Anda di halaman 1dari 41

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA

LARUTAN NON ELEKTROLIT HUKUM ROULT

Oleh :
Muhammad Rizaldi
NIM : 2107112376

Kelompok VII
Kelas B

Asisten:
Lusia Alvid

Dosen Pengampu:
Dra. Silvia Renni Yenti, M.Si.

PROGRAM STUDI SARJANA TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS RIAU
2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah Swt. yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan praktikum yang berjudul
Larutan Non Elektrolit Hukum Raoult ini. Penulis mengucapkan selawat serta
salam kepada Nabi Muhammad saw. semoga syafaatnya mengalir kelak di hari
akhir. Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah
Praktikum Kimia Fisika. Laporan praktikum ini bertujuan untuk melaporkan
kegiatan dan hasil praktikum. Selain itu makalah ini juga bertujuan untuk
menambah wawasan tentang Larutan Non Elektrolit Hukum Raoult bagi para
pembaca dan juga bagi penulis.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada ibu Dra. Silvia Renni Yenti,
M.Si. selaku dosen pengampu mata kuliah Praktikum Kimia Fisika dan kakak Lusia
Alvid sebagai asisten laboratorium percobaan Larutan Non Elektrolit Hukum
Raoult yang telah membimbing penulis dalam menyelesaikan laporan ini. Penulis
menyadari, laporan praktikum yang penulis tulis masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun dibutuhkan demi kesempurnaan
laporan praktikum ini.

Pekanbaru, 9 November 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i


DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ iii
DAFTAR TABEL ................................................................................................. iv
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2 Tujuan Percobaan ..................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 3
2.1 Larutan .................................................................................................... 3
2.2 Larutan Elektrolit dan Non-Elektrolit ..................................................... 4
2.3 Larutan Jenuh, Tak jenuh, dan Lewat Jenuh ........................................... 5
2.4 Larutan Ideal ........................................................................................... 6
2.5 Larutan Non Ideal ................................................................................... 7
2.6 Sifat Koligatif Larutan ............................................................................ 9
2.7 Hukum Raoult ....................................................................................... 14
2.8 Aseton ................................................................................................... 16
2.9 Etil Asetat .............................................................................................. 18
BAB III METODOLOGI PERCOBAAN........................................................ 22
3.1 Alat dan Bahan ...................................................................................... 20
3.1.1 Alat-alat ....................................................................................... 20
3.1.2 Bahan-bahan ................................................................................ 20
3.2 Prosedur Percobaan............................................................................... 20
3.3 Rangkaian Alat ...................................................................................... 21
3.4 Pengamatan ........................................................................................... 21
BAB IV HASIL DAN PENGAMATAN ............................................................ 23
4.1 Hasil ....................................................................................................... 23
4.2 Pembahasan ........................................................................................... 23
4.2.1 Fraksi Mol Etil Asetat terhadap Titik Didih ................................ 23
4.2.2 Gaya antar molekul Terhadap Tekanan Uap Campuran .............. 24
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................ 27
5.1 Kesimpulan ............................................................................................ 27
5.3 Saran ...................................................................................................... 27
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 30
LAMPIRAN A
LAMPIRAN B
LAMPIRAN C

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Hukum Raoult merupakan semua hubungan antara larutan dan bagaimana
hal tersebut mempengaruhi gas pada larutan. Tekanan parsial diperkenalkan sebagai
bagian dari sejarah John Dalton, pendiri teori atom modern. Dalton menemukan
bahwa jika memiliki campuran gas, maka masing-masing gas memberikan bagian
dari tekanan total, relatif terhadap jumlahnya dalam campuran. Aturan ini dikenal
sebagai Hukum Tekanan Sebagian Dalton, dinamai untuk penemunya. Tekanan
parsial oksigen (O2) di udara adalah 0,21 atm dan nitrogen (N2) adalah 0,79 atm.
Ada juga jumlah jejak argon (Ar), karbon dioksida (CO2), dan gas lainnya, tetapi
tekanan parsial mereka sangat kecil. Bersama-sama, mereka akan menambahkan
hingga 1,00 atm tekanan atmosfer normal di permukaan laut. Ini karena 21%
molekul di udara adalah molekul oksigen, dan 79% molekul di udara adalah
molekul nitrogen (Dogra, 2010).
Jika memiliki dua cairan yang mudah menguap dalam larutan, uap di
atasnya akan selalu lebih banyak dalam komponen yang lebih mudah menguap.
Jadi, jika bisa mengambil uap di atas larutan dan mendinginkan campuran tersebut
dan mendinginkan kembali uap tersebut menjadi larutan baru, larutan itu akan
memiliki persentase komponen yang lebih stabil. Jika dapat mengulanginya
berulang-ulang, itu akan memungkinkan secara teori, memisahkan senyawa yang
lebih mudah menguap dari senyawa yang lebih tidak stabil. Proses mengeksploitasi
Hukum Raoult untuk memisahkan dua atau lebih senyawa volatil disebut
“distilasi.” Distilasi digunakan secara luas dalam industri minyak. Ketika minyak
mentah dipompa keluar dari tanah, itu terdiri dari campuran banyak molekul
hidrokarbon yang berbeda. Pada kilang minyak, disuling berulang kali untuk
memisahkan komponen yang berbeda sesuai dengan tekanan uapnya yang berbeda.
Dari minyak mentah, seseorang dapat memisahkan dan memproduksi bensin,
minyak tanah, gas petroleum cair (LPG), solar, dan lilin. Distilasi juga

1
2

digunakan untuk menyiapkan obat-obatan dari tanaman tertentu, menghasilkan


parfum, dan memurnikan minuman (Sukardjo, 2017). Oleh karena itu, dilakukanlah
percobaan Larutan Non Elektrolit Hukum Raoult untuk mengetahui pengaruh
komposisi terhadap titik didih campuran dan pengaru gaya antar molekul terhadap
tekanan uap campuran.

1.2. Tujuan Percobaan


Adapun tujuan dari dilakukannya praktikum ini sebagai berikut:
1. Mempelajari pengaruh komposisi terhadap titik didih campuran;
2. Mempelajari pengaruh gaya antar molekul terhadap tekanan uap campuran.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Larutan
Larutan merupakan campuran homogen yang terdiri dari dua zat atau lebih.
Suatu larutan terdiri dari zat terlarut (solute) dan pelarut (solvent). Zat yang
jumlahnya banyak biasanya disebut pelarut, sementara zat yang jumlahnya sedikit
disebut zat terlarut. Tetapi ini tidak mutlak. Bisa dipilih zat yang lebih sedikit
sebagai pelarut, tergantung pada keperluannya, tetapi di sini akan digunakan
pengertian yang biasa digunakan untuk pelarut dan terlarut. Campuran yang dapat
saling melarutkan satu lama lain dalam segala perbandingan dinamakan larutan
‘miscible’. Udara merupakan larutan miscible. Jika dua cairan yang tidak
bercampur membentuk dua fasa dinamakan cairan “immiscible”. Larutan yang
mengandung dengan jumlah maksimum zat terlarut pada suhu tertentu disebut
larutan jenuh. Terkadang dijumpai zat terlarut dalam larutan lebih banyak daripada
zat terlarut yang seharusnya dapat melarut pada suhu tertentu, larutkan ini disebut
larutan lewat jenuh (Tika, 2020).
Suatu larutan sudah pasti berfasa tunggal. Berdasarkan wujud dari
pelarutnya, suatu larutan dapat digolongkan ke dalam larutan padat, cair ataupun
gas. Zat terlarut dalam ketiga fasa larutan tersebut juga dapat berupa gas, cair
ataupun padat. Campuran gas selalu membentuk larutan karena semua gas dapat
saling campur dalam berbagai perbandingan. Pada larutan cair, cairan disebut
“pelarut” dan komponen lain (gas atau zat padat) disebut “terlarut”. Jika dua
komponen pembentuk larutan adalah cairan maka komponen yang jumlahnya lebih
besar atau strukturnya tidak berubah dinamakan pelarut. Contoh, 25 gram etanol
dalam 100 gram air, air disebut sebagai pelarut, sedangkan etanol sebagai zat
terlarut, sebab etanol lebih sedikit daripada air. Contoh lain adalah sirup, dalam
sirup, gula pasir merupakan komponen paling banyak daripada air, tetapi gula
dinyatakan sebagai zat terlarut dan air sebagai pelarut, sebab struktur air tidak
berubah, sedangkan gula berubah dari padat menjadi cairan (Herawati, 2020).

3
4

2.2 Larutan Elektrolit dan Non-Elektrolit


Menurut Fitri (2020), dalam larutan cair, zat padat dapat berada dalam
bentuk ion-ionnya maupun molekulernya. Jika NaCl terlarut dalam air, ion 𝑁𝑎+
dan ion Cl‾ masing - masing terhidrasi dalam air, dan ion-ion yang terhidrasi itu
secara bebas dapat bergerak ke seluruh medium larutan. Akan tetapi apabila
glukosa atau etanol larut dalam air, zat - zat tersebut tidak berada dalam bentuk
ioniknya melainkan dalam bentuk molekulernya. Zat-zat yang di dalam air
membentuk ion-ion dinamakan zat elektrolit, dan larutan yang dibentuknya
dinamakan larutan elektrolit. Secara eksperimen larutan elektrolit dapat diketahui
dari sifatnya, misalnya dapat menghantarkan arus listrik. Zat -zat yang tergolong
elektrolit, yaitu asam, basa, dan garam. Zat-zat seperti etanol dan glukosa yang di
dalam pelarut air membentuk molekuler dinamakan non-elektrolit, dan larutan yang
dibentuknya dinamakan larutan non-elektrolit. Dalam keadaan murni, asam
merupakan senyawa kovalen, tetapi jika dilarutkan ke dalam air akan terurai
menjadi ion-ionnya. Zat-zat seperti etanol dan glukosa yang di dalam pelarut air
membentuk molekuler dinamakan non-elektrolit, dan larutan yang dibentuknya
dinamakan larutan non-elektrolit. Dalam keadaan murni, asam merupakan senyawa
kovalen, tetapi jika dilarutkan ke dalam air akan terurai menjadi ion-ionnya.
HCl(g) + H2O() ⎯→ 𝐻3 𝑂+ (aq) + CI‾(aq)……………………………………….(2.1)

Umumnya basa merupakan senyawa ionik. Misalnya, NH3 adalah contoh


basa yang dalam keadaan murni berupa senyawa kovalen.
NH3(g) + H2O() ⎯→ 𝑁𝐻4 + (aq) + OH‾ (aq)……………………….……………(2.2)

Semua garam merupakan senyawa ionik. Jika garam dilarutkan dalam air, ion-ion
garam akan melepaskan diri dari kisi-kisi kristal yang selanjutnya terhidrasi di
dalam pelarut air.
𝑁𝑎+CI‾ (s) + H2O() ⎯→ 𝑁𝑎+ (aq) + CI‾ (aq)…………………….…………...(2.3)

Zat elektrolit yang terurai sempurna di dalam air dinamakan elektrolit kuat,
sedangkan zat elektrolit yang hanya terurai sebagian membentuk ion-ionnya di
dalam air dinamakan elektrolit lemah. Asam dan basa yang merupakan elektrolit
kuat disebut asam kuat dan basa kuat. Asam dan basa yang hanya terionisasi
5

sebagian di dalam air dinamakan asam lemah dan basa lemah. Selain HCl, HBr, HI,
HNO3, H2SO4, dan HClO4, umumnya tergolong asam lemah. Basa kuat adalah
hidroksida dari logam alkali dan alkali tanah kecuali berlium. Lemah atau kuatnya
suatu asam dan basa tidak ada kaitannya dengan kereaktifan asam atau basa.
Larutan HF, misalnya merupakan asam lemah yang hanya 8% terionisasi dari
larutan sebesar 0,1 M, tetapi larutan HF sangat reaktif terhadap banyak zat,
termasuk terhadap gelas (polisilikat) (Tika, 2020).

2.3 Larutan Jenuh, Tak jenuh, dan Lewat Jenuh


Kepekatan larutan secara kualitatif sering juga diungkapkan dengan istilah
jenuh, tak jenuh, dan lewat jenuh. Larutan jenuh dari zat X adalah larutan yang di
dalamnya terdapat zat X terlarut berada dalam kesetimbangan dengan zat X yang
tidak larut. Untuk membuat larutan jenuh NaCl dalam air pada 25°C, kita harus
menambahkan NaCl berlebih ke dalam air dan mengaduknya terus sampai tidak ada
lagi NaCl yang melarut. Larutan jenuh NaCl pada 25°C mengandung 36,5 gram
NaCl per 100 gram air. Penambahan NaCl berikutnya ke dalam larutan jenuh NaCl
tidak akan mengubah konsentrasi larutan. Larutan tak jenuh mengandung zat
terlarut dengan konsentrasi lebih kecil daripada larutan jenuh. Larutan NaCl pada
25°C yang mengandung NaCl kurang dari 36,5 gram disebut larutan tak jenuh.
Dalam larutan tak jenuh belum dicapai kesetimbangan antara zat terlarut dan zat
yang tidak larutnya. Jika zat terlarut ditambahkan ke dalam larutan maka larutan
mendekati jenuh. Larutan lewat jenuh menunjukkan keadaan yang tidak stabil,
sebab larutan mengandung zat terlarut yang jumlahnya melebihi konsentrasi
kesetimbangannya (Tika, 2020).
Menurut Tika (2020), larutan lewat jenuh umumnya terjadi jika larutan
yang sudah melebihi jenuh pada suhu tinggi diturunkan sampai mendekati suhu
kamar. Misalnya, natrium asetat, CH3COONa dengan mudah dapat membentuk
larutan lewat jenuh dalam air. Pada suhu 20°C, kelarutan natrium asetat mencapai
jenuh pada 46,5 gram per 100 gram air. Pada 60°C, garam natrium asetat mencapai
jenuh dalam 100 gram, air sebanyak 80 gram. Apabila larutan jenuh natrium asetat
pada 60°C didinginkan sampai 20°C tanpa diguncang atau diaduk maka kelebihan
natrium asetat masih berada dalam larutan. Keadaan lewat jenuh ini dapat
6

dipertahankan selama tidak ada “inti” yang dapat mengawali rekristalisasi. Jika
sejumlah kecil kristal natrium asetat ditambahkan maka rekristalisasi segera
berlangsung hingga dicapai keadaan jenuh. Serpihan kristal natrium asetat yang
ditambahkan tadi menjadi “inti” peristiwa rekristalisasi.

2.4 Larutan Ideal


Larutan ideal adalah larutan yang gaya tarik menarik molekul-molekul
komponennya sama dengan gaya tarik menarik antara molekul dari masing- masing
komponennya. Jadi, bila larutan zat A dan B bersifat ideal, maka gaya tarik antara
molekul A dan B, sama dengan gaya tarik antara molekul A dan A atau antara B dan
B. Bila dua cairan tercampur, maka ruang diatasnya berisi uap kedua cairan
tersebut. Tekanan uap jenuh masing-masing komponen di ruangan itu lebih kecil
daripada tekanan uap jenuh cairan murni, karena permukaan larutan diisi oleh dua
jenis zat sehingga peluang tiap komponen untuk menguap berkurang. Peluang itu
sama dengan fraksi molnya masing-masing (Sukardjo, 2017).
Larutan dikatakan ideal bila partikel zat terlarut dan partikel pelarut tersusun
sembarang dan pada proses pencampurannya tidak terjadi efek kalor. Secara umum,
larutan ideal akan memenuhi hukum Raoult. Sangat jarang dalam kehidupan nyata
didapatkan larutan yang bersifat ideal, pada umumnya larutan menyimpang dari
keadaan ideal atau merupakan larutan non ideal. Bila suatu zat murni cair di dalam
suatu wadah yang sebelumnya divakumkan dalam cairan akan menguap sehingga
ruangan diatas cairan dipenuhi oleh uap. Bila zat nonvolatil di dalam cairan, tekanan
uap akan lebih kecil. (Triyono, 2013). Larutan ideal adalah larutan yang mengikuti
hukum Raoult pada seluruh selang konsentrasi. Pada dasarnya, tidak ada campuran
yang bisa dikatakan ideal. Tetapi ada beberapa campuran larutan yang kondisinya
benar-benar mendekati keadaan ideal. Berikut ini adalah contohnya:
1. Hexana dan heptana
2. Benzene dan metilbenzena
3. Propan-1-ol dan propan-2-ol
4. Pada campuran dua larutan yang menguap, hukum Raoult digunakan.

Hukum Raoult juga dapat digunakan untuk campuran dua larutan yang dapat
menguap. Campuran ideal dari dua larutan akan mempunyai energi entalpi sebesar
7

nol. Jadi, apabila suhu campuran naik atau turun saat keduanya dicampur maka
campuran tersebut bukan campuran ideal (Jim, 2007).
Larutan merupakan campuran yang homogen antara zat terlarut dengan zat
pelarut.
1. Zat terlarut adalah zat yang terdispersi dalam zat pelarut.
2. Zat pelarut adalah zat yang mendispersi komponen-komponen zat terlarut.
Hubungan antara tekanan uap dengan konsentrasi adalah (Triyono, 2013):

Gambar 2.1 Hukum Raoult untuk Pelarut (Triyono, 2013)

2.5 Larutan Non Ideal


Larutan biner yang terdiri dari 2 komponen zat terlarut A dan pelarut B, bila
gaya tarik antara A dan B sama besar dibandingkan gaya tarik antara A dengan A
dan B dengan B, maka pelarutan tidak akan menimbulkan efek kalor atau ΔHf
berharga nol. Untuk larutan yang mengikuti hukum Raoult, interaksi antara molekul
individual kedua komponen sama dengan interaksi antara molekul dalam tiap
komponen. Larutan semacam ini disebut larutan ideal. Tetapi kenyataannya dalam
banyak larutan gaya tarik antara A dan B tidak sama dengan gaya kohesi antara A
dengan A dan B dengan B, sehingga proses pelarutan menimbulkan efek kalor. Pada
kondisi ini larutan dikatan non ideal (Sukardjo, 2017).
8

2.5.1 Penyimpangan Negatif


Jika gaya tarik antara A dan B lebih besar dibandingkan gaya tarik antara A
dengan A atau B dengan B, maka proses pelarutan merupakan reaksi eksoterm
dengan harga Δ Hl < 0. Hal ini akan menyebabkan tekanan uap larutan lebih kecil
dibandingkan tekanan uap yang dihitung menggunakan hukum Raoult.
Penyimpangan dari hukum Raoult ini disebut penyimpangan negatif, seperti
diperlihatkan pada gambar 2.2 garis lengkung memperlihatkan terjadinya
penyimpangan tersebut (Tika, 2020).

Gambar 2.2 Penyimpangan Negatif Hukum Raoult (Widjajanti, 2006)

Contoh larutan non ideal dengan penyimpangan negatif adalah campuran antara
aseton- kloroform (Tika, 2020).

2.5.2 Penyimpangan Positif


Jika gaya tarik antara A dan B lebih lemah daripada gaya kohesi masing-
masing komponen maka Δ Hl > 0 atau reaksi pelarutan endoterm. Akibatnya
tekanan uap larutan lebih besar daripada tekanan uap yang dihitung dengan hukum
Raoult dan disebut penyimpangan positif. Seperti yang diperlihatkan oleh gambar
2.3. Dan contoh larutan tipe ini adalah larutan yang terdiri dari eter dan karbon tetra
klorida (Tika, 2020).
9

Gambar 2.3 Penyimpangan Positif Hukum Raoult (Widjajanti, 2006)

2.6 Sifat Koligatif Larutan


Sifat koligatif larutan adalah sifat larutan yang tidak tergantung pada jenis
zat terlarut namun hanya bergantung pada banyaknya partikel terlarut didalam
larutan. Sifat koligatif larutan terdiri dari dua jenis, yaitu sifat koligatif larutan
elektrolit dan sifat koligatif larutan non-elektrolit. Meskipun sifat koligatif
melibatkan larutan, sifat ini tidak bergantung kepada interaksi antar molekul pelarut
dan zat terlarut, tetapi bergantung pada jumlah zat terlarut yang larut pada suatu
larutan. Sifat-sifat koligatif larutan ialah sifat-sifat larutan yang hanya ditentukan
oleh jumlah partikel dalam larutan dan tidak tergantung jenis partikelnya. Larutan
dapat berupa larutan non elektrolit dan larutan elektrolit. Sifat koligatif yang
melibatkan larutan encer tidak bergantung pada interaksi antara molekul pelarut dan
zat terlarut, tetapi bergantung pada jumlah zat terlarut yang larut pada suatu larutan.
Pada konsentrasi yang sama jumlah partikel dalam larutan non elektrolit tidak sama
dengan jumlah partikel dalam larutan elektrolit, hal ini dikarenakan larutan
elektrolit dapat terurai menjadi ion-ionnya sedangkan larutan non elektrolit tidak
dapat terurai menjadi ion-ion (Arjmand, 2018).
Partikel (atom, ion, molekul) dari zat tergantung pada kekuatan tarik dan
tolak. Gaya antar molekul disebabkan oleh daya tarik atau tolak dari muatan listrik
antar molekul. Molekul dalam cairan masih bisa melewati molekul lain. Susunan
molekul ini menentukan sifat fisik cairan seperti titik didih, titik beku, dan tegangan
permukaan. Perilaku ini berpengaruh pada temperatur maupun tekanan serta kontak
10

dengan zat lain, sehingga akan berpengaruh pula terhadap kenaikan titik didih
(Lewandowski .A., 2010). Banyaknya partikel dalam larutan ditentukan oleh
konsentrasi larutan dan sifat larutan itu sendiri. Jumlah partikel dalam larutan non
elektrolit tidak sama dengan jumlah partikel dalam larutan elektrolit, walaupun
konsentrasi keduanya sama. Hal ini dikarenakan larutan elektrolit terurai menjadi
ion-ionnya, sedangkan larutan non elektrolit tidak terurai menjadi ion-ion. Dengan
demikian sifat koligatif larutan dibedakan atas sifat koligatif larutan non elektrolit
dan sifat koligatif larutan elektrolit. Sifat-sifat koligatif larutan terdiri dari
penurunan tekanan uap, kenaikan titik didih, penurunan titik beku, dan tekanan
osmotik (Roni, 2020).

2.6.1 Penurunan Tekanan Uap Jenuh


Tekanan uap (vapor pressure) adalah ukuran kecenderungan molekul-
molekul suatu cairan untuk lolos menguap. Semakin besar tekanan uap pada suatu
cairan maka molekul-molekul tersebut semakin mudah berubah menjadi uap. Nilai
tekanan uap akan membesar dan cairan akan semakin mudah menguap bila suhunya
dinaikkan. Tekanan uap suatu cairan bergantung pada banyaknya molekul di
permukaan yang memiliki cukup energi kinetik untuk lolos dari tarikan molekul-
molekul tetangganya. Jika ke dalam cairan itu dilarutkan suatu zat, maka yang
menempati permukaan bukan hanya molekul pelarut, tetapi juga molekul zat
terlarut. Karena molekul pelarut dipermukaan makin sedikit, maka laju penguapan
akan berkurang. Dengan kata lain, tekanan uap cairan itu turun. Makin banyak zat
terlarut, makin besar pula penurunan tekanan uap (Sakinah, 2011). Adapun bunyi
hukum Raoult yang berkaitan dengan penurunan tekanan uap adalah sebagai
berikut :
1. Penurunan tekanan uap jenuh tidak bergantung pada jenis zat yang
dilarutkan, tetapi tergantung pada jumlah partikel zat terlarut.
2. Penurunan tekanan uap jenuh berbanding lurus dengan fraksi mol zat yang
dilarutkan.
Apabila ke dalam suatu pelarut dilarutkan zat yang tidak mudah menguap,
ternyata tekanan uap jenuh larutan menjadi lebih rendah daripada tekanan uap jenuh
11

pelarut murni. Dalam hal ini uap jenuh larutan dapat jenuh dianggap hanya
mengandung uap zat pelarut. Selisih antara tekanan uap jenuh pelarut murni dengan
tekanan uap jenuh larutan disebut penurunan tekanan uap jenuh (ΔP). Jika tekanan
uap jenuh pelarut murni dinyatakan dengan P° dan tekanan uap jenuh larutan
dengan P, maka besarnya tekanan uap dirumuskan dengan:

ΔP = P° – P……………………………………………………..…………….(2.4)

Pada setiap suhu, zat cair selalu mempunyai tekanan tertentu. Tekanan ini adalah
tekanan uap jenuhnya pada suhu tertentu. Penambahan suatu zat ke dalam zat cair
menyebabkan penurunan tekanan uapnya. Hal ini disebabkan karena zat terlarut itu
mengurangi bagian atau fraksi dari pelarut, sehingga kecepatan penguapan
berkurang (Roni, 2020).

2.6.2 Kenaikan Titik Didih (ΔTb)


Titik didih zat cair adalah suhu tetap pada saat zat cair mendidih. Pada suhu
ini, tekanan uap zat cair sama dengan tekanan uap udara di sekitarnya sehingga
menyebabkan terjadinya penguapan di seluruh bagian zat cair. Titik didih zat cair
diukur pada tekanan 1 atmosfer. Titik didih suatu larutan selalu lebih tinggi daripada
titik didih pelarut murninya. Hal ini terjadi karena adanya partikel-partikel zat
terlarut dalam suatu larutan menghalangi peristiwa penguapan partikel-partikel
pelarut sehingga partikel pelarut membutuhkan energi yang lebih besar. Perbedaan
titik didih larutan dan pelarut murni disebut sebagai kenaikan titik didih yang
dinotasikan dengan ∆Tb. Titik didih larutan bergantung pada kemudahan zat
terlarutnya menguap. Jika zat terlarutnya lebih mudah menguap daripada
pelarutnya (titik didih zat terlarut lebih rendah), maka titik didih larutan menjadi
lebih rendah dari titik didih pelarutnya atau dikatakan titik didih larutan turun
(Tika,2020).
Contohnya larutan etil alkohol dalam air titik didihnya lebih rendah dari 100
°C tetapi lebih tinggi dari 78,3°C (titik didih etil alkohol 78,3 °C dan titik didih air
100°C). Jika zat terlarutnya tidak mudah menguap (tak-atsiri atau nonvolatil)
daripada pelarutnya (titik didih zat terlarut lebih tinggi), maka titik didih larutan
menjadi lebih tinggi dari titik didih pelarutnya atau dikatakan titik didih larutan
12

naik. Pada contoh larutan etil alkohol dalam air tersebut, jika dianggap pelarutnya
adalah etil alkohol, maka titik didih larutan juga naik. Kenaikan titik didih larutan
disebabkan oleh turunnya tekanan uap larutan. Berdasar hukum sifat koligatif
larutan, kenaikan titik didih larutan dari titik didih pelarut murninya berbanding
lurus dengan molalitas larutan.

ΔTb = kb . m Δt……………………………..………….………………………(2.5)

Keterangan:
tb = kenaikan titik didih larutan.
kb = kenaikan titik didih molal pelarut.
m = konsentrasi larutan dalam molal.
Setiap zat cair pada suhu tertentu mempunyai tekanan uap jenuh tertentu
dan mempunyai harga yang tetap. Zat cair akan mendidih dalam keadaan terbuka
jika tekanan uap jenuhnya sama dengan tekanan atmosfer. Pada saat udara
mempunyai tekanan 1 atm, air mendidih pada suhu 100°C, tetapi jika dalam zat cair
itu dilarutkan suatu zat, maka tekanan uap jenuh air itu akan berkurang. Penurunan
tekanan uap jenuh larutan yang lebih rendah dibanding tekanan uap jenuh pelarut
murni menyebabkan titik didih larutan lebih tinggi daripada titik didih pelarut
murni. Selisih antara titik didih suatu larutan dengan titik didih pelarut murni
disebut kenaikan titik didih larutan. Adanya penurunan tekanan uap jenuh
mengakibatkan titik didih larutan lebih tinggi dari titik didih pelarut murni.

ΔTb = Tb larutan-Tb pelarut murni…………………..…………………..……(2.6)

2.6.3 Penurunan Titik Beku (ΔTf)


Tekanan uap larutan lebih rendah daripada tekanan uap pelarut murni. Hal
ini menyebabkan penurunan titik beku larutan lebih rendah dibandingkan dengan
penurunan titik beku pelarut murni. Selisih temperatur titik beku larutan dengan
titik beku pelarut murni disebut penurunan titik beku. Dapat dirumuskan sebagai
berikut:

ΔTf = Tf pelarut murni – Tf larutan…………………………………………….(2.7)


13

Menurut Hukum Backman dan Raoult bahwa penurunan titik beku dan
kenaikan titik didih berbanding langsung dengan molalitas yang terlarut di
dalamnya. Seperti halnya titik didih, penurunan titik beku atau ∆Tf berbanding lurus
dengan molalitas larutan. Penurunan tekanan uap larutan menyebabkan titik beku
larutan menjadi lebih rendah dari titik beku pelarut murninya. Hukum sifat koligatif
untuk penurunan titik beku larutan berlaku pada larutan dengan zat terlarut atsiri
(volatil) maupun tak-atsiri (nonvolatil). Berdasar hukum tersebut, penurunan titik
beku larutan dari titik beku pelarut murninya berbanding lurus dengan molalitas
larutan. Dapat dirumuskan sebagai berikut:

Δtf = kf . m Δt…………………………………………………………………(2.8)

Keterangan:
∆𝑡f = penurunan titik beku larutan.
kf = penurunan titik beku molal pelarut.
m = konsentrasi larutan dalam molal.

2.6.4 Tekanan Osmotik


Tekanan osmotik adalah tekanan yang diberikan kepada larutan sehingga
dapat mencegah mengalirnya molekul-molekul pelarut ke dalam larutan melalui
selaput semipermeable. Selaput ini dapat berupa gelatin, kertas perkamen, lapisan
film, selofan, atau membran sel makhluk hidup. Suatu larutan encer dan larutan
pekat dipisahkan oleh selaput membran yang semipermeable, yaitu selaput yang
dapat ditembus oleh molekul pelarut tetapi tidak dapat ditembus oleh molekul zat
terlarut. Maka terjadilah peristiwa osmosis yaitu perpindahan molekul pelarut dari
larutan yang memiliki konsentrasi lebih rendah (encer) ke yang konsentrasinya
lebih tinggi (pekat) melalui sela-sela membran semipermeable. Membran
semipermeabel hanya dapat dilewati oleh molekul pelarut yang berukuran kecil
sedangkan molekul solut yang berukuran lebih besar tidak dapat melewatinya
(Triyono,2013).
Peristiwa osmosis menyebabkan naiknya permukaan larutan pekat sehingga
tekanan membesar yang pada akhirnya akan memperlambat laju osmotik. Akhirnya
tercapailah suatu tekanan yang mampu memnghentikan osmotik atau perpindahan
14

molekul pelarut atau yang disebut tekanan osmotik. Osmotik adalah peristiwa
mengalirnya molekul-molekul pelarut ke dalam larutan secara spontan melalui
selaput semipermeabel, atau peristiwa mengalirnya molekul-molekul zat pelarut
dari larutan yang lebih encer kelarutan yang lebih pekat. Semakin besar konsentrasi
larutan, maka semakin besar tekanan osmotik. Proses osmotik terdapat
kecenderungan untuk menyetimbangkan konsentrasi antara dua larutan yang saling
berhubungan melalui membran. Gaya yang diperlukan untuk mengimbangi desakan
zat pelarut yang mengalir melalui selaput semipermeabel ke dalam larutan disebut
tekanan osmosis larutan. Hubungan tekanan osmosis dengan kemolaran larutan
oleh Van‘t Hoff dapat dirumuskan sebagai berikut:

PV = nRT……………..…………………………………….…….……………(2.9)

Karena tekanan osmotik =  , maka :


 = n/V R T = C R T, untuk larutan non elektrolit……………………………(2.10)
 = C. R . T . i untuk larutan elektrolit…………………………….………….(2.11)
dimana :
 = tekanan osmotik (atmosfir)
C = konsentrasi larutan (mol/liter= M)
R = tetapan gas universal = 0.082 liter.atm/moloK
T = suhu mutlak (oK)
Larutan yang mempunyai tekanan osmotik lebih rendah dari yang lain
disebut larutan hipotonis sedangkan larutan yang mempunyai tekanan osmotik lebih
tinggi dari yang lain disebut larutan hipertonis. Larutan-larutan yang mempunyai
tekanan osmotik sama disebut isotonis. Larutan elektrolit di dalam pelarutnya
mempunyai kemampuan untuk mengion. Hal ini mengakibatkan larutan elektrolit
mempunyai jumlah partikel yang lebih banyak daripada larutan non elektrolit pada
konsentrasi yang sama (Roni, 2020).

2.7 Hukum Raoult


Francois-Marie Raoult merupakan seorang ahli kimia dari Prancis yang
mengamati dan menyatakan bahwa pada larutan yang ideal dalam keadaan
seimbang antara larutan dan uapnya maka perbandingan antar tekanan uap salah
15

satu komponennya (misal A) PA/PAo sebanding dengan fraksi mol komponen (XA)
yang menguap dalam larutan pada suhu yang sama. Hukum Raoult menyatakan
bahwa pada suhu dan tekanan tertentu, tekanan parsial uap komponen A (PA) dalam
campuran sama dengan hasil kali antara tekanan uap komponen murni A (PAo) dan
fraksi molnya XA:

PA = PAo. XA……….………………………………………………………..(2.12)

Keterangan:
PA = Tekanan uap diatas larutan
XA = Fraksi mol komponen A
PAo = Tekanan uap A murni

Sedangkan tekanan uap totalnya adalah:

Ptotal = PA o. XA + PB o. XB………………………………………………….(2.13)

Dari persamaan di atas diketahui bahwa tekanan uap total suatu campuran cairan
biner tergantung pada tekanan uap komponen murni dan fraksi molnya dalam bahan
campuran. Larutan yang mengalami hukum Raoult ini disebut sebagai larutan ideal.
Hukum Raoult berlaku bagi pelarut, baik ideal maupun tidak ideal. Tetapi hukum
Raoult tidak berlaku bagi larutan tidak ideal yang encer. Perbedaan ini bersumber
pada kenyataan bahwa molekul-molekul pelarut berjumlah yang sangat banyak.
Hal ini menyebabkan lingkungan molekul terlarut sangat berbeda dalam lingkungan
pelarut murni. Apabila larutan mempunyai tekanan uap yang lebih tinggi daripada
yang diprediksikan oleh hukum Raoult maka larutan tersebut mengalami
penyimpangan positif. Sebaliknya, penyimpangan negatif terjadi apabila tekanan
uap larutan lebih rendah daripada yang diprediksikan dari hukum Raoult
(Sunaryana, 2008).
Hukum Raoult merupakan pernyataan matematis yang dapat
menggambarkan perubahan komposisi dan tekanan pada cairan yang mendidih.
Uap yang dihasilkan selama mendidih akan memiliki komposisi yang berbeda dari
komposisi cairan itu sendiri. Komposisi uap komponen yang memiliki titik didih
lebih rendah akan lebih banyak (fraksi mol dan tekanan uapnya lebih besar).
16

Komposisi uap dan cairan terhadap suhu dapat digambarkan dalam suatu grafik
diagram fasa sebagai berikut (Fatimura, 2014) :

Gambar 2.4 Komposisi uap dan cairan terhadap suhu (Fatimura, 2014).

2.8 Aseton
Aseton atau propanon dengan rumus kimia CH3COCH3 merupakan
senyawa alifatik keton paling sederhana yang berbentuk cairan tidak berwarna dan
mudah terbakar. Aseton juga dikenal sebagai propanon, dimetil keton, 2-propanon,
dan dimetilformaldehida. Aseton merupakan pelarut penting yang larut dalam
berbagai perbandingan dengan air, etanol, dan dietil eter. Aseton pertama kali
dihasilkan dengan cara distilasi kering dari kalsium asetat. Fermentasi karbohidrat
menjadi aseton, butil dan etil-alkohol yang menggantikan proses tersebut pada
tahun 1920. Proses tersebut mengalami pembaharuan pada tahun 1950 dan 1960
yaitu proses dehidrogenasi 2-propanol dan oksidasi cumene menjadi phenol dan
aseton. Bersamaan dengan proses oksidasi propen, metode ini menghasilkan lebih
dari 95% aseton yang diproduksi di seluruh dunia (Ullmann, 2007).
Aseton digunakan dalam pembuatan berbagai pelapis dan plastik dan bahan
baku untuk sintesis kimia berbagai produk seperti keton, metil metaklirat, bisphenol
A, alkohol diasotone, metil isobutyl keton, heksilen glikol (2-metil-2,4-
17

pentanadiol) dan isopropone. Aseton juga dapat digunakan sebagai bahan baku
pembuatan zat organik lain seperti kloroform pada obat bius, sebagai Pelepas lem
super dan sebagai campuran parfum dan kosmetika lainnya. Adapun bahan baku
yang digunakan utuk produksi aseton adalah acetylene dan air (Fadillah, 2021).

Gambar 2.5 Struktur Molekul Aseton (Fadillah, 2021).

2.8.1 Sifat Fisika Aseton


Adapun sifat fisika aseton seperti pada Tabel 2.1sebagai berikut:

Tabel 2.1 Sifat Fisika Aseton


Parameter Keterangan
Nama IUPAC Propanon
Viskositas pada 20oC 0,32 cP
Rumus kimia CH3COCH3
Massa molar 58,08 gr/mol
Densitas 0,784 g/cm3
Titik didih -94,9oC
Titik lebur 56oC
Penampilan Cairan tidak berwarna
(Sumber: Triyono, 2013)

2.8.2 Sifat Kimia Aseton


Menurut Intani (2009) sifat kimia aseton adalah sebagai berikut :
1. Aseton merupakan reduktor yang lebih lemah daripada aldehid dan dapat
menghasilkan alkohol sekunder.
2. Apabila aseton dikondensasi dengan asetilen membentuk 2 metil 3
butynediol, suatu intermediate untuk isoprene. Reaksi yang terjadi adalah:
18

CH3COCH3 + C2H2 → CH3C(CH3)2CCH2…………………………(2.14)


3. Apabila dengan hidrogen sianida dalam kondisi basa akan menghasilkan
aseton sianohidrin. Reaksi yang terjadi adalah:
CH3COCH3 + HCN → CH3CN(OH)CH3……………………………(2.15)
4. Dengan proses pirolisa akan membentuk Ketena. Reaksi yang terjadi adalah
CH3COCH3 → HCH = C = O = CH4………………………………..(2.16)

2.9 Etil Asetat


Penamaan ester hampir menyerupai dengan penamaan basa; walaupun tidak
benar-benar mempunyai kation dan anion, namun memiliki kemiripan dalam sifat
lebih elektropositif dan keelektronegatifan. Suatu ester dapat dibuat sebagai produk
dari suatu reaksi pemadatan pada suatu asam (pada umumnya suatu asam organik)
dan suatu alkohol ( atau campuran zat asam karbol), walaupun ada cara-cara lain
untuk membentuk ester. Pemadatan adalah suatu jenis reaksi kimia di mana dua
molekul bekerja sama dan menghapuskan suatu molekul yang kecil, dalam hal ini
dua gugus OH yang merupakan hasil eliminasi suatu molekul air (Hikmah, 2010).
Esterifikasi bersifat reversibel, maka untuk mendapatkan hasil yang tinggi,
kesetimbangan harus digeser kekanan atau kearah sisi ester dengan cara
menggunakan satu pereaksi berlebih dan atau memisahkan salah satu produk dari
sistem. Misalnya air dikeluarkan dengan cara destilasi secara azeotropis. Ketika
asam karboksilat (asam asetat) dan alkohol dipanaskan untuk bereaksi maka akan
terjadi reaksi kesetimbangan antara ester dan air, artinya bahwa ester dan air yang
terbentuk dapat kembali menghasilkan reaktan-reaktannya aitu asam asetat dan
akohol. Jika suatu ester yang meruah harus dibuat, maka dapat digunakan rute
sintetik yang lain seperti reaksi anatara suatu alkohol dengan suatu anhidrida asam
atau suatu klorida asam yang lebih reaktif daripada asam karboksilat (Nuryoto,
2008).
Esterifikasi bersifat reversibel, maka untuk mendapatkan hasil yang tinggi,
kesetimbangan harus digeser kekanan atau kearah sisi ester dengan cara
menggunakan satu pereaksi berlebih dan atau memisahkan salah satu produk dari
sistem. Misalnya air dikeluarkan dengan cara destilasi secara azeotropis. Ketika
19

asam karboksilat (asam asetat) dan alkohol dipanaskan untuk bereaksi maka akan
terjadi reaksi kesetimbangan antara ester dan air, artinya bahwa ester dan air yang
terbentuk dapat kembali menghasilkan reaktan-reaktannya aitu asam asetat dan
akohol. Jika suatu ester yang meruah harus dibuat, maka dapat digunakan rute
sintetik yang lain seperti reaksi anatara suatu alkohol dengan suatu anhidrida asam
atau suatu klorida asam yang lebih reaktif daripada asam karboksilat (Ullmann,
2007).
Prinsip dari sintesis etil asetat adalah membuat etil asetat melalui
esterifikasi alkohol dengan asam asetat, etil asetat diperoleh berdasarkan pada titik
didihnya melalui proses destilasi, dimana diperoleh pada suhu 77 oC. Etil asetat
seringkali disintesis dengan menggunakan katalisator (aqua) berupa asam sulfat.
Penggunaan katalisator asam sulfat dapat menghasilkan konversi yang cukup
tinggi, yaitu dapat mencapai 98%. Karena digunakan katalis asam dari reaksi akan
kembali H+. Hal ini memberikan peluang untuk terjadinya protonasi. Protonasi ini
sangat dibutuhkan karena melihat bahwa OH pada gugus asam asetat merupakan
gugus pergi yang buruk karena OH memiliki keelektronegatifan sehingga
kemampuan untuk terikat pada atom C yang parsial (+) sangat besar (karena adanya
perbedaan momen dipol menyebabkan OH enggan pergi). Untuk itu dibutuhkan
protonasi sehingga terbentuk +OH2 yang merupakan gugus pergi yang baik
(Ullmann, 2007).
Reaksi esterifikasi merupakan reaksi yang berjalan lambat sehingga
membutuhkan katalis untuk menunjang kecepatan reaksi. Katalis homogen yang
biasa digunakan dalam industri adalah asam sulfat. Ion H+ dari asam sulfat sebagai
asam kuat mendorong asam karboksilat untuk terprotonasi sehingga reaksi dapat
terjadi. Oleh karena itu, asam sulfat memiliki aktivitas yang lebih tinggi
dibandingkan dengan katalis heterogen seperti resin atau zeolit. Reaksi esterifikasi
adalah reaksi bolak-balik sehingga konversi dibatasi oleh konversi kesetimbangan.
Etil asetat adalah jenis ester yang paling banyak ditemui pada golongannya. Etil
asetat dapat diperoleh melalui reaksi esterifikasi dengan mereaksikan etanol dengan
asam asetat menggunakan katalis untuk mempercepat reaksi pembentukan ester.
Etil asetat merupakan penerima ikatan hidrogen yang lemah dan bukan suatu donor
20

ikatan hidrogen yang terikat pada atom elektronegatif seperti, flour, oksigen, dan
nitrogen. Etil asetat diketahui banyak kegunaan serta target pasar yang cukup luas,
seperti aroma dan rasa buah pada industri makanan dan parfum, industri cat dan
tinta, plastik, PVC, dan lain sebagainya (Fakhry dan Rahayu, 2016).
Ada beberapa macam metode esterifikasi salah satunya cara fischer, reaksi
esterifikasi fischer merupakan reaksi pembetukan etil asetat dengan mereaksikan
antara asam asetat dan alkohol. Etil asetat dapat dihidrolisis pada keadaan asam atau
basa menghasilkan asam asetat dan etanol kembali. Penggunaan katalis asam dapat
menghambat hidrolisis. Reaksi esterifikasi fischer telah lama dikenal dan
merupakan salah satu reaksi pembentukan ester. Esterifikasi fischer diberi nama
berdasarkan nama Emil Fischer, kimiawan organik abad 19 yang mengembangkan
metode ini. Ester diturunkan dari asam karboksilat. Senyawa-senyawa ester
mempunyai sifat-sifat seperti, mempunyai bau harum menyerupai bau buah-
buahan, sedikit larut dalam air, lebih mudah menguap dibandingkan dengan asam
atau alkohol, merupakan senyawa karbon yang netral, dan dapat mengalami reaksi
hidrolisis (Susilo, 2017).
Etil asetat bersifat sebagai pelarut dan juga bersifat tidak beracun, maka
dalam skala laboratorium etil asetat digunakan sebagai pelarut bahan-bahan
organik. Etil asetat merupakan cairan tak berwarna, jernih, dan berbau khas yang
digunakan sebagai pelarut tinta, perekat, dan resin. Selain sebagai pelarut, etil asetat
berfungsi sebagai bahan aditif untuk meningkatkan bilangan oktan pada bensin dan
berguna sebagai bahan baku kimia serba guna (Susilo, 2017).
Etil asetat merupakan senyawa yang dihasilkan dari pertukaran gugus
hidroksil pada asam karboksilat dengan gugus hidrokarbon yang terdapat pada
etanol. Pada skala industri, etil asetat diproduksi menggunakan reaksi esterifikasi
antara asam asetat (CH3COOH) dan etanol (C2H5OH) dengan bantuan katalis dalam
suasana asam. Etil asetat seringkali disintesis dengan menggunakan katalisator
berupa asam sulfat Penggunaan katalis pada proses ini adalah untuk menurunkan
energi aktivasi dan meningkatkan laju reaksi tanpa mengganggu kesetimbangan
reaksi tersebut. Proses pembuatan etil asetat biasanya menggunakan reaksi bolak-
21

balik (reversible) antara asam asetat dan etanol dalam suasana asam (Nuryoto,
2008).

Gambar 2.6 Struktur Molekul Etil Asetat (Nuryoto, 2008).

2.9.1 Sifat Fisika Etil Asetat


Adapun sifat fisika etil asetat seperti yang terdapat pada Tabel 2.2 sebagai
berikut:

Tabel 2.2 Sifat Fisika Etil Asetat


Parameter Keterangan
Nama IUPAC Etil asetat, Etil etanoat
Nama lain Ester asetat, Eter asetat, Etil ester dari
asam asetat
Rumus kimia C4H8O2
Massa molar 88,11 gr/mol
Densitas 0,902 gr/cm3
Titik didih -83,6oC
Titik lebur 77,1oC
(Sumber: Triyono, 2013)

2.9.2 Sifat Kimia Etil Asetat


Menurut Prihatini (2011) sifat kimia dari etil asetat sebagai berikut:
1. Etil asetat dapat disintesis menggunakan esterifikasi Fischer dari asam
asetat dan etanol, biasanya didampingi katalis asam seperti asam sulfat.
Reaksi yang terjadi adalah
CH3CH2OH + CH3COOH → CH3COOCH3 + H2O……………………………………(2.17)
2. Etil asetat akan membentuk acetamide jika diammonolisis. Reaksi yang
terjadi adalah
CH3COOC2H5 + NH3 →CH3CONH2 + C2H5OH…………………………………….(2.18)
3. Etil asetat akan membentuk etil benzoil bila bereaksi dengan etil benzoat.
Reaksi yang terjadi adalah
22

C6H6COOC2H5 + CH3COOC2H5 →C6H6COCH2COOC2H5+ C2H5OH……….(2.19)


4. Asam asetat dapat dihidrolisis pada kondisi asam atau basa menghasilkan
asam asetat dan etanol kembali. Katalis asam sulfat dapat menghambat
proses hidrolisis karena berlanjutnya reaksi kebalikan hidrolisis yaitu
esterifikasi. Reaksi yang terjadi adalah
CH3CO2C2H5 + NaOH → C2H5OH + CH3CO2Na……………………………………(2.20)
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN

3.1. Alat dan Bahan

3.1.1. Alat-alat
Adapun alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah sebagai
berikut:
1. Seperangkat alat refluks (statif, klem, kondensor leibig, labu leher dua, dan
heatingmantel)
2. Pipet tetes
3. Gelas ukur 10 mL
4. Pompa air
5. Termometer
6. Batu didih
3.1.2. Bahan-bahan
Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah:
1. Etil Asetat (C4H8O2)
2. Aseton (C3H6O)
3.2. Prosedur Percobaan
Adapun prosedur percobaan pada praktikum ini adalah sebagai berikut :
1. Alat refluks dipasang, terdiri dari labu leher 2 dengan kapasitan 250 ml, dan
1 buah pendingin, dipasang terbalik. Rangkaian alat yaitu :
a. Termometer dicelup di tengah-tengah cairan, jangan sampai menyentuh
dinding labu refluks. Tambahkan batu didih.
b. Setiap kedua cairan dimasukkan, matikan sumber listrik/sumber panas.
2. Etil asetat 10 mL dituangkan ke dalam labu refluks dengan corong melalui
lubang pemasukkan cairan. Panaskan sampai mendidih dan catat suhu.
3. Stop kontak listrik dicabut, dinginkan sebentar. Dituangkan 2 ml aseton ke
dalam labu. Panaskan perlahan sampai mendidih dan setelah suhu tetap,
catat suhu didihnya.

22
23

4. Demikian seterusnya, langkah ini diulangi setiap kali dengan di tambahkan


2 mL aseton sampai jumlah aseton menjadi 10 mL. Setiap kali selesai
penambahan, panaskan campuran dan catat suhu didihnya.
5. Cairan dituangkan kedalam wadah kosong yang tertutup rapat dan aman.
6. Setelah kering, dinginkan dengan cara dianginkan.
7. Setelah kering, dituangkan 10 ml aseton kedalam labu refluks, panas kan
dengan hati-hati.
8. Pemanas air dimatikan, tunggu larutan agak dingin. Kemudian ditambahkan
2 mL etil asetat. Dipanaskan perlahan dan catat suhunya.

3.3. Rangkaian Alat


Adapun rangkaian alat pada praktikum ini sebagai berikut:

Gambar 3. 1. Rangkaian Alat Proses Refluks


24

3.4. Pengamatan
Adapun pengamatan pada praktikum ini seperti yang di jelaskan pada Tabel
3.1 sebagai berikut:
Tabel 3.1 Hasil Pengamatan

Prosedur Pengamatan
Dipasang alat refluks yang terdiri dari Kondensor dihubungkan pada labu
labu didih leher tiga dan sebuah didih leher tiga dan diletakkan di atas
kondensor yang dipasang terbalik. mantel pemanas.
Dituangkan 10 mL etil asetat kedalam Larutan berwarna bening dan mudah
labu refluks. Panaskan sampai menguap. Larutan mendidih pada suhu
mendidih dan catat titik didihnya. 77oC

Larutan didinginkan lalu ditambahkan Larutan mendidih pada suhu 73oC


1 mL aseton ke dalam labu. Panaskan
hingga mendidih dan tiap titik didihnya
dicatat.

Prosedur diulangi dengan tiap Titik didih larutan berkurang setiap


penambahan 2 mL aseton hingga penambahan aseton.
jumlah aseton yang ditambahkan
mencaai 10 mL. Setiap penambahan,
campuran dipanaskan serta titik
didihnya dicatat.

Prosedur diulangi dengan mengganti Titik didih aseton murni 59oC. Titik
etil asetat sebagai pelarut dan aseton didih aseton meningkat setiap
sebagai zat yang terlarut. Larutan penambahan etil asetat hingga suhu
dipanaskan hinga mendidih dan titik 65oC pada penambahan 10 mL etil
didihnya dicatat. asetat
BAB IV
HASIL DAN PENGAMATAN

4.1. Hasil
Adapun hasil yang diperoleh dari praktikum ini terdapat pada Tabel 4.1 dan
Tabel 4.2 sebagai berikut:
Tabel 4.1 Hasil Pengamatan Campuran Etil Asetat dan Aseton
Campuran Fraksi Mol Titik Didih
Etil asetat dan Aseton
10 mL : 0 mL 1 77oC
10 mL : 2 mL 0,79 73oC
10 mL : 4 mL 0,65 68oC
10 mL : 6 mL 0,56 66oC
10 mL : 8 mL 0,49 64oC
10 mL : 10 mL 0,43 65oC
Tabel 4.2 Hasil Pengamatan Campuran Aseton dan Etil Asetat
Campuran Fraksi Mol Titik Didih
Aseton : Etil Asetat
10 mL : 8 mL 0,38 63oC
10 mL : 6 mL 0,31 62oC
10 mL : 4 mL 0,23 61oC
10 mL : 2 mL 0,13 60oC
10 mL : 0 mL 0 59oC

4.2. Pembahasan
4.2.1. Fraksi Mol Etil Asetat terhadap Titik Didih
Percobaan ini dilakukan berdasarkan hukum Raoult, dimana campuran yang
mengikuti hukum ini merupakan suatu larutan ideal. Dalam percobaan ini dilakukan
pencampuran larutan etil asetat dengan aseton dengan perbandingan volume yang
berbeda-beda dan mengukur titik didih dari tiap perbandingan volume tersebut
untuk mengetahui pengaruh komposisi larutan terhadap titik didih. Titik didih
larutan dipengaruhi oleh fraksi mol. Perubahan fraksi mol zat terlarut
mengakibatkan perubahan titik didih campuran. Pada percobaan yang telah
dilakukan, terdapat dua perlakuan, pertama yaitu etil asetat sebagai pelarut dengan
aseton sebagai zat terlarut dan kedua yaitu etil asetat sebagai zat terlarut dengan
aseton sebagai pelarut (Triyono, 2013).

25
26

Dari hasil percobaan pertama, ketika etil asetat sebagai pelarut dan aseton
sebagai zat terlarut terjadi penurunan titik didih. Hal ini dipengaruhi oleh
menurunnya fraksi mol etil asetat, akibat adanya penambahan volume aseton.
Terjadi kenaikkan suhu pada penambahan 10 mL aseton, hal ini disebabkan oleh
adanya unsur pengganggu yang jatuh kedalam labu didih saat pemanasan
berlangsung sehingga membuat titik didih campuran larutan menjadi naik. Berikut
grafik hasil percobaan pertama, ketika etil asetat sebagai pelarut dan aseton sebagai
zat terlarut.

Gambar 4.1 Grafik Fraksi Mol Etil Asetat vs Titik Didih Komposisi Etil
Asetat Konstan 10 mL

Pada percobaan kedua, ketika etil asetat sebagai zat terlarut dan aseton
sebagai pelarut terjadi peningkatan titik didih. Hal ini terjadi karena fraksi mol etil
asetat semakin meningkat, sedangkan volume aseton dibuat tetap (Triyono,2013).
Berikut grafik hasil percobaan kedua, ketika etil asetat sebagai zat terlarut dan
aseton sebagai zat pelarut.
27

Gambar 4.2 Grafik Fraksi Mol Etil Asetat vs Titik Didih dengan Komposisi
Aseton Konstan 10 mL

Berdasarkan grafik di atas, dapat diketahui bahwa adanya peningkatan


fraksi mol pelarut dalam campuran, maka titik didih campuran juga semakin
meningkat. Begitu pula apabila fraksi mol terlarut dalam campuran mengalami
penurunan, menyebabkan titik didih campuran ikut berkurang.

Gambar 4.3 Grafik Fraksi Mol Etil Asetat vs Titik Didih


28

Berdasarkan grafik fraksi mol etil asetat terhadap titik didih di atas, dapat
disimpulkan bahwa pencampuran antara etil asetat dan aseton mengalami
penyimpangan. Penyimpangan ini merupakan penyimpangan positif yang
menghasilkan entalpi campuran (ΔHmix) positif (endotermik) mengakibatkan
terjadinya penambahan volume campuran (ΔVmix > 0) serta fraksi mol dan titik
didih campuran berbanding lurus, ketika fraksi mol meningkat maka titik didih
campuran akan meningkat juga, begitu sebaliknya ketika fraksi mol menurun maka
titik didih campuran akan menurun. Dari penyimpangan tersebut dapat diketahui
bahwa pencampuran antara etil asetat dan aseton bukan merupakan campuran yang
ideal.

4.2.2. Gaya antar molekul Terhadap Tekanan Uap Campuran


Gaya tarik sesama molekul pada etil asetat lebih besar daripada gaya tarik
dengan aseton, begitu juga dengan gaya tarik sesama molekul aseton lebih besar
daripada gaya tarik dengan etil asetat. Sehingga gaya antar molekul berbanding
terbalik dengan tekanan uap campurannya. Ketika gaya antar molekul semakin
besar maka tekanan uap yang akan dihasilkan akan semakin menurun. Jika gaya
antar molekul semakin kecil maka tekanan uap yang dihasilkan semakin meningkat
(Triyono, 2013).
Dapat dilihat pada gambar grafik 4.3, bahwasanya apabila gaya antar
molekul semakin kecil maka tekanan uap yang akan dihasilkan semakin besar.
Begitu juga sebaliknya apabila gaya antar molekul semakin besar maka tekanan uap
yang akan di hasilkan semakin kecil, dapat di artikan bahwa gaya antar molekul
berbanding terbalik terhadap tekanan uap yang dihasilkan. Contohnya, tekanan uap
antar A-A dengan A-B maka dapat di simpulkan bahwa tekanan uap antar molekul
sejenis lebih tinggi daripada molul berbeda jenis karena gaya antar molekul sesama
jenis adalah kecil dan berbeda jenis gaya antar molekulnya cukup besar. Jadi pada
praktikum kali ini dapat disimpulkan bahwa campuran bukan larutan ideal, karena
mengalami penyimpangan positif. Penyimpangan terjadi akibat apabila gaya antar
molekul semakin besar maka tekanan uap yang dihasilkan semakin kecil, begitu
juga sebaliknya jika gaya antar molekul semakin kecil maka tekanan uap yang
dihasilkan semakin besar.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan berdasarkan hasil dan diskusi sebagai berikut:
1. Hubungan antara titik didih berbanding lurus dengan fraksi mol larutan,
semakin besar titik didih maka, semakin besar pula fraksi molnya begitu
pula sebaliknya, semakin kecil titik didih maka, semakin kecil pula fraksi
mol larutan.
2. Adanya gaya antar molekul yang mempengaruhi tekanan uap campuran.
Gaya antar molekul berbanding terbalik dengan tekanan uap campuran.
Ketika ikatan antar molekul sejenis lebih kuat daripada ikatan antar molekul
campuran.

5.3 Saran
Adapun saran yang dapat disampaikan sebagi berikut:
1. Praktikan diharapkan memahami teori dan prosedur terlebih dahulu sebelum
melaksanakan percobaan.

2. Praktikan diharapkan berhati-hati ketika merangkai alat agar tidak ada


kerusakan pada alat yang digunakan.

3. Praktikan diharapkan teliti dan cermat dalam praktikum, agar tidak ada
benda pengganggu yang masuk dalam campuran saat sedang praktikum.

29
DAFTAR PUSTAKA
Dogra, S.K. (2010). Kimia Fisika dan Soal-Soal. Jakarta: UI Press
Fadillah, N. H, Hikmah. 2021. Prarancangan Pabrik Aseton dari Acetylene Dengan
Proses Hidrasi Kapasitas 16.500 Ton/Tahun. Jurnal Tugas Akhir Teknik
Kimia. Vol. 4 No. 2 September 2021. Universitas Lambung Mangkurat.
Fakhry, M. N., dan Rahayu, S. S. (2016). Pengaruh Suhu pada Esterifikasi Amil
Alkohol dengan Asam Asetat menggunakan Asam Sulfat sebagai
Katalisator. Jurnal Rekayasa Proses, 10(2), 64.
Fatimura, M. 2014. Tinjauan Teoritis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Operasi
Pada Kolom Destilasi. Jurnal Media Teknik Vol. 11 No. 1 Palembang :
Universitas PGRI.
Fitri Khaerunnisa, Agus Setia Budi, Sri Mulyani (2008). Kimia Fisika 2. Tangerang
Selatan: Universitas Terbuka.
Hikmah, M. N., dan Zuliyana. (2010). Pembuatan Metil Ester (Biodiesel) dari
Minyak Dedak dan Metanol dengan Proses Esterifikasi dan
Transesterifikasi. Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas
Diponegoro.
Intani, A. S. 2009. Prarancangan Pabrik Aseton Proses Dehidrogenasi Isopropil
Alkohol Kapastitas 19.500 Ton/Tahun. Laporan Tugas Akhir. Jurusan
Teknik Kimia Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Nuryoto. (2008). Studi Kinerja Katalisator Lewatit Monoplus S-100 pada Reaksi
Esterifikasi antara Etanol dan Asam Asetat. Jurnal Rekayasa Proses. 2
(1),24.
Netty Herawaty & Kiagus Rahmat Roni. (2020). Buku Ajar Kimia Fisika II.
Palembang: Raffah Press UIN Raden Fatah.
Oxtoby. 2001. Prinsip-prinsip Kimia Modern jilid 1. Jakarta : Erlangga
Riyanto, N. (2009). Super Jenius Olimpiade Kimia Nasional dan Internasional.
Jakarta: PT. Buku Kita
Sukardjo. (2017). Kimia Fisika. Jakarta: PT. Rineka Cipta
Santoso, A. 2008. Rumus Lengkap Kimia. Jakarta: PT Wahyu Media. Susilo, B.,
Damayanti, R., dan Izza, N. (2017). Teknik Bioenergi. Malang : UB Press.
Tika Poromitha. (2020). Kimia Fisika. Surakarta: Universitas Sebelas Maret
Triyono. (2013). Kesetimbangan Kimia. Yogyakarta: UGM Press.
Ullman. (2008). Ullman Encyclopedia Of Industrial Chemistry, New jersey: John
Wiley and Son Inc
Ullman, Fritz, 1985, Ullmann’s Encyclopedia of Industrial Chemistry, Vol 3, John
Wile and Sons Inc., New York.
Widjajanti Endang LFX. 2006. Sifat Larutan Biner Non-Elektrolit. Pendalaman
Materi Kimia Untuk Olimpiade di SMA 2 Yogyakarta 6 Maret 2007. Jurusan
Pendidikan Kimia FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta.

30
LAMPIRAN B
PERHITUNGAN

B.1 Menghitung Fraksi Mol

Tabel data yang diperlukan untuk menghitung fraksi mol.


Senyawa Berat Molekul Massa Jenis
Etil Asetat 88 gr/mol 0,902 gr/cm3
Asetat 58 gr/mol 0,784 gr/cm3

a. Fraksi mol 10 mL etil asetat dan 0 mL aseton


Massa aseton

𝑚
𝜌=
𝑉

𝑚 = 𝜌 𝑥 𝑉 = 0,784 x 0 = 0

Mol aseton

𝑔𝑟 0
𝑛 = 𝑚𝑟 = 58 = 0

Fraksi mol 10 ml etil asetat dan 2 ml aseton

𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑚𝑜𝑙 𝑒𝑡𝑖𝑙 𝑎𝑠𝑒𝑡𝑎𝑡 0,1025


𝑋𝑎 = = =1
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑚𝑜𝑙 (𝑒𝑡𝑖𝑙 𝑎𝑠𝑒𝑡𝑎𝑡 + 𝑎𝑠𝑒𝑡𝑜𝑛) 0,1025 + 0

b. Fraksi mol 10 mL etil asetat dan 2 mL aseton


Massa aseton

𝑚
𝜌=
𝑉

𝑚 = 𝜌 𝑥 𝑉 = 0,784 x 2 = 1,568

Mol aseton
𝑔𝑟 1,568
𝑛 = 𝑚𝑟 = = 0,027
58

Fraksi mol 10 ml etil asetat dan 2 ml aseton

𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑚𝑜𝑙 𝑒𝑡𝑖𝑙 𝑎𝑠𝑒𝑡𝑎𝑡 0,1025


𝑋𝑎 = = = 0,79
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑚𝑜𝑙 (𝑒𝑡𝑖𝑙 𝑎𝑠𝑒𝑡𝑎𝑡 + 𝑎𝑠𝑒𝑡𝑜𝑛) 0,1025 + 0,027

c. Fraksi mol 10 ml etil asetat dan 4 ml aseton


Massa aseton

𝑚
𝜌=
𝑉

𝑚 = 𝜌 𝑥 𝑉 = 0,784 x 4 = 3,136

Mol aseton

𝑔𝑟 3,136
𝑛 = 𝑚𝑟 = = 0,054
58

Fraksi mol 10 mL etil asetat dan 4 ml aseton

𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑚𝑜𝑙 𝑒𝑡𝑖𝑙 𝑎𝑠𝑒𝑡𝑎𝑡 0,1025


𝑋𝑎 = = = 0,65
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑚𝑜𝑙 (𝑒𝑡𝑖𝑙 𝑎𝑠𝑒𝑡𝑎𝑡 + 𝑎𝑠𝑒𝑡𝑜𝑛) 0,1025 + 0,054

d. Fraksi mol 10 ml etil asetat dan 6 ml aseton


Massa aseton

𝑚
𝜌=
𝑉

𝑚 = 𝜌 𝑥 𝑉 = 0,784 x 6 = 4,704

Mol aseton

𝑔𝑟 4,704
𝑛 = 𝑚𝑟 = = 0,081
58
Fraksi mol 10 mL etil asetat dan 6 ml aseton

𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑚𝑜𝑙 𝑒𝑡𝑖𝑙 𝑎𝑠𝑒𝑡𝑎𝑡 0,1025


𝑋𝑎 = = = 0,56
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑚𝑜𝑙 (𝑒𝑡𝑖𝑙 𝑎𝑠𝑒𝑡𝑎𝑡 + 𝑎𝑠𝑒𝑡𝑜𝑛) 0,1025 + 0,081

e. Fraksi mol 10 ml etil asetat dan 8 ml aseton


Massa aseton

𝑚
𝜌=
𝑉

𝑚 = 𝜌 𝑥 𝑉 = 0,784 x 8 = 6,272

Mol aseton

𝑔𝑟 6,272
𝑛 = 𝑚𝑟 = = 0,108
58

Fraksi mol 10 mL etil asetat dan 8 ml aseton

𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑚𝑜𝑙 𝑒𝑡𝑖𝑙 𝑎𝑠𝑒𝑡𝑎𝑡 0,1025


𝑋𝑎 = = = 0,49
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑚𝑜𝑙 (𝑒𝑡𝑖𝑙 𝑎𝑠𝑒𝑡𝑎𝑡 + 𝑎𝑠𝑒𝑡𝑜𝑛) 0,1025 + 0,108

f. Fraksi mol 10 ml etil asetat dan 10 ml aseton


Massa aseton

𝑚
𝜌=
𝑉

𝑚 = 𝜌 𝑥 𝑉 = 0,784 x 10 = 7,84

Mol aseton

𝑔𝑟 7,84
𝑛 = 𝑚𝑟 = = 0,135
58

Fraksi mol 10 mL etil asetat dan 10 ml aseton


𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑚𝑜𝑙 𝑒𝑡𝑖𝑙 𝑎𝑠𝑒𝑡𝑎𝑡 0,1025
𝑋𝑎 = = = 0,43
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑚𝑜𝑙 (𝑒𝑡𝑖𝑙 𝑎𝑠𝑒𝑡𝑎𝑡 + 𝑎𝑠𝑒𝑡𝑜𝑛) 0,1025 + 0,135

g. Fraksi mol 10 ml aseton dan 8 ml etil asetat


Massa etil asetat

𝑚
𝜌=
𝑉

𝑚 = 𝜌 𝑥 𝑉 = 0,902 x 8 = 7,216

Mol etil asetat

𝑔𝑟 7,216
𝑛= = = 0,082
𝑚𝑟 88

Fraksi mol 10 mL aseton dan 8 ml asam asetat

𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑚𝑜𝑙 𝑒𝑡𝑖𝑙 𝑎𝑠𝑒𝑡𝑎𝑡 0,082


𝑋𝑎 = = = 0, 38
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑚𝑜𝑙 (𝑒𝑡𝑖𝑙 𝑎𝑠𝑒𝑡𝑎𝑡 + 𝑎𝑠𝑒𝑡𝑜𝑛) 0,0082 + 0,1351

h. Fraksi mol 10 ml aseton dan 6 ml etil asetat


Massa etil asetat

𝑚
𝜌=
𝑉

𝑚 = 𝜌 𝑥 𝑉 = 0,902 x 6 = 5,412

Mol etil asetat

𝑔𝑟 5,412
𝑛 = 𝑚𝑟 = = 0,061
88

Fraksi mol 10 mL aseton dan 8 ml asam asetat

𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑚𝑜𝑙 𝑒𝑡𝑖𝑙 𝑎𝑠𝑒𝑡𝑎𝑡 0,061


𝑋𝑎 = = = 0, 31
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑚𝑜𝑙 (𝑒𝑡𝑖𝑙 𝑎𝑠𝑒𝑡𝑎𝑡 + 𝑎𝑠𝑒𝑡𝑜𝑛) 0,0061 + 0,1351
i. Fraksi mol 10 ml aseton dan 4 ml etil asetat
Massa etil asetat

𝑚
𝜌=
𝑉

𝑚 = 𝜌 𝑥 𝑉 = 0,902 x 4 = 3,608

Mol etil asetat

𝑔𝑟 3,608
𝑛 = 𝑚𝑟 = = 0,041
88

Fraksi mol 10 mL aseton dan 4 ml asam asetat

𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑚𝑜𝑙 𝑒𝑡𝑖𝑙 𝑎𝑠𝑒𝑡𝑎𝑡 0,041


𝑋𝑎 = = = 0, 23
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑚𝑜𝑙 (𝑒𝑡𝑖𝑙 𝑎𝑠𝑒𝑡𝑎𝑡 + 𝑎𝑠𝑒𝑡𝑜𝑛) 0,0041 + 0,1351

j. Fraksi mol 10 ml aseton dan 2 ml etil asetat


Massa etil asetat

𝑚
𝜌=
𝑉

𝑚 = 𝜌 𝑥 𝑉 = 0,902 x 2 = 1,804

Mol etil asetat

𝑔𝑟 1,804
𝑛 = 𝑚𝑟 = = 0,0205
88

Fraksi mol 10 mL aseton dan 2 ml asam asetat

𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑚𝑜𝑙 𝑒𝑡𝑖𝑙 𝑎𝑠𝑒𝑡𝑎𝑡 0,0205


𝑋𝑎 = = = 0, 13
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑚𝑜𝑙 (𝑒𝑡𝑖𝑙 𝑎𝑠𝑒𝑡𝑎𝑡 + 𝑎𝑠𝑒𝑡𝑜𝑛) 0,0205 + 0,1351

k. Fraksi mol 10 ml aseton dan 0 ml etil asetat


Massa etil asetat
𝑚
𝜌= 𝑉

𝑚 = 𝜌 𝑥 𝑉 = 0,902 x 0 = 0

Mol etil asetat

𝑔𝑟 0
𝑛 = 𝑚𝑟 = 88 = 0

Fraksi mol 10 mL aseton dan 0 ml asam asetat

𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑚𝑜𝑙 𝑒𝑡𝑖𝑙 𝑎𝑠𝑒𝑡𝑎𝑡 0


𝑋𝑎 = = =0
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑚𝑜𝑙 (𝑒𝑡𝑖𝑙 𝑎𝑠𝑒𝑡𝑎𝑡 + 𝑎𝑠𝑒𝑡𝑜𝑛) 0 + 0,1351
LAMPIRAN C
PERTANYAAN
C.1 Pertanyaan

Bagaimana sifat campuran dalam percobaan ini, ideal atau tidak? Kalau
tidak ideal, penyimpangan mana yang dapat dilihat?

C.2 Jawaban

Pada percobaan ini, larutan yang terbentuk adalah larutan non ideal karena
terjadi penurunan titik didih larutan / penyerapan energi ke dalam sistem sehingga
reaksi yang terjadi bersifat endoterm. Karena bersifat endoterm, maka
penyimpangan yang terjadi adalah penyimpangan positif / deviasi positif.

Anda mungkin juga menyukai