Disusun Oleh:
1. Serina Br. Limbong 2007113920
2. Novia Syafril 2007113922
3. Wan Al Aidi Syahrouqan 2007125616
2
Daftar Gambar
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
4. Apa yang dimaksud dengan Konstanta Pembentukan?
5. Apa yang dimaksud dengan Kurva Titrasi Kompleksometri?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui apa itu Titrasi Kompleksometri dan Prinsip Dasarnya
2. Mengetahui apa saja jenis-jenis dari Titrasi Kompleksometri
3. Mengetahui Apa yang dimaksud dengan Titrasi Kompleksometri dengan EDTA
4. Mengetahui Apa yang dimaksud dengan Konstanta Pembentukan
5. Mengetahui Apa yang dimaksud dengan Kurva Titrasi Kompleksometri
5
BAB II
PEMBAHASAN
6
sangat baik. Ahli kimia asal Swiss in mengkhususkan perhatiannya pada penggunaan asam-
asam aminopolikarboksilat, salah satunya asam etilendiaminatetra-asetat (EDTA).
2.2 Jenis Titrasi Kompleksometri
Titrasi kompleksometri digolongkan berdasarkan pada jenis ligan (titran). Hal ini karena
pada akhir proses titrasi kompleksometri akan membentuk sebuah senyawa yang biasanya
terdiri dari dua komponen dalam bentuk ligan. Ligan adalah suatu unsur yang memiliki
pasangan elektron bebas untuk di donorkan pada logam. Ligan yang banyak digunakan adalah
dinatrium etilen,dianida tetra asetat (Na2EDTA). Ligan adalah sebuah ion atau molekul netral
yang mampu mengikat secara koordinasi atom atau ion logam pusat dalam senyawa kompleks.
Molekul ini berperan sebagai basa lewis (donor pasangan elektron), dan logam pusat yang
mengikatnya berperan sebagai asam Lewis (akseptor).
Ligan mempunyai paling tidak satu atom donor dengan sepasang elektron yang
digunakan untuk membentuk ikatan kovalen dengan atom atau ion logam pusat. Adapun jenis-
jenis titrasi kompleksometri digolongkan berdasarkan pada jenis ligannya adalah sebagai
berikut :
2.1.1 Ligan Unidentat atau Monodentat
Ligan monodentat memiliki sebuah atom donor, contohnya adalah NH3, H2O,CO dan
Cl-. Ligan monodentat yang atom donornya memiliki satu PEB biasanya hanya dapat
membentuk sebuah ikatan kovalen koordinasi dengan atom logam atau ion logam. Ligan
monodentat yang atom donornya memiliki lebih dari satu PEB misalnya I-, dapat membentuk:
a) satu ikatan kovalen koordinasi seperti teramatipada [AgI(AsPh 3)3];
b) dua ikatan kovalen koordinasi seperti teramati pada [(Ph3As)2Ag(µ-I)2Ag(AsPh3)2]
7
2.1.2 Ligan Bidentat
Ligan yang memiliki lebih dari satu atom donor yaitu ligan bidentat, tridentat, dan
seterusnya sering kali disebut juga ligan polidentat. Pada ligan yang memiliki dua atau lebih
atom donor, atom-atom donor tersebut dapat berikatan dengan pusat yang sama membentuk
kompleks sepit (chelate complex). Salah satu jenis dari ligan polidentat ini adalah ligan
heksadentat yang contohnya adalah asam etilendiaminatetra-asetat (EDTA).
Enam atom donor pada ligan EDTA adalah dua atom nitrogen dan empat atom oksigen
dari empat gugus asetat. Dari dua atom oksigen yang terdapat pada gugus asetat hanya satu
yang dapat dikoordinasikan pada atom pusat. Ligan EDTA cenderung membentuk kompleks
sepit dan banyak digunakan dalam bidang kimia analitik.
2.1.4 Kelon (chelon)
Kelon adalah perekasi pembentuk kompleks yang dapat digunakan sebagai penitrasi
kuantitatif ion logam. Chelating agent yang larut dalam air membentuk kompleks stabil dengan
ion logam. Ligan pembentuk kompleks yang dapat membentuk kompleks yang larut dalam air
disebut sesquestering agent. Proses ini disebut juga khelasi, dimana molekul polidentat
8
mengikat ion logam membentuk suatu cincin. Kompleks yang terbentuk disebut dengan
senyawa kelat dan ligan polidentat disebut sebagai agen khelasi. Contoh ligan yang mampu
membuat khelasi adalah EDTA. Di bawah ini merupakan contoh kompleks logam-EDTA.
2.3 Titrasi Kompleksometri dengan EDTA
Salah satu zat pembentuk kompleks yang banyak digunakan dalam titrasi
kompleksometri adalah garam dinatrium etilendiaminatetra-asetat (dinatrium EDTA). Asam
etilendiaminatetra-asetat atau yang lebih dikenal dengan EDTA merupakan salah satu jenis
asam amina polikarboksilat dan merupakan pengompleks yang kuat dan stabil. EDTA
sebenarnya adalah ligan heksadentat yang dapat berkoordinasi dengan suatu ion logam lewat
kedua nitrogen dan keempat gugus karboksilnya atau disebut ligan 9arn aitu9te yang
mengandung lebih dari dua atom koordinasi per molekul.
Suatu EDTA dapat membentuk senyawa kompleks yang mantap dengan sejumlah besar
ion logam sehingga EDTA merupakan ligan yang tidak selektif. Dalam larutan yang agak asam,
dapat terjadi protonasi parsial EDTA tanpa pematahan sempurna kompleks logam. Ternyata
bila beberapa ion logam yang ada dalam larutan tersebut maka titrasi dengan EDTA akan
menunjukkan jumlah semua ion logam yang ada dalam larutan tersebut. Titrasi dapat
ditentukan dengan adanya penambahan indikator yang berguna sebagai tanda tercapai titik
akhir titrasi. Ada empat syarat suatu indikator ion logam dapat digunakan pada pendeteksian
visual dari titik-titik akhir yaitu
1. Reaksi warna harus sedemikian sehingga sebelum titik akhir
2. Reaksi haruslah spesifik (khusus) atau sedikitnya selektif
3. Kompleks-indikator logam itu harus memiliki kestabilan
4. Kontras warna antara indikator bebas dan kompleks-indikator logam harus sedemikian
sehingga mudah diamati
Faktor-faktor yang membuat EDTA ampuh sebagai pereaksi titrimetri antara :
1. Selalu membentuk kompleks ketika direaksikan dengan ion logam,
2. Kestabilannya dalam membentuk kelat sangat konstan sehingga reaksi berjalan sempurna
(kecuali dengan logam alkali),
3. Dapat bereaksi cepat dengan banyak jenis ion logam,
4. Telah dikembangkan indikatornya secara khusus,
5. Mudah diperoleh bahan baku primernya
6. Dapat digunakan baik sebagai bahan yang dianalisis maupun sebagai bahan untuk
standardisasi.
9
Penetapan titik akhir titrasi digunakan indikator logam, yaitu indikator yang dapat
membentuk senyawa kompleks dengan ion logam. Ikatan kompleks antara indikator dan ion
logam harus lebih lemah dari pada ikatan kompleks antara larutan titer dan ion logam. Larutan
indikator bebas mempunyai warna yang berbeda dengan larutan kompleks indikator. Indikator
yang banyak digunakan dalam titrasi kompleksometri adalah:
a. Hitam eriokrom Indikator ini peka terhadap perubahan kadar logam dan pH larutan. Pada
pH 8 - 10 senyawa ini berwarna biru dan kompleksnya berwarna merah anggur. Pada pH 5
senyawa itu sendiri berwarna merah, sehingga titik akhir sukar diamati, demikian juga pada
pH 12. Umumnya titrasi dengan indikator ini dilakukan pada pH 10.
b. Jingga xilenol Indikator ini berwarna kuning sitrun dalam suasana asam dan merah dalam
suasana alkali. Kompleks logam-jingga xilenol berwarna merah, karena itu digunakan pada
titrasi dalam suasana asam.
Adapun Jenis-jenis Titrasi Kompleksometri dengan EDTA, antara lain:
1. Titrasi langsung
Larutan EDTA dapat digunakan untuk titrasi langsung beberapa kation. Bahan
pengompleks seperti sitrat dan tartrat sering ditambahkan untuk mencegah pengendapan
hidroksida logam. Di samping itu juga sering ditambahkan larutan penyangga pH 9-10 untuk
logam yang dapat membentuk kompleks dengan amonia. Indikator yang dapat dipergunakan
adalah EBT untuk titrasi ion Mg, In, Ca, dan Cd serta indikator murexide untuk ion logam Co,
Cu, dan Ni. Titrasi dengan EDTA sering digunakan dalam penentuan kesadahan air. Air sadah
mengandung ion kalsium
2. Titrasi Balik
Titrasi balik atau ada juga yang menamakan titrasi mundur atau titrasi kembali digunakan
ketika reaksi antara kation dan EDTA berjalan lambat atau tidak ada indikator logam yang
sesuai. Pada titrasi balik, larutan sampel ditambah EDTA dalam jumlah tertentu dan berlebih
serta ditambah larutan penyangga. Sejumlah EDTA yang tidak bereaksi dengan larutan sampel
selanjutnya dititrasi dengan larutan standar seperti seng klorida atau seng sulfat. Larutan
standar lainnya yang juga dapat Anda pakai adalah magnesium klorida atau magnesium sulfat.
Metode ini dapat digunakan untuk menentukan logam-logam dalam pengendapan, misal timbal
dalam timbal sulfat dan kalsium dalam kalsium oksalat.
3. Titrasi tidak langsung
Titrasi tidak langsung telah banyak digunakan untuk penentuan anion yang mengendap
dengan kation logam tertentu. larutan sampel direaksikan dulu dengan pereaksi yang jumlah
kepekatannya tertentu, kemudian hasil reaksi dititrasi dengan larutan standar/ baku.
10
4. Titrasi Alkalimetri
Dalam titrasi alkalimetri, basa digunakan sebagai titran yang kemudian diteteskan ke
larutan titrat yang bersifat asam, sehingga larutan menjadi netral. Ketika mol basa bereaksi
sama dengan jumlah mol asam dalam larutan titrat, maka titik ekuivalen titrasi akan tercapai.
Berikutnya, titik akhir titrasi akan diketahui menggunakan indikator titrasi tertentu. Langkah
terakhir dari titrasi alkalimetri adalah penentuan kadar atau konsentrasi sampel. Tentu saja
penentuan ini dilakukan dengan menerapkan rumus umum titrasi, di mana jumlah mol basa
harus sama dengan jumlah mol asam. Jumlah mol basa sendiri diketahui dengan perkalian total
volume yang dibutuhkan agar bisa mencapai titik akhir titrasi dengan menggunakan
konsentrasi larutan basa yang konsentrasinya sudah diketahui.
2.4 Konstanta Pembentukan
Tetapan pembentukan kompleks (Kf) atau tetapan kestabilan kompleks reaksi adalah
besarnya nilai tetapan pembentukan kompleks yang menyatakan tingkat kestablian suatu
senyawa kompleks. Makin besar nilai tetapan pembentukan senyawa kompleks. Makin besar
nilai tetapan pembentukan senyawa kompleks, maka senyawa kompleks tersebut semakin
stabil. Sebaliknya makin kecil harga konstanta kestabilan senyawa kompleks, maka senyawa
kompleks tersebut semakin tidak stabil bebas.
11
Hal ini disebabkan nilai Keff menjadi lebih besar dalam larutan yang memiliki
konsentrasi ion hidrogen kecil Oleh karena itu pada pH rendah, Kef menjadi sangat kecil,
sehingga titrasi menjadi sulit dilakukan.
12
2. Sebelum pengenalan titrasi EDTA paling kompleks digunakan Ag+ atau CN– sebagai
titran. Analisis untuk Cd2+, misalnya, dilakukan secara tidak langsung dengan
2–
menambahkan kelebihan KCN untuk membentuk Cd(CN) 4 , dan kembali titrasi
kelebihan CN– dengan Ag+, membentu k Ag(CN)2– . Dalam satu analisis tersebut,
sampel 0,3000-g bijih dilarutkan dan diperlakukan dengan 20,00 mL 0,5000 M KCN.
Kelebihan CN– membutuhkan 13,98 mL 0,1518 M AgNO3 untuk mencapai titik
akhir. Tentukan % b / b Cd dalam bijih.
Dik : Msampel = 0.3 g
VAgNO3 = 0.01398 L
VKCN = 20 ml
MKCN = 0.5 M
MAgNO3 = 0.1518 M
Mr Cd = `112,40 g/mol
Dit: % (b/b) Cd dalam bijih??
Jawab:
2 CN- + Ag+ → Ag(CN)2-
Mol CN- = 2 x Mol Ag+
=2xMxV
= 2 x (0. 1518 M x 0.01398 L)
= 2 x ( 0.0021122164 )
= 0.004244328 mol
Cd2+ + 4 KCN → Cd(CN)42- + 4 K+
Mencari bobot Cd:
4 x Mol Cd2+ = mol KCN berlebih – mol KCN
4 x Mol Cd2+ = M x V – 0.004244328 mol
= 0.5 M x 0.02 L - 0.004244328 mol
Mol Cd2+ = 0,005755672/4
= 0,001438918
Massa Cd2+ = mol x Mr
= 0,001438918 x 112,40
= 0,1617343832 gram
% b/b Cd = (berat Cd x 100 %) / berat sampel
= (0,1617343832 gram x 100 %)
= 0.3 gram = 53,9 %
13
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Titrasi kompleksometri merupakan titrasi terhadap larutan analit dengan titran yang mampu
membentuk ion atau senyawa kompleks.
2. Kurva pada titrasi EDTA dibuat dengan memplot logaritma negatif dari konsentrasi ion
logam bebas yaitu pM = log[Mn+] pada sumbu y dan volume larutan EDTA yang
ditambahkan pada sumbu x
3. Titrasi kompleksometri digolongkan menjadi dua yaitu titrasi yang melibatkan ligan
monodentat dan titrasi yang melibatkan ligan polidentat
4. Prosedur yang dapat digunakan dalam titrasi dengan EDTA antara lain titrasi langsung,
titrasi balik, titrasi subtitusi, titrasi tidak langsung, dan titrasi alkalimetri
3.2 Saran
Kesalahan-kesalahan dalam penulisan dan format dari penulis dapat di perbaiki lagi
dengan bantuan kritik dan saran dari pembaca dan dari kesadaran penuh penulis sendiri yang
dapat memperbaik makalah kami dan dapat membangun kesempurnaan makalah ini
kedepannya.
14
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
Khopkar, S.M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta : Universitas Indonesia.
Jr. A. Day and Underwood. 1994. Analisa Kimia Kualitatif. Jakarta : Erlangga.
Underwood, A, L.2001. Analisa Kimia Kuantitatif Edisi Keenam. Jakarta : Erlangga
Vogel. 1990. Analisis Anorganik Kualitatif. Jakarta : PT Kalman Media Pusaka
15