Oleh :
Kelompok VII
Arief Juliendri 2107135431
Khairil Amri 2107112368
Muhammad Rizaldi 2107112376
Vito Oktariandi M.K 2107112372
Wanda Arsi Nij’mah 2107112765
Asisten:
Lusia Alvid
Dosen Pengampu:
Dra. Silvia Renni Yenti, M.Si.
PENDAHULUAN
Proses melarut adalah proses menyebarnya partikel- partikel zat yang dilarutkan
ke dalam ruang- ruang di antara partikel pelarut. Proses ini terjadi jika terdapat gaya
tarik- menarik antara partikel zat terlarut dan partikel pelarut dalam suatu campuran.
Kelarutan suatu zat bergantung pada sifat zat itu yaitu struktur molekul pelarut,
temperatur dan tekanan. Pada umumnya zat terlarut dan pelarut yang mempunyai
struktur molekul yang sama (misal keduanya berstruktur polar) akan mempunyai
daya larut yang besar, dan makin tinggi suhu maka semakin tinggi pula kelarutan zat
terlarut.
Hukum Raoult adalah hukum yang dicetuskan oleh Francois Marie Raoult untuk
mempelajari sifat-sifat tekanan uap larutan yang mengandung zat pelarut yang
bersifat volatil serta membahas mengenai aktivitas air. Hukum Raoult menyatakan
bahwa tekanan uap larutan ideal dipengaruhi oleh tekanan uap larutan yang
mengandung zat pelarut. Namun tidak semua larutan yang mematuhi hukum Raoult,
banyak larutan yang menunjukkan penyimpangan berupa penyimpangan positif dan
penyimpangan negatif terhadap hukum Raoult. Apabila larutan mempunyai tekanan
uap yang lebih tinggi daripada yang diprediksikan oleh hukum Raoult maka larutan
tersebut mengalami penyimpangan positif. Sebaliknya bila tekanan uap larutan lebih
rendah daripada yang diprediksikan oleh hukum Raoult maka terjadi penyimpangan
negatif. Penyimpangan ini merupakan salah satu bentuk larutan non ideal. Hukum
Raoult sangat penting untuk mempelajari sifat karakteristik fisik dari larutan seperti
menghitung jumlah molekul dan memprediksi massa molar suatu zat (Mr).
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dilakukan percobaan ini guna
mempelajari pengaruh komposisi terhadap titik didih suatu campuran serta pengaruh
gaya antar molekulnya terhadap tekanan uap campuran.
TINJAUAN PUSTAKA
PA = PAo. XA
Keterangan:
PA = Tekanan uap diatas larutan
XA = Fraksi mol komponen A
PAo = Tekanan uap A murni
Sedangkan tekanan uap totalnya adalah:
Ptotal = PA o. XA + PB o. XB
Dari persamaan di atas diketahui bahwa tekanan uap total suatu campuran cairan
biner tergantung pada tekanan uap komponen murni dan fraksi molnya dalam bahan
campuran. Larutan yang mengalami hukum Raoult ini disebut sebagai larutan ideal.
Hukum Raoult berlaku bagi pelarut, baik ideal maupun tidak ideal. Tetapi hukum
Raoult tidak berlaku bagi larutan tidak ideal yang encer. Perbedaan ini bersumber
pada kenyataan bahwa molekul-molekul pelarut berjumlah yang sangat banyak. Hal
ini menyebabkan lingkungan molekul terlarut sangat berbeda dalam lingkungan
pelarut murni. Apabila larutan mempunyai tekanan uap yang lebih tinggi daripada
yang diprediksikan oleh hukum Raoult maka larutan tersebut mengalami
penyimpangan positif. Sebaliknya, penyimpangan negatif terjadi apabila tekanan uap
larutan lebih rendah daripada yang diprediksikan dari hukum Raoult (Sunaryana,
2008)
Menurut Fatimura (2014) hukum Raoult merupakan pernyataan matematis
yang dapat menggambarkan perubahan komposisi dan tekanan pada cairan yang
mendidih. Uap yang dihasilkan selama mendidih akan memiliki komposisi yang
berbeda dari komposisi cairan itu sendiri. Komposisi uap komponen yang memiliki
titik didih lebih rendah akan lebih banyak (fraksi mol dan tekanan uapnya lebih
besar). Komposisi uap dan cairan terhadap suhu dapat digambarkan dalam suatu
grafik diagram fasa sebagai berikut:
Gambar 2.1 Komposisi uap dan cairan terhadap suhu (Fatimura, 2014).
Penyimpangan positif hukum Raoult terjadi bila tekanan uap total yang
sebenarnya melebihi tekanan uap pelarut dan biasanya menunjukkan adanya
kerusakan ikatan intermolekul dalam sistem. Pada tingkat molekul, penyimpangan
positif terjadi bila molekul pelarut dan zat terlarut tidak saling tertarik satu sama lain.
Suatu ikatan intermolekular harus dibedakan dengan ikatan intramolekular. Ikatan
intermolekular merupakan ikatan antara molekul-molekul sedangkan ikatan
intramolekular merupakan ikatan antara atom-atom dalam suatu molekul.
Jika gaya tarik antara A dan B lebih lemah daripada gaya kohesi masing-
masing komponen maka ∆ HI > 0 dan terjadi reaksi pelarutan endoterm. Akibatnya
tekanan uap larutan lebih besar daripada tekanan uap yang dihitung dengan hukum
Raoult dan larutan non ideal yang terjadi berupa penyimpangan positif. Contoh
penyimpangan positif terjadi pada campuran etanol dan sikloheksana. Penyimpangan
ini diduga karena molekul-molekul sikloheksana merusak ikatan hydrogen yang
terdapat oada molekul etanol dimana atim H terikat secara kovalen di dalam sebuah
atom, secara bersamaan diikat oleh atom yang bersifat elektronegatif (misalnya
oksigen) yang berasal dari molekul lain
Gambar 2.2 Diagram Tekanan Uap dengan Penyimpangan Positif (Widjajanti, 2006)
Penyimpangan negatif dari hukum Raoult terjadi karena gaya tarik terlarut-
pelarut yang lebih besar daripada gaya tarik terlarut-terlarut dan pelarut-pelarut.
Artinya kedua zat lebih senang berada di dalam larutannya. Akibatnya tekanan parsial
diatas larutan lebih kecil daripada yang dinyatakan dengan hukum Raoult sehingga
tekanan uap totalnya lebih kecil dari yang diharapkan dan terjadilah penyimpangan
negatif hukum Raoult. Penyimpangan negatif ini biasanya disebabkan karena
terbentuknya ikatan intermolekul antara komponen-komponen yang terdapat pada
sistem. Pada tingkat molekul, penyimpangan negatif terjadi bila zat terlarut menarik
molekul pelarut dengan sangat kuat sehingga mengurangi kecenderungannya untuk
lari ke fase uap.
Jika gaya tarik antara A dan B lebih besar dibandingkan gaya tarik antara A
dengan A atau B dengan B, maka terjadi reaksi eksoterm pada proses pelarutan
dengan harga ∆ HI< 0. Hal ini menyebabkan tekanan uap larutan lebih kecil
dibanding tekanan uap yang dihitung dengan hukum Raoult. Contoh larutan non ideal
penyimpangan negatif adalah campuran antara aseton dan kloroform.
Gambar 2.3 Diagram Tekanan Uap Dengan Penyimpangan Negatif (Widjajanti,
2006)
2.3 Larutan
Larutan merupakan campuran yang homogen yang terdiri dari dua zat atau lebih,
biasanya terdiri dari zat terlarut (solute) dan pelarut (solvent). Secara umum pada
larutan biner (larutan yang mengandung dua komponen yaitu zat terlarut dan zat
pelarut), proses pencampuran tidak terjadi efek kalor bila energi interaksi antara
partikel zat terlarut dan partikel pelarut sama dengan energi interaksi antar sesama
partikel pelarut. Campuran yang dapat saling melarutkan salam segala perbandingan
dinamakan larutan miscible. Jika dua cairan yang tidak dapat bercampur membentuk
dua fasa dinamakan cairan immiscible (Widjajanti, 2006).
Larutan dikatakan ideal bila partikel zat terlarut dan partikel pelarut tersusun
sembarang dan pada proses pencampurannya tidak terjadi efek kalor. Secara umum,
larutan ideal akan memenuhi hukum Raoult. Sangat jarang dalam kehidupan nyata
didapatkan larutan yang bersifat ideal, pada umumnya larutan menyimpang dari
keadaan ideal atau merupakan larutan non ideal (Widjajanti, 2006). Larutan ideal
adalah larutan yang mengikuti hukum Raoult pada seluruh selang konsentrasi. Pada
dasarnya, tidak ada campuran yang bisa dikatakan ideal. Tetapi ada beberapa
campuran larutan yang kondisinya benar-benar mendekati keadaan ideal. Berikut ini
adalah contohnya:
a. Hexana dan heptana
a. Homogen pada seluruh kisaran komposisi dari sistem mulai dari fraksi nol
sampai dengan satu (0<x<1)
b. Pada pembentukan larutan dari komponennya, tidak ada perubahan entalpu
campuran, artinya panas larutan sebelum dan sesudah pencampuran adalah
sama.
c. Perubahan volume campuran adalah sama dengan nol (V campuran = 0),
artinya jumlah volume larutan sebelum dan sesudah campuran adalah sama.
d. Memenuhi ketentuan hukum Raoult.
Larutan ideal adalah sebuah larutan yang menaati hukum Raoult namun
sebenarnya tidak ada larutan yang benar-benar bisa dikatakan ideal. Tapi beberapa
larutan kondisinya mendekati keadaan ideal. Larutan non ideal dapat menunjukkan
penyimpangan positif (dengan tekanan uap lebih tinggi daripada yang diprediksikan
oleh hukum Raoult) atau penyimpangan negatif (dengan tekanan uap lebih rendah).
Pada tingkat molekul penyimpangan negatif muncul bila zat terlarut
menarik molekul pelarut dengan sangat kuat, sehingga mengurangi
kecenderungannya untuk lari ke fase uap. Penyimpangan positif muncul pada kasus
kebalikannya yaitu bila molekul pelarut dan zat terlarut tidak saling tertarik satu
sama lain (Oxtoby, 2001).
Partikel (atom, ion, molekul) dari zat tergantung pada kekuatan tarik dan tolak.
Gaya antar molekul disebabkan oleh daya tarik atau tolak dari muatan listrik antar
molekul. Molekul dalam cairan masih bisa melewati molekul lain. Susunan molekul
ini menentukan sifat fisik cairan seperti titik didih, titik beku, dan tegangan
permukaan. Perilaku ini berpengaruh pada temperatur maupun tekanan serta kontak
dengan zat lain, sehingga akan berpengaruh pula terhadap kenaikan titik didih.
(Lewandowski A., 2010).
Banyaknya partikel dalam larutan ditentukan oleh konsentrasi larutan dan sifat
larutan itu sendiri. Jumlah partikel dalam larutan non elektrolit tidak sama dengan
jumlah partikel dalam larutan elektrolit, walaupun konsentrasi keduanya sama. Hal
ini dikarenakan larutan elektrolit terurai menjadi ion-ionnya, sedangkan larutan non
elektrolit tidak terurai menjadi ion-ion. Dengan demikian sifat koligatif larutan
dibedakan atas sifat koligatif larutan non elektrolit dan sifat koligatif larutan
elektrolit. Sifat-sifat koligatif larutan terdiri dari penurunan tekanan uap, kenaikan
titik didih, penurunan titik beku, dan tekanan osmotik (Roni, 2020).
Titik didih zat cair adalah suhu tetap pada saat zat cair mendidih. Pada suhu
ini, tekanan uap zat cair sama dengan tekanan uap udara di sekitarnya sehingga
menyebabkan terjadinya penguapan di seluruh bagian zat cair. Titik didih zat cair
diukur pada tekanan 1 atmosfer. Titik didih suatu larutan selalu lebih tinggi daripada
titik didih pelarut murninya. Hal ini terjadi karena adanya partikel-partikel zat terlarut
dalam suatu larutan menghalangi peristiwa penguapan partikel-partikel pelarut
sehingga partikel pelarut membutuhkan energi yang lebih besar. Perbedaan titik didih
larutan dan pelarut murni disebut sebagai kenaikan titik didih yang dinotasikan
dengan ∆ Tb. Titik didih larutan bergantung pada kemudahan zat terlarutnya menguap.
Jika zat terlarutnya lebih mudah menguap daripada pelarutnya (titik didih zat terlarut
lebih rendah), maka titik didih larutan menjadi lebih rendah dari titik didih pelarutnya
atau dikatakan titik didih larutan turun.
Contohnya larutan etil alkohol dalam air titik didihnya lebih rendah dari 100
°C tetapi lebih tinggi dari 78,3°C (titik didih etil alkohol 78,3 °C dan titik didih air
100°C). Jika zat terlarutnya tidak mudah menguap (tak-atsiri atau nonvolatil)
daripada pelarutnya (titik didih zat terlarut lebih tinggi), maka titik didih larutan
menjadi lebih tinggi dari titik didih pelarutnya atau dikatakan titik didih larutan naik.
Pada contoh larutan etil alkohol dalam air tersebut, jika dianggap pelarutnya adalah
etil alkohol, maka titik didih larutan juga naik. Kenaikan titik didih larutan
disebabkan oleh turunnya tekanan uap larutan. Berdasar hukum sifat koligatif larutan,
kenaikan titik didih larutan dari titik didih pelarut murninya berbanding lurus dengan
molalitas larutan.
ΔTb = kb . m Δt
Keterangan:
tb = kenaikan titik didih larutan.
kb = kenaikan titik didih molal pelarut.
m = konsentrasi larutan dalam molal.
Setiap zat cair pada suhu tertentu mempunyai tekanan uap jenuh tertentu dan
mempunyai harga yang tetap. Zat cair akan mendidih dalam keadaan terbuka jika
tekanan uap jenuhnya sama dengan tekanan atmosfer. Pada saat udara mempunyai
tekanan 1 atm, air mendidih pada suhu 100°C, tetapi jika dalam zat cair itu dilarutkan
suatu zat, maka tekanan uap jenuh air itu akan berkurang. Penurunan tekanan uap
jenuh larutan yang lebih rendah dibanding tekanan uap jenuh pelarut murni
menyebabkan titik didih larutan lebih tinggi daripada titik didih pelarut murni. Selisih
antara titik didih suatu larutan dengan titik didih pelarut murni disebut kenaikan titik
didih larutan. Adanya penurunan tekanan uap jenuh mengakibatkan titik didih larutan
lebih tinggi dari titik didih pelarut murni.
Tekanan uap larutan lebih rendah daripada tekanan uap pelarut murni. Hal ini
menyebabkan penurunan titik beku larutan lebih rendah dibandingkan dengan
penurunan titik beku pelarut murni. Selisih temperatur titik beku larutan dengan titik
beku pelarut murni disebut penurunan titik beku. Dapat dirumuskan sebagai berikut:
PV = nRT
Karena tekanan osmotik = , maka :
= n/V R T = C R T, untuk larutan non elektrolit
= C. R . T . i untuk larutan elektrolit
dimana :
= tekanan osmotik (atmosfir)
C = konsentrasi larutan (mol/liter= M)
R = tetapan gas universal = 0.082 liter.atm/moloK
T = suhu mutlak (oK)
Larutan yang mempunyai tekanan osmotik lebih rendah dari yang lain disebut larutan
hipotonis sedangkan larutan yang mempunyai tekanan osmotik lebih tinggi dari yang
lain disebut larutan hipertonis. Larutan-larutan yang mempunyai tekanan osmotik
sama disebut isotonis. Larutan elektrolit di dalam pelarutnya mempunyai kemampuan
untuk mengion. Hal ini mengakibatkan larutan elektrolit mempunyai jumlah partikel
yang lebih banyak daripada larutan non elektrolit pada konsentrasi yang sama
(Roni, 2020).
Menurut Prihatini (2011) sifat kimia dari etil asetat sebagai berikut:
1. Etil asetat dapat disintesis menggunakan esterifikasi Fischer dari asam asetat
dan etanol, biasanya didampingi katalis asam seperti asam sulfat. Reaksi yang
terjadi adalah
CH3CH2OH + CH3COOH → CH3COOCH3 + H2O
2. Etil asetat akan membentuk acetamide jika diammonolisis. Reaksi yang
terjadi adalah
CH3COOC2H5 + NH3 →CH3CONH2 + C2H5OH
3. Etil asetat akan membentuk etil benzoil bila bereaksi dengan etil benzoat.
Reaksi yang terjadi adalah
C6H6COOC2H5 + CH3COOC2H5 →C6H6COCH2COOC2H5+ C2H5OH
4. Asam asetat dapat dihidrolisis pada kondisi asam atau basa menghasilkan
asam asetat dan etanol kembali. Katalis asam sulfat dapat menghambat proses
hidrolisis karena berlanjutnya reaksi kebalikan hidrolisis yaitu esterifikasi.
Reaksi yang terjadi adalah
2.5 Aseton
Aseton digunakan dalam pembuatan berbagai pelapis dan plastik dan bahan baku
untuk sintesis kimia berbagai produk seperti keton, metil metaklirat, bisphenol A,
alkohol diasotone, metil isobutyl keton, heksilen glikol (2-metil-2,4-pentanadiol) dan
isopropone. Aseton juga dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan zat organik
lain seperti kloroform pada obat bius, sebagai Pelepas lem super dan sebagai
campuran parfum dan kosmetika lainnya. Adapun bahan baku yang digunakan utuk
produksi aseton adalah acetylene dan air (Fadillah, 2021).
1. Aseton merupakan reduktor yang lebih lemah daripada aldehid dan dapat
menghasilkan alkohol sekunder
2. Apabila aseton dikondensasi dengan asetilen membentuk 2 metil 3 butynediol,
suatu intermediate untuk isoprene. Reaksi yang terjadi adalah:
CH3COCH3 + C2H2 → CH3C(CH3)2CCH2
3. Apabila dengan hidrogen sianida dalam kondisi basa akan menghasilkan
aseton sianohidrin. Reaksi yang terjadi adalah:
CH3COCH3 + HCN → CH3CN(OH)CH3
4. Dengan proses pirolisa akan membentuk Ketena. Reaksi yang terjadi adalah
CH3COCH3 → HCH = C = O = CH4
BAB III
PELAKSANAAN PRAKTIKUM
1. Corong
2. Gelas ukur
3. Heating mantel
4. Kondensor
5. Pecahan porselen
6. Pipet tetes
7. Labu didih dasar bulat leher tiga
8. Standar besi
9. Termometer
1. Alat refluks yang terdiri dari labu didih dasar bulat leher tiga 250 ml dan
kondensor dipasang terbalik dirangkai sedemikian rupa. Hal yang perlu
diperhatikan dalam merangkai alat refluks:
a. Termometer tercelup ditengah-tengah cairan, namun tidak sampai
menyentuh dinding gelas labu refluks. Batu didih ditambahkan kedalam
labu didih.
b. Setiap memasukkan kedua cairan, sumber panas/listrik dimatikan,
mengingat cairan organik yang digunakan mudah terbakar.
2. Larutan etil asetat sebanyak 10 mL dituangkan kedalam labu refluks
menggunakan corong melalui lubang pemasukan cairan kemudian dipanaskan
dan suhu dicatat
3. Stop kontak listrik dicabut, larutan ditunggu hingga suhunya menurun
selanjutnya larutan aseton sebanyak 2 mL dituangkan kedalam labu didih.
Larutan dipanaskan hingga mendidih dan suhunya dicatat.
4. Prosedur diulangi setiap kali dengan penambahan 2 mL aseton hingga jumlah
aseton yang ditambahkan mencapai 10 mL; setiap sesudah penambahan,
campuran dipanaskan dan titik didihnya dicatat.
5. Campuran dituangkan kedalam wadah kosong yang tertutup rapat dan aman
6. Labu refluk dikeringkan dengan diangin-anginkan
7. Setelah kering, larutan aseton sebanyak 10 mL dimasukkan kedalam labu
refluks dan dipanaskan dengan hati-hati serta titik didihnya dicatat
8. Heating mantel dimatikan dan larutan ditunggu hingga suhunya menurun
kemudian larutan etil asetat sebanyak 2 mL ditambahkan, kemudian campuran
dipanaskan perlahan-lahan dan titik didihnya dicatat.
9. Prosedur diulangi hingga jumlah etil asetat yang ditambahkan mencapai 10
mL. Setiap penambahan etil asetat suhu didihnya dicatat
3.3 Pengamatan
Adapun pengamatan pada praktikum ini seperti yang di jelaskan pada Tabel
3.1 sebagai berikut:
Tabel 3.1 Hasil Pengamatan
Prosedur Pengamatan
Dipasang alat refluks yang terdiri dari Kondensor dihubungkan pada labu didih
labu didih leher tiga dan sebuah leher tiga dan diletakkan di atas mantel
kondensor yang dipasang terbalik. pemanas.
Dituangkan 10 mL etil asetat kedalam Larutan berwarna bening dan mudah
labu refluks. Panaskan sampai mendidih menguap. Larutan mendidih pada suhu
dan catat titik didihnya. 77oC
Larutan didinginkan lalu ditambahkan 1 Larutan mendidih pada suhu 73oC
mL aseton ke dalam labu. Panaskan
hingga mendidih dan tiap titik didihnya
dicatat.
Prosedur diulangi dengan tiap Titik didih larutan berkurang setiap
penambahan 2 mL aseton hingga jumlah penambahan aseton.
aseton yang ditambahkan mencaai 10
mL. Setiap penambahan, campuran
dipanaskan serta titik didihnya dicatat.
Prosedur diulangi dengan mengganti etil Titik didih aseton murni 59oC. Titik
asetat sebagai pelarut dan aseton sebagai didih aseton meningkat setiap
zat yang terlarut. Larutan dipanaskan penambahan etil asetat hingga suhu
hinga mendidih dan titik didihnya 65oC pada penambahan 10 mL etil
dicatat. asetat
BAB IV
4.2 Pembahasan
Percobaan ini didasarkan pada hukum Raoult yang menyatakan bahwa
tekanan uap larutan ideal dipengaruhi oleh tekanan uap pelarut murni dan fraksi mol
zat pelarut yang terkandung dalam larutan tersebut. Dimana campuran yang
mengikuti hukum ini dapat dikatakan sebagai suatu larutan ideal. Pada percobaan ini
dilakukan pencampuran etil asetat dan aseton dengan perbandingan volume yang
bervariasi dan dilakukan pengukuran suhu didih dari setiap perbandingan volume
tersebut guna mengetahui pengaruh komposisi larutan terhadap titik didihnya.
Pada percobaan ini digunakan larutan etil asetat dan aseton. Sesuai dengan
referensi yang ada, etil asetat memiliki titik didih sebesar 77oC sedangkan titik didih
aseton sebesar 56oC. Berdasarkan titik didih yang dijadikan referensi atau
pembanding, maka percobaan ini mengamati titik didih larutan etil asetat terhadap
penambahan aseton atau pengamatan titik didih terhadap komposisi aseton yang lebih
banyak. Pencampuran larutan dan pemanasan dilakukan dengan komposisi larutan
etil asetat : aseton sebanyak 10 ml : 0 ml, 10 ml : 2 ml, 10 ml : 4 ml, 10 ml : 6 ml, 10
ml : 10 ml. Kemudian dimatikan pemanas dan didinginkan alat refluks. Setelah
dingin, dilakukan prosedur yang sama akan tetapi dengan komposisi yang berbeda
dari sebelumnya. Komposisi campuran larutan etil asetat : aseton sebanyak 8 ml : 10
ml, 6 ml : 10 ml, 4 ml : 10 ml, 2 ml : 10 ml, 0 ml : 10 ml. Setiap campuran diukur
suhu titik didihnya dan dicatat.
Percobaan dimulai dengan merangkai alat refluks yang terdiri dari labu didih
leher tiga dan kondensor yang dipasang terbalik yang bertujuan agar larutan atau
campuran yang menguap terkondensasi kembali ke labu didih. Selanjutnya larutan
etil asetat sebanyak 10 mL dimasukkan ke dalam labu didih dan ditambahkan batu
didih yang bertujuan untuk meratakan panas sehingga panas menjadi homogen pada
seluruh bagian larutan serta untuk menghindari panas yang berlebih (overheating).
Kemudian mantel pemanas dihidupkan untuk memanaskan etil asetat hingga
mendidih dan diperoleh suhu didih etil asetat sebesar 77oC.
Pada saat penambahan aseton yang divariasikan ke dalam etil asetat yang
volumenya dipertahankan konstan 10 mL, titik didih larutan semakin lama semakin
menurun begitu juga nilai fraksi molnya. Suhu didih yang diukur dari setiap
perbandingan volume bertujuan untuk mengetahui pengaruh komposisi larutan
terhadap titik didihnya. Perubahan fraksi mol zat terlarut mengakibatkan perubahan
pada titik didih campuran. Hal ini terjadi karena titik didih larutan dipengaruhi oleh
fraksi mol. Semakin tinggi titik didih campuran maka semakin besar pula jumlah
fraksi mol tersebut sebaliknya apabila titik didih mengalami penurunan maka fraksi
mol juga kecil sehingga dapat dikatakan bahwa hubungan antara komposisinya
dengan titik didihnya berbanding lurus.
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
1 0.79 0.65 0.56 0.49 0.43
Gambar B.1 Grafik Campuran Etil Asetat dan Aseton terhadap Fraksi mol
Dalam grafik dapat dilihat bahwa pada pencampuran larutan diperoleh titik didih
campuran meningkat seiring dengan meningkatnya fraksi mol etil asetat. Pada saat
fraksi mol etil asetat sama dengan 1 menunjukkan bahwa hanya etil asetat yang
dipanaskan hingga mencapai titik didihnya yaitu sebesar 77oC atau dapat dikatakan
bahwa volume aseton sama dengan 0. Hal ini menunjukkan bahwa komposisi larutan
memiliki pengaruh terhadap titik didih campurannya. Berdasarkan grafik dapat
disimpulkan bahwa penyimpangan yang terjadi adalah penyimpangan positif. Hal ini
terjadi karena ikatan campuran etil asetat dan aseton lebih kecil daripada ikata
molekul sejenis (etil asetat-etil asetat atau aseton-aseton) sehingga menyebabkan
tekanan uap pelarut campuran lebih besar daripada tekanan uap pelarut murni. Reaksi
yang terjadi adalah reaksi yang bersifat endotermis (∆H positif).
63
62
61
60
59
58
57
0.38 0.31 0.23 0.13 0
Gambar B.2 Grafik Campuran Aseton dan Etil Asetat terhadap Fraksi mol
Jika tekanan uap jenuh hasil pengamatan lebih besar dari tekanan uap jenuh yang
dihitung dengan hukum Raoult maka larutan tersebut dikatakan mengalami
penyimpangan positif (deviasi positif) dari hukum Raoult. Penyimpangan ini terjadi
karena interaksi dalam masing-masing zat lebih kuat daripada interaksi dalam
campuran zat ( A – A, B – B > A – B). Penyimpangan ini menghasilkan entalpi
campuran positif sehingga mengakibatkan terjadinya penambahan volume campuran.
BAB V
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
PERHITUNGAN
Mol aseton
gr 0
n= = =0
mr 58
Mol aseton
gr 1,568
n= = =0,027
mr 58
Mol aseton
gr 3,136
n= = =0,054
mr 58
Mol aseton
gr 4,704
n= = =0,081
mr 58
Mol aseton
gr 6,272
n= = =0,108
mr 58
Mol aseton
gr 7,84
n= = =0,135
mr 58
80
70
60
50
40
30
20
10
0
1 0.79 0.65 0.56 0.49 0.43
Gambar B.1 Grafik Campuran Etil Asetat dan Aseton terhadap Fraksi mol
64
63
62
61
60
59
58
57
0.38 0.31 0.23 0.13 0
Gambar B.2 Grafik Campuran Aseton dan Etil Asetat terhadap Fraksi mol
LAMPIRAN C
TUGAS
C.1 Pertanyaan
1. Bagaimana sifat campuran dalam percobaan ini, ideal atau tidak? Kalau tidak
ideal, penyimpangan mana yang terjadi?
Jawab:
Sifat larutan dalam percobaan ini adalah larutan tidak ideal dan penyimpangan
yang terjadi adalah penyimpangan positif karena grafik yang diperoleh sesuai dengan
grafik penyimpangan positif. Berdasarkan grafik yang dibuat, penyimpangan hukum
Raoult yang terjadi adalah penyimpangan positif. Penyimpangan positif hukum
Raoult terjadi apabila interaksi dalam masing – masing zat lebih kuat daripada
interaksi dalam campuran zat ( A – A, B – B > A – B). Penyimpangan ini
menghasilkan entalpi campuran (ΔHmix) positif (endotermik) dan mengakibatkan
terjadinya penambahan volume campuran. Penurunan titik didih hanya terjadi apabila
fraksi mol yang diperoleh kecil sebaliknya apabila kenaikan titik didih meningkat
dengan signifikan maka menandakan fraksi mol larutan tersebut besar. Dari
penyimpangan tersebut dapat diketahui bahwa pencampuran etil asetat dan aseton
bukan merupakan campuran yang ideal. Gaya antar molekul yang terjadi pada aseton
adalah gaya London sedangkan gaya antar molekul yang terjadi pada etil asetat
adalah gaya Van der Waals. Perbedaan gaya antar molekul dapat mempengaruhi
ikatan antar molekul campuran. Hal ini menyebabkan ikatan antar molekul campuran
etil asetat dan aseton sangat lemah atau kecil namun ikatan antar molekul sejenisnya
sangat besar dan kuat.
LAMPIRAN D
DOKUMENTASI
Gambar D.1 Alat Refluks dirangkai Gambar D.2 Pencampuran larutan etil
asetat dan aseton
Gambar D.3 Larutan dipanaskan Gambar D.4 Larutan yang telah
menggunakan Heating mantel mendidih dibiarkan dan dicatat suhunya