Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN PRAKTIKUM TITRASI ASAM BASA

Disusun Oleh :
Andini Yuni Dwi Arianti (04)
Az Zahra Nurussathi’un Hannan (07)
B’tari Indira Eka Larassati (08)
Felda Felisiana (15)
Khusnul Maria Hamzah (19)
Zahra Maylina Putri (35)

SMA NEGERI 1 PURI


XI MIPA 4
TAHUN AJARAN 2022/2023
BAB I

PENDAHULUAN

I. Judul Praktikum: Praktikum Titrasi Asam Basa

II. Tujuan Praktikum:


A. Mengetahui penetralan asam basa dengan metode titrasi dan menentukan
konsentrasi suatu larutan asam atau basa dengan menggunakan titrasi asam basa.
B. Untuk menentukan suatu zat dalam larutan dengan zat/larutan lain secara
kuantitatif yang konsentrasinya telah diketahui melalui reaksi hingga mencapai
titik stoikhiometri secara bertahap.

III. Alat dan Bahan:


1. Alat:

Nama Alat Jumlah Gambar

Buret 1 Buah

Erlenmeyer 1 Buah

Pipet Tetes 2 Buah


Klem/Statif 1 Buah

Gelas Kimia 1 Buah

Silinder Ukur 1 Buah

2. Bahan:

Nama Bahan Jumlah Gambar

Larutan NaOH 25 mL

Larutan HCL 0,1 M 15 mL


Larutan Induksi (PP) 3 tetes
/Indikator Fenolftalein

IV. Prosedur Praktikum:


1. Siapkan alat dan bahan sebelum memulai praktikum,
2. Masukkan 15ml larutan NaOH 0,1M kedalam erlenmeyer menggunakan pipet tetes.
3. Kemudian, tambahkan 3 tetes PP kedalam erlenmeyer.
4. Selanjutnya, siapkan buret, statif, dan klem.
5. Isi buret dengan larutan NaOH sampai tepat di garis O,
6. Buka kran buret secara perlahan sehingga NaOH mengalir tepat kedalam
erlenmeyer.
7. Selama penambahan NaOH, goyangkan erlenmeyer agar NaOH tercampur dengan
larutan.
8. Amati larutan tersebut hingga berubah warna menjadi pink kemerahan.

V. Dasar Teori:
A. Teori Asam Basa

Teori asam basa pertama kali dikemukakan oleh Arrhenius yang mendefinisikan bahwa
asam adalah senyawa yang jika dilarutkan dalam air melepaskan ion H+ , sedangkan basa
ialah senyawa yang jika dilarutkan dalam air melepaskan ion OH− . Namun, meskipun teori
asam basa yang dikemukakan oleh Arrhenius bersifat baru dan persuasive, teori tersebut
gagal menjelaskan fakta bahwa senyawa seperti gas ammonia, yang tidak menghasilkan
gugus hidroksida atau OH− termasuk kedalam senyawa basa (Yoshito, 2006).

Konsep asam basa kemudian diperluas oleh ilmuwan bernama Johannes N. Brønsted
dan Thomas M Lowry yang mengemukakan bahwa reaksi asam–basa melibatkan transfer
proton (ion H+) dari satu zat ke zat lainnya. Proses transfer proton ini selalu melibatkan asam
sebagai pemberi/donor proton dan basa sebagai penerima/akseptor proton. Menurut teori
Brønsted-Lowry, zat dapat berperan sebagai asam maupun basa. Apabila zuatu zat tertentu
lebih mudah dalam melepas proton, maka zat tersebut akan berperan sebagai zat asam dan
lawannya sebagai basa, begitupun sebaliknya. Dalam suatu larutan asam dalam air, yang
berperan sebagai basa adalah air (Yoshito, 2006).

Pada tahun 1923, G. N. Lewis mengemukakan teori asam basa yang lebih lengkap
dibanding kedua teori sebelumnya dengan menekankan pada pasangan elektron yang
berkaitan dengan struktur dan ikatan. Menurut definisi asam basa Lewis, asam adalah
akseptor pasangan electron, dan basa adalah donor pasangan elektron. Keuntungan utama
dari teori asam basa yang dikemukakan oleh Lewis terletak pada fakta bahwa beberapa reaksi
yang tidak termasuk kedalam teori asam basa menurut Arrhenius dan Brønsted-Lowry,
terbukti sebagai sebuah reaksi asam basa dalam teori Lewis (Yoshito, 2006).

Dari ketiga teori asam basa yang telah dikemukakan, teori asam basa Arrhenius termasuk
teori yang paling sempit/terbatas. Teori yang dikemukakan oleh Brønsted-Lowry termasuk
teori yang paling mudah diaplikasikan, namun teori asam basa yang dikemukakan oleh Lewis
menjadi teori yang paling tepat apabila reaksi asam basa melibatkan senyawa tanpa proton
(Yoshito, 2006).

B. Teori Titrasi Asam Basa

Titrasi didefinisikan sebagai teknik analisis kimia kuantitatif yang digunakan untuk
menentukan kadar dari suatu larutan. Penentuan kadar larutan dilakukan dengan penetesan
larutan yang telah diketahui konsentrasinya melalui buret hinnga mencapai suatu titik
ekuivalen. Pengukuran volume dalam titrasi menjadi satu hal penting sehingga titrasi
memiliki nama lain analisis volumetri (Ralph, H. 2008)

Larutan standar merupakan larutan dengan konsnetrasi yang telah diketahui secara pasti.
Larutan standar terbagi menjadi dua berdasarkan tingkat kemurniannya yaitu, larutan standar
primer dan larutan standar sekunder. Larutan standar primer didapatkan dengan cara
menimbang dan melarutkan suatu zat dengan kemurnian tinggi, sedangkan larutan standar
sekunder diperoleh dengan menimbang dan melarutkan suatu zat yang tingkat kemurniannya
relative rendah sehingga konden cepat (Underwood, 1999). Larutan standar akan bisa
digunakan apabila memenuhi beberapa syarat diantaranya, mempunyai tingkat kemurnian
tinggi, memiliki rumus molekul yang pasti, tidak bersifat higroskopis dan mudah ditimbang,
larutan bersifat stabil, memiliki Mr (massa molekul relative) tinggi namun muatan ionnya
rendah.
Titrasi asam basa merupakan penetapan konsentrasi senyawa yang bersifat asam dengan
larutan standar yang bersifat basa begitupun sebaliknya dengan penetesan larutan standar
melalui buret ke dalam larutan yang ingin diketahui konsentrasinya pada Erlenmeyer hingga
mencapai titik akhir titrasi (Budi et al., 2020). Pada titrasi asam basa, indicator berupa asam
lemah akan bereaksi dengan zat basa sebagai penetral setelah seluruh asam dititrasi dengan
basa (Syukri, 1999).

Pada titrasi, baik titrasi asam-basa maupun titrasi lainnya, terdapat titik ekuivalen dan
titik akhir titrasi. Titik ekuivalen adalah titik teoritis, tidak dapat ditentukan berdasarkan
eksperimen/percobaan namun ditentukan melalui pengamatn perubahan warna, perubahan
besar partikel (terbentuknya endapan), dan perubahan beda potesial (John, 2003). Sedangkan
titik akhir titrasi adalah titik saat proses titrasi berakhir dan umumnya dideteksi dengan
penambahan indicator yang akan berubah pada kondisi lingkungan tertentu (misal, kondisi
asam).

Titrasi asidimetri merupakan salah satu metode penentuan kadar suatu larutan yang
menggunakan larutan asam sebagai larutan standar. Larutan standar yang umum digunakan
yaitu asam klorida (HCl) dan asam sulfat (H2SO4) dalam konsentrasi yang tinggi/pekat.
Kelebihan asam klorida sebagai larutan standar yaitu mudah larut dalam air dan tidak
membentuk garam sukar larut (Setiawati, pp).

Titrasi alkalimetri merupakan salah satu metode penentuan kadar suatu larutan dengan
menggunakan larutan basa sebagai larutan standard dan menggunakan phenolphthalein (PP)
sebagai indikatornya. Larutan basa standar yang umum digunakan yaitu natrium hidroksida
(NaOH). Kelebihan natrium hidroksida sebagai larutan standar yaitu mudah larut dalam air,
murah, dan memiliki tingkat kemurnian tinggi (Rohman & Gandjar, 2008).

Indikator asam basa merupakan zat warna yang dapat memberikan perubahan warna
pada larutan yang di tirasi saat mencapai titik akhir titrasi. Indikator asam basa akan berubah
warna apabila lingkungan pH larutan berubah, karena indicator asam basa berupa asam
organic lemah atau basa organik lemah maka di dalam larutan akan terjadi proses ionisasi
sehingga bentuk molekul indicator akan memiliki warna yang berbeda dengan warna
indikatornya (Padmaningrum, 2013). Penambahan indikator diusahakan tidak terlalau
banyak, hanya berkisar anatara dua atau tiga tetes. Pemilihan indicator untuk titrasi
bergantung pada kekuatan asam dan basa yang digunakan dalam proses titrasi.
Beberapa indikator yang digunakan dalam titrasi asam basa diantaranya yaitu, timol biru
yang memiliki warna merah dalam kondisi asam dan berwarna kuning dalam kondisi basa.
Bromfenol biru yang memiliki warna kuning dalam kondisi asam dan berwarna ungu
kebiruan dalam kondisi basa. Metil jingga yang memiliki warna jingga pada kondisi asam
dan berwarna kuning pada kondisi basa. Metil merah yang memiliki warna merah pada
kondisi asam dan berwarna kuning pada kondisi basa. Klorofenol biru yang memiliki warna
kuning pada kondisi asam dan berwarna merah pada kondisi basa. Bromtimol biru
yang memiliki warna kuning pada kondisi asam dan berwarna biru pada kondisi basa. Kresol
merah yang memiliki warna kuning pada kondisi asam dan berwarna merah pada kondisi
basa. Dan yang terakhir yaitu fenolftalein yang tak berwarna pada kondisi asam dan berwarna
pink kemerahan pada kondisi basa. Dari berbagai macam indicator diatas, indicator yang
biasa digunakan pada titrasi asam basa yaitu fenolftalein (Raymond Chang, 2005).

VI. Hasil Praktikum:

VII. Analisa Data:


Pada percobaan yang pertama kami menemukan konsentrasi NaOH dengan
cara men titraksikan NaOh dengan larutan baku asam oksalat sehingga berubah warna
menjadi merah muda. Pada percobaan 1 kami mendapatkan volume NaOH sebesar 15
mL, pada percobaan kedua mendapatkan volume 14, 5 mL. Dengan menggunakan
rumus V rata rata= V1+V2/2 diperoleh volume rata rata sebesar 14,75 mL.

Anda mungkin juga menyukai