Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH KIMIA ANALITIK

“Titrasi Pembentukan Kompleks”

Disusun Oleh:
1. Serina Br. Limbong 2007113920
2. Novia Syafril 2007113922
3. Wan Al Aidi Syahrouqan 2007125616

Dosen Pengampu : Dra. Wirasyetti, M.Si

PROGRAM STUDI S1 TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS RIAU
2022
Daftar Isi

Daftar Isi ................................................................................................................................... 2


Daftar Gambar ......................................................................................................................... 3
BAB I ......................................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN .................................................................................................................... 4
1.1 Latar Belakang .......................................................................................................... 4
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................................... 4
1.3 Tujuan ........................................................................................................................ 5
BAB II ....................................................................................................................................... 6
PEMBAHASAN ....................................................................................................................... 6
2.1 Pengertian Titrasi Kompleksometri ........................................................................ 6
2.2 Jenis Titrasi Kompleksometri .................................................................................. 7
2.1.1 Ligan Unidentat atau Monodentat ....................................................................... 7
2.1.2 Ligan Bidentat ...................................................................................................... 8
2.1.3 Ligan Polidentat ................................................................................................... 8
2.1.4 Kelon (chelon) ..................................................................................................... 8
2.3 Titrasi Kompleksometri dengan EDTA .................................................................. 9
2.4 Konstanta Pembentukan ........................................................................................ 11
2.5 Kurva Titrasi Kompleksometri.............................................................................. 11
2.6 Contoh Soal Titrasi Kompleksometri .................................................................... 12
BAB III .................................................................................................................................... 14
PENUTUP ............................................................................................................................... 14
3.1 Kesimpulan .............................................................................................................. 14
3.2 Saran ......................................................................................................................... 14
BAB IV .................................................................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 15

2
Daftar Gambar

Gambar 2.1 Contoh Ligan Monodentat (AgI(AsPh3)…………………………………… 7


Gambar 2.2 Contoh Ligan Bidentat (Ion oksalat)………………………………………...8
Gambar 2.3 Contoh Ligan Polidentat (EDTA)…………………………………………... 8
Gambar 2.4 Rumus Konstanta Pembentukan……………………………………………..10
Gambar 2.5 Kurva Titrasi Kompleksometri………………………………………………11

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Titrasi adalah cara analisis yang memungkinkan kita untuk mengukur jumlah yang pasti
dari suatu larutan dengan mereaksikan dengan suatu larutan yang konsentrasinya diketahui.
Analisis semacam ini menggunakan pengukuran volume larutan pereaksi disebut analisis
volumemetri. Pada titrasi salah satu larutan dimasukkan kedalam buret atau disebut dengan
titran, sedangkan larutan lainnya dimasukkan dalam labu erlenmeyer yang disebut dengantitrat.
Larutan titran dicampurkan dengan titrat sampai seluruh reaksi selesai yang dinyatakandengan
perubahan warna indikator pH, yang merupakan suatu zat yang pada umumnya ditambahkan
kedalam larutan titrat dan mengalami semacam perubahan warna. Perubahan warna
menandakan bahwa reaksi telah selesai dan merupakan titik akhir titrasi, kemudian volume
titran yang telah digunakan dicatat.
Titrasi kompleksometri merupakan titrasi yang berdasarkan atas pembentukan
persenyawaan kompleks (ion kompleks atau garam yang sukar mengion). Salah satu cara
penetapan kadar suatu ion logam berdasarkan terbentuknya suatu senyawa kompleks antar ion
logam dengan senyawa pembentuk kompleks ialah dengan kompleksometri. Senyawa
pembentuk kompleks sebagai donor elektron sedangkan ion logam yang bertindak sebagai
akseptor elektron. Dalam larutan alkali, pembentukan kompleks lebih efisien dan lebih stabil.
Namun, jika terlalu alkali, perlu diwaspadai akan terbentuknya endapan logam teroksidasi.
Dalam penetuan ion-ion logam secara titrasi kompleksometri umumnya digunakan III
(EDTA) sebagai zat pembentuk kompleks khelat dimana EDTA berekasi dengan ion logam
yang polivalen seperti Al3+, CU2-, CA2+ membentuk senyawa atau kompleks khelat yang stabil
dan larut dalam air. Keuntungan dari metode kompleksometri adalah waktu pengerjaannya
lebih sederhana dibandingkan gravimetri dan spektometer. Sedangkan kerugiannya adalah
penentuan titik akhir susah ditentukan karena sangat dipengaruhi oleh pH dan bahan yang
cukup banyak dibandingkan dengan metode lain yaitu larutan bak, indikator, dan larutan asam
atau basa.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Titrasi Kompleksometri dan Prinsip Dasarnya?
2. Apa saja jenis-jenis dari Titrasi Kompleksometri?
3. Apa yang dimaksud dengan Titrasi Kompleksometri dengan EDTA?

4
4. Apa yang dimaksud dengan Konstanta Pembentukan?
5. Apa yang dimaksud dengan Kurva Titrasi Kompleksometri?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui apa itu Titrasi Kompleksometri dan Prinsip Dasarnya
2. Mengetahui apa saja jenis-jenis dari Titrasi Kompleksometri
3. Mengetahui Apa yang dimaksud dengan Titrasi Kompleksometri dengan EDTA
4. Mengetahui Apa yang dimaksud dengan Konstanta Pembentukan
5. Mengetahui Apa yang dimaksud dengan Kurva Titrasi Kompleksometri

5
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Titrasi Kompleksometri


Titrasi kompleksometri adalah suatu jenis titrasi dimana reaksi antara bahan yang
dianalisis dan titrat akan membentuk suatu kompleks senyawa. Kompleks yang dimaksud
disini adalah komplek yang dibentuk melalui reaksi ion logam,sebuah kation, dengan sebuah
anion atau molekul netral. Kompleks senyawa ini disebut kelat dan terjadi akibat titran dan
titrat yang saling mengkompleks. Kelat yang terbentuk melalui titrasi terdiri dari dua
komponen yang membentuk ligan dan tergantung pada titran serta titrat yang hendak diamati.
Reaksi-reaksi pembentukan kompleks atau yang menyangkut kompleks banyak sekali dan
penerapannya juga banyak, tidak hanya dalam titrasi. Contoh reaksi titrasi kompleksometri :
Persyaratan mendasar terbentuknya kompleks demikian adalah tingkat kelarutan tinggi.
Gugus yang terikat pada ion pusat disebut ligan. Ligan ialah suatu zat yang mengikat ion pusat
agar tidak terganggu dengan ion-ion lain. Titrasi kompleksometri juga dikenal sebagai reaksi
yang meliputi reaksi pembentukkan molekul netral yang terdisosiasi dalam larutan.
Prinsip dasar dari titrasi kompleksometri adalah terjadinya reaksi pembentukan ion ion
kompleks antara bahan yang akan dianalisis dan titran. Terdapat dua cara yang terkenal dari
jenis titrasi kompleksometri ini yaitu cara Liebig dan Schwarzenbach. Cara Liebig
menggunakan ligan monodental sebagai pengkelat misalnya menggunakan titran AgNO3
untuk menentukan kadar CN-, sedangkan pada acara Schwarzenbach menggunakan ligan
polidental terutama tertuju pada asam-asam aminopolikarboksilat salah satunya adalah asam
etilendiaminatetra-asetat (EDTA) yang merupakan suatu asam organik berbasa empat.
Sebelum etilendiaminatetra-asetat (EDTA) diperkenalkan dalam pemeriksaan kimia,
cara titrasi yang didasarkan pada pembentukan kompleks sangat terbatas pemakaiannya. Satu-
satunya ligan yang lazim dipakai pada masa lalu dalam pemeriksaan kimia adalah ion sianida,
CN-, karena sifatnya yang dapat membentuk kompleks yang mantap dengan ion perak dan ion
nikel (Rivai,1995).
Titrasi kompleksometri dalam perkembangan analisis kimia sempat mengalami
kemunduran karena kelemahan-kelemahannya serta karena adanya cara-cara baru yang lebih
baik. Akan tetapi, hal ini diperbaiki dengan berkembangnya penelitian-penelitian tentang
pengkelat polidentat. Perhatian baru terhadap kompleksiometri ini diawali oleh
Schawazenbach tahun 1954. Ia menyadari bahwa potensi pengkelat dalam analisis volumetrik

6
sangat baik. Ahli kimia asal Swiss in mengkhususkan perhatiannya pada penggunaan asam-
asam aminopolikarboksilat, salah satunya asam etilendiaminatetra-asetat (EDTA).
2.2 Jenis Titrasi Kompleksometri
Titrasi kompleksometri digolongkan berdasarkan pada jenis ligan (titran). Hal ini karena
pada akhir proses titrasi kompleksometri akan membentuk sebuah senyawa yang biasanya
terdiri dari dua komponen dalam bentuk ligan. Ligan adalah suatu unsur yang memiliki
pasangan elektron bebas untuk di donorkan pada logam. Ligan yang banyak digunakan adalah
dinatrium etilen,dianida tetra asetat (Na2EDTA). Ligan adalah sebuah ion atau molekul netral
yang mampu mengikat secara koordinasi atom atau ion logam pusat dalam senyawa kompleks.
Molekul ini berperan sebagai basa lewis (donor pasangan elektron), dan logam pusat yang
mengikatnya berperan sebagai asam Lewis (akseptor).
Ligan mempunyai paling tidak satu atom donor dengan sepasang elektron yang
digunakan untuk membentuk ikatan kovalen dengan atom atau ion logam pusat. Adapun jenis-
jenis titrasi kompleksometri digolongkan berdasarkan pada jenis ligannya adalah sebagai
berikut :
2.1.1 Ligan Unidentat atau Monodentat

Gambar 2.1 Contoh Ligan Monodentat (AgI(AsPh3)3

Ligan monodentat memiliki sebuah atom donor, contohnya adalah NH3, H2O,CO dan
Cl-. Ligan monodentat yang atom donornya memiliki satu PEB biasanya hanya dapat
membentuk sebuah ikatan kovalen koordinasi dengan atom logam atau ion logam. Ligan
monodentat yang atom donornya memiliki lebih dari satu PEB misalnya I-, dapat membentuk:
a) satu ikatan kovalen koordinasi seperti teramatipada [AgI(AsPh 3)3];
b) dua ikatan kovalen koordinasi seperti teramati pada [(Ph3As)2Ag(µ-I)2Ag(AsPh3)2]

7
2.1.2 Ligan Bidentat

Gambar 2.2 Contoh Ligan Bidentat (Ion oksalat)

Ligan bidentat memiliki dua atom donor, contohnya adalah 1,2-diaminoetana


(etilenadiamina), 1,3-diaminopropana, ion oksalat, 2,2’-bipiridina dan 1,10- fenantrolina. Dua
atom donor pada ligan 2,2’- bipiridina dan 1,10- fenantrolina cenderung mengoordinasi pada
atom pusat yang sama sehingga dihasilkan kompleks dengan sepit.
2.1.3 Ligan Polidentat

Gambar 2.3 Contoh Ligan Polidentat (EDTA)

Ligan yang memiliki lebih dari satu atom donor yaitu ligan bidentat, tridentat, dan
seterusnya sering kali disebut juga ligan polidentat. Pada ligan yang memiliki dua atau lebih
atom donor, atom-atom donor tersebut dapat berikatan dengan pusat yang sama membentuk
kompleks sepit (chelate complex). Salah satu jenis dari ligan polidentat ini adalah ligan
heksadentat yang contohnya adalah asam etilendiaminatetra-asetat (EDTA).
Enam atom donor pada ligan EDTA adalah dua atom nitrogen dan empat atom oksigen
dari empat gugus asetat. Dari dua atom oksigen yang terdapat pada gugus asetat hanya satu
yang dapat dikoordinasikan pada atom pusat. Ligan EDTA cenderung membentuk kompleks
sepit dan banyak digunakan dalam bidang kimia analitik.
2.1.4 Kelon (chelon)
Kelon adalah perekasi pembentuk kompleks yang dapat digunakan sebagai penitrasi
kuantitatif ion logam. Chelating agent yang larut dalam air membentuk kompleks stabil dengan
ion logam. Ligan pembentuk kompleks yang dapat membentuk kompleks yang larut dalam air
disebut sesquestering agent. Proses ini disebut juga khelasi, dimana molekul polidentat

8
mengikat ion logam membentuk suatu cincin. Kompleks yang terbentuk disebut dengan
senyawa kelat dan ligan polidentat disebut sebagai agen khelasi. Contoh ligan yang mampu
membuat khelasi adalah EDTA. Di bawah ini merupakan contoh kompleks logam-EDTA.
2.3 Titrasi Kompleksometri dengan EDTA
Salah satu zat pembentuk kompleks yang banyak digunakan dalam titrasi
kompleksometri adalah garam dinatrium etilendiaminatetra-asetat (dinatrium EDTA). Asam
etilendiaminatetra-asetat atau yang lebih dikenal dengan EDTA merupakan salah satu jenis
asam amina polikarboksilat dan merupakan pengompleks yang kuat dan stabil. EDTA
sebenarnya adalah ligan heksadentat yang dapat berkoordinasi dengan suatu ion logam lewat
kedua nitrogen dan keempat gugus karboksilnya atau disebut ligan 9arn aitu9te yang
mengandung lebih dari dua atom koordinasi per molekul.
Suatu EDTA dapat membentuk senyawa kompleks yang mantap dengan sejumlah besar
ion logam sehingga EDTA merupakan ligan yang tidak selektif. Dalam larutan yang agak asam,
dapat terjadi protonasi parsial EDTA tanpa pematahan sempurna kompleks logam. Ternyata
bila beberapa ion logam yang ada dalam larutan tersebut maka titrasi dengan EDTA akan
menunjukkan jumlah semua ion logam yang ada dalam larutan tersebut. Titrasi dapat
ditentukan dengan adanya penambahan indikator yang berguna sebagai tanda tercapai titik
akhir titrasi. Ada empat syarat suatu indikator ion logam dapat digunakan pada pendeteksian
visual dari titik-titik akhir yaitu
1. Reaksi warna harus sedemikian sehingga sebelum titik akhir
2. Reaksi haruslah spesifik (khusus) atau sedikitnya selektif
3. Kompleks-indikator logam itu harus memiliki kestabilan
4. Kontras warna antara indikator bebas dan kompleks-indikator logam harus sedemikian
sehingga mudah diamati
Faktor-faktor yang membuat EDTA ampuh sebagai pereaksi titrimetri antara :
1. Selalu membentuk kompleks ketika direaksikan dengan ion logam,
2. Kestabilannya dalam membentuk kelat sangat konstan sehingga reaksi berjalan sempurna
(kecuali dengan logam alkali),
3. Dapat bereaksi cepat dengan banyak jenis ion logam,
4. Telah dikembangkan indikatornya secara khusus,
5. Mudah diperoleh bahan baku primernya
6. Dapat digunakan baik sebagai bahan yang dianalisis maupun sebagai bahan untuk
standardisasi.

9
Penetapan titik akhir titrasi digunakan indikator logam, yaitu indikator yang dapat
membentuk senyawa kompleks dengan ion logam. Ikatan kompleks antara indikator dan ion
logam harus lebih lemah dari pada ikatan kompleks antara larutan titer dan ion logam. Larutan
indikator bebas mempunyai warna yang berbeda dengan larutan kompleks indikator. Indikator
yang banyak digunakan dalam titrasi kompleksometri adalah:
a. Hitam eriokrom Indikator ini peka terhadap perubahan kadar logam dan pH larutan. Pada
pH 8 - 10 senyawa ini berwarna biru dan kompleksnya berwarna merah anggur. Pada pH 5
senyawa itu sendiri berwarna merah, sehingga titik akhir sukar diamati, demikian juga pada
pH 12. Umumnya titrasi dengan indikator ini dilakukan pada pH 10.
b. Jingga xilenol Indikator ini berwarna kuning sitrun dalam suasana asam dan merah dalam
suasana alkali. Kompleks logam-jingga xilenol berwarna merah, karena itu digunakan pada
titrasi dalam suasana asam.
Adapun Jenis-jenis Titrasi Kompleksometri dengan EDTA, antara lain:
1. Titrasi langsung
Larutan EDTA dapat digunakan untuk titrasi langsung beberapa kation. Bahan
pengompleks seperti sitrat dan tartrat sering ditambahkan untuk mencegah pengendapan
hidroksida logam. Di samping itu juga sering ditambahkan larutan penyangga pH 9-10 untuk
logam yang dapat membentuk kompleks dengan amonia. Indikator yang dapat dipergunakan
adalah EBT untuk titrasi ion Mg, In, Ca, dan Cd serta indikator murexide untuk ion logam Co,
Cu, dan Ni. Titrasi dengan EDTA sering digunakan dalam penentuan kesadahan air. Air sadah
mengandung ion kalsium
2. Titrasi Balik
Titrasi balik atau ada juga yang menamakan titrasi mundur atau titrasi kembali digunakan
ketika reaksi antara kation dan EDTA berjalan lambat atau tidak ada indikator logam yang
sesuai. Pada titrasi balik, larutan sampel ditambah EDTA dalam jumlah tertentu dan berlebih
serta ditambah larutan penyangga. Sejumlah EDTA yang tidak bereaksi dengan larutan sampel
selanjutnya dititrasi dengan larutan standar seperti seng klorida atau seng sulfat. Larutan
standar lainnya yang juga dapat Anda pakai adalah magnesium klorida atau magnesium sulfat.
Metode ini dapat digunakan untuk menentukan logam-logam dalam pengendapan, misal timbal
dalam timbal sulfat dan kalsium dalam kalsium oksalat.
3. Titrasi tidak langsung
Titrasi tidak langsung telah banyak digunakan untuk penentuan anion yang mengendap
dengan kation logam tertentu. larutan sampel direaksikan dulu dengan pereaksi yang jumlah
kepekatannya tertentu, kemudian hasil reaksi dititrasi dengan larutan standar/ baku.

10
4. Titrasi Alkalimetri
Dalam titrasi alkalimetri, basa digunakan sebagai titran yang kemudian diteteskan ke
larutan titrat yang bersifat asam, sehingga larutan menjadi netral. Ketika mol basa bereaksi
sama dengan jumlah mol asam dalam larutan titrat, maka titik ekuivalen titrasi akan tercapai.
Berikutnya, titik akhir titrasi akan diketahui menggunakan indikator titrasi tertentu. Langkah
terakhir dari titrasi alkalimetri adalah penentuan kadar atau konsentrasi sampel. Tentu saja
penentuan ini dilakukan dengan menerapkan rumus umum titrasi, di mana jumlah mol basa
harus sama dengan jumlah mol asam. Jumlah mol basa sendiri diketahui dengan perkalian total
volume yang dibutuhkan agar bisa mencapai titik akhir titrasi dengan menggunakan
konsentrasi larutan basa yang konsentrasinya sudah diketahui.
2.4 Konstanta Pembentukan
Tetapan pembentukan kompleks (Kf) atau tetapan kestabilan kompleks reaksi adalah
besarnya nilai tetapan pembentukan kompleks yang menyatakan tingkat kestablian suatu
senyawa kompleks. Makin besar nilai tetapan pembentukan senyawa kompleks. Makin besar
nilai tetapan pembentukan senyawa kompleks, maka senyawa kompleks tersebut semakin
stabil. Sebaliknya makin kecil harga konstanta kestabilan senyawa kompleks, maka senyawa
kompleks tersebut semakin tidak stabil bebas.

Gambar 2.4 Rumus Konstanta Pembentukan


Kestabilan ion/senyawa kompleks dipengaruhi oleh jenis ligan maupun jenis kation.
Ciri ligan yang mempengaruhi kestabilan kompleks antara lain:
1. Kekuatan basa dari ligan
2. Sifat-sifat penyempitan
3. Efek sterik.
2.5 Kurva Titrasi Kompleksometri
Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa titrasi kompleksometri dengan EDTA selalu
menghasilkan ion hidrogen.Oleh karena itu maka titrasi sangat dipengaruhi oleh pH larutan.
Gambar 2. menunjukkan pengaruh pH larutan terhadap kecenderungan kurva titrasi. Pada
titrasi dengan kondisi pH yang berbeda yaitu pada pH 7 dan 10, ternyata kedua kurva
menunjukkan kemiripan sampai titik ekuivalen. Setelah titik ekuivalen, semakin besar pH
maka pa semakin besar.

11
Hal ini disebabkan nilai Keff menjadi lebih besar dalam larutan yang memiliki
konsentrasi ion hidrogen kecil Oleh karena itu pada pH rendah, Kef menjadi sangat kecil,
sehingga titrasi menjadi sulit dilakukan.

Gambar 2.5 Kurva Titrasi Kompleksometri


2.6 Contoh Soal Titrasi Kompleksometri
1. Jumlah kalsium dalam cairan fisiologis dapat ditentukan dengan titrasi
kompleksometri dengan EDTA. Dalam satu analisis tersebut, sampel serum darah
0,100 mL dibuat basa dengan menambahkan 2 tetes NaOH dan dititrasi dengan
0,00119 M EDTA, membutuhkan 0,268 mL untuk mencapai titik akhir. Laporkan
konsentrasi kalsium dalam sampel sebagai miligram Ca per 100 mL.
Jawab:
MEDTA = 0,00119 M
VEDTA = 0,268 mL
Ar Ca = 40 mg/mmol
V sampel = 0,1 mL
Pertama, cari dulu jumalh mol Ca2+ per 0,1 mL sampel
𝑀𝑜𝑙 𝐶𝑎2+ = 𝑚𝑜𝑙 𝐸𝐷𝑇𝐴
𝑔/𝐴𝑟 = 𝑀 × 𝑉
𝑔 𝐶𝑎2+ = 0,00119 𝑀 × 0,268 𝑚𝐿 × 40 𝑚𝑔⁄𝑚𝑚𝑜𝑙
𝑔 𝐶𝑎2+ = 0,0127568 𝑚𝑔 (𝑝𝑒𝑟 0,1 𝑚𝐿 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙)
Sedangkan miligram Ca per 100 ml sampel adalah:
0,1 𝑚𝐿 × 1000 = 100 𝑚𝐿
0,0127568 𝑚𝑔 × 1000 = 12,7568 𝑚𝑔 ~ 12,8 𝑚𝑔

12
2. Sebelum pengenalan titrasi EDTA paling kompleks digunakan Ag+ atau CN– sebagai
titran. Analisis untuk Cd2+, misalnya, dilakukan secara tidak langsung dengan
2–
menambahkan kelebihan KCN untuk membentuk Cd(CN) 4 , dan kembali titrasi
kelebihan CN– dengan Ag+, membentu k Ag(CN)2– . Dalam satu analisis tersebut,
sampel 0,3000-g bijih dilarutkan dan diperlakukan dengan 20,00 mL 0,5000 M KCN.
Kelebihan CN– membutuhkan 13,98 mL 0,1518 M AgNO3 untuk mencapai titik
akhir. Tentukan % b / b Cd dalam bijih.
Dik : Msampel = 0.3 g
VAgNO3 = 0.01398 L
VKCN = 20 ml
MKCN = 0.5 M
MAgNO3 = 0.1518 M
Mr Cd = `112,40 g/mol
Dit: % (b/b) Cd dalam bijih??
Jawab:
2 CN- + Ag+ → Ag(CN)2-
Mol CN- = 2 x Mol Ag+
=2xMxV
= 2 x (0. 1518 M x 0.01398 L)
= 2 x ( 0.0021122164 )
= 0.004244328 mol
Cd2+ + 4 KCN → Cd(CN)42- + 4 K+
Mencari bobot Cd:
4 x Mol Cd2+ = mol KCN berlebih – mol KCN
4 x Mol Cd2+ = M x V – 0.004244328 mol
= 0.5 M x 0.02 L - 0.004244328 mol
Mol Cd2+ = 0,005755672/4
= 0,001438918
Massa Cd2+ = mol x Mr
= 0,001438918 x 112,40
= 0,1617343832 gram
% b/b Cd = (berat Cd x 100 %) / berat sampel
= (0,1617343832 gram x 100 %)
= 0.3 gram = 53,9 %
13
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Titrasi kompleksometri merupakan titrasi terhadap larutan analit dengan titran yang mampu
membentuk ion atau senyawa kompleks.
2. Kurva pada titrasi EDTA dibuat dengan memplot logaritma negatif dari konsentrasi ion
logam bebas yaitu pM = log[Mn+] pada sumbu y dan volume larutan EDTA yang
ditambahkan pada sumbu x
3. Titrasi kompleksometri digolongkan menjadi dua yaitu titrasi yang melibatkan ligan
monodentat dan titrasi yang melibatkan ligan polidentat
4. Prosedur yang dapat digunakan dalam titrasi dengan EDTA antara lain titrasi langsung,
titrasi balik, titrasi subtitusi, titrasi tidak langsung, dan titrasi alkalimetri

3.2 Saran
Kesalahan-kesalahan dalam penulisan dan format dari penulis dapat di perbaiki lagi
dengan bantuan kritik dan saran dari pembaca dan dari kesadaran penuh penulis sendiri yang
dapat memperbaik makalah kami dan dapat membangun kesempurnaan makalah ini
kedepannya.

14
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

Khopkar, S.M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta : Universitas Indonesia.
Jr. A. Day and Underwood. 1994. Analisa Kimia Kualitatif. Jakarta : Erlangga.
Underwood, A, L.2001. Analisa Kimia Kuantitatif Edisi Keenam. Jakarta : Erlangga
Vogel. 1990. Analisis Anorganik Kualitatif. Jakarta : PT Kalman Media Pusaka

15

Anda mungkin juga menyukai