ARGENTOMETRI
Disusun oleh :
Kelompok 3
3A Farmasi
HO N
HO H Cl
OH
pyridoxine hydrochloride
No Alat Gambar
1 Erlenmeyer
2 Gelas ukur
3 Gelas Kimia
4 Pipet Volume
5 Buret
6 Statifdan klem
8 Pipet
9 Pump pipet
10 Labu ukur
Bahan
o Sampel Piridoksin HCl
o AgNO3
o Amidis
o Indikator K2CrO4
o HCl
o NaCl
E. Prosedur Kerja
Pembakuan AgNO3 dengan NacL
F. Perhitungan
Pembakuan AgNO3 dengan NaCl p.a
Dik : Bobot NaCl p.a = 50 mg
mg NaCl
2. N AgNO3 =
BE NaCl x V AgNO 3
50 mg
=
58,5. 17,3 ml
N AgNO3= 0,049 N
mg NaCl
3. N AgNO3 =
BE NaCl x V AgNO 3
50 mg
=
58,5. 17,4 ml
N AgNO3= 0,049 N
= 0,049 N
= 0,138 N
g piridoksin 1,418
% piridoksin HCl = x 100% = x 100 % = 2,836%
V Piridoksin 50
G. Pembahasan
Pada percobaan praktikum kali ini dilakukan percobaan penetapan kadar sampel vitamin
B6 (Piridoksin HCl) dengan no sampel 23. Penetapan kadar sampel dilakukan menggunakan
tItrasi argentometri dengan metode mohr. Argentometri merupakan metode umum untuk
menetapkan kadar senyawa halogen dan senyawa-senyawa lain yang membentuk endapan
dengan perak nitrat (AgNO3) pada suasana tertentu. Metode argentometri disebut juga
dengan metode pengendapan, karena pada argentometri memerlukan pembentukan senyawa
yang relative tidak larut atau endapan. Pada percobaan kali ini metode yang digunakan yaitu
metode mohr dengan yang pertama dilakukan adalah pembakuan AgNO 3 (larutan baku
sekunder) dengan NaCl (larutan baku primer) dengan indikator K2CrO4.
Pembakuan ini dilakukan karena menurut USP Analisa argentometri biasa digunakan
untuk menentukan kadar senyawa yang mengandung unsur halogen (golongan VII A)
dimana Ag jika bereaksi dengan logam halogen menghasilkan suatu endapan. Terbentuknya
endapan pada dasar Erlenmeyer merupakan reaksi kimia yang terjadi saat titrasi pembakuan.
Factor yang menyebabkan terjadinya endapan diantaranya adalah kelarutan dari hasil reaksi
yang kecil, adanya efek ion senama, dan larutan sudah melewati titik jenuhnya saat
pencampuran. Reaksi yang terjadi sebagai berikut :
Penggunaan indicator menunjukkan tercapainya suatu titik akhir titrasi. Pada pembakuan
ini, titik akhir titrasi ditunjukan dengan terbentuknya endapan merah bata pada dasar
Erlenmeyer. Reaksi yang terbentuk yaitu sebagai berikut :
Kemudian pada penetapan kadar sampel dilakukan dengan cara mengambil 10 ml sampel
dengan menggunakan pipet volume lalu dimasukkan kedalam erlenmeyer. Digunakannya
pipet volume karena pada pengambilan sampel pipet volume ini memiliki tingkat akurasi
yang tinggi dibandingkan dengan menggunakan gelas ukur. Setelah itu sampel ditambahkan
dengan indikator K2CrO4 hingga terbentuk warna kuning. Penggunaan indikator ini bertujuan
untuk mempermudah dalam menentukan titik ekivalen dan titik akhir titrasi. Setelah
ditambahkan indikator kemudian dititrasi dengan AgNO3 sampai terbentuk endapan merah
bata dari Ag2Cro4- . Endapan merah bata ini terbentuk dikarenakan adanya ion Cl pada
sampel piridoksin HCl telah bereaksi semua dengan ion Ag+ dan baku sekunder AgNO3.
Sedangkan pada titik akhir titrasi endapan merah bata terbentuk dikarenakan adanya
penambahan AgNO3 berlebih yang menyebabkan ion Ag+ bereaksi dengan ion CrO42- dari
indikator yang mengendap menjadi endapan merah bata. Pada titrasi penentuan kadar sampel
ini dilakukan sebanyak tiga kali. Hasil kadar sampel piridoksin HCl yaitu sebesar 2,836%.
K. Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan diperoleh hasil kadar sampel piridoksin HCl
dengan no sampel 23 yaitu sebesar 2,836%.
DAFTAR PUSTAKA
Khopkar, S.M. (2002). Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: Universitas Indonesia Press.
Day, R.A & A. L. Underwood. (1992). Analisis Kimia Kuantitatif Edisi Kelima. Jakarta:
Erlangga.