton memiliki gugus karbonil dengan ikatan rangkap dua karbon-
oksigen terdiri atas satu ikatan σ dan satu ikatan π. Secara umum, atom hidrogen
yang terikat pada atom karbon sangat stabil dan sangat sukar diputuskan. Namun,
atom hidrogen yang terletak pada karbon (C) dari gugus karbonil yang disebut
atom hidrogen alfa (α). Sebagai akibat penarikan elektron oleh gugus karbonil,
kerapatan elektron pada atom α-karbon semakin berkurang menyebabkan ikatan
karbon dan hidrogen melemah, sehingga hidrogen α bersifat asam dan dapat
mengakibatkan terjadinya substitusi α. α-substitusi melibatkan penggantian atom
H dari atom α-karbon dengan atom elektrofilik (Wade, 2006).
Aseton diproduksi secara langsung atau tidak langsung dari propena. Secara
umum, benzena dialkilasi dengan propena melalui proses kumena dan produk dari
proses kumena (isopropil benzena) dioksidasi menjadi fenol dan aseton (Petrucci,
1987).
C6H5CH(CH3)2 + O2 → C6H5OH + O...........................................................(2.6)

.........................................................Aseton juga diproduksi dengan oksidasi langsung propen


katalis Pd (II) atau Cu (II), mirip dengan 'metode Wacker'. Secara historis, aseton
diproduksi oleh distilasi kering senyawa asam asetat seperti kalsium asetat.
Selama Perang Dunia I, proses untuk memproduksi aseton dengan fermentasi
bakteri dikembangkan oleh Chaim Weizmann untuk mendukung upaya perang
12

Inggris. Metode ini kemudian ditinggalkan karena rendemen aseton butanol yang
rendah (Petrucci, 1987)

Gambar 2.4 Struktur Aseton (Iriany dkk.,2015).


Aseton digunakan dalam pembuatan berbagai pelapis dan plastik dan
bahan baku kimia berbagai produk seperti keton, metil metaklirat, bisphenol,
alkohol diasoton, metil isobutil keton dan isopropon. Aseton juga dapat digunakan
sebagai bahan baku pembuatan zat organik lain seperti kloroform pada obat bius,
sebagai Pelepas lem super dan sebagai campuran parfum dan kosmetika lainnya.
Adapun bahan baku yang digunakan utuk produksi aseton adalah acetylene dan air
(Fadillah dan Fitria, 2021).
Tabel 2.3 Sifat Fisika Aseton
Karakteristik Fraksi mol
Rumus molekul C3H6O
Berat molekul (g/mol) 58,08
Kenampakan Cairan tidak berwarna
Titik didih (0C) 56,29
Titik beku (0C) -94,6
Refractive index (20οC) 1,3588
Viskositas (20οC), Cp 0,32
Specific gravity (20οC) 0,783
Temperature krisi, οC 235,05
Tekanan krisis (20οC), kPa 4.701
Kelarutan dalam air Sangat larut
(Sumber: Ullmann, 2007).
13
BAB III
PELAKSANAAN PRAKTIKUM

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1 Alat-alat
Adapun alat-alat yang digunakan pada percobaan larutan non elektrolit
hukum Raoult, yaitu :
1. Labu Didih Leher Tiga
2. Kondensor
3. Selang
4. Termometer
5. Heating Mantel
6. Pecahan Porselen
7. Statif dan Klem
8. Gelas Ukur 10 mL dan 50 mL
9. Corong Kaca
10. Alumunium Foil
11. Pipet Tetes

3.1.2 Bahan-bahan
Adapun bahan-bahan yang digunakan pada percobaan larutan non
elektrolit hukum Raoult, yaitu :
1. Etil asetat
2. Aseton

3.2 Prosedur Percobaan


Adapun prosedur percobaan yang dilakukan pada percobaan larutan non
elektrolit hukum Raoult, yaitu :
1. Pasangkan alat refluks, yang terdiri dari labu leher tiga dan sebuah
pendingin yang dipasang terbalik. Hal yang perlu diperhatikan dalam
merangkai alat refluks:

13
14

a. Termometer tercelup ditengah-tengah cairan, namun jangan sampai


menyentuh dinding gelas labu refluks dan ditambahkan batu didih.
b. Setiap kali memasukkan kedua cairan, sumber panas atau listrik harus
dimatikan, mengingat cairan organik yang digunakan mudah terbakar.
2. Etil asetat sebanyak 10 mL dituangkan ke dalam labu refluks dengan
corong melalui lubang pemasukkan cairan. Larutan dipanaskan sampai
mendidih dan dicatat suhunya.
3. Stop kontak listrik dicabut, tunggu larutan agak dingin selanjutnya aseton
sebanyak 2 mL dituangkan ke dalam labu. Panaskan perlahan-lahan
sampai mendidih dan setelah suhu tetap dicatat suhu didihnya.
4. Demikian seterusnya diulangi setiap kali dengan penambahan 2 mL aseton
sampai jumlah aseton yang ditambahkan mencapai 10 mL. Setiap kali
sesudah penambahan, campuran dipanaskan serta dicatat titik didihnya.
5. Kemudian tuangkanlah campuran ini kedalam wadah kosong yang tertutup
rapat dan aman.
6. Labu refluk dikeringkan dengan jalan diangin-anginkan.
7. Setelah kering, aseton sebanyak 10 mL dituangkan kedalam labu refluk,
panaskan dengan hati-hati dan titik didihnya dicatat.
8. Heating mantel dimatikan, larutan ditunggu agak dingin lalu etil asetat
sebanyak 2 mL ditambahkan, panaskan perlahan-lahan dan titik didihnya
dicatat. Demikian seterusnya sampai jumlah etil asetat yang ditambahkan
mencapai 10 mL. Setiap kali penambahan etil asetat, dicatat suhu
didihnya.

3.3 Pengamatan
Tabel 3.1 Hasil Pengamatan
Prosedur Pengamatan
10 mL etil asetat + 0 mL aseton Larutan bening dengan titik didih 73℃
10 mL etil asetat + 2 mL aseton Campuran bening dengan titik didih 69℃
10 mL etil asetat + 4 mL aseton Campuran bening dengan titik didih 67℃
10 mL etil asetat + 6 mL aseton Campuran bening dengan titik didih 65℃
10 mL etil asetat + 8 mL aseton Campuran bening dengan titik didih 63,5℃
10 mL etil asetat + 10 mL aseton Campuran bening dengan titik didih 63℃
Hasil pemanasan setelahh Hasil yang didapat adalah campuran
15

tercapai sebanyak 10 mL etil berwarna bening dan volumenya berkurang


asetat dan 10 mL aseton dibuang karena menglami penguapan.
dan akan dimasukkan larutan
berikutnya kedalam labu didih
10 mL aseton + 8 mL etil asetat Larutan bening dengan titik didih 62℃
10 mL aseton + 6 mL etil asetat Campuran bening dengan titik didih 60℃
10 mL aseton + 4 mL etil asetat Campuran bening dengan titik didih 59℃
10 mL aseton + 2 mL etil asetat Campuran bening dengan titik didih 57℃
10 mL aseton + 0 mL etil asetat Campuran bening dengan titik didih 56℃

3.4 Rangkaian Alat

Gambar 3.1 Rangkaian Alat Reflux


16
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Tabel 4.1 Hasil Praktikum Larutan Non Elektrolit Hukum Raoult
Campuran (mL)
Fraksi Mol Etil Asetat Titik Didih (°C)
Etil Asetat Aseton
10 0 1 73
10 2 0,79 69
10 4 0,65 67
10 6 0,55 65
10 8 0,48 63,5
10 10 0,43 63
8 10 0,37 62
6 10 0,31 60
4 10 0,23 59
2 10 0,13 57
0 10 0 56

4.2 Pembahasan
4.2.1 Pengaruh Komposisi Terhadap Titik Didih Campuran
Pada praktikum ini digunakan larutan non elektrolit yaitu larutan etil asetat
dan aseton. Kedua larutan ini dicampurkan dan dipanaskan hingga mendidih. Titik
didih yang didapatkan pada campuran dengan komposisi yang berbeda-beda
menjelaskan bahwa komposisi mempengaruhi titik didih suatu campuran.
Pemanasan campuran larutan tersebut dilakukan secara berulang-ulang dengan
komposisi yang berbeda-beda sehingga menghasilkan perbedaan fraksi mol dari
kedua larutan di dalam campuran (Khoerunnisa, 2014).
Pada percobaan ini menggunakan larutan non elektrolit etil asetat dan
aseton. Kedua larutan dicampur dan dipanaskan sampai mendidih. Kemudian titik
didih yang diperoleh dicatat untuk campuran senyawa yang berbeda menjelaskan
bahwa komposisi mempengaruhi titik didih dari campuran. Pemanasan berulang
dengan komposisi yang berbeda menghasilkan fraksi mol yang berbeda dari kedua
larutan campuran (Dewi, 2020).

16
17

Prosedur dilakukan secara berulang kali dengan mengubah komposisi


larutan yang berbeda-beda. Pemanasan dilakukan dengan komposisi larutan etil
asetat : aseton sebanyak 10 mL : 0 mL; 10 mL : 2 mL; 10 mL : 4 mL; 10 mL : 6
mL; 10 mL : 8 mL; 10 mL : 10 mL. Kemudian alat pemanas dimatikan dan alat
refluks didinginkan. Setelah dingin, dilakukan prosedur yang sama akan tetapi
dengan komposisi yang berbeda dari sebelumnya. Komposisi campuran larutan
etil asetat : aseton sebanyak 8 mL : 10 mL; 6 mL : 10 mL; 4 mL : 10 mL;2 mL :
10 mL; 0 mL : 10 mL. Setiap campuran diukur suhu titik didihnya dan dicatat.

Perubahan Seiring Penambahan Aseton


74
72
Titik Didih Larutan (⁰C)

70
68
66
64
62
60
58
1 0.79 0.65 0.55 0.48 0.43
Fraksi Mol Etil Asetat

Gambar 4.1 Grafik Hubungan Fraksi Mol Etil Asetat-Aseton


Dari grafik, dapat dilihat bahwa ketika larutan dicampur, titik didih
campuran menurun dengan menurunnya fraksi mol etil asetat. Ketika aseton
ditambahkan ke etil asetat, atau ketika komposisi aseton diubah sambil menjaga
komposisi etil asetat konstan pada 10 mL, titik didih etil asetat secara bertahap
menurun dari 73°C. Namun, jika volume aseton dijaga konstan dan komposisi
mol etil asetat diubah, titik didih campuran meningkat dari 56°C (Petrucci, 1987).
Berdasarkan grafik diatas, titik didih campuran dalam larutan etil asetat yang
ditambahkan aseton mengalami penurunan. Etil asetat adalah pelarut dan aseton
adalah zat terlarut. Berdasarkan grafik di atas, jelas bahwa menggunakan etil
asetat sebagai pelarut dan aseton sebagai zat terlarut menurunkan titik didih. Hal
ini disebabkan karena volume etil asetat tetap dan fraksi mol etil asetat menurun.
Ketika fraksi mol etil asetat berubah, titik didih campuran berubah. Semakin
18

tinggi titik didih campuran, semakin tinggi jumlah mol zat tersebut, sedangkan
semakin rendah titik didih campuran larutan juga menunjukkan fraksi mol yang
lebih kecil. Oleh karena itu, dikatakan bahwa komposisi larutan dan titik didihnya
berbanding lurus. Penyimpangan yang terjadi pada campuran ini adalah
penyimpangan positif dikarenakan kenaikan titik didih akan membuat larutan
mengalami penurunan tekanan uap. Penurunan tekanan uap menunjukkan banyak
partikel yang menguap sedikit dan banyaknya partikel yang menguap dipengaruhi
oleh tarikan antar senyawa yang sama dalam larutan lebih besar dari tarikan antar
senyawa yang berbeda.
Pada perlakuan kedua, dimasukkan 10 mL aseton ke dalam labu didih
leher tiga dan dilakukan proses refluks untuk mengukur titik didih aseton. Setelah
titik didih aseton didapatkan, ditambahkan 2 mL etil asetat dan dilakukan kembali
proses refluks. Proses ini dilakukan secara berulang-ulang hingga jumlah etil
asetat yang ditambahkan mencapai 10 mL. Hasil pengukuran titik didih larutan
dapat dilihat pada Gambar 4.2

Gambar 4.2 Grafik Hubungan Fraksi Mol Aseton-Etil Asetat


Pada perlakuan kedua, dapat diamati kenaikan titik didih pada saat
penambahan etil asetat ke larutan aseton. Dengan ditambahkannya etil asetat,
fraksi mol dari aseton akan menurun sedangkan fraksi mol asam asetat akan
meningkat. Kenaikan titk didih larutan terjadi karena komposisi zat terlarut dalam
19

larutan meningkat sehingga terjadi peningkatan titik didih larutan campuran


(Clark, 2007).
Berdasarkan hasil percobaan, titik didih aseton tertinggi mencapai 63°C.
Titik didih tidak sesuai dengan titik didih teoritis. Secara teoritis, titik didih
aseton adalah 56°C. Hal ini dapat disebabkan oleh pembacaan suhu yang tidak
akurat dan proses pemanasan yang buruk selama proses percobaan berlangsung.
Selain itu, pada percobaan ini sangat sulit untuk menentukan titik didih dari setiap
penambahan volume yang diberikan pada setiap sampel, sehingga mempengaruhi
hasil akhir dari percobaan ini. Penyimpangan yang terjadi pada campuran ini
adalah penyimpangan negatif. Menurut Widjajanti (2007), penyimpangan negatif
terjadi karena gaya tarik zat terlarut dan pelarut lebih besar dibandingkan dengan
gaya tarik antara zat terlarut dengan zat terlarut dan pelarut dengan pelarut.
Akibatnya tekanan parsial di atas larutan lebih kecil daripada yang dinyatakan
hukum Raoult sehingga tekanan uap totalnya lebih kecil dari yang diharapkan.

4.2.2 Pengaruh Gaya Antar Molekul Terhadap Tekanan Uap


Tekanan uap (vapor pressure) adalah ukuran kecenderungan molekul-
molekul suatu cairan untuk lolos menguap. Semakin besar tekanan uap pada suatu
cairan maka molekul-molekul tersebut semakin mudah berubah menjadi uap.
Nilai tekanan uap akan membesar dan cairan akan semakin mudah menguap bila
suhunya dinaikkan. Tekanan uap suatu cairan bergantung pada banyaknya
molekul di permukaan yang memiliki cukup energi kinetik untuk lolos dari
tarikan molekul-molekul lainnya (Muchson, 2013).
Hubungan tekanan uap dengan titik didih, bila sebuah larutan memiliki
tekanan uap yang tinggi pada suatu suhu berarti gaya antar molekul yang berada
dalam larutan tersebut mudah melepaskan diri dari permukaan larutan yang juga
dipengaruhi zat terlarutnya, karena dengan semakin banyaknya molekul zat
terlarut dalam suatu larutan akan mengurangi jumlah molekul pelarutnya sehingga
jumlah pelarut yang bisa lepas dari larutan akan lebih sedikit dibandingkan
dengan larutan murninya. Semakin besar konsentrasi zat terlarut maka tekanan
20

uap larutannya akan semakin kecil mengingat jumlah molekul pelarut persatuan
volumenya juga semakin berkurang (Wibawa, 2015).
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang bisa didapatkan pada percobaan kali ini adalah:
1. Hubungan antara titik didih berbanding lurus dengan fraksi mol larutan,
dengan titik didih yang lebih tinggi menunjukkan fraksi mol lebih besar
dan titik yang lebih rendah menunjukkan fraksi larutan yang lebih kecil.
2. Ada gaya antar molekul yang mempengaruhi tekanan uap campuran.
3. Suatu zat cair pada setiap temperature mempunyai tekanan uap yang
berbeda. Semakin tinggi temperatur, maka semakin besar tekanan uap
yang zat cair tersebut.

5.2 Saran
Saran yang dapat saya berikan kepada praktikan selanjutnya adalah:
1. Sebelum pencampuran larutan dilakukan, pastikan rangkaian alat
didingkan
2. Pastikan leher labu didih ditutup dengan erat agar tidak ada larutan yang
menguap
3. Gunakan peralatan sarung tangan dan masker yang berstandar nasional
karena bahan yang digunakan adalah bahan yang beracu.

21
22
DAFTAR PUSTAKA

Achmad, H. (2001). Kimia Larutan. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.


Conan, Chaplin, J. P., dan Devito. (2015). Pembuatan Etanol dari Kulit Pisang
Secara Fermentasi, Jurnal Teknologi Kimia dan Industri, 2(2). 177-180.
Dewi, E. N. (2020). Simulasi Pengaruh Reflux Ratio Pada Proses Pemurnian Etil
Asetat Dengan Distilasi Ekstraktif Menggunakan Chemcad Simulation
Effect Of Reflux Ratio On Ethyl Acetate Purification Process With
Extractive. Jurnal Chemurgy, 4(1), 6.
Dogra, S. K. (1990). Kimia Fisika dan Soal-soal. Jakarta: UI-Press.
Endang, W. (2014). Sifat Larutan Biner Non-Elektrolit . Yogyakarta; UNY Press.
Fadillah, A., dan Fitria, C. (2021). Desain Proses Extractive Distillation Sistem
Etil Asetat Etanol Dan Etil Asetat-Air Dengan Menggunakan Organic
Solvent Dan Ionic Liquid Sebagai Entrainer (Doctoral Dissertation,
Institut Teknologi Kalimantan).
Haryono. (2019). Kimia Dasar. Jakarta: Universitas Terbuka.
Iriany, R. N., Sujiprihati, S., Syukur, M., Koswara, J., dan Yunus, M. 2011.
Evaluasi Daya Gabung dan Heterosis Lima Galur Jagung Manis (Zea
Mays Var. Saccharata) Hasil Persilangan Dialel. Jurnal Agronomi
Indonesia. 39:103-111.
Khoerunnisa, F. (2014). Larutan I Kimia Fisika II. Tanggerang Selatan: UT.
Kosasih, D. P. (2018). Pengaruh Variasi Larutan Elektrolite Pada Accumulator
Terhadap Arus dan Tegangan. Mesa (Teknik Mesin, Teknik Elektro, Teknik
Sipil, Arsitektur), 2(2), 33-45.
Kurniawan, R. (2012). Pengaruh Konsentrasi Larutan Garam dan Waktu. Jurnal
Teknik Kimia, 2(2), 127-135.
Liza, S., Nst, A., dan Sutri, R. (2015). Pembuatan Etil Asetat dari Hasil Hidrolisis,
Fermentasi, dan Esterifikasi Kulit Pisang Raja (Musa paradisiaca L.).
Jurnal Teknik Kimia USU, 4(1), 1.
Malau, N. A., dan Nugraha, A. W. (2021). Study Of Energy And Structure On
Intermolecular Interactions In Organic Solvents Using Computational
Chemistry Method. Indonesian Journal of Chemical Science and
Technology (IJCST), 4(2), 79-84.
Oxtoby. (2001). Prinsip-prinsip Kimia Modern jilid 1. Jakarta: Erlangga.
Petrucci, R. H. (1987). Kimia Dasar Jilid 2. Jakarta: Erlangga
Purba, L. S. (2019). Modul Praktikum Kimia Fisika I. Jakarta: UKI.
Putri, L. M. A., Prihandono, T., dan Supriadi, B. (2017). Pengaruh Konsentrasi
Larutan Terhadap Laju Kenaikan Suhu Larutan. Jurnal Pembelajaran
Fisika.
Roni, K. A., dan Herawati, N. (2013). Kimia Fisika Ii. In Journal Of Chemical
Information And Modeling 53(9).

23
Setyawardhani, D. A., Yoenitasari, dan Wahyuningsih, S. (2015). Kinetika
Reaksi Esterifikasi Asam Formiat dengan Etanol pada Variasi Suhu dan
Konsentrasi Katalis, Ekulibrium. Jurnal Ekuilibrum. 4(2) : hal. 64-70.
Sudarmin., Sumarni, W., dan Kurniawan, C. (2017). Kimia Larutan dan Koloid.
Semarang: CV. Swadaya Manunggal.
Sukardjo. (1990). Kimia Anorganik. Rineka Cipta. Jakarta.
Sunarya, Y. (2008). Mudah dan Aktif Belajar Kimia. Bandung: PT Setia Purna
Inves.
Sunarya, Y. (2012). Kimia Dasar 2. Bandung: CV Yrama Widya.
Syukri. (1999). Kimia Dasar. ITB Press. Bandung.
Takeuchi, Y. (2008). Kesetimbangan Fasa Dua Komponen. Jakarta: Erlangga.
Ullmann, S. (2007). Pengantar Semantik. Yogyakarta: Pustaka pelajar.
Wade, L.G. (2006). Organic Chemistry, 6th ed. Pearson Education International,
New Jersey.

24
LAMPIRAN A
LAPORAN SEMENTARA

25
LAMPIRAN B
PERHITUNGAN

B.1 Fraksi Mol Etil Asetat


Diketahui:
Mr. Etil asetat = 88 gram/mol
Mr. Aseton = 58 gram/mol
Densitas Etil asetat ()= 0,902 gram/mL
Densitas Aseton () = 0,784 gram/mL
ρ=m/V
n=m/ Mr
ρV
n=
Mr
Jumlah mol A
x A=
Jumlah mol( A+ B)
B.1.1 Etil Asetat sebagai Pelarut
Mol etil asetat
0,902×10
n=
88
¿ 0,1025 mol
1. 10 : 0 mL
0,784 ×0
n aseton=
58
¿ 0 mol
0,1025
x Etil asetat=
0,1025+0
¿1
2. 10 : 2 mL
0,784 ×2
n aseton=
58
¿ 0,0270 mol

26
0,1025
x Etil asetat=
0,1025+0,0270

27
LAMPIRAN C
PERTANYAAN

1. Bagaimana sifat campuran dalam percobaan ini ideal atau tidak? Kalau
tidak ideal, penyimpangan mana yang dapat dilihat?
Jawab:
Sifat campuran dalam percobaan ini adalah tidak ideal. Penyimpangan
negatif dari hukum Raoult dapat dilihat pada perlakuan pertama dimana etil asetat
digunakan sebagai pelarut dan aseton sebagai zat terlarut yang menyebabkan
kenaikan dan penurunan titik didih pada larutan. Penyimpangan positif dapat
dilihat pada perlakuan kedua dimana aseton digunakan sebagai pelarut dan etil
asetat sebagai zat terlarut yang menyebabkan kenaikan titik didih pada larutan.

28
LAMPIRAN D
DOKUMENTASI

Gambar D.1 Rangkaian Alat Reflux Gambar D.2 Pemasukan Etil Asetat
ke Labu Didih

Gambar D.3 Proses Pendinginan Gambar D.4 Pemasuka Larutan


Alat Aseton Ke Labu
Didih

29
30

Anda mungkin juga menyukai