Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FARMASI ANALITIK II

PENENTUAN PIRIDOKSIN HCL DENGAN METODE TITRASI

ARGENTOMETRI

Disusun oleh :

Kelompok 3
3A Farmasi

Ervina Novitasari (31118001)

Mita Putri Dianti (31118010)

Mitha Anggitha (31118012)

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BAKTI TUNAS HUSADA
TASIKMALAYA
2021/2021
A. Tujuan
Mahasiswa mampu menganalisis kadar Piridoksin HCl dengan menggunakan metode
Titrasi Argentometri
B. Dasar Teori
Argentometri merupakan titrasi yang melibatkan pembentukan endapan dari
garam yang tidak mudah larut antara titrant dan analit. Hal dasar yang diperlukan dari
titrasi jenis ini adalah pencapaian keseimbangan pembentukan yang cepat setiap kali
titran ditambahkan pada analit, tidak adanya interferensi yang mengganggu titrasi, dan
titik akhir titrasi yang mudah diamati.
Salah satu jenis titrasi pengendapan yang sudah lama dikenal adalah melibatkan
reaksi pengendapan antara ion halida (Cl-, Br-, I-) dengan ion perak Ag+. Titrasi ini
biasanya disebut sebagai argentometri yaitu titrasi penentuan analit yang berupa ion
halida (pada umumnya) dengan menggunakan larutan standar perak nitrat AgNO 3. Titrasi
argentometri tidak hanya dapat digunakan untuk menentukan ion halida akan tetapi juga
dapat dipakai untuk menentukan merkaptan (thioalkohol), asam lemak, dan beberapa
anion divalent seperti ion fosfat dan ion arsenat.
Dasar titrasi argentometri adalah pembentukan endapan yang tidak mudah larut
antara titran dengan analit. Sebagai contoh yang banyak dipakai adalah titrasi penentuan
NaCl dimana ion Ag+ dari titran akan bereaksi dengan ion Cl- dari analit membentuk
garam yang tidak mudah larut AgCl.
Ag(NO3) + NaCl  AgCl + NaNO2
Setelah semua ion klorida dalam analit habis maka kelebihan ion perak akan
bereaksi dengan indikator. Indikator yang dipakai biasanya ion kromat CrO 42-, dimana
dengan indikator ini ion perak akan membentuk endapan berwarna coklat kemerahan
sehingga titik ahir titrasi dpat diamati. Indikator lain yang bisa dipakai adalah tiosianida
dan indikator adsorbsi. Berdasarkan jenis indikator dan teknik titrasi yang dipakai maka
titrasi argentometri dapat dibedakan atas argentometri dengan Metode Mohr, Metode
Volhard, atau Metode Fajans. Selain menggunakan jenis indikator diatas maka kita juga
dapat menggunakan metode potensiometri untuk menentukan ttik ekuivalen.
Ketajaman titik ekuivalen tergantung dari kelarutan endapan yang terbentuk dari
reaksi antara analit dan titran. Endapan dengan kelarutan yang kecil akan menghasilkan
kurva titrasi argentometri yang memiliki kecuraman yang tinggi sehingga titik ekuivalen
mudah ditentukan akan tetapi endapan dengan kelarutan rendah akan menghasilkan kurva
titrasi yang landai sehingga titik ekuivalen agak sulit ditentukan. Hal ini analog dengan
kurva titrasi antara asam kuat dengan basa kuat dan antara asam lemah dengan basa kuat.
C. Sifat Fisikokimia
Piridoksin HCl

HO N

HO H Cl

OH
pyridoxine hydrochloride

 Rumus molekul : C8H11NO3 . HCl


 Berat molekul : 205, 64
 Pemerian : Hablur putih atau tidak berwarna, atau serbuk hablur putih, tidak
berbau asin (FI III, hal 541)
 Kelarutan : Mudah larut dalam air, sukar larut dalam etanol, praktis tidak larut
dalam eter (FI III, hal 541)
 Keasaman-kebasaan : pH larutan lebih kurang 3 (FI III, hal 541)
 Stabilitas : Fotosensitif didalam kondisi normal kerusakan piridoksin HCl tidak
besar (Martinadale 30, hal 1054)
 Inkompatibilitas : Inkompatibilitas dengan larutan alkali garam besi, dan agen
oksidator (DI 88, hal 2099)
 Penyimpanan : Dalam wadah tertutp rapat, terlindung cahaya (FI III, hal 542).
Disimpan sekitar 15-30C (DI 88, hal 2099)
D. Alat dan Bahan
 Bahan

No Alat Gambar

1 Erlenmeyer

2 Gelas ukur

3 Gelas Kimia

4 Pipet Volume

5 Buret
6 Statifdan klem

8 Pipet

9 Pump pipet

10 Labu ukur

 Bahan
o Sampel Piridoksin HCl
o AgNO3
o Amidis
o Indikator K2CrO4
o HCl
o NaCl

E. Prosedur Kerja
Pembakuan AgNO3 dengan NacL

Timbang 50mg NaCl


Tambahkan aquadest &
masukan kedalam
HCl sampai pH 5
erlenmeyer

Titrasi dengan AgNO3


0,05 N sampai terjadi Tambahkan indikator
perubahan warna dari
kuning sampai terbentuk K22Cr22O44
endapan merah bata

Penetapan kadar sampel

titrasi dengan AgNO3 0,05N


pipet 10mL sampel masukan
sampai terbentuk endapan
kedalam erlenmeyer
putih/keruh

F. Perhitungan
 Pembakuan AgNO3 dengan NaCl p.a
Dik : Bobot NaCl p.a = 50 mg

Percobaan ke- V AgNO3 N AgNO3


1 17,4 ml 0,049 N
2 17,3 ml 0,049 N
3 17,4 ml 0,049 N
Rata-rata 0,049 N
Perhitungan
1. Mg AgNO3 . N gerk NaCl
mg NaCl
V AgNO3 . N AgNO3 =
BE NaCl
mg NaCl
N AgNO3=
BE NaCl x V AgNO 3
50 mg
=
58,5. 17,4 ml
N AgNO3= 0,049 N

mg NaCl
2. N AgNO3 =
BE NaCl x V AgNO 3
50 mg
=
58,5. 17,3 ml

N AgNO3= 0,049 N

mg NaCl
3. N AgNO3 =
BE NaCl x V AgNO 3
50 mg
=
58,5. 17,4 ml

N AgNO3= 0,049 N

0,49 N + 0,49 N + 0,49 N


Rata-rata =
3

= 0,049 N

Penetepan kadar piridoksin HCl dengan titrasi Argentometri Mohr

Dik : N AgNO3 = 0,049 N

Percobaan ke- V HCl V AgNO3 N HCl


1 10 ml 28,2 0,138
2 10 ml 28,3 0,138
3 10 ml 28,2 0,138
Perhitungan

1. V HCl . N HCl = V AgNO3 . N AgNO3


28,2 x 0,049 N
N =
10 ml
N HCl = 0, 138 N
2. V HCl . N HCl = V AgNO3 . N AgNO3
28,3 x 0,049 N
N =
10 ml
N HCl = 0, 138 N
3. V HCl . N HCl = V AgNO3 . N AgNO3
28,2 x 0,049 N
N =
10 ml
N HCl = 0, 138 N
0,138 N + 0,138 N + 0,138 N
N HCl rata-rata =
3

= 0,138 N

 Mg HCl = N HCl x BE HCl x 0,05


= 0,138 x 36,5 x 0,05
= 0,25185 g
BM Piridoksin HCl
 Gram piridoksin HCl =
BM HCl
205,64
= x 0,25185
36,5

gram piridoksin = 1,418 /50 ml

g piridoksin 1,418
% piridoksin HCl = x 100% = x 100 % = 2,836%
V Piridoksin 50
G. Pembahasan

Pada percobaan praktikum kali ini dilakukan percobaan penetapan kadar sampel vitamin
B6 (Piridoksin HCl) dengan no sampel 23. Penetapan kadar sampel dilakukan menggunakan
tItrasi argentometri dengan metode mohr. Argentometri merupakan metode umum untuk
menetapkan kadar senyawa halogen dan senyawa-senyawa lain yang membentuk endapan
dengan perak nitrat (AgNO3) pada suasana tertentu. Metode argentometri disebut juga
dengan metode pengendapan, karena pada argentometri memerlukan pembentukan senyawa
yang relative tidak larut atau endapan. Pada percobaan kali ini metode yang digunakan yaitu
metode mohr dengan yang pertama dilakukan adalah pembakuan AgNO 3 (larutan baku
sekunder) dengan NaCl (larutan baku primer) dengan indikator K2CrO4.

Pembakuan ini dilakukan karena menurut USP Analisa argentometri biasa digunakan
untuk menentukan kadar senyawa yang mengandung unsur halogen (golongan VII A)
dimana Ag jika bereaksi dengan logam halogen menghasilkan suatu endapan. Terbentuknya
endapan pada dasar Erlenmeyer merupakan reaksi kimia yang terjadi saat titrasi pembakuan.
Factor yang menyebabkan terjadinya endapan diantaranya adalah kelarutan dari hasil reaksi
yang kecil, adanya efek ion senama, dan larutan sudah melewati titik jenuhnya saat
pencampuran. Reaksi yang terjadi sebagai berikut :

H. AgNO3 + NaCl → AgCl + NaNO3

Penggunaan indicator menunjukkan tercapainya suatu titik akhir titrasi. Pada pembakuan
ini, titik akhir titrasi ditunjukan dengan terbentuknya endapan merah bata pada dasar
Erlenmeyer. Reaksi yang terbentuk yaitu sebagai berikut :

I. AgNO3 + NaCl → AgCl + NaNO3


J. K2CrO4 + AgNO3 → Ag2CrO4 + KNO3

Kemudian pada penetapan kadar sampel dilakukan dengan cara mengambil 10 ml sampel
dengan menggunakan pipet volume lalu dimasukkan kedalam erlenmeyer. Digunakannya
pipet volume karena pada pengambilan sampel pipet volume ini memiliki tingkat akurasi
yang tinggi dibandingkan dengan menggunakan gelas ukur. Setelah itu sampel ditambahkan
dengan indikator K2CrO4 hingga terbentuk warna kuning. Penggunaan indikator ini bertujuan
untuk mempermudah dalam menentukan titik ekivalen dan titik akhir titrasi. Setelah
ditambahkan indikator kemudian dititrasi dengan AgNO3 sampai terbentuk endapan merah
bata dari Ag2Cro4- . Endapan merah bata ini terbentuk dikarenakan adanya ion Cl pada
sampel piridoksin HCl telah bereaksi semua dengan ion Ag+ dan baku sekunder AgNO3.
Sedangkan pada titik akhir titrasi endapan merah bata terbentuk dikarenakan adanya
penambahan AgNO3 berlebih yang menyebabkan ion Ag+ bereaksi dengan ion CrO42- dari
indikator yang mengendap menjadi endapan merah bata. Pada titrasi penentuan kadar sampel
ini dilakukan sebanyak tiga kali. Hasil kadar sampel piridoksin HCl yaitu sebesar 2,836%.

K. Kesimpulan

Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan diperoleh hasil kadar sampel piridoksin HCl
dengan no sampel 23 yaitu sebesar 2,836%.
DAFTAR PUSTAKA

Khopkar, S.M. (2002). Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: Universitas Indonesia Press.

Day, R.A & A. L. Underwood. (1992). Analisis Kimia Kuantitatif Edisi Kelima. Jakarta:
Erlangga.

Danney, B., 1979. Vogel Analisis Kuantitatif Anorganik, EGC: Jakarta


LAMPIRAN

Memipet 10 ml sampel yang telah diencerkan Memasukkan kedalam erlenmeyer

Menambahkan indicator K2CrO4 Di titrasi dengan larutan AgNO3

Hasil titrasi akan terbentuk endapan merah


bata

Anda mungkin juga menyukai