Anda di halaman 1dari 20

HALAMAN PENGESAHAN

Laporan lengkap praktikum Kimia Dasar dengan judul percobaan


Termokimia disusun oleh :

Kelompok : V (lima)

Anggota kelompok : 1. Dyah Ayunda Pratama Pangastuti

2. Hilda Ningsih

3. Miftahul Jannah

Kelas : Kimia Sains

telah diperiksa dan dikoreksi oleh Asisten dan Koordinator Asisten, maka
dinyatakan diterima.

Makassar, Januari 2017


Koordinator Asisten Asisten

Rahmawati Yasin Maddaung Nurhardiyanti


NIM. 1313041015 NIM. 1313440009

Mengetahui,
Dosen Penanggung Jawab

Suriati Eka Putri, S.Si., M.Si


NIP.19880305 201212 200 2
A. JUDUL PERCOBAAN
Netralisasi Asam Basa.
B. TUJUAN PERCOBAAN
Melakukan titrasi asam basa dengan menggunakan indikator.
C. LANDASAN TEORI
Analisis volumetri juga dikenal sebagai titrimetri, yaitu dimana zat yang akan
dianalisis dibiarkan bereaksi dengan zat lain yang konsentrasinya diketahui dan
dialirkan dari buret dalam bentuk larutan. Konsentrasi larutan yang tidak
diketahui (analit) kemudian dihitung. Syaratnya adalah reaksi harus berlangsung
secara cepat, reaksi berlangsung secara kuantitatif dan tak ada reaksi samping.
Selain itu jika reagen penitrasi yang diberikan berlebihan maka harus dapat
diketahui dengan suatu indikator. Volume pada jumlah reagen yang ditambahkan
tepat sama dengan yang diperlukan utnuk beraksi sempurna oleh zat yang
dianalisis disebut titik ekivalen. Sedangkan volume dimana perubahan indikator
nampak oleh pengamat disebut titik akhir. Titik akhir dan titik ekivalen tidaklah
sama, titik akhir tercapai setelah titik ekivalen. Perbedaan antara titik akhir dan
titik ekivalen disebut sebagai kesalahan titrasi (Khopkar, 2007: 36).
Asam dan basa didefenisikan dengan definisi yang berangsung-angsur makin
bersifat umum. Teori asam basa menurut Arrhenius adalah zat yang larut dalam air
yang menghasilkan ion H+ (atau H3O+) dan OH-. Teori yang lebih umum
mendefenisikan asam Bronsted-Lowry sebagai suatu donor proton, sedangkan
basa Bronsted-Lowry sebagai penerima proton, tanpa pelarut, maupun dalam
pelarut apapun. Bila suatu basa menerima proton, basa ini akan menjadi asam
konyugat. Asam yang hanya dapat menyumbangkan sebuah proton disebut asam
monoprotik, yang dapat menyumbangkan dua proton disebut diprotik. Sebuah
molekul yang dapat menyumbangkan atau menerima proton bergantung pada
kondisi kimia disebut amfiprotik. . kuat relatif asam dan basa dalam larutan
bergantung pada afinitasnya terhadap proton yang berlainan. Semakin kuat asam
makin lemah basa konyugatnya. Teori paling umum mengenai asam basa adalah
teori G.N. Lewis. Suatu asam Lewis adalah penerima pasangan electron dan basa
adalah donor pasangan electron (Tim Dosen PNUP, 2008: 94).
Asam dinyatakan sebagai A dan basa sebagai B, maka kesetimbangan asam
basa dapat dinyatakan sebagai:
A B + H+
Sistem kesetimbangan demikian dinamakan sistem asam-basa konjugasi atau yang
sesuai. A dan B dinamakan pasangan asam-basa konjugasi. Lambang H + dalam
defenisi Bronsted-Lowry menyatakan proton belaka (ion hidrogen yang tak
bersolvasi) karenanya defenisi ini tak ada hubungannya dengan sesuatu pelarut.
Persamaan ini menyatakan skema hipotesis untuk mendefinisikan asam dan basa
yang dianggap sebagai sutu reaksi parohan yang hanya berlangsung jika proton
yang dilepaskan oleh suatu asam, diambil oleh suatu basa (Svehla, 1985: 66-67).
Kekuatan asam dan basa tergantung pada kemampuan berionisasi. Makin
banyak yang terionisasi berarti makin kuat sifatnya. Kekuatan basa juga
tergantung dari ukuran ion positif dan ion negatifnya serta besar muatannya,
apabila ion positifnya bertambah besar dan muatannya lebih kecil maka
kecenderungan mengadakan pemisahan antara ion positif dan ion negative makin
besar (Tim Dosen UNHAS, 2013: VII-2).
Kesetimbangan merupakan keadaan dimana tidak ada perubahan yang
teramati selama bertambahnya waktu. Jika suatu reaksi kimia telah mencapai
keadaan kesetimbangan, maka konsentrasi reaktan maupun produk konstan dan
tidak ada perubahan yang teramati dalam sistem. Akan tetapi aktifitas molekul
tetap berjalan, molekul-molekul reaktan terus-menerus menjadi produk dari
molekul-molekul produk yang beraksi menjadi reaktan. Konsep kesetimbangan
sangat penting dalam memahami reaksi yang melibatkan ion terutama ion dalam
larutan (Tim Dosen PNUP, 2008: 93).
Pembuatan suatu kurva akan membantu pemahaman dalam menguji suatu
reaksi untuk suatu titrasi. Untuk titrasi asam basa suatu kurva titrasi terdiri dari
suatu alur pH (atau pOH) versus mililiter titran. Kurva semacam itu membantu
dalam memilih indikator yang tepat. Asam kuat dan basa kuat terdisosiasi lengkap
dalam larutan air, jadi pH pada pelbagai titik selama suatu titrasi dapat dihitung
langsung dari kuantitas stoikiometrik asam dan basa yang telah dibiarkan bereaksi
pada titik kesetaraan pH ditetapkan oleh jauhnya air berdisosiasi; pada 255C pH air
murni adalah 7,00 (Day dan Underwood, 1999: 149-150).
Reaksi netralisasi dapat dipakai untuk menentukan konsentrasi larutan asam
atau basa, dengan menambahkan setetes demi setetes larutan basa kepada larutan
asam. Setiap basa yang diteteskan bereaksi dengan asam, dan penetesan
dihentikan saat mol H+ setara dengan mol OH-. Pada saat itu larutan bersifat
netral dan disebut titik ekivalen (Yurida, dkk, 2013).
Titrasi asam basa memanfaatkan perubahan besar dalam pH, untuk mencapai
kapan titik kesetaraan itu dicapai itu. Terdapat banyak asam dan basa organik
lemah yang bentuk ion dan bentuk tak terdisosiasi menunjukkan warna yang
berlainan. Molekul-molekul semacam itu dapat digunakan untuk menetapkan
kapan telah ditambahkan cukup titran dan disebut indikator tampak (visual
indicator) (Day dan Underwood, 1999: 150).
Menurut Sastrohamidjojo (2012) syarat-syarat yang diperlukan agar titrasi
yang dilakukan berhasil adalah sebagai berikut:
1. Konsentrasi titran harus diketahui. Larutan seperti ini disebut larutan standar.
2. Reaksi yang tepat antara titran dan senyawa yang dianalisis harus diketahui.
3. Titik stoikhiometrik atau ekivalen harus diketahui. Indikator yang memberikan
perubahan warna atau sangat dekat pada titik ekivalen yang sering
digunanakan. Titik pada saat indikator berubah warna disebut titik akhir.
4. Volume titran yang dibutuhkan untuk mencapai titik ekivalen harus diketahui
setepat mungkin.
Indikator asam basa ialah zat yang berubah warna apabila pH lingkungannya
berubah. Misalnya biru bromtimol (bb); dalam larutan asam ia berwarna kuning,
tetapi dalam lingkungan basa warnanya biru. Warna dalam keadaan asam
dinamakan warna asam dari indikator (kuning untuk bb), sedang warna yang
ditunjukkan dalam keadaan basa disebut warna basa. Akan tetapi harus
dimengerti, bahwa asam dan basa disini tidak berarti pH kurang atau lebih dari
tujuh. Asam berarti pH lebih rendah dan basa berarti pH lebih besar dari trayek
indikator atau trayek perubahan warna yang bersangkutan (Yurida, dkk, 2013).
Perubahan warna disebabkan oleh disebabkan oleh resonansi isomer electron.
Berbagai indikator mempunyai mempunyai tetapan ionisasi yang berbeda dan
akibatnya mereka menunjukkan warna pada range pH yang berbeda. Indikator
asam basa adalah zat yang berubah warnanya atau membentuk fluoresen atau
kekeruhan pada suatu range (trayek) pH tertentu. Indikator asam basa terletak
pada titik ekivalen dan ukuran dari Ph. Zat-zat indikator dapat berupa asam atau
basa, larut, stabil dan menunjukkan perubahan warna yang kuat serta biasanya
adalah yang organik. Indikator asam basa secara garis besar diklasifikasikan
dalam tiga golongan: a.) Indikator ftalein dan indikator sulfoftalein; b.) Indikator
azo; c.) Indikator trifenilmetana (Khopkar, 2007: 43-44).
Indikator fenolfthalein yang dikenal baik adalah asam dwiprotik dan tak
berwarna. Mula-mula zat ini berdisosiasi menjadi suatu bentuk tak berwarna,
dengan kehilangan proton kedua, menjadi ion dengan sistem konjugasi, timbullah
warna merah. Jingga metil, suatu indikator yang luas pemakainnya, adalah suatu
basa dan berwarna kuning dalam bentuk molekulnya. Penambahan ion hidrogen
akan menghasilkan kation berwarna merah muda (Day Underwood, 1999: 151).
Indikator ftalein dibuat dengan kondensasi anhidrida ftalein dengan fenol,
yaitu fenolftalein. Pada pH 8,0- 9,8 berubah warnanya menjadi merah. Indikator
lainnya adalah o-cresolftalein, thimol-ftalein, -naftoftalein. Indikator sulfoftalein
dibuat dari kondensasi anhidrida ftalein dan sulfonat. Yang termasuk dalam kelas
ini adalah thymol blue, m-cresolpurple, chlorofenolred, bromofenol blue,
bromocresolved, dan sebagainya. Indikator azo diperoleh dari reaksi amina
romatik dengan garam dizonium, misalnya methylyellow atau p-dimetil amino
azon benzene. Perubahan warna terjadi pada larutan asam kuat. Indikator azo
menunjukkan kenaikan disosiasi bila temperature naik. Pada nitrofenol, ionisasi
gugusan fenolik menyebabkan pemisahan muatan sehingga pengaruh temperatur
terhadap disosiasinya kecil. Turunan-turunan ftalein dan sulfoftalein menunjukkan
variasi perubahan ionisasi yang cukup akibat perubahan temperatur karena
kecilnya tetapan ionisasi (Khopkar, 2007: 44-45).
Indikator sintetis yang digunakan mempunyai beberapa kelemahan seperti
polusi kimia, ketersediaan dan biaya produksi yang mahal. Indikator herbal yang
dibuat dengan menggunakan pe;arut methanol-asam astetat. Indikator dari
mahkota bunga sepatu memberikan hasil yang setara dengan indikator
pembanding fenolftalein dan metil oranye (Nuryanti, dkk, 2010).
Ekstrak daun jati dapat digunakan sebagai indikator titrasi asam basa.
Pembuatan ekstrak dengan cara memvariasi lama perendaman dengan pelarut
etanol-HCl. Penggunaan ekstrak pada titrasi asam kuat dan basa kuat memiliki
persentase kesalahan yang lebih kecil (Pratama, dkk, 2015).
Titrasi asam basa menggunakan indikator pada reaksi netralisas asam basa.
Titik akhir tidak selalu berhimpit dengan titik ekivalen, selisihnya disebut
kesalahan titrasi. Kesalahan titrasi dapat diperkecil dengan pemilihan indikator
yang tepat (Tim Dosen UNM, 2016).
D. ALAT DAN BAHAN
1. Alat dan Bahan
a. Gelas ukur 50 mL (1 buah)
b. Erlenmeyer 250 mL (3 buah)
c. Pipet volume 10 mL (1 buah)
d. Ball pipet (1 buah)
e. Buret 50 mL (1 buah)
f. Statif dan klem (1 buah)
g. Corong biasa (1 buah)
h. Pipet tetes (4 buah)
i. Batang pengaduk (1 buah)
j. Botol semprot (1 buah)
k. Lap kasar (1 buah)
2. Bahan
a. Larutan Asam Klorida (HCl) 0,1 M
b. Larutan Natrium Hidroksida (NaOH) 0,2 M
c. Indikator Phenolfthalein
d. Indikator universal
e. Aquades (H2O)
f. Tissue
E. PROSEDUR KERJA
1. Larutan Natrium Hidroksida (NaOH) 0,2 M, dimasukkan ke dalam buret.
2. Larutan Asam Klorida (HCl) 0,1 M, diukur 10 mL dengan pipet volume dan
dimasukkan ke dalam Erlenmeyer, diukur pHnya dengan indikator universal,
ditambahkan 3 tetes indikator Phenolfthalein.
3. Dicatat keadaan awal buret, diteteskan 1 mL larutan NaOH ke dalam larutan
HCl, dan diukur pHnya.
4. Titrasi dilanjutkan hingga terjadi perubahan warna dari tak berwarna sampai
merah muda, lalu diukur pHnya.
5. Dicatat keadaan akhir buret dan volume NaOH yang dipakai.
6. Ditambahkan 1 mL NaOH ke dalam larutan HCl dan diukur pHnya. Titrasi
diulangi paling sedikit dua kali
F. HASIL PENGAMATAN
Titrasi larutan Asam Klorida (HCl) dengan larutan Natrium Hidroksida
(NaOH).
I II III Rata-rata
a. pH larutan HCl sebelum penambahan NaOH 1 1 1 1
b. pH larutan HCl saat penambahan 1 mL NaOH 2 2 2 2
c. pH larutan saat mencapai titik ekivalen 7 7 8 7,3
d. pH larutan saat melewati titik ekivalen 12 12 12 12

Pembacaan buret Titrasi I (mL) Titrasi II (mL) Titrasi IIII (mL)


NaOH akhir 7,6 13 18,6
NaOH awal 3 8,5 14
Volume NaOH 4,6 4,5 4,6

4,6+ 4,5+4,6 13,7


= =4,57 mL
Volume NaOH rata-rata : 3 3

G. ANALISIS DATA
1. Hitung pH teoritis larutan sebelum penambahan NaOH saat penambahan akan
1 mL NaOH, saat mencapai titik ekivalen dan setelah penambahan titrasi ?
pH larutan sebelum penambahan NaOH
Diketahui : MHCl = 0,1 M
Ditanyakan : pH ?
Penyelesaian : HCl(aq) H+(aq) + Cl-(aq)
[H+] = Ma
= 0,1 M 1
= 0,1 M atau 10-1 M
pH = - log [H+]
= - log 10-1
=1
pH saat penambahan 1 ml NaOH 0,2 M dalam 10 ml HCl 0,1 M
Diketahui:
MNaOH = 0,2 MVNaOH = 1 mL
VHCl = 10 mL
MHCl = 0,1 M
Ditanyakan : pH ?
Penyelesaian :
MNaOH = 0,2 M 0,2 mmol/mL
MHCl = 0,1 M 0,1 mmol/mL
mol HCl = MHCl VHCl
= 0,1 mmol/ml 10 ml
= 1 mmol
mol NaOH = MNaOH x VNaOH
= 0,2 mmol/ml x 1 ml
= 0,2 mmol

HCl(aq) + NaOH(aq) NaCl(aq) + H2O(l)


n mula-mula = 1 mmol 0,2 mmol - -
n reaksi = 0,2 mmol 0,2 mmol 0,2 mmol 0,2 mmol
n sisa = 0,8 mmol - 0,2 mmol 0,2 mmol
n sisa
[HCl] = v total

0,8 mmol
= 11 mL

= 0,0727 mmol/mL
[H+] = 7,27 x 10-2 mmol/mL
pH = -log [H+]
= -log [7,27 x 10-2]
= 2 - log 7,27
= 1,14
Karena pH yang diperoleh 1,14 dimana pH <7 maka larutan bersifat asam
pH larutan saat mencapai titik ekivalen menurut teoritis volume yang
digunakan pada saat mencapai titik ekivalen yaitu:
M1 V1 = M2 V2
M1V1
V2 = M2

10 mL 0,1mmol/mL
V2 = 0,2mmol/mL

V2 = 5 mL

Diketahui :
MHCl = 0,1 M = 0,1 mmol/mL
MNaOH = 0,2 M = 0,2 mmol/mL
VHCl = 10 mL
VNaOH = 5 mL
Ditanyakan : pH . . . . . ?
Penyelesaian :
n HCl =MV
= 0,1 mmol/mL x 10 mL
= 1 mmol
n NaOH =MV
= 0,2 mmol/mL x 5 mL
= 1 mmol
HCl (aq) + NaOH(aq) NaCl(aq) + H2O(l)
n mula-mula = 1 mmol 1 mmol - -
n reaksi = 1 mmol 1 mmol 1 mmol 1 mmol
n sisa = - - 1 mmol 1 mmol
Karena mol HCl dan mol NaOH habis bereaksi, maka hal ini di sebut sebagai titik
ekivalen.
pH pada saat melewati titik ekivalen
Diketahui:
MNaOH = 0,2 M = 0,2 mmol/mL
VNaOH = 6 mL
MHCl = 0,1 M = 0,1 mmol/mL
VHCl = 10 mL
Ditanyakan : pH?
Penyelesaian :
n HCl = M V
= 0,1 mmol/mL x 10 mL
= 1 mmol

n NaOH = M.V
= 0,2 mmol/mL x 6 mL
= 1,2 mmol
HCl (aq) + NaOH(aq) NaCl(aq) + H2O(l)
n mula-mula = 1 mmol 1,2 mmol - -
n reaksi = 1 mmol 1 mmol 1 mmol 1 mmol
n sisa = - 0,2 mmol 1 mmol 1 mmol
n sisa
[NaOH] = V total

0,2mmol
= 16 mL

= 0,0125 mmol/mL
= 0,0125 M
[OH-] =Ma
= 0,0125 M 1
= 1.25 x 10-2 M
pOH = -log [OH-]
= -log [1,25 x 10-2 M]
= 2 log [1,25]
= 1,91
pH = 14 pOH
= 14 1,91
= 12,09
Jadi pH larutan saat melewati titik ekivalen yaitu 12,09 dan bersifat basa.
2. Buat kurva titrasi reaksi antara HCl dengan NaOH!
Grafik titrasi asam kuat dan basa kuat menurut teori

14

12

10

8
pH HCl
6

0
0 1 2 3 4 5 6 7

Volume NaOH

Grafik titrasi I asam kuat dan basa kuat berdasarkan praktikum


14

12

10

8
pH HCl
6

0
0 1 2 3 4 5 6 7 8

volume NaOH

Grafik titrasi II asam kuat dan basa kuat berdasarkan praktikum


14

12

10

8
pH HCl 6

0
0 2 4 6 8 10 12 14

Volume NaOH

Grafik titrasi III asam kuat dan basa kuat berdasarkan praktikum
14

12

10

8
pH HCl 6

0
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20

Volume NaOH

H. PEMBAHASAN
Netralisasi adalah propes reaksi antara asam dan basa. Sehingga membentuk
garam dan air ( James, dkk, 2008 : 42) reaksi yang terjadi.
HCl(aq) + NaOH NaCl(aq) +H2O(l)
Titrasi adalah metode yang digunakan dalam analisis kimia kuantitatif
untuk menentukan konsentrasi suatu larutan. Reaksi netralisasi dapat digunakan
untuk menentukan konsentrasi larutan dengan menambahkan setetes demi setetes
larutan basa kepada larutan asam. Setiap basa yang di teteskan bereaksi dengan
asam dan penetesan dihentikan pada saat mol H+ setara dengan mol OH-, pada saat
itu larutan bersifat netral dan disebut titik ekivalen, ditandai dengan perubahan
warna larutan HCl tak berwarna menjadi merah muda sehingga inilah yang di
sebut titk akhir titrasi. Prinsip kerja pada percobaan ini adalah pengenceran,
pengukuran, dan penitrasian. Pengenceran adalah proses penambahan pelarut
yang tidak diikuti terjadi reaksi kimia sehingga berlaku hukum kekekalan mol.
Titrasi pada percobaan ini dilakukan antara asam kuat yaitu asam klorida
(CHCl) dan basa kuat natrium hidrogsida (NaOH). Asam kuat dan basa kuat
terionisasi secara sempurna atau seluruhnya. Titrasi dilakukan sebanyak tiga kali
demi mendapatrkan hasil yang akurat. Indikator asam basa yang digunakan yaitu
indikator phenolftalen dan indikator universal. Indikator phenolftalein pada pH
8,0 sampai 9,8 berubah warnanya menjadi merah muda sehingga penambahan
indikator phenolftalein bertujuan sebagai penanda titik akhir titrasi saat larutan
berubah warna menjadi merah muda indikator universal berfungsi untuk
mengetahui derajat keasaman (pH) suatu larutan sehingga dapat diketahui sifat
suatu larutan.
Pengukuran pH awal pada HCl pada titrasi I, II, dan III menujukan pH
sama yaitu 1, menandakan bahwa HCl adalah asam kuat dan sesuai dengan teori.
Saat penambahan indikator phenolftalein tidak terjadi perubahan warna karna
larutan hanya akan berubah warna apabila larutan yang di tetesi bersifat basa.
Kemudian saat NaOH ditambahkan pada ketiga HCl pH sma yaitu 2. Pada titrasi I
dan II titrasi mencapai pH 7 netral sesuai dengan teori, namun pada titrasi III
mencapai pH 8, disebabkan karena kesalahan titrasi, yaitu kesalahan yang terjadi
bila titik akhir titrasi tidak tepat degan titik ekuivalen ( 0,1 %) disebabkan karena
ada kelebihan titran. Titran adalah larutan yang digunakan untuk menitrasi sedang
penyebab lain terjadi akibat indikator bereaksi dengan analit. Analit adalah spesies
(atom, unsur, ion, gugus, molekul) yang dianalisis konsentrasinya atau
strukturnya. Volume rata-rata NaOH adalah 4,57 mL dengan volume berturut-turut
pada titrasi I,II dan III adalah 4,6 mL, 4,5 mL dan 4,6 mL.
I. KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan
Titik akhir titrasi adalah titik di mana perubahan warna pada larutan terlihat
setelah dilakukan titrasi. Pemakaian indikator dalam titrasi asam basa bertujuan
untuk mengukur derajat ke asaman ( pH ) suatu larutan dengan menggunakan
indikator universal dan sebagai penanda atau petunjuk dari tercapainya titik
ekivalen dengan menggunakan indikator phenolftalein. Titk dimana saat jumlah
mol ion OH- yang ditambahkan kedalam larutan sama dengan jumlah mol ion H+.

2. Saran
a. Praktikan
Agar meningkatkan ketelitian dalam pengukuran suhu dan waktu juga
melakukan pengadukan calorimeter secara konstan.
b. Asisten
Supaya lebih proaktif membimbing praktikan.
c. Laboran
Agar mengganti alat-alat laboratorium yang sudah tidak layak pakai.

DAFTAR PUSTAKA

Day, R.A., Underwood, A.L. 1999. Analisis Kimia Kuantitatif. Jakarta: Erlangga.
Khopkar, S.M. 2007. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI Press.

Nuryanti, Siti, dkk. 2010. Indikator Titrasi Asam-Basa dari Ekstrak Bunga Sepatu.
Jurnal Agritech. Vol. 30. No. 3.

Pratama, Yosi, dkk. 2015. Pemanfaatan Ekstrak Daun Jati sebagai Indikator
Asam-Basa. Indonesian Journal of Chemical Science. ISSN No. 2252-69151.

Svehla, G. 1990. Vogel Buku Teks Analisis Anorganik Kimia Kualitatif Makro dan
Semimikro. Jakarta: PT Kalman Media Pustaka.

Tim Dosen 2016. Penuntun Praktikum Kimia Dasar. Makassar: UNM

Tim Dosen 2013. Kimia Dasar. Makassar: UNHAS

Tim Dosen 2008. Kimia Dasar. Makassar: PNUP

Yurida, Mutia, dkk. 2013. Asidi Alkalimetri. Jurnal Teknik Kimia. Vol. 19. No. 2

JAWABAN PERTANYAAN

1. Jelaskan apa yang dimaksud titik ekuivalen ?


Jawab : Titik ekuivalen adalah titik dimana perbandingan asam yang
bereaksi=jumlah basa yang bereaksi. Ini bisa dilakukan dalam titrasi asam basa.
Biasa digunakan indikator seperti fenolftalein untuk melihat perubahan yang
terjadi. Jika warna larutan menjadi merah, maka indikator itu sudah terlihat dan
disitulah terlihat dan disitulah titik ekuivalen.
2. Hitung pH teoritis larutan sebelum penambahan NaOH saat penambahan akan
1 mL NaOH, saat mencapai titik ekivalen dan setelah penambahan titrasi ?
a. pH larutan sebelum penambahan NaOH
Diketahui : MHCl = 0,1 M
Ditanyakan : pH ?
Penyelesaian : HCl(aq) H+(aq) + Cl-(aq)
[H+] = Ma
= 0,1 M 1
= 0,1 M atau 10-1 M
pH = - log [H+]
= - log 10-1
=1
b. pH saat penambahan 1 ml NaOH 0,2 M dalam 10 ml HCl 0,1 M
Diketahui:
MNaOH = 0,2 MVNaOH = 1 mL
VHCl = 10 mL
MHCl = 0,1 M
Ditanyakan : pH ?
Penyelesaian :
MNaOH = 0,2 M 0,2 mmol/mL
MHCl = 0,1 M 0,1 mmol/mL

mol HCl = MHCl VHCl


= 0,1 mmol/ml 10 ml
= 1 mmol
mol NaOH = MNaOH x VNaOH
= 0,2 mmol/ml x 1 ml
= 0,2 mmol
HCl(aq) + NaOH(aq) NaCl(aq) + H2O(l)
n mula-mula = 1 mmol 0,2 mmol - -
n reaksi = 0,2 mmol 0,2 mmol 0,2 mmol 0,2 mmol
n sisa = 0,8 mmol - 0,2 mmol 0,2 mmol
n sisa
[HCl] = v total

0,8 mmol
= 11 mL

= 0,0727 mmol/mL
[H+] = 7,27 x 10-2 mmol/mL
pH = -log [H+]
= -log [7,27 x 10-2]
= 2 - log 7,27
= 1,14
Karena pH yang diperoleh 1,14 dimana pH <7 maka larutan bersifat asam
c. pH larutan saat mencapai titik ekivalen menurut teoritis volume yang
digunakan pada saat mencapai titik ekivalen yaitu:
M1 V1 = M2 V2
M1V1
V2 = M2

10 mL 0,1mmol/mL
V2 = 0,2mmol/mL

V2 = 5 mL
Diketahui :
MHCl = 0,1 M = 0,1 mmol/mL
MNaOH = 0,2 M = 0,2 mmol/mL
VHCl = 10 mL
VNaOH = 5 mL
Ditanyakan : pH . . . . . ?
Penyelesaian :
n HCl =MV
= 0,1 mmol/mL x 10 mL
= 1 mmol
n NaOH =MV
= 0,2 mmol/mL x 5 mL
= 1 mmol
HCl (aq) + NaOH(aq) NaCl(aq) + H2O(l)
n mula-mula = 1 mmol 1 mmol - -
n reaksi = 1 mmol 1 mmol 1 mmol 1 mmol
n sisa = - - 1 mmol 1 mmol
Karena mol HCl dan mol NaOH habis bereaksi, maka hal ini di sebut sebagai titik
ekivalen.
d. pH pada saat melewati titik ekivalen
Diketahui:
MNaOH = 0,2 M = 0,2 mmol/mL
VNaOH = 6 mL
MHCl = 0,1 M = 0,1 mmol/mL
VHCl = 10 mL
Ditanyakan : pH?
Penyelesaian :
n HCl = M V
= 0,1 mmol/mL x 10 mL
= 1 mmol
n NaOH = M.V
= 0,2 mmol/mL x 6 mL
= 1,2 mmol
HCl (aq) + NaOH(aq) NaCl(aq) + H2O(l)
n mula-mula = 1 mmol 1,2 mmol - -
n reaksi = 1 mmol 1 mmol 1 mmol 1 mmol
n sisa = - 0,2 mmol 1 mmol 1 mmol
n sisa
[NaOH] = V total

0,2mmol
= 16 mL

= 0,0125 mmol/mL
= 0,0125 M
[OH-] =Ma
= 0,0125 M 1
= 1.25 x 10-2 M
pOH = -log [OH-]
= -log [1,25 x 10-2 M]
= 2 log [1,25]
= 1,91
pH = 14 pOH
= 14 1,91
= 12,09
Jadi pH larutan saat melewati titik ekivalen yaitu 12,09 dan bersifat basa.

Anda mungkin juga menyukai