Anda di halaman 1dari 29

TUGAS MAKALAH

KIMIA ANALITIK LANJUT

“EKSTRAKSI”

OLEH:

IRNAWATI (G2L1 19 002)


RILLA SANDRI (G2L1 19 005)
BONNI RUBAK (G2 L1 19 008)

PROGRAM STUDI KIMIA


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2019
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha

Panyayang, penulis panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah

melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga penulis dapat

menyelesaikan makalah Kimia Analitik Lanjut tentang EKSTRAKSI dengan tepat

waktu.

Makalah ini telah penulis susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan

dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu

penulis menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah

berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini

masih sangat jauh dari kata sempurna sehingga masih ada kekurangan baik dari segi

konten, susunan kalimat, serta tata bahasanya. Oleh karena itu dengan suka cita

penulis menerima segala kritik, sanggahan serta saran dari pembaca untuk penulis,

supaya dapat lebih baik lagi dalam penulisan makalah ilmiah selanjutnya.

Akhir kata penulis berharap semoga makalah Kimia Analitik Lanjut tentang

EKSTRAKSI ini dapat memberikan manfaat terhadap pembaca.

Kendari, Oktober 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................. ii


DAFTAR ISI ................................................................................................................ iii
BAB I. PENDAHULUAN ............................................................................................ 1
A. Latar Belakang ............................................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ...................................................................................................... 2
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ................................................................................. 2
BAB II. PEMBAHASAN ................................................................................................. 3
A. Ekstraksi Menurut Hukum Distribusi Nernst ......................................................... 3
B. Prinsip Ekstraksi ......................................................................................................... 8
C. Jenis-Jenis Ekstraksi .................................................................................................. 9
D. Penerapan Metode Ekstraksi ................................................................................... 17
E. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Proses Ekstraksi ........................................ 20
BAB III. PENUTUP ................................................................................................... 25
A. KESIMPULAN ........................................................................................................ 25
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 26

iii
BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Metode pemisahan merupakan aspek penting dalam bidang kimia, karena

sebagian besar senyawa kimia yang ditemukan di alam dalam keadaan yang tidak

murni. Biasanya, suatu senyawa kimia berada dalam keadaan tercampur dengan

senyawa lain. Disisi lain, untuk beberapa keperluan dalam bidang kimia seperti

sintesis senyawa kimia memerlukan suatu bahan baku senyawa kimia dalam

keadaan murni atau memerlukan senyawa kimia dengan tingkat kemurnian yang

tinggi, oleh karena itu proses pemisahan perlu dilakukan.

Proses pemisahan dikenal juga sebagai proses perpindahan massa, yang

diklasifikasikan menjadi proses pemisahan secara mekanis atau kimiawi.

Pemilihan jenis proses pemisahan yang digunakan bergantung pada kondisi yang

dihadapi. Proses pemisahan suatu campuran dapat dilakukan dengan berbagai

metode. Metode pemisahan yang dipilih bergantung pada fasa komponen

penyusun campuran. Suatu campuran dapat berupa campuran homogen (satu fasa)

atau campuran heterogen (lebih dari satu fasa).

Salah satu metode pemisahan yang paling banyak digunakan adalah

metode ekstraksi, dimana ekstraksi merupakan suatu proses pemisahan suatu zat

berdasarkan perbedaan kelarutannya terhadap dua yang berbeda. Metode ekstraksi

bertujuan untuk menarik semua komponen kimia yang terdapat dalam suatu

sampel dengan bantuan larutan penyari (pelarut). Pada makalah ini kami akan

1
membahas hal-hal yang berhubungan dengan ekstraksi meliputi, prinsip ekstraksi

hingga faktor-faktor yang mempengaruhi proses ekstraksi.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada penulisan makalah ini adalah:


1. Apa itu ekstraksi ?
2. Bagaimana prinsip ekstraksi ?
3. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi proses ekstraksi ?
4. Apa jenis-jenis ekstraksi ?
5. Bagaiamana pengembangan metode ekstraksi ?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Tujuan dan manfaat yang ingin dicapai pada penulisan makalah ini adalah:
1. Mengetahui pengertian ekstraksi.
2. Mengetahui prinsip ekstraksi.
3. Mengetahui faktor-faktor apa yang mempengaruhi proses ekstraksi.
4. Mengetahui jenis-jenis ekstraksi.
5. Bagaiamana pengembangan metode ekstraksi ?

2
BAB II. PEMBAHASAN

A. Ekstraksi Menurut Hukum Distribusi Nernst

Walther Hermann Nernst adalah kimiawan Jerman yang menerapkan asas-

asas termodinamika ke sel listrik . Ia menciptakan sebuah persamaan yang dikenal

sebagai persamaan Nernst yang menghubungkan voltase sel ke propertinya dan

menjelaskan mengapa senyawa ter ionisasi dengan mudah dalam air . Penjelasan

ini, disebut aturan Nernst-Thomson, menyatakan bahwa sulit halnya bagi ion yang

ditangkap untuk menarik satu sama lain melalui insulasi molekul air , sehingga

terdisosiasi.

Hukum distribusi atau partisi dapat dirumuskan bila suatu zat terlarut

terdistribusi antara dua pelarut yang tidak dapat bercampur, maka pada suatu

temperatur yang konstan untuk setiap spesi molekul terdapat angka banding

distribusi (D) yang konstan antara kedua pelarut itu dan angka banding distribusi

ini tidak bergantung pada spesi molekul lain apapun yang mungkin ada. Harga

angka banding berubah dengan sifat dasar pelarut, sifat dasar zat terlarut dan

temperatur. Angka banding distribusi menyatakan perbandingan konsentrasi total

zat terlarut dalam pelarut organik (fasa organik) dan pelarut air (fasa air) (Vogel,

1979).

Bila suatu zat terlarut tidak saling bercampur maka akan membentuk 2

fasa dan diantara fasa tersebut ada hubungannya dengan konsentrasi zat terlarut

dalam dua fasa pada kesetimbangan. Hukum distribusi kadang disebut hukum

3
nernst. Bila substansi ekstraksi pelarut mengambil bagian dan kesetimbangan-

kesetimbangan lain dalam salah satu atau kedua fasa itu, suatu angka banding

Dapat dimanfaatkan, dimana konsentrasi dijumlahkan untuk semua spesies yang

relefan dalam kedua fasa itu ( Underwood, 2002).

Hukum distribusi dan pemisahan diketahui secara umum bahwa suatu zat

terlarut hanya larut pada pelarut tertentu, seperti iodin yang lebih larut dalam

pelarut karbon disulfida, kloroform dan karbon tetraklorida dibandingkan dengan

pelarut air. Selain itu, beberapa larutan seperti karbon disulfida dan air, eter dan

air, jika dikocok bersama dalam suatu wadah dan dicampurkan kedua larutan

terpisah ke dalam dua lapisan. Beberapa larutan tidak bercampur (karbon disulfida

dan air) atau sedikit bercampur (eter dan air).

Berdasarkan hal tersebut larutan tersebut hamper tidak larut dan sedikit

larut satu sama lain. Jika iodin dikocok dan dicampurkan akan terdistribusi

diantara dua pelarut. Kesetimbangan antara kedua larutan dapat dilihat dari

konsentrasi dari setiapa larutan pada temperature konstan sebagai berikut:

𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑖𝑜𝑑𝑖𝑛 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑘𝑎𝑟𝑏𝑜𝑛 𝑑𝑖𝑠𝑢𝑙𝑓𝑖𝑑𝑎


𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑖𝑜𝑑𝑖𝑛 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑎𝑖𝑟
𝐶2
KD = 𝐶1 (1)

Keterangan:

KD : Koefisien distribusi

C1 : Konsentrasi zat terlarut pada pelarut organik

C2 : Konsentrasi zat terlarut pada pelarut air (Vogel, 1979).

4
Nilai besar untuk KD menunjukkan bahwa ekstraksi zat terlarut ke

dalam fase organik menguntungkan. Namun, dalam mengevaluasi efisiensi

ekstraksi, kita harus mempertimbangkan konsentrasi total zat terlarut dalam setiap

fase. Kami mendefinisikan rasio distribusi, D, untuk menjadi rasio konsentrasi

total zat terlarut di setiap fase.

Ketika zat terlarut hanya ada dalam satu bentuk di setiap fase, maka

koefisien partisi dan rasio distribusi identik. Namun, jika zat terlarut ada dalam

lebih dari satu bentuk pada fase mana pun, maka KD dan D biasanya memiliki

nilai yang berbeda. Misalnya, jika zat terlarut ada dalam dua bentuk dalam fase

berair, A dan B, hanya satu di antaranya, A, yang mempartisi dirinya sendiri di

antara dua fase, maka

Perbedaan antara KD dan D ini penting. Koefisien partisi adalah

konstanta kesetimbangan dan memiliki nilai tetap untuk partisi zat terlarut antara

dua fase. Nilai rasio distribusi, bagaimanapun, berubah dengan kondisi solusi jika

jumlah relatif dari bentuk A dan B berubah. Jika kita tahu reaksi kesetimbangan

yang terjadi dalam setiap fase dan antara fase, kita dapat memperoleh hubungan

aljabar antara KD dan D.

Hukum koefisien distribusi adalah suatu metode yang digunakan untuk

menentukan aktivitas zat terlarut dalam satu pelarut jika aktivasi zat terlarut dalam

pelarut lain diketahui, asalkan kedua pelarut tidak tercampur sempurna satu sama

lain. Faktor-faktor yang mempengaruhi koefisien distribusi adalah temperatur, zat

terlarut dan pelarut yang digunakan.

5
Hukum distribusi banyak dipakai dalam proses ekstraksi, analisis dan

penentuan tetapan kesetimbangan. Dalam laboratorium ekstraksi dipakai untuk

mengambil zat-zat terlarut dalam air dengan menggunakan pelarut-pelarut organik

yang tidak bercampur.

Contoh perhitungan koefisien distribusi 38 mg iodin dalam larutan air 12

mL dan dikocok dengan 2 mL CCl4 sampai mencapai keadaan setimbang . Hitung

berat iodin dalam larutan air.

Jawab:

Perumpamaan x berat dalam mg dari iodin yang terdapat dalam faae air.

konsentrasinya dapat dituliskan:


𝑥
[I2]aq = 258,8 ×12 dalam mol l-1

dalam CCl4 10-x mg iodin akan ditemukan, sehinggan diperoleh konsentrasi:

besar Kd untuk iodin 80,1 untuk koefisien distribusi :

dari x = 0,70 mg

6
y = 0,052 mg

Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan suatu zat berdasarkan perbedaan

kelarutannya terhadap dua cairan tidak saling larut yang berbeda, biasanya air dan

yang lainnya pelarut organik. Ekstraksi juga dapat dikatakan suatu pemisahan zat

dari campurannya dengan pembagian sebuah zat terlarut antara dua pelarut yang

tidak dapat tercampur untuk mengambil zat terlarut tersebut dari satu pelarut ke

pelarut yang lain. Hasil dari ekstraksi adalah ekstrak yang merupakan sediaan

kental yang diperoleh dengan mengekstraksi senyawa aktif dan sampel nabati

maupun hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua pelarut

diuapkan.

Jenis ekstraksi dan cairan yang sesuai untuk digunakan, sangat tergantung

dari kelarutan bahan kandungan serta stabilitasnya. Jadi dapat disimpulkan

bahwa ekstraksi adalah suatu proses pemisahan suatu zat berdasarkan perbedaan

kelarutannya terhadap dua cairan tidak saling larut yang berbeda.

Ketika suatu sampel berada dalam satu fase dan untuk pemisahannya

diketahui sebagai suatu ekstraksi. Dalam simpel ekstraksi, sampel di ekstraksi

satu atau beberapa kali dalam dua fase yang berbeda. Simpel ekstraksi umumnya

digunakan untuk pemisahan untuk satu komponene yang memiliki rasio

distribusi. beberapa teknik pemisahan yang penting berdasarkan simpel ekstraksi

adalah cair-cair (liquid-liquid), cair-padat (liquid-solid) and gas-padat (gas-solid)

ekstraksi (Harvey, 2000). Hukum distrirbusi berlaku apabila :

7
1. Larutan encer.

Apabila konsentrasi zat terlarut tinggi, misalnya asam asetat dalam air

dan kloroform, maka asam asetat dalam air cenderung untuk mengalami

asosiasi. Asosiasi tersebut dapat digambarkan dengan terbentuknya ikatan

hidrogen antara molekul asam asetat.

2. Zat terlarut

Zat terlarut mempunyai molekul relatif yang sama untuk pelarut

tersebut karena angka konstan. Angka perbandingan distribusi tidak

bergantung pada spesies atau jenis molekul yang mungkin ada. Hanya

perbandingan berubah dengan sifat dasar dari zat terlarut serta temperatur,

sedangkan angka berubah apabila konsentrasi zat berubah dalam kedua

pelarut setelah tercapai kesetimbangan pada temperatur tertentu pada larutan

tertentu.

B. Prinsip Ekstraksi

Prinsip dasar ekstraksi adalah melarutkan senyawa polar dalam pelarut

polar dan senyawa non-polar dalam pelarut non-polar, hal ini dikenal dengan

prinsip like dissolve like. Serbuk simplisia diekstraksi berturut-turut dengan pelarut

yang berbeda polaritasnya. Proses ekstraksi merupakan penarikan zat pokok yang

diinginkan dari bahan mentah dengan menggunakan pelarut yang dipilih dengan

zat yang diinginkan larut.

8
Tujuan ekstraksi adalah untuk menarik semua komponen kimia yang

terdapat dalam simplisia. Ekstraksi didasarkan pada perpindahan massa komponen

zat padat ke dalam pelarut dimana perpindahan mulai terjadi pada lapisan antar

muka, kemudian terdifusi masuk ke dalam pelarut (Ansel, 1989).

Dalam proses ekstraksi, zat terlarut baik anorganik dan organik,

mendistribusikan diri di antara dua cairan tak bercampur sangat berbeda, dan

perbedaan ini telah digunakan selama beberapa dekade untuk memisahkan spesies

kimia. Bagian ini mempertimbangkan aplikasi dari fenomena distribusi untuk

pemisahan analitis. Partisi zat terlarut antara dua fase tak bercampur adalah proses

keseimbangan yang diatur oleh hukum distribusi. Jika spesies terlarut A diizinkan

untuk mendistribusikan dirinya sendiri antara air dan fase organik, keseimbangan

yang dihasilkan dapat ditulis sebagai:

Aaq ⇔ Aorg (2)

di mana Aaq adalah zat terlarut yang terdistribusi dalam pelarut air dan Aorg adalah

zat terlarut yang terdistribusi dalam pelarut organik.

C. Jenis-Jenis Ekstraksi

Perpindahan suatu zat terlarut dari larutan disebut ekstraksi pelarut. teknik

ini sering di aplikasikan untuk proses pemisahan zat terlarut dalam suatu larutan.

Ekstraksi pelarut juga dikenal dengan ekstraksi cair-cair. Pada ekstraksi ini, zat

yang diekstraksi didalam campuran berbentuk cairan, ekstraksi cair-cair biasanya

dilakukan dengan corong pemisah Kedua cairan ditempatkan di corong pemisah

9
dan dikocok untuk meningkatkan luas permukaan antara fase. Ketika ekstraksi

selesai, cairan dibiarkan terpisah, dengan fase padat mengendap di bagian bawah

corong pemisah. Berikut ini gambar komponen corong pemisah:

Gambar 1. Komponen corong pisah (Harvey, 2000)

Ekstraksi dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu:

1. Cara dingin

a. Maserasi

Istilah maseration berasal dari bahasa latin yaitu macera, yang artinya

merendam jadi maserasi dapat diartikan sebagai proses dimana simplisia yang

sudah halus dapat memungkinkan untuk direndam dalam pelarut sampai

meresap dan melunakkan susunan sel, sehingga zat-zat aktif yang berkhasiat

yang mudah larut akan melarut (Ansel, 1989).

Maserasi dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam

cairan penyari/pelarut pada suhu kamar sehingga kerusakan atau degradasi

10
metabolit dapat diminimalisasi. Prinsip kerja ekstraksi maserasi yaitu cairan

penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel, zat aktif

akan larut dan karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di

dalam sel dengan yang di luar sel, maka larutan yang terpekat didesak keluar.

Peristiwa tersebut terjadi secara berulang sehingga terjadi keseimbangan

konsentrasi antara larutan di luar sel dan di dalam sel (Depkes RI., 2000).

Larutan yang konsentrasinya tinggi akan terdesak keluar dan diganti oleh

cairan penyari dengan konsentrasi rendah (proses difusi). Selama proses

maserasi dilakukan pengadukan dan penggantian cairan penyari setiap hari.

Endapan yang diperoleh dipisahkan dari filtratnya dipekatkan. Karena alasan

itupula maka diperlukan penggantian pelarut secara berulang (Hanani, 2015).

Kerugian utama dari metode maserasi ini adalah cara pengerjaannya

lama, pelarut yang digunakan banyak, dan besar kemungkinan beberapa

senyawa hilang karena penyarian kurang sempurna. Selain itu, beberapa

senyawa mungkin saja sulit diekstraksi pada suhu kamar. Namun di sisi lain,

keuntungan ekstraksi dengan cara maserasi adalah pengerjaan dan peralatan

yang digunakan sederhana dan dapat menghindari rusaknya senyawa-senyawa

yang bersifat termolabil (Mukhriani, 2014).

11
Berikut komponen alat maserasi :

Keterangan:
A : Bejana
B : Tutup bejana
C : Pengaduk yang digerakkan
secara mekanik

Gambar 2. Komponen alat maserasi

b. Perkolasi

Perkolasi adalah cara ekstraksi simplisia menggunakan pelarut yang

selalu baru, dengan mengalirkan pelarut melalui simplisia hingga senyawa

tersari sempurna. Cara ini memerlukan waktu lebih lama dan pelarut yang

lebih banyak. Untuk meyakinkan perkolasi sudah sempurna, perkolat dapat

diuji adanya metabolit dengan pereaksi yang spesifik (Hanani, 2015).

Pada metode perkolasi, serbuk sampel dibasahi secara perlahan dalam

sebuah perkolator (wadah silinder yang dilengkapi dengan kran pada bagian

bawahnya). Pelarut ditambahkan pada bagian atas serbuk sampel dan

dibiarkan menetes perlahan pada bagian bawah.

Kelebihan dari metode ini adalah sampel senantiasa dialiri oleh pelarut

baru. Sedangkan kerugiannya adalah jika sampel dalam perkolator tidak

homogen maka pelarut akan sulit menjangkau seluruh area. Selain itu, metode

ini juga membutuhkan banyak pelarut dan memakan banyak waktu

(Mukhriani, 2014).

12
Berikut gambar komponen alat perkolasi:

Keterangan:
A : Larutan
C : Katup
G : Wadah penampung

Gambar 2. Komponen alat perkolasi


2. Cara panas

a. Sokhletasi

Sokhletasi adalah cara ekstraksi menggunakan pelarut organik pada

suhu didih dengan alat soxhlet. Pada sokhletasi, simplisia dan ekstrak berada

pada labu berbeda. Pemanasan mengakibatkan pelarut menguap, dan uap

masuk dalam labu pendingin. Hasil kondensasi jatuh bagian simplisia

sehingga ekstraksi berlangsung terus-menerus dengan jumlah pelarut relatif

konstan. Ekstraksi ini dikenal sebagai ekstraksi sinambung (Hanani, 2015).

Keuntungan dari metode ini adalah proses ekstraksi yang kontinyu,

sampel terekstraksi oleh pelarut murni hasil kondensasi sehingga tidak

membutuhkan banyak pelarut dan tidak memakan banyak waktu. Kerugiannya

adalah senyawa yang bersifat termolabil dapat terdegradasi karena ekstrak

yang diperoleh terus-menerus berada pada titik didih (Mukhriani, 2014).

13
Berikut komponen alat sokhletasi:

Gambar 3. Komponen alat sokhletasi

b. Refluks

Penarikan komponen kimia yang dilakukan dengan cara sampel

dimasukkan ke dalam labu alas bulat bersama-sama dengan cairan penyari lalu

dipanaskan, uap-uap cairan penyari terkondensasi pada kondensor bola menjadi

molekul-molekul cairan penyari yang akan turun kembali menuju labu alas bulat,

akan menyari kembali sampel yang berada pada labu alas bulat, demikian

seterusnya berlangsung secara berkesinambungan sampai penyarian sempurna,

penggantian pelarut dilakukan sebanyak 3 kali setiap 3-4 jam. Filtrat yang

diperoleh dikumpulkan dan dipekatkan.

14
Berikut komponen alat refluks:

Gambar 4. Komponen alat refluks

c. Destilasi Uap Air

Prinsip destilasi uap adalah memisahkan suatu campuran yang memiliki

titik didih yang tinggi dengan cara mengalirkan uap kedalamnya. Dimana

senyawa yang memiliki titik didih yang tinggi sebelum mencapai titik didihnya

dimurnikan dengan menggunakan uap atau air mendidih. Berikut komponen alat

destilasi uap:

Gambar 5. Komponen alat destilasi

15
d. Rotavapor

Proses pemisahan ekstrak dari cairan penyarinya dengan pemanasan yang

dipercepat oleh putaran dari labu alas bulat, cairan penyari dapat menguap 5-10º C

di bawah titik didih pelarutnya disebabkan oleh karena adanya penurunan tekanan.

Dengan bantuan pompa vakum, uap larutan penyari akan menguap naik ke

kondensor dan mengalami kondensasi menjadi molekul-molekul cairan pelarut

murni yang ditampung dalam labu alas bulat penampung. Berikut komponen alat

rotary evaporator:

Gambar 6. Komponen alat rotary evaporator

16
D. Penerapan Metode Ekstraksi

Refluks merupakan metode ekstraksi dengan bantuan pemanasan dan

mampu mengekstraksi andrografolid yang merupakan senyawa tahan panas

(Pratiwi, 2010) Laksmiani dkk. telah melakukan penelitian pengembangan metode

refluks untuk ekstraksi andrografolid dari herba sambiloto dengan melihat

beberapa faktor yang mempengaruhi proses ekstraksi diantaranya jumlah pelarut

dan waktu ekstraksi. Jumlah pelarut menjadi faktor kritis dalam ekstraksi karena

pada prinsipnya volume pelarut harus mencukupi untuk melarutkan senyawa yang

akan diekstraksi.

Laksmiani melakukan penelitian dengan mengekstraksi senyawa

andrografolid menggunakan metode maserasi dengan cara merendam sampel

sambiloto dengan bantuan pelarut etanol 96% selama 2 hari, kemudian Maserat

diuapkan dengan vacum rotary evaporator pada suhu 60˚C hingga diperoleh

ekstrak kental. Ekstraksi andrografolid dilakukan dengan metode refluks

menggunakan pelarut etanol 96%. Dilakukan ekstraksi menggunakan

perbandingan serbuk herba sambiloto dengan jumlah pelarut sebanyak 1:2, 1:3,

1:4, 1:5 dan 1:6 pada suhu 70˚C selama 3 jam dan dilakukan ekstraksi dengan

variasi waktu selama 3, 6, 9 dan 12 jam pada suhu 70˚C. Hasil yang diperoleh

untuk pemilihan pelarut dapat dilihat grafik pada gambar 7.

17
Gambar 7. Grafik hubungan antara perbandingan jumlah pelarut dan kadar
andrografolid

Hasil menunjukkan bahwa semakin besar perbandingan jumlah pelarut

maka andrografolid yang terdapat pada bahan akan semakin meningkat, akan

tetapi setelah mencapai jumlah pelarut yang optimum komponen yang terambil

dari bahan mengalami penurunan Hal ini dapat disebabkan oleh komponen-

komponen yang terdapat dalam bahan jumlahnya terbatas dan pelarut yang

digunakan memiliki batas kemampuan untuk melarutkan bahan yang ada

meskipun dilakukan penambahan jumlah pelarut. Untuk hasil yang diperoleh

untuk pemilihan waktu dapat dilihat grafik pada gambar 8.

Gambar 8. Grafik hubungan antara perbandingan waktu ekstraksi dan kadar


andrografolid

18
Pada pemilihan waktu hasil menunjukkan kadar andrografolid yang

dihasilkan berbeda dalam berbagai waktu ekstraksi. Kelarutan komponen dalam

sampel secara perlahan sebanding dengan peningkatan waktu ekstraksi, akan

tetapi setelah mencapai waktu optimum jumlah komponen yang terambil dari

bahan akan mengalami penurunan.

Purwanto dkk. pada tahun 2010 melakukan penelitian pengembangan

Microwave Assisted Extractor (MAE) pada produksi minyak jahe dengan kadar

zingiberene tinggi. MAE merupakan teknik untuk mengekstraksi bahan-bahan

terlarut di dalam bahan tanaman dengan bantuan energi gelombang mikro.

Teknologi tersebut cocok bagi pengambilan senyawa yang bersifat thermolabil

karena memiliki kontrol terhadap temperatur yang lebih baik dibandingkan proses

pemanasan konvensional. Selain kontrol suhu yang lebih baik, MAE juga

memiliki beberapa kelebihan lain, diantaranya adalah waktu ekstraksi yang lebih

singkat, konsumsi energi dan solvent yang lebih sedikit, yield yang lebih tinggi,

akurasi dan presisi yang lebih tinggi, adanya proses pengadukan sehingga

meningkatkan phenomena transfer massa, dan setting peralatan yang

menggabungkan fitur sohklet dan kelebihan dari mikrowave.

Perancangan, modifikasi dan pabrikasi ekstraktor berbasis teknologi

MAE skala laboratorium dikerjakan di workshop teknik mesin unwahas semarang.

ekstraktor MAE termodifikasi (gambar 8) berupa seperangkat alat oven jenis

mikrowave yang akan dilengkapi dengan seperangkat ekstraktor terdiri dari labu

leher rendah dan kondensor.

19
Gambar 9. Komponen alat Microwave Assisted Extractor

E. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Proses Ekstraksi

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi proses ekstraksi yaitu:

a. Perlakuan pendahuluan

Perlakuan pendahuluan dapat berpengaruh terhadapat rendamen dan

mutu ekstrak yang dihasilkan. Perlakuan pendahuluan meliputi pengecilan

ukuran dan pengeringan bahan. Semakin kecil ukuran partikel, maka semakin

besar luas kontak antara padatan dengan pelarut, tahanan menjadi semakin

berkurang, dan lintasan kapiler dalam padatan menjadi semakin pendek (laju

difusi berbanding lurus dengan luas permukaan padatan dan berbanding terbalik

dengan ketebalan padatan), sehingga proses ekstraksi menjadi lebih cepat dan

20
optimal. Teknik pengecilan ukuran dapat dilakukan dengan cara pemotongan,

penggilingan, maupun penghancuran.

b. Temperatur

Kelarutan bahan yang diekstraksi dan difusivitas akan meningkat

dengan meningkatnya temperatur. Namun temperatur yang terlalu tinggi dapat

merusak bahan yang diekstrak, sehingga perlu menentukan temperatur

optimum.

c. Faktor pengadukan

Pengadukan dapat mempercepat pelarutan dan meningkatkan laju difusi

solute. Pergerakan pelarut di sekitar bahan akibat pengadukan dapat

mempercepat kontak bahan dengan pelarut dan memindahkan komponen dari

permukaan bahan ke dalam larutan dengan jalan membentuk suspensi serta

melarutkan komponen tersebut ke dalam media pelarut. Pengadukan dapat

dilakukan dengan cara mekanis, pengaliran udara atau dengan kombinasi

keduanya.

d. Pelarut

Dalam proses ekstraksi, pemilihan pelarut yang digunakan sangatlah

penting untuk tercapainya keberhasilan proses ekstraksi diantaranya :

1. Selektivitas

Pelarut hanya boleh melarutkan ekstrak yang diinginkan, bukan

komponen-komponen lain dari bahan ekstraksi. Dalam praktek, terutama pada

ekstraksi bahan-bahan alami, sering juga bahan lain (misalnya lemak, resin)

21
ikut dibebaskan bersama-sama dengan ekstrak yang diinginkan. Dalam hal itu

larutan ekstrak tercemar yang diperoleh harus dibersihkan, yaitu misalnya

diekstraksi lagi dengan menggunakan pelarut kedua.

2. Kelarutan

Pelarut sedapat mungkin memiliki kemampuan melarutkan ekstrak yang

besar (kebutuhan pelarut lebih sedikit).

3. Kemampuan tidak saling bercampur

Pada ekstraksi cair-cair, pelarut tidak boleh (atau hanya secara terbatas)

larut dalam bahan ekstraksi.

4. Kerapatan

Terutama pada ekstraksi cair-cair, sedapat mungkin terdapat perbedaan

kerapatan yang besar antara pelarut dan bahan ekstraksi. Hal ini dimaksudkan

agar kedua fasa dapat dengan mudah dipisahkan kembali setelah pencampuran

(pemisahan dengan gaya berat). Bila beda kerapatannya kecil, seringkali

pemisahan harus dilakukan dengan menggunakan gaya sentrifugal.

5. Reaktivitas

Pada umumnya pelarut tidak boleh menyebabkan perubahan secara kimia

pada komponen-kornponen bahan ekstraksi. Sebaliknya, dalam hal-hal tertentu

diperlukan adanya reaksi kimia (misalnya pembentukan garam) untuk

mendapatkan selektivitas yang tinggi. Seringkali ekstraksi juga disertai dengan

reaksi kimia. Dalam hal ini bahan yang akan dipisahkan mutlak harus berada

dalam bentuk larutan.

22
6. Titik didih

Ekstrak dan pelarut biasanya harus dipisahkan dengan cara penguapan,

destilasi atau rektifikasi, maka titik didih kedua bahan itu tidak boleh terlalu

dekat dan keduanya tidak membentuk aesotrop. Ditinjau dari segi ekonomi,

akan menguntungkan jika pada proses ekstraksi titik didih pelarut tidak terlalu

tinggi (seperti juga halnya dengan panas penguapan yang rendah).

7. Kriteria lain

Murah, tersedia dalam jumlah besar, tidak beracun, tidak dapat terbakar,

tidak korosif, tidak menyebabkan terbentukya emulsi, memiliki viskositas

yang rendah. Pelarut (cairan penyari) adalah zat yang digunakan sebagai

media untuk melarutkan zat lain. Kesuksesan penentuan senyawa biologis

aktif dari bahan tumbuhan sangat tergantung pada jenis pelarut yang

digunakan dalam prosedur ekstraksi. Sifat pelarut yang baik untuk ekstraksi

yaitu toksisitas dari pelarut yang rendah, mudah menguap pada suhu yang

rendah, dapat mengekstraksi komponen senyawa dengan cepat (Tiwari dkk.,

2011).

Cairan penyari dalam proses pembuatan ekstraksi adalah pelarut

yang baik (optimal) untuk kandungan senyawa berkhasiat atau yang aktif,

dengan demikian senyawa tersebut dapat terpisahkan dari bahan senyawa

lainnya, serta ekstrak hanya mengandung sebagian besar kandungan senyawa

yang diinginkan (Depkes RI, 2000). Pemilihan cairan penyari

mempertimbangkan beberapa faktor yaitu: Cairan penyari yang baik harus

23
memenuhi kriteria sebagai berikut: murah dan mudah diperoleh, stabil secara

fisika dan kimia, bereaksi netral, tidak menguap dan tidak mudah terbakar,

tidak mudah ditumbuhi jamur, tahan lama, selektif yaitu hanya menarik zat

berkhasiat yang dikehendaki, tidak mempengaruhi zat berkhasiat serta

diperbolehkan oleh peraturan (DepKes RI, 2000).

Pelarut organik berdasarkan konstanta elektrikum dapat dibedakan

menjadi dua yaitu pelarut polar dan pelarut non-polar. Konstanta dielektrikum

dinyatakan sebagai gaya tolak menolak antara dua pertikel yang bermuatan

listrik dalam suatu molekul. Semakin tinggi konstanta dielektrikumnya maka

pelarut bersifat semakin polar (Sudarmadji et al, 1989).

Tabel 1. Konstanta dielektrik pelarut organik

Pelarut Konstanta Dielektrik


n-heksan 2,0
Etil Asetat 6,0
Khloroform 4,8
Asam asetat 6,2
Benzen 2,3
Etanol 24,3
Metanol 33,1
Air 80,4
(Sudarmadji et al, 1989).

24
BAB III. PENUTUP

A. KESIMPULAN

Kesimpulan yand diperoleh pada penulisan makalah ini adalah:

1. Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan suatu zat berdasarkan perbedaan

kelarutannya terhadap dua cairan tidak saling larut yang berbeda, biasanya air

dan yang lainnya pelarut organikMengetahui prinsip ekstraksi.

2. Prinsip dasar ekstraksi adalah melarutkan senyawa polar dalam pelarut polar

dan senyawa non-polar dalam pelarut non-polar. Serbuk simplisia diekstraksi

berturut-turut dengan pelarut yang berbeda polaritasnya.

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses ekstraksi adalah perlakuan

pendahuluan, temperature, factor pengadukan dan pemilihan pelarut.

4. Jenis-jenis ekstraksi ditinjau dari caranya terdiri atas dua yaitu, cara dingin

berupa maserasi dan perkolasi serta cara panas berupa sokhletasi.

5. Koefisien partisi adalah konstanta kesetimbangan dan memiliki nilai tetap

untuk partisi zat terlarut antara dua fase. Nilai rasio distribusi, bagaimanapun,

berubah dengan kondisi solusi jika jumlah relatif dari bentuk A dan B berubah.

Jika kita tahu reaksi kesetimbangan yang terjadi dalam setiap fase dan antara

fase, kita dapat memperoleh hubungan aljabar antara KD dan D.

25
DAFTAR PUSTAKA

Ansel, H.C, 1989, Introduction to Pharmaceutical Dosage Form. Penerjemah Farida.

Depkes RI, 2000, Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Cetakan
Pertama. Jakarta.
Hanani, E. 2015, Analisis Fitokimia, EGC, Jakarta.
Harvey, D., 2000, Modern Analitycal Chemistry, DePauw University.

Laksmiani, N.P.L, Susanti, N.M.P.1, Widjaja, I.N.K., Rismayanti, A.A.M.I. dan


Wirasuta I.M.A.G., 2017, Pengembangan Metode Refluks Untuk Ekstraksi
Andrografolid Dari Herba Sambiloto (Andrographis paniculata (Burm.f.)
Nees), Universitas Udayana : Bali.

Mukhriani, 2014, Ekstraksi, Pemisahan Senyawa, dan Identifikasi Senyawa Aktif


Jurnal Kesehatan, Vol. 7, No. 2, 361-367.

Purwanto, H., Indah H. dan Laeli K., 2010, Pengembangan Microwave Assisted
Extractor (MAE) Pada Produksi Minyak Jahe Dengan Kadar Zingiberene
Tinggi, Momentum, Vol 6, No 2.

Skoog, D.A., West, D.M., Holler, F.J., and Crouch, S.R., 2004, Fundamental of
Analitycal Chemistry: Brooks, Cengage Learning : 852.

Sudarmadji, S, 1989. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Edisi I. Cetakan


Pertama. Yogyakarta: Liberty.

Tiwari, dkk, 2011. Phytochemical Screening and Extraction: A Review. International


Pharmaceutica Sciencia, Vol. 1.

Underwood, A.L dan R.A. Day, J.R., 2002, Analisis Kimia Kuantitatif disi keenam,
Jakarta : Erlangga.

Vogel, A.I., 1979, Textbook of Macro and Semimicro Qualitative Inorganic Analysis,
Longman, New York : 130.

26

Anda mungkin juga menyukai