Anda di halaman 1dari 40

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA

LARUTAN NON ELEKTROLIT HUKUM RAOULT

Oleh :
Kelompok VII
Arief Juliendri 2107135431
Khairil Amri 2107112368
Muhammad Rizaldi 2107112376
Vito Oktariandi M.K 2107112372
Wanda Arsi Nij’mah 2107112765

Asisten:
Lusia Alvid

Dosen Pengampu:
Dra. Silvia Renni Yenti, M.Si.

PROGRAM STUDI S1 TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS RIAU
2022
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Larutan didefinisikan sebagai suatu campuran homogen yaitu campuran yang


memiliki komposisi serba sama di seluruh bagian volumenya. Larutan yang
mengandung dua komponen yaitu zat terlarut dan pelarut disebut sebagai larutan
biner. Larutan ideal adalah larutan yang gaya tarik menarik molekul-molekul
komponennya sama dengan gaya tarik menarik antara molekul dari masing-masing
komponennya. Adapun larutan berdasarkan kemampuannya menghantarkan arus
listrik terbagi menjadi larutan elektrolit dan larutan non elektrolit. Larutan elektrolit
adalah larutan yang zatnya mampu menghantarkan arus listrik ketika dilarutkan
dalam air, sedangkan larutan non-elektrolit adalah larutan yang zatnya tidak dapat
menghantarkan arus listrik.

Proses melarut adalah proses menyebarnya partikel- partikel zat yang dilarutkan
ke dalam ruang- ruang di antara partikel pelarut. Proses ini terjadi jika terdapat gaya
tarik- menarik antara partikel zat terlarut dan partikel pelarut dalam suatu campuran.
Kelarutan suatu zat bergantung pada sifat zat itu yaitu struktur molekul pelarut,
temperatur dan tekanan. Pada umumnya zat terlarut dan pelarut yang mempunyai
struktur molekul yang sama (misal keduanya berstruktur polar) akan mempunyai
daya larut yang besar, dan makin tinggi suhu maka semakin tinggi pula kelarutan zat
terlarut.

Hukum Raoult adalah hukum yang dicetuskan oleh Francois Marie Raoult untuk
mempelajari sifat-sifat tekanan uap larutan yang mengandung zat pelarut yang
bersifat volatil serta membahas mengenai aktivitas air. Hukum Raoult menyatakan
bahwa tekanan uap larutan ideal dipengaruhi oleh tekanan uap larutan yang
mengandung zat pelarut. Namun tidak semua larutan yang mematuhi hukum Raoult,
banyak larutan yang menunjukkan penyimpangan berupa penyimpangan positif dan
penyimpangan negatif terhadap hukum Raoult. Apabila larutan mempunyai tekanan
uap yang lebih tinggi daripada yang diprediksikan oleh hukum Raoult maka larutan
tersebut mengalami penyimpangan positif. Sebaliknya bila tekanan uap larutan lebih
rendah daripada yang diprediksikan oleh hukum Raoult maka terjadi penyimpangan
negatif. Penyimpangan ini merupakan salah satu bentuk larutan non ideal. Hukum
Raoult sangat penting untuk mempelajari sifat karakteristik fisik dari larutan seperti
menghitung jumlah molekul dan memprediksi massa molar suatu zat (Mr).
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dilakukan percobaan ini guna
mempelajari pengaruh komposisi terhadap titik didih suatu campuran serta pengaruh
gaya antar molekulnya terhadap tekanan uap campuran.

1.2 Tujuan Praktikum

Adapun tujuan dari praktikum ini sebagai berikut:

1. Mempelajari pengaruh komposisi terhadap titik didih campuran.


2. Mempelajari pengaruh gaya antar molekul terhadap tekanan uap campuran.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hukum Raoult

Francois-Marie Raoult merupakan seorang ahli kimia dari Prancis yang


mengamati dan menyatakan bahwa pada larutan yang ideal dalam keadaan seimbang
antara larutan dan uapnya maka perbandingan antar tekanan uap salah satu
komponennya
(misal A) PA/PAo sebanding dengan fraksi mol komponen (XA) yang menguap dalam
larutan pada suhu yang sama. Hukum Raoult menyatakan bahwa pada suhu dan
tekanan tertentu, tekanan parsial uap komponen A (P A) dalam campuran sama dengan
hasil kali antara tekanan uap komponen murni A (PAo) dan fraksi molnya XA:

PA = PAo. XA
Keterangan:
PA = Tekanan uap diatas larutan
XA = Fraksi mol komponen A
PAo = Tekanan uap A murni
Sedangkan tekanan uap totalnya adalah:
Ptotal = PA o. XA + PB o. XB
Dari persamaan di atas diketahui bahwa tekanan uap total suatu campuran cairan
biner tergantung pada tekanan uap komponen murni dan fraksi molnya dalam bahan
campuran. Larutan yang mengalami hukum Raoult ini disebut sebagai larutan ideal.
Hukum Raoult berlaku bagi pelarut, baik ideal maupun tidak ideal. Tetapi hukum
Raoult tidak berlaku bagi larutan tidak ideal yang encer. Perbedaan ini bersumber
pada kenyataan bahwa molekul-molekul pelarut berjumlah yang sangat banyak. Hal
ini menyebabkan lingkungan molekul terlarut sangat berbeda dalam lingkungan
pelarut murni. Apabila larutan mempunyai tekanan uap yang lebih tinggi daripada
yang diprediksikan oleh hukum Raoult maka larutan tersebut mengalami
penyimpangan positif. Sebaliknya, penyimpangan negatif terjadi apabila tekanan uap
larutan lebih rendah daripada yang diprediksikan dari hukum Raoult (Sunaryana,
2008)
Menurut Fatimura (2014) hukum Raoult merupakan pernyataan matematis
yang dapat menggambarkan perubahan komposisi dan tekanan pada cairan yang
mendidih. Uap yang dihasilkan selama mendidih akan memiliki komposisi yang
berbeda dari komposisi cairan itu sendiri. Komposisi uap komponen yang memiliki
titik didih lebih rendah akan lebih banyak (fraksi mol dan tekanan uapnya lebih
besar). Komposisi uap dan cairan terhadap suhu dapat digambarkan dalam suatu
grafik diagram fasa sebagai berikut:

Gambar 2.1 Komposisi uap dan cairan terhadap suhu (Fatimura, 2014).

2.2 Penyimpangan Hukum Raoult

Dalam pengaplikasiannya pada banyak larutan, gaya tarik antara A dan B


tidak sama dengan gaya kohesi antara A dengan A dan B dengan B sehingga proses
menimbulkan efek kalor. Pada kondisi ini larutan dikatakan sebagai larutan non ideal.
Secara umum, penyimpangan hukum Raoult terjadi karena gaya tarik molekul terlarut
dan molekul pelarut dalam larutan lebih kecil daripada gaya tarik antara molekul-
molekul terlarut atau antara molekul pelarut murninya. Larutan non ideal dapat
menunjukkan penyimpangan positif (tekanan uap lebih tinggi daripada yang
diprediksi oleh hukum Raoult) atau penyimpangan negatif (tekanan uap lebih rendah
daripada yang diprediksi oleh hukum Raoult) (Sunaryana, 2008).

2.2.1 Penyimpangan Positif

Penyimpangan positif hukum Raoult terjadi bila tekanan uap total yang
sebenarnya melebihi tekanan uap pelarut dan biasanya menunjukkan adanya
kerusakan ikatan intermolekul dalam sistem. Pada tingkat molekul, penyimpangan
positif terjadi bila molekul pelarut dan zat terlarut tidak saling tertarik satu sama lain.
Suatu ikatan intermolekular harus dibedakan dengan ikatan intramolekular. Ikatan
intermolekular merupakan ikatan antara molekul-molekul sedangkan ikatan
intramolekular merupakan ikatan antara atom-atom dalam suatu molekul.

Jika gaya tarik antara A dan B lebih lemah daripada gaya kohesi masing-
masing komponen maka ∆ HI > 0 dan terjadi reaksi pelarutan endoterm. Akibatnya
tekanan uap larutan lebih besar daripada tekanan uap yang dihitung dengan hukum
Raoult dan larutan non ideal yang terjadi berupa penyimpangan positif. Contoh
penyimpangan positif terjadi pada campuran etanol dan sikloheksana. Penyimpangan
ini diduga karena molekul-molekul sikloheksana merusak ikatan hydrogen yang
terdapat oada molekul etanol dimana atim H terikat secara kovalen di dalam sebuah
atom, secara bersamaan diikat oleh atom yang bersifat elektronegatif (misalnya
oksigen) yang berasal dari molekul lain
Gambar 2.2 Diagram Tekanan Uap dengan Penyimpangan Positif (Widjajanti, 2006)

2.2.2 Penyimpangan Negatif

Penyimpangan negatif dari hukum Raoult terjadi karena gaya tarik terlarut-
pelarut yang lebih besar daripada gaya tarik terlarut-terlarut dan pelarut-pelarut.
Artinya kedua zat lebih senang berada di dalam larutannya. Akibatnya tekanan parsial
diatas larutan lebih kecil daripada yang dinyatakan dengan hukum Raoult sehingga
tekanan uap totalnya lebih kecil dari yang diharapkan dan terjadilah penyimpangan
negatif hukum Raoult. Penyimpangan negatif ini biasanya disebabkan karena
terbentuknya ikatan intermolekul antara komponen-komponen yang terdapat pada
sistem. Pada tingkat molekul, penyimpangan negatif terjadi bila zat terlarut menarik
molekul pelarut dengan sangat kuat sehingga mengurangi kecenderungannya untuk
lari ke fase uap.

Jika gaya tarik antara A dan B lebih besar dibandingkan gaya tarik antara A
dengan A atau B dengan B, maka terjadi reaksi eksoterm pada proses pelarutan
dengan harga ∆ HI< 0. Hal ini menyebabkan tekanan uap larutan lebih kecil
dibanding tekanan uap yang dihitung dengan hukum Raoult. Contoh larutan non ideal
penyimpangan negatif adalah campuran antara aseton dan kloroform.
Gambar 2.3 Diagram Tekanan Uap Dengan Penyimpangan Negatif (Widjajanti,
2006)

2.3 Larutan

Larutan merupakan campuran yang homogen yang terdiri dari dua zat atau lebih,
biasanya terdiri dari zat terlarut (solute) dan pelarut (solvent). Secara umum pada
larutan biner (larutan yang mengandung dua komponen yaitu zat terlarut dan zat
pelarut), proses pencampuran tidak terjadi efek kalor bila energi interaksi antara
partikel zat terlarut dan partikel pelarut sama dengan energi interaksi antar sesama
partikel pelarut. Campuran yang dapat saling melarutkan salam segala perbandingan
dinamakan larutan miscible. Jika dua cairan yang tidak dapat bercampur membentuk
dua fasa dinamakan cairan immiscible (Widjajanti, 2006).

Larutan berdasarkan daya hantar listriknya dibedakan menjadi larutan elekrolit


dan non elektrolit. Larutan elektrolit adalah zat terlarut yang mengalami ionisasi
sehingga di dalam larutan terdapat ion-ion yang dapat menghantarkan listrik
sedangkan larutan non elektrolit adalah larutan yang didalamnya tidak terdapat ion-
ion sehingga tidak dapat menghantarkan listrik (Santoso, 2008). Larutan elektrolit
adalah larutan yang dapat menghantarkan arus listrik karena zat elektrolit dalam
larutannya terurai menjadi ion-ion yang selalu bergerak bebas dan bermuatan listrik.
Larutan non elektrolit adalah larutan yang tidak dapat menghantarkan arus listrik dan
tidak menimbulkan gelembung gas. Pada larutan non elektrolit molekulnya tidak
terionisasi dalam larutan, sehingga tidak ada ion yang bermuatan yang dapat
menghantarkan arus listrik (Oxtoby, 2001). Larutan berdasarkan interaksi antara
komponen-komponen penyusunnya dibedakan menjadi dua, yaitu larutan ideal dan
larutan non-ideal.

2.3.1 Larutan Ideal

Larutan ideal adalah larutan yang gaya tarik menarik molekul-molekul


komponennya sama dengan gaya tarik menarik antara molekul dari masing- masing
komponennya. Jadi, bila larutan zat A dan B bersifat ideal, maka gaya tarik antara
molekul A dan B, sama dengan gaya tarik antara molekul A dan A atau antara B dan
B. Bila dua cairan tercampur, maka ruang diatasnya berisi uap kedua cairan tersebut.
Tekanan uap jenuh masing-masing komponen di ruangan itu lebih kecil daripada
tekanan uap jenuh cairan murni, karena permukaan larutan diisi oleh dua jenis zat
sehingga peluang tiap komponen untuk menguap berkurang. Peluang itu sama dengan
fraksi molnya masing-masing (Sukardjo, 1990).

Larutan dikatakan ideal bila partikel zat terlarut dan partikel pelarut tersusun
sembarang dan pada proses pencampurannya tidak terjadi efek kalor. Secara umum,
larutan ideal akan memenuhi hukum Raoult. Sangat jarang dalam kehidupan nyata
didapatkan larutan yang bersifat ideal, pada umumnya larutan menyimpang dari
keadaan ideal atau merupakan larutan non ideal (Widjajanti, 2006). Larutan ideal
adalah larutan yang mengikuti hukum Raoult pada seluruh selang konsentrasi. Pada
dasarnya, tidak ada campuran yang bisa dikatakan ideal. Tetapi ada beberapa
campuran larutan yang kondisinya benar-benar mendekati keadaan ideal. Berikut ini
adalah contohnya:
a. Hexana dan heptana

b. Benzene dan metilbenzena


c. Propan-1-ol dan propan-2-ol
d. Dalam campuran dua larutan yang dapat menguap, hukum Raoult juga dapat
digunakan.
Hukum Raoult juga dapat digunakan untuk campuran dua larutan yang dapat
menguap. Campuran ideal dari dua larutan akan mempunyai energi entalpi sebesar
nol. Jadi, apabila suhu campuran naik atau turun saat keduanya dicampur maka
campuran tersebut bukan campuran ideal (Jim, 2007). Larutan dianggap bersifat ideal
karena didasarkan pada kekuatan relatif dari gaya Tarik menarik molekul solute
dengan solvennya. Suatu larutan dikatakan ideal jika mempunyai ciri-ciri sebagai
berikut:

a. Homogen pada seluruh kisaran komposisi dari sistem mulai dari fraksi nol
sampai dengan satu (0<x<1)
b. Pada pembentukan larutan dari komponennya, tidak ada perubahan entalpu
campuran, artinya panas larutan sebelum dan sesudah pencampuran adalah
sama.
c. Perubahan volume campuran adalah sama dengan nol (V campuran = 0),
artinya jumlah volume larutan sebelum dan sesudah campuran adalah sama.
d. Memenuhi ketentuan hukum Raoult.

2.3.2 Larutan Non Ideal

Larutan ideal adalah sebuah larutan yang menaati hukum Raoult namun
sebenarnya tidak ada larutan yang benar-benar bisa dikatakan ideal. Tapi beberapa
larutan kondisinya mendekati keadaan ideal. Larutan non ideal dapat menunjukkan
penyimpangan positif (dengan tekanan uap lebih tinggi daripada yang diprediksikan
oleh hukum Raoult) atau penyimpangan negatif (dengan tekanan uap lebih rendah).
Pada tingkat molekul penyimpangan negatif muncul bila zat terlarut
menarik molekul pelarut dengan sangat kuat, sehingga mengurangi
kecenderungannya untuk lari ke fase uap. Penyimpangan positif muncul pada kasus
kebalikannya yaitu bila molekul pelarut dan zat terlarut tidak saling tertarik satu
sama lain (Oxtoby, 2001).

2.4 Sifat Koligatif Larutan


Sifat koligatif larutan adalah sifat larutan yang tidak tergantung pada jenis zat
terlarut namun hanya bergantung pada banyaknya partikel terlarut didalam larutan.
Sifat koligatif larutan terdiri dari dua jenis, yaitu sifat koligatif larutan elektrolit dan
sifat koligatif larutan non-elektrolit. Meskipun sifat koligatif melibatkan larutan, sifat
ini tidak bergantung kepada interaksi antar molekul pelarut dan zat terlarut, tetapi
bergantung pada jumlah zat terlarut yang larut pada suatu larutan. Sifat-sifat koligatif
larutan ialah sifat-sifat larutan yang hanya ditentukan oleh jumlah partikel dalam
larutan dan tidak tergantung jenis partikelnya. Larutan dapat berupa larutan non
elektrolit dan larutan elektrolit. Sifat koligatif yang melibatkan larutan encer tidak
bergantung pada interaksi antara molekul pelarut dan zat terlarut, tetapi bergantung
pada jumlah zat terlarut yang larut pada suatu larutan. Pada konsentrasi yang sama
jumlah partikel dalam larutan non elektrolit tidak sama dengan jumlah partikel dalam
larutan elektrolit, hal ini dikarenakan larutan elektrolit dapat terurai menjadi ion-
ionnya sedangkan larutan non elektrolit tidak dapat terurai menjadi ion-ion (Arjmand,
2018).

Partikel (atom, ion, molekul) dari zat tergantung pada kekuatan tarik dan tolak.
Gaya antar molekul disebabkan oleh daya tarik atau tolak dari muatan listrik antar
molekul. Molekul dalam cairan masih bisa melewati molekul lain. Susunan molekul
ini menentukan sifat fisik cairan seperti titik didih, titik beku, dan tegangan
permukaan. Perilaku ini berpengaruh pada temperatur maupun tekanan serta kontak
dengan zat lain, sehingga akan berpengaruh pula terhadap kenaikan titik didih.
(Lewandowski A., 2010).

Banyaknya partikel dalam larutan ditentukan oleh konsentrasi larutan dan sifat
larutan itu sendiri. Jumlah partikel dalam larutan non elektrolit tidak sama dengan
jumlah partikel dalam larutan elektrolit, walaupun konsentrasi keduanya sama. Hal
ini dikarenakan larutan elektrolit terurai menjadi ion-ionnya, sedangkan larutan non
elektrolit tidak terurai menjadi ion-ion. Dengan demikian sifat koligatif larutan
dibedakan atas sifat koligatif larutan non elektrolit dan sifat koligatif larutan
elektrolit. Sifat-sifat koligatif larutan terdiri dari penurunan tekanan uap, kenaikan
titik didih, penurunan titik beku, dan tekanan osmotik (Roni, 2020).

2.4.1 Penurunan Tekanan Uap Jenuh

Tekanan uap (vapor pressure) adalah ukuran kecenderungan molekul-molekul


suatu cairan untuk lolos menguap. Semakin besar tekanan uap pada suatu cairan maka
molekul-molekul tersebut semakin mudah berubah menjadi uap. Nilai tekanan uap
akan membesar dan cairan akan semakin mudah menguap bila suhunya dinaikkan.
Tekanan uap suatu cairan bergantung pada banyaknya molekul di permukaan yang
memiliki cukup energi kinetik untuk lolos dari tarikan molekul-molekul tetangganya.
Jika ke dalam cairan itu dilarutkan suatu zat, maka yang menempati permukaan
bukan hanya molekul pelarut, tetapi juga molekul zat terlarut. Karena molekul pelarut
dipermukaan makin sedikit, maka laju penguapan akan berkurang. Dengan kata lain,
tekanan uap cairan itu turun. Makin banyak zat terlarut, makin besar pula penurunan
tekanan uap (Sakinah, 2011). Adapun bunyi hukum Raoult yang berkaitan dengan
penurunan tekanan uap adalah sebagai berikut :
a. Penurunan tekanan uap jenuh tidak bergantung pada jenis zat yang dilarutkan,
tetapi tergantung pada jumlah partikel zat terlarut.
b. Penurunan tekanan uap jenuh berbanding lurus dengan fraksi mol zat yang
dilarutkan.
Apabila ke dalam suatu pelarut dilarutkan zat yang tidak mudah menguap, ternyata
tekanan uap jenuh larutan menjadi lebih rendah daripada tekanan uap jenuh pelarut
murni. Dalam hal ini uap jenuh larutan dapat jenuh dianggap hanya mengandung uap
zat pelarut. Selisih antara tekanan uap jenuh pelarut murni dengan tekanan uap jenuh
larutan disebut penurunan tekanan uap jenuh (ΔP). Jika tekanan uap jenuh pelarut
murni dinyatakan dengan P° dan tekanan uap jenuh larutan dengan P, maka besarnya
tekanan uap dirumuskan dengan:
ΔP = P° – P
Pada setiap suhu, zat cair selalu mempunyai tekanan tertentu. Tekanan ini adalah
tekanan uap jenuhnya pada suhu tertentu. Penambahan suatu zat ke dalam zat cair
menyebabkan penurunan tekanan uapnya. Hal ini disebabkan karena zat terlarut itu
mengurangi bagian atau fraksi dari pelarut, sehingga kecepatan penguapan berkurang.
(Roni, 2020).

2.4.2 Kenaikan Titik Didih (ΔTb)

Titik didih zat cair adalah suhu tetap pada saat zat cair mendidih. Pada suhu
ini, tekanan uap zat cair sama dengan tekanan uap udara di sekitarnya sehingga
menyebabkan terjadinya penguapan di seluruh bagian zat cair. Titik didih zat cair
diukur pada tekanan 1 atmosfer. Titik didih suatu larutan selalu lebih tinggi daripada
titik didih pelarut murninya. Hal ini terjadi karena adanya partikel-partikel zat terlarut
dalam suatu larutan menghalangi peristiwa penguapan partikel-partikel pelarut
sehingga partikel pelarut membutuhkan energi yang lebih besar. Perbedaan titik didih
larutan dan pelarut murni disebut sebagai kenaikan titik didih yang dinotasikan
dengan ∆ Tb. Titik didih larutan bergantung pada kemudahan zat terlarutnya menguap.
Jika zat terlarutnya lebih mudah menguap daripada pelarutnya (titik didih zat terlarut
lebih rendah), maka titik didih larutan menjadi lebih rendah dari titik didih pelarutnya
atau dikatakan titik didih larutan turun.

Contohnya larutan etil alkohol dalam air titik didihnya lebih rendah dari 100
°C tetapi lebih tinggi dari 78,3°C (titik didih etil alkohol 78,3 °C dan titik didih air
100°C). Jika zat terlarutnya tidak mudah menguap (tak-atsiri atau nonvolatil)
daripada pelarutnya (titik didih zat terlarut lebih tinggi), maka titik didih larutan
menjadi lebih tinggi dari titik didih pelarutnya atau dikatakan titik didih larutan naik.
Pada contoh larutan etil alkohol dalam air tersebut, jika dianggap pelarutnya adalah
etil alkohol, maka titik didih larutan juga naik. Kenaikan titik didih larutan
disebabkan oleh turunnya tekanan uap larutan. Berdasar hukum sifat koligatif larutan,
kenaikan titik didih larutan dari titik didih pelarut murninya berbanding lurus dengan
molalitas larutan.

ΔTb = kb . m Δt
Keterangan:
tb = kenaikan titik didih larutan.
kb = kenaikan titik didih molal pelarut.
m = konsentrasi larutan dalam molal.
Setiap zat cair pada suhu tertentu mempunyai tekanan uap jenuh tertentu dan
mempunyai harga yang tetap. Zat cair akan mendidih dalam keadaan terbuka jika
tekanan uap jenuhnya sama dengan tekanan atmosfer. Pada saat udara mempunyai
tekanan 1 atm, air mendidih pada suhu 100°C, tetapi jika dalam zat cair itu dilarutkan
suatu zat, maka tekanan uap jenuh air itu akan berkurang. Penurunan tekanan uap
jenuh larutan yang lebih rendah dibanding tekanan uap jenuh pelarut murni
menyebabkan titik didih larutan lebih tinggi daripada titik didih pelarut murni. Selisih
antara titik didih suatu larutan dengan titik didih pelarut murni disebut kenaikan titik
didih larutan. Adanya penurunan tekanan uap jenuh mengakibatkan titik didih larutan
lebih tinggi dari titik didih pelarut murni.

(ΔTb) = Tb larutan-Tb pelarut murni.

2.4.3 Penurunan Titik Beku (ΔTf)

Tekanan uap larutan lebih rendah daripada tekanan uap pelarut murni. Hal ini
menyebabkan penurunan titik beku larutan lebih rendah dibandingkan dengan
penurunan titik beku pelarut murni. Selisih temperatur titik beku larutan dengan titik
beku pelarut murni disebut penurunan titik beku. Dapat dirumuskan sebagai berikut:

ΔTf = Tf pelarut murni – Tf larutan


Menurut Hukum Backman dan Raoult bahwa penurunan titik beku dan kenaikan titik
didih berbanding langsung dengan molalitas yang terlarut di dalamnya. Seperti halnya
titik didih, penurunan titik beku atau ∆ Tf berbanding lurus dengan molalitas larutan.
Penurunan tekanan uap larutan menyebabkan titik beku larutan menjadi lebih rendah
dari titik beku pelarut murninya. Hukum sifat koligatif untuk penurunan titik beku
larutan berlaku pada larutan dengan zat terlarut atsiri (volatil) maupun tak-atsiri
(nonvolatil). Berdasar hukum tersebut, penurunan titik beku larutan dari titik beku
pelarut murninya berbanding lurus dengan molalitas larutan. Dapat dirumuskan
sebagai berikut:
Δtf = kf . m Δt
Keterangan:
∆tf = penurunan titik beku larutan.
kf = penurunan titik beku molal pelarut.
m = konsentrasi larutan dalam molal.

2.4.4 Tekanan Osmotik

Tekanan osmotik adalah tekanan yang diberikan kepada larutan sehingga


dapat mencegah mengalirnya molekul-molekul pelarut ke dalam larutan melalui
selaput semipermeable. Selaput ini dapat berupa gelatin, kertas perkamen, lapisan
film, selofan, atau membran sel makhluk hidup. Suatu larutan encer dan larutan pekat
dipisahkan oleh selaput membran yang semipermeable, yaitu selaput yang dapat
ditembus oleh molekul pelarut tetapi tidak dapat ditembus oleh molekul zat terlarut.
Maka terjadilah peristiwa osmosis yaitu perpindahan molekul pelarut dari larutan
yang memiliki konsentrasi lebih rendah (encer) ke yang konsentrasinya lebih tinggi
(pekat) melalui sela-sela membran semipermeable.

Peristiwa osmosis menyebabkan naiknya permukaan larutan pekat sehingga


tekanan membesar yang pada akhirnya akan memperlambat laju osmosis. Akhirnya
tercapailah suatu tekanan yang mampu memnghentikan osmosis atau perpindahan
molekul pelarut atau yang disebut tekanan osmosis. Osmosis adalah peristiwa
mengalirnya molekul-molekul pelarut ke dalam larutan secara spontan melalui
selaput semipermeabel, atau peristiwa mengalirnya molekul-molekul zat pelarut dari
larutan yang lebih encer kelarutan yang lebih pekat. Proses osmosis terdapat
kecenderungan untuk menyetimbangkan konsentrasi antara dua larutan yang saling
berhubungan melalui membran. Gaya yang diperlukan untuk mengimbangi desakan
zat pelarut yang mengalir melalui selaput semipermeabel ke dalam larutan disebut
tekanan osmosis larutan. Hubungan tekanan osmosis dengan kemolaran larutan oleh
Van‘t Hoff dapat dirumuskan sebagai berikut:

PV = nRT
Karena tekanan osmotik =  , maka :
 = n/V R T = C R T, untuk larutan non elektrolit
 = C. R . T . i untuk larutan elektrolit
dimana :
 = tekanan osmotik (atmosfir)
C = konsentrasi larutan (mol/liter= M)
R = tetapan gas universal = 0.082 liter.atm/moloK
T = suhu mutlak (oK)
Larutan yang mempunyai tekanan osmotik lebih rendah dari yang lain disebut larutan
hipotonis sedangkan larutan yang mempunyai tekanan osmotik lebih tinggi dari yang
lain disebut larutan hipertonis. Larutan-larutan yang mempunyai tekanan osmotik
sama disebut isotonis. Larutan elektrolit di dalam pelarutnya mempunyai kemampuan
untuk mengion. Hal ini mengakibatkan larutan elektrolit mempunyai jumlah partikel
yang lebih banyak daripada larutan non elektrolit pada konsentrasi yang sama
(Roni, 2020).

2.5 Etil Asetat

Etil asetat dengan rumus molekul CH3COOCH2CH3 atau C4H8O2 merupakan


ester dari etanol dan asam asetat. Etil asetat merupakan pelarut polar menengah yang
bersifat volatil (mudah menguap), tidak beracun, dan tidak higroskopis. Etil asetat
memiliki berat molekul 88,11 gr/mol dan massa jenis sebesar 0,902 gr/cm3. Etil asetat
dapat melarutkan cairan hingga 3% dan larut dalam cairan hingga kelarutan 8% pada
suhu kamar. Kelarutannya meningkat pada suhu yang lebih tinggi, namun senyawa
ini tidak stabil dalam cairan yang mengandung basa atau asam. Etil asetat umumnya
dapat dibuat dengan reaksi esterifikasi etanol dan asam asetat. Selain itu, etil asetat
umum digunakan dalam pembuatan film dan pelat fotografi, sebagai perantara obat
atau penghilang cat kuku (Johnston, 2011).

Etil asetat merupakan senyawa yang dihasilkan dari pertukaran gugus


hidroksil pada asam karboksilat dengan gugus hidrokarbon yang terdapat pada etanol.
Pada skala industri, etil asetat diproduksi menggunakan reaksi esterifikasi antara
asam asetat (CH3COOH) dan etanol (C2H5OH) dengan bantuan katalis dalam suasana
asam. Etil asetat seringkali disintesis dengan menggunakan katalisator berupa asam
sulfat Penggunaan katalis pada proses ini adalah untuk menurunkan energi aktivasi
dan meningkatkan laju reaksi tanpa mengganggu kesetimbangan reaksi tersebut.
Proses pembuatan etil asetat biasanya menggunakan reaksi bolak-balik (reversible)
antara asam asetat dan etanol dalam suasana asam. (Nuryoto, 2008).

Gambar 2.5 Struktur Molekul Etil Asetat.

2.5.1. Sifat Fisika Etil Asetat


Adapun sifat fisika etil asetat seperti yang terdapat pada Tabel 2.5 sebagai
berikut:
Tabel 2.5 Sifat Fisika Etil Asetat
Parameter Keterangan
Nama IUPAC Etil asetat, Etil etanoat
Nama lain Ester asetat, Eter asetat, Etil ester dari
asam asetat
Rumus kimia C4H8O2
Massa molar 88,11 gr/mol
Densitas 0,902 gr/cm3
Titik didih -83,6oC
Titik lebur 77,1oC
Penampilan Cairan tidak berwarna dan beraroma
seperti ester
Tekanan uap pada 20oC 73 mmHg
Kelarutan dalam air pada 20oC 8,3 g/100 mL
(Sumber: Prihatini, 2011)
2.5.2 Sifat Kimia Etil Asetat

Menurut Prihatini (2011) sifat kimia dari etil asetat sebagai berikut:
1. Etil asetat dapat disintesis menggunakan esterifikasi Fischer dari asam asetat
dan etanol, biasanya didampingi katalis asam seperti asam sulfat. Reaksi yang
terjadi adalah
CH3CH2OH + CH3COOH → CH3COOCH3 + H2O
2. Etil asetat akan membentuk acetamide jika diammonolisis. Reaksi yang
terjadi adalah
CH3COOC2H5 + NH3 →CH3CONH2 + C2H5OH
3. Etil asetat akan membentuk etil benzoil bila bereaksi dengan etil benzoat.
Reaksi yang terjadi adalah
C6H6COOC2H5 + CH3COOC2H5 →C6H6COCH2COOC2H5+ C2H5OH
4. Asam asetat dapat dihidrolisis pada kondisi asam atau basa menghasilkan
asam asetat dan etanol kembali. Katalis asam sulfat dapat menghambat proses
hidrolisis karena berlanjutnya reaksi kebalikan hidrolisis yaitu esterifikasi.
Reaksi yang terjadi adalah

CH3CO2C2H5 + NaOH → C2H5OH + CH3CO2Na

2.5 Aseton

Aseton atau propanon dengan rumus kimia CH 3COCH3 merupakan senyawa


alifatik keton paling sederhana yang berbentuk cairan tidak berwarna dan mudah
terbakar. Aseton juga dikenal sebagai propanon, dimetil keton, 2-propanon, dan
dimetilformaldehida. Aseton merupakan pelarut penting yang larut dalam berbagai
perbandingan dengan air, etanol, dan dietil eter. Aseton pertama kali dihasilkan
dengan cara distilasi kering dari kalsium asetat. Fermentasi karbohidrat menjadi
aseton, butil dan etil-alkohol yang menggantikan proses tersebut pada tahun 1920.
Proses tersebut mengalami pembaharuan pada tahun 1950 dan 1960 yaitu proses
dehidrogenasi 2-propanol dan oksidasi cumene menjadi phenol dan aseton.
Bersamaan dengan proses oksidasi propen, metode ini menghasilkan lebih dari 95%
aseton yang diproduksi di seluruh dunia (Ullmann, 2007).

Aseton digunakan dalam pembuatan berbagai pelapis dan plastik dan bahan baku
untuk sintesis kimia berbagai produk seperti keton, metil metaklirat, bisphenol A,
alkohol diasotone, metil isobutyl keton, heksilen glikol (2-metil-2,4-pentanadiol) dan
isopropone. Aseton juga dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan zat organik
lain seperti kloroform pada obat bius, sebagai Pelepas lem super dan sebagai
campuran parfum dan kosmetika lainnya. Adapun bahan baku yang digunakan utuk
produksi aseton adalah acetylene dan air (Fadillah, 2021).

Gambar 2.6 Struktur Molekul Aseton.


2.5.1 Sifat Fisika Aseton
Adapun sifat fisika aseton seperti pada Tabel 2.6 sebagai berikut:
Tabel 2.6 Sifat Fisika Aseton
Parameter Keterangan
Nama IUPAC Propanon
Nama lain β -ketopropana, Dimetil keton,
dimetilformaldehida, DMK
Rumus kimia CH3COCH3
Massa molar 58,08 gr/mol
Densitas 0,784 g/cm3
Titik didih -94,9oC
Titik lebur 56oC
Penampilan Cairan tidak berwarna
Kelarutan Larut dalam berbagai perbandiangan
Viskositas pada 20oC 0,32 cP

2.6.2 Sifat Kimia Aseton

Menurut Intani (2009) sifat kimia aseton adalah sebagai berikut :

1. Aseton merupakan reduktor yang lebih lemah daripada aldehid dan dapat
menghasilkan alkohol sekunder
2. Apabila aseton dikondensasi dengan asetilen membentuk 2 metil 3 butynediol,
suatu intermediate untuk isoprene. Reaksi yang terjadi adalah:
CH3COCH3 + C2H2 → CH3C(CH3)2CCH2
3. Apabila dengan hidrogen sianida dalam kondisi basa akan menghasilkan
aseton sianohidrin. Reaksi yang terjadi adalah:
CH3COCH3 + HCN → CH3CN(OH)CH3
4. Dengan proses pirolisa akan membentuk Ketena. Reaksi yang terjadi adalah
CH3COCH3 → HCH = C = O = CH4

BAB III

PELAKSANAAN PRAKTIKUM

3.1 Bahan dan Alat

3.1.1 Bahan yang Digunakan

Adapun bahan yang digunakan pada praktikum ini sebagai berikut:

1. Corong
2. Gelas ukur
3. Heating mantel
4. Kondensor
5. Pecahan porselen
6. Pipet tetes
7. Labu didih dasar bulat leher tiga
8. Standar besi
9. Termometer

3.1.2 Alat yang Digunakan

Adapun alat yang digunakan pada praktikum ini sebagai berikut:


1. Aseton
2. Etil asetat

3.2 Prosedur Percobaan,

1. Alat refluks yang terdiri dari labu didih dasar bulat leher tiga 250 ml dan
kondensor dipasang terbalik dirangkai sedemikian rupa. Hal yang perlu
diperhatikan dalam merangkai alat refluks:
a. Termometer tercelup ditengah-tengah cairan, namun tidak sampai
menyentuh dinding gelas labu refluks. Batu didih ditambahkan kedalam
labu didih.
b. Setiap memasukkan kedua cairan, sumber panas/listrik dimatikan,
mengingat cairan organik yang digunakan mudah terbakar.
2. Larutan etil asetat sebanyak 10 mL dituangkan kedalam labu refluks
menggunakan corong melalui lubang pemasukan cairan kemudian dipanaskan
dan suhu dicatat
3. Stop kontak listrik dicabut, larutan ditunggu hingga suhunya menurun
selanjutnya larutan aseton sebanyak 2 mL dituangkan kedalam labu didih.
Larutan dipanaskan hingga mendidih dan suhunya dicatat.
4. Prosedur diulangi setiap kali dengan penambahan 2 mL aseton hingga jumlah
aseton yang ditambahkan mencapai 10 mL; setiap sesudah penambahan,
campuran dipanaskan dan titik didihnya dicatat.
5. Campuran dituangkan kedalam wadah kosong yang tertutup rapat dan aman
6. Labu refluk dikeringkan dengan diangin-anginkan
7. Setelah kering, larutan aseton sebanyak 10 mL dimasukkan kedalam labu
refluks dan dipanaskan dengan hati-hati serta titik didihnya dicatat
8. Heating mantel dimatikan dan larutan ditunggu hingga suhunya menurun
kemudian larutan etil asetat sebanyak 2 mL ditambahkan, kemudian campuran
dipanaskan perlahan-lahan dan titik didihnya dicatat.
9. Prosedur diulangi hingga jumlah etil asetat yang ditambahkan mencapai 10
mL. Setiap penambahan etil asetat suhu didihnya dicatat
3.3 Pengamatan
Adapun pengamatan pada praktikum ini seperti yang di jelaskan pada Tabel
3.1 sebagai berikut:
Tabel 3.1 Hasil Pengamatan
Prosedur Pengamatan
Dipasang alat refluks yang terdiri dari Kondensor dihubungkan pada labu didih
labu didih leher tiga dan sebuah leher tiga dan diletakkan di atas mantel
kondensor yang dipasang terbalik. pemanas.
Dituangkan 10 mL etil asetat kedalam Larutan berwarna bening dan mudah
labu refluks. Panaskan sampai mendidih menguap. Larutan mendidih pada suhu
dan catat titik didihnya. 77oC
Larutan didinginkan lalu ditambahkan 1 Larutan mendidih pada suhu 73oC
mL aseton ke dalam labu. Panaskan
hingga mendidih dan tiap titik didihnya
dicatat.
Prosedur diulangi dengan tiap Titik didih larutan berkurang setiap
penambahan 2 mL aseton hingga jumlah penambahan aseton.
aseton yang ditambahkan mencaai 10
mL. Setiap penambahan, campuran
dipanaskan serta titik didihnya dicatat.
Prosedur diulangi dengan mengganti etil Titik didih aseton murni 59oC. Titik
asetat sebagai pelarut dan aseton sebagai didih aseton meningkat setiap
zat yang terlarut. Larutan dipanaskan penambahan etil asetat hingga suhu
hinga mendidih dan titik didihnya 65oC pada penambahan 10 mL etil
dicatat. asetat

3.4 Rangkaian Alat


Gambar 3. 1 Rangkaian Alat

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Praktikum


Adapun hasil yang diperoleh dari praktikum ini terdapat pada Tabel 4.1 dan
Tabel 4.2 sebagai berikut:

Tabel 4.1 Hasil Pengamatan Campuran Etil Asetat dan Aseton


Campuran Fraksi Mol Titik Didih
Etil asetat dan Aseton
10 mL : 0 mL 1 77oC
10 mL : 2 mL 0,79 73oC
10 mL : 4 mL 0,65 68oC
10 mL : 6 mL 0,56 66oC
10 mL : 8 mL 0,49 64oC
10 mL : 10 mL 0,43 65oC

Tabel 4.2 Hasil Pengamatan Campuran Aseton dan Etil Asetat


Campuran Fraksi Mol Titik Didih
Aseton : Etil Asetat
10 mL : 8 mL 0,38 63oC
10 mL : 6 mL 0,31 62oC
10 mL : 4 mL 0,23 61oC
10 mL : 2 mL 0,13 60oC
10 mL : 0 mL 0 59oC

4.2 Pembahasan
Percobaan ini didasarkan pada hukum Raoult yang menyatakan bahwa
tekanan uap larutan ideal dipengaruhi oleh tekanan uap pelarut murni dan fraksi mol
zat pelarut yang terkandung dalam larutan tersebut. Dimana campuran yang
mengikuti hukum ini dapat dikatakan sebagai suatu larutan ideal. Pada percobaan ini
dilakukan pencampuran etil asetat dan aseton dengan perbandingan volume yang
bervariasi dan dilakukan pengukuran suhu didih dari setiap perbandingan volume
tersebut guna mengetahui pengaruh komposisi larutan terhadap titik didihnya.
Pada percobaan ini digunakan larutan etil asetat dan aseton. Sesuai dengan
referensi yang ada, etil asetat memiliki titik didih sebesar 77oC sedangkan titik didih
aseton sebesar 56oC. Berdasarkan titik didih yang dijadikan referensi atau
pembanding, maka percobaan ini mengamati titik didih larutan etil asetat terhadap
penambahan aseton atau pengamatan titik didih terhadap komposisi aseton yang lebih
banyak. Pencampuran larutan dan pemanasan dilakukan dengan komposisi larutan
etil asetat : aseton sebanyak 10 ml : 0 ml, 10 ml : 2 ml, 10 ml : 4 ml, 10 ml : 6 ml, 10
ml : 10 ml. Kemudian dimatikan pemanas dan didinginkan alat refluks. Setelah
dingin, dilakukan prosedur yang sama akan tetapi dengan komposisi yang berbeda
dari sebelumnya. Komposisi campuran larutan etil asetat : aseton sebanyak 8 ml : 10
ml, 6 ml : 10 ml, 4 ml : 10 ml, 2 ml : 10 ml, 0 ml : 10 ml. Setiap campuran diukur
suhu titik didihnya dan dicatat.

4.2.1 Pencampuran Etil Asetat terhadap Aseton

Percobaan dimulai dengan merangkai alat refluks yang terdiri dari labu didih
leher tiga dan kondensor yang dipasang terbalik yang bertujuan agar larutan atau
campuran yang menguap terkondensasi kembali ke labu didih. Selanjutnya larutan
etil asetat sebanyak 10 mL dimasukkan ke dalam labu didih dan ditambahkan batu
didih yang bertujuan untuk meratakan panas sehingga panas menjadi homogen pada
seluruh bagian larutan serta untuk menghindari panas yang berlebih (overheating).
Kemudian mantel pemanas dihidupkan untuk memanaskan etil asetat hingga
mendidih dan diperoleh suhu didih etil asetat sebesar 77oC.

Pada saat penambahan aseton yang divariasikan ke dalam etil asetat yang
volumenya dipertahankan konstan 10 mL, titik didih larutan semakin lama semakin
menurun begitu juga nilai fraksi molnya. Suhu didih yang diukur dari setiap
perbandingan volume bertujuan untuk mengetahui pengaruh komposisi larutan
terhadap titik didihnya. Perubahan fraksi mol zat terlarut mengakibatkan perubahan
pada titik didih campuran. Hal ini terjadi karena titik didih larutan dipengaruhi oleh
fraksi mol. Semakin tinggi titik didih campuran maka semakin besar pula jumlah
fraksi mol tersebut sebaliknya apabila titik didih mengalami penurunan maka fraksi
mol juga kecil sehingga dapat dikatakan bahwa hubungan antara komposisinya
dengan titik didihnya berbanding lurus.
90

80

70

60

50

40

30

20

10

0
1 0.79 0.65 0.56 0.49 0.43

Komposisi campuran terhadap fraksi mol

Gambar B.1 Grafik Campuran Etil Asetat dan Aseton terhadap Fraksi mol

Dalam grafik dapat dilihat bahwa pada pencampuran larutan diperoleh titik didih
campuran meningkat seiring dengan meningkatnya fraksi mol etil asetat. Pada saat
fraksi mol etil asetat sama dengan 1 menunjukkan bahwa hanya etil asetat yang
dipanaskan hingga mencapai titik didihnya yaitu sebesar 77oC atau dapat dikatakan
bahwa volume aseton sama dengan 0. Hal ini menunjukkan bahwa komposisi larutan
memiliki pengaruh terhadap titik didih campurannya. Berdasarkan grafik dapat
disimpulkan bahwa penyimpangan yang terjadi adalah penyimpangan positif. Hal ini
terjadi karena ikatan campuran etil asetat dan aseton lebih kecil daripada ikata
molekul sejenis (etil asetat-etil asetat atau aseton-aseton) sehingga menyebabkan
tekanan uap pelarut campuran lebih besar daripada tekanan uap pelarut murni. Reaksi
yang terjadi adalah reaksi yang bersifat endotermis (∆H positif).

4.2.2 Pencampuran Aseton dan Etil Asetat

Percobaan dilakukan dengan menambahkan etil asetat yang divariasikan kedalam


aseton yang volumenya dijaga konstan 10 mL. Fraksi mol etil asetat pada
pencampuran 10 mL aseton dan 0 mL etil asetat sama dengan 0 menunjukkan bahwa
pada 10 mL aseton yang dipanaskan mencapai titik didihnya aseton atau dapat
dikatakan volume etil asetat sama dengan 0. Terjadi penurunan titik didih seiring
dengan penurunan fraksi mol dan volume konponen etil asetatnya. Penurunan titik
didih hanya terjadi apabila fraksi mol yang diperoleh juga kecil dan kenaikan titiuk
didih menandakan fraksi mol larutan tersebut besar. Sesuai dengan grafik,
penyimpangan hukum Raoult yang terjadi adalah penyimpangan positif.
Penyimpangan ini menghasilkan entalpi campuran positif (∆H positif) dan reaksi
yang terjadi adalah reaksi yang memerlukan panas atau endotermik. Dari
penyimpangan tersebut maka dapat diketahui bahwa pencampuran etil asetat dan
aseton bukan merupakan campuran yang ideal.

Campuran yang non ideal mempunyai mpunyai sifat fisika   yang   berubah dari


keadaan idealnya. Sifat ini disebut sebagai sifat koligatif larutan yang hanya
tergantung pada jumlah partikel zat terlarut dan tidak tergantung pada sifat dan
keadaan partikel. Larutan yang memiliki sifat koligatif harus memenuhi dua asumsi
yaitu zat terlarut tidak mudah menguap sehingga tidak memberikan konstribusi pada
uapnya. Asumsi yang kedua adalah zat terlarut tidak larut dalam pelarutnya. Sifat
koligatif larutan meliputi juga penurunan tekanan uap dan kenaikan titik didih. Dapat
diambil kesimpulan bahwa tekanan uap dipengaruhi oleh gaya antar molekul,
semakin besar gaya antar molekulnya maka semakin kecil tekanan uap campurannya,
namun apabila semakin kecil gaya antar molekulnya maka semakin besar tekanan
uapnya.
64

63

62

61

60

59

58

57
0.38 0.31 0.23 0.13 0

Komposisi campuran terhadap fraksi mol

Gambar B.2 Grafik Campuran Aseton dan Etil Asetat terhadap Fraksi mol

Jika tekanan uap jenuh hasil pengamatan lebih besar dari tekanan uap jenuh yang
dihitung dengan hukum Raoult maka larutan tersebut dikatakan mengalami
penyimpangan positif (deviasi positif) dari hukum Raoult. Penyimpangan ini terjadi
karena interaksi dalam masing-masing zat lebih kuat daripada interaksi dalam
campuran zat ( A – A, B – B > A – B). Penyimpangan ini menghasilkan entalpi
campuran positif sehingga mengakibatkan terjadinya penambahan volume campuran.
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Adapun kesimpulan dari praktikum ini sebagai berikut:

1. Hubungan antara komposisi dengan titik didih adalah berbanding lurus.


Komposisi zat pelarut berbanding lurus dengan titik didih campuran, semakin
besar fraksi mol pelarut maka titik didih campuran juga akan semakin tinggi.
2. Gaya antar molekul mempengaruhi tekanan uap campuran dimana gaya antar
molekul berbanding terbalik dengan tekanan uap campuran sehingga
keadaannya menyebabkan ikatan antar molekul sejenis lebih kuat daripada
ikatan antar molekul campuran.

5.2 Saran

Adapun saran dari praktikum ini sebagai berikut:

1. Membaca dan memahami materi dari praktikum percobaan.


2. Larutan yang digunakan merupakan larutan yang bersifat volatil atau mudah
menguap dan mudah terbuka sehingga sebaiknya berhati-hati dan tidak
dibiarkan pada udara terbuka.
DAFTAR PUSTAKA
Fadillah, N. H, Hikmah. 2021. Perancangan Pabrik Aseton dari Acetylene Dengan
Proses Hidrasi Kapasitas 16.500 Ton/Tahun. Jurnal Tugas Akhir Teknik
Kimia. Vol. 4 No. 2 September 2021. Universitas Lambung Mangkurat.
Fatimura, M. 2014. Tinjauan Teoritis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Operasi
Pada Kolom Destilasi. Jurnal Media Teknik Vol. 11 No. 1 : 2014. Universitas
PGRI Palembang.
Fitri Khaerunnisa, Agus Setia Budi, Sri Mulyani (2008). Kimia Fisika 2. Tangerang
Selatan: Universitas Terbuka.
Intani, A. S. 2009. Prarancangan Pabrik Aseton Proses Dehidrogenasi Isopropil
Alkohol Kapastitas 19.500 Ton/Tahun. Laporan Tugas Akhir. Jurusan Teknik
Kimia Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Nuryoto. (2008). Studi Kinerja Katalisator Lewatit Monoplus S-100 pada Reaksi
Esterifikasi antara Etanol dan Asam Asetat. Jurnal Rekayasa Proses. 2 (1),24.
Netty Herawaty & Kiagus Rahmat Roni. (2020). Buku Ajar Kimia Fisika II.
Palembang: Raffah Press UIN Raden Fatah.
Oxtoby. 2001. Prinsip-prinsip Kimia Modern jilid 1. Jakarta : Erlangga
Prihatini, D. 2011. Prarancangan Pabrik Etil Asetat Dari Asam Asetat dan Etanol
Kapasitas 20.000 ton/tahun. Laporan Tugas Akhir. Jurusan Teknik Kimia
Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Santoso, A. 2008. Rumus Lengkap Kimia. Jakarta: PT Wahyu Media.
Ullman, Fritz, 1985, Ullmann’s Encyclopedia of Industrial Chemistry, Vol 3, John
Wile and Sons Inc., New York.
Widjajanti Endang LFX. 2006. Sifat Larutan Biner Non-Elektrolit. Pendalaman
Materi Kimia Untuk Olimpiade di SMA 2 Yogyakarta 6 Maret 2007. Jurusan
Pendidikan Kimia FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta.
LAMPIRAN B

PERHITUNGAN

B.1 Menghitung Fraksi Mol


Tabel data yang diperlukan untuk menghitung fraksi mol.
Senyawa Berat Molekul Massa Jenis
Etil Asetat 88 gr/mol 0,902 gr/cm3
Asetat 58 gr/mol 0,784 gr/cm3
1. Menghitung fraksi mol
a. Fraksi mol 10 mL etil asetat dan 0 mL aseton
Massa aseton
m
ρ=
V
m=ρ x V
= 0,784 x 0
=0

Mol aseton
gr 0
n= = =0
mr 58

Fraksi mol 10 ml etil asetat dan 2 ml aseton


jumlah mol etil asetat 0,1025
Xa= = =1
jumlah mol ( etil asetat + aseton ) 0,1025+0

b. Fraksi mol 10 mL etil asetat dan 2 mL aseton


Massa aseton
m
ρ=
V
m=ρ x V
= 0,784 x 2
= 1,568

Mol aseton
gr 1,568
n= = =0,027
mr 58

Fraksi mol 10 ml etil asetat dan 2 ml aseton


jumlah mol etil asetat 0,1025
Xa= = =0,79
jumlah mol ( etil asetat + aseton ) 0,1025+0,027

c. Fraksi mol 10 ml etil asetat dan 4 ml aseton


Massa aseton
m
ρ=
V
m=ρ x V
= 0,784 x 4
= 3,136

Mol aseton
gr 3,136
n= = =0,054
mr 58

Fraksi mol 10 mL etil asetat dan 4 ml aseton


jumlah mol etil asetat 0,1025
Xa= = =0,65
jumlah mol ( etil asetat + aseton ) 0,1025+0,054

d. Fraksi mol 10 ml etil asetat dan 6 ml aseton


Massa aseton
m
ρ=
V
m=ρ x V
= 0,784 x 6
= 4,704

Mol aseton
gr 4,704
n= = =0,081
mr 58

Fraksi mol 10 mL etil asetat dan 6 ml aseton


jumlah mol etil asetat 0,1025
Xa= = =0,56
jumlah mol ( etil asetat + aseton ) 0,1025+0,081

e. Fraksi mol 10 ml etil asetat dan 8 ml aseton


Massa aseton
m
ρ=
V
m=ρ x V
= 0,784 x 8
= 6,272

Mol aseton
gr 6,272
n= = =0,108
mr 58

Fraksi mol 10 mL etil asetat dan 8 ml aseton


jumlah mol etil asetat 0,1025
Xa= = =0,49
jumlah mol ( etil asetat + aseton ) 0,1025+0,108

f. Fraksi mol 10 ml etil asetat dan 10 ml aseton


Massa aseton
m
ρ=
V
m=ρ x V
= 0,784 x 10
= 7,84

Mol aseton
gr 7,84
n= = =0,135
mr 58

Fraksi mol 10 mL etil asetat dan 10 ml aseton


jumlah mol etil asetat 0,1025
Xa= = =0,43
jumlah mol ( etil asetat + aseton ) 0,1025+0,135

g. Fraksi mol 10 ml aseton dan 8 ml etil asetat


Massa etil asetat
m
ρ=
V
m=ρ x V
= 0,902 x 8
= 7,216

Mol etil asetat


gr 7,216
n= = =0,082
mr 88

Fraksi mol 10 mL aseton dan 8 ml asam asetat


jumlah mol etil asetat 0,082
Xa= = =0 , 38
jumlah mol ( etil asetat + aseton ) 0,0082+0,1351

h. Fraksi mol 10 ml aseton dan 6 ml etil asetat


Massa etil asetat
m
ρ=
V
m=ρ x V
= 0,902 x 6
= 5,412

Mol etil asetat


gr 5,412
n= = =0,061
mr 88

Fraksi mol 10 mL aseton dan 8 ml asam asetat


jumlah mol etil asetat 0,061
Xa= = =0 , 31
jumlah mol ( etil asetat + aseton ) 0,0061+0,1351

i. Fraksi mol 10 ml aseton dan 4 ml etil asetat


Massa etil asetat
m
ρ=
V
m=ρ x V
= 0,902 x 4
= 3,608

Mol etil asetat


gr 3,608
n= = =0,041
mr 88

Fraksi mol 10 mL aseton dan 4 ml asam asetat


jumlah mol etil asetat 0,041
Xa= = =0 , 23
jumlah mol ( etil asetat + aseton ) 0,0041+0,1351

j. Fraksi mol 10 ml aseton dan 2 ml etil asetat


Massa etil asetat
m
ρ=
V
m=ρ x V
= 0,902 x 2
= 1,804

Mol etil asetat


gr 1,804
n= = =0,0205
mr 88

Fraksi mol 10 mL aseton dan 2 ml asam asetat


jumlah mol etil asetat 0,0205
Xa= = =0 , 13
jumlah mol ( etil asetat + aseton ) 0,0205+0,1351

k. Fraksi mol 10 ml aseton dan 0 ml etil asetat


Massa etil asetat
m
ρ=
V
m=ρ x V
= 0,902 x 0
=0

Mol etil asetat


gr 0
n= = =0
mr 88

Fraksi mol 10 mL aseton dan 0 ml asam asetat


jumlah mol etil asetat 0
Xa= = =0
jumlah mol ( etil asetat + aseton ) 0+ 0,1351

B.2 Grafik Titik Didih Sebagai Fungsi Fraksi Mol


90

80

70

60

50

40

30

20

10

0
1 0.79 0.65 0.56 0.49 0.43

Komposisi campuran terhadap fraksi mol

Gambar B.1 Grafik Campuran Etil Asetat dan Aseton terhadap Fraksi mol

64

63

62

61

60

59

58

57
0.38 0.31 0.23 0.13 0

Komposisi campuran terhadap fraksi mol

Gambar B.2 Grafik Campuran Aseton dan Etil Asetat terhadap Fraksi mol
LAMPIRAN C
TUGAS
C.1 Pertanyaan
1. Bagaimana sifat campuran dalam percobaan ini, ideal atau tidak? Kalau tidak
ideal, penyimpangan mana yang terjadi?
Jawab:
Sifat larutan dalam percobaan ini adalah larutan tidak ideal dan penyimpangan
yang terjadi adalah penyimpangan positif karena grafik yang diperoleh sesuai dengan
grafik penyimpangan positif. Berdasarkan grafik yang dibuat, penyimpangan hukum
Raoult yang terjadi adalah penyimpangan positif. Penyimpangan positif hukum
Raoult terjadi apabila interaksi dalam masing – masing zat lebih kuat daripada
interaksi dalam campuran zat ( A – A, B – B > A – B). Penyimpangan ini
menghasilkan entalpi campuran (ΔHmix) positif (endotermik) dan mengakibatkan
terjadinya penambahan volume campuran. Penurunan titik didih hanya terjadi apabila
fraksi mol yang diperoleh kecil sebaliknya apabila kenaikan titik didih meningkat
dengan signifikan maka menandakan fraksi mol larutan tersebut besar. Dari
penyimpangan tersebut dapat diketahui bahwa pencampuran etil asetat dan aseton
bukan merupakan campuran yang ideal. Gaya antar molekul yang terjadi pada aseton
adalah gaya London sedangkan gaya antar molekul yang terjadi pada etil asetat
adalah gaya Van der Waals. Perbedaan gaya antar molekul dapat mempengaruhi
ikatan antar molekul campuran. Hal ini menyebabkan ikatan antar molekul campuran
etil asetat dan aseton sangat lemah atau kecil namun ikatan antar molekul sejenisnya
sangat besar dan kuat.
LAMPIRAN D

DOKUMENTASI

Gambar D.1 Alat Refluks dirangkai Gambar D.2 Pencampuran larutan etil
asetat dan aseton
Gambar D.3 Larutan dipanaskan Gambar D.4 Larutan yang telah
menggunakan Heating mantel mendidih dibiarkan dan dicatat suhunya

Anda mungkin juga menyukai