Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALISA

TITRASI ASAM BASA

Nama : Reihan Faizaldi


NIM : 2107136511
Kelompok : IV-C
Anggota Kelompok :
1. Nurmansyah Aditya 2107113606
2. Pujingga Sheny 2107124348
3. Puty Najwa A. 2107124357
4. Riki Suri Kurniadi 2107113409

Asisten Praktikum :
Tiara Indah Fitrianingrum

PROGRAM STUDI SARJANA TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2023
LEMBAR KENDALI

Nama Mahasiswa : Reihan Faizaldi


NIM : 2107136511
Kelompok : IV-C
Anggota Kelompok :
1. Nurmansyah Aditya 2107113606
2. Pujingga Sheny 2107124348
3. Puty Najwa 2107124357
4. Riki Suri Kurniadi 2107113409

Hari, Tanggal Revisi Keterangan Paraf


Sabtu, 13 Mei 2023 I Paragraf, Volume alat,
Pembahasan, Kesimpulan,
Perhitungan, Volume akhir

Sabtu, 27 Mei 2023 II Susunan, Urutan, Sitasi


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Titrasi asam basa adalah penetapan kadar suatu zat asam atau basa
berdasarkan atas reaksi asam basa. Dalam melakukan titrasi asam basa ada dua
tori yang digunakan yaitu teori Arrhenius dan teori Bronsted Lowry. Pada teori
Arrhenius asam di larutkan di dalam air dan berdisosiasi menghasilkan ion
Hidrogen (H+) sebagai satu-satunya ion positif. Basa pada teori Arrhenius
berdisosiasi dan menghasilkan ion hidroksil (OH-) sebagai satu-satunya ion
negatif. Pada teori Bronsted Lowry asam cenderung melepaskan proton (donor
proton), sedangkan basa enderung untuk mengikat proton (akseptor proton)
(Chang, 2003).
Titrasi asam basa sering disebut asidi-alkalimetri, asidimetri dan alkalimetri
termasuk reaksi netralisasi yakni reaksi antara ion hydrogen yang berasal dari
asam dengan ion hidroksida yang berasal dari basa untuk menghasilkan air yang
bersifat netral. Netralisasi dapat juga dikatakan sebagai reaksi antara pemberi
proton dengan penerima proton. Pada proses pemberian dan penerimaan proton
oleh senyawa pada proses netralisasi, senyawa yang bersifat asam merupakan
penerima proton dan senyawa yang bersifat basa merupakan pemberi proton
(Martin, 1993).
Asidimetri merupakan penetapan kadar secara kuantitatif terhadap senyawa-
senyawa yang bersifat basa dengan menggunakan asam. Sebaliknya alkalimetri
merupakan penetapan kadar senyawa-senyawa yang bersifat asam dengan
menggunakan basa. Oleh karena itu, teknik ini menjadi salah satu teknik analisis
kimia yang paling umum digunakan dalam berbagai bidang (Martin, 1993).

1.2 Tujuan Praktikum


Adapun tujuan pada percobaan titrasi asam basa adalah sebagai berikut :
1. Memahami prinsip-prinsip titrasi asam basa.
2. Standarisasi suatu asam atau basa dengan larutan standar primer.
3. Menentukan konsentrasi suatu larutan asam atau basa.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Titrasi Asam Basa


Dalam titrasi asam-basa, proses titrasi dilakukan dengan menggunakan
indicator. Penggunaan indicator pada proses dikarenakan proses titrasi yang
dilakukan menggunakan senyawa yang tidak dapat memberikan tanda saat
kesetimbangan telah tercapai secara instan dan akurat. Indikator adalah zat yang
memiliki perbedaan warna yang mencolok dalam medium asam dan basa. Salah
satu indikator yang digunakan adalah fenolftalein, yang tidak berwarna dalam
larutan asam dan berwarna merah muda pada larutan basa (Chang, 2003).
Titrasi langsung asam-basa dalam larutan air dibagi menjadi:
1. Titrasi asam kuat/basa kuat.
Pada awal titrasi perubahan nilai pH berlangsung lambat sampai
menjelang titik ekuivalen. Pada saat titik ekuivalen, nilai pH meningkat secara
drastis untuk mengamati titik akhir titrasi dapat digunakan indicator atau
menggunakan metode elektrokimia.
Suatu indicator merupakan asam atau basa lemah yang berubah warna
diantara bentuk terionisasinya dan bentuk tidak terionisasinya. Kisaran
penggunaan indicator ialah 1 unit pH disekitar nilai pKa 9,4 (perubahan warna
antara pH 8,4-10,4). Struktur fenolftalein akan mengalami penataan ulang pada
kisaran pH ini karena proton dipindahkan dari struktur fenol dari pp sehingga pH-
nya meningkat akibatnya akan terjadi perubahan warna (Gandjar, 2007).
2. Titrasi asam lemah dengan basa kuat dan titrasi asam kuat dengan basa
lemah.
Jika sejumlah kecil volume asam kuat atau basa kuat ditambahkan pada
basa lemah atau asam lemah maka pH akan meningkat secara drastis sekitar 1 unit
pH, dibawah atau diatas nilai pKa. Pada proses titrasi yang dilakukan, seringkali
digunakan pelarut organik yang dapat campur dengan air seperti etanol. Etanol
ditambahkan dengan tujuan untuk melarutkan analit sebelum dilakukan proses
titrasi (Gandjar, 2007).
3. Titrasi tidak langsung dalam pelarut air.
Titrasi tidak langsung ini dapat dilakukan untuk titrasi titrasi asam lemah
dengan basa kuat, ataupun titrasi basa lemah dengan asam kuat. Contoh yang
paling umum dilakukan adalah titrasi asam lemah dengan basa kuat. (Gandjar,
2007).
Titrasi asam basa dapat memberikan titik akhir yang cukup tajam dan
untuk itu digunakan pengamatan dengan indikator bila pH pada titik ekuivalen
antara 4-10. Demikian juga titik akhir titrasi akan tajam pada titrasi asam atau
basa lemah jika pentitrasian adalah basa atau asam kuat dengan perbandingan
tetapan disosiasi asam lebih besar dari 104 . Selama titrasi asam basa, pH larutan
berubah secara khas. pH berubah secara drastis bila volume titrannya mencapai
titik ekuivalen. (Khopkar,1990)
Sebagian besar titrasi asam basa dilakukan pada temperature kamar,
kecuali titrasi yang meliputi basa-basa yang mengandung 𝐶𝑂2. Jadi titrasi dengan
𝑁𝑎2 𝐶𝑂3 dilakukan pada temperature 0‫ﹾ‬C. Temperatur mempengaruhi titrasi asam
basa. pH dan perubahan warna indikator tergantung secara tidak langsung pada
temperatur. Ini disebabkam perubahan kesetimbangan asam-basa dengan
temperature. 𝐾𝐴 akan bertambah besar dengan kenaikan temperature sampai suatu
batas tertentu, kemudian akan turun kembali pada kenaikan lebih lanjut. Ini sesuai
dengan turunnya tetapan dielektrikum air dengan kenaikan temperature sehingga
air sulit untuk memisahkan muatan ionik. Jika tetapan ionisasi makin kecil, maka
makin tergantung pada temperature. (Khopkar, 1990).
Kesetimbangan dapat didefinisikan sebagai suatu kesetimbnagna antara
dua kekuatan yang bertentangan. Pernyataan tersebut tidaj berarti berhentinya
reaksi yang berlawanan, melainkan suatu kesamaan yang dinamis antara dua
kecepatan. Kesetimbangan kimia meyangkut konsentrasi dari reaktan dan tetapan
produk (Martin, 1993).
2.2 Teori Asam Basa
Teori mengenai asam basa mengalami perkembangan dalam definisi dan
ciri-ciri. Perkembangan dari teori asam basa dikembangkan oleh beberapa ilmuan
seperti Arhenius, Brownsted lowry dan Lewis. Tiap terori yang dikembangkan
memeberikan definisi yang berbeda dan melengkapi defiinisi dan penjelasan
mengenai asam dan basa dari teori sebelumnya. Teori-teori tersebut meliputi:
a) Konsep Arhenius.
Berdasarkan konsep yang dijelaskan oleh Svante Arhenius pada 1884
dijelaskan mengenai asam basa sebagai berikut: asam ialah zat yang dapat
menghasilkan 𝐻 + didalam larutan. Pada semua konsentrasi dibawah 1 M disebut
asam kuat (strong acid). Dan dalam konsentrasi yang berkisar antara encer tak-
berhingga sampai 1 M disebut asam lemah (weak acid). Disosiasi asam lemah
bersifat reversible dalam larutan air, dan dapat dinyatakan dengan suatu tetapan
keseimbangan (equilibrium constant) yang biasanya ditandai dengan Ka.
Basa ialah zat yang dapat menghasilkan 𝑂𝐻 − . NaOH suatu basa kuat
(strong base) terionisasi seluruhnya didalam air menjadi 𝑁𝑎+ dan 𝑂𝐻 − bahkan
hidroksida yang relatif tidak larut seperti 𝐶𝑎(𝑂𝐻)2 memberikan larutan (dalam
batas-batas kelarutannya) yang terionisasi seluruhnya. Basa lemah (weak base)
seperti 𝑁𝐻4 𝑂𝐻 yang dalam larutan air hanya menghasilkan sebagian 𝑂𝐻 − , dapat
dicirikan dengan tetapan keseimbangan yang biasanya ditandai dengan Kb
(Rosenberg, 1992).
b) Asam dan basa menurut konsep Bronsted-Lowry
Dalam konsep brosnted-lowry, protonlah yang merupakan unsur
penting dalam menentukan asam dan basa. Menurut konsep ini asam ialah zat
yang dapat memberikan proton kepada zat lain, dan zat lain ini mungkin ialah
pelarut itu sendiri. Basa ialah zat yang mungkin saja pelarut, yang dapat menerima
proton dari asam. Spesies yang tinggal setelah asam menyerahkan proton ialah
basa pula, karena pada prinsipnya ia dapat saja menerima proton kembali dan
membentuk asam semula. Pengelompokan asam dan bentuknya yang telah
kehilangan proton disebut pasangan asam-basa konjugasi.
Kekuatan asam dapat dibandingkan dengan memeriksa nilai Ka nya.
Makin kuat suatu asam, makin besar nilai Ka nya. Asam kuat yang terionisasi
seluruhnya didalam air, tidak dapat dinyatakan dengan Ka yang berlaku hanya
untuk larutan encer, tetapi pelarut-pelarut yang tidak bersifat basa seperti air
(artinya tidak efektif dalam memindahkan proton) hanya dapat mempunyai
ionisasi sebagian dan reversibel. Dan karena itu asam-asam kuat itupun dapat
dibedakan (Lopez, 2017).
c) Konsep Lewis.
Asam ialah struktur yang mempunyai afinitas terhadap pasangan
electron yang diberikan oleh basa, dimana basa didefinisikan sebagai zat yang
mempunyai pasangan elektron yang belum mendapat pemilikan bersama
(Rosenberg, 1992). Pada konsep asam basa lewis, senyawa dikategorikan sebagai
senyawa yang bersifat asam dan senyawa yang bersifat basa berdasarkan electron
yang mengisi orbital pada senyawa. Senyawa yang bersifat asam ppada konsep
lewis adalah senyawa yang memiliki orbital kosong dan dapat diisi pasangan
electron sedangkan senyawa yang bersifat basa menurut Lewis adalahh senyawa
yang memiliki orbital penuh diisi dengan pasangan electron dan orbital yang
berisi pasangan electron ini dapat melakukan ikatan kovalen.
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Alat-alat
Adapun alat-alat yang digunakan pada percobaan ini adalah:
1. Batang pengaduk
2. Buret 50 mL
3. Corong
4. Erlenmeyer 100 mL
5. Gelas piala 250 mL
6. Gelas ukur 10 mL
7. Labu ukur 100 mL
8. Pipet tetes
9. Spatula
10. Statif dan klem

3.2 Bahan-bahan
Adapun bahan-bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah:
1. Asam oksalat 0,1N
2. Indikator fenolftalein
3. Larutan HCl 0,1N
4. Larutan NaOH 0,1N

3.3 Prosedur Praktikum


Adapun prosedur praktikum yang dilakukan pada percobaan ini
adalah:
3.3.1 Standarisasi Larutan NaOH dengan Asam Oksalat
Adapun langkah-langkah yang dilakukan pada percobaan ini
adalah:
1. Larutan NaOH diukur sebanyak 10 mL dan dimasukkan ke dalam
erlenmeyer.
2. Larutan indikator fenolftalein ditambahkan pada erlenmeyer sebanyak 3
tetes.
3. Larutan NaOH dititrasi dengan asam oksalat 0,1 N sampai timbul warna
merah muda yang tidak hilang sampai pengocokan selanjutnya.
4. Proses titrasi larutan dilakukan sebanyak tiga kali pengulangan untuk
mendapatkan hasil yang lebih akurat.
5. Normalitas larutan NaOH dihitung.

3.3.2 Menentukan Konsentrasi HCl


Adapun langkah-langkah yang dilakukan pada percobaan ini
adalah:
1. Larutan HCl diukur sebanyak 10 mL dan dimasukkan ke dalam
erlenmeyer.
2. Larutan indikator fenolftalein ditambahkan pada larutan HCl sebanyak 3
tetes.
3. Larutan HCl dititrasi dengan larutan NaOH yang sudah distandarisasi.
4. Proses titrasi larutan dilakukan sebanyak tiga kali pengulangan untuk
mendapatkan hasil yang lebih akurat.
5. Normalitas larutan HCl dihitung.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Adapun hasil yang didapatkan dari percobaan titrasi asam basa adalah
sebagai berikut:

4.1.1 Standarisasi Larutan NaOH dengan Asam Oksalat


Tabel 4.1.1 Hasil Percobaan standarisasi larutan NaOH dengan asam oksalat
V NaOH V C2H2O4 N NaOH
10 mL 8,7 mL 0,087 N
10 mL 8,5 mL 0,085 N
10 mL 8,3 mL 0,083 N

4.1.2 Menentukan Konsentrasi Larutan HCl


Tabel 4.1.2 Hasil percobaan menentukan konsentrasi larutan HCl
V HCl V NaOH N HCl
10 mL 7 mL 0,121 N
10 mL 7,1 mL 0,119 N
10 mL 7,2 mL 0,118 N

4.2 Pembahasan
4.2.1 Standarisasi Larutan NaOH dengan Asam Oksalat
Pada percobaan yang dilakukan praktikan membuat larutan NaOH dengan
normalitas sebesar 0,1 dengan melarutkan padatan NaOH sebanyak 0,40 gram dan
dilarutkan dengan akuades pada labu ukur samapai mencapai 100 mL. larutan
yang didapat merupakn larutan standar sekunder yang berarti kemurnian dari
larutan rendah sehingga untuk mengetahui nilai konsentrasi dari NaOH yang
sebenarnya dari yang dilarutkan harus dilakuakn standarisasi larutan. Standarisasi
larutan dilakuakan dengan proses titrasi larutan standar sekunder dengan larutan
standar primer (Day, 1999).
Larutan standar primer yang digunakan pada percobaan adalah senyawa
asam oksalat. Penggunaan asam oksalat sebagai larutan standar primer
diakarenakan asam oksalat sesuai dengan kriteria larutan standar primer yang
meliputi: mempunyai kemurnian yang tinggi, reaktivitas yang rendah, dan tidak
menyerap air dari udara. Larutan asam oksalat sebagai larutan standar primer
dibuat dengan melarutkan 0,64 gram asam oksalat padat dengan akuades pada
labu ukur sampai mencapai 100 mL untuk mendapat asam oksalat dengan nilai
normalitas sebesar 0,1 dan molaritas sebesar 0,05 mol (Lopez, 2017).
Proses standarisasi NaOH dilkaukn dengan titrasi asam oksalat ke dalam
larutan NaOH dengan menggunakan buret. Sebelum proses titrasi larutan NaOH
didalam erlenmeyer diteteskan dengan indicator PP(Phenol Phtalein) sebanyak
tiga tetes untuk mengetahui titik akhir titrasi dari proses. Penambahan dari
indicator PP akan menyebabkan larutan NaOH menjadi berwarna merah muda
pekat dikarenakan larutan NaOH yang bersifat basa dan sifat dari indicator PP
yang akan membuat larutan basa menjadi berwarna merah muda saat bereaksi
dengan indicator PP serta semakin tinggi pH dari larutan yang bereaksi dengan PP
semakin pekat warna larutan (Lopez, 2017).
Titrasi larutan asam oksalat pada larutan NaOH dilakuakn sampai warna
larutan menjadi merah muda pudar. Proses titrasi dilakukan sebanyak tiga kali dan
volume larutan asam oksalat yang dititrasikan pada ketiga percobaan sebanyak 8,7
mL, 8,5 mL dan 8,3 mL. Nilai normalitas NaOH yang didapat adalah sebesar
0,087;0,085; dan 0,083. Perbedaan normalitas disebabkan karena beberapa faktor
seperti kurang teliti pada saat membaca volume titran, dan peralatan yang tidak
bersih juga mempengaruhi konsentrasi dan ketepatan titrasi. Persamaan reaksi
pada percobaan ini yaitu sebagai berikut :
C2H2O4 + 2NaOH → Na2C2O4 + 2H2O........................... (4.1)

4.2.2 Menentukan Konsentrasi Larutan HCl


Setelah molaritas dan normalitas dari larutan standard NaOH
didapat, maka proses titrasi netralisasi uuntuk menentukan normalitas
dari larutan HCl dapat dilakuakn dan hasil dapat menunjukan nilai
yang akurat dan sebenar nya. Proses dilakukan dengan memasukan HCl
sebanayk 10 mL kedalam erlenmeyer dengan normalitas sebesar 0,1 N.
Larutan HCl didalam erlenmeyer dit ambahkan indicator PP sebnayk
tiga tetes untuk menunjukan saat proses titrasi telah mencapai titk
akhir. Penambahan indicator PP kedalam larutan HCl akan
menghasilkan larutan yang tidak memiliki warna dikarenakan HCl
merupakn senyawa asam yang memiliki pH dibawah 7 dan senyawa PP
saat berinteraksi dengan larutan yang bersifat asam tidak akan
memberikan warna (Skoog, 2013)
Proses titrasi larutan standar primer NaOH dilakuakn samapi
larutan HCl pad aerlenmeyer mencapai titik akhir titrasi yaitu titik saat
larutan pada erlenmeyer mengalami perubaahan warna karena telah
melewati titik kesetimbangan dari reaksi antar senyawa. Titik akkhir
titrasi dari larutan HCl yang dititrasi larutan NaOH dengan indikato PP
pada larutan HCl diketahui saat larutan pada erlenm eyer berubah warna
menjadi merah muda pudar dan pada saat itu proses titrasi dihentikan
(Vogel, 2013).Proses titrasi dilakuakn sebanyak tiga kali percobaan
guna mendapat hasil yang akurat. Volume larutan NaOH yang
dititrasikan pada saat larutan pada erlenm eyer mencapai titik akhir
titrasi adalah sebesar 7 ml, 7,1 ml dan 7,2 ml dan normalitas HCl yang
didapat setelah proses titrasi adalah : 0,121 N; 0,119 N dan 0,118 N.
Pada percobaan ini didapatkan p ersamaan reaksi yaitu sebagai berikut :
HCl + NaOH → NaCl + H2O .................................... (4.2)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang didapatkan berdasarkan percobaan yang
dilakukan adalah:
1. Konsentrasi asam basa dan suatu larutan dapat diketahui dengan
menggunakan rumus pengenceran yaitu N1 × V1 = N2 × V2
2. Titrasi NaOH dengan menggunakan larutan standar primer asam oksalat 0,1
N mengalami perubahan warna dari larutan merah muda pekat menjadi
larutan berwarna merah muda pudar saat mencapai titik akhir titrasi dengan
konsentrasi rata-rata yang diperoleh 0,085 N
3. Titrasi HCl dengan menggunakan larutan standar primer NaOH 0,085 N
mengalami perubahan warna dari larutan bening menjadi larutan berwarna
merah muda pudar saat mencapai titik akhir titrasi dengan konsentrasi rata-
rata 0,119 N

5.2 Saran
Adapun saran yang dapat diberikan berdasarkan percobaan yang telah
dilakukan adalah Dalam melakukan penimbangan bahan prkatikan harus teliti
sehingga massa yang didapatkan dan digunakan sesuai dengan perhitungan yang
telah dilakukan dan pada proses praktikum praktikan hharus mengetahui sifat
senyawa yang digunakan dengan penuh sehingga pada proses titrasi yang
dilakukan tidak terjadi perbedaan konsentrasi zat dari satu waktu ke waktu yang
lain serta dalam melakukan titrasi praktikan harus teliti dan berhati-hati agar
larutan yang dititrasi tidak melewati titik jenuh dan proses titrasi tidak diulang
kembali.
DAFTAR PUSTAKA

Chang,R. 2003. Kimia Dasar Edisi ketiga Jilid I. Jakarta :Erlangga


Day, U. (1999). Kimia Analisis Kuantitatif. Jakarta: Erlangga.
Gandjar, I. G, dan Rohman, A., 2007, Kimia Farmasi Analisis, Yogyakarta:
Pustaka Pelajar
Khopkar, S.M., 1990, Konsep Dasar Kimia Analitik,Jakarta:Universitas
Indonesia Press
Lopez, Y. (2017). Titrasi Asam Basa: Menentukan Konsentrasi Larutan Asam
Basa. Nusa Tenggara Timur: Politeknik Pertanian Negeri Kupang
Martin, Alfred. 1993. Farmasi Fisik Edisi ke-III Jilid I.Jakarta:Universitas
Indonesia Press
Rosenberg, Jerome L., 1992, Teori dan Soal-Soal Kimia Dasar Edisi Keenam,
Jakarta:Erlangga
Skoog, D. A., Holler, F. J., & Crouch, S. R. (2013). Principles of instrumental analysis.
Cengage Learning.
Vogel, A. I. (2013). Vogel's textbook of quantitative chemical analysis. Pearson
Education.
LAMPIRAN A
PERHITUNGAN

A.1 Pembuatan Larutan Asam Oksalat 0,1 N


N= 𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 × 1000 × 𝑒
𝑀𝑟 ×𝑉𝑙

0,1 𝑁 = 𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 × 1000 × 2

𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 = 0,63 𝑔

A.2 Pembuatan Larutan Natrium Hidroksida


N= 𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 × 1000 × 𝑒
𝑀𝑟 ×𝑉𝑙

0,1 N = 𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 × 1000 ×1

𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 = 0,4 𝑔

A.3 Standarisasi Larutan NaOH


Percobaan Pertama
𝑁𝑁𝑎𝑂𝐻× 𝑉𝑁𝑎𝑂𝐻 = = 0,1 × 𝑉𝐻2𝐶2𝑂4
𝑁𝑁𝑎𝑂𝐻 ×10 𝑚𝐿 = 0,1× 8,7 𝑚𝐿
𝑁𝑁𝑎𝑂𝐻 = 0,087 𝑁

Percobaan Kedua
𝑁𝑁𝑎𝑂𝐻 × 𝑉𝑁𝑎𝑂𝐻 = 𝑁𝐻2𝐶2𝑂4 × 𝑉𝐻2𝐶2𝑂4
𝑁𝑁𝑎𝑂𝐻 × 10 𝑚𝐿 = 0,1 𝑁 × 8,5 𝑚𝐿
𝑁𝑁𝑎𝑂𝐻 = 0,085 𝑁

Percobaan Ketiga
𝑁𝑁𝑎𝑂𝐻 × 𝑉𝑁𝑎𝑂𝐻 = 𝑁𝐻2𝐶2𝑂4 × 𝑉𝐻2𝐶2𝑂4
𝑁𝑁𝑎𝑂𝐻 × 10 𝑚𝐿 = 0,1 𝑁 × 8,3 𝑚𝐿
𝑁𝑁𝑎𝑂𝐻 = 0,083 𝑁
Rata-Rata 𝑁𝑁𝑎𝑂𝐻 = = 0,085

A.4 Menghitung Konsentrasi HCl


Percobaan Pertama
𝑁 𝑁𝑎𝑂𝐻× 𝑉𝑁𝑎𝑂𝐻 = = N HCl × 𝑉HCl
0,085 N ×10 𝑚𝐿 = N HCl × 7 𝑚𝐿
𝑁 HCl = 0,121 𝑁

Percobaan Kedua
𝑁 𝑁𝑎𝑂𝐻× 𝑉𝑁𝑎𝑂𝐻 = = N HCl × 𝑉HCl
0,085 N ×10 𝑚𝐿 = N HCl × 7,1 𝑚𝐿
𝑁 HCl = 0,119 𝑁

Percobaan Ketiga
𝑁 𝑁𝑎𝑂𝐻× 𝑉𝑁𝑎𝑂𝐻 = = N HCl × 𝑉HCl
0,085 N ×10 𝑚𝐿 = N HCl × 7,2 𝑚𝐿
𝑁 HCl = 0,118 𝑁

0,121 + 0,119 + 0,118


=0,119
Rata-Rata 𝑁𝑁𝑎𝑂𝐻 =
3
LAMPIRAN B
DOKUMENTASI

Gambar B.1 Pembuatan Larutan Gambar B.2 Proses titrasi


Standar NaOH

Gambar B.3 Hasil standarisasi Gambar B.4 Hasil penentuan


larutan NaOH dengan kosentrasi HCl
asam oksalat
LAMPIRAN C
PERTANYAAN

C.1. Apakah yang dimaksud dengan indikator asam basa, titik ekivalen dan titik
akhir titrasi!
Jawab:
1. Indikator asam basa adalah suatu zat asam lemah atau basa lemah yang
digunakan dalam reaksi untuk menunjukan bahwa reaksi telah mencapai
titik akhir titrasi dan melewati titk ekuivalen titrasi dengan membuat
terjadinya perubahan warna saat titik akhir titrasi tercapai.
2. Titik ekuivalen adalah saat konsentrasi dari senyawa yang berada pada
erlenmeyer yang dititrasi, setara dengan konsentrasi senyawa yang telah
dititrasi kan kedalam erlenmeyer.
3. Titik akhir titrasi adalah saat proses titrasi yang dilakuakn harus
dihentikan karena pada saat titik akhir titrassi larutan yang dititrasi
mengalami perubahan warna sebagai tanda bahwa titik ekuivalen telah
tercapai dan terlewati. Titik akhir dari titrasi tidak jauh dari titik
ekuivalen titrasi dikarenakan penggunaan indikator pada proses titrasi.

C.2. Apa syarat suatu indikator yang dapat dipakai dalam suatu titrasi!
Jawab:
1. Perubahan warna yang teramati.
2. Rentang perubahan warna yang sesuai:
3. Reversibilitas.
4. Ketahanan terhadap pengaruh eksternal.

C.3. Apa yang dimaksud dengan larutan standar primer dan larutan standar
sekunder!
Jawab:
Larutan standar adalah larutan yang konsentrasinya sudah diketahui secara
pasti.Larutan standar primer adalah larutan standar yang memeiliki
kemurnian yang tinggi sehingga tidak perlu lagi dilakukan proses
standarisasi sedangkan larutan standar sekunder adalah larutan standar yang
memiliki kemurnian yang rendah sehingga untuk mendapatkan konsentaarsi
yang sebenarnya dari larutan diperlukan standarisasi dengan larutan standar
primer.
C.4. Apa syarat senyawa yang dapat dipakai sebagai larutan standar primer!
Jawab:
Syarat senyawa yang dapat dipakai sebagai larutan standar primer adalah :
mempunyai kemurnian yang tinggi, reaktivitas yang rendah, dan tidak
menyerap air dari udara
C.5. Sebutkan dua contoh zat yang dapat dipakai sebagai larutan standar primer!
Jawab:
asam oksalat dan kalium dikromat

C.6. Dapatkah larutan NaOH dipakai sebagai larutan standar primer, beri alasan!
Jawab:
Tidak dikarenakan larutan NaOH tidak memiliki kemurnian yang tinggi
sehingga dalam larutan yang dibuat untuk menjadi 0,1 N tidak benar benar
memiliki normalitas 0,1 N dikarenakan kettidak murnian bahan yang
digunakan.

C.7. Apa yang dimaksud dengan daerah perubahan warna indikator!


Jawab:
Daerah perubahan warna indikator adalah rentang nilai pH ataupun
konsentrasi zat dari larutan yang ditetesi dengan Indikator yang akan
menyebabkan terjadinya perubahan warna dari larutan dikarenakan pH
ataupun konsentrasi zat dari larutan telah mencapai atau melewati daerah
perubahan warna dari indikator yang digunakan.
LAMPIRAN D
LAPORAN SEMENTARA

Anda mungkin juga menyukai