Anda di halaman 1dari 52

LAPORAN PRAKTIKUM

PENETAPAN NILAI TRAYEK pH DENGAN METODE pH


METER

KELOMPOK III

MUTIAWALIA PUTRI (09220190007)


DIAN MELIANI (09220190010)
NADIRAH (09220190003)
MUH. RAJAB (09220190015)
ASTRI AZIZUN NISA’ (09220200126)

ASISTEN

( SYAWAL RAMADHAN )

LABORATORIUM PENGANTAR TEKNIK KIMIA


JURUSAN TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

MAKASSAR
2021
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pengukuran pH banyak digunakan di laboratorium dan di industri minuman.
Banyak masyarakat yang belum mengetahui masalah kandungan kadar
keasaman pada minuman yang mereka konsumsi, padahal unsur kadar
keasaman pada minuman dapat menjadi parameter apakah minuman tertentu
mengandung kadar keasaman yang tinggi atau sebaliknya memiliki kadar
kebasaan. Minuman merupakan suatu cairan yang dapat dikonsumsi. Minuman
ringan berkarbonasi di Indonesia dikenal dengan nama soft drink sejak seabad
yang lalu telah menjadi minuman ringan paling populer di Amerika Serikat
mengungguli minuman lainnya seperti kopi, teh dan jus. Sedangkan susu cair
banyak sekali dikonsumsi oleh masyarakat umum, hal ini dikarenakan susu cair
lebih bersifat praktis untuk dikonsumsi dan mengandung banyak nutrisi.
Mendeteksi suatu pH sangat dibutuhkan dalam upaya mengetahui kadar
keasaman pada suatu minuman. Selama ini masyarakat tidak mengetahui
bahkan tidak peduli apakah minuman yang dikonsumsi memiliki kadar
keasaman yang tinggi. Kebanyakan masyarakat masih menggunakan cara
manual dalam mengukur pH suatu cairan, seperti menggunakan kertas lakmus.
Karena tidak semua orang mengetahui cara mengukur kadar keasaman, maka
diperlukan alat yang dapat mendeteksi kadar keasaman suatu cairan pada
minuman.
pH meter merupakan alat yang dapat mengukur tingkat pH larutan. Sistem
pengukuran dalam pH meter menggunakan sistem pengukuran secara
potensimetri. pH meter berisi elektroda kerja dan elektroda referensi. Perbedaan
potensial antara dua elektroda tersebut sebagai fungsi dari pH dalam larutan
yang diukur. Sinyal tegangan yang dihasilkan pada pengukuran dengan
elektroda pH berada pada kisaran mV, sehingga hal tersebut perlu diperkuat
dengan penguat operasional. pH meter harus dikalibrasi sebelum dan setelah
setiap pengukuran, untuk penggunaan normal kalibrasi harus dilakukan pada
awal pemakaian, kalibrasi dilakukan dengan setidaknya dua standar solusi yang
buffer span kisaran nilai pH yang diukur ini (Ngafifuddin and Sunarno, 2017).
1.2 Batasan Masalah
1.2.1 Mengukur dan menghitung pH dari reaksi asam dan basa antara larutan
NaOH 4N sebanyak 60 mL dengan penambahan larutan CH3COOH 3M
Sebanyak (0, 4, 8, 12, 16, 20, 24, 28, 32, 36, dan 40 mL) dengan metode
praktek praktek dengan menggunakan pH Meter dan teori perhitungan
dengan cara stoikiometri.
1.2.2 Membuat grafik hubungan antara volume penambahan asam asetat pH
campuran, serta menetukan trayek pH berdasarkan grafik yang diperoleh.

1.3 Tujuan Percobaan


Untuk mengukur dan menghitung nilai trayek pH dari reaksi asam dan basa
dengan metode perhitungan dan praktek.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teori Asam Basa


Asam dan basa merupakan zat kimia yang banyak digunakan dalam
kehidupan sehari-hari. Asam adalah suatu zat yang larutannya berasa asam,
memerahkan lakmus biru, dan menetralkan basa. Basa adalah suatu zat yang
larutannya terasa pahit, licin, membirukan lakmus merah, dan menetralkan
asam. Keduanya bersifat korosif. Teori Asam dan basa menurut para ahli:
2.1.1 Arhenius
Asam didefinisikan sebagai zat-zat yang memberikan ion hidrogen
(H⁺) atau ion hidronuim (H₃O⁺) bila dilarutkan di dalam air. Basa yang
dimana sebagai zat-zat dalam air tersebut menghasilkan suatu ion yang
dinamakan ion hidroksida (OH⁻) (Sadhu, 2019).
2.1.2 Bronsted Lowry
Pada tahun 1923 Johanes N. Bronsted dan Thomas Lowry
mengemukakan teori asam basa yaitu asam sebagai senyawa yang dapat
memberikan proton (H⁺) kepaada senyawa lain (donor proton). Basa
merupakan senyawa yang menerima proton (H⁺) dari senyawa lain
(akseptor proton).
Dengan menggunakan konsep asam dan basa menurut Bronsted
Lowry maka dapat ditentukan suatu zat bersifat asam atau basa dengan
melihat kemampuan zat tersebut dalam serah terima proton dalam larutan.
Dalam hal ini pelarut tidak terbatas oleh pelarut air saja. Tapi dapat berupa
pelarut lain yang sering dijumpai di laboratorium, misalnya alkohol,
amonia cair, dan eter.
HCl dan CH₃COOH adalah asam karena dapat memberikan ion H⁺

(proton) kepada H₂O. HCI dan CH₃COOH disebut donor proton. Cl dan
CH₃COO⁻ adalah basa karena dapat menerima (proton) dari H₃O + Cl⁻

dan CH₃COO⁻ disebut akseptor proton. Basa tersebut adalah basa


konjugasi. Sementara itu, adalah asam konjugasi, karena kelebihan proton
dibanding zat asalnya. Pasangan HCl dan CI⁻serta CH₃COOH dan

CH₃COO⁻ disebut pasangan asam basa konjugasi.


2.1.3 Lewis
Pada tahun 1923 G.N. Lewis seorang ahli kimia dari Amerika Serikat,
memperkenalkan teori asam dan basa yang tidak melibatkan transfer
proton, tetapi melibatkan penyerahan dan penerimaan pasangan elektron
bebas.
Dimana asam adalah suatu molekul atau ion yang dapat menerima
pasangan elektron, sedangkan basa adalah suatu molekul atau ion yang
dapat memberikan pasangan elektronnya. Beberapa keunggulan asam
basa Lewis:
a. Sama dengan teori Bronsted dan Lowry, dapat menjelaskan sifat asam,
basa dalam pelarut lain ataupun tidak mempunyai pelarut.
b. Teori asam basa Lewis dapat menjelaskan sifat asam basa molekul
atau ion yang mempunyai pasangan elektron bebas atau yang dapat
menerima pasangan elektron bebas. Contohnya pada pembentukan
senyawa komplek.
c. Dapat menerangkan sifat basa dari zat-zat organik seperti DNA dan
RNA yang mengandung atom nitrogen yang memiliki pasangan
elektron bebas.
Sebagaimana larutan elektrolit yang dibedakan atas elektrolit kuat dan
elektrolit lemah, maka asam dan basa juga dibedakan atas asam basa kuat
dan asam basa lemah. Perbedaan kekuatan larutan asam basa ini yang
dipengaruhi oleh banyak sedikitnya ion-ion pembawa sifat asam dan ion
pembawa sifat basa yang dihasilkan saat terionisasi.
2.1.4 Kekuatan Asam
Kekuatan asam dipengaruhi oleh banyaknya ion–ion H+ yang
dihasilkan oleh senyawa asam dalam larutannya. Berdasarkan banyak
sedikitnya ion H+ yang dihasilkan, larutan asam ini dapat pula dibedakan
dengan menjadi dua macam yaitu terdiri dari asam kuat dan asam lemah.

4
a. Asam kuat yaitu senyawa asam yang dalam larutannya terion
seluruhnya menjadi ion-ionnya. Reaksi ionisasi asam kuat merupakan
reaksi berkesudahan.
b. Asam lemah yaitu senyawa asam yang dalam larutannya hanya sedikit
terionisasi menjadi ion-ionnya. Reaksi ionisasi asam lemah
merupakan reaksi kesetimbangan.
2.1.5 Kekuatan Basa
Kekuatan basa dipengaruhi oleh banyaknya ion–ion OH⁻ yang
dihasilkan oleh senyawa basa dalam larutannya. Berdasarkan banyak
sedikitnya ion OH⁻ yang dihasilkan, larutan basa juga dibedakan menjadi
dua macam sebagai berikut.
a. Basa kuat yaitu senyawa basa yang dalam larutannya terion
seluruhnya menjadi ion-ionnya, dimana reaksi ionisasi basa kuat
merupakan reaksi berkesudahan pada suatu proses reaksi tersebut.
b. Basa lemah yaitu senyawa basa yang dalam larutannya hanya sedikit
terionisasi menjadi ion-ionnya, reaksi ionisasi basa lemah merupakan
reaksi kesetimbangan.
2.1.6 Indikator Asam Basa
Indikator asam basa adalah suatu senyawa organik dapat berubah
warna dengan berubahnya pH, biasa digunakan untuk membedakan suatu
larutan bersifat asam atau basa dengan memberikan perubahan warna
berbeda pada larutan asam dan basa (Rahmawati, Siti Nuryanti, 2016).
Indikator adalah zat yang dapat memberi tanda (sinyal) yang biasanya
meruapakan perubahan warna untuk keadaan tertentu. Ada banyak zat
yang warnanya dalam larutan bergantung pada pH. Zat yang memberikan
perubahan warna untuk asam atau basa ini disebut indikator asam basa.
Indikator adalah zat yang warnya bergantung pada pH larutan yang
ditambahinya. Indikator biasanya ialah suatu asam atau basa organik
lemah yang menunjukan warna yang sangat berbeda antara bentuk tidak
terionisasi dan bentuk terionisasinya.

5
Indikator buatan telah lama digunakan sebagai indikator pada titrasi
asam basa. Akan tetapi, jika dibandingkan dengan pencemaran
lingkungan yang dihasilkan, ketersediaan dan biaya yang harus
dikeluarkan, indikator alami merupakan indikator alternatif yang lebih
baik. Indikator adalah zat yang ketika berada dalam medium asam atau
basa memiliki perbedaan warna mencolok. Indikator asam basa adalah zat
yang dapat digunakan untuk menentukan sifat larutan berdasarkan
perubahan warnanya jika berada dalam keadaan asam atau basa. Tingkat
asam atau basa pada umumnya dinyatakan sebagai nilai pH dan dapat
diukur dengan pH meter (Wasito et al., 2017).

2.2 pH Meter
pH adalah jumlah konsentrasi ion Hidrogen (H+) pada larutan yang
menyatakan tingkat keasaman dan kebasaan yang dimiliki. pH merupakan
besaran fisis dan diukur pada skala 0 sampai 14 . Bila pH < 7 larutan bersifat
asam, pH > 7 larutan bersifat basa dan pH = 7 larutan bersifat netral.
Pengukuran pH biasanya dilakukan dengan menggunakan pH meter. Salah satu
pengukuran dengan memanfaatkan pH meter adalah pengukuran pH pada
larutan asam basa (Ngafifuddin, Sunarno and Susilo, 2017).
Sebuah pH meter adalah sebuah alat elektronik yang digunakan untuk
mengukur pH dari suatu cairan meskipun probe khusus terkadang digunakan
untuk mengukur pH zat semi padat. pH meter yang biasa terdiri dari pengukuran
khusus probe atau elektroda gelas yang terhubung ke meteran elektronik yang
mengukur dan menampilkan pH membaca. Langkahlangkah pemeriksaan pH,
pH sebagai aktivitas ion hidrogen yang mengelilingi berdinding tipis kaca bola
lampu di ujungnya. Penyidikan menghasilkan tegangan kecil sekitar 0,06 volt
per pH unit yang diukur dan ditampilkan sebagai unit pH meter.
pH meter adalah alat ukur yang dapat memberikan informasi mengenai
derajat keasaman suatu larutan. Alat ukur ini menggunakan sebuah probe yang
terbuat dari silinder kaca nonkonduktor yang berfungsi sebagai sensornya.
Dengan memanfaatkan senyawa HCl yang merendam kawat elektroda, alat ini

6
mampu mengukur derajat keasaman yang terkandung dalam air. Namun,
terdapat permasalahan yang dialami saat proses penggunaan alat ukur tersebut,
diantaranya proses kalibrasi, lifetime alat ukur, tingkat akurasi dari hasil
pengukuran dan sebagainya (Sudewa and Hadiatna, 2017).
Sistem pengukuran dalam pH meter menggunakan sistem pengukuran
secara potensimetri. pH meter berisi elektroda kerja dan elektroda referensi.
Perbedaan potensial antara dua elektroda tersebut sebagai fungsi dari pH dalam
larutan yang diukur. Sinyal tegangan yang dihasilkan pada pengukuran dengan
elektrode pH berada pada kisaran mV, sehingga hal tersebut perlu diperkuat
dengan penguat operasional (Ngafifuddin, Sunarno and Susilo, 2017).
Sebelum dilakukan pengukuran, terlebih dahulu alat ukur pH meter harus
dikalibrasi setiap sebelum dan sesudah melakukan pengukuran. Untuk
penggunaan normal kalibrasi harus dilakukan setiap hari. Alasan melakukan hal
ini adalah probe kaca elektroda tidak diproduksi e.m.f. dalam jangka waktu
lama. Kalibrasi harus dilakukan setidaknya dengan dua macam cairan standart
buffer yang sesuai dengan rentang nilai pH yang akan diukur. Pengukuran
dengan instrumen yang digunakan dalam pH meter dapat bersifat analog
maupun digital. Sebagaimana alat yang lain, untuk mendapatkan hasil
pengukuran yang baik, maka diperlukan perawatan dan kalibrasi pH meter.
Stabilitas sensor harus selalu dijaga dan caranya adalah dengan kalibrasi alat.
Kalibrasi terhadap pH meter dilakukan dengan: Larutan buffer standar : pH =
4,01 ; 7,00 ; 10,0 (Karangan, Sugeng and Sulardi, 2019).
Pengukuran pH dengan alat ukur pH standar Lutron pH-201, dilakukan
untuk mengukur pH dengan baik selama ini telah digunakan dengan media
penguji bahan kimia atau biasa diklaim dengan pH meter. Proses ukur keasaman
atau pH di cairan atau larutan akan lebih efisien dan akan semakin gampang
apabila Anda dengan perangkat bantuan, contohnya pengukur atau uji kimia
yaitu pH meter. pH atau biasa disebut dengan keasaman dapat diartikan sebagai
derajat yang akan mengambarkan suatu taraf asam maupun kebasaan yg
terdapat pada suatu larutan maupun di dalam cairan tertentu.

7
Asam dan basa adalah besaran yang sering digunakan untuk pengolahan
suatu zat, baik di industri maupun kehidupan sehari-hari. Pada industri kimia,
keasaman merupakan variabel yang menentukan, mulai dari pengolahan bahan
baku, menentukan kualitas produksi yang diharapkan sampai pengendalian
limbah industri agar mencegah pencemaran pada lingkungan. Pada prinsipnya
pengukuran suatu pH adalah didasarkan pada potensial elektrokimia yang
terjadi antara larutan yang terdapat di dalam elektroda glass (membrane glass)
yang telah diketahui dengan larutan yang terdapat diluar elektroda glass yang
tidak diketahui. Hal ini di karenakan lapisan tipis dari gelembung kaca akan
berinteraksi dengan ion hidrogen yang ukurannya relatif kecil dan aktif,
elektroda gelas tersebut akan mengukur potensial elektro kimia dari ion
hidrogen. Untuk melengkapi sirkuit elektrik dibutuhkan elektroda pembanding.
Sebagai catatan alat tersebut tidak mengukur arus tetapi hanya mengukur suatu
tegangan dari sesuatu (Karangan, Sugeng and Sulardi, 2019).
2.2.1 Kalibrasi pH Meter
Pada pengukuran pH, alat yang biasa digunakan di laboratorium
adalah pH meter. pH meter terdiri dari 3 bagian utama yaitu
potensiometer, sensor suhu dan elektroda sebagai sensor untuk potensial
atau pH. Laboratorium kalibrasi dapat mengkalibrasi potensiometer dan
menjamin bahwa potensiometer memenuhi spesifikasinya, begitu pula
untuk kalibrasi sensor suhu, tetapi tidak demikian untuk elektroda.
Elektroda cenderung mengalami perubahan dari waktu ke waktu sehingga
untuk memastikan bahwa pembacaan memberikan nilai yang benar,
elektroda tersebut harus dikalibrasi setiap akan digunakan. Kalibrasi
dilakukan dengan menggunakan bahan acuan larutan standar bufer.
Pemilihan bahan acuan larutan standar bufer sangatlah penting, karena
kesalahan larutan standar bufer merupakan sumber kesalahan utama pada
pengukuran pH.
Kalibrasi merupakan bagian dari pemeliharaan alat, yang bertujuan
untuk memastikan bahwa hasil pengukuran dari alat tersebut dapat
diterima dan masuk dalam rentang validasi yang diperlukan. Kalibrasi pH

8
meter harus dilakukan secara rutin, setiap kali akan menggunakan. Agar
alat senantiasa terkalibrasi, perlu dilakukan perawatan terhadap alat
tersebut secara rutin.
pH meter harus dikalibrasi sebelum dan setelah setiap pengukuran,
untuk penggunaan normal kalibrasi harus dilakukan pada awal
pemakaian, kalibrasi harus dilakukan dengan setidaknya dua standar
solusi yang buffer span kisaran nilai pH yang akan diukur. pH buffer yang
dapat diterima pada pH 4 dan pH 10. pH meter memiliki satu kontrol
untuk mengatur pembacaan meter sama dengan nilai standar pertama
buffer dan kontrol kedua kemiringan yang digunakan untuk mengatur
pembacaan meter dengan nilai buffer kedua, kontrol ketiga
memungkinkan suhu harus ditetapkan.
Proses kalibrasi dilakukan dengan merekam terlebih dahulu nilai pH
pada sampel menggunakan pH meter standar. Kemudian sampel diukur
kembali menggunakan sensor pH. Kalibrasi dilakukan dengan memutar
potensio kalibrasi agar nilai pembacaan sensor sama dengan pembacaan
pH meter. Pemutaran potensio kalibrasi dilakukan searah jarum jam atau
berlawanan hingga nilai terbaca oleh sensor sama atau mendekati alat ukur
pH meter standar (Manalu et al., 2018).
Proses kalibrasi tegangan berhubungan yang dihasilkan oleh probe
dengan skala pH. Setelah setiap satu pengukuran, pesawat itu dibilas
dengan air suling atau air deionized untuk menghilangkan jejak dari solusi
yang diukur, mengusap dengan tisu yang bersih untuk menyerap sisa air
yang dapat mengencerkan sampel dan dengan demikian mengubah
membaca, dan kemudian cepat-cepat terbenam solusi lain.
Cara kalibrasi alat pH meter yaitu Rendam sebentar elektroda dalam
akuades, bilas berkali-kali dengan menggunakan botol semprot (gunakan
gelas kimia 250 mL untuk menampung air sisa semprotan. Keringkan
dengan menggunakan kertas tissue (pastikan elektroda kering). Rendam
dalam larutan bufer pH 7 (dalam gelas kimia 100 mL atau langsung dalam
botol kecil) beberapa saat (untuk mencapai kesetimbangan). “On” kan pH

9
meter. Tunggu beberapa saat. Bacalah skala pH. Bila pH terbaca tidak
sama dengan 7 putarlah tombol penyesuai pH agar pH menjadi terbaca 7.
Cuci elektroda dengan akudes berulang-ulang. Keringkan lalu celupkan
elektroda ke dalam larutan bufer pH 4, biarkan beberapa saat. Bacalah pH
pada skala pH alat. Lakukan pekerjaan yang sama seperti di atas, tetapi
menggunakan larutan buffer. Apabila hasil pembacaan di luar range yang
telah ditetapkan artinya pHmeter tidak terkalibrasi.
Hasil pengukuran pH yang valid dapat diperoleh apabila pH meter
telah dikalibrasi menggunakan bahan acuan tersertifikasi (Certified
Reference Material atau CRM). Berdasarkan ISO Guide 30/Amd 1
(2008), bahan acuan tersertifikasi adalah bahan acuan yang telah
dikarakterisasi satu atau lebih sifatnya dengan suatu prosedur yang valid
secara metrologi, dengan suatu sertifikat yang memberikan nilai dan
ketidakpastian bagi sifat tersebut beserta pernyataan ketertelusurannya.
Dengan demikian, Certified Reference Material bertanggung jawab atas
ketertelusuran pengukuran (Nuryatini, Sujarwo and Hindayani, 2018).
Terdapat ratusan laboratorium yang memiliki pH meter di Indonesia,
baik laboratorium penguji, laboratorium pendidikan (universitas dan
sekolah menengah) maupun laboratorium industri yang seluruh
laboratorium tersebut memerlukan larutan standar pH untuk keperluan
kalibrasinya. Selama ini, standar atau bahan acuan tersebut diperoleh dari
perusahaan penyedia standar dari Jerman, Jepang, USA, dan lain-lain.
Bahan acuan merupakan barang import sehingga harganya menjadi relatif
mahal. Padahal ketahanan (self life) standar tersebut pada umumnya hanya
2 (dua) tahun jika kemasan belum dibuka dan 6 (enam) bulan jika kemasan
sudah dibuka. Dengan demikian laboratorium harus membeli standar
secara rutin untuk menjamin akurasi pengukurannya.
Bahan acuan larutan buffer yang dapat digunakan dalam pengukuran
pH ada 3 tingkatan, yaitu sebagai berikut:
a. Bahan acuan buffer primer yang memiliki tingkatan tertinggi dengan
nilai ketidakpastian paling kecil diantara yang lainnya. Bahan acuan

10
ini ditentukan nilainya dengan metode primer. Berdasarkan
rekomendasi IUPAC tahun 2002, metode primer untuk pengukuran
pH yaitu Harned cell. Pengujian dengan metode Harned cell
didasarkan pada pengukuran beda potensial dari sel elektrokimia tanpa
liquid junction, dengan menggunakan elektroda platina hidrogen dan
elektroda pembanding Ag-AgCl. Metode ini biasanya dipakai oleh
laboratorium metrologi nasional.
b. Bahan acuan buffer sekunder yang digunakan untuk mengkalibrasi
bahan acuan tersertifikasi atau bahan acuan teknis. Bahan acuan ini
ditentukan nilainya dengan menggunakan metode Differential
potentiometric cell, yaitu sel elektrokimia dengan liquid junction
menggunakan 2 (dua) buah elektrode platina hidrogen yang
diperkenalkan oleh Baucke. Bahan acuan ini tertelusur ke bahan acuan
primer dan banyak digunakan oleh laboratorium metrologi nasional,
laboratorium pembuat bahan acuan atau laboratorium kalibrasi.
c. Bahan acuan tersertifikasi atau bahan acuan teknis, digunakan untuk
pengukuran pH di laboratorium penguji. Bahan acuan ditentukan
nilainya menggunakan pH meter akurasi tinggi dan elektroda gelas
dengan prosedur kalibrasi menggunakan multipoint calibration atau
two point calibration. Bahan acuan yang akan digunakan untuk
kalibrasi pH meter pada pengukuran larutan standar bufer ini adalah
bahan acuan sekunder atau bahan acuan primer sehingga larutan bufer
tersebut dapat tertelusur ke bahan acuan primer maupun dari bahan
acuan sekunder tersebut (Nuryatini, Sujarwo and Hindayani, 2018).
2.2.2 Sensor pH
Pada umumnya jenis sensor pH yang banyak digunakan terbuat dari
bahan gelas yang memiliki ukuran yang relatif besar, memiliki tahanan
dalam yang sangat besar dalam orde Mega-Ohm dan mudah pecah bila
terjatuh atau terbentur. Berbagai usaha telah dilakukan untuk miniaturisasi
sensor pH dengan menggunakan teknologi monolitik dan teknologi film

11
tanpa mengubah fungsinya agar dapat lebih menghemat ruang dan biaya.
Dengan perkembangan teknologi saat ini, teknik microfabrication dapat
digunakan secara efektif proses pembuatan sensor pada elektrokimia
digunakan untuk sensor pH (Ngafifuddin, Sunarno and Susilo, 2017).
Sensor pH adalah sensor yang dapat mengukur derajat keasaman (pH)
pada suatu larutan. Prinsip kerja sensor pH ini terletak pada elektrode
referensi dan elektrode kaca yang memiliki ujung berbentuk bulat (bulb)
yang berfungsi sebagai tempat terjadinya pertukaran ion positif (H+),
pertukaran ion menyebabkan adanya beda potensial antara dua elektrode
sehingga pembacaan potensiometer akan menghasilkan positif atau
negatif.
pH sensor module sangat diperlukan pada sensor pH untuk
mengkonversikan nilai keluaran dari sensor (beda potensial antara kedua
elektroda) menjadi nilai analog berbentuk sinyal voltage. Nilai analog
tersebut yang akan diolah oleh mikrokontroler untuk menentukan derajat
keasamaan (pH) suatu larutan termasuk dalam kondisi normal, asam, atau
basa. Sensor pH digunakan untuk menentukan derajat keasaman atau
kebasaan dari suatu larutan. Pengukuran dan pengendalian pH adalah
sangat penting untuk berbagai studi kimia dan biologi di laboratorium dan
berbagai bidang industri.
Salah satu rancangan yang dapat digunakan adalah dengan
menggunakan sensor pH yang dapat dibaca dengan monitor. Metodologi
yang digunakan yaitu dengan cara mengumpulkan artikel data, menguji
keluaran sensor pH ketika dicelupkan pada beberapa sampel cairan,
menguji sampel cairan. Dari hasil penelitian didapat sensor pH ini dapat
mengukur derajat keasaman atau kebasaan air antara 1-10 pH. Dan data
pH tersebut dapat di uji di laboratorium untuk dicek keakuratannya.
Pada umumnya jenis sensor pH yang banyak digunakan terbuat dari
bahan gelas yang memiliki ukuran yang relatif besar, memiliki tahanan
dalam yang sangat besar dalam orde Mega-Ohm dan mudah pecah bila
terjatuh atau terbentur. Berbagai usaha telah dilakukan untuk miniaturisasi

12
sensor pH dengan menggunakan teknologi monolitik dan teknologi film
tanpa mengubah fungsinya agar dapat lebih menghemat ruang dan biaya
seiring dengan perkembangan teknologi mikroelektronika saat ini, teknik
microfabrication dapat digunakan secara efektif untuk pembuatan sensor
elektro kimia seperti sensor pH.
Adapun aplikasi sensor dapat ditemui dalam banyak peralatan
konsumen, otomotif, laboratorium, pengelolaaan lingkungan, konservasi
energi, pabrikasi, industri, kedokteran, pertambangan, pertanian, dan
sebagainya. Aplikasi sistem sensor ini masih dan akan terus berkembang
sesuai dengan kebutuhan. Namun, sensor yang ada saat ini di pasaran
hampir semuanya adalah produksi luar negeri (import). Oleh karena itu
penguasaan teknologi sensor ini sangat diperlukan mengingat aplikasinya
yang terus berkembang dan pemenuhan kebutuhan sensor didalam negeri
masih diimpor karena masih belum bisa memproduksi sendiri sensor pada
pH meter yang sering digunakan (Desmira, Aribowo and Pratama, 2018).
2.2.3 Bagian Transmitter pH
Adapun bagian-bagian transmitter pH yaitu :
a. Elektroda Kaca
Elektroda kaca berfungsi sebagai salah satu kutub di antara dua
elektroda pH meter yang tercelup ke dalam larutan. Pada ujung
elektroda ini terdapat bulb yang berfungsi sebagai tempat terjadinya
pertukaran ion positif (H+ ). Pertukaran ion yang terjadi menyebabkan
adanya perbedaan beda potensial di antara dua elektroda, sehingga
pembacaan potensiometer akan menghasilkan positif atau negatif. Jika
larutan bersifat netral, maka potensiometer tidak membaca adanya
perbedaan potensial di antara kedua kutub (pH=7). Sedangkan jika
larutan bersifat asam, maka potensial elektroda kaca menjadi lebih
positif daripada elektroda referensi. Pada kondisi ini, potensiometer
membaca negatif yang akan diartikan oleh sistem sebagai pH menjadi
lebih besar daripada angka 7 (Desmira, Aribowo and Pratama, 2018).

13
b. Elektroda Referensi
Elektroda referensi berfungsi sebagai kutub lain selain elektroda
kaca sehingga diantara keduanya, yang terendam larutan tertentu,
terbentuk rangkaian listrik. Elektroda ini didesain memiliki nilai
potensial yang tetap pada kondisi larutan apapun. Sehingga arah aliran
listrik yang terjadi hanya tergantung dari lebih besar atau lebih
kecilnya potensial elektroda kaca terhadap elektroda referensi.
c. Termometer
Sensor temperatur menjadi satu komponen wajib pH meter, karena
nilai pH sangat dipengaruhi oleh temperatur larutan. Pada pH larutan
7 (netral), perubahan temperatur tidak berpengaruh terhadap nilai
tersebut. Jika larutan bersifat asam atau basa, pembentukan ion sangat
dipengaruhi oleh temperatur. Karena pada pembacaan pH
distandardisasi pada temperatur ruang 25°C, maka keberadaan sensor
temperatur tersebut krusial untuk mendapatkan suatu pembacaan pH
meter yang akurat (Desmira, Aribowo and Pratama, 2018).
d. Amplifier
Setiap pH meter selalu membutuhkan penguat voltase atau dikenal
dengan amplifier. Voltase yang dihasilkan oleh dua elektroda pH meter
terlalu rendah yakni hanya sekitar 60 mV untuk setiap tingkatan nilai pH.
Jika pada pH netral (=7) beda potensial antar elektroda kaca dengan referensi
sama dengan nol, maka besar voltase yang dihasilkan oleh keduanya pada
nilai pH terendah hingga tertinggi (0≤pH≤14) adalah di antara angka -350
mV hingga +350 mV. Agar voltase ini dapat diproses di mikrokontroler,
maka harus diperkuat oleh amplifier. Sebagai contoh pada salah satu tipe
amplifier pH meter, amplifier ini akan memperkuat voltase menjadi pada
rentangan 0 hingga 14 V. Jika potensiometer membaca nilai 4,5 V, maka pH
larutan yang diukur adalah 4,5 (Desmira, Aribowo and Pratama, 2018).

2.3 Larutan
Larutan merupakan campuran homogen yang terdiri dari dua zat atau lebih.
Suatu larutan terdiri dari zat terlarut (solute) dan pelarut (solvent). Zat yang

14
jumlahnya banyak biasanya disebut pelarut, sementara zat yang jumlahnya
sedikit disebut zat terlarut. Tetapi ini tidak mutlak. Bisa saja dipilih zat yang
lebih sedikit sebagai pelarut, tergantung pada keperluannya, tetapi di sini akan
digunakan pengertian yang biasa digunakan untuk pelarut dan terlarut.
Campuran yang dapat saling melarutkan satu lama lain dalam segala
perbandingan dinamakan larutan miscible. Udara merupakan larutan miscible.
Jika dua cairan yang tidak bercampur membentuk dua fasa maka cairan tersebut
dinamakan cairan “immiscible” (Khaerunnisa, 2017).
Suatu larutan sudah pasti berfasa tunggal. Berdasarkan wujud dari
pelarutnya, suatu larutan dapat digolongkan ke dalam larutan padat, cair
ataupun gas. Zat terlarut dalam ketiga fasa larutan tersebut juga dapat berupa
gas, cair ataupun padat. Campuran gas selalu membentuk larutan karena semua
gas dapat saling campur dalam berbagai perbandingan. Dalam larutan cair,
cairan disebut “pelarut” dan komponen lain (gas atau zat padat) disebut
“terlarut”. Jika dua komponen pembentuk larutan adalah cairan maka
komponen yang jumlahnya lebih besar atau strukturnya tidak berubah
dinamakan pelarut. Contoh, 25 gram etanol dalam 100 gram air, air disebut
sebagai pelarut, sedangkan etanol sebagai zat terlarut, sebab etanol lebih sedikit
daripada air. Contoh lain adalah sirup, dalam sirup, gula pasir merupakan
komponen paling banyak daripada air, tetapi gula dinyatakan sebagai zat
terlarut dan air sebagai pelarut, sebab struktur air tidak berubah, sedangkan gula
berubah dari padat menjadi cairan (Khaerunnisa, 2017).
Untuk menyatakan komposisi larutan tersebut maka digunakan istilah
konsentrasi larutan yang menunjukkan perbandingan jumlah zat terlarut
terhadap pelarut. Untuk jumlah terlarut berbeda pada setiap larutan, maka
dibutuhkan energi panas yang berbeda pula, yang akan mempengaruhi titik
didih larutan tersebut. Titik didih suatu larutan merupakan suhu larutan pada
saat tekanan uap jenuh larutan itu sama dengan tekanan udara luar (tekanan
diberikan pada permukaan cairan).
Konsentrasi larutan adalah komposisi yang menunjukkan dengan jelas
perbandingan jumlah zat terlarut terhadap pelarut. Kelarutan dapat kecil atau

15
besar sekali, dan jika jumlah zat terlarut melewati titik jenuh, zat itu akan keluar
(mengendap di bawah larutan). Dalam kondisi tertentu suatu larutan dapat
mengandung lebih banyak zat terlarut dari pada dalam keadaan jenuh.
Air adalah suatu zat kimia yang penting bagi semua bentuk kehidupan yang
diketahui sampai saat ini di bumi, tetapi tidak di planet lain. Air merupakan
bahan pelarut yang universal, sehingga air merupakan pelarut yang baik. Air
mampu melarutkan berbagai jenis senyawa kimia misalnya seperti garam-
garam, gula, asam, beberapa jenis gas dan banyak macam molekul organik.
Garam adalah suatu senyawa ion yang terdiri dari kation basa dan anion sisa
asam. Garam (NaCl) tidak dikonsumsi pada proses elektrokimia, oleh karena
itu untuk membuat konsentrasi elektrolit konstan perlu ditambahkan larutan
dalam hal ini adalah H2O atau aquades. Konsentrasi yang semakin tinggi yaitu
gabungan antara NaCl dan H2O akan menyebabkan kadar hidrogen dan asam
yang terbentuk semakin tinggi.
Proses pelarutan suatu senyawa yang terdapat di dalam bahan baku selama
proses ekstraksi dipengaruhi oleh kemurnian pelarut, suhu pelarut, ukuran
partikel-partikel bahan yang diekstraksi, sifat kimia pelarut atau zat terlarut,
waktu ekstraksi yang diperlukan (Gustriani, Novitriani and Mardiana, 2016).
2.3.1 Jenis – Jenis Larutan
Larutan memiliki beberapa jenis, diantaranya adalah sebagai berikut
ini :
a. Larutan Ideal dan Non Ideal
Dalam suatu sistem, atom-atom, ion-ion, dan molekul-molekul
nyata saling mempengaruhi satu sama lain sehingga perilakunya sukar
diramalkan secara tepat. Akibat kesukaran meramalkan perilaku zat
nyata menimbulkan cara atau model yang dapat menjelaskan prilaku
secara teoritis, dinamakan hukum ideal. Oleh karena itu, muncul
istilah larutan ideal, sebagai upaya untuk menjelaskan keadaan sistem
dari larutan nyata. Molekul-molekul gas ideal dipandang sebagai
molekul-molekul bebas yang tidak berantaraksi satu sama lain. Dalam
larutan cair pendekatan keidealan berbeda dengan gas ideal. Dalam

16
larutan ideal partikel-partikel pelarut dan terlarut yang dicampurkan
berada dalam kontak satu sama lain. Pada larutan ideal dengan zat
terlarut molekuler, gaya antaraksi antara semua partikel pelarut dan
terlarut tersebut setara atau sebanding (Khaerunnisa, 2017).
b. Larutan Elektrolit dan Non-Elektrolit
Dalam larutan cair, zat padat dapat berada dalam bentuk ion-
ionnya maupun molekulernya. Jika NaCl terlarut dalam air, ion Na+
dan ion Cl- masing-masing terhidrasi dalam air, dan ion-ion yang
terhidrasi itu secara bebas dapat bergerak ke seluruh medium larutan.
Akan tetapi apabila glukosa atau etanol larut dalam air, zat-zat
tersebut tidak berada dalam bentuk ioniknya melainkan dalam bentuk
molekulernya. Zat-zat yang di dalam air membentuk ion-ion
dinamakan zat elektrolit, dan larutan yang dibentuknya dinamakan
larutan elektrolit. Secara eksperimen larutan elektrolit dapat diketahui
dari sifatnya, misalnya dapat menghantarkan arus listrik. Zat-zat yang
tergolong elektrolit, yaitu asam, basa, dan garam.
Zat-zat seperti etanol dan glukosa yang di dalam pelarut air
membentuk molekuler dinamakan non-elektrolit, dan larutan yang
dibentuknya dinamakan larutan non-elektrolit. Dalam keadaan murni,
asam merupakan senyawa kovalen, tetapi jika dilarutkan ke dalam air
akan terurai menjadi ion-ionnya.
c. Larutan Jenuh, Tak Jenuh, dan Lewat Jenuh
Kepekatan larutan secara kualitatif sering juga diungkapkan
dengan istilah jenuh, tak jenuh, dan lewat jenuh. Larutan jenuh dari
zat X adalah larutan yang di dalamnya terdapat zat X terlarut berada
dalam kesetimbangan dengan zat X yang tidak larut. Untuk membuat
larutan jenuh NaCl dalam air pada 25°C, kita harus menambahkan
NaCl berlebih ke dalam air dan mengaduknya terus sampai tidak ada
lagi NaCl yang melarut. Larutan jenuh NaCl pada 25°C mengandung
36,5 gram NaCl per 100 gram air. Penambahan NaCl berikutnya ke
dalam larutan jenuh NaCl tidak akan mengubah konsentrasi larutan.

17
Larutan tak jenuh mengandung zat terlarut dengan konsentrasi
lebih kecil daripada larutan jenuh. Larutan NaCl pada 25°C yang
mengandung NaCl kurang dari 36,5 gram disebut larutan tak jenuh.
Dalam larutan tak jenuh belum dicapai kesetimbangan antara zat
terlarut dan zat yang tidak larutnya. Jika zat terlarut ditambahkan ke
dalam larutan maka larutan mendekati jenuh.
Larutan jenuh NaCl pada suhu 25°C kemudian mengandung sebanyak
36,5 gram NaCl per 100 gram air. Penambahan NaCl berikutnya ke dalam
suatu larutan jenuh NaCl tidak akan mengubah konsentrasi larutan tersebut.
Sehingga larutan tak jenuh mengandung zat terlarut dengan konsentrasi
lebih kecil daripada larutan jenuh. Dalam suatu larutan yang tak jenuh belum
dicapai pada kesetimbangan antara zat yang terlarut dan zat yang tidak
larutnya. Kemudian jika zat yang terlarut ditambahkan kedalam suatu
larutan, maka larutan mendekati jenuh. Larutan yang lewat jenuh
menunjukkan keadaan yang tidak stabil, sebab larutan mengandung zat
terlarut jumlahnya melebihi konsentrasi kesetimbangannya.
Larutan lewat jenuh menunjukkan keadaan yang tidak stabil,
sebab larutan mengandung zat terlarut yang jumlahnya melebihi
konsentrasi kesetimbangannya. Larutan lewat jenuh umumnya terjadi
jika larutan yang sudah melebihi jenuh pada suhu tinggi diturunkan
sampai mendekati suhu kamar.
Keadaan lewat jenuh ini dapat dipertahankan selama tidak ada
“inti” yang dapat mengawali rekristalisasi. Jika sejumlah kecil kristal
natrium asetat ditambahkan maka rekristalisasi segera berlangsung
hingga dicapai keadaan jenuh. Serpihan yang berbentuk kristal
natrium asetat yang itambahkan menjadi “inti” peristiwa reaksi
kristalisasi yang terbentuk (Khaerunnisa, 2017).
2.3.2 Larutan Standar
Larutan standar adalah larutan yang dibuat dan diketahui
konsentrasinya secara teliti. Larutan standar dikelompokkan menjadi
larutan standar primer dan sekunder. Larutan standar primer adalah

18
larutan baku yang konsentrasinya dapat langsung diketahui dari berat
bahan yang sangat murni yang dilarutkan dan volume larutannya
diketahui. Larutan standar sekunder yaitu larutan baku yang
konsentrasinya tidak diketahui dengan pasti karena bahan yang digunakan
untuk membuat larutan tersebut memiliki kemurnian yang rendah.
Titrasi Asidimetri adalah titrasi dengan menggunakan larutan standar
asam untuk menentukan basa. Asam-asam yang biasanya dipergunakan
adalah HCl, asam cuka, asam oksalat, asam borat. Sedangkan alkalimetri
merupakan kebalikan dari asidimetri yaitu titrasi yang menggunakan
larutan standar basa untuk menentukan asam. Asidi dan alkalimetri ini
melibatkan titrasi basa yang terbentuk karena hidrolisis garam yang
berasal dari asam lemah (basa bebas) dengan suatu asam standar, dan
titrasi asam yang terbentuk dari hidrolisis garam yang berasal dari basa
lemah (asam bebas) dengan suatu basa standar (alkalimetri).
bersenyawaan ion hidrogen dan ion hidroksida untuk membentuk air
merupakan akibat reaksi-reaksi tersebut (Simanjuntak, 2018).
Larutan standar dikelompokkan menjadi larutan standar primer dan
sekunder. Larutan standar primer adalah larutan baku yang
konsentrasinya dapat langsung diketahui dari berat bahan yang sangat
murni yang dilarutkan dan volume larutannya diketahui. Larutan standar
sekunder yaitu larutan baku yang konsentrasinya tidak diketahui dengan
pasti karena bahan yang digunakan membuat larutan tersebut memiliki
kemurnian rendah.
Syarat-syarat larutan standar primer adalah sebagai berikut:
a. Kemurnian tinggi atau mudah dimurnikan (misalnya dengan
dikeringkan) dan mudah dipertahankan dalam keadaan murni.
b. Zat harus mudah diperoleh (tersedia dengan mudah).
c. Zat harus tidak berubah dalam udara selama penimbangan (stabil
terhadap udara).
d. Bukan kelompok hidrat.

19
e. Zat mempunyai berat ekivalen yang tinggi.
f. Zat mudah larut.
g. Jika suatu reagensia tersedia dalam keadaan murni, suatu larutan
dengan normalitas tertentu disiapkan hanya dengan menimbang satu
ekivalen atau kelipatan dari satu ekivalen, melarutkannya dalam
pelarut, biasanya air dan mengencerkan larutan sampai volume yang
diketahui. Pada prakteknya lebih mudah untuk menyiapkan larutan
standar tersebut lebih pekat daripada yang diperlukan, kemudian
mengencerkannya dengan air suling sampai diperoleh normalitas yang
dikehendaki.
Beberapa contoh zat yang dapat diperoleh dalam keadaan kemurnian
tinggi, sehingga cocok untuk larutan standar primer diantaranya adalah
natrium karbonat, kalium hidrogenftalat, asam benzoat, natrium
tetraborat, asam sulfamat, kalium hidrogen iodat, natrium oksalat, perak,
natrium klorida, kalium klorida, iod, kalium bromat, kalium iodat, kalium
dikromat dan arsen oksida.
Bila reagensia tidak tersedia dalam bentuk murni misalnya hidroksida
alkali dan beberapa asam anorganik, maka mula-mula siapkan larutan
dengan normalitas mendekati yang diperlukan kemudian larutan tersebut
harus distandarkan dengan titrasi terhadap larutan dari zat murni dengan
konsentrasi yang diketahui. Jika suatu reagensia tersedia dalam keadaan
murni, suatu larutan dengan normalitas tertentu disiapkan hanya dengan
menimbang satu ekivalen atau kelipatan dari satu ekivalen,
melarutkannya dalam pelarut, biasanya air dan mengencerkan larutan
sampai volume yang diketahui. Pada prakteknya lebih mudah untuk
menyiapkan larutan standar tersebut lebih pekat daripada yang
diperlukan, kemudian mengencerkannya dengan air suling sampai
diperoleh normalitas yang telah dikehendaki.
Berdasarkan kemurniannya larutan standar primer dan larutan standar
sekunder. Larutan standar primer adalah larutan standar yang
dipersiapkan dengan menimbang dan melarutkan suatu zat tertentu

20
dengan kemurnian tinggi. Larutan standar sekunder adalah larutan standar
yang dipersiapkan dengan menimbang dan melarutkan suatu zat tertentu
dengan kemurnian relatif rendah sehingga kondan cepat, konsentrasi
diketahui dari hasil standarisasi. Titrasi asam basa melibatkan reaksi
antara asam dengan basa, sehingga akan terjadi perubahan pH larutan
yang dititrasi. Secara percobaan, perubahan pH dapat diikuti dengan
mengukur pH larutan yang dititrasi dengan elektrode pada pH meter.
Reaksi antara asam dan basa, dapat berupa asam kuat atau lemah dengan
basa kuat atau lemah (Simanjuntak, 2018).

2.4 Prinsip Titrasi


Proses titrasi, yaitu larutan yang berada dalam buret diteteskan secara
perlahan-lahan melalui kran ke dalam erlenmeyer. Erlenmeyer di goyang-
goyang sehingga larutan penitrasi dapat larut dengan larutan yang berada dalam
erlenmeyer. Penambahan larutan penitrasi ke dalam erlenmeyer dihentikan
ketika sudah terjadi perubahan warna dalam erlenmeyer. Perubahan warna ini
menandakan telah tercapainya titik akhir titrasi (titik ekivalen). Analisis
titrimetri atau analisa volumetri adalah analisa kuantitatif dengan mereaksikan
suatu zat yang dianalisis dengan larutan standar yang telah diketahui
konsentrasinya secara teliti, dan reaksi antara zat yang dianalisis dan larutan
standar tersebut berlangsung secara kuantitatif.
Analisa titrimetri merupakan satu bagian utama kimia analisis dan
perhitungannya berdasarkan hubungan stoikiometri sederhana dari reaksi-
reaksi kimia.
Larutan dalam buret bisa berupa larutan standar yang konsentrasinya
diketahui dengan cara standarisasi ataupun larutan dari zat yang akan ditentukan
konsentrasinya. Penambahan titran diteruskan sampai jumlah T yang secara
kimia setara atau ekivalen dengan A, maka keadaan tersebut dikatakan telah
mencapai titik ekuivalensi atau disingkat TE dari titrasi itu. Namun kapan
tepatnya tercapai suatu titik ekuivalensi tidak dapat dilihat secara kasat mata.
Pengujian sensor pH tidak dapat dilakukan tanpa memperhatikan pengaruh
temperature larutan. Analisis pengaruh temperatur pada pengukuran pH perlu

21
diperhatikan, hal tersebut bertujuan untuk menghasilkan akurasi pengukuran
yang lebih baik.
Untuk mengetahui kapan penambahan titran itu harus dihentikan,
digunakanlah suatu zat yang disebut indikator yang dapat menunjukkan
terjadinya kelebihan titran dengan perubahan warna. Perubahan warna ini bisa
tepat atau tidak tepat pada titik ekuivalensi. Titik dalam titrasi pada saat
indikator berubah warna disebut titik akhir titrasi atau disingkat TA, idealnya
adalah titik akhir titrasi sedekat mungkin dengan titik ekuivalensi sehingga
pemilihan indikator yang tepat merupakan salah satu aspek yang penting dalam
analisis volumetri atau titrimetri untuk mengimpitkan kedua titik tersebut.
Dalam bahan makanan banyak mengandung senyawa yang bersifat asam
ataupun basa, misalnya asam askorbat dalam buah-buahan, asam asetat dalam
cuka, senyawa karbonat dalam minuman dan lain-lain. Komponen utama cuka
yang terdapat di pasaran adalah asam asetat walaupun terdapat sedikit asam lain
di dalamnya. Biasanya kadar total asam dalam cuka dinyatakan dengan
konsentrasi asam asetat. Dalam beberapa kasus kadar asam asetat yang terdapat
di dalam larutan cuka tersebut tidak sesuai dengan nilai konsentrasi asam asetat
yang tercantum dalam kemasan cuka tersebut. Untuk menentukan kadar
senyawa-senyawa tersebut dapat dilakukan analisis dengan menggunakan
metode titrasi berdasarkan reaksi penetralan (asam basa).
Sebelum melakukan titrasi penetralan perlu memahami prinsip dasar reaksi
penetralan yaitu reaksi antara ion hidrogen yang berasal dari asam dengan ion
hidroksida yang berasal dari basa sehingga menghasilkan air yang bersifat
netral. Setelah memahami prinsip dasar titrasi penetralan kemudian melakukan
pemilihan larutan standar yang akan digunakan untuk mentitrasi sampel,
melakukan standarisasi larutan standar, melakukan titrasi sampel dan
melakukan perhitungan kadar sampel serta bagaimana membuat laporan hasil
titrasi tersebut.
Untuk mengetahui kapan suatu titrasi berakhir (titik akhir titrasi) maka
diperlukan suatu indikator. Indikator yang digunakan harus dipilih agar trayek

22
pH indikator sesuai dengan trayek pH titrasi pada saat titik ekivalen tercapai
sehingga titik akhir titrasi dapat ditentukan dengan tepat pada saat indikator
tepat berubah warna dan tidak berubah lagi warnanya setelah beberapa detik.
Titrasi asam‐ basa sering disebut juga dengan titrasi netralisasi. Dalam titrasi
ini, kita dapat menggunakan larutan standar asam dan larutan standar basa.
Reaksi netralisasi terjadi antara ion hidrogen sebagai asam dengan ion
hidroksida sebagai basa dan membentuk air yang bersifat netral. Berdasarkan
konsep lain reaksi netralisasi dapat juga dikatakan sebagai reaksi antara donor
proton (asam) dengan penerima proton (basa). Dalam menganalisis sampel
yang bersiaft basa, maka kita dapat menggunakan larutan standar asam, metode
ini dikenal dengan istilah asidimetri. Sebaliknya jika kita menentukan sampel
yang bersifat asam, kita akan menggunkan lartan standar basa dan dikenal
dengan istilah alkalimetri.
Titrasi asam basa pada prinsipnya merupakan reaksi netralisasi. Sehingga
biasa disebut titrasi netralisasi. Larutan analit pada titrasi netralisasi bisa berupa
asam lemah, asam kuat, basa lemah, basa kuat, ataupun garam yang bersifat
asam maupun basa. Menentukan titik ekuivalen dalam suatu titrasi harus
mengetahui dengan tepat berapa volume basa yang ditambahkan dari buret ke
asam dalam labu erlenmeyer. Salah satu cara untuk mencapai tujuan tersebut
ialah dengan menambahkan beberapa tetes indikator asam-basa ke larutan asam
saat awal titrasi. Indikator biasanya adalah suatu asam atau basa organik lemah
dengan warna yang sangat berbeda antara bentuk tidak terionisasi dan dengan
bentuk terionisasinya tersebut (Afandy, Nuryanti and Diah, 2017).

2.5 Larutan Buffer


Larutan buffer adalah larutan yang dapat menyangga (mempertahankan)
pH. Larutan buffer memiliki pH yang konstan, terhadap pengaruh pengenceran
atau ditambah sedikit asam atau basa. Secara teoritis berapa pun diencerkannya
pH tidak akan berubah, tetapi dalam praktiknya jika pengenceran besar sekali,
jelas pH-nya akan berubah. Nama lain larutan buffer adalah larutan dapar atau
larutan penyangga.

23
Larutan buffer adalah larutan yang mengandung asam lemah dan basa
konjugasinya atau basa lemah dan asam konjugasinya. Larutan buffer
mempunyai sifat menyangga usaha untuk mengubah pH seperti penambahan
asam, basa, atau pengenceran. Artinya pH larutan buffer praktis tidak berubah
walaupun kepadanya ditambahkan sedikit asam kuat atau basa kuat atau bila
larutan diencerkan
Kapasitas buffer adalah kemampuan air laut untuk mempertahankan kondisi
tetap stabil, yang meliputi pH, CO2, dan kalsium. Keberadaan katalis buffer juga
memiliki pengaruh yang kuat terhadap laju pengerasan, reaksi degradasi dan
derajat pembentukan perekat MUF. Asam asetat dengan konsentrasi yang relatif
tinggi memiliki kapasitas buffer yang lebih besar, yang artinya bahwa dengan
semakin banyak tersedianya ion asetat, akan mendorong ion H+ berikatan
dengan ion asetat sehingga penurunan pH akibat ion H+ tidak terjadi. Kapasitas
buffer yang besar, kondisi larutan yang lewat jenuh, partikel-partikel produk
korosi dapat terbentuk lebih seragam. Partikel-partikel tersebut mampu
membentuk lapisan pelindung yang lebih rapat sehingga meminimalisi
serangan spesi korosif terhadap permukaan logam. Sebaliknya, pada kapasitas
buffer yang rendah, perbedaan pH antara sisi anodik dan katodik cukup tinggi.
Tingginya perbedaan pH tersebut menyebabkan perbedaan potensial antara sisi
anodik dan katodik semakin tinggi sehingga proses korosi berlangsung semakin
cepat. Jadi, peningkatan konsentrasi asam yang melebihi batas maksimum
justru menghasilkan lapisan produk korosi yang lebih protektif karena laju
pertumbuhan dari lapisan pelindung yang terbentuk pada sistem dengan
kapasitas buffer tinggi lebih terkontrol dibandingkan di dalam sistem dengan
kapasitas buffer yang rendah.
Asam asetat dengan konsentrasi yang relatif tinggi memiliki kapasitas
buffer yang lebih besar, yang artinya bahwa dengan semakin banyak
tersedianya ion asetat, akan mendorong ion H+ untuk berikatan dengan ion
asetat sehingga penurunan pH akibat ion H+ tidak terjadi. Dengan kapasitas
buffer yang besar, pada kondisi larutan yang lewat jenuh, partikel-partikel
produk korosi dapat terbentuk lebih seragam. Partikel-partikel tersebut mampu
membentuk lapisan pelindung yang lebih rapat sehingga meminimalisi

24
serangan spesi korosif terhadap permukaan logam. Sebaliknya, pada kapasitas
buffer yang rendah, perbedaan pH antara sisi anodik dan katodik cukup tinggi.
Tingginya perbedaan pH tersebut menyebabkan perbedaan potensial antara sisi
anodik dan katodik semakin tinggi sehingga proses korosi berlangsung semakin
cepat. Jadi, peningkatan konsentrasi asam yang melebihi batas maksimum
justru menghasilkan lapisan produk korosi yang lebih protektif karena laju
pertumbuhan dari lapisan pelindung yang terbentuk pada sistem dengan
kapasitas buffer tinggi lebih terkontrol dibandingkan di dalam sistem dengan
kapasitas buffer yang rendah.
Buffer juga dapat digunakan dalam melihat rentang asam atau basa, melalui
diagram potensial-pH tidak dapat mencakup seluruh daerah pH, karena terbatasi
oleh trayek rentang pH sistem buffer.Walaupun demikian, rentang pH 3,22-9,03
adalah salah satu daerah pH penting dalam kajian korosi baja karbon, karena
daerah itu meliput sebagian besar daerah peralihan korosi aktif ke keadaan pasif.
Larutan penyangga atau sering disebut larutan buffer adalah larutan yang dapat
mempertahankan pH pada kisarannya apabila ada upaya untuk menaikan atau
menurunkan pH. Larutan penyangga memiliki dua komponen yaitu asam dan
basa. Asam akan berperan jika ada upaya untuk menaikan pH, sedangkan basa
akan berperan jika ada upaya untuk menurunkan pH. Asam dan basa di sini
merupakan pasangan asam dan basa konjugasi.
Larutan penyangga dapat dibagi menjadi dua, yaitu larutan penyangga asam
dan larutan penyangga basa.
a. Larutan penyangga asam mengandung suatu asam lemah (HA) dan basa
konjugasinya (A- ). Larutan penyangga asam mempertahankan pH pada
daerah asam (pH< 7), contoh CH3COOH atau CH3COO- .
b. Larutan penyangga basa mengandung basa lemah (B) dan asam
konjugasinya (BH+ ). Larutan penyangga basa mempertahankan pH pada
daerah basa (pH>7), contoh NH3.

2.6 Dasar Pengukuran Derajat Keasaman


Asam dan basa adalah besaran yang sering digunakan untuk pengolahan
sesuatu zat, baik di industri maupun kehidupan sehari-hari. Pada industri kimia,

25
keasaman merupakan variabel yang menentukan mulai dari pengolahan bahan
baku, menentukan kualitas produksi yang diharapkan sampai pengendalian
limbah industry agar dapat mencegah pencemaran pada lingkungan. Pada
bidang pertanian, keasaman pada waktu mengelola tanah pertanian perlu
diketahui, untuk mengetahui dasar pengukuran derajat keasaman akan diuraikan
dahulu pengertian derajat keasaman itu sendiri. Pada prinsipnya pengukuran
suatu pH adalah didasarkan pada potensial elektro kimia yang terjadi antara
larutan yang terdapat didalam elektroda gelas (membran gelas) yang telah
diketahui dengan larutan yang terdapat diluar elektroda gelas yang tidak
diketahui. Hal ini dikarenakan lapisan tipis dari gelembung kaca akan
berinteraksi dengan ion hydrogen yang ukurannya relatif kecil dan aktif,
elektroda gelas tersebut akan mengukur potensial elektro kimia dari ion
hidrogen.
Untuk melengkapi sirkuit elektrik dibutuhkan elektroda pembanding,
sebagai catatan alat tersebut tidak mengukur arus tetapi hanya mengukur suatu
tegangan pada suatu zat. Sebuah alat yang bila digerakan oleh suatu energi di
dalam sebuah sistem transmisi, akan menyalurkan energi tersebut dalam bentuk
yang sama atau dalam bentuk yang berlainan ke sistem transmisi berikutnya.
Transmisi energi ini bisa berupa listrik, mekanik, kimia, optik (radiasi) atau
thermal (panas).
Misalnya generator merupakan transduser yang merubah energi mekanik
menjadi energi listrik, motor adalah transduser yang merubah energi listrik
menjadi energi mekanik, dan sebagainya. Adapun alat ukur adalah sesuatu alat
yang berfungsi memberikan batasan nilai atau harga tertentu dari gejala-gejala
atau sinyal yang berasal dari perubahan suatu energi, seperti voltmeter dan
ampermeter untuk sinyal listrik, tachometer dan speedometer untuk kecepatan
gerak mekanik, lux-meter untuk intensitas cahaya, dan sebagainya dalam
kehidupan sehari-hari.
Namun jika larutan bersifat asam atau basa, pembentukan ion yang sangat
dipengaruhi oleh temperatur. Karena pembacaan pH distandarisasi pada
temperatur ruang 25°C, maka keberadaan sensor temperatur sangat krusial

26
untuk mendapatkan pembacaan pH meter yang akurat. Sedangkan jika larutan
bersifat basa, maka ion H+ dari dinding bulb terlepas untuk bereaksi dengan
larutan tadi. Hal ini menghasilkan muatan negatif pada dinding bulb. Pertukaran
dalam memilih peralatan sensor dan transduser yang tepat dan sesuai dengan
sistem yang akan disensor maka perlu diperhatikan persyaratan umum sensor
yaitu linearitas, kepekaan, dan tanggapan terhadap waktu yang ditentukan.
Seperti pada penelitian yang dilakukan oleh Hidayah, Triyantoro and
Abdullah (2019) yang berjudul efisiensi biofilter aerob menggunakan media
botol susu fermentasi dalam menurunkan kadar cod effluent biodigester industri
tahu kecamatan cilongok merupakan salah satu penerapan pengukuran pH
dibidang industri.
Hasil rerata pH influent biofilter aerob yaitu 6,53. Rerata pH effluent
biofilter aerob setelah dilakukan pengolahan selama 24 jam dengan replikasi
penelitian sebanyak 3 kali yaitu 7,5. Parameter pH merupakan faktor kunci bagi
pertumbuhan mikroorganisme. Beberapa bakteri tidak dapat hidup pada pH
diatas 9,5 dan dibawah 4,0. Secara umum, pH optimum bagi pertumbuhan
mikroorganisme adalah 6,5-7,5. Bakteri mesofilik merupakan kelompok bakteri
yang dapat hidup pada pH 5,5-8,0. Hasil rata-rata pH influent dan effluent
biofilter aerob yang didapatkan tersebut menunjukkan bahwa pH optimum
untuk aktivitas mikroorganisme. pH pada effluent biofilter lebih tinggi dari pada
pH yang terdapat influent biofilter (Hidayah, Triyantoro and Abdullah, 2019).
Sisa-sisa senyawa kimia dari limbah tahu dan bahan pencemar pada effluent
biodigester diolah menggunakan biofilter aerob. Pengolahan lanjut secara aerob
dapat meningkatkan proses penguraian senyawa organik dan bahan pencemar.
Beberapa senyawa kimia yang tersisa seperti protein, lemak, asam cuka dan
bahan penggumpal tahu yang bersifat asam akan diuraikan oleh
mikroorganisme, sehingga air limbah dapat terolah secara optimal. Penguraian
sisa senyawa kimia dari limbah tahu menyebabkan pH effluent lebih tinggi dari
influent.
Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Taslim, Mailoa and Rijal, (2017)
bahwa bioetanol (C2H5OH) merupakan salah satu biofuel yang hadir sebagai

27
bahan bakar alternatif yang lebih ramah lingkungan dan sifatnya yang
terbarukan. Merupakan bahan bakar alternatif yang diolah dari tumbuhan yang
memiliki keunggulan karena mampu menurunkan emisi CO2 hingga 18%,
dibandingkan dengan emisi bahan bakar fosil seperti minyak tanah dengan
perlakuan pH medium fermentasi dan lama fermentasi menunjukkan adanya
pengaruh terhadap kadar ethanol yang dihasilkan. Kadar ethanol tertinggi
diperoleh pada perlakuan (pH=7 dan lama fermentasi=72 jam). pH medium
mempengaruhi kadar etanol yang dihasilkan dalam memfermentasi glukosa
yang berasal dari perombakan amilum S. Crasifolium. pH merupakan kondisi
asam basa medium fermentasi yang berhubungan dengan aktivitas pertumbuhan
mikroorganisme. pH yang terlalu rendah (asam) atau terlalu tinggi (basa) dapat
memicu tingkat kematian sel mikroba.
Tingkat kematian mikroorganisme yang tinggi akan berpengaruh terhadap
kecepatan fermentasi, karena jumlah mikroba akan berkurang dalm mengurai
glukosa menjadi ethanol. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pH yang paling
baik terhadap kadar ethanol adalah 7. Bila dibandingkan dengan hasil penelitian
yang relevan, menunjukkan bahwa kadar ethanol yang paling baik adalah
dengan menggunakan pH medium pada kondisi asam (pH=3-4) untuk bahan
baku berupa kulit pisang, biji durian, dan singkong.
Hasil penelitian yang ditemukan bertentangan dengan penelitian
sebelumnya karena pH yang menunjukkan hasil terbaik dalam penelitian ini
adalah pH dalam kondisi netral. Hal ini diduga karena perbedaan bahan baku
yang digunakan yang memerlukan nilai pH yang lebih tinggi bila dbandingkan
dengan bahan organik lainnya.
pH merupakan kondisi asam-basa medium suatu mikroorganisme yang
dapat mempengaruhi pertumbuhan (aktivitas pembelahan sel) dari
mikroorganisme tertentu. pH sangat berperan penting dalam pertumbuhan
mikroorganisme fermentasi. pH berkenaan dengan derajat keasaman medium
yang akan menentukan aktivitas mikroorganisme selain ketersediaan nutrisi. pH
yang paling baik dalam kombinasi perlakuan adalah 8.

28
pH adalah jumlah konsentrasi ion Hidrogen (H+) pada larutan yang
menyatakan tingkat keasaman dan kebasaan yang dimiliki. pH merupakan
besaran fisis dan diukur pada skala 0 sampai 14. Salah satu pengukuran dengan
memanfaatkan pH meter adalah pengukuran pH pada suatu larutan mesin
pencuci film radiografi (Ngafifuddin and Sunarno, 2017).

29
BAB III
PROSEDUR PERCOBAAN

3.1 Alat

Gambar 1. Batang Gambar 2. Bulb Gambar 3. Statif dan


Pengaduk Klem

Gambar 4. Buret 100 ml Gambar 5. Corong Gambar 6. Gelas Piala


100 mL

Gambar 7. Gelas Piala Gambar 8. Gelas Piala Gambar 9. Labu ukur


250 mL 1000 mL 250 mL
Gambar 10. Neraca Gambar 11. pH Meter Gambar 12. Pipet Tetes
Analitik

Gambar 13. Pipet Skala


10 mL

3.2 Bahan
3.2.1 Natrium Hidroksida (NaOH) 4 N 60 mL
3.2.2 Asam Asetat (CH3COOH) 4 N 100 mL
3.2.3 Larutan Buffer
3.2.4 Aquadest (H2O)

3.3 Cara Kerja


Menyiapkan setiap alat dan bahan, menimbang padatan NaOH 4 N
sebanyak 9,6 gram menggunakan neraca analitik. Kemudian melarutkannya
dengan aquadest sebanyak 60 mL menggunakan batang pengaduk. Selanjutnya
memasukkan larutan kedalam labu ukur 100 mL untuk mengencerkan dan
menghomogenkannya. Kemudian memipet asam asetat sebanyak 24,5 mL
kedalam labu ukur 100 mL untuk diencerkan.

31
Kemudian memindahkan asam asetat yang telah jadi tadi kedalam buret
yang telah terpasang pada statif. Langkah selanjutnya yaitu mengkalibrasi alat
pH meter dengan menggunakan larutan yang kadar pH nya telah diketahui yaitu
menggunakan larutan buffer. Setelah mengkalibrasi pH meter lalu menetralkan
sensor pH meter menggunakan aquadest.
Selanjutnya menampung larutan NaOH ke dalam gelas piala 250 mL untuk
menguji nilai pH awal tanpa penambahan asam asetat kemudian mencatatnya,
kemudian menambahkan larutan asam asetat pada masing masing pengujian
pH untuk penambahan asam asetat 0, 4, 8, 12, 16, 20, 24, 28, 32, 36, dan 40
mLdengan pH meter pada masing masing penambahan dilakukan pengujian dan
mencatat nilai pH masing masing. Kemudian membuat grafik hubungan antara
volume penambahan CH3COOH dengan pH meter.

32
3.4 Diagram Alir
Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan

Menimbang padatan NaOH 4 N sebanyak 9,6 gram, kemudian


melarutkannya dengan aquadest sebanyak 60 mL

memasukkan larutan kedalam labu ukur 100 mL untuk mengencerkan


dan menghomogenkannya

memipet asam asetat sebanyak 24,5 ml kedalam labu ukur 100 mL untuk
diencerkan.

memindahkan asam asetat yang telah jadi tadi kedalam buret

mengkalibrasi alat pH meter dengan menggunakan larutan buffer, lalu


menetralkannya mengunakan aquadest

menguji nilai pH awal tanpa penambahan asam asetat kemudian


mencatatnya

Menambahkan larutan asam asetat pada masing masing pengujian pH


untuk penambahan asam asetat 0, 4, 8, 12, 16, 20, 24, 14, 32, 36, 40, pada
masing masing penambahan menguji dan mencatat nilai pH nya.

33
BAB IV
HASIL PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Perhitungan dan Data Pembahasan Berdasarkan Praktikum


Tabel 1. Data Pengamatan pH larutan dengan metode pH meter
Penambahan CH3COOH (mL) pH NaOH
0 13,70
4 13,51
8 13,21
12 12,94
16 12,76
20 12,59
24 12,53
28 12,46
32 12,37
36 12,28
40 11,62

14 13,7
13,51
13,5 13,21
12,94
13 12,76
12,59 12,53
12,46 12,37
ph NaOH

12,5 12,28

12 11,62
11,5

11

10,5
0 4 8 12 16 20 24 28 32 36 40
Volume Penambahan CH3COOH (mL)

Grafik 1. Grafik Hubungan Antara Volume CH3COOH (mL) dengan pH


larutan metode pH meter
Pembahasan :
Berdasarkan trayek pH yang diperoleh adalah sebesar 11,62 sampai 13,7.
Hal ini tidak sama dengan teori perhitungan yang dimana mendapatkan 10,2
sampai 13,4. Hal ini dikarenakan dipengaruhi oleh beberapa faktor pada
pengukuran pH pada larutan, diantaranya kondisi pembacaan ph meter yang
digunakan tersebut dimana elektroda yang digunakan pada pembacaan kurang
akurat. Hasil pengukuran pH yang valid diperoleh bila pH meter dikalibrasi
dengan bahan acuan tersertifikasi (Nuryatini, Sujarwo and Hindayani, 2018).

4.2 Hasil Perhitungan dan Data Pembahasan Berdasarkan Perhitungan


Tabel 2. Data Pengamatan pH larutan berdasarkan perhitungan
Penambahan CH3COOH (mL) pH NaOH
0 13,4
4 12,85
8 12,35
12 11,9
16 11,51
20 11,16
24 10,86
28 10,61
32 10,42
36 10,28
40 10,2

16
13,4
14 12,85 12,35
11,9 11,51 11,16
12 10,86 10,61 10,42
10,28 10,2
pH NaOH

10
8
6
4
2
0
0 4 8 12 16 20 24 28 32 36 40
Volume Penambahan CH3COOH (mL)

Grafik 2. Grafik Hubungan Antara Volume CH3COOH (mL) dengan pH


larutan berdasarkan perhitungan

35
Pembahasan :
Berdasarkan hasil perhitungan yang kami proleh nilai trayek pH larutan saat
penambahan CH3COOH 0 mL adalah 13,4 dan saat penambahan CH3COOH 40
mL memperoleh ph sebesar 10,2. Derajat keasaman didefinisikan sebagai
kologaritma aktivitas ion hidrogen (H+) yang terlarut. Koefisien aktivitas ion
hidrogen tidak dapat diukur secara eksperimental, sehingga nilainya didasarkan
pada perhitungan teoritis.Secara teoritis berapa pun diencerkannya pH tidak
akan berubah, tetapi dalam praktiknya jika pengenceran besar sekali, jelas
pHnya akan berubah (Karangan, Sugeng and Sulardi, 2019).

36
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah kami lakukan diperoleh nilai trayek pH
campuran adalah (13,70), (13, 51), (13,21),(12,94), (12,76), (12,59), (12,53),
(12,46), (12,37), (12,28), (11,62). Dan berdasarkan teori perhitungan diperoleh
nilai trayek pH campuran adalah (13,4), (12,85), (12,35), (11,9), (11,51),
(11,16), (10,86), (10,61), (10,42), (10,42), (10,28), (10,2).

5.2 Saran
1. Saran untuk Laboratorium
a. Sebaiknya peralatan yang berada di laboratorium tetap dijaga
kelengkapan alat-alatnya.
b. Semoga persediaan air dilaboratorium lebih banyak.
c. Sebaiknya disediakan wc disekitar laboratorium.
d. Sebaiknya bahan-bahan yang biasa digunakan dipercobaan stoknya
lebih diperbanyak.
e. Sebaiknya kebersihan dilaboratorium selalu dijaga sebelum dan setelah
praktek.
2. Saran untuk Asisten
a. Diharapkan agar asisten dan praktikan tetap menjaga keakraban.
b. Diharapkan asisten laboratorium tetap sabar menghadapi praktikan.
c. Diharapkan asisten laboratorium semakin perhatian dengan praktikan
agar tidak ada yang ketinggalan informasi.
d. Diharapkan asisten tetap menjadi asisten yang ramah.
DAFTAR PUSTAKA

Afandy, M. A., Nuryanti, S. and Diah, W. M. (2017) ‘Variasi Pelarut Serta


Pemanfaatannya Sebagai Indikator Asam-Basa Extraction Of Purple Sweet
Potato ( Ipomoea batatas L .) Using Solvent Variation and Its Utilization as
Acid-Base Indicator’, Jurnal Akademika Kimia, 6(2), pp. 79–85.
Desmira, Aribowo, D. and Pratama, R. (2018) ‘Penerapan Sensor pH Pada Area
Elektrolizer Di PT Sulfindo Adiusaha’, jurnal PROSISKO, 5(1), pp. 2406–
7733.
Gustriani, N., Novitriani, K. and Mardiana, U. (2016) ‘Penentuan Trayek Ph
Ekstrak Kubis Ungu (Brassica Oleracea L) Sebagai Indikator Asam Basa
Dengan Variasi Konsentrasi Pelarut Etanol’, Jurnal Kesehatan Bakti Tunas
Husada: Jurnal Ilmu-ilmu Keperawatan, Analis Kesehatan dan Farmasi,
16(1), p. 94. doi: 10.36465/jkbth.v16i1.171.
Hidayah, T. R., Triyantoro, B. and Abdullah, S. (2019) ‘Efisiensi Biofilter Aerob
Menggunakan Media Botol Susu Fermentasi Dalam Menurunkan Kadar Cod
Effluent Biodigester Industri Tahu’, Poltekkes Kemenkes Semarang,
Poltekkes Kemenkes Semarang, Poltekkes Kemenkes Semarang, 38(4), pp.
346–357. doi: 10.31983/keslingmas.v38i4.5499.
Karangan, J., Sugeng, B. and Sulardi, S. (2019) ‘Uji Keasaman Air Dengan Alat
Sensor Ph Di Stt Migas Balikpapan’, Jurnal Kacapuri : Jurnal Keilmuan
Teknik Sipil, 2(1), p. 65. doi: 10.31602/jk.v2i1.2065.
Khaerunnisa, F. (2017) ‘Larutan’, Kimia Fisika 2, pp. 1–56. Available at:
http://repository.ut.ac.id/4650/2/PEKI4310-M1.pdf.
Manalu, T. et al. (2018) ‘Rancang Bangun Sistem Kontrol pH Air Pada Palka Ikan
Muatan Hidup Menggunakan Mikrokontroler dan LabVIEW’, Jurnal
Sustainable: Jurnal Hasil Penelitian dan Industri Terapan, 7(2), pp. 53–63.
doi: 10.31629/sustainable.v7i2.573.
Ngafifuddin, M. and Sunarno, S. (2017) ‘Penerapan Rancang Bangun Ph Meter
Berbasis Arduino Pada Mesin Pencuci Film Radiografi Sinar-X Application
Design Of Ph-Meter Based On Arduino To Washing Machine Of X-Ray
Radiograph Film’, 6(1), pp. 66–70.
Ngafifuddin, M., Sunarno, S. and Susilo, S. (2017) ‘Penerapan Rancang Bangun Ph
Meter Berbasis Arduino Pada Mesin Pencuci Film Radiografi Sinar-X’,
Jurnal Sains Dasar, 6(1), p. 66. doi: 10.21831/jsd.v6i1.14081.
Nuryatini, N., Sujarwo, S. and Hindayani, A. (2018) ‘Penentuan Nilai Sertifikat
Bahan Acuan Larutan Bufer Boraks Untuk Pengukuran Derajat Keasaman
(pH)’, Jurnal Standardisasi, 18(1), p. 35. doi: 10.31153/js.v18i1.695.
Rahmawati, Siti Nuryanti, R. (2016) ‘Indikator Asam-Basa Dari Bunga Dadap
Merah ( Erythrina Acid-Base Indicators of Dadap Red Flowers ( Erythrina
crista-galli L .)’, Jurnal akademi kimia, 5(1), pp. 29–36.
Sadhu, S. (2019) ‘Uncover Student’s Alternative Conception in Acid-Base Theory
Using a Modified Certainty of Response Index Instrument’, Formatif: Jurnal
Ilmiah Pendidikan MIPA, 9(1), pp. 11–22. doi: 10.30998/formatif.v9i1.2646.
Simanjuntak, R. (2018) ‘Penetapan Kadar Asam Lemak Bebas Pada Sabun Mandi
Cair Merek “Lx” Dengan Metode Titrasi Asidimetri’, Jurnal Ilmiah Kohesi,
2(4), pp. 59–70.
Sudewa, B. and Hadiatna, F. (2017) ‘Evaluasi Sensor Fit0348 Sebagai Alat Ukur
Potential of Hydrogen ( Ph ) Larutan Evaluation of Sensor Fit0348 As
Measuring Instrument of Potential of Hydrogen ( Ph ) Solution’, jurnal
Elektro Telekomunikasi Terapan, pp. 570–578.
Wasito, H. et al. (2017) ‘Test Strip Pengukur pH dari Bahan Alam yang
Diimmobilisasi dalam Kertas Selulosa’, Indonesian Journal of Chemical
Science, 6(3), pp. 223–229.
LAMPIRAN A
DATA PENGAMATAN

Bobot NaOH yang ditimbang : 9,6 gram


Volume Larutan NaOH : 60 mL
Volume CH3COOH yang dipipet : 24,5 mL
Volume Lautan CH3COOH : 100 mL
M CH3COOH :3M
M NaOH :4N

Tabel 3 Data pengamatan pH larutan dengan metode pH meter

Penambahan CH3COOH mL pH NaOH


0 13,70
4 13,51
8 13,21
12 12,94
16 12,76
20 12,59
24 12,53
28 12,46
32 12,37
36 12,28
40 11,62
Tabel 4 Data pengamatan pH larutan dengan metode perhitungan

Penambahan CH3COOH mL pH NaOH


0 13,4
4 12,85
8 12,35
12 11,9
16 11,51
20 11,16
24 10,86
28 10,61
32 10,42
36 10,28
40 10,2

LAMP. A-2
LAMPIRAN B
HASIL PERHITUNGAN
LAMP. B-2
LAMP. B-3
LAMP. B-4
LAMP. B-5
LAMP. B-6
LAMP. B-7
LAMP. B-8
LAMP. B-10
LAMP. B-10

Anda mungkin juga menyukai