Argentometri Sherina
Argentometri Sherina
T × M ×5,84
% garam NaCl =
W
Dengan:
T = titer
M = molaritas perak nitrat
W = berat sampel
V NaCl × N NaCl
N AgNO3 =
V AgNO3
Fanny Rahma
b. Metode Fajans
Titrasi argentometri dengan cara fajans adalah sama seperti pada cara
mohr, hanya terdapat perbedaan pada jenis indikator yang digunakan. Indikator
yang digunakan dalam cara ini adalah indikator absorbsi seperti cosine atau
fluonescein menurut macam anion yang diendapkan oleh Ag+. Titrannya adalah
AgNO3 hingga suspensi violet menjadi merah. pH tergantung pada macam anion
dan indikator yang dipakai. Indikator absorbsi adalah zat yang dapat diserap oleh
permukaan endapan dan menyebabkan timbulnya warna. Pengendapan ini dapat
diatur agar terjadi pada titik ekuivalen antara lain dengan memilih macam
indikator yang dipakai dan pH. Sebelum titik ekuivalen tercapai, ion Cl- berada
dalam lapisan primer dan setelah tercapai ekuivalen maka kelebihan sedikit
AgNO3 (Harjadi,1990).
Metode ini dipakai untuk penetapan kadar halida dengan menggunakan
indikator adsobsi. Jika AgNO3 ditambahkan ke NaCl yang mengandung zat
berpendar fluor, titik akhir ditentukan dengan berubahnya warna dari kuning
menjadi merah jingga.Jika didiamkan, tampak endapan berwarna, sedangkan
larutan tidak berwarna disebabkan adanya adsobsi indikator pada endapan AgCl.
Warna zat yang terbentuk dapat berubah akibat adsorpsi pada permukaan. Reaksi
yang terjadi adalah:
𝐴𝑔𝑁𝑂3 (𝑎𝑞) + 𝑁𝑎𝐶𝑙 (𝑎𝑞) → 𝐴𝑔𝐶𝑙 (𝑠) + 𝑁𝑎𝑁𝑂3 (𝑎𝑞)……………….....(2.9)
i. Indikator:
Indikator yang digunakan pada metode ini adalah indikator adsorbsi.
Indikator adsorbsi adalah zat yang dapat diserap pada permukaan endapan
(diadsorpsi) dan menyebabkan timbulnya warna. Penyerapan ini dapat diatur agar
terjadi pada titik ekivalen, antara lain dengan memilih macam indikator yang
dipakai dan pH. Metode ini menggunakan indikator absorbsi yang berguna untuk
reaksi pengendapan. Selama proses absorbsi terjadi suatu perubahan dalam
indikator yang menimbulkan suatu zat dengan warna yang berbeda (Harjadi,1990).
Menurut (Wiryawan dkk,2008) Ada beberapa macam indikator yang dapat
digunakan dalam titrasi menggunakan metode fajans :
1. Fluorescein
a) Merupakan indikator yang banyak digunakan. Flourescein merupakan asam
lemah dengan konstanta ionisasi = 10-8
b) Perubahan warna disebabkan teradsorbsinya fluorescein dalam bentuk ion
c) Ion H+ mempengaruhi jumlah ion fluorescein dalam larutan maka titrasi
harus dilakukan pada pH : 7– 10.
2. Dichlorofluorescein
a) Merupakan asam yang lebih kuat dari fluorescein, sehingga dapat digunakan
pada titrasi suasana sedikit asam, pH > 4.
b) Dapat digunakan pada penetapan kadar Cl- dalam senyawa dengan Cu, Ni,
Mn, Zn dan Al secara titrasi langsung, dimana senyawa-senyawa tadi
tidak dapat dititrasi dgn metoda mohr.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam penggunaan indikator flourescein
dan dichlorofluorescein :
1) Lakukan pengocokkan yang merata sehingga akhirnya endapan
berwarna kemerahan.
2) Titrasi harus dilakukan bebas dari cahaya langsung matahari.
3) Jumlah yang besar dari garam netral mengganggu Titik Akhir Titrasi
(TAT).
4) Pada kadar halida yang sangat encer, perubahan warna yang terjadi
tidak berlangsung lama, hal ini disebabkan oleh endapan Ag-halida
yang terbentuk sangat sedikit.
5) Larutan Cl- dengan konsentrasi lebih dari 0,005 N tidak dapat dititrasi
dengan menggunakan indikator Fluorescein ataupun
Dichlorofluorescein.
3. Eosin Atau Tetrabrom Fluorescein
a) Digunakan pada penetapan kadar Br-, I- dan CNS-
b) Tidak untuk penetapan kadar Cl- sebab TAT akan jatuh lebih awal dari
titik ekivalen.
c) Merupakan asam yang jauh lebih kuat dari fluorescein, hingga dapat
digunakan pada pH ≥ 2, biasanya pada pH : 3 – 10
d) Perubahan warna yang terjadi sangat tajam hingga dapat dipakai pada
penetapan kadar dalam suatu larutan yang sangat encer, yaitu sampai pada
konsentrasi 0,001 N.
4. Diiodofluorescein
a) Digunakan untuk penetapan kadar I- yang terdapat bersama-sama dengan ion
Cl-
b) Ion I- jauh lebih kuat teradsorbsi pada permukaan endapan AgI dari pada ion
Cl-
c) Indikator diiodofluorescein teradsorbsi sedikit lebih lemah dari pada ion I-
tetapi masih jauh lebih kuat dari pada ion Cl-.
d) Perubahan warna terjadi sebelum ion Cl- mengendap.
e) Konsentrasi ion I- yang ditentukan kadarnya tidak lebih dari 0,02 N.
f) Selain diiodofluorescein, pada penetapan kadar I- yang terdapat bersama-
sama dengan ion Cl-, dapat digunakan indikator Dimethyl Diodofluorescein
atau juga Bengal Red.
Angga Khorniawan
c. Metode Voldhard
Metode Volhard didasarkan pada pengendapan perak tiosianat dalam
larutan asam nitrat, dengan menggunakan ion besi (III) untuk meneliti ion
tiosianat berlebih. Metode ini dapat dipergunakan untuk cara titrasi langsung dari
larutan tiosianat standar atau untuk titrasi tak langsung dari ion klorida. Indikator
yang dipakai adalah Fe3+ dengan titran NH4CNS, untuk menentralkan kadar
garam perak dengan titrasi kembali setelah ditambah larutan standar berlebih.
Kelebihan AgNO3 dititrasi dengan larutan KCNS, dimana kelebihan larutan
KCNS akan diikat oleh ion Fe3+ membentuk warna merah darah dari Fe(SCN)3
(Khopkhar, 2008).
Ag+ + SCN- → AgSCN(s)......................................................................(2.18)
Fe3++ SCN- → FeSCN2-(merah).............................................................(2.19)
Ion perak nitrat standar berlebih dan kelebihannya dititrasi dengan
tiosianat standar. Anion asam lemah yang garam-garam peraknya dapat larut
dalam asam, dapat ditentukan dalam pH yang lebih tinggi dan penyaringan
garam peraknya, endapan tersebut lalu dilarutkan dalamasam nitrat dan
peraknya dititrasi langsung dengan tiosianat. Metode volhard dalam titrasi
menggunakan larutan asam. Asam nitrit mengganggu dalam titrasi,karena
bereaksi dengan tiosianat dengan menghasilkan warna merah peralihan.Titik
akhir titrasi dinyatakan dengan indikator ion Fe3+ yang dengan ion CNS-
berlebihan menghasilkan warna merah.Pada praltikum ini dilakukan percobaan
standardisasi AgNO3 terhadap NH4CNS dengan metode Volhard. Metode ini
digunakan untuk penentuan halida (Cl-, Br-, I-), tiosianat (CNS-) dan sianida
(CN-). (Dianto, 2009)
Metode Volhard didasarkan juga dengan pengendapan perak tiosanat
dalam suasana HNO3 ( Titrasi ini merupakan teknik titrasi balik). Pada akhirnya
kita menghitung normalitas dari AgNO3, tetapi bukan volume AgNO3 yang dilihat
pada akhir titrasi, melainkan volume NH4CNS karena NH4CNS merupakan
larutan standar. Percobaan ini dilakukan dengan titrasi secara langsung, karena
proses titrasi dilakukan dengan NH4CNS tanpa ada penambahan halida dengan
AgNO3. Sebagai indikator digunakan FAS (Ferro Ammonium Sulfat) yang
mengandung Fe3+. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :
Ag++ CNS-→AgCNS ( putih )..............................................................(2.20)
CNS- + Fe3+→Fe(CNS)2( merah )..........................................................(2.21)
Titrasi tersebut dapat digunakan untuk menentukan ion perak
secaralangsung, atau menentukan ion klorida secara tidak langsung. Pada
larutan klorida ditambahkan larutan AgNO3 berlebih. Kemudian kelebihan
AgNO3 dititrasi dengan larutan standar NH4CNS. (Dianto, 2009)
Ag+ (sisa) + CNS - → AgCNS ( putih )...................................................(2.22)
CNS- + Fe3+ → Fe(CNS)2+ ( merah ).....................................................(2.23)
Metode volhard ini harus berlangsung dalam suasana asam, untuk
mencegah terjadinya endapan Fe(OH)3-. Bila endapan FeOH3-terbentuk maka
hasil akhir titrasi tidak terbentuk dengan tepat. Asam yang ditambahkan pada
praktikum kali ini adalah HNO3 6 N. Reaksi yang terjadi adalah:
Ag+ + CNS- →A gCNS (larutan)...........................................................(2.24)
Ketika AgNO3 mulai dititrasi dengan NH4CNS akan terbentuk
larutan berwarna putih susu, artinya Ag+ dan CNS-sudah mulai bereaksi
dan membentuksenyawa AgCNS. AgCNS tidak membentuk endapan.
Setelah Ag+ habis bereaksi, maka akan terbentuk larutan merah sedikit
+
keruh. Larutan merah tersebut terbentuk karena reaksi antara Fe 3
denganCNS-. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :
Fe3+ + CNS- → [Fe(CNS)]2+....................................................................................................(2.25)
Apabila pada titrasi ini titik akhir titrasi memiliki volume yang jauh
melebihi dari volume ekivalennya, hal ini menunjukkan adanya reaksi
+
yang membentuk AgCNS yang kemudian baru membentuk [Fe(CNS)]2
sebagai titik akhir titrasi. Terbentuknya [Fe(CNS)]2+ tidak menjadi
masalah karena titrasi ini dilakukan tanpa menggunakan indikator yang
tepat untuk menentukan titik ekivalen sehingga digunakan FAS (Ferro
Ammonium Sulfat) yang titik akhirnya justru terlihat ketika terbentuknya
[Fe(CNS)]2+ yang berwarna merah. Reaksi dari percobaan ini yaitu:
Ag+ + CNS- + Fe+3 → AgCNC (endapan putih) + Fe(CNS)+2(endapan
merah coklat)
........................................................................................................................
(2.26)