Anda di halaman 1dari 21

BAB I

DASAR TEORI
1.1 Tujuan Percobaan
Hukum Raoult adalah hukum yang dicetuskan oleh Francois M. van Raoult
(1830-1901) untuk mempelajari sifat-sifat tekanan uap larutan yang mengandung
zat pelarut yang bersifat nonvolatil, serta membahas mengenai aktivitas air.
Hokum raoult juga berkaitan dengan larutan ideal dan larutan non ideal.
Mengetahui faktor ataupun pengaruh dalam hokum raoult. Dalam percobaan ini
kita memiliki tujuan atau capaian dalam praktikum. Yaitu:
1. Mempelajari pengaruh komposisi terhadap titik didih campuran.
2. Mempelajari pengaruh gaya hantar molekul terhadap tekanan uap campuran.
1.2 Teori
1.2.1 Larutan
Larutan didefinisikan sebagai campuran homogen yaitu campuran yang
memiliki komposisi serba sama di seluruh bagian volumenya. Suatu larutan terdiri
dari satu atau beberapa macam zat terlarut dan satu pelarut. Secara umum zat
terlarut merupakan komponen yang jumlahnya sedikit sedangkan pelarut adalah
komponen yang terdapat dalam jumlah banyak. Larutan yang mengandung dua
komponen yaitu zat terlarut dan pelarut disebut sebagai larutan biner. Kemampuan
pelarut melarutkan zat terlarut pada suatu suhu mempunyai batas tertentu. Larutan
dengan jumlah maksimum zat terlarut pada temperatur tertentu disebut sebagai
larutan jenuh. Sebelum mencapai titik jenuh, larutan disebut larutan tidak jenuh.
Namun kadang-kadang dijumpai suatu keadaan dengan zat terlarut dalam larutan
lebih banyak daripada yang seharusnya dapat larut dalam pelarut tersebut pada
suhu tertentu, larutan yang mempunyai kondisi seperti ini dikatakan sebagai
larutan lewat jenuh. Kelarutan didefinisikan sebagai banyaknya zat terlarut yang
dapat menghasilkan larutan jenuh dalam jumlah tertentu pelarut pada temperatur
konstan. Kelarutan suatu zat bergantung pada sifat zat itu, molekul pelarut,
temperatur dan tekanan (Takeuchi, 2008).

Suatu larutan terdiri dari zat terlarut (solute) dan pelarut (solvent). Zat yang
jumlahnya banyak biasanya disebut pelarut, sementara zat yang jumlahnya sedikit
disebut zat terlarut. Tetapi ini tidak mutlak. Bisa saja dipilih zat yang lebih sedikit

1
sebagai pelarut, tergantung pada keperluan, tetapi di sini akan digunakan
pengertian yang biasa digunakan untuk pelarut dan terlarut. Campuran yang dapat
saling melarutkan satu lama lain dalam segala perbandingan dinamakan larutan
miscible. Udara merupakan larutan miscible. Jika dua cairan yang tidak bercampur
membentuk dua fasa dinamakan cairan immiscible. Suatu larutan sudah pasti
berfasa tunggal. Berdasarkan wujud dari pelarutnya, suatu larutan dapat
digolongkan ke dalam larutan padat, cair ataupun gas. Zat terlarut dalam ketiga
fasa larutan tersebut juga dapat berupa gas, cair ataupun padat. Campuran gas
selalu membentuk larutan karena semua gas dapat saling campur dalam berbagai
perbandingan. Dalam larutan cair, cairan disebut pelarut dan komponen lain (gas
atau zat padat) disebut terlarut. Jika dua komponen pembentuk larutan adalah
cairan maka komponen yang jumlahnya lebih besar atau strukturnya tidak berubah
dinamakan pelarut (Takeuchi, 2008).

1.2.2 Etil asetat

Etil asetat adalah senyawa organik dengan rumus CH3COOC2H5. Senyawa


ini merupakan ester dari etanol dan asam asetat. Etil asetat adalah pelarut . Polar
yang votil (mudah menguap). Etil asetat merupakan penerima ikatan hidrogen
yang lemah, dan bukan suatu donor ikatan hidrogen karena tidak adanya proton
yang bersifat asam (yaitu hidrogen yang terikat pada atom elektronegatif seperti
flor, oksigen dan nitrogen). Etil asetat dapat melarutkan air hingga 30% dan larut
dalam air hingga kelarutan 8% pada suhu kamar. Kelarutannya meningkat pada
suhu yang lebih tinggi. Namun demikian, senyawa ini tidak stabil dalam air yang
mengandung basa atau asam (Fessenden, 1982).

1.2.3 Tekanan Uap dan Hukum Raoult

Pada tahun 1880-an F.M Raoult seorang ahli kimia Prancis ia mengamati bahwa
pada larutan ideal yang dalam keadaan seimbang antara larutan dan uapnya maka
0
perbandingan antara tekanan uap salah satu komponennya P A/PA sebanding dengan
fraksi mol komponen yang menguap dalam larutan pada suhu yang sama. Suatu
larutan dikatakan ideal, jika larutan tersebut mengikuti hukum Raoult pada seluruh
kisaran komposisi dari sistem tersebut. Hukum Raoult secara umum didefinisikan
sebagai fugasitas dari tiap komponen dalam larutan yang sama

2
dengan hasil kali fugasitasnya dalam keadaan murni pada temperatur dan tekanan
yang sama serta fraksi molnya dalam larutan tersebut, yakni fi = xi fi (Dogra,
1990).

Dalam larutan ideal, semua mengikuti kompenen (pelarut dan zat terlarut)
mengikuti hukum Raoult pada seluruh selang konsentrasi. Bunyi dari hukum
Raoult adalah: “tekanan uap larutan ideal dipengaruhi oleh tekanan uap pelarut
dan fraksi mol zat terlarut yang terkandung dalam larutan tersebut” (Syukri,1999).
Dalam semua larutan encer yang tidak mempunyai interaksi kimia diantara
komponen-komponennya, hukum Raoult berlaku bagi pelarut, baik ideal maupun
tidak ideal. Tetapi hukum Raoult tidak berlaku bagi larutan tidak ideal encer.
Perbedaan ini bersumber pada kenyataan molekul-molekul pelarut yang luar biasa
banyaknya. Hal ini menyebabkan lingkungan molekul terlarut sangat berbeda
dalam lingkungan pelarut murni. Zat terlarut dalam larutan tidak ideal encer
mengikuti hukum Henry, bukan hukum Raoult (Petrucci, 1987).

Bila dua cairan bercampur maka ruang di atasnya berisi uap kedua cairan
o
tersebut. Tekanan uap jenuh masing-masing komponen (p i) di ruangan itu lebih

kecil daripada tekanan uap jenuh cairan murni (poi), karena permukaan larutan
diisi oleh dua jenis zat sehingga peluang tiap komponen untuk menguap
berkurang. Peluang itu setara dengan fraksi molnya masing-masing (xi) (Syukri,
1999). Jika dua macam cairan dicampur dan tekanan uap parsialnya masing-
masing diukur, maka menurut hukum Raoult untuk tekanan uap parsial A berlaku
(Dogra, 1990):
o
PA = X A P A ………………………………………………….……......(1.1)

o
Dimana : P A= Tekanan uap A (cairan murni)

XA= Fraksi mol A

Sedangkan untuk tekanan uap parsial B berlaku :

PB = XB PoB……………………………………………………………………………………………(1.2)

3
Dimana : PoB = Tekanan uap B (cairan murni)

XB = Fraksi mol A

XA dan XB disebut fraksi mol. Jumlah tekanan uap (P) menurut hukum Dalton
adalah:

P = PA+PB………………………………………………………………………………..……………(1.3)

1.2.4 Penyimpangan Hukum Raoult

Penyimpangan hukum Raoult terjadi karena perbedaan interaksi antara


partikel sejenis dengan yang tak sejenis. Misalnya campuran A dan B, jika daya
tarik A-B lebih besar dari A-A atau B-B, maka kecenderungan bercampur lebih
besar, akibatnya jumlah tekanan uap kedua zat lebih kecil daripada larutan ideal
disebut penyimpangan negatif. Penyimpangan positif terjadi bila daya tarik A-B
lebih kecil daripada daya tarik A-A dan B-B, akibatnya tekanan uapnya menjadi
lebih besar dari larutan ideal. Sifat suatu larutan mendekati sifat pelarutnya jika
jumlahnya lebih besar. Akan tetapi larutan dua macam cairan dapat berkomposisi
tanpa batas, karena saling melarutkan. Kedua cairan dapat sebagai pelarut atau
sebagai zat terlarut tergantung pada komposisinya (Syukri,1999).

Penyimpangan positif terjadi bila daya tarik A-B lebih kecil dari pada daya
tarik A-A dan B-B, akibatnya tekanan uapnya menjadi lebih besar dari larutan
ideal. Sifat suatu larutan mendekati sifat pelarutnya jika jumlahnya lebih besar.
Akan tetapi larutan dua macam cairan dapat berkomposisi tanpa batas, karena
saling melarutkan. Kedua cairan dapat sebagai pelarut atau sebagai zat
terlaruttergantung pada komposisinya (Syukri:1999). Larutan non ideal dapat
menunjukkan(dengan tekanan uap lebih tinggi dari pada yang di prediksikan oleh
hukum Raoult) atau penyimpangan negatif (dengan tekanan uap lebih rendah).
Pada tingkat molekul penyimpangan negatif muncul bila zat terlarut menarik
molekul pelarut dengan sangat kuat, sehingga mengurangi kecenderungannya
untuk lari ke fase uap. Contoh penyimpangan negatif terjadi pada campuran
aseton dan air. Penyimpangan positif muncul pada kasus ke balikkannya yaitu bila
molekul pelarut dan zat terlarut tidak saling tertarik satu sama lain. Contoh

4
penyimpangan positif terjadi pada campuran etanol dan n–hekasana (Oxtoby,
2001).
Apabila sebuah larutan mempunyai tekanan uap yang tinggi pada sebuah
suhu, ini berarti bahwa molekul-molekul yang berada dalam larutan tersebut
sedang melepaskan diri dari permukaan larutan dengan mudahnya. Apabila pada
suhu yang sama, sebuah larutan lain mempunyai tekanan uap yang rendah,
iniberarti bahwa molekul-molekul dalam larutan tersebut tidak dapat dengan
mudah melepaskan diri. Ada dua cara untuk melihat hal ini, yaitu:
1. Apabila molekul-molekul dalam larutan sedang melepaskan diri dengan
mudahnya dari permukaan larutan, ini berarti bahwa daya tarik inter molekul
relatif lemah. Dengan demikian, tidak perlu memanaskannya dengan suhu
terlalu tinggi untuk memutuskan semua daya tarik inter molekuler tersebut dan
membuat larutan ini mendidih. Larutan dengan tekanan uap yang lebih tinggi
pada suatu suhu tertentu adalah larutan yang titik didihnya lebih rendah.
2. Larutan akan mendidih ketika tekanan uapnya menjadi sama dengan tekanan
udara luar. Apabila sebuah larutan mempunyai tekanan uap yang tinggi pada
suhu tertentu, tidak perlu menambah tekanan uapnya supaya menjadi
samadengan tekanan udara luar. Di lain pihak, apabila tekanan uapnya
rendah,harus meningkatkan tekanan uapnya setinggi-tingginyasampai
besarnya menjadi sama dengan tekanan udara luar.
1.2.5 Larutan Ideal

Larutan ideal adalah larutan yang gaya tarik menarik molekul-molekul


komponennya sama dengan gaya tarik menarik anatara molekul dari masing-
masing komponennya. Jadi, bila larutan zat A dan B bersifat ideal, maka gaya
tarik antara molekul A dan B, sama dengan gaya tarik antara molekul A dan A atau
antara B dan B (Hedricson, 1988). Bila dua cairan bercampur, maka ruang
diatasnya berisi uap kedua cairan tersebut. Tekanan uap jenuh masing-masing
komponen di ruangan itu lebih kecil dari pada tekanan uap jenuh cairan murni,
karena permukaan larutan diisi oleh dua jenis zat sehingga peluang tiap komponen
untuk menguap berkurang. Peluang itu setara dengan fraksi molnya masing-
masing (Hedricson, 1988).

5
Campuran ideal adalah sebuah campuran yang menaati hukum Raoult.
Sebenarnya tidak ada campuran yang bisa dibilang ideal. Tapi beberapa campuran
larutan kondisinya benar-benar mendekati keadaan yang ideal (Hedricson, 1988).

1.2.6 Larutan Non- Ideal

Larutan non ideal dapat menunjukkan penyimpangan positif (dengan


tekanan uap lebih tinggi daripada yang diprediksikan oleh hukum Raoult) atau
penyimpangan negatif (dengan tekanan uap lebih rendah). Pada tingkat molekul
penyimpangan negatif muncul bila zat terlarut menarik molekul pelarut dengan
sangat kuat, sehingga mengurangi kecenderungannya untuk lari ke fase uap.
Penyimpangan positif muncul pada kasus kebalikkannya yaitu bila molekul
pelarut dan zat terlarut tidak saling tertarik satu sama lain (Oxtoby, 2001)

1.2.8 Larutan Non Elektrolit

Larutan non elektrolit adalah larutan yang tidak dapat menghantarkan arus
listrik karena zat terlarutnya di dalam pelarut tidak dapat menghasilkan ion - ion
(tidak mengion). Yang tergolong jenis larutan ini adalah larutan urea, larutan
sukrosa, larutan glukosa, alkohol dan lain - lain. Suatu larutan adalah campuran
homogen dari molekul, atom ataupun ion dari dua zat atau lebih. Suatu larutan
disebut suatu campuran karena susunannya dapat berubah-ubah. Disebut homogen
karena susunannya begitu seragam sehingga tak dapat diamati adanya bagian-
bagian yang berlainan, bahkan dengan mikroskop optis sekalipun. Dalam
campuran heterogen permukaan-permukaan tertentu dapat dideteksi antara
bagian-bagian atau fase-fase yang terpisah (Dogra, 1990).

Biasanya dengan larutan dimaksudkan fase cair. Lazimnya adalah satu


komponen (penyusun) larutan semacam itu adalah suatu cairan sebelum campuran
itu dibuat. Cairan ini disebut medium pelarut atau solvent. Zat yang terlarut
disebut solute. Dalam hal-hal yang meragukan, zat yang kuantitasnya lebih kecil
disebut zat terlarut. Contoh zat terlarut dalam suatu campuran 50 : 50 dari etil
alkohol dan air (Dogra, 1990). Fasa cair mempunyai beberapa sifat fisika
diantaranya : titik didih, berat jenis, titik beku, tekanan uap, dan tekanan osmosis.
Suatu zat yang dapat larut, jika ditambahkan pada pelarut maka akan
mengakibatkan berubahnya sifat fisika dari pelarut murni. Sifat koligatif larutan

6
dimaksud sebagai sifat-sifat fisika larutan yang hanya tergantung pada jumlah
partikel zat terlarut dan tidak tergantung pada jenis zat terlarut (Oxtoby, 2001).
Larutan non elektrolit adalah larutan yang tidak dapat menghantarkan arus listrik
dan tidak menimbulkan gelembung gas. Pada larutan non elektrolit, molekul-
molekulnya tidak terionisasi dalam larutan, sehingga tidak ada ion yang
bermuatan yang dapat menghantarkan arus listrik (Oxtoby, 2001).

1.2.9 Sifat Koligatif Larutan

Sifat koligatif larutan adalah sifat larutan yang tidak tergantung pada
macamnya zat terlarut tetapi semata-mata hanya ditentukan oleh banyaknya zat
terlarut (konsentrasi zat terlarut). Banyaknya partikel dalam larutan ditentukan
oleh konsentrasi larutan dan sifat Larutan itu sendiri. Jumlah partikel dalam
larutan non elektrolit tidak sama dengan jumlah partikel dalam larutan elektrolit,
walaupun konsentrasi keduanya sama. Hal ini dikarenakan larutan elektrolit
terurai menjadi ion-ionnya, sedangkan larutan non elektrolit tidak terurai menjadi
ion-ion (Oxtoby, 2001).

a) Penurunan tekanan uap


Apabila ke dalam suatu pelarut dilarutkan zat yang tidak mudah menguap,
ternyata tekanan uap jenuh larutan menjadi lebih rendah daripada tekanan uap
jenuh pelarut murni. Dalam hal ini uap jenuh larutan dapat jenuh dianggap hanya
mengandung uap zat pelarut. Selisih antara tekanan uap jenuh pelarut murni
o
dengan tekanan uap jenuh pelarut murni dinyatakan dengan p dan tekanan uap
jenuh larutan dengan p, maka:

P =P° - P .................................................................................................... (1.4)

Pada tahun 1880-an F.M.Raoult, seorang ahli kimia Prancis, menyatakan


bahwa melarutkan zat terlarut mempunyai efek menurunkan tekanan uap dari
pelarut. Adapun bunyihukum Raoult yang berkaitan dengan penurunan tekanan
uap adalah sebagai berikut (Dogra, 1990) :

a. Penurunan tekanan uap jenuh tidak bergantung pada jenis zat yang
dilarutkan, tetapi tergantung pada jumlah partikel zat terlarut.

7
b. Penurunan tekanan uap jenuh berbanding lurus dengan fraksi mol zat
yang dilarutkan.

Hukum Raoult tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut :


ΔP = P° . XB.............................................................................................................................................................. (1.5)

Keterangan :

ΔP = Penurunan tekanan uap jenuh pelarut

XB = Fraksi mol zat terlarut


P° = Tekanan uap pelarut murni
Jika tekanan uap pelarut dilambangkan P, dimana P<P°, maka :

P°-P=(1–XA)PA°

P°ׄ-P=P°-XA.P
P = XA . P°.................................................................................................... (1.6)
Keterangan :

P = Tekanan uap larutan


XA = Fraksi mol pelarut
P° = Tekanan uap pelarut murni

Nilai fraksi mol pelarut pada larutan selalu lebih kecil daripada satu dan
molekul–molekul pelarut lebih sulit untuk meninggalkan permukaan (menguap)
karna terhalangi oleh zat terlarut.Oleh karena itu, tekanan uap jenuh larutan (P)
selalu lebih kecil daripada tekanan uap jenuh pelarut murni (Po), atau tekanan uap

jenuh pelarut murni (Po) selalu lebih besar daripada tekanan uap jenuh larutan (P)
(Sutresna, 2007).
Pada setiap suhu, zat cair selalu mempunyai tekanan tertentu. Tekanan ini
adalah tekanan uap jenuhnya pada suhu tertentu. Penambahan suatu zat ke dalam
zat cair menyebabkan penurunan tekanan uapnya. Hal ini disebabkan karena zat
terlarut itu mengurangi bagian atau fraksi dari pelarut, sehingga kecepatan
penguapan berkurang (Sulaiman, 1990). Hukum Raoult adalah larutan yang data
tarik menarik antara molekul-molekul yang tidak sejenis sama dengan gaya tarik
menarik antara molekul-molekul yang sejenis. Tekanan uap dari masing-masing
kompoen penyusunnya sebanding dengan fraksi mol komponen-komponen

8
tersebut dan sebanding pula dengan tekanan uap murni komponen penyusunnya
(Petrucci, 1987).

Suatu zat cair pada setiap temperatur mempunyai tekanan uap yang berbeda.
Semakin tinggi temperatur, semakin besar tekanan uap zat cair itu. Berikut ini
dapat dilihat tekanan uap jenuh pelarut air pada berbagai temperatur. Hukum
Raoult suatu larutan yang sangat encer, yaitu larutan yang memiliki mol fraksi
pelarut jauh lebih besar dari mol fraksi zat terlarut (Petrucci, 1987). Apabila
sebuah larutan mempunyai tekanan uap yang tinggi pada sebuah suhu, ini berarti
bahwa molekul-molekul yang berada dalam larutan tersebut sedang melepaskan
diri dari permukaan larutan dengan mudahnya. Apabila pada suhu yang sama,
sebuah larutan lain mempunyai tekanan uap yang rendah, ini berarti bahwa
molekul-molekul dalam larutan tersebut tidak dapat dengan mudah melepaskan
diri. Menurut (Oxtoby, 2001) yaitu dapat dilihat dengan cara:

1. Kenaikan titik didih (ΔTb ) dan penurunan titik beku (ΔTf )


Setiap zat cair pada suhu tertentu mempunyai tekanan uap jenuh tertentu
dan mempunyai harga yang tetap. Zat cair akan mendidih dalam keadaan terbuka
jika tekanan uap jenuhnya sama dengan tekanan atmosfer. Pada saat udara
mempunyai tekanan 1 atm, air mendidih pada suhu 100°C, tetapi jika dalam
zatcair itu dilarutkan suatu zat, maka tekanan uap jenuh air itu akan berkurang.
Penurunan tekanan uap jenuh larutan yang lebih rendah dibanding tekanan uap
jenuh pelarut murni menyebabkan titik didih larutan lebih tinggi dari pada titik
didih pelarut murni(Ari dkk,2009).

Oleh karena tekanan uap larutan zat non-volatil (tidak mudah menguap)
lebih rendah dari pelarut murninya maka untuk mendidihkan larutan perlu energi
lebih dibandingkan mendidihkan pelarut murninya. Akibatnya, titik didih larutan
akan lebih tinggi daripada pelarut murninya (Sunarya, 2009). Selisih antara titik
didih suatu larutan dengan titik didih pelarut murni disebut kenaikan titik didih

larutan ( ΔTb).

ΔTb = ΔTb larutan – ΔTb pelarut murni.......................................................... (1.7)

9
Jadi, tekanan uap larutan lebih rendah daripada tekanan uap pelarut
murni.Hal ini menyebabkan penurunan titik beku larutan lebih rendah
dibandingkan dengan penurunan titik beku pelarut murni. Selisih temperatur titik
beku larutandengan titik beku pelarut murni disebut penurunan titik beku (ΔTf ).

ΔTf= ΔTfpelarut murni – Tf larutan ............................................................... (1.8)

b) Tekanan osmosis larutan


Osmosis adalah peristiwa mengalirnya molekul-molekul pelarut ke
dalamlarutan secara spontan melalui selaput semipermeabel, atau peristiwa
mengalirnyamolekul-molekul zat pelarut dari larutan yang lebih encer kelarutan
yang lebih pekat. Proses osmosis terdapat kecenderungan untuk
menyetimbangkan konsentrasi antara dua larutan yang saling berhubungan
melalui membran. Jika kita memperhatikan osmometer yang diisi larutan gula,
kemudian dimasukkan kedalam gelas kimia yang berisi air, ternyata permukaan
larutan gula pada osmometer naik. Akan tetapi, jika di atas tidak diberi beban
tertentu, maka aliran air ke dalam osmometer dapat dicegah. Gaya yang
diperlukan untuk mengimbangi desakan zat pelarut yang mengalir melalui selaput
semi permeabel ke dalam larutan disebut tekanan osmosis larutan (Sunarya,
2009).

10
BAB II
METODOLOGI PERCOBAAN
2.1 Alat yang digunakan
Dalam sebuah percobaan, praktikan diharapkan mengetahui apa saja alat
yang akan digunakan. Mulai mengetahui dari bentuk alat, nama alat, serta
kegunaan setiap alat yang dibutuhkan. Hal ini memudahkan praktikan saat
praktikum dilaksanakan. Dan dapat meminimalisir kecelakaan yang tidak
terduga.pada percobaan ini alat yang digunakan, yaitu:
1. Alat reflux
2. Termometer
3. Heating mantle
4. Batu didih (pecahan porselein)
5. Statif dan klem
6. Dua gelas ukur 10 ml
7. Corong
2.2 Bahan yang digunakan
Dalam sebuah percobaan, praktikan diharapkan mengetahui apa saja bahan
yang akan digunakan. Mengetahui titik didih, densitas, serta mengetahui apakah
zat atau bahan yang akan digunakan berbahaya atau tidak. Hal ini dapat
mempermudah praktikan saat praktikum, mengetahui bagaimana cara perlakuan
dalam pengambilan bahan, dan dapat langsung melakukan pertolongan pertama
jika terjadi kecelakaan.
1. Aseton
2. Etil Asetat
2.3 Prosedur Percobaan
1. Alat refluk dirangkai, dimana terdiri dari labu leher 3 dengan kapasitas 250
ml dan 1 buah kondensor yang dipasang terbalik. Hal yang perlu
diperhatikan dalam merangkai alat refluks yaitu :
a. Termometer diletakkan ditengah-tengah cairan namun jangan sampai
menyentuh dinding labu refluk. Jangan lupa tambahkan 3 batu didih.
b. Setiap kali memasukan kedua cairan, sumber panas/listrik harus
dimatikan, mengingat cairan organik yang digunakan mudah terbakar.

11
2. Etil asetat dituangkan 10 ml kedalam labu refluks dengan corong melalui
lubang pemasukan cairan. Panaskan sampai mendidih dan catat suhunya.
3. Stop kontak listrik dicabut, tunggu agak dingin selanjutnya tuangkan 2 ml
aseton ke dalam labu. Panaskan perlahan-lahan sampai mendidih dan setelah
suhu tetap catat suhu didihnya.
4. Percobaan diulangi terus menerus dengan penambahan 2 ml aseton sampai
10 ml aseton. Setiap kali sesudah penambahan, campuran dipanaskan serta
dicatat titik didihnya.
5. Campuran tersebut dituangkan kedalam wadah kosong yang tertutup rapat
dan aman.
6. Labu refluks dicuci dan dikeringkan dengan cara diangin-anginkan.
7. Setelah kering dituangkan 10 ml aseton kedalam labu refluks, panaskan
dengan hati-hati dan catat suhu didihnya.
8. Heater dimatikan, tunggu larutan agak dingin lalu tambahkan 2 ml etil
asetat, dipanaskan perlahan-lahan dan catat suhu didihnya. Demikian
seterusnya sampai jumlah etil asetat yang ditambahkan mencapai 10 ml.
setiap kali penambahan etil asetat, dicatat suhu didihnya.

2.4 Rangkaian Alat

Keterangan :

1. Kondensor
2. Labu leher 3
3. Batu didih
4. Heater
5. Statif
6. Klem
7. termometer

Gambar 2.1 Rangkaian Alat Refluks

12
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil Percobaan
Percobaan hukum roult setiap praktikan diharapkan memiliki capaian sesuai
dengan tujuan praktikum, yaitu praktikan diharapkan mengetahui Mempelajari
pengaruh komposisi terhadap titik didih campuran. Dan mengetahui pengaruh
gaya hantar molekul terhadap tekanan uap campuran.
Tabel 3.1 Hasil percobaan larutan non elektrolit hukum Raoult
Etil Asetat : Aseton Fraksi Mol Etil Titik Didih (ᴼC)
Asetat
10 : 0 ml 1 68
10 : 2 ml 0,79 66

10 : 4 ml 0,64 64

10 : 6 ml 0,56 63

10 : 8 ml 0,49 61

10 : 10 ml 0,429 60

8 : 10 ml 0,376 53

6 : 10 ml 0,311 54

4 : 10 ml 0,232 56

2 : 10 ml 0,131 57

0 : 10 ml 0 60

3.2 Pembahasan
Padapercobaan ini dilakukan pencampuran antara etil asetat dan aseton. Dari
referensi diketahui bahwa titik didih etil asetat sebesar 77,1 oC sementara titik
o
didih aseton sebesar 56 C (Sunarya, 2009). Dilihat dari referensi dapat diketahui
bahwa pada percobaan ini yang dicari adalah fraksi mol etil asetat. Pencampuran
kedua larutan ini tetap memperhatikan sifat dari masing-masing larutan, apakah
larutan tersebut dapat membentuk larutan ideal atau tidak.

13
Dalam larutan ideal, semua mengikuti komponen (pelarut dan zat terlarut)
mengikuti hukum Raoult pada seluruh selang konsentrasi. Bunyi dari hukum
Raoult adalah: “Tekanan uap larutan ideal dipengaruhi oleh tekanan uap pelarut
dan fraksi mol zat terlarut yang terkandung dalam larutan tersebut”. Secara
matematis ditulis sebagai :

Plarutan= Xterlarut .Pᴼpelarut. ................................................................................. (3.1)

Pada percobaan ini, dilakukan dua perlakuan, yaitu pada perlakuan pertama
etil asetat bertindak sebagai pelarut, dengan volume etil asetat dipertahankan
konstan sebanyak 10 ml dan aseton sebagai terlarut, dengan volume aseton
sebesar 2 ml. Aseton ditambahkan sebanyak 5 kali dengan volume 2 ml.
Berdasarkan fraksi mol etil asetat menunjukkan bahwa larutan campuran
mengalami penurunan tekanan uap. Karena nilai fraksi mol pelarut pada larutan
selalu lebih kecil daripada satu dan molekul-molekul pelarut lebih sulit untuk
meninggalkan permukaan (menguap) karna terhalangi oleh zat terlarut. Oleh
karena itu, tekanan uap jenuh larutan (P) selalu lebih kecil daripada tekanan uap
o o
jenuh pelarut murni (P ), atau tekanan uap jenuh pelarut murni (P ) selalu lebih
besar dari pada tekanan uap jenuh larutan (P) (Sutresna, 2007).
72
70
(ᴼC)

68

66
Titik Didih

64

62

60

58

0,4294 0,4846 0,5565 0,6529 0,7903 1


Fraksi Mol

Gambar 3.1 Grafik Fraksi Mol Etil Asetat Vs Aseton

14
Berdasarkan grafik pada gambar (3.1) dapat diketahui bahwa pada
pencampuran larutan di dapat titik didih campuran menurun seiring dengan
menurunnya fraksi mol etil asetat. Pada perlakuan pertama saat volume etil asetat
dipertahankan konstan sebesar 10 ml, sedangkan volume aseton di variasikan,
didapatkan bahwa volume aseton semakin banyak maka semakin menurun titik
didih campurannya. Namun pada perlakuaan kedua saat volume aseton
dipertahankan konstan sebesar 10 ml, dan volume etil asetat divariasikan titik
didih campuran meningkat. Hal ini disebabkan karena, fraksi mol etil asetat pada
perlakuan pertama meningkat sehingga titik didihnya naik, sedangkan pada
perlakuan kedua fraksi mol etil asetat berkurang sehingga titik didihnya turun.

Sesuai grafik yang dibuat, penyimpangan Hukum Raoult yang terjadi adalah
penyimpangan positif. Penyimpangan positif Hukum Raoult terjadi karena
interaksi antara pelarut-pelarut dan terlarut-terlarut lebih besar dibandingkan
dengan interaksi antara pelarut-terlarut. Dari penyimpangan ini, dapat diketahui
bahwa larutan campuran etil asetat dengan aseton merupakan larutan non ideal.
Karena ikatan antar molekul campuran lemah atau kecil, sedangkan ikatan antar
molekul sejenisnya sangat besar atau kuat. Oleh karena tekanan uap larutan zat
non-volatil (tidak mudah menguap) lebih rendah dari pelarut murninya maka
untuk mendidihkan larutan perlu energi lebih dibandingkan mendidihkan pelarut
murninya. Akibatnya, titik didih larutan akan lebih tinggi dari pada pelarut
murninya (Sunarya, 2009).

Pada perlakuan kedua aseton bertindak sebagai pelarut, dengan volume


aseton dipertahankan konstan sebanyak 10 ml dan etil asetat sebagai terlarut,
dengan volume etil asetat sebesar 2 ml. Pada perlakuan kedua volume etil asetat
yang di variasikan. Etil asetat ditambahkan sebanyak 5 kali dengan volume 2 ml.
Proses dan perlakuannya sama dengan perlakuan pertama. Ketika akan dilakukan
penambahan etil asetat, heating mantle dimatikan terlebih dahulu hingga labu
didih dasar bulat leher 3 tidak panas. Hal ini dilakukan karena etil asetat
merupakan senyawa organik yang mudah terbakar, sehingga praktikan dituntut
untuk berhati-hati dan benar benar melakukannya sesuai dengan prosedur

15
praktikum yang sudah dibuat, serta sesuai dengan instruksi dari masing-masing
asisten.

64
63
Titik Didih (ᴼC)
62
61
60
59
58
57
56
55
0 0,1308 0,2314 0,3111 0,3758
Fraksi Mol

Gambar 3.2 Grafik Fraksi Mol Aseton : Etil asetat Vs Titik Didih

Pada percobaan kedua penyimpangan yang terjadi adalah penyimpangan


negatif . Penyimpangan negatif hukum Raoult terjadi apabila interaksi dalam
campuran zat lebih kuat daripada interaksi dalam masing–masing zat (A – B > A
– A, B – B). Penyimpangan ini menghasilkan entalpi campuran (ΔHmix) negatif
(eksotermik) dan mengakibatkan terjadinya pengurangan volume campuran
(ΔVmix < 0). Penyimpangan Hukum Raoult terjadi karena perbedaan interakasi
antara partikel sejenis dengan yang tak sejenis. Misalnya campuran A dan B, jika
daya tarik A-B lebih besar dari A-A atau B-B maka kecenderungan bercampur
lebih besar, akibatnya jumlah tekanan uap kedua kedua zat lebih kecil daripada
larutan ideal, ini disebut dengan penyimpangan negatif (Syukri, 1999).
Pada percobaan ini terjadi karena adanya daya tarik-menarik antara zat
pelarut yaitu aseton dan zat terlarut adalah etil asetat. Gaya tarik-menarik antara
zat pelarut dan terlarut lebih besar dari pada daya tarik menarik molekul sejenis,
sehingga tekanan uap campuran lebih kecil dari pada tekanan uap larutan ideal.
Suatu larutan dianggap bersifat ideal, karena didasarkan pada kekuatan relative
dari gaya tarik menarik antara molekul solute dan solvent. Larutan ideal adalah
larutan yang gaya tarik menarik molekul-molekul sama dengan gaya tarik menarik
molekul molekul dari solute ataupun solvent (Khaerunnisa dkk, 2008).

16
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Setelah praktikum selesai dilaksanakan, praktikan dapat menghitung dan
mengetahui hasil apa saja yang didapat dalam praktikum tersebut. Membuat
pembahasan kenapa dan apa yang terjadi. Dari semua yang sudah dilakukan ,
praktikan dapat menarik kesimpulan, yaitu:

1. Komposisi suatu campuran berbanding lurus dengan titik didih


campurannya. Semakin besar fraksi mol zat dalam suatu campuran, maka
titik didih campuran akan semakin tinggi, demikian sebaliknya.
2. Apabila gaya antar molekul pada campuran lebih lemah atau kecil daripada
gaya antar molekul pada molekul sejenisnya, maka tekanan uap campuran
akan lebih besar dari pada tekanan uap pelarut murni, begitu juga
sebaliknya.

4.2 Saran

Manusia tidak luput dari kesalahan. Manusia juga tempatnya lupa, sehingga
bisa saja ada hal yang tidak diinginkan terjadi. Untuk itu diharapkan praktikan
bena-benar membaca modul serta memahami apa yang akan dilakukan saat
praktikum dilaksanakan. Untuk itu saran untuk praktikan selanjutnya, yaitu:
1. Lebih teliti dalam melakukan percobaan, terutama ketika mengukur titik
didih campuran.
2. Praktikan harus lebih berhati-hati ketika melakukan praktikum, karena
menggunakan alat dan bahan dalam keadaan panas.

17
DAFTAR PUSTAKA

Ari, H. dan Ruminten. 2009. Kimia 3. Jakarta : Pusat Perbukuan Departemen


Pendidikan Nasional.
Dogra, S. K. 1990. Kimia Fisika dan Soal-soal. Jakarta : UI-Press.
Fessenden. 1982. Kimia Organik Jilid I. Jakarta : Erlangga.
Hedricson. 1988. Kimia Organik. Bandung: ITB.

Khaerunnisa, F. Budi. A. Mulyani. S. dan Hendrawan. 2008. Kimia Fisika 2.


Tangerang Selatan: Penerbit Universitas Terbuka.
Oxtoby. 2001. Prinsip-prinsip Kimia Modern jilid 1. Jakarta: Erlangga.
Petrucci, R. H. 1987. Kimia Dasar Jilid 2. Jakarta: Erlangga.

Sulaiman, A. 1990. Kimia Dasar Untuk Universitas. Medan: USU.

Sunarya, Y. dan Setiabudi, A. 2009. Mudah dan Aktif Belajar Kimia Untuk Kelas
XII Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah Program Ilmu
PengetahuanAlam. Jakarta: Pusat Perbukuan Depdiknas.
Sutresna, N. 2007. Kimia untuk SMA kelas XI. Bandung : Grafindo.
Syukri, S. 1999. Kimia Dasar I. Bandung : ITB.
Takeuchi, Y. 2008. Sel Volta . Yogyakarta : Universitas Yogyakarta Press.

18
LAMPIRAN B
PERHITUNGAN

Tabel A.1. BeratMolekuldanMassa JenisSenyawa.


Senyawa BeratMolekul Massa Jenis

Etilasetat 88 g/mol 0,902 g/ml


Aseton 58 g/mol 0,79 g/ml

Misal Etil asetat = a dan aseton = b


a) Campuran 10 ml etil asetat dengan 0 ml aseton.

= = = 0,1025 mol

= = =1

b) Campuran 10 ml etil asetat dengan 2 ml aseton.

= = = 0,027 mol

= = = 0,79

c) Campuran 10 ml etil asetat dengan 4 ml aseton.

= = = 0,054 mol

= = = 0,64

d) Campuran 10 ml etil asetat dengan 6 ml aseton.

= = = 0,08 mol

= = = 0,56

e) Campuran 10 ml etil asetat dengan 8 ml aseton.

= = = 0,108 mol

= = = 0,49

f) Campuran 10 ml etil asetat dengan 10 ml aseton.

= = = 0,136 mol

19
= = = 0,429

g) Campuran 8 ml etil asetat dengan 10 ml aseton.

= = = 0,082 mol
= = = 0,376

h) Campuran 6 ml etil asetat dengan 10 ml aseton.

= = = 0,0615 mol
= = = 0,311

i) Campuran 4 ml etil asetat dengan 10 ml aseton.

= = = 0,041 mol
= = = 0,232

j) Campuran 2 ml etil asetat dengan 10 ml aseton.

= = = 0,0205 mol
= = = 0,131

20
LAMPIRAN D
DOKUMENTASI

Gambar D.1 Rangkaian Alat Refluks Gambar D.2 Proses Pemanasan


Campuran

Gambar D.3 Cairan Etil Asetat Gambar D.4 Cairan Aseton

21

Anda mungkin juga menyukai