Anda di halaman 1dari 14

Metode Mohr

A. Definisi Metode Mohr


Metode Mohr merupakan salah satu bentuk metode Titrasi Argentometri,
yaitu metode titrasi untuk menentukan kadar zat dalam suatu larutan yang
dilakukan dengan pembentukan endapan bersama ion Ag+. Prinsip kerja
penentuan konsentrasi NaCl dengan menggunakan metode Mohr adalah mentitrasi
ion klorida yang terdapat pada NaCl dengan menggunakan larutan AgNO3
dengan menggunakan K2CrO4 sebagai indikator (Agung, 2009).
Titrasi Mohr terbatas pada larutan-lartan dengan nilai pH sekitar 6 sampai
10. Dalam larutan-larutan yang lebih alkalin, perak oksida mengendap. Dalam
larutan- larutan asam, konsentrasi kromat secara besar-besaran menurun, karena
HCrO4- hanya sedikit terionisasi (Underwood, 1999).

Gambar 2.1 Metode Mohr

B. Prinsip Kerja Metode Mohr


Menurut Underwood dan Day (1992), larutan AgNO3 dan larutan NaCl
pada awalnya masingmasing merupakan larutan yang jernih dan tidak berwarna.
Ketika NaCl ditambahkan dengan aquades larutan tetap jernih dan tidak berwarna
dan aquades tersebut larut dalam larutan. Penambahan aquades ini dimaksudkan
agar pH larutan tidak terlalu asam ataupun terlalu basa. Setelah ditambahkan
indikator K2CrO4, larutan kemudian berubah warna menjadi kuning mengikuti
warna K2CrO4 yang ditambahkan. Setelah dititrasi dengan AgNO 3, awalnya
terbentuk endapan berwarna putih yang merupakan AgCl. Ketika NaCl sudah
habis bereaksi dengan
AgNO3, sementara jumlah AgNO3 masih ada, maka AgNO3 kemudian bereaksi
dengan indikator K2CrO4 membentuk endapan Ag2CrO4 yang berwarna merah
keruh. Endapan tersebut adalah endapan AgCl. Setelah semua ion Cl - mengendap
dengan sempurna, kelebihan 1-2 tetes larutan AgNO3 akan bereaksi dengan ion
kromat membentuk endapan perak kromat yang berwarna merah. Reaksi yang
terjadi dapat digambarkan sebagai berikut:
Ag+ + Cl- AgCl (putih)...........................................(1)
2 Ag+ + CrO42- Ag2CrO4 (merah keruh)........................(2)
Untuk dapat melakukan titrasi dengan baik, maka ada beberapa hal yang
harus diperhatikan yaitu pH larutan, dimana pH larutan harus dalam suasana netral
atau basa lemah (pH = 6 – 8). Hal tersebut harus dilakukan karena jika
2-
berlangsung dalam suasana asam, maka konsentrasi ion CrO4 akan berkurang.
Kemudian jika titrasi dilakukan dalam suasana basa kuat, maka akan timbul suatu
endapan peroksida. Selain itu, titrasi juga harus dilakukan secara cepat dan
pengocokan harus dilakukan dengan kuat agar Ag+ tidak teroksidasi menjadi AgO
yang akan menyebabkan titik akhir titrasi menjadi sulit tercapai. Indikator
menyebabkan terjadinya reaksi pada titik akhir dengan titran sehingga terbentuk
endapan yang berwarna merah bata yang menunjukkan titik akhir karena
warnanya berbeda dengan warna endapan analat dengan Ag+. Pada analisis Cl-
mula-mula terjadi reaksi:
Ag+(aq) + Cl-(aq) AgCl (s)......................................(2.3)
Sedangkan pada titik akhir, titran juga bereaksi menurut reaksi berikut :
2 Ag+(aq) + CrO42-(aq) Ag2CrO4 (s)................................(2.4)
Menurut Harjadi (1993), Selama titrasi mohr larutan harus diaduk dengan
baik karena jika tidak maka secara lokal terjadi kelebihan titran yang
menyebabkan indikator mengendap sebelum titik ekivalen tercapai dan dioklusi
oleh endapan AgCl yang terbentuk kemudian sehingga titik akhir menjadi tidak
sharp.
Apabila ion klorida atau bromida telah habis diendapkan oleh ion perak,
maka ion kromat akan bereaksi dengan perak (Ag) berlebih membentuk endapan
perak kromat (Ag2CrO4) yang berwarna coklat/merah bata sebagai titik akhir
titrasi. Kelebihan indikator yang berwarna kuning akan mengganggu warna, ini
dapat diatasi dengan melarutkan blanko indikator suatu titrasi tanpa zat uji
dengan
penambahan kalsium karbonat sebagai pengganti endapan perak klorida (AgCl)
(Khopkhar, 2008).
Gangguan pada titrasi ini antara lain disebabkan oleh:
1. Ion yang akan mengendap lebih dulu dari AgCl, misalnya: F, Br, CNSˉ
2. Ion yang membentuk kompleks dengan Ag⁺, misalnya: CNˉ, NH₃ diatas Ph 7
3. Ion yang membentuk kompleks dengan Clˉ, misalnya: Hg²⁺
4. Kation yang mengendapkan kromat, misalnya: Ba²⁺
Hal yang harus dihindari : cahaya matahari langsung atau sinar neon
karena larutan perak nitrat peka terhadap cahaya (reduksi fotokimia).

C. Analisis Kadar Garam (NaCl) Metode Mohr


Menurut Yusmita (2017) prinsipnya, sampel kering hasil pengabuan dapat
langsung dititrasi dengan perak nitrat. Ion-ion perak mengendap sebagai perak
klorida sampai ion klorida habis dan kelebihan perak diukur dengan potassium
kromat. Cara kerjanya adalah sebagai berikut : sampel ditimbang sebanyak 5 g
dan diabukan seperti pada cara penetapan kadar abu. Abu dicuci dengan aquadest
sedikit mungkin dan dipindahkan ke dalam erlenmeyer 250 ml. kemudian
ditambahkan 1 ml larutan kalium kromat 5% dan titrasi dengan larutan perak
nitrat 0,1 M. titik akhir titrasi tercapai apabila timbul warna merah keruh yang
pertama. Kandungan garam dapat dihitung dengan rumus:

T × M ×5,84
% garam NaCl =
W

Dengan:
T = titer
M = molaritas perak nitrat
W = berat sampel

D. Prosedur Kerja Titrasi Argentometri Metode Mohr


1. Siapkan larutan NaCl 0,1 N sebanyak 1000 ml dengan cara melarutkan
2. 5,80 gram NaCl p.a (telah dikeringkan dalam oven 110oC selama 1 jam
dengan aquades di dalam labu ukur 1000 ml.
3. Siapkan larutan AgNO3 0,1 N sebanyak 500 ml dengan cara melarutkan
9,00 gram AgNO3 dengan aquades di labu ukur 500 ml.
4. Ambil 25,00 ml NaCl dengan pipet volume, tuangkan kedalam erlenmeyer
250 ml, tambah 1,0 ml larutan K2CrO4 2% sebagai indikator.
5. Titrasi dengan larutan AgNO3 yang telah disiapkan sampai pertama kali
terbentuk warna merah bata.
6. Percobaan diulang 3 kali (triplo)
7. Hitung konsetrasi (Normalitas) AgNO3 dengan persamaan :

V NaCl × N NaCl
N AgNO3 =
V AgNO3

E. Penerapan Titrasi Argentometri Metode Mohr dalam Analisis


Menurut (Wiryawan dkk, 2008) Ada beberapa contoh senyawa yang digunakan
dalam metode mohr yaitu:
a) Penentuan Kadar NaCl dalam Garam Dapur
Tujuan:
Menetapkan kadar NaCl dalam garam dapur dengan cara menstandarisasi larutan garam
dapur dengan larutan standar AgNO3 menggunakan metode Mohr (Garam dapur telah
dikeringkan didalam oven selama 1 jam dengan suhu 110oC)
b) Cara Kerja:
i. Larutkan 1,0 gram garam dapur dengan aquades di dalam labu
ukur 250 ml.
ii. Ambil 25,0 larutan garam dapur tersebut, tuangkan ke dalam
erlenmeyer 250 ml, tambahkan 1,0 ml larutan K2CrO4 2%
sebagai indikator.
iii. Titrasi dengan larutan standar AgNO3 sampai terbentuk warna
merah bata.
iv. Percobaan diulang 3 kali
v. Hitung kadar NaCl dalam garam dapur.
𝑉 𝐴𝑔𝑁 𝑂3 𝑥 𝑁 𝐴𝑔𝑁𝑂3 𝑥 𝐵𝐸 𝑁𝑎𝐶𝑙 𝑥 𝐹𝑝 𝑥 100%
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑁𝑎𝐶𝑙 (%) = 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐶𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ (𝑚𝑔) …….(2.7)
2. Penentuan Kadar Klorida dalam Air Laut
a. Tujuan
Menentukan kadar ion klorida dalam air laut dengan cara
menstandarisasi larutan air laut dengan larutan standar AgNO3.
b. Cara Kerja
i. Larutkan 5,0 ml sampel air laut dengan aquades ± 25 ml di dalam
erlenmeyer 250 ml
ii. Tambah 1,0 ml larutan K2CrO4 2% sebagai indikator
iii. Titrasi dengan larutan standar AgNO3 sampai pertama kali terbentuk
warna merah bata.
iv. Percobaan diulang 3 kali
v. Hitung konsentrasi (Molaritas) ion klorida dalam air laut.
𝑉 𝐴𝑔𝑁 𝑂3 𝑥 𝑀 𝐴𝑔𝑁 𝑂3
𝑀 𝐶𝑙 − = ………………………………………(2.8)
𝑉 𝐴𝑖𝑟 𝐿𝑎𝑢𝑡

Fanny Rahma
b. Metode Fajans
Titrasi argentometri dengan cara fajans adalah sama seperti pada cara
mohr, hanya terdapat perbedaan pada jenis indikator yang digunakan. Indikator
yang digunakan dalam cara ini adalah indikator absorbsi seperti cosine atau
fluonescein menurut macam anion yang diendapkan oleh Ag+. Titrannya adalah
AgNO3 hingga suspensi violet menjadi merah. pH tergantung pada macam anion
dan indikator yang dipakai. Indikator absorbsi adalah zat yang dapat diserap oleh
permukaan endapan dan menyebabkan timbulnya warna. Pengendapan ini dapat
diatur agar terjadi pada titik ekuivalen antara lain dengan memilih macam
indikator yang dipakai dan pH. Sebelum titik ekuivalen tercapai, ion Cl- berada
dalam lapisan primer dan setelah tercapai ekuivalen maka kelebihan sedikit
AgNO3 (Harjadi,1990).
Metode ini dipakai untuk penetapan kadar halida dengan menggunakan
indikator adsobsi. Jika AgNO3 ditambahkan ke NaCl yang mengandung zat
berpendar fluor, titik akhir ditentukan dengan berubahnya warna dari kuning
menjadi merah jingga.Jika didiamkan, tampak endapan berwarna, sedangkan
larutan tidak berwarna disebabkan adanya adsobsi indikator pada endapan AgCl.
Warna zat yang terbentuk dapat berubah akibat adsorpsi pada permukaan. Reaksi
yang terjadi adalah:
𝐴𝑔𝑁𝑂3 (𝑎𝑞) + 𝑁𝑎𝐶𝑙 (𝑎𝑞) → 𝐴𝑔𝐶𝑙 (𝑠) + 𝑁𝑎𝑁𝑂3 (𝑎𝑞)……………….....(2.9)

Pembentukan Endapan Berwarna. Seperti sistem asam, basa dapat


digunakan sebagai suatu indikator untuk titrasi asam-basa. Pembentukan suatu
endapan lain dapat digunakan untuk menyatakan lengkapnya suatu titrasi
pengendapan. Dalam hal ini terjadi pula pada titrasi Mohr, dari klorida dengan ion
perak yang mana digunakan ion kromat sebagai indikator. Pemunculan yang
permanen yang terdiri dari endapan perak kromat yang kemerahan itu diambil
sebagai titik akhir (TE) (Day dkk,1990).

i. Indikator:
Indikator yang digunakan pada metode ini adalah indikator adsorbsi.
Indikator adsorbsi adalah zat yang dapat diserap pada permukaan endapan
(diadsorpsi) dan menyebabkan timbulnya warna. Penyerapan ini dapat diatur agar
terjadi pada titik ekivalen, antara lain dengan memilih macam indikator yang
dipakai dan pH. Metode ini menggunakan indikator absorbsi yang berguna untuk
reaksi pengendapan. Selama proses absorbsi terjadi suatu perubahan dalam
indikator yang menimbulkan suatu zat dengan warna yang berbeda (Harjadi,1990).
Menurut (Wiryawan dkk,2008) Ada beberapa macam indikator yang dapat
digunakan dalam titrasi menggunakan metode fajans :
1. Fluorescein
a) Merupakan indikator yang banyak digunakan. Flourescein merupakan asam
lemah dengan konstanta ionisasi = 10-8
b) Perubahan warna disebabkan teradsorbsinya fluorescein dalam bentuk ion
c) Ion H+ mempengaruhi jumlah ion fluorescein dalam larutan maka titrasi
harus dilakukan pada pH : 7– 10.
2. Dichlorofluorescein
a) Merupakan asam yang lebih kuat dari fluorescein, sehingga dapat digunakan
pada titrasi suasana sedikit asam, pH > 4.
b) Dapat digunakan pada penetapan kadar Cl- dalam senyawa dengan Cu, Ni,
Mn, Zn dan Al secara titrasi langsung, dimana senyawa-senyawa tadi
tidak dapat dititrasi dgn metoda mohr.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam penggunaan indikator flourescein
dan dichlorofluorescein :
1) Lakukan pengocokkan yang merata sehingga akhirnya endapan
berwarna kemerahan.
2) Titrasi harus dilakukan bebas dari cahaya langsung matahari.
3) Jumlah yang besar dari garam netral mengganggu Titik Akhir Titrasi
(TAT).
4) Pada kadar halida yang sangat encer, perubahan warna yang terjadi
tidak berlangsung lama, hal ini disebabkan oleh endapan Ag-halida
yang terbentuk sangat sedikit.
5) Larutan Cl- dengan konsentrasi lebih dari 0,005 N tidak dapat dititrasi
dengan menggunakan indikator Fluorescein ataupun
Dichlorofluorescein.
3. Eosin Atau Tetrabrom Fluorescein
a) Digunakan pada penetapan kadar Br-, I- dan CNS-
b) Tidak untuk penetapan kadar Cl- sebab TAT akan jatuh lebih awal dari
titik ekivalen.
c) Merupakan asam yang jauh lebih kuat dari fluorescein, hingga dapat
digunakan pada pH ≥ 2, biasanya pada pH : 3 – 10
d) Perubahan warna yang terjadi sangat tajam hingga dapat dipakai pada
penetapan kadar dalam suatu larutan yang sangat encer, yaitu sampai pada
konsentrasi 0,001 N.
4. Diiodofluorescein
a) Digunakan untuk penetapan kadar I- yang terdapat bersama-sama dengan ion
Cl-
b) Ion I- jauh lebih kuat teradsorbsi pada permukaan endapan AgI dari pada ion
Cl-
c) Indikator diiodofluorescein teradsorbsi sedikit lebih lemah dari pada ion I-
tetapi masih jauh lebih kuat dari pada ion Cl-.
d) Perubahan warna terjadi sebelum ion Cl- mengendap.
e) Konsentrasi ion I- yang ditentukan kadarnya tidak lebih dari 0,02 N.
f) Selain diiodofluorescein, pada penetapan kadar I- yang terdapat bersama-
sama dengan ion Cl-, dapat digunakan indikator Dimethyl Diodofluorescein
atau juga Bengal Red.

ii. Syarat Titrasi Menggunakan Indikator Absorbs


Menurut (Gandjar,2007) Beberapa syarat titrasi dengan menggunakan
indikator adsorbsi :
a. Endapan yg terbentuk harus merupakan sistem koloid
b. Jika endapan terflokulasi terlalu kuat maka perlu diberi koloid pelindung
c. Ion indikator yg digunakan harus mempunyai muatan yang sama dengan
ion yang dititrasi dan tidak boleh teradsorbsi sebagai lapisan pertama
sebelum titik ekivalen, tetapi harus teradsorbsi sebagai lapisan kedua
setelah titik ekivalen.

iii. Prinsip Dasar Titrasi Argentometri Metode Fajans


Menurut (Wiryawan dkk, 2008) Ada dua tahap untuk menerangkan titik
akhir titrasi dengan indikator absorpsi (fluorescein) yaitu:
1. Tahap sebelum titik ekivalen tercapai
Saat titrasi berlangsung, ion halida (X-) dalam keadaan berlebih dan
diabsorbsi pada permukaan endapan AgX sebagai permukaan primer.
Reaksinya adalah sebagai berikut:
Ag+ + X− → AgX ∶ X−Na+......................(2.10)
2. Tahap setelah titik ekivalen tercapai
Setelah titik ekivalen tercapai dan pada saat pertama ada kelebihan AgNO 3
yang ditambahkan Ag+ akan berada pada permukaan primer yang bermuatan
positif menggantikan kedudukan ion halida (X-). Bila hal ini terjadi maka
ion indikator (Ind-) yang bermuatan negatif akan diabsorpsi oleh Ag+ (atau
oleh permukaan absorpsi). Jadi titik akhir titrasi tercapai bila warna merah
muda telah terbentuk. Reaksinya adalah sebagai berikut:
AgX ∶ Ag + + Ind− → AgX ∶ Ag + Ind− (merah muda) ............................(2.11)
Menurut (Wiryawan dkk,2008) Titik akhir titrasi argentomerti metode fajans
dapat diketahui berdasarkan tiga macam perubahan, yakni:
a) Endapan yang pada awalnya putih menjadi merah muda dan endapan
kelihatan menggumpal.
b) Larutan yang pada awalnya keruh menjadi lebih jernih.
c) Larutan yang pada awalnya kuning hijau menjadi hampir tidak berwarna.
Adapun kesulitan dalam menggunakan indikator adsorpsi ialah:
a) Banyak diantara zat warna tersebut membuat endapan perak menjadi peka
terhadap cahaya (fotosensitifasi) dan menyebabkan endapan terurai.
b) Titrasi menggunakan indikator adsorpsi biasanya cepat, sehingga
penerapannya agak terbatas karena memerlukan endapan berbentuk koloid
yang juga harus diperoleh dengan cepat.

iv. Prosedur Kerja Titrasi Argentometri Metode Fajans


Menurut (Wiryawan dkk,2008) Prosedur kerja titrasi argentometri metode
fajans yaitu:
1. Standarisasi Larutan AgN𝑂3dengan Larutan Standar NaCl
a. Tujuan:
Menstandarisasi larutan AgN𝑂3dengan larutan standar NaCl secara
titrasi argentometri metode fajans.
b. Cara Kerja:
i. Siapkan larutan standar NaCl 0,1N dengan cara melarutkan
sebanyak 5,8 gram NaCl (yang telah dikeringkan dengan oven
selama 1 jam dengan suhu 1100C) ke dalam akuades dalam gelas
kimia 100 ml.
ii. Kemudian pindahkan ke labu ukur 1000 ml dan tambahkan akuades
sampai tanda batas.
iii. Ambil 25,00 ml larutan NaCl tersebut dengan pipet volume,
tuangkan ke dalam labu erlenmeyer 250 ml.
iv. Tambah dengan 0,4 ml indikator diklorofluoroscein dan 0,1 gram
dekstrin.
v. Titrasi dengan larutan AgNO3 0,1N yang telah disiapkan, sampai
pertama kali terbentuk warna merah muda pada permukaan endapan
AgCl yang terbentuk
vi. Percobaan diulang 3 kali.
vii. Hitung normalitas larutan
AgNO3. Rumus Menghitung Normalitas:

N AgNO3 V NaCl x NaCl .......................................................................................


= V AgNO3 (2.12)

v. Penerapan Titrasi Argentometri Metode Fajans Dalam Analisis


Menerut (Wiryawan dkk, 2008) Ada beberapa contoh senyawa yang
digunakan dalam metode fajans yaitu:
1. Penentuan Kadar NaCl dalam Garam
Dapur Tujuan:
Menentukan kadar NaCl dalam garam dapur dengan cara
menstandarisasi larutan garam dapur dengan larutan standar AgNO 3
secara titrasi argentometri metode fajans.
Cara Kerja:
1) Dilarutkan 1,00 gram garam dapur (yang telah dikeringkan dalam
oven selama 1 jam dengan suhu 1100C) ke dalam aquades di dalam
labu ukur 250 ml.
2) Diambil 25,00 ml larutan tersebut dengan pipet volume, dituangkan
ke dalam labu erlenmeyer 250 ml, ditambah 0,4 ml larutan
dikhlorofluorescein dan 0,1 gram dekstrin.
3) Titrasi dengan larutan standar AgNO3 sampai pertama kali terbentuk
warna merah muda pada permukaan endapan AgCl, berarti titik akhir
titrasi tercapai.
4) Percobaan diulang 3 kali
5) Hitung kadar (%) NaCl dalam garam
dapur. Rumus Menghitung Kadar NaCl:
V AgNO3 x N AgNO3 x BE NaCl x 100% ...........................................
Kadar NaCl(%) = Berat Contoh (mg) (2.13)
2. Penentuan Konsentrasi Ion Klorida (C𝑙 − ) dalam Air Laut
Tujuan:
Menentukan konsentrasi (Molaritas) ion klorida (Cl-) dalam air laut
dengan cara menstandarisasi sampel air laut dengan larutan standar
AgNO3 secara titrasi argentometri metode fajans.
Cara Kerja:
1) Ambil 5,00 ml sampel air laut dengan pipet volume, tuangkan ke
dalam labu erlenmeyer 250 ml, tambah dengan 25 ml aquades.
2) Asamkan larutan tsb sampai pH menjadi ± 4, dengan larutan asam
asetat (asam asetat : H2O = 1 : 3) karena air laut mengandung
karbonat.
3) Tambah dengan 0,4 ml larutan diklorofluororescein dan 0,1 gram
dekstrin.
4) Titrasi dengan larutan standar AgNO3 sampai pertama kali terbentuk
warna merah muda pada lapisan endapan putih AgCl yang telah
terbentuk.
5) Percobaan diulang 3 kali.
6) Hitung molaritas ion Cl- dalam air laut.
Rumus Menghitung molaritas ion C𝑙 − :
V AgNO3 x M AgNO3 ................................................................................................
M Cl− = V air laut (2.14)

3. Penentuan Kadar Sulfat


Tujuan:
Menentukan kadar sulfat dengan titrasi argentometri metode
fajans Prinsip:
Titrasi dilakukan pada pH 3,5 di dalam campuran air dan alkohol pada
perbandingan 1:1. Ion sulfat diendapkan sebagai BaS𝑂4 dengan penitrasi
BaC𝑙2 menggunakan indikator Alizarin Red. Pada awal indikator
berwarna kuning di dalam larutan tetapi akan membentuk warna merah
muda dengan kelebihan ion barium(II).
Selama titrasi (Sebelum TE)
Ba2+ + SO2− → BaSO4 : SO−2 M n+ ...............................................................................(2.15)
4 4
Sesudah TE:
BaSO4 : Ba2+ + Ind− → BaSO4 : Ba2+ Ind− (merah muda) ................(2.16)
Cara Kerja:
1)
Ambil 10,00 ml larutan (NH4)2SO4 0,1M dengan pipet volume,
tuangkan ke dalam labu Erlenmeyer 250 ml.
2)
Tambah dengan aquades 25 ml dan methanol 25 ml
3)
Tambah 2 tetes indikator alizarin red dan larutan HCl encer (1:10)
tetes demi tetes sampai larutan berwarna kuning.
4)
Titrasi secara cepat dengan larutan BaCl 2 0,05 M sampai mendekati
titik ekivalen (sekitar 90%). Tambahkan 3 tetes lagi indikator.
5)
Titrasi dilanjutkan sampai terbentuk warna merah muda yang hilang
kembali (tidak permanen). Titik akhir titrasi tercapai jika telah
terbentuk warna merah muda yang permanen.
6)
Percobaan dilakukan 3 kali
7)
Hitung molaritas (M) ion sulfat yang ada dalam
sampel. Rumus Menghitung molaritas (M) ion sulfat:
V BaSO4x M BaSO4...............................
M SO−2
4 = (2.17)
V (NH4)2SO4

Angga Khorniawan

c. Metode Voldhard
Metode Volhard didasarkan pada pengendapan perak tiosianat dalam
larutan asam nitrat, dengan menggunakan ion besi (III) untuk meneliti ion
tiosianat berlebih. Metode ini dapat dipergunakan untuk cara titrasi langsung dari
larutan tiosianat standar atau untuk titrasi tak langsung dari ion klorida. Indikator
yang dipakai adalah Fe3+ dengan titran NH4CNS, untuk menentralkan kadar
garam perak dengan titrasi kembali setelah ditambah larutan standar berlebih.
Kelebihan AgNO3 dititrasi dengan larutan KCNS, dimana kelebihan larutan
KCNS akan diikat oleh ion Fe3+ membentuk warna merah darah dari Fe(SCN)3
(Khopkhar, 2008).
Ag+ + SCN- → AgSCN(s)......................................................................(2.18)
Fe3++ SCN- → FeSCN2-(merah).............................................................(2.19)
Ion perak nitrat standar berlebih dan kelebihannya dititrasi dengan
tiosianat standar. Anion asam lemah yang garam-garam peraknya dapat larut
dalam asam, dapat ditentukan dalam pH yang lebih tinggi dan penyaringan
garam peraknya, endapan tersebut lalu dilarutkan dalamasam nitrat dan
peraknya dititrasi langsung dengan tiosianat. Metode volhard dalam titrasi
menggunakan larutan asam. Asam nitrit mengganggu dalam titrasi,karena
bereaksi dengan tiosianat dengan menghasilkan warna merah peralihan.Titik
akhir titrasi dinyatakan dengan indikator ion Fe3+ yang dengan ion CNS-
berlebihan menghasilkan warna merah.Pada praltikum ini dilakukan percobaan
standardisasi AgNO3 terhadap NH4CNS dengan metode Volhard. Metode ini
digunakan untuk penentuan halida (Cl-, Br-, I-), tiosianat (CNS-) dan sianida
(CN-). (Dianto, 2009)
Metode Volhard didasarkan juga dengan pengendapan perak tiosanat
dalam suasana HNO3 ( Titrasi ini merupakan teknik titrasi balik). Pada akhirnya
kita menghitung normalitas dari AgNO3, tetapi bukan volume AgNO3 yang dilihat
pada akhir titrasi, melainkan volume NH4CNS karena NH4CNS merupakan
larutan standar. Percobaan ini dilakukan dengan titrasi secara langsung, karena
proses titrasi dilakukan dengan NH4CNS tanpa ada penambahan halida dengan
AgNO3. Sebagai indikator digunakan FAS (Ferro Ammonium Sulfat) yang
mengandung Fe3+. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :
Ag++ CNS-→AgCNS ( putih )..............................................................(2.20)
CNS- + Fe3+→Fe(CNS)2( merah )..........................................................(2.21)
Titrasi tersebut dapat digunakan untuk menentukan ion perak
secaralangsung, atau menentukan ion klorida secara tidak langsung. Pada
larutan klorida ditambahkan larutan AgNO3 berlebih. Kemudian kelebihan
AgNO3 dititrasi dengan larutan standar NH4CNS. (Dianto, 2009)
Ag+ (sisa) + CNS - → AgCNS ( putih )...................................................(2.22)
CNS- + Fe3+ → Fe(CNS)2+ ( merah ).....................................................(2.23)
Metode volhard ini harus berlangsung dalam suasana asam, untuk
mencegah terjadinya endapan Fe(OH)3-. Bila endapan FeOH3-terbentuk maka
hasil akhir titrasi tidak terbentuk dengan tepat. Asam yang ditambahkan pada
praktikum kali ini adalah HNO3 6 N. Reaksi yang terjadi adalah:
Ag+ + CNS- →A gCNS (larutan)...........................................................(2.24)
Ketika AgNO3 mulai dititrasi dengan NH4CNS akan terbentuk
larutan berwarna putih susu, artinya Ag+ dan CNS-sudah mulai bereaksi
dan membentuksenyawa AgCNS. AgCNS tidak membentuk endapan.
Setelah Ag+ habis bereaksi, maka akan terbentuk larutan merah sedikit
+
keruh. Larutan merah tersebut terbentuk karena reaksi antara Fe 3
denganCNS-. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :
Fe3+ + CNS- → [Fe(CNS)]2+....................................................................................................(2.25)
Apabila pada titrasi ini titik akhir titrasi memiliki volume yang jauh
melebihi dari volume ekivalennya, hal ini menunjukkan adanya reaksi
+
yang membentuk AgCNS yang kemudian baru membentuk [Fe(CNS)]2
sebagai titik akhir titrasi. Terbentuknya [Fe(CNS)]2+ tidak menjadi
masalah karena titrasi ini dilakukan tanpa menggunakan indikator yang
tepat untuk menentukan titik ekivalen sehingga digunakan FAS (Ferro
Ammonium Sulfat) yang titik akhirnya justru terlihat ketika terbentuknya
[Fe(CNS)]2+ yang berwarna merah. Reaksi dari percobaan ini yaitu:
Ag+ + CNS- + Fe+3 → AgCNC (endapan putih) + Fe(CNS)+2(endapan
merah coklat)
........................................................................................................................
(2.26)

Anda mungkin juga menyukai