Anda di halaman 1dari 18

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KHARISMA PERSADA

D-III FARMASI
LAPORAN
TITRASI
Disusun Oleh :
KELOMPOK 4
ARIEFA URBACH (151650004)
EKA DWI GUSTARI (151650026)
ERSA MAYORA (151650020)
IKA YULIANTI (151650047)
IKHSAN NURSOBAH (151650022)
NADIA NUR AZIS (151650015)
RESTIAWATI (151650043)
SRIWULAN AYUNINGTYAS (151650017)
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Praktek Kimia Dasar pada Sekolah Tinggi
Ilmu Kesehatan Kharisma Persada

TANGERANG SELATAN
2015
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena hanya dengan rahmat dan hidayah-Nya kami
dapat menyelesaikan laporan yang berjudul Titrasi. Laporan ini disusun untuk memenuhi
tugas pada mata kuliah Praktikum Kimia Dasar.
Pada penyusunan laporan ini, penyusun banyak mendapatkan bantuan dan dorongan
dari berbagai pihak, untuk itu dengan segala kerendahan hati penyusun mengucapkan terima
kasih sebesar-besarnya kepada dosen pembimbing yang senantiasa memberikan petunjuk
penyusunan serta teman-teman satu angkatan yang memberikan dorongan dan motivasi
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini dengan baik.
Disadari sepenuhnya bahwa laporan ini masih banyak kekurangan dan kelemahan,
karena itu dibutuhkan saran dan kritik yang membangun agar menjadi lebih baik kedepannya.

Tangerang Selatan, Desember 2015

Tim Penyusun

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Praktikum kimia dasar dengan materi Titrasi asam basa, dalam pengertian titrasi
asam basa di bagi menjadi tiga menurut para ahli yaitu :
1. Teori Arrhenius Pada tahun 1886, Svante August Arrhenius, seorang ilmuwan dari
Swedia menyatakan teori tentang asam dan basa. Menurut Arrhenius, asam
merupakan zat yang menghasilkan ion hydrogen apabila terlarut dalam air, sedangkan
basa didefinisikan sebagi zat yang menghasilkan ion hidroksida jika dilarukan dalam
air. Jadi teori ini haya terbatas pada pelarut air saja. Jika pelarutnya bukan air dan zat
yang terurai tidak mengandung hydrogen dan hidroksida, teori ini tidak berlaku.
Contoh reaksi yang tidak dapat dijelaskan dengan teori Arrhenius yaitu : N H3 +
HCl ---> NH4Cl Reaksi tersebut tidak melibatkan adanya H+ dan OH-. Proses
terurainya zat menjadi ion-ion disebut ionisasi.
2. Teori Bronsted dan Lowry Pada tahun 1923, Johannes Nicolaus Bronsted, seorang
kimiawan dari Danmark dan Thomas Martin Lowry, yang juga seorang kimiawan dari
Amerika Serikat mendefinisikan tentang asam basa. Menurut Bronsted dan Lowry,
asam adalah spesi yang memberikan (donor) proton, sedangkan basa adalah spesi
yang bertindak sebagai penerima proton dalam suatu reaksi transfer proton. Teori
Bronsted dan Lowry melengkapi konsep asam basa Arrhenius. Ion hidroksida dalam
teori Arrhenius tetap menjadi asam dalam teori Bronsted dan Lowry. Ion hidroksida
ini menerima ion hydrogen membentuk H2O. Teori Bronsted dan Lowry ini
memiliki keleman tidak dapat menjelaskan reaksi asam basa yang tidak melibatkan
transfer proton.
3. Teori Lewis Pada tahun 1923, Gilbert N. Lewis seorang kimiawan dari Amerika
Serikat mendfinisikan asam basa berdasarkan teori ikatan kimia. Menurut Lewis,
asam adalah penerima (akseptor) pasangan electron bebas. Sementara itu, basa adalah
pemberi atau donor pasangan electron bebas. Teori asam basa lewis lebih luas
pengertiaannya dibandingkan dengan dua teori sebelumnya. Spesi apapun yang dapat
menerima pasangan electron bebas disebut asam Lewis. Contoh asam Lewis yaitu H+,
B2H6, BF6, AlF6, Fe2+, Cu2+, dan Zn2+. Suatu spesi tidak selalu menyediakan
3

orbital kosong untuk menjadi asam Lewis. Spesi beruba molekul atau ion yang
mendonorkan pasangan electron bebasnya disebut basa Lewis. Contoh ion halide (Cl-,
F-, Br- dan I-), NH3, OH-, H2O senyawa yang mengandung unsure N, O atau S
senyawa golongan eter, keton dan CO2. Pada tahun 1886, Svante August Arrhenius,
seorang ilmuwan dari Swedia menyatakan teori tentang asam dan basa. Menurut
Arrhenius, asam merupakan zat yang menghasilkan ion hydrogen apabila terlarut
dalam air, sedangkan basa didefinisikan sebagi zat yang menghasilkan ion hidroksida
jika dilarukan dalam air. Jadi teori ini haya terbatas pada pelarut air saja.
Indikator asam-basa adalah senyawa halokromik yang ditambahkan dalam jumlah
kecil ke dalam sampel, umumnya adalah larutan yang akan memberikan warna sesuai
dengan kondisi pH larutan tersebut. Pada temperatur 25 Celsius, nilai pH untuk larutan
netral adalah 7,0. Di bawah nilai tersebut larutan dikatakan asam, dan di atas nilai
tersebut larutan dikatakan basa. Kebanyakan senyawa organik yang dihasilkan makhluk
hidup mudah melepaskan proton (bersifat sebagai Asam Lewis), umumnya Asam
Karboksilat dan Amina, sehingga indikator asam-basa banyak digunakan dalam bidang
kimia hayati dan kimia analitik. Mekanisme perubahan warna oleh indikator adalah reaksi
asam-basa, pembentukan kompleks, dan reaksi redoks.
Kegunaan larutan asam Selain asam ada juga senyawa basa dikenal dalam
kehidupan sehari-hari seperti aluminium hidroksida dan magnesium hidroksida yang
terdapat pada obat maag dan kalsium hidroksida atau air kapur.
Larutan asam dan basa dapat dibedakan melalui pengujian dengan indikator.
Indikator yang sering digunakan adalah lakmus merah dan lakmus biru. Asam-basa juga
dikenal di bidang pertanian dan lingkungan hidup yaitu berkaitan dengan pH atau derajat
keasaman tanah atau air. Pengukuran pH dapat dilakukan dengan indikator universal.
Kata asam berasal dari bahasa Latin acidum atau acid dalam bahasa Inggris. Kata
asam ini dikaitkan dengan rasa asam dari senyawa-senyawanya. Lawan dari asam yaitu
alkali, kata ini berasal dari bahasa Arab yang berarti abu tanam-tanaman. Senyawa
alkali lebih dikenal dengan nama basa. basa dapat bereaksi dengan asam membentuk
garam. Banyak contoh garam yang digunakan dalam kehidupan. Yang paling sering
digunakan adalah garam dapur atau natrium klorida. Pada bahasan berikutnya akan
diuraikan tentang larutan asam, basa, dan garam serta indikator asam basa.
Larutan asam, basa, dan garam memiliki sifat yang berbeda. Hal ini dapat diamati
melalui suatu percobaan dengan menggunakan indikator atau dengan mempelajari rumus
dan reaksi-reaksinya. Salah satu cara yang paling mudah untuk membedakan sifat larutan
4

asam dan basa yaitu dengan menggunakan lakmus merah dan lakmus biru.Selain dengan
indikator kertas lakmus, identifikasi larutan asam basa bisa digunakan fenolftalein. Dalam
kehidupan sehari-hari basa sering digunakan sebagai bahan pembuatan shampo (sampo)
bersama-sama dengan lemak atau minyak. Selain itu di bidang kesehatan, Aluminium
hidroksida digunakan sebagai bahan obat sakit perut (maag), magnesium hidroksida
untuk bahan obat pencahar. Sabun yang kita gunakan bisa dibuat dari basa natrium
hidroksida.

BAB II
TEORI SINGKAT

A. Pengertian Titrasi
Titrasi atau titrimetri adalah analisa kimia kuantitatif yang dilakukan dengan
menetapkan volume suatu larutan yang konsentrasinya diketahui dengan tepat, yang
diperlukan untuk bereaksi secara kuantitatif dengan larutan dari zat yang akan dianalisis.
Larutan dengan konsentrasi yang diketahui tersebut disebut larutan standar. Bobot zat
yang hendak dianalisis dihitung dari volume larutan standar yang digunakan serta hukum
stoikiometri yang diketahui. Untuk memperoleh larutan standar, perlu dilakukan proses
standarisasi sebelum melakukan analisa konsentrasi larutan yang ingin dianalisa. Secara
umum, larutan standar ada dua jenis. Pertama, larutan standar primer yang menjadi acuan
dalam proses standarisasi. Kedua, larutan standar sekunder, yaitu larutan standar yang
akan distandarisasi dan lebih lanjutnya akan digunakan untuk proses analisis sampel.
Standarisasi perlu dilakukan, karena larutan standar sekunder biasanya bersifat tidak
stabil jika disimpan dalam waktu yang lama. Sedangkan larutan standar primer yang
dipilih biasanya memiliki sifat stabil jika disimpan dalam waktu yang lama, misalnya saja
tidak higroskopis sehingga konsentrasinya tidak mudah berubah.

B. Pengertian Titrasi Asam dan Basa


Titrasi asam basa menurut pengertian adalah proses menetralkan larutan yang tidak
diketahui dengan cara meneteskan (titrasi) suatu asam kuat dan basa kuat yang telah
diketahui konsentrasinya kedalam larutan tersebut. Penetralan merupakan kata kunci yang
harus dipahami dalam titrasi jenis ini dimana ion hidrogen yang menyebabkan suatu
larutan bersifat asam bereaksi dengan ion hidroksida yang dalam suatu menyebabkan
suatu larutan bersifat basa sehingga membentuk suatu molekul air. Sehingga untuk
mengetahui konsentrasi sampel yang bersifat basa, maka standar yang digunakan untuk
proses titrasi adalah standar asam (Metode ini lebih jauh dikenal dengan istilah
asidimetri), demikian juga sebalikanya standar basa digunakan untuk mengetahui
konsentrasi sampel yang bersifat basa (yang dikenal dengan istilah alkalimetri). Biar tidak
bingung mari kita gambarkan dengan contoh secara langsung: Jika misalnya suatu larutan
tak dikenal bersifat asam dan kita titrasikan dengan menggunakan basa kuat NaOH yang
6

konsentrasinya sudah diketahui, katakanlah 0.5 M. pH larutan yang tak dikenal tersebut
akan perlahan lahan meningkat. Dan pada titik akhir, ketika asamnya dinetralkan, pH
meningkat dengan cepat yang ditandai dengan perubahan warna dari suatu indikator
kimia. Dari hal tersebut diatas kita bisa mencari berapa ekuivalen yang ada dalam larutan
awalnya. Misalnya kita anggap 50 ml larutan asam tak dikenal tersebut menetralkan 9.3
ml NaOH. Maka ion hidroksida yang dikonsumsi adalah : (0.0093 L) x (0.5 mol/L) =
0.0047 mol Jadi terdapat 0.0047 ekuivalen asam dalam 50 ml larutan UNKNOWN
tersebut atau 0.094 ekuivalen (0.0047 x 1.000 / 50) dalam 1 liter. Perlu diingat bahwa
dalam suatu titrasi asam basa pH tidak perlu 7 pada titik akhir. Dengan kata lain titrasi
bisa jadi berakhir dengan garam yang memiliki sifat asam / basa.

BAB III
METODELOGI

A. Alat dan Bahan :


1. Alat :
a. Gelas Ukur 10 mL
b. Beaker glass
c. Pipet
d. Buret dan Statif
e. Erlenmeyer
f. Labu Ukur
2. Bahan :
a. NaOH
b. Aquades
c. HCL
d. PP (PENOLPTALEIN)
e. Asam Oksalat
3. Cara Kerja :
a. Cara pembakuan NaOH
1)
2)
3)
4)

Siapkan alat dan bahan


Tuangkan NaOH ke dalam buret sampai 0 mL
Buat campuran larutan oksalat + H2SO4 + PP (PENOLPTALEIN)
Ambil larutan Oksalat sebanyak 10 mL, 3 tetes H 2SO4 dan 2 tetes PP

(PENOLPTALEIN) ke dalam Erlenmeyer.


5) Campurankan oksalat + H2SO4 + PP (PENOLPTALEIN) dilarutkan dengan
larutan NaOH sebanyak 11,5 mL hingga larutan Oksalat menjadi berwarna
ungu pudar atau warna tidak pekat.
b. Cara penentuan kadar HCL
1) Siapkan alat dan bahan
2) Tuangkan NaOH kedalam buret hingga 0 mL.
3) Buat dan campurkan aquadest 10 mL + HCL 3 tetes + PP (PENOLPTALEIN)

4) Ambil aquadest 10 mL + HCL 3 tetes + PP (PENOLPTALEIN) 3 tetes


campur hingga larut.
5) Campuran HCL + aquadest + PP dilarutkan dengan larutan NaOH sebanyak
9,5 mL hingga larutan berubah warna menjadi ungu pudar atau warna tidak
pekat.

B. Waktu dan Tempat :


Tanggal pelaksanan praktikum
Waktu pelaksanaan praktikum
Tempat pelaksanaan praktikum

: Rabu, 23 Desember 2015


: 15.30 s/d 18.00 WIB
: Laboratorium STIKES Kharisma Persada

BAB IV
HASIL PRAKTIKUM dan PEMBAHASAN
9

A. Hasil Praktikum
1. Pembuatan larutan baku NaOH
N=

gr 1000
X
BM
V

gr 1000
x
0,1 = 40 250
2. Pembahuan N NaOH
Larutan oksalat + HCl + PP
10ml

2 tetes 3 tetes

Rumus = V NaOH . N NaOH = V oksalat . N oksalat

Diketahui

: VNaOH

Percobaan I
+
percob aan II
22,5
2

N NaOH

= 11,25N

V oksalat

= 10 m

N oksalat

= 0,1 N

Ditanya

: V NaOH ?

Jawab

V NaOH. N NaOH

V oksalat . N oksalat

11,25 N

10ml

=
=

0,1 N

1
11,25
0,09

Pada teori 0,1N = pada percobaan 0,09N


3. Penentuan kadar HCl
10 mL aquadest + HCl + PP
3 tetes 3 tetes

10

11,5 N
11 N

= 11,25

Rumus = V NaOH . N NaOH = V HCl . N HCl


Diketahui

: V NaOH

= I

percobaan I
+
percobaan II
16,5
2

N NaOH

= 0.09

V HCl

= 10 mL

Ditanya

: N HCl ?

Jawab

9,5
7

= 8N

V NaOH . N NaOH = V HCl . N HCl


8,25

8,25. 0.09
10
0,074

0.09

= 10 mL . N HCl

= N HCl
= N HCl

Kadar asli pada larutan HCl sebesar 0.18N namun pada percobaan 0,074N
Tabel Ketepatan Kadar
Pembakuan NaOH

11,25

Volume NaOH yang terpakai


N. NaOH

0,09

Volume NaOH

8,25

N. HCL

0,07

11

B. Pembahasan
Dalam percobaan 1 yaitu titrasi asam oksalat HCOdan NaOH, sebelum
itu dilakukan standarisasi NaOH terlebih dahulu. Fungsi dari standarisasi
NaOH adalah supaya diperoleh volume tertentu secara tepat. Standarisasi
NaOH dengan asam oksalat merupakan titrasi antara basa kuat dan asam
kuat. Pada titrasi ini volume HCO yang digunakan adalah 10 ml dan volume
NaOH didapatkan V rata-rata = 11,25 ml karena dilakukan percobaan diplo
(percobaan 1 didapatkan V pakai = 11,5 ml dan percobaan 2 didapatkan V
pakai = 11 ml, sehingga V rata-rata = 11,25ml). Sehingga didapatkan N
NaOH = 0,09 N. Titik akhir titrasi ditunjukkan dengan adanya perubahan
warna larutan yaitu yang awalnya larutan tidak berwarna berubah menjadi
berwarna

merah

muda.

Hal

ini

dikarenakan

adanya

penambahan

phenolptalein 3 tetes pada larutan HCO (oksalat) sebelum dititrasi.


Penambahan phenolptalein pada proses ini adalah untuk membantu
larutan mengalami perubahan warna. Selain itu, digunakannya indikator
phenolptalein ini karena merupakan indikator yang cocok pada percobaan ini,
karena pada percobaan titrasi asam basa harus digunakan indikator asam
basa yang cocok atau sesuai guna mengurangi kesalahan pada proses titrasi
asan basa. Pada percobaan atau proses titrasi yaitu pada saat NaOH
diteteskan

secara

perlahan

ke

labu

erlenmeyer

digoyangkan

agar

menghasilkan perubahan warna, kran ditutup apabila terjadi perubahan


warna. Kran ditutup agar penambahan NaOH tidak terlalu banyak, karena
penambahan NaOH berlebih akan menyebabkan larutan menjadi melonjak
basa, perubahan warna yang terjadi menunjukkan bahwa larutan telah
mencapai titik akhir titrasi, yaitu warnanya menjadi ungu muda sesuai
dengan perubahan warna pada indikator yang digunakan yaitu phenolptalein.
Dan percobaan dilakukan secara diplo agar diketahui hasil titrasi yang
dilakukan relatif dekat dengan hasil pengukuran volume yang dibutuhkannya
untuk mencapai titik ekuivalen.
Pada percobaan penentuan konsentrasi HCl ini buret yamg digunakan
tidak dibersihkan terlebih dahulu, karena menggunakan buret yang berisi
larutan NaOH yang tersisa pada proses percobaan pertama. Pada proses
titrasi asam basa, buret yang digunakan dibersihkan dahulu menggunakan
larutan NaOH dengan tujuannya adalah untuk membersihkan buret dari
berbagai bahan kimia yang lainnya agar hasilnya baik. Pada titrasi ini
12

digunakan volume HCl 10 ml dan volume NaOH didapatkan V rata-rata = 8,25


ml karena dilakukan percobaan diplo (percobaan 1 didapatkan V pakai = 9,5
ml dan percobaan 2 didapatkan V pakai = 7, sehingga V rata-rata = 8,25 ml).
Sehingga didapatkan N HCl = 0,074 N. Titik akhir titrasi ditunjukkan dengan
adanya perubahan warna larutan yaitu yang awalnya tidak berwarna menjadi
berwarna ungu muda. Hal ini juga dikarenakan adanya penambahan 3 tetes
phenolptalein pada larutan HCl sebelum dititrasi. Dan proses titrasi sama
dengan langkah-lamgkah percobaan pertama yaitu titrasi NaOH dan HCO
(oksalat ). Pada percobaan ini juga dilakukan secara diplo agar diketahui hasil
titrasi yang dilakukan relatif dekat dengan hasil pengukuran volume yang
dibutuhkannya untuk mencapai titik ekuivalen.
Berdasarkan hasil percobaan yang telah dilakukan, teori larutan asam
bila direaksikan dengan larutan basa akan menghasilkan garam dan air. Sifat
asam dan sifat basa akan hilang dengan terbentuknya zat baru yang disebut
garam yang memiliki sifat berbeda dengan sifat aslinya. (misalkan dalam
percobaan pertama dihasilkan garam (COONa)2 dan 2H 2O, dan percobaan
kedua dihasilkan garam NaCl dan H2O). Karena hasil reaksinya adalah air
yang memiliki sifat netral, artinya jumlah ion H+ sama dengan ion OH- maka
reaksinya disebut dengan reaksi netralisasi atau penetralan. Pada reaksi
penetralan, jumlah asam harus ekuivalen dengan jumlah basa. Sehingga kita
dapat mengetahui yang dimaksud tutrasi asam basa adalah proses netralisasi
larutan asam oleh basa dan hasil reaksinya atau produknya adalah garam
dan air.

13

BAB V
KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan maka dapat ditarik kesimpulan sebagai
berikut :
1. Larutan NaOH yang telah distandarisasi dengan metode titrasi
konsentrasinya didapat 0,09N.
2. Larutan sampel HCl dari larutan NaOH yang telah distandarisasi
dengan metode titraso didapatkan konsentrasi sebanyak 0,074 N

14

DAFTAR PUSTAKA
Zaid Muhamad, 2008. Bisa Kimia.Gramedia.Bandung
Anshori. 1987. Penuntun pelajaran Kimia. Ganesha Exact. Bandung.
Asikin, Z. 1982. Penuntun Pelajaran Kimia Jilid I. Wijaya. Jakarta.

15

LAMPIRAN

Gambar 1. Memasukan lautan NaOH kedalam buret

Gambar 2. Larutan oksalat 10 mL

16

Gambar 3. Memasukkan larutan oksalat kedalam erlenmeyer

Gambar 4. Ukur aquadest 10ml

Gambar 5. Memasukkan aquadest kedalam erlenmeyer yang ada larutan oksalat


17

Gambar 6. Teteskan phenolpetalein sebanyak 3 tetes

Gambar 7. melakukan pentitrasian dengan dikocok hingga berubah warna menjadi ungu
muda atau warna tidak pekat

18

Anda mungkin juga menyukai