Oleh :
Muhammad Rizaldi
NIM : 2107112376
Kelompok VII
Kelas B
Asisten:
Lusia Alvid
Dosen Pengampu:
Dra. Silvia Renni Yenti, M.Si.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada ibu Dra. Silvia Renni Yenti,
M.Si. selaku dosen pengampu mata kuliah Praktikum Kimia Fisika dan kakak Lusia
Alvid sebagai asisten laboratorium percobaan Larutan Non Elektrolit Hukum
Raoult yang telah membimbing penulis dalam menyelesaikan laporan ini. Penulis
menyadari, laporan praktikum yang penulis tulis masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun dibutuhkan demi kesempurnaan
laporan praktikum ini.
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
2.1 Larutan
Larutan merupakan campuran homogen yang terdiri dari dua zat atau lebih.
Suatu larutan terdiri dari zat terlarut (solute) dan pelarut (solvent). Zat yang
jumlahnya banyak biasanya disebut pelarut, sementara zat yang jumlahnya sedikit
disebut zat terlarut. Tetapi ini tidak mutlak. Bisa dipilih zat yang lebih sedikit
sebagai pelarut, tergantung pada keperluannya, tetapi di sini akan digunakan
pengertian yang biasa digunakan untuk pelarut dan terlarut. Campuran yang dapat
saling melarutkan satu lama lain dalam segala perbandingan dinamakan larutan
‘miscible’. Udara merupakan larutan miscible. Jika dua cairan yang tidak
bercampur membentuk dua fasa dinamakan cairan “immiscible”. Larutan yang
mengandung dengan jumlah maksimum zat terlarut pada suhu tertentu disebut
larutan jenuh. Terkadang dijumpai zat terlarut dalam larutan lebih banyak daripada
zat terlarut yang seharusnya dapat melarut pada suhu tertentu, larutkan ini disebut
larutan lewat jenuh (Tika, 2020).
Suatu larutan sudah pasti berfasa tunggal. Berdasarkan wujud dari
pelarutnya, suatu larutan dapat digolongkan ke dalam larutan padat, cair ataupun
gas. Zat terlarut dalam ketiga fasa larutan tersebut juga dapat berupa gas, cair
ataupun padat. Campuran gas selalu membentuk larutan karena semua gas dapat
saling campur dalam berbagai perbandingan. Pada larutan cair, cairan disebut
“pelarut” dan komponen lain (gas atau zat padat) disebut “terlarut”. Jika dua
komponen pembentuk larutan adalah cairan maka komponen yang jumlahnya lebih
besar atau strukturnya tidak berubah dinamakan pelarut. Contoh, 25 gram etanol
dalam 100 gram air, air disebut sebagai pelarut, sedangkan etanol sebagai zat
terlarut, sebab etanol lebih sedikit daripada air. Contoh lain adalah sirup, dalam
sirup, gula pasir merupakan komponen paling banyak daripada air, tetapi gula
dinyatakan sebagai zat terlarut dan air sebagai pelarut, sebab struktur air tidak
berubah, sedangkan gula berubah dari padat menjadi cairan (Herawati, 2020).
3
4
Semua garam merupakan senyawa ionik. Jika garam dilarutkan dalam air, ion-ion
garam akan melepaskan diri dari kisi-kisi kristal yang selanjutnya terhidrasi di
dalam pelarut air.
𝑁𝑎+CI‾ (s) + H2O() ⎯→ 𝑁𝑎+ (aq) + CI‾ (aq)…………………….…………...(2.3)
Zat elektrolit yang terurai sempurna di dalam air dinamakan elektrolit kuat,
sedangkan zat elektrolit yang hanya terurai sebagian membentuk ion-ionnya di
dalam air dinamakan elektrolit lemah. Asam dan basa yang merupakan elektrolit
kuat disebut asam kuat dan basa kuat. Asam dan basa yang hanya terionisasi
5
sebagian di dalam air dinamakan asam lemah dan basa lemah. Selain HCl, HBr, HI,
HNO3, H2SO4, dan HClO4, umumnya tergolong asam lemah. Basa kuat adalah
hidroksida dari logam alkali dan alkali tanah kecuali berlium. Lemah atau kuatnya
suatu asam dan basa tidak ada kaitannya dengan kereaktifan asam atau basa.
Larutan HF, misalnya merupakan asam lemah yang hanya 8% terionisasi dari
larutan sebesar 0,1 M, tetapi larutan HF sangat reaktif terhadap banyak zat,
termasuk terhadap gelas (polisilikat) (Tika, 2020).
dipertahankan selama tidak ada “inti” yang dapat mengawali rekristalisasi. Jika
sejumlah kecil kristal natrium asetat ditambahkan maka rekristalisasi segera
berlangsung hingga dicapai keadaan jenuh. Serpihan kristal natrium asetat yang
ditambahkan tadi menjadi “inti” peristiwa rekristalisasi.
Hukum Raoult juga dapat digunakan untuk campuran dua larutan yang dapat
menguap. Campuran ideal dari dua larutan akan mempunyai energi entalpi sebesar
7
nol. Jadi, apabila suhu campuran naik atau turun saat keduanya dicampur maka
campuran tersebut bukan campuran ideal (Jim, 2007).
Larutan merupakan campuran yang homogen antara zat terlarut dengan zat
pelarut.
1. Zat terlarut adalah zat yang terdispersi dalam zat pelarut.
2. Zat pelarut adalah zat yang mendispersi komponen-komponen zat terlarut.
Hubungan antara tekanan uap dengan konsentrasi adalah (Triyono, 2013):
Contoh larutan non ideal dengan penyimpangan negatif adalah campuran antara
aseton- kloroform (Tika, 2020).
dengan zat lain, sehingga akan berpengaruh pula terhadap kenaikan titik didih
(Lewandowski .A., 2010). Banyaknya partikel dalam larutan ditentukan oleh
konsentrasi larutan dan sifat larutan itu sendiri. Jumlah partikel dalam larutan non
elektrolit tidak sama dengan jumlah partikel dalam larutan elektrolit, walaupun
konsentrasi keduanya sama. Hal ini dikarenakan larutan elektrolit terurai menjadi
ion-ionnya, sedangkan larutan non elektrolit tidak terurai menjadi ion-ion. Dengan
demikian sifat koligatif larutan dibedakan atas sifat koligatif larutan non elektrolit
dan sifat koligatif larutan elektrolit. Sifat-sifat koligatif larutan terdiri dari
penurunan tekanan uap, kenaikan titik didih, penurunan titik beku, dan tekanan
osmotik (Roni, 2020).
pelarut murni. Dalam hal ini uap jenuh larutan dapat jenuh dianggap hanya
mengandung uap zat pelarut. Selisih antara tekanan uap jenuh pelarut murni dengan
tekanan uap jenuh larutan disebut penurunan tekanan uap jenuh (ΔP). Jika tekanan
uap jenuh pelarut murni dinyatakan dengan P° dan tekanan uap jenuh larutan
dengan P, maka besarnya tekanan uap dirumuskan dengan:
ΔP = P° – P……………………………………………………..…………….(2.4)
Pada setiap suhu, zat cair selalu mempunyai tekanan tertentu. Tekanan ini adalah
tekanan uap jenuhnya pada suhu tertentu. Penambahan suatu zat ke dalam zat cair
menyebabkan penurunan tekanan uapnya. Hal ini disebabkan karena zat terlarut itu
mengurangi bagian atau fraksi dari pelarut, sehingga kecepatan penguapan
berkurang (Roni, 2020).
naik. Pada contoh larutan etil alkohol dalam air tersebut, jika dianggap pelarutnya
adalah etil alkohol, maka titik didih larutan juga naik. Kenaikan titik didih larutan
disebabkan oleh turunnya tekanan uap larutan. Berdasar hukum sifat koligatif
larutan, kenaikan titik didih larutan dari titik didih pelarut murninya berbanding
lurus dengan molalitas larutan.
ΔTb = kb . m Δt……………………………..………….………………………(2.5)
Keterangan:
tb = kenaikan titik didih larutan.
kb = kenaikan titik didih molal pelarut.
m = konsentrasi larutan dalam molal.
Setiap zat cair pada suhu tertentu mempunyai tekanan uap jenuh tertentu
dan mempunyai harga yang tetap. Zat cair akan mendidih dalam keadaan terbuka
jika tekanan uap jenuhnya sama dengan tekanan atmosfer. Pada saat udara
mempunyai tekanan 1 atm, air mendidih pada suhu 100°C, tetapi jika dalam zat cair
itu dilarutkan suatu zat, maka tekanan uap jenuh air itu akan berkurang. Penurunan
tekanan uap jenuh larutan yang lebih rendah dibanding tekanan uap jenuh pelarut
murni menyebabkan titik didih larutan lebih tinggi daripada titik didih pelarut
murni. Selisih antara titik didih suatu larutan dengan titik didih pelarut murni
disebut kenaikan titik didih larutan. Adanya penurunan tekanan uap jenuh
mengakibatkan titik didih larutan lebih tinggi dari titik didih pelarut murni.
Menurut Hukum Backman dan Raoult bahwa penurunan titik beku dan
kenaikan titik didih berbanding langsung dengan molalitas yang terlarut di
dalamnya. Seperti halnya titik didih, penurunan titik beku atau ∆Tf berbanding lurus
dengan molalitas larutan. Penurunan tekanan uap larutan menyebabkan titik beku
larutan menjadi lebih rendah dari titik beku pelarut murninya. Hukum sifat koligatif
untuk penurunan titik beku larutan berlaku pada larutan dengan zat terlarut atsiri
(volatil) maupun tak-atsiri (nonvolatil). Berdasar hukum tersebut, penurunan titik
beku larutan dari titik beku pelarut murninya berbanding lurus dengan molalitas
larutan. Dapat dirumuskan sebagai berikut:
Δtf = kf . m Δt…………………………………………………………………(2.8)
Keterangan:
∆𝑡f = penurunan titik beku larutan.
kf = penurunan titik beku molal pelarut.
m = konsentrasi larutan dalam molal.
molekul pelarut atau yang disebut tekanan osmotik. Osmotik adalah peristiwa
mengalirnya molekul-molekul pelarut ke dalam larutan secara spontan melalui
selaput semipermeabel, atau peristiwa mengalirnya molekul-molekul zat pelarut
dari larutan yang lebih encer kelarutan yang lebih pekat. Semakin besar konsentrasi
larutan, maka semakin besar tekanan osmotik. Proses osmotik terdapat
kecenderungan untuk menyetimbangkan konsentrasi antara dua larutan yang saling
berhubungan melalui membran. Gaya yang diperlukan untuk mengimbangi desakan
zat pelarut yang mengalir melalui selaput semipermeabel ke dalam larutan disebut
tekanan osmosis larutan. Hubungan tekanan osmosis dengan kemolaran larutan
oleh Van‘t Hoff dapat dirumuskan sebagai berikut:
PV = nRT……………..…………………………………….…….……………(2.9)
satu komponennya (misal A) PA/PAo sebanding dengan fraksi mol komponen (XA)
yang menguap dalam larutan pada suhu yang sama. Hukum Raoult menyatakan
bahwa pada suhu dan tekanan tertentu, tekanan parsial uap komponen A (PA) dalam
campuran sama dengan hasil kali antara tekanan uap komponen murni A (PAo) dan
fraksi molnya XA:
PA = PAo. XA……….………………………………………………………..(2.12)
Keterangan:
PA = Tekanan uap diatas larutan
XA = Fraksi mol komponen A
PAo = Tekanan uap A murni
Ptotal = PA o. XA + PB o. XB………………………………………………….(2.13)
Dari persamaan di atas diketahui bahwa tekanan uap total suatu campuran cairan
biner tergantung pada tekanan uap komponen murni dan fraksi molnya dalam bahan
campuran. Larutan yang mengalami hukum Raoult ini disebut sebagai larutan ideal.
Hukum Raoult berlaku bagi pelarut, baik ideal maupun tidak ideal. Tetapi hukum
Raoult tidak berlaku bagi larutan tidak ideal yang encer. Perbedaan ini bersumber
pada kenyataan bahwa molekul-molekul pelarut berjumlah yang sangat banyak.
Hal ini menyebabkan lingkungan molekul terlarut sangat berbeda dalam lingkungan
pelarut murni. Apabila larutan mempunyai tekanan uap yang lebih tinggi daripada
yang diprediksikan oleh hukum Raoult maka larutan tersebut mengalami
penyimpangan positif. Sebaliknya, penyimpangan negatif terjadi apabila tekanan
uap larutan lebih rendah daripada yang diprediksikan dari hukum Raoult
(Sunaryana, 2008).
Hukum Raoult merupakan pernyataan matematis yang dapat
menggambarkan perubahan komposisi dan tekanan pada cairan yang mendidih.
Uap yang dihasilkan selama mendidih akan memiliki komposisi yang berbeda dari
komposisi cairan itu sendiri. Komposisi uap komponen yang memiliki titik didih
lebih rendah akan lebih banyak (fraksi mol dan tekanan uapnya lebih besar).
16
Komposisi uap dan cairan terhadap suhu dapat digambarkan dalam suatu grafik
diagram fasa sebagai berikut (Fatimura, 2014) :
Gambar 2.4 Komposisi uap dan cairan terhadap suhu (Fatimura, 2014).
2.8 Aseton
Aseton atau propanon dengan rumus kimia CH3COCH3 merupakan
senyawa alifatik keton paling sederhana yang berbentuk cairan tidak berwarna dan
mudah terbakar. Aseton juga dikenal sebagai propanon, dimetil keton, 2-propanon,
dan dimetilformaldehida. Aseton merupakan pelarut penting yang larut dalam
berbagai perbandingan dengan air, etanol, dan dietil eter. Aseton pertama kali
dihasilkan dengan cara distilasi kering dari kalsium asetat. Fermentasi karbohidrat
menjadi aseton, butil dan etil-alkohol yang menggantikan proses tersebut pada
tahun 1920. Proses tersebut mengalami pembaharuan pada tahun 1950 dan 1960
yaitu proses dehidrogenasi 2-propanol dan oksidasi cumene menjadi phenol dan
aseton. Bersamaan dengan proses oksidasi propen, metode ini menghasilkan lebih
dari 95% aseton yang diproduksi di seluruh dunia (Ullmann, 2007).
Aseton digunakan dalam pembuatan berbagai pelapis dan plastik dan bahan
baku untuk sintesis kimia berbagai produk seperti keton, metil metaklirat, bisphenol
A, alkohol diasotone, metil isobutyl keton, heksilen glikol (2-metil-2,4-
17
pentanadiol) dan isopropone. Aseton juga dapat digunakan sebagai bahan baku
pembuatan zat organik lain seperti kloroform pada obat bius, sebagai Pelepas lem
super dan sebagai campuran parfum dan kosmetika lainnya. Adapun bahan baku
yang digunakan utuk produksi aseton adalah acetylene dan air (Fadillah, 2021).
asam karboksilat (asam asetat) dan alkohol dipanaskan untuk bereaksi maka akan
terjadi reaksi kesetimbangan antara ester dan air, artinya bahwa ester dan air yang
terbentuk dapat kembali menghasilkan reaktan-reaktannya aitu asam asetat dan
akohol. Jika suatu ester yang meruah harus dibuat, maka dapat digunakan rute
sintetik yang lain seperti reaksi anatara suatu alkohol dengan suatu anhidrida asam
atau suatu klorida asam yang lebih reaktif daripada asam karboksilat (Ullmann,
2007).
Prinsip dari sintesis etil asetat adalah membuat etil asetat melalui
esterifikasi alkohol dengan asam asetat, etil asetat diperoleh berdasarkan pada titik
didihnya melalui proses destilasi, dimana diperoleh pada suhu 77 oC. Etil asetat
seringkali disintesis dengan menggunakan katalisator (aqua) berupa asam sulfat.
Penggunaan katalisator asam sulfat dapat menghasilkan konversi yang cukup
tinggi, yaitu dapat mencapai 98%. Karena digunakan katalis asam dari reaksi akan
kembali H+. Hal ini memberikan peluang untuk terjadinya protonasi. Protonasi ini
sangat dibutuhkan karena melihat bahwa OH pada gugus asam asetat merupakan
gugus pergi yang buruk karena OH memiliki keelektronegatifan sehingga
kemampuan untuk terikat pada atom C yang parsial (+) sangat besar (karena adanya
perbedaan momen dipol menyebabkan OH enggan pergi). Untuk itu dibutuhkan
protonasi sehingga terbentuk +OH2 yang merupakan gugus pergi yang baik
(Ullmann, 2007).
Reaksi esterifikasi merupakan reaksi yang berjalan lambat sehingga
membutuhkan katalis untuk menunjang kecepatan reaksi. Katalis homogen yang
biasa digunakan dalam industri adalah asam sulfat. Ion H+ dari asam sulfat sebagai
asam kuat mendorong asam karboksilat untuk terprotonasi sehingga reaksi dapat
terjadi. Oleh karena itu, asam sulfat memiliki aktivitas yang lebih tinggi
dibandingkan dengan katalis heterogen seperti resin atau zeolit. Reaksi esterifikasi
adalah reaksi bolak-balik sehingga konversi dibatasi oleh konversi kesetimbangan.
Etil asetat adalah jenis ester yang paling banyak ditemui pada golongannya. Etil
asetat dapat diperoleh melalui reaksi esterifikasi dengan mereaksikan etanol dengan
asam asetat menggunakan katalis untuk mempercepat reaksi pembentukan ester.
Etil asetat merupakan penerima ikatan hidrogen yang lemah dan bukan suatu donor
20
ikatan hidrogen yang terikat pada atom elektronegatif seperti, flour, oksigen, dan
nitrogen. Etil asetat diketahui banyak kegunaan serta target pasar yang cukup luas,
seperti aroma dan rasa buah pada industri makanan dan parfum, industri cat dan
tinta, plastik, PVC, dan lain sebagainya (Fakhry dan Rahayu, 2016).
Ada beberapa macam metode esterifikasi salah satunya cara fischer, reaksi
esterifikasi fischer merupakan reaksi pembetukan etil asetat dengan mereaksikan
antara asam asetat dan alkohol. Etil asetat dapat dihidrolisis pada keadaan asam atau
basa menghasilkan asam asetat dan etanol kembali. Penggunaan katalis asam dapat
menghambat hidrolisis. Reaksi esterifikasi fischer telah lama dikenal dan
merupakan salah satu reaksi pembentukan ester. Esterifikasi fischer diberi nama
berdasarkan nama Emil Fischer, kimiawan organik abad 19 yang mengembangkan
metode ini. Ester diturunkan dari asam karboksilat. Senyawa-senyawa ester
mempunyai sifat-sifat seperti, mempunyai bau harum menyerupai bau buah-
buahan, sedikit larut dalam air, lebih mudah menguap dibandingkan dengan asam
atau alkohol, merupakan senyawa karbon yang netral, dan dapat mengalami reaksi
hidrolisis (Susilo, 2017).
Etil asetat bersifat sebagai pelarut dan juga bersifat tidak beracun, maka
dalam skala laboratorium etil asetat digunakan sebagai pelarut bahan-bahan
organik. Etil asetat merupakan cairan tak berwarna, jernih, dan berbau khas yang
digunakan sebagai pelarut tinta, perekat, dan resin. Selain sebagai pelarut, etil asetat
berfungsi sebagai bahan aditif untuk meningkatkan bilangan oktan pada bensin dan
berguna sebagai bahan baku kimia serba guna (Susilo, 2017).
Etil asetat merupakan senyawa yang dihasilkan dari pertukaran gugus
hidroksil pada asam karboksilat dengan gugus hidrokarbon yang terdapat pada
etanol. Pada skala industri, etil asetat diproduksi menggunakan reaksi esterifikasi
antara asam asetat (CH3COOH) dan etanol (C2H5OH) dengan bantuan katalis dalam
suasana asam. Etil asetat seringkali disintesis dengan menggunakan katalisator
berupa asam sulfat Penggunaan katalis pada proses ini adalah untuk menurunkan
energi aktivasi dan meningkatkan laju reaksi tanpa mengganggu kesetimbangan
reaksi tersebut. Proses pembuatan etil asetat biasanya menggunakan reaksi bolak-
21
balik (reversible) antara asam asetat dan etanol dalam suasana asam (Nuryoto,
2008).
3.1.1. Alat-alat
Adapun alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah sebagai
berikut:
1. Seperangkat alat refluks (statif, klem, kondensor leibig, labu leher dua, dan
heatingmantel)
2. Pipet tetes
3. Gelas ukur 10 mL
4. Pompa air
5. Termometer
6. Batu didih
3.1.2. Bahan-bahan
Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah:
1. Etil Asetat (C4H8O2)
2. Aseton (C3H6O)
3.2. Prosedur Percobaan
Adapun prosedur percobaan pada praktikum ini adalah sebagai berikut :
1. Alat refluks dipasang, terdiri dari labu leher 2 dengan kapasitan 250 ml, dan
1 buah pendingin, dipasang terbalik. Rangkaian alat yaitu :
a. Termometer dicelup di tengah-tengah cairan, jangan sampai menyentuh
dinding labu refluks. Tambahkan batu didih.
b. Setiap kedua cairan dimasukkan, matikan sumber listrik/sumber panas.
2. Etil asetat 10 mL dituangkan ke dalam labu refluks dengan corong melalui
lubang pemasukkan cairan. Panaskan sampai mendidih dan catat suhu.
3. Stop kontak listrik dicabut, dinginkan sebentar. Dituangkan 2 ml aseton ke
dalam labu. Panaskan perlahan sampai mendidih dan setelah suhu tetap,
catat suhu didihnya.
22
23
3.4. Pengamatan
Adapun pengamatan pada praktikum ini seperti yang di jelaskan pada Tabel
3.1 sebagai berikut:
Tabel 3.1 Hasil Pengamatan
Prosedur Pengamatan
Dipasang alat refluks yang terdiri dari Kondensor dihubungkan pada labu
labu didih leher tiga dan sebuah didih leher tiga dan diletakkan di atas
kondensor yang dipasang terbalik. mantel pemanas.
Dituangkan 10 mL etil asetat kedalam Larutan berwarna bening dan mudah
labu refluks. Panaskan sampai menguap. Larutan mendidih pada suhu
mendidih dan catat titik didihnya. 77oC
Prosedur diulangi dengan mengganti Titik didih aseton murni 59oC. Titik
etil asetat sebagai pelarut dan aseton didih aseton meningkat setiap
sebagai zat yang terlarut. Larutan penambahan etil asetat hingga suhu
dipanaskan hinga mendidih dan titik 65oC pada penambahan 10 mL etil
didihnya dicatat. asetat
BAB IV
HASIL DAN PENGAMATAN
4.1. Hasil
Adapun hasil yang diperoleh dari praktikum ini terdapat pada Tabel 4.1 dan
Tabel 4.2 sebagai berikut:
Tabel 4.1 Hasil Pengamatan Campuran Etil Asetat dan Aseton
Campuran Fraksi Mol Titik Didih
Etil asetat dan Aseton
10 mL : 0 mL 1 77oC
10 mL : 2 mL 0,79 73oC
10 mL : 4 mL 0,65 68oC
10 mL : 6 mL 0,56 66oC
10 mL : 8 mL 0,49 64oC
10 mL : 10 mL 0,43 65oC
Tabel 4.2 Hasil Pengamatan Campuran Aseton dan Etil Asetat
Campuran Fraksi Mol Titik Didih
Aseton : Etil Asetat
10 mL : 8 mL 0,38 63oC
10 mL : 6 mL 0,31 62oC
10 mL : 4 mL 0,23 61oC
10 mL : 2 mL 0,13 60oC
10 mL : 0 mL 0 59oC
4.2. Pembahasan
4.2.1. Fraksi Mol Etil Asetat terhadap Titik Didih
Percobaan ini dilakukan berdasarkan hukum Raoult, dimana campuran yang
mengikuti hukum ini merupakan suatu larutan ideal. Dalam percobaan ini dilakukan
pencampuran larutan etil asetat dengan aseton dengan perbandingan volume yang
berbeda-beda dan mengukur titik didih dari tiap perbandingan volume tersebut
untuk mengetahui pengaruh komposisi larutan terhadap titik didih. Titik didih
larutan dipengaruhi oleh fraksi mol. Perubahan fraksi mol zat terlarut
mengakibatkan perubahan titik didih campuran. Pada percobaan yang telah
dilakukan, terdapat dua perlakuan, pertama yaitu etil asetat sebagai pelarut dengan
aseton sebagai zat terlarut dan kedua yaitu etil asetat sebagai zat terlarut dengan
aseton sebagai pelarut (Triyono, 2013).
25
26
Dari hasil percobaan pertama, ketika etil asetat sebagai pelarut dan aseton
sebagai zat terlarut terjadi penurunan titik didih. Hal ini dipengaruhi oleh
menurunnya fraksi mol etil asetat, akibat adanya penambahan volume aseton.
Terjadi kenaikkan suhu pada penambahan 10 mL aseton, hal ini disebabkan oleh
adanya unsur pengganggu yang jatuh kedalam labu didih saat pemanasan
berlangsung sehingga membuat titik didih campuran larutan menjadi naik. Berikut
grafik hasil percobaan pertama, ketika etil asetat sebagai pelarut dan aseton sebagai
zat terlarut.
Gambar 4.1 Grafik Fraksi Mol Etil Asetat vs Titik Didih Komposisi Etil
Asetat Konstan 10 mL
Pada percobaan kedua, ketika etil asetat sebagai zat terlarut dan aseton
sebagai pelarut terjadi peningkatan titik didih. Hal ini terjadi karena fraksi mol etil
asetat semakin meningkat, sedangkan volume aseton dibuat tetap (Triyono,2013).
Berikut grafik hasil percobaan kedua, ketika etil asetat sebagai zat terlarut dan
aseton sebagai zat pelarut.
27
Gambar 4.2 Grafik Fraksi Mol Etil Asetat vs Titik Didih dengan Komposisi
Aseton Konstan 10 mL
Berdasarkan grafik fraksi mol etil asetat terhadap titik didih di atas, dapat
disimpulkan bahwa pencampuran antara etil asetat dan aseton mengalami
penyimpangan. Penyimpangan ini merupakan penyimpangan positif yang
menghasilkan entalpi campuran (ΔHmix) positif (endotermik) mengakibatkan
terjadinya penambahan volume campuran (ΔVmix > 0) serta fraksi mol dan titik
didih campuran berbanding lurus, ketika fraksi mol meningkat maka titik didih
campuran akan meningkat juga, begitu sebaliknya ketika fraksi mol menurun maka
titik didih campuran akan menurun. Dari penyimpangan tersebut dapat diketahui
bahwa pencampuran antara etil asetat dan aseton bukan merupakan campuran yang
ideal.
5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan berdasarkan hasil dan diskusi sebagai berikut:
1. Hubungan antara titik didih berbanding lurus dengan fraksi mol larutan,
semakin besar titik didih maka, semakin besar pula fraksi molnya begitu
pula sebaliknya, semakin kecil titik didih maka, semakin kecil pula fraksi
mol larutan.
2. Adanya gaya antar molekul yang mempengaruhi tekanan uap campuran.
Gaya antar molekul berbanding terbalik dengan tekanan uap campuran.
Ketika ikatan antar molekul sejenis lebih kuat daripada ikatan antar molekul
campuran.
5.3 Saran
Adapun saran yang dapat disampaikan sebagi berikut:
1. Praktikan diharapkan memahami teori dan prosedur terlebih dahulu sebelum
melaksanakan percobaan.
3. Praktikan diharapkan teliti dan cermat dalam praktikum, agar tidak ada
benda pengganggu yang masuk dalam campuran saat sedang praktikum.
29
DAFTAR PUSTAKA
Dogra, S.K. (2010). Kimia Fisika dan Soal-Soal. Jakarta: UI Press
Fadillah, N. H, Hikmah. 2021. Prarancangan Pabrik Aseton dari Acetylene Dengan
Proses Hidrasi Kapasitas 16.500 Ton/Tahun. Jurnal Tugas Akhir Teknik
Kimia. Vol. 4 No. 2 September 2021. Universitas Lambung Mangkurat.
Fakhry, M. N., dan Rahayu, S. S. (2016). Pengaruh Suhu pada Esterifikasi Amil
Alkohol dengan Asam Asetat menggunakan Asam Sulfat sebagai
Katalisator. Jurnal Rekayasa Proses, 10(2), 64.
Fatimura, M. 2014. Tinjauan Teoritis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Operasi
Pada Kolom Destilasi. Jurnal Media Teknik Vol. 11 No. 1 Palembang :
Universitas PGRI.
Fitri Khaerunnisa, Agus Setia Budi, Sri Mulyani (2008). Kimia Fisika 2. Tangerang
Selatan: Universitas Terbuka.
Hikmah, M. N., dan Zuliyana. (2010). Pembuatan Metil Ester (Biodiesel) dari
Minyak Dedak dan Metanol dengan Proses Esterifikasi dan
Transesterifikasi. Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas
Diponegoro.
Intani, A. S. 2009. Prarancangan Pabrik Aseton Proses Dehidrogenasi Isopropil
Alkohol Kapastitas 19.500 Ton/Tahun. Laporan Tugas Akhir. Jurusan
Teknik Kimia Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Nuryoto. (2008). Studi Kinerja Katalisator Lewatit Monoplus S-100 pada Reaksi
Esterifikasi antara Etanol dan Asam Asetat. Jurnal Rekayasa Proses. 2
(1),24.
Netty Herawaty & Kiagus Rahmat Roni. (2020). Buku Ajar Kimia Fisika II.
Palembang: Raffah Press UIN Raden Fatah.
Oxtoby. 2001. Prinsip-prinsip Kimia Modern jilid 1. Jakarta : Erlangga
Riyanto, N. (2009). Super Jenius Olimpiade Kimia Nasional dan Internasional.
Jakarta: PT. Buku Kita
Sukardjo. (2017). Kimia Fisika. Jakarta: PT. Rineka Cipta
Santoso, A. 2008. Rumus Lengkap Kimia. Jakarta: PT Wahyu Media. Susilo, B.,
Damayanti, R., dan Izza, N. (2017). Teknik Bioenergi. Malang : UB Press.
Tika Poromitha. (2020). Kimia Fisika. Surakarta: Universitas Sebelas Maret
Triyono. (2013). Kesetimbangan Kimia. Yogyakarta: UGM Press.
Ullman. (2008). Ullman Encyclopedia Of Industrial Chemistry, New jersey: John
Wiley and Son Inc
Ullman, Fritz, 1985, Ullmann’s Encyclopedia of Industrial Chemistry, Vol 3, John
Wile and Sons Inc., New York.
Widjajanti Endang LFX. 2006. Sifat Larutan Biner Non-Elektrolit. Pendalaman
Materi Kimia Untuk Olimpiade di SMA 2 Yogyakarta 6 Maret 2007. Jurusan
Pendidikan Kimia FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta.
30
LAMPIRAN B
PERHITUNGAN
𝑚
𝜌=
𝑉
𝑚 = 𝜌 𝑥 𝑉 = 0,784 x 0 = 0
Mol aseton
𝑔𝑟 0
𝑛 = 𝑚𝑟 = 58 = 0
𝑚
𝜌=
𝑉
𝑚 = 𝜌 𝑥 𝑉 = 0,784 x 2 = 1,568
Mol aseton
𝑔𝑟 1,568
𝑛 = 𝑚𝑟 = = 0,027
58
𝑚
𝜌=
𝑉
𝑚 = 𝜌 𝑥 𝑉 = 0,784 x 4 = 3,136
Mol aseton
𝑔𝑟 3,136
𝑛 = 𝑚𝑟 = = 0,054
58
𝑚
𝜌=
𝑉
𝑚 = 𝜌 𝑥 𝑉 = 0,784 x 6 = 4,704
Mol aseton
𝑔𝑟 4,704
𝑛 = 𝑚𝑟 = = 0,081
58
Fraksi mol 10 mL etil asetat dan 6 ml aseton
𝑚
𝜌=
𝑉
𝑚 = 𝜌 𝑥 𝑉 = 0,784 x 8 = 6,272
Mol aseton
𝑔𝑟 6,272
𝑛 = 𝑚𝑟 = = 0,108
58
𝑚
𝜌=
𝑉
𝑚 = 𝜌 𝑥 𝑉 = 0,784 x 10 = 7,84
Mol aseton
𝑔𝑟 7,84
𝑛 = 𝑚𝑟 = = 0,135
58
𝑚
𝜌=
𝑉
𝑚 = 𝜌 𝑥 𝑉 = 0,902 x 8 = 7,216
𝑔𝑟 7,216
𝑛= = = 0,082
𝑚𝑟 88
𝑚
𝜌=
𝑉
𝑚 = 𝜌 𝑥 𝑉 = 0,902 x 6 = 5,412
𝑔𝑟 5,412
𝑛 = 𝑚𝑟 = = 0,061
88
𝑚
𝜌=
𝑉
𝑚 = 𝜌 𝑥 𝑉 = 0,902 x 4 = 3,608
𝑔𝑟 3,608
𝑛 = 𝑚𝑟 = = 0,041
88
𝑚
𝜌=
𝑉
𝑚 = 𝜌 𝑥 𝑉 = 0,902 x 2 = 1,804
𝑔𝑟 1,804
𝑛 = 𝑚𝑟 = = 0,0205
88
𝑚 = 𝜌 𝑥 𝑉 = 0,902 x 0 = 0
𝑔𝑟 0
𝑛 = 𝑚𝑟 = 88 = 0
Bagaimana sifat campuran dalam percobaan ini, ideal atau tidak? Kalau
tidak ideal, penyimpangan mana yang dapat dilihat?
C.2 Jawaban
Pada percobaan ini, larutan yang terbentuk adalah larutan non ideal karena
terjadi penurunan titik didih larutan / penyerapan energi ke dalam sistem sehingga
reaksi yang terjadi bersifat endoterm. Karena bersifat endoterm, maka
penyimpangan yang terjadi adalah penyimpangan positif / deviasi positif.