Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN AWAL

KIMIA FARMASI KUANTITATIF


Penetapan Kadar Chlorpheniramine Maleate Menggunakan Metode Bebas air
Dosen pengampu : Yulianis M.Farm.,Apt

SEMESTER VA

SHIFT 2

KELOMPOK 2 DAN 5

NAMA KELOMPOK:

1. CHELISIA PUTRI (1648201026)


2. M. KENDRI MIRZARETA (1448201062)
3. DWI NOVA LISTARY (1748201027)
4. FERY LIDIYA ASSYIFA (1748201030)

PROGRAM STUDI FARMASI


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HARAPAN IBU JAMBI
TAHUN AJARAN 2019/2020

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan
rohmat dan hidayah-Nya sehingga dapat menyelesaikan penyusunan laporan ini.
Hanya kepada Allah-lah kita berharap dan menyerahkan segala sesuatunya atas hasil
dari setiap usaha kita. Praktikum yang berjudul kompleksometri Calcium Glukonat
ini bertujuan untuk menentukan kadar Ca;cium Glukonat .
Penyusun menyadari bahwa dalam penyusunan naskah ini masih banyak
ditemukan kekurangan serta kesalahan. Oleh karena itu, penyusun akan menerima
dengan senang hati atas saran serta kritik yang bersifat membangun. Semoga
penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi kita bersama.

Jambi , 16 oktober 2019

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..............................................................................................ii

DAFTAR ISI .............................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN .........................................................................................4

1.1 Judul .....................................................................................................................4


1.2 Tujuan ..................................................................................................................5
1.3 Prinsip ..................................................................................................................5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................6

2.1 Teori Umum .........................................................................................................6


2.2 Teori Khusus ........................................................................................................8

BAB III METODE KERJA.....................................................................................10

3.1 Alat dan bahan......................................................................................................10


3.2 Cara kerja .............................................................................................................10
3.3 Prosedur Analisisa titrasi......................................................................................11

SIMULASI PERHITUNGAN .................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................................14

3
BAB I
PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG
Titrasi bebas air merupakan suatu jenis titrasi yang tidak menggunakan pelarut air
melainkan digunakan pelarut organik. Dengan pelarut organik tertentu, kekuatan
asam atau basa lemah dapat diperbesar sehingga memungkinkan suatu titrasi yang
tidak memuaskan dalam pelarut air. Titrasi bebas air menggunakan pelarut organik
untuk mempertajam titik akhir titrasi asam/basa lemah. Disamping itu titrasi ini juga
dilakukan untuk senyawa yang sukar larut dalam air.. Yang tidak kalah penting
adalah pengaruh konstante dialetrik pada reaksi protolisis pada pelarut bukan air

Penggunakan pelarut organik untuk tirasi asam/basa lemah ini karena air sebagai
pelarut bersifat amfoter. Pada titrasi akan terjadi kompetisi reaksi antara sampel dan
air dengan titran sehingga tidak diperoleh titik akhir yang jelas.

Sebagian besar senyawa, terutama senyawa aktif organik, tidak dapat ditentukan
dalam larutan air menurut cara titrasi protolisis, karena sifat asam dan basanya tidak
jelas. Dalam kebanyakan hal titrasi protolisis akan mungkin jika dikerjakan dalam
lingkungan bebas iar. Kemungkinan ini dapat dimengerti, jika dilhat bahwa teori
asam-basa Bronsted juga berlaku untuk pelarut bukan air.

Tujuan:
1. Mahasiswa dapat melakukan titrasi bebas air dengan baik
2. Mahasiswa dapat menentukan kadar dari Chlorpheniramine Maleate
menggunakan metode Bebas air.
Prinsip:
Prinsip percobaan praktikum bebas air titrasi bebas air adalah titrasi yang menggunakan
pelarut organik sebagai pengganti air untuk mempertajam titik akhir titrasi asam/basa
lemah.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 TEORI UMUM


Pengaruh pelarut aprotik terhadap titrasi bebas air adalah senyawa HCl yang
dilarutkan akan tidak bereaksi dengan pelarut, karena itu kekuatan asamnya tidak
berkurang. Sebagai ukuran untuk kekuatan asam adalah afinitas proton. Makin kuat
proton terikat makin sedikit proton yang diberikan dan asamnya akan semakin
meningkat / kuat. Begitupun dengan basa (Rivai, 1995).

Dalam penitrasian bebas air, indikator bereaksi dengan H+ atau melepaskan


H+, masing-masing disertai dengan terjadinya perubahan warna. Perubahan warna
sangat tergantung dari jenis sampel. Oleh karena itu, pemilihan indikator secara
empiris, yaitu menggunkan potensiometer bersama-sama dengan indikator visual
yang diselidiki. Indkator yang diplih adalah yang memperlihatkan perubahan warna
yang tajam dekat dengan titik ekuivalen. Untuk titrasi basa lemah dan garam-
garamnya dapat digunakan crystal violet, methyl-rosaniline chloridee, quanalfine red,
naphtholbenzein dan malchite green. Untuk basa-basa yang realtif lebih kuat dapat
digunakan methyl red, methyl orange, dan thymol blue (Harmita, 2006).

Reaksi yang terjadi pada titrasi bebas air dapat diterangkan dengan konsep
dari Bronsted dan Lowry, yaitu bahwa asam adalah pemberi proton (proton donor)
sedangkan basa adalah penerima proton (Proton acceptor) (Harmita, 2006). Maka
akan terdapat konsentrasi yang lebih besar dari proton yang tersolvasi dalam pelarut
tersebut. Jadi, bisa terlihat bahwa jika HB itu asam lemah untuk dititrasi dengan layak
larutan berair, jika dapat meningkatkan “keasamannya” dan juga “titrabilitasnya”
dengan memilih pelarut yang lebih basa dari air (Underwood, 1993).

5
Pada pelarut asam lemah dan basa lemah dalam lingkungan bebas air harus
diperhatikan pengaruh pelarut bukan air terhadap tetapan ionisasi, tetapan dissosiasi,
tetapan asam asam dan basa senyawa yang hendak dititrasi. Yang tidak kalah penting
adalah pengaruh konstanta dialetrik pada reaksi protolisis pada pelarut bukan
air (Wunas, 1986).

Titrasi bebas air atau titrasi non-Aqua adalah titrasi yang menggunakan
pelarut organik sebagai pengganti air. Dengan pelarut organik tertentu, kekuatan
asam atau basa lemah dapat diperbesar sehingga memungkinkan suatu titrasi yang
tidak memuaskan dalam pelarut air. Dibidang farmasi teknik kini banyak dipakai
karena banyak obat bersifat asam atau basa lemah yang suka larut dalam air. Dengan
pemilih pelarut yang tepat, penetapan kadar dari komponen campuran asam atau basa
juga dimungkinkan. Teori asam-basa dari arrhenius ternyata tidak berhasil
menjelaskan sifat karakteristik dari asam dan basa dalam pelarut organik. Dalam hal
ini, teori yang umum telah dikemukakan oleh bronsted. Menurut teori ini, asam
adalah pemberi proton, sedangkan basa adalah penerima proton (Anonim, 2012).

Dalam pemilihan pelarut, ada tiga hal yang harus diperhatikan, yaitu sifat
asam-basa dari pelarut. Untuk menitrasi basa lemah, maka dipilih pelarut yang lebih
bersifat asam dan demikian pula sebaliknya. Misalnya, pada titrasi basa lemah, asam
asetat lebih baik daripada air, Tetapan dan autoprotolisis serta Tetapan dielektrik.
Asam perklorat sejauh ini merupakan asam yang telah luas digunakan untuk titrasi
basa lemah, karen asam ini adalah asam yang sangat kuat yang sangat mudah didapat.
Basa lemah dititrasi paling sering dalam larutan asam asetat glasial. Normalnya
pengaruh temperatur pada volume titran teukur dapat diabaikan dengan diabaikan
dengan larutab berair pada variasi temperatur kamar basa.

Pelarut organik seperti asam asetat, benzena, dan metanol sebaiknya


mempunyai koefisien ekspansi ternal yang agak besar, dan perubahan volumenya

6
tidak bisa diabaikan jika titran tersebut berada pada temperatur standarisasinya
(Underwood, 1993). Titrasi titrimetri dalam lingkungan bebas air, pelarut mengambil
bagian yang amat penting untuk reaksi stoikiometri, dimana pelarut tersebut dapat
mengambil bagian dalam reaksi. Ada tiga teori yang menerangkan reaksi netralisasi
dalam suatu pelarut yaitu teori ikatan hidrogen, teori Lewis dan teori Bronsted.
Penggunaan pelarut aprotik pada titrasi bebas air memberikan dua keuntungan.

Pelarut tidak mempunayi efek menyetingkatkan keasaman/kebasaan asam


basa yang bereaksi sesamanya. Garam yang terjadi pada titrasi tidak akan diuraikan
secara protolitik oleh pelarut. Kerugiannya adalah sifat yang sedikit polar atau non
polar yang mempunyai daya pelarutan kecil uuntuk protolit dan pendesakan kembali
disosiasi. Disebabkan terdesaknya kembali disosiasi, maka kemampuan hantaran
suatu larutan akan sangat dikurangi, sehingga misalnya penentuan potensiometri
suatu titrasi tidak mungkin dilakukan (Roth, 1988).Seperti telah diuraikan diatas,
kekuatan asam basa ditentukan pula oleh kemampuan pelarut untuk menerima dan
melepaskan proton. Berdasarkan hal ini maka pelarut dapat dibedakan menjadi
(Anonim, 2012) :

1.Pelarut protogenik, adalah pelarut yang mudah memberikan proton.


Misalnya : asam-asam

2.Pelarut protofilik, adalah pelarut yang mudah menerima proton.


Misalnya : basa-basa, eter, keton

3.Pelarut amfiprotik, adalah pelarut yang dapat menerima maupun memberikan


proton.
Misalnya : air, asam asetat, alkohol

7
4.Pelarut aprotik, adalah pelarut yang tidak dapat menerima maupun
memberikan proton.
Misalnya : kloroform, benzen, dioksan

Digunakan pelarut organic bukan air karena senyawa tersebut tidak dapat larut dalam
air, disamping itu kurang reaktif dalam air seperti misalnya garam-garam amina,
dimana garam-garam ini dirombak lebih dahulu menjadi basa yang bebas larut dalam
air, sari dengan pelarut organik lain dan direaksikan dengan asam baku berlebih, yang
kemudian pelarutnya diuapkan dan barulah kelebihan asam ditentukan kembali
dengan basa baku sedangkan senyawa-senyawa organik yang mengandung nitrogen
ditentukan dengan metode Kjeldahl. (Dhanar Dani, 1998).

2.2 TEORI KHUSUS

Tablet CTM digunakan sebagai antihistaminikum. Antihistamin adalah obat yang


menentang kerja histamin pada H-1 reseptor histamin sehingga berguna dalam
menekan alergi yang disebabkan oleh timbulnya simptom karena histamin (Ansel,
1995). Chlorpheniramine Maleat (CTM) sebagai obat anti alergi, banyak diberikan
secara oral maupun intravena, bekerja di susunan saraf pusat, dapat menimbulkan
rasa kantuk yang kuat, maka tidak dianjurkan meminum obat ini jika hendak
bepergian. Obat ini juga termasuk obat keras, jadi pemakaiannya harus hati-hati dan
dianjurkan untuk menggunakannya hanya jika memang diperlukan (simbolon 2008).

8
STRUKTUR Chlorpheniramine Maleate

RUMUS MOLEKUL : C16H19CIN2.C4H4O4

ORGANOLEPTIS

Berat molekul : 390,87

Nama kimia : 2-[p-Kloro-α-[2-(dimetilamino)etil]benzil]

Sinonim : - Chlorpheniramini maleas

- Klorfeniramin maleat

- Chlortrimeton (CTM) – Klorfenon

Pemerian : Serbuk hablur, putih; tidak berbau

Kelarutan : Mudah larut dalam air; larut dalam etanol dan dalam kloroform,

sukar larut dalam eter dan dalam benzene

Susut pengeringan : Tidak lebih dari 0,5%; lakukan pengeringan pada suhu 105° C

selama 3 jam

Titik Lebur : Antara 130°C dan 135°C (Ditjen, POM., 1995).

pKa : 9,13 (pada suhu 25°C)(Clarke, 2005)

9
SIFAT FISIKA KIMIA CTM
CTM (Klorfeniramin maleat) berbentuk kristal putih tidak berbau. Mudah larut dalam
air; larut dalam etanol dan dalam kloroform; sukar larut dalam eter dan dalam
benzena.

CTM (Klorfeniramin maleat) merupakan antihistamin derivat propilamin.


Deksklorfeniramin maleat merupakan bentuk dextro isomer, memiliki aktivitas 2X
lipat dibanding klorfeniramin berbentuk rasematnya.

10
BAB III

METODE KERJA

3.1 Alat dan Bahan

Alat : buret, erlenmeyer, gelas beker, pipet tetes, gelas ukur,pipet gondok

Bahan : Tablet CTM, Asam perklorat, Asam asetat glical, Kristal violet,Timol
Biru, Methanol, Kalium biftalat,Logam Na metoksida, Asam benzoat.

3.2 Cara kerja

Pembuatan reagen dan Larutan standar

A. Larutan pereaksi :
 Pembuatan larutan HCLO4 0,1N

Pada 900 ml asam asetat glacial dalam labu ukur 1 liter + 8,5 ml asam
perklorat 70%, campur + dengan 30 ml anhidrida asam asetat,campur,
dinginkan hingga suhu kamar + asam asetat glical secukupnya hingga 1000
ml,biarkan selama 24 jam

 Na metoksida 0.1 N

Logam Na 2,3 g ( yang sebelumnya dicuci dengan methanol ) dipotong tipis-


tipis, dilarutkan dalam 500ml metanol dalam labu ukur 1 liter,kemudian
setelah larut + metanol sampai 1 liter.

 Indikator
1. Kristal violet 1 g dilarutkan dalam 100 ml asam asetat glacial + asam
asetat anhidrat

11
2. Timol biru
Timol biru 100 mg dilarutkan dalam 100 methanol bebas air. (
Metanol dibuat bebas air dengan penambahan CaO kering selama 24
jam. Kemudian disuling

B. Pembuatan Larutan Baku


 Asam perklorat
Kalium biftalat 100 mg yg ditimbang seksama yang sebelumnya telah
dikeringkan pada suhu 120°c selama 2 jam,larutkan dalam 10 ml asetat glical.
Titrasi dengan larutan asam perklorat menggunakan indikator kristal violet (
ungu menjadi biru )

 Natrium metoksida
Asam benzoate 50 mg dilarutkan dalam 10 ml metanol + 2 tetes indikator
timol biru. Titrasi dengan natrium metoksida 0,1 N sehingga perubahan warna
dari kuning menjadi biru.

C. Penetapan Kadar CTM ( Chlorpheniramin maleat )

Sampel dilarutkan didalam 10 ml asam asetat gilical kemudian + 2 tetes indikator


kristal violet dan titrasi dengan asam perklorat 0.1 N sampai perubahan warna dari
ungu menjadi biru .

12
SIMULASI

1. Bahan baku CTM ditimbang 500 mg, kemudian ditambahakan asam asetat
glasial dan beberapa tetes kristal violet, lalu dititrasi dengan asam perklorat
0,1 N. Penentapan blanko dilakukan, kemudian dihitung kadar CTM dalam
bahan baku
Volume titran Blanko Volume akhir Volume rata-
rata
Data percobaan 4,75 ml 3,04 ml 1,71 ml
6,35 ml 3,04 ml 3,31 ml 2,51 ml
Dik:
 Kesetaraan HclO4 dan CTM : 1 ml hclO4 0,1 N~ 19,54 mg CTM
 Normalitas hclO4 setelah pembakuan 0,097 N

M1 x V1 = M2 x V2
0,1 N x V1 = 0,097 N x 2,51 ml
V1 = 2,435 ml
2,435 𝑚𝑙 𝑥 19,54 𝑚𝑔
Massa CTM dalam bahan baku adalah = = 47,58 mg
1 𝑚𝑙
47,58 𝑚𝑔 𝑥 100%
Maka, kadar CTM dalam bahan baku adalah sebesar = 9,51 %
500 𝑚𝑔

2. A. Asam perklorat 0,1 N


Massa kalium biftalat : 140 mg
Volume asam perklorat titrasi: 6 ml
BE Kalium biftalat 204,22 g/mol
Maka normalitas asam perklorat adalah:
V asam perklorat x N asam perklorat= mol kalium biftalat
140 𝑚𝑔
6 ml x N asam perklorat = 204,22 𝑔/𝑚𝑜𝑙

0,68 𝑚𝑔
N asam perklorat = = 0,107 mmol
6,3 𝑚𝑙

13
B. Natrium Metoksida
Asam benzoat dilarutkan dalam labu ukur 100 ml, diambil sebanyak 10 ml
Massa asam benzoat : 500 mg
Volume natrium metoksida titrasi: 6,3 ml
Maka, normalitas natrium metoksida adalah:
𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖
Vnatrium metoksida x Nnatrium metoksida=mol asam benzoat x 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
500 𝑚𝑔 10 𝑚𝑙
6,3 ml x N natrium metoksida= x
122,12 𝑔/𝑚𝑜𝑙 100 𝑚𝑙

0,409
N natrium metoksida = 6,3 𝑚𝑙

= 0,0649= 0,065
C. Penentuan kadar Kloramfeniramin maleat (CTM)
Sampel dilarutkan dalam labu takar 25 ml, diambil sebanyak 10 ml
Faktor pengenceran 2,5x
Blanko kloramfeniramin maleat sebanyak 0,85 ml dalam 10 ml asam asetat glasial
Jumlah volume peniter hclO4 yang terpakai:
6,85 𝑚𝑙 𝑥 6,8 𝑚𝑙
VhclO4= = 6,825 ml
2

Sehingga volume HclO4 untuk titrasi langsung dengan blanko tersebut adalah
V hclO4 = 6,825 ml – 0,85 ml = 6,025 ml
1 ml HclO4 0,1 N setara dengan 19,54 mg kloramfeniramin maleat
1 ml HclO4 0,097 N setara dengan 18, 9538 mg kloramfeniramin maleat
6,025 ml HclO4 0,097 N setara dengan 114, 1967 mg kloramfeniramin maleat
Jumlah CTM dalam sampel = 114,1967 mg x faktor pengenceran
= 114,11967 x 2,5
= 285,4916 mg kloramfeniramin maleat
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐶𝑇𝑀 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙−𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐶𝑇𝑀 ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙 𝑝𝑒𝑟𝑐𝑜𝑏𝑎𝑎𝑛
Galat analisis (%) = x 100%
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐶𝑇𝑀 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙

14
318,5 𝑚𝑔−285,4916 𝑚𝑔
= x 100%
318,5 𝑚𝑔

= 10,36%

15
DAFTAR PUSTAKA

 Ditjen POM.1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta : Departemen


Kesehatan Republik Indonesia.
 Harjadi, W. 1986. lmu Kimia Analitik Dasar. Jakarta : Gramedia.
 Roth, HJ. 1998. Analisis Farmasi. Yoyakarta : UGM Press.
 Said, S. 1994. Analisis Kimia Farmasi Kuantitatif. Makassar : UNHAS
 Rivai, H. 1995. Asas Pemeriksaan Kimia. Jakarta : Universitas Indonesia.
 Underwood, Day RA. 1993. Analisa Kimia Kuantitatif. Surabaya
:Erlangga,.
 Wunas, Said. 1986. Analisa Kimia Farmasi Kuantitatif. Makassar : UNHAS.
 2012. Penuntun Praktikum Kimia Analisis . Makassar :
niversitas Muslim Indonesia.

 Anief, M, 1997, Ilmu Meracik Obat Teori dan Praktek, GMU


Press, Yogyakarta Anonim, 1979, Farmakope Indonesia Edisi
III, Depkes RI, Jakarta Ansel, H. C., 1995, Pengantar Sediaan
Formulasi IV, UI Press, Jakarta
 Rasyid, Raslim dkk, 1985, Spektrofotometri untuk Menentukan
Antidepresan Amin Trisiklik yang Beredar di Indonesia dalam
Tablet dan Dalam Urin, Proceedings ITB, Bandung
 Gandjar, Ibnu Gholib,1997,Perkembangan Analisis Farmasi dalam

Pengawasan Mutu Obat, UGM, Yogyakarta

 Simbolon, Bintang, 2008, Uji Disolusi Chlorpheniramine


Maleat Secara Spektrofotometri Ultra Violet, USU, Medan
 Nasution, Yulida Amelia, 2009, Penetapan Kadar Zat Aktif
Parasetamol dalam Obat Sediaan Oral dengan Metode
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT), USU, Medan

16
17

Anda mungkin juga menyukai