Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIK II

KESETIMBANGAN UAP – CAIR PADA SISTEM BINER

Nama : Farida Utami


NIM : 141810301038
Kelompok/Kelas : 5/B
Asisten : Lilis Indah Rahmawati

LABORATORIUM KIMIA FISIK


JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS JEMBER
2016
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Larutan biner adalah suatu larutan atau campuran yang terdiri dari dua
komponen. Komponen dalam larutan biner terdiri atas zat terlarut dan pelarutnya..
Sistem yang terdiri dari dua komponen contohnya adalah toluena dan benzena.
Sistem biner menggunakan larutan yang disebut larutan ideal. Larutan ini
memiliki interaksi antara partikel lain jenis yang sama dengan yang sejenis. Syarat
suatu larutan disebut larutan ideal salah satunya adalah memenuhi hukum Raoult,
namun pada dasarnya hanya sedikit larutan yang dapat memenuhi hukum tersebut.
Larutan-larutan yang tidak memenuhi hukum raoult disebut larutan non ideal.
Sifat komponen larutan ideal akan saling mempengaruhi satu sama lain, salah
satunya adalah tekanann uap. Tekanan uap larutan akan berhubungan dengan
komposisi komponen yang ada didalamnya. Kondisi ini banyak digunakan dalam
bidang kimia sebagai salah satu cara untuk menentukan komposisi suatu bahan
yang ada dalam larutan.
Komposisi suatu komponen dapat diketahui mencari hubungannya dengan
tekanan uap larutan. Hubungan antara komposisi komponen dengan tekanan uap
larutan dapat diketahui melalui grafik komposisi terhadap temperatur. Grafik
tersebut dapat digunakan untuk menghitung komposisi suatu komponen dalam
suatu larutan. Berdasarkan hubungan tersebut, maka percobaan ini penting
dilakukan. Hasil dari percobaan ini, mahasiwa mampu menganalisis komponen-
komponen dalam suatu larutan.

1.2 Tujuan
Tujuan dari percobaan ini adalah menentukan sifat larutan biner dengan
membuat diagram temperatur versus komposisi.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 MSDS (Material Safety Data Sheet)


2.1.1 Etanol
Etanol berwujud cair dan tidak berwarna dengan aroma seperti alcohol.
Berat molekul etanol ± 46,08 g mol-1 dan dapat mendidih pada suhu 78o C serta
meleleh pada suhu -117o C. Etanol cenderung mudah larut dalam air, baik air
dingin maupun air panas. Etanol berbahaya bila terjadi kontak langsung dengan
mata dan kulit. Penanganan yang dapat dilakukan bila terjadi kontak langsung
dengan etanol yaitu bila terjadi kontak langsung dengan mata, mata segera
dibasuh dengan air selama ± 15 menit dengan mata terbuka. Penanganan bila
terjadi kontak langsung dengan kulit harus segara menyiran bagian kulit yang
kena cairan dengan air yang banyak dan segera menutupi bagian kulit, serta
melepaskan pakaian dan sepatu yang terkontaminasi. Penanganan bila terhirup
yaitu segera pindah ke tempat dengan udara yang lebih segar, bila tidak bernapas
maka diberi napas buatan atau bantuan oksigen. Penanganan bila tertelan yaitu
jangan memberikan apapun melalui mulut kepada orang yang tidak sadar dan
segera hubungi dokter (Anonim, 2016).
2.1.2 Akuades
Akuades atau air distillasi merupakan H2O murni. Akuades juga biasa
disebut dengan air. Jika akuades mengenai mata, kulit, tertelan, atau juga terhisap
tidak menimbulkan gejala serius atau tidak berbahaya. Namun jika terjadi iritasi
segera dibawa ke pihak medis. Seperti air pada umumnya akuades tidak mudah
terbakar. Penyimpanan sebaiknya di wadah tertutup rapat. Cocok untuk
penyimpanan bahan kimia umum daerah namun juga dapat melindungi dari titik
beku. Air dianggap sebagai non-diatur produk, namun dapat bereaksi keras
dengan beberapa spesifik bahan. Hindari kontak dengan semua bahan sampai
investigasi menunjukkan substansi kompatibel. Akuades merupakan cairan tidak
berwarna dan tidak berbau. Derajat keasaman (pH) dari akuades adalah netral
yaitu 7,0. Titik didih dan titik lebur dari akuades berturut-turut adalah 100oC dan
0oC. Tekanan uap dari akuades pada suhu 20oC adalah 17,5 mmHg. Massa jenis
dari akuades adalah 1,00 gram/cm3. Rumus formula dari akuades adalah H2O
dengan berat molekul 18,0134 gram/mol. Air memiliki tegangan permukaan yang
besar disebabkan oleh kuatnya sifat kohesi antar molekul-molekul air Air adalah
substansi kimia dengan rumus kimia H2O. Air bersifat tidak berwarna, tidak
berasa, tidak berbau, dan dalam kesetimbangan dinamis antara fase cair dan padat
pada kondisi standar, yaitu pada tekanan 100 kPa (1 bar) dan temperatur 273,15 K
(0 °C). Dalam bentuk ion, air dapat dideskripsikan sebagai sebuah ion hidrogen
(H+) yang berasosiasi (berikatan) dengan sebuah ion hidroksida (OH-). Air adalah
pelarut yang kuat, dapat melarutkan banyak jenis zat kimia (Anonim, 2016).

2.2 Dasar Teori


Larutan adalah suatu sistem homogen yang terdiri dari dua komponen atau
lebih. Pelarut dan zat terlarut biasanya digunakan untuk menyebutkan komponen
dalam suatu larutan. Definisi tersebut hanya dapat digunakan dalam larutan yang
terdiri atas cairan sebagai pelarut dan zat lain sebagai zat terlarutnya. Pelarut
biasanya digunakan untuk menggambarkan komponen dalam suatu larutan yang
memiliki jumlah terbanyak sedangkan komponen yang terdapat dalam jumlah
yang lebih sedikit disebut zat terlarut (Bird, 1993).
Larutan yang banyak dipakai sebagai model pada setiap percobaan adalah
larutan ideal (Syukri, 1999). Larutan ideal merupakan larutan yang memiliki gaya
tarik antara molekul-molekul yang sama. Gaya tarik antar molekul pelarut akan
sama dengan gaya tarik zat terlarutnya. Larutan ideal digunakan sebagai
perbandingan dengan larutan-larutan yang biasa sering didapat. Larutan-larutan
yang umumnya dijumpai adalah larutan non ideal karena sangat sulit untuk
menjumpai larutan ideal (Sukardjo, 1989).
Syarat suatu larutan ideal, yaitu homogen pada seluruh sistem mulai dari mol
fraksi 1-0, tidak memiliki entalpi pencampurann pada saat komponen – komponen
dicampur membentuk sebuah larutan (∆H pencampuran = 0), tidak memiliki beda
volume pencampuran dikarenakan volume larutannya sama dengan jumlah
komponen yang dicampurkan ( ∆V pencampuran = 0 ) dan memenuhi hukum
Raoult (Tim Kimia Fisik, 2016).
Hukum Raoult menyatakan bahwa tekanan uap pelarut (PA) pada permukaan
larutan besarnya sama dengan hasil kali tekanan uap pelarut murni (PoA) dengan
fraksimol pelarut tersebut didalam larutan (XA). Persamaan hukum Raoult dapat
ditulis sebagai
PA = X A PoA ......(2.1)

Keterangan : PA = Tekanan uap larutan


PoA = Tekanan uap solven murni
XA = mol fraksi larutan
Zat yang mudah menguap (volatil) memiliki tekanan uapnya dapat diukur,
sehingga tekanan uap zat terlarut dapat dicari dengan rumus yang serupa yaitu:
PB = XB PoB ......(2.2)

Asumsi bahwa sistem hanya mengandung dua komponen (A dan B), maka
tekanan uap total (P) dari sistem dapat dicapai menggunakan hukum Dalton yaitu:
P = PA + PB
P = XA PoA + XB PoB ......(2.3)

Hukum Raoult sangat sulit untuk terpenuhi disebabkan interaksi antara semua
komponen tidak sama (Bird, 1993).
Sifat komponen larutan ideal yang satu akan mempengaruhi sifat komponen
yang lain, sehingga sifat larutan yang dihasilkan terletak diantara sifat kedua
komponennya, contohnya sistem benzena dan toluena. Berbeda dengan larutan
ideal, larutan non ideal dibagi menjadi dua golongan:
a. Larutan non ideal deviasi positif yang mempunyai volume ekspansi, dimana
akan menghasilkan titik didih maksimum pada sistem campuran itu, contohnya
sistem aseton – karbondisulfida.
b. Larutan non ideal deviasi negative yang mempunyai volume kontraksi, dimana
akan menghasilkan titik didih minimum pada sistim campuran itu, contohnya
sistem benzena – etanol dan sistem aseton-khloroform.
(Tim Kimia Fisik, 2016).
Larutan ideal, baik pelarut maupun zat terlarut semua komponennya
mengikuti hukum Raoult pada seluruh selang konsentrasi. Hukum Raoult berlaku
bagi pelarut, baik ideal maupun tak ideal, tetapi hukum Raoult tak berlaku pada
zat terlarut pada larutan tak ideal encer. Perbedaan ini berdasarkan pada kenyataan
bahwa molekul-molekul pelarut memiliki jumlah yang sangat banyak. Keadaan
tersebut menyebabkan lingkungan molekul zat terlarut sangat berbeda
dibandingkan lingkungan pelarut murni. Zat terlarut dalam larutan tak ideal encer
bukan mengikuti hukum Raoult melainkan hukum Henry (Petrucci, 1992).
Notasi kuantisasi berhubungan dengan zat murni dengan superskrip,
sehingga potensial kimia campuran murni A adalah µA*(l). Karena tekanan uap
cairan murni adalah p maka potensial kimia A dalam uap adalah:
µA°+ RT ln (pA*/p0) ....(2.4)
potensial pada keduanya akan sama ketika berada dalam kesetimbangan, sehingga
persamaannya adalah:
𝑝𝐴∗
µA *(l) = µA° + RT ln ....(2.5)
𝑝°

Zat lain yang juga berada dalam cairan, potensial kimia A dalam cairannya
dilambangkan dengan (l) dan tekanan uapnya adalah p. Persamaaannya adalah:
𝑝𝐴
µA (l) = µA° + RT ln ....(2.6)
𝑝°

Dua persamaan digabungkan untuk menghilangkan potensial kimia standar gas,


sehingga diperoleh persamaan berikut.
𝑝𝐴
µA (l) = µA* + RT ln 𝑝𝐴∗ ....(2.7)

Hubungan antara perbandingan tekanan uap dan komposisi cairan diperoleh dari
data pada eksperimen. Menurut ahli kima Perancis Francois Raoult, pada
eksperimen-eksperimen mengenai campuran cairan yang memiliki hubungan yan
dekat, seperti benzena dan toluena, perbandingan p/p akan sebanding dengan
fraksi mol A dalam cairan yang kemudian disebut hukum Raoult (Atkins, 1999).
BAB 3. METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1 Alat
- Alat destilasi kesetimbangan
- Termometer
- Pemangas (kompor/lampu)
- Tempat destilat
- Tempat residu
3.1.2 Bahan
- Etanol
- Akuades

3.2 Skema Kerja


Etanol 99,8 %

- dibuat dengan komposisi 40, 50, 60, 70 dan 80 % sebanyak 25 mL


- didestilasi masing-masing komposisi
- dicatat titik didihnya
- diambil 1 mL destilat yang diperoleh kedalam 10 mL
- diambil 10 mL residu
- diuji kandungannya pada destilat dan residu
- dilakukan triplo
- dibuat grafik komposisi terhadap suhu pada masing-masing
komposisi
-
Hasil
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Komposisi Komposisi
Konsentrasi (%) Titik didih (˚C)
Destilat Residu

40 84 3,914 4,245
50 83 3,843 4,167
60 81 4,206 4,189
70 80 4,048 4,189
80 78 4,363 4,287
Tabel 4.1. Kadar Etanol dalam Destilat dan Residu Larutan Biner Etanol-Akuades

4.2 Pembahasan
Percobaan kali in yaitu ketimbangan uap-cair pada sitem biner yang bertujuan
untuk menentukan sifat larutan biner dengan membuat diagram temperatur versus
komposisi. Larutan biner adalah suatu larutan atau campuran yang terdiri dari dua
komponen. Sifat larutan biner ini dapat dipelajari dengan cara membuat diagram
temperatur melawan komposisi. Larutan biner yang akan ditentukan sifatnya
adalah akuades-etanol.
Penentuan sifat larutan biner ditentukan dengan melakukan destilasi pada
campuran etanol-akuades pada berbagai variasi konsntrasi. Campuran-campuran
tersebut dibuat dengan cara mengencerkan etanol 99,8% menjadi etanol dengan
konsentrasi 40%, 50%, 60%, 70% dan 80% sebanyak 25 mL menggunakan
akuades. Variasi konsentrasi ini bertujuan untuk memperoleh kadar alkohol yang
berbeda-beda, sehingga dapat digunakan pada grafik hubungan antara temperatur
melawan komposisi. Hasil destilasi diperoleh titik didih campuran pada masing-
masing variasi konsentrasi. Titik didih campuran etanol-akuades ditentukan dari
suhu saat pertama kali destilat dihasilkan. Suhu tersebut sebagai suatu indikator
terjadinya pembentukan uap, karena pembentukan uap dari larutan diawali dengan
pendidihan. Suhu pada saat destilat pertama kali jatuh merupakan suhu saat
campuran mendidih. Destilat dan residu yang diperoleh diukur kadar etanolnya
dengan menggunakan sensor MQ3 yang dikontrol oleh sebuah software yang
bernama labview. Destilat yang diperoleh diencerkan terlebih dahulu agar
konsentrasinya tidak pekat dan masuk dam range sensor. Pengukuran kadar etanol
pada destilat dan residu dengan sensor etanol dilakukan 3 kali pengulangan atau
triplo untuk memperoleh data yang lebih akurat. Data yang diperoleh kemudian
dipakai untuk membuat grafik hubungan antara komposisi melawan suhu.
Pengukuran kadar etanol pada destilat dan residu ini menggunakan sensor
alkohol yaitu sensor MQ3. Sensor gas alkohol lain yang telah digunakan dalam
beberapa penelitian seperti sensor gas alkohol AF63, sensor gas alkohol TGS822
dan sensor gas alkohol TGS2620. Sensor gas alkohol MQ3 ini memiliki
keunggulan diantaranya harganya lebih murah, dengan sensitivitas yang hampir
sama dengan sensor alkohol lainnya. Sensor MQ3 ini mengonsumsi daya yang
cukup besar dibandingkan sensor lainnya yaitu sekitar 750 mW. Elemen sensor
MQ-3 terdiri dari lapisan SnO2. Resistansi sensor akan berubah-ubah seiring
dengan terdeteksinya gas etanol oleh elemen sensor. Resistansi sensor akan
berkurang ketika konsentrasi etanol tinggi sehingga tegangan akan meningkat.
Proses oksidasi akan terjadi jika konsentrasi gas menurun. Rapat permukaan dari
muatan negatif oksigen akan berkurang dan akan mengakibatkan menurunnya
ketinggian penghalang dari daerah sambungan. Penurunan penghalang membuat
resistansi sensor juga akan ikut menurun (Satria, 2013). Berdasarkan kurva
kalibrasi sensor alkohol, semakin besar konsentrasi (kadar) alkohol dalam
campuran maka akan semakin besar potensial yang dihasilkan. Kurva kalibrasi
untuk sensor etanol dapat dilihat pada Gambar 4.1.
Kurva Kalibrasi Sensor Etanol
4.8
4.7
Potensial (V)

4.6
4.5 y = 0.0083x + 4.0819
R² = 0.9943
4.4
4.3
4.2
0 20 40 60 80 100
Konsentrasi % Etanol

Gambar 4.1. Kurva kalibrasi sensor etanol


Sensor MQ3 yang digunakan pada percobaan ini didukung dengan software
labview (Laboratory Virtual Instrument Engineering Workbench). Labview
merupakan sebuah bahasa pemrograman menggunakan simbol-simbol (icon)
untuk membuat aplikasi. Labview menggunakan pemrograman aliran data
(dataflow), dimana aliran data dari node pada blok diagram akan menentukan
perintah eksekusi berdasarkan VIs. VIs atau virtual instrument adalah program
Labview yang menirukan instrumen sebenarnya dalam bentuk simbol-simbol.
Beberapa bagian dari software labview misalnya front panel yang berisikan
kontrol dan indikator sebagai masukan dan keluaran interaktif VIs. Kontrol
mencakup knob, push button, dan mekanisme masukan lainnya. Cara
megoperasikan software ini untuk pengukuran kadar etanol ini dengan membuka
software labview, kemudian diarahkan pada pengukuran kadar berdasarkan hasil
destilasi. Sensor MQ3 diletakkan di atas destilat atau residu dengan syarat wadah
tertutup sepenuhnya atau dengan kata lain tidak boleh ada celah sehingga tidak
ada gas etanol yang keluar pada saat pengukuran karena sifatnya yang volatil
(Siswo et al, 2013).
Kadar etanol berdasarkan teori pada residu akan menurun seiring dengan
semakin besarnya fraksi mol etanol. Hal tersebut dikarenakan semakin besar
fraksi mol etanol maka semakin banyak etanol yang berubah menjadi uap dan
dikondensasikan kemudian tertampung pada labu destilat. Hal ini membuat residu
mengandung etanol lebih sedikit dari pada destilat dan hanya tersisa air. Hasil
yang diperoleh pada tabel 4.1 mengandung beberapa penyimpangan, yaitu pada
etanol-akuades dengan konsentrasi 60-80% kadar etanol dalam residu mengalami
peningkatan. Kadar etanol dalam residu seharusnya semakin sedikit seiring
dengan meningkatnya konsentrasi etanol. Kadar etanol dalam destilat juga
mengalami penyimpangan pada konsentrasi 50% dan 70%. Kedua konsentrasi
tersebut memiliki kadar etanol yang relatif menurun dari konsentrasi sebelumnya
yang memiliki nilai lebih kecil. Penyimpangan ini kemungkinan disebabkan
karena zat etanol terlebih dahulu menguap pada saat sensor ditutupkan.
Penguapan ini terjadi karena terdapat celah pada sisi sensor atau sensor tidak
menutupi dengan rapat.
Titik didih minimum dari campuran azeotrop berdasarkan literatur, dengan
komponen air dan etanol pada perbandingan 4:4 adalah pada 78,15°C. Tabel titik
didih minimum beberapa campuran azeotrop tersebut dapat dilihat sebagai
berikut:

Gambar 4.2. Tabel titik didih minimum beberapa campuran azeotrop


(Sumber: Chempedia.info)
Larutan biner akuades-etanol merupakan larutan non ideal dengan jenis
deviasi negatif, memiliki gaya tarik antara akuades dengan etanol yang lebih besar
daripada gaya tarik antara akuades dengan akuades atau etanol dengan etanol.
Besarnya gaya tarik tersebut membuat harga ∆𝐻l < 0 dan reaksinya bersifat
eksoterm. Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa titik didih campuran
etanol-akuades lebih rendah daripada titik didih alkohol murninya (titik didih

minimum).
Grafik kesetimbangan Uap-Cair larutan biner etanol-akuades
antara komposisi melawan temperatur berdasarkan hasil percobaan ini
adalah

Grafik Kesetimbangan Uap-Cair


Larutan Biner Etanol-Akuades
85
84
Temperature (°C)

83
82 Destilat
81
Residu
80
79 Linear (Destilat)
78 Linear (Residu)
77
3.8 4 4.2 4.4
Kadar Etanol

Gambar 4.3. grafik kesetimbangan uap-cair larutan biner etanol-akuades


Grafik diatas sangat jauh dari grafik ideal kesetimbangan uap-cair larutan non
ideal deviasi negatif. Penyimpangan terjadi sesuai yang telah disebutkan
sebelumya. Berdasarkan grafik tersebut, terlihat titik didih minimum azeotrop
terjadi di perpotongan garis pada grafik residu dan grafik destilat yaitu pada suhu
78,5 °C. Titik didih tersebut tidak jauh bebeda dari literatur yang ditampilkan
pada gambar 4.2, yaitu 78,15°C. Titik tersebut merupakan titik dimana telah
tercapai kesetimbangan uap-cair campuran azeotrop akuades-etanol. Grafik yang
seharusnya diperoleh untuk larutan etanol-akuades yang merupakan larutan non
ideal jenis deviasi negatif adalah
Gambar 4.3. Diagram Temperatur-Komposisi Campuran Etanol-Akuades
Gambar 4.3 merupakan diagram untuk campuran non ideal jenis deviasi
negatif yang memiliki titik didih minimum. Campuran dengan komposisi a1
mendidih pada a2 sehingga membentuk fasa uap dengan komposisi a2’. Uap
tersebut mengalami kondensasi menjadi fasa cair pada komposisi yang sama yaitu
a3. Cairan tersebut mencapai kestimbangan dengan fasa uapnya pada a3’ dan dapat
mengalami kondensasi lagi menjadi zat cair pada komposisi a4. Contoh azeotrop
titik didih minimum ini yaitu campuran etanol-akuades dengan komposisi akuades
4% yang mendidih pada suhu 78°C (Atkins dan Paula, 2006).
BAB 5. PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang didapat pada percobaan kali ini ialah bahwa larutan biner
akuades-etanol merupakan contoh larutan non ideal jenis deviasi negatif, sehingga
titik didihnya minimum. Campuran tersebut akan mencapai komposisi azeotrop
ketika penguapan terjadi tanpa adanya perubahan komposisi. Larutan biner
akuades-etanol pada percobaan ini akan mencapai titik didih azeotrop minimum
pada suhu 78,5°C . titik tersebut merupakan titik dimna kesetimbangan uap-cair
campuran akuades-etanol tercapai.

5.2 Saran
Saran untuk praktikum ini adalah memastikan tidak ada celah antara wadah
destilat dan residu dengan sensor. Celah tersebut akan membuat campuran
menguap sebelum sensor dilakukan. Praktikan harus memperhatikan dengan
seksama suhu dimana campuran pertama kali mendidih agar pengukuran titik
didih dapat dipertanggungjawabkan. Sensor yang digunakan harus dibersihkan
setiap kali pengunaan untuk mencegah hasil yang tidak akurat.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2016. MSDS Of Aquades [Serial Online].


(http://www.scienelab.com/msds/php? msdsld= 9567890) [diakses 10
November 2016].
Anonim. 2016. MSDSOf Etanol[Serial Online].
(http://www.scienelab.com/msds/php? msdsld= 9924521[diakses 10
November 2016].
Atkins, P.W. 1994. Kimia Fisika. Jakarta: Erlangga.
Atkins, P dan Paula, D.J. 2006. Physical Chemistry Eighth Edition.USA: W.H.
Freeman and Company.
Bird, T. 1993. Kimia Fisika Untuk Universitas. Jakarta: Pusaka Utama.
Petruci, R. H. 1992. Kimia Dasar Prinsip Dan Terapan Modern Edisi Keempat
Jilid 2. Jakarta: Erlangga.
Satria, A.V. 2013. Rancang Bangun Alat Ukur Kadar Alkohol pada Cairan
Menggunakan Sensor MQ-3 Berbasis Mikrokontroler AT89S51. Jurnal
Fisika Unand. 2 (1), 13-19.
Siswo, W. et al. 2013. Rancang Bangun Data Logger suhu Menggunakan
Labview. Jurnal Ilmiah Elite Elektro, Vol. 4. No. 1: 23-30.
Sukardjo. 1989. Kimia Fisika. Bandung: Bina Citra Insani.
Syukri, S. 1999. Kimia Dasar. Bandung: Penerbit ITB.
Tim Kimia Fisika. 2016. Penuntun Praktikum Kimia Fisik II. Jember: Universitas
Jember.
LAMPIRAN
Lampiran 1.Perhitungan

a. Pengenceran etanol 99,8%


1. Volume etanol 99,8% yang dibutuhkan untuk pengenceran konsentrasi 40%
M 1 V1  M 2 V2
M 2 V2
V1 
M1
40% M  25 mL
V1 
99,8 %M
V1  10 mL
2. Volume etanol 99,8% yang dibutuhkan untuk pengenceran konsentrasi 50%
M 1 V1  M 2 V2
M 2 V2
V1 
M1
50 % M  25 mL
V1 
99,8 % M
V1  12,5 mL
3. Volume etanol 99,8% yang dibutuhkan untuk pengenceran konsentrasi 60%
M 1 V1  M 2 V2
M 2 V2
V1 
M1
60 % M  25 mL
V1 
99,8 % M
V1  15 mL

4. Volume etanol 99,8% yang dibutuhkan untuk pengenceran konsentrasi 70%


M 1 V1  M 2 V2
M 2 V2
V1 
M1
70% M  25 mL
V1 
99,8 %M
V1  17,5 mL
5. Volume etanol 99,8% yang dibutuhkan untuk pengenceran konsentrasi 80%

M 1 V1  M 2 V2
M 2 V2
V1 
M1
80% M  25 mL
V1 
99,8 %M
V1  20,0 mL

b. Komposisi destilat dan residu


 Konsentrasi 40%
4,058+3,759+3,925
Destilat = = 3,914
3
4,177+4,272+4,287
Residu = = 4,245
3
 Konsentrasi 50%
3,799+3,818+3,911
Destilat = = 3,843
3
3,701+4,376+4,424
Residu = = 4,167
3
 Konsentrasi 60%
4,458+3,931+4,228
Destilat = = 4,206
3
4,184+4,243+4,140
Residu = = 4,189
3
 Konsentrasi 70%
4,006+4,121+4,018
Destilat = = 4,048
3
4,184+4,243+4,140
Residu = = 4,189
3
 Konsentrasi 80%
4,067+4,521+4,501
Destilat = = 4,363
3
4,370+4,228+4,262
Residu = = 4,287
3

Anda mungkin juga menyukai