Anda di halaman 1dari 18

TUGAS MAKALAH KIMIA ANALISIS

KOMPLEKSOMETRI

OLEH :

NAMA : ZULIASTI

NIM : O1A118163

KELAS : C
JURUSAN FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

2019

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT, berkat ridho-Nya kami dapat menyelesaikantugas makalah
yang berjudul “Komplexometri”.Dalam menyusun makalah ini, terdapat hambatan yang
penulis alami,namun berkat dukungan, dorongan dan semangat sehingga penulis mampu
menyelesaikan makalah ini.Kami menyadari bahwa terdapat banyak kekurangan dalam
makalah ini.Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
pembaca.Semoga makalah “Komplexometri”ini bermanfaat bagi pembaca.

Kendari, 22 Juni 2019

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.............................................................................................

KATA PENGANTAR..........................................................................................

DAFTAR ISI.........................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang...................................................................................................

1.2 Rumusan Masalah..............................................................................................

1.3 Tujuan................................................................................................................

1.4 Manfaat..............................................................................................................

BAB II ISI

2.1 Teori Komplexometri.......................................................................................

2.2 Ligan ................................................................................................................

2.3 Stabilitas...........................................................................................................

2.4 Masking Demasking Agent..............................................................................

2.5 Indikator Logam................................................................................................

2.6 Pengaruh pH.....................................................................................................

2.7 Jenis Titrasi.......................................................................................................


2.8 Kesadahan........................................................................................................

2.9 Aplikasi Komplexometri dalam Analisis Obat.................................................

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan......................................................................................................

3.2 Saran...............................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Analisa kimia farmasi kuantitatif untuk zat-zat anorganik yang mengandung ion logam
seperti aluminium, bismuth, kalsium, magnesium dan zink dengan cara gravimetrik memakan
waktu yang lama, karena prosedurnya meliputi pengendapan, penyaringan, pencucian dan
pengeringan atau pemijaran sampai bobot tetap. Untuk menganalisa senyawa-senyawa
ersebut dapat dilakukan dengan analisa komplexometri.

Titrasi kompleksometri atau kelatometri yaitu titrasi berdasarkan pembentukan


persenyawaan kompleks (ion kompleks atau garam yang sukar mengion). Kompleksometri
merupakan jenis titrasi dimana titran dan titrat saling mengkompleks, membentuk hasil
berupa kompleks. Reaksi–reaksi pembentukan kompleks atau yang menyangkut kompleks
banyak sekali dan penerapannya juga banyak, tidak hanya dalam titrasi. Karena itu perlu
pengertian yang cukup luas tentang kompleks, sekalipun disini pertama-tama akan diterapkan
pada titrasi.

Titrasi kompleksometri ini digunakan untuk penetapan kation bervalensi banyak dalam
air. Di dalam dunia farmasi, metode ini banyak digunakan dalam penetapan kadar suatu
senyawa obat yang mengandung ion logam, misalnya penentuan kadar MgSO4 yang
digunakan sebagai laksativum atau ZnO yang digunakan sebagai antiseptic. Sehingga kadar
logam-logam yang ada dalam suatu produk farmasi sehingga tepat kadar (sesuai standar) dan
tidak menjadi toksik serta membahayakan konsumen.Mengingat bermanfaatnya analisa
komplexometri, maka disusun makalah “Analisa Komplexometri” agar mahasiswa S1
Farmasi lebih memahami tentang analisa komplexometri.

Salah satu metode titrimetri adalah titrasi pembentukan kompleks yang juga dikenal
sebagai kompleksometri. Metode ini memungkinkan penentuan analisis pengukuran untuk
sejumlah kation bervalensi banyak dalam larutan air. Metode ini berdasarkan penentuan
khelat organik yang larut dalam air dan praktis tidak terdisosiasi.Dewasa ini pereaksi yang
paling sering digunakan dalam titrasi kompleksometri adalah ligan bergigi banyak yaitu asam
etilendiamintetraasetat (EDTA). Karena senyawa ini sukar larut dalam air maka garam
dinatriumnya lebih mudah larut digunakan untuk membuat larutan pentiter.

Keuntungan dari metode kompleksometri adalah waktu pengerjaannya lebih sederhana


dibandingkan gravimetri dan spektrometer. Sedangkan kerugiannya adalah penentuan titik
akhir susah ditentukan, karena sangat dipengaruhi oleh pH dan bahan yang digunakan cukup
banyak dibandingkan dengan metode lain yaitu larutan bak, indikator, larutan dapar, dan
larutan asam atau basa.

Titrasi kompleksometri ini digunakan untuk penetapan kation bervalensi banyak dalam
air. Di dalam dunia farmasi, metode ini banyak digunakan dalam penetapan kadar suatu
senyawa obat yang mengandung ion logam Misalnya penentuan kadar MgSO4 yang
digunakan sebagai laksativum atau ZnO yang digunakan sebagai antiseptik.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah teori analisis komplexometri ?

2. Apa yang dimaksud dengan ligan dalam analisis komplexometri ?

3. Bagaimana stabilitas analisis komplexometri ?

4. Apa yang dimaksud dengan masking demasking agent dalam analisis


komplexometri ?

5. Indikator logam

6. Bagaimana pengaruh ph dalam analisis komplexometri ?

7. Apa sajakah jenis titrasi dalam analisis komplexometri ?

8. Apa yang dimaksud dengan kesadahan dalam analisis komplexometri?

9. Bagaimana aplikasi komplexometri dalam analisis obat ?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui teori analisis komplexometri.

2. Untuk mengetahui ligan dalam analisis komplexometri.

3. Untuk mengetahui stabilitas analisis komplexometri.

4. Untuk mengetahui indikator logam dalam analisis komplexometri.

5. Untuk mengetahui pengaruh ph dalam analisis komplexometri.

6. Untuk mengetahui jenis titrasi dalam analisis komplexometri.

7. Untuk mengetahui aplikasi komplexometri dalam analisis obat.

1.4 Manfaat

1. Mengetahui teori analisis komplexometri.

2. Mengetahui ligan dalam analisis komplexometri.

3. Mengetahui stabilitas analisis komplexometri.

4. Mengetahui masking demasking agent dalam analisis komplexometri.

5. Mengetahui Indikator logam dalam analisis komplexometri.

6. Mengetahui pengaruh ph dalam analisis komplexometri.

7. Mengetahui jenis titrasi dalam analisis komplexometri.

8. Mengetahui kesadahan dalam analisis komplexometri.


BAB II

ISI

2.1 Teori Komplexometri

Titrasi kompleksometri adalah titrasi berdasarkan pembentukan senyawa kompleks


antara kation dengan zat pembentuk kompleks. Salah satu zat pembentuk kompleks yang
banyak digunakan dalam titrasi kompleksometri adalah garam dinatrium etilendiamina
tetraasetat (dinatrium EDTA).(Khopkar, 1990).

Kompleksometri merupakan jenis titrasi dimana titran dan titrat saling mengkompleks,
membentuk hasil berupa kompleks. Reaksi–reaksi pembentukan kompleks atau yang
menyangkut kompleks banyak sekali dan penerapannya juga banyak, tidak hanya dalam
titrasi. Karena itu perlu pengertian yang cukup luas tentang kompleks, sekalipun disini
pertama-tama akan diterapkan pada titrasi. (Khopkar, 1990)

Salah satu tipe reaksi kimia yang berlaku sebagai dasar penentuan titrimetrik
melibatkan pembentukan (formasi) kompleks atau ion kompleks yang larut namun sedikit
terdisosiasi. Kompleks yang dimaksud di sini adalah kompleks yang dibentuk melalui reaksi
ion logam, sebuah kation, dengan sebuah anion atau molekul netral. (Basset, 1994)

Titrasi kompleksometri juga dikenal sebagai reaksi yang meliputi reaksi pembentukan
ion-ion kompleks ataupun pembentukan molekul netral yang terdisosiasi dalam larutan.
Persyaratan mendasar terbentuknya kompleks demikian adalah tingkat kelarutan tinggi.
Selain titrasi komplek biasa seperti di atas, dikenal pula kompleksometri yang dikenal
sebagai titrasi kelatometri, seperti yang menyangkut penggunaan EDTA. (Khopkar, 1990)

Sekarang ditemukan prosedur titrimetri yang baru untuk penentuan ion-ion logam ini
dengan pereaksi etilen diamion tetra asetat dinatrium, yang umumnya disebut EDTA dengan
menggunakan indikator terhadap ion logam yang mempunyai sifat seperti halnya indikator
pH pada titrasi asam basa, dengan dasar pembentukan kompleks khelat yang digolongkan
dalam golongan komplekson. (Underwood, 2002: 301)

Dalam penentuan ion-ion logam secara titrasi kompleksometri umumnya digunakan


komplekson III (EDTA) sebagai zat pembentuk kompleks khelat, dimana EDTA bereaksi
dengan ion logam yang polivalent seperti Al+++ , Bi+++ , Ca++ , Cu++ membentuk
senyawa atau kompleks khelat yang stabil dan larut dalam air.

Dalam perkembangan analisa kimia kompleks, kompleksometri pengkhelat yang


paling umum dan menonjol dalam penggunaannya adalah EDTA, faktor-faktor yang
membuat EDTA sebagai titrimetri:

 Dengan ion logam membentuk kompleks 1:1 sehingga reaksi hanya berlangsung satu
tahap.

 Konstan kestabilan khelatnya umumnya besar sekali sehingga reaksinya sempurna


(kecuali logam alkali).

 Banyak ion logam yang bereaksi cepat.

Pemberian khelat adalah anion organik yang pada jarak tertentu mempunyai beberapa
gugus dengan fungsi dasar elektron atau senyawa organik dengan dua atau lebih gugus donor
elektron pada jarak tertentu. Setiap molekul akan membentuk satu atau lebih cincin dengan
ion logam bervalensi dua atau lebih. Kompleks yang terjadi dengan cara ini disebut khelat
karena berbentuk gunting. (Hardjadi, 1993: 221)

Kesalahan titrasi kompleksometri tergantung pada cara yang dipakai untuk mengetahui
titik akhir. Pada prinsipnya ada dua cara, yaitu kelebihan titran yang pertama ditunjukkam
atau berkurangnya konsentrasi komponen tertentu sampai batas yang ditentukan, dideteksi.

1. Kesalahan titrasi dihitung dengan cara yang sama pada titrasi pengendapan.

2. Digunakan senyawa yang membentuk senyawa kompleks yang berwarna tajam


dengan logam yang ditetapkan. Warna ini hilang atau berubah sewaktu logamtelah diikat
menjadi kompleks yang lebih stabil. Misalnya EDTA. (Susanti, 2002: 122)
2.2 Ligan

Sedangkan yang dinamakan Ligan (dari kata latin ligare = mengikat) . Jumlah ligan ini
berbeda-beda dari dua sampai delapan. Jumlah ikatan dengan ligan itu disebut bilangan
koordinasi yang biasanya merupakan bilangan genap terutama bernilai 4 atau 6. Ion logam
univalen biasanya mempunyai bilangan koordinasi dua.

Muatan sebuah kompleks dapat positif, negatif atau nol. Muatan tersebut merupakan
jumlah muatan inti dan semua ligan yang diikatnya. Ligan yang mempunyai satu atom donor
pasangan elektron (missal I¯ dan CN¯) monodentat atau unidentat, sedang Ligan yang
mempunyai atom donor lebih dari stu disebut poli- atau muktidentat, bidentat kalau punya
dua donor, terdentat bila 3, kuadridentat, pentedentat, heksadentat dan seterusnya.

Bila mislanya ion Zn²⁺ berkompleks dengan ligan etilendiamin (dua molekul ligan
perion Zn karena bilangan koordinasi Zn mencapai 4), maka terbentuk ikatan – ikatan yang
mempunyai bentuk cincin atau lingkaran (ring). Lingkaran demikian lingkaran kelat (chelat
ring) dari kata yunani chele yang berarti cakar. Jenis Ligan :

 Unidentat, yaitu ligan yang mempunyai 1 gugus donor pasangan elektron. Contoh :
NH3, CN.

 2. Bidentat, yaitu ligan yang mempunyai 2 gugus donor pasangan elektron.

Contoh : Etilendiamin

 3. Polidentat, yaitu ligan yang mempunyai banyak gugus donor pasangan


elektron.

Contoh : asam etilendiamintetraasetat (EDTA).

2.3 Stabilitas

Titrasi kompleksometri adalah salah satu metode kuantitatif dengan memanfaatkan reaksi
kompleks antara ligan dengan ion logam utamanya, yang umum di indonesia EDTA
(Disodium ethylene diamin tetra asetat/ tritiplex/ komplekson, dll).Besarnya harga konstanta
pembentukan komplek menyatakan tingkat kestabilan suatu senyawa komplek :“Semakin
besar harga konstanta pembentukan senyawa komplek, maka semakin stabil senyawa
komplek tersebut dan sebaliknya makin kecil harga konstanta kestabilan senyawa komplek,
maka senyawa komplek tersebut makin tidak (kurang) stabil”.Kestabilan termodinamik dari
suatu spesi merupakan ukuran sejauh mana spesi ini akan terbentuk dari spesi-spesi lain pada
kondisi-kondisi tertentu, jika sistem itu dibiarkan mencapai keseimbangan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kestabilan kompleks, yaitu :

1. Kemampuan mengkompleks logam-logam.Kemampuan mengkompleks relatif (dari)


logam-logam digambarkan dengan baik menurut klarifikasi Schwarzenbach, yang dalam
garis besarnya didasarkan atas pembagian logam menjadi asam Lewis (penerima pasangan
elektron) kelas A dan kelas B.

2. Ciri-ciri khas ligan :

Di antara ciri-ciri khas ligan yang umum diakui sebagai mempengaruhi kestabilan kompleks
dalam mana ligan itu terlibat, adalah :

1. Kekuatan basa dari ligan itu

2. Sifat-sifat penyepitan (jika ada)

3. Efek-efek sterik (ruang)

Keinertan atau kelabilan kinetik dipengaruhi oleh banyak faktor, tetapi pengamatan umum
berikut ini merupakan pedoman yang baik akan perilaku kompleks-kompleks dari berbagai
unsur, yaitu diantaranya :

1. Unsur grup utama, biasanya membentuk kompleks-kompleks labil.

2. Dengan pengecualian Cr(III) dan Co(III), kebanyakan unsur transisi baris pertama,
membentuk kompleks-kompleks labil.

3. Unsur transisi baris kedua dan baris ketiga, cenderung membentuk kompleks-
kompleks inert.

2.4 Masking Demasking Agent

Masking atau penutup adalah suatu proses diamana suatu zat dapat dirubah sedemikian
rupa sehingga tidak dapat lagi ikut dalam suatu reaksi. Dimasking adalah suatu peristiwa
dimana zat yang dimasking dikembalikan dalam keadaan semula. Beberapa kation dalam
campuran sering dimasking sehingga dapat lagi bereaksi dengan EDTA atau indicator.

* Sebagai masking yang terkenal adalah ion CN¯ yang memberi kompleks sianida yang
stabil dengan kation Cd, Zn, Mg2+, Cu, Ni, Ag atau Pt. Kompleks sianida dengan Zn dapat
dimasking dengan larutan formal dehida, asam asetat, atau kloral hidrat.
* Penambahan thioglycolat akan bereaksi dengan Hg dan Cu hingga tidak dapat
membentuk kompleks lagi dengan EDTA. Jadi Zn bila tercampur dengan Hg dan Cu dapat
dititrasi secara kompleksometri.

* NH₄F dapat menutup (masking Ca, Hg dan Al) hingga Zn dalam campuran dengan Ca,
Hg, dan Al setelah ditambah dengan NH₄F dapat dititrasi dengan EDTA tanpa terganggu oleh
Ca, Hg dan Al.

2.5 Indikator Logam

Indikator dalam titrasi kompleksometri tidak berubah karena perubahan pH, tidak juga
karena daya oksidasi titrat berubah, akan tetapi karena perubahan pM (M adalah khelat
logam). (Roth 1988). Syarat-syarat indikator logam, yaitu:

1. Reaksi warnanya harus sensitif, dengan kepekaan yang besar terhadap logam.

2. Perubahan warna pada titik ekivalen tajam

3. Perbedaan warna dari indikator bebas dengan indikator kompleks harus mempunyai
kestabilan yang efektif dimana pH titrasi tidak boleh tidak teroksidasi dan tereduksi.

4. Kestabilan kompleks logam indikator harus cukup.

5. Ikatan senyawa logam EDTA harus lebih kuat dari pada logam-logam indikator.
Artinya ikatan logam – logam Indikator logamnya harus dapat direbut oleh EDTA.

Beberapa indikator yang paling banyak digunakan dalam titrasi kompleksometri.

1. Eriochrom Black-T (EBT)

Digunakan pada daerah pH 7 – 11. Suatu kelemahan dari EBT bahwa larutannya tidak
stabil, bila disimpan akan terjadi peruraian secara lambat,sehingga setelah janka waktu
tertentu indikator tidak berfungsi lagi. Suatu kesulitan yang dialami indikator metalokromik
adalah pembentukan kelat dengan logam yang tidak reversibel atau terlalu kuat. Bila hal ini
terjadi maka tidak dapat terjadi perubahan warna dan indikator kehilangan fungsinya.
Kejadian ini disebut blocking indikator. Mengalami blocking dengan Fe³⁺. Merupakan asam
lemah, tidak stabil dalam air karena senyawa organik ini merupakan gugus sulfonat yang
mudah terdisosiasi sempurna dalam air dan mempunyai 2 gugus fenol yang terdisosiasi
lambat dalam air.

Penggunaan : Penentuan kadar Ca, Mg, Cd, Zn, Mn, Hg.

2. Murexide
Merupakan indikator yang sering digunakan untuk titrasi Ca2+, pada pH=12.

3. Jingga Xylenol

Kompleks dengan logam memberikan warna merah.

4. Calmagite

Dapat digunakan sebagai pengganti EBT, karena calmagite lebih stabil, daerah
terjadinya pada pH 8,1-12,4 dan warna indikator bebasnya biru. Mengalami blocking dengan
Cu, Ni, Fe³⁺, dan Al.

5. Arzenazo

Digunakan untuk Ca maupun Mg, juga baik untuk titrasi Pb(IV) dengan EDTA.
Keuntungan menggunakan indikator ini adalah :

* Tidak mengalami blocking oleh Cu(II) dan Fe(III) dalam jumlah kecil.

* Bereaksi cepat sehingga terjadinya perubahan warna juga lebih cepat.

6. NAS

Digunakan pada daerah pH 3-9. Dalam larutan yang sangat asam NAS berwarna merah
violet pada pH 3,5 keatas berwarna merah jingga. Penggunaan NAS cukup luas dan
dianjurkan untuk titrasi Cu, Co(II), Cd, Ni, Zn, Al dengan EDTA.

7. Calcon

Calcon merupakan garam natrium dari Eriochrome Blue Black R, yang disebut juga
Pontachrome Blue Black R. Molekul indikator berwarna hijau dan hanya terdapat dalam
larutan asam kuat. Pada pH 7 sampai 10 berwarna merah, kemudian biru sampai pH 13,5 dan
diatasnya jingga. Kelat Calcon dengan logam berwarna merah dan ternyata sangat cocok
untuk titrasi Ca pada pH 12,5 – 13 tanpa terganggu oleh Mg. Perubahan warna dari merah
menjadi biru. Dengan indikator ini maka dapat ditentukan kesadahan air yang disebabkan
oleh Ca saja tidak termasuk kesadahan oleh Mg.

8. Violet cathecol

9. Tiron

10. Fast sulphon black F

11. Varjamin blue B

12. Bromopirogalol merah


13. Timolftalekson

Beberapa indikator logam sering menglami penguraian apabila dilarutkan dalam air.
Sehingga stabilitas di dalam larutan rendah sekali. Oleh karena itu, dalam prakteknya sering
dibuat pengenceran dengan NaCl atau KNO3 dengan perbandingan 1:500.

2.6 Pengaruh pH

pH sangatlah berpengaruh pada analisa komplexiometri. pH adalah ukuran


konsentrasi ion hidrogen dari larutan. Pengukuran pH (potensial Hidrogen) akan
mengungkapkan jika larutan bersifat asam atau alkali (atau basa). Jika larutan tersebut
memiliki jumlah molekul asam dan basa yang sama, pH dianggap netral. Berikut keterangan
tentang suasana pH dalam analisakomplexiometri :

1. Suasan terlalu asam

Proton yang dibebaskan pada reaksi yang terjadi dapat mempengaruhi pH, dimana jika
H+ yang dilepaskan terlalu tinggi, maka hal tersebut dapat terdisosiasi sehingga
kesetimbangan pembentukkan kompleks dapat bergeser ke kiri, karena terganggu oleh
suasana system titrasi yang terlalu asam. Pencegahan : sistem titrasi perlu didapar untuk
mempertahankan pH yang diinginkan.

2. Suasana terlalu basa

Bila pH system titrasi terlalu basa, maka kemungkinan akan terbentuk endapan
hidroksida dari logam yang bereaksi. Jika pH terlalu basa, maka reaksi kesetimbangan akan
bergeser ke kanan, sehingga pada suasana basa yang banyak akan terbentuk
endapan.Berdasarkan selalu terbentuknya H+ pada pembentukan ion kompleks dan melihat
harga pK₄ maka pembentukan kompleks akan lebih baik dan lebih stabil dalam larutan
alkalis. Pada umumnya kompleks EDTA dengan kation valensi 2 stabil dalam larutan yang
sedikit asam atau alkalis. kompleks EDTA dengan logam valensi 3 dan 4 stabil dalam larutan
dengan pH =1-3. Logam – logam bervalensi 2 misalnya Cu, Pb, atau Ni dapat stabil pada pH
= 3 sehingga dapat dititrasi secara selektif walaupun tercampur dengan logam – logam alkali
tanah. Co⁺⁺ stabil dalam larutan HCl pekat.

Kesimpulan : pada titrasi kompleksometri diperlukan penambahan bufer pada pH


dimana kompleks itu stabil, dan perubahan warnanya jelas. Stabilitas dari kompleks di
tentukan oleh harga Ks = konstante stability.

Yang menyebabkan perubahan harga Ks :


* Kenaikan suhu, karena menyebabkan kenaikan ionisasi kompleks.

* Ion yang tidak memberi ion sejenis dengan kompleks.

Yang menyebabkan kenaikan harga Ks adalah adanya alkohol, sebab alkohol mendesak
ionisasi kompleks.

2.7 Jenis Titrasi

Macam-macam titrasi yang sering digunakan dalam kompleksometri, antara lain:

1. Titrasi langsung yaitu titrasi yang biasa digunakan untuk ion-ion yang tidak
mengendappada pH titrasi, reaksi pembentukan kompleksnya berjalan cepat.

Contoh : penentuannya ialahuntuk ion-ion Mg, Ca, dan Fe.

2. Titrasi kembali yaitu titrasi yang digunakan untuk ion-ion logam yang mengendap
pada pH titrasi,reaksi pembentukan kompleksnya berjalan lambat.

Contoh : penentuannya ialah untukpenentuan ion Ni.

3. Titrasi penggantian atau titrasi substitusi adalah titrasi yang ini digunakan untuk ion-
ion logam yang tidak bereaksi sempurna dengan indikator logam yang membentuk
kompleks EDTA yang lebih stabil daripada kompleks ion-ion logam lainnya.

Contoh : penentuannya ialah untuk ion-ion Ca dan Mg.

4. Titrasi tidak langsung

Titrasi ini dilakukan dengan cara, yaitu :

 Titrasi kelebihan kation pengendap (misalnya penetapan ion sulfat, dan fosfat).

 Titrasi kelebihan kation pembentuk senyawa kompleks (misalnya penetapan ion


sianida) (Bassett et al., 1994).

2.8 Kesadahan

Metode titrasi kompleksometri dapat diaplikasikan dalam penentuan kesadahan


air.Kesadahan terutama disebabkan oleh keberadaan ion-ion kalsium (Ca2+) dan magnesium
(Mg2+) di dalam air. Keberadaannya di dalam air mengakibatkan sabun akan mengendap
sebagai garam kalsium dan magnesium, sehingga tidak dapat membentuk emulsi secara
efektif. Kation-kation polivalen lainnya juga dapat mengendapkan sabun (Harjadi, 1985).

Ada dua macam kesadahan, yaitu :

a).Kesadahan sementara (temporer hardness)

Kesadahan sementara adalah kesadahan karena adanya garam bikarbonat dari Ca dan
Mg, sedangkan kesadahan tetap adanya garam non karbonat seperti sulfat, klorida, dan nitrat.
Kesadahan sementara dan tetap disebut kesadahan jumlah (total hardness).

b.) Kesadahan tetap (permanent hardness)

Kesadahan sementara dapat dihilangkan dengan memanaskannya, karena CO2 akan


keluar dan meninggalkan garam karbonat yang tidak larut (mengendap). Air yang
mempunyai kesadahan tinggi tidak baik apabila dipergunakan sebagai pengisi air ketel (boiler
feed) maupun dalam proses pencucian dengan sabun.(Syafei, 1999)

Penetapan kesadahan hanya diarahkan pada penentuan kadar Ca2+ dan Mg2+ pada
titrasi kompleksometri. Prinsip yang digunakan yaitu reaksi pembentukan kompleks,
kestabilan kompleks, dan pengaruh pH. Kesadahan total didefinisikan sebagai kesadahan
jumlah milli ekivalen ion Ca2+ dan Mg2+ tiap liter sampel air. Secara sederhana penetuan
tingkat kesadahan air untuk masing-masing ion dapat dilakukan dengan larutan baku ligan
pengkompleks Na2EDTA (Natrium Diamin Tetra Asetat) pada pH tertentu (Harvey, D. 2000).

Dalam melakukan titrasi, kedalam larutan yang mengandung ion-ion Ca2+ dan Mg2+
ditambahkan indikator (warna 1) membentuk warna kompleks dalam larutan buffer pada pH
tertentu. Penembahan EDTA akan memecah kompleks kation-indikator tersebut membentuk
kation-EDTA (warna 2) yang lebih stabil. Dengan mengamati perubahan warna, maka titik
akhir titrasi kompleksometri dapat diamati dan ditentukan. Untuk jelasnya perhatikan reaksi-
reaksi yang terjadi pada proses titrasi kompleksometri dibawah ini :

Mg2+ + EBT (Indikator) → Mg.EBT senyawa kompleks kuat berwarna merah anggur

Ca.EBT + EDTA → Ca. EDTA

Mg.EBT + EDTA → Mg. EDTA

Larutan Dinantrium EDTA dijadikan standar baku sekunder karena sifatnya yang tidak
mendukung untuk dijadikan standar primer, antara lain (Day & Underwood, 2002):

* Kurang stabil
Mudah/dapat terurai oleh bakteri dimana EDTA adalah suatu senyawa organik yang dapat
diurai oleh bakteri.

* Dapat terurai oleh cahaya.

Kadar maksimal kesadahan total untuk air minum yang telah ditetapkan oleh Menteri
Kesehatan RI No. 492/Menkes/Per/IV/2010 adalah 500 mg/L, angka ini sesuai dengan angka
standar yang ditetapkan baik oleh WHO, maupun standar internasional (Gabriel, 2004).

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Kompleksometri merupakan jenis titrasi dimana titran dan titrat saling mengkompleks,
membentuk hasil berupa kompleks. Reaksi–reaksi pembentukan kompleks atau yang
menyangkut kompleks banyak sekali dan penerapannya juga banyak, tidak hanya dalam
titrasi. Karena itu perlu pengertian yang cukup luas tentang kompleks, sekalipun disini
pertama-tama akan diterapkan pada titrasi

Ligan (dari kata latin ligare = mengikat). Jumlah ikatan dengan ligan itu disebut bilangan
koordinasi yang biasanya merupakan bilangan genap terutama bernilai 4 atau 6.

Kestabilan termodinamik dari suatu spesi merupakan ukuran sejauh mana spesi ini akan
terbentuk dari spesi-spesi lain pada kondisi-kondisi tertentu, jika sistem itu dibiarkan
mencapai keseimbangan.

Pengaruh pH jika terlalu asam maka kesetimbangan akan bergeser ke kanan dan
menyebabkan terbentuknya senyawa kompleks, jika suasana terlalu basa maka
kesetimbangan akan bergeser ke arah kiri dan membentuk endapan.

Jenis titrasi kompleksometri antara lain titrasi langsung, titrasi tidak langsung, titrasi kembali
dan titrasi penggantian.
B.Saran

Disarankan agar pembaca tidak hanya mengambil informasi melalui makalah ini saja, karna
masih banyak informasi tentang Komplexometri di tempat yang lain.

DAFTAR PUSTAKA

Brady, J.E.1999.Kimia Universitas : Asas Dan Struktur.Binapura Aksara:Jakarta.

Day, R.A, Underwood, A,A,L., (1993) Analisa Kimia Kualitatif, edisi IV,PT. Erlangga,
Jakarta, 152

Day, R.A,Underwood A.L.1996.Analisis Kimia Kuantitatif Edisi Kelima.Erlangga:Jakarta.

Dirjen POM, (1979), Farmakope Indonesia, Edisi III, Depertemen Kesehatan RI, Jakarta, 87,
673, 1027

Harjadi, W., (1990), Ilmu Kimia Analitik Dasar, Gramedia, Jakarta,234,245

Khopkar, S. M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. UI-Press: Jakarta.

Khopkar, S. M. 1999. Konsep Dasar Kimia Analitik. UI Press. Jakarta.

Vogel, A.I. 1994. Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik Edisi 4. EGC. Jakarta.

Dirjen POM, (1979), Farmakope Indonesia, Edisi III, Depertemen Kesehatan RI, Jakarta, 87,
673, 1027

Prof. Dr. Gholib Ibnu dan R.Abdul. 2007. Kimia Farmasi Analisis.Pustaka
Pelajar:Yogyakarta

Roth,H, J., Blasche, G., (1985), Analisis Farmasi, Gadjah MadaUniversity Press, Yogyakarta,
257-260
Susanti,S., Wunas,Y., (1979), Analisis Kimia Farmasi Kuantitatif,Lembaga Penerbitan
UNHAS, Makassar, (141-145)

Anda mungkin juga menyukai