Anda di halaman 1dari 28

Uji Praklinik dan Klinik

Vera Nurviana, M.Farm


Uji praklinik dan uji klinik adalah suatu usaha untuk
memastikan efektivitas, keamanan dan gambaran efek
samping yang sering timbul pada manusia akibat
pemberian suatu obat.

Pendahuluan

Uji praklinik dilakukan pada hewan sedangkan uji klinik


dilakukan pada manusia.
Uji Toksisitas

 Uji praklinik/ studi pengembangan/ uji non-klinik/ uji efek farmakologik,


adalah tahap penelitian yang terjadi sebelum uji klinik atau pengujian
Uji Praklinik pada manusia yang merupakan persyaratan uji untuk calon obat., dengan
tujuan utamanya yaitu mengevaluasi keamanan suatu produk yang baru.

Uji Aktivitas
UJI PRAKLINIK OBAT

Uji Aktivitas Uji Toksisitas Obat

Uji aktivitas Uji aktivitas Uji Toksisitas Uji Toksisitas in vivo


in vitro in vivo in vitro

Tahapan Uji Toksisitasumum



Akut
Subkronis
Uji Toksisitas khusus


Uji teratogenik
Uji karsinogenik
Pengujian  Kronis  Uji mutagenik

Praklinik dan
Klinik Kelompok I Kelompok II Kelompok III Kelompok IV
Aktivitas + Aktivitas + Aktivitas – Aktivitas –
Toksisitas – Toksisitas + Toksisitas – Toksisitas +

Dipakai Dikaji lebih lanjut Tidak dipakai Tidak dipakai

Standarisasi Teknologi Farmasi Isolasi / Identifikasi

Keterangan : UJI KLINIK


+ berarti terbukti 4 FASE
– berarti tidak terbukti
Obat jadi
Uji toksisitas adalah suatu uji untuk mendeteksi tingkat ketoksikan
suatu zat/ bahan yang akan digunakan sebagai obat.

Hasil uji toksisitas dapat memberikan informasi tentang tingkat


keamanan suatu zat/bahan pada hewan coba atau bahan biologi
UJI lainnya sebelum zat/bahan tersebut digunakan di klinik.

TOKSISITAS
Secara umum • Uji toksisitas in vitro (suatu uji yang
dilaksanakan diluar tubuh hewan
uji toksisitas coba)
obat dibagi • Uji toksisitas in vivo (di dalam tubuh
menjadi: hewan coba).
Uji toksisitas in vitro adalah suatu uji untuk menentukan tingkat ketoksikan suatu bahan yang di
uji menggunakan media biakan bahan biologi tertentu yang merupakan subjek dari pengujian.
Uji toksisitas in vitro

Informasi yang diperoleh dari hasil uji toksisitas in vitro adalah mengetahui besarnya konsentrasi
bahan uji yang dapat membunuh 50% (lethal concentration 50% = LC50) dari bahan biologi yang
di kultur/di benihkan, disamping juga dapat menentukan aktivitas suatu bahan uji dalam
menghambat atau membunuh penyebab penyakit secara in vitro.

• Uji obat antiinfeksi (antibiotik) menggunakan kultur media bakteri


penyebab penyakit,
• Obat antivirus menggunakan kultur jaringan untuk perkembangbiakan
virus tertentu,
• Obat antikanker menggunakan kultur jaringan sel kanker (sel myeloma)
atau sel normal (fibrobalas)

Contoh • Anthelmintik (obat cacing) menggunakan kultur/media cacing dapat


tumbuh dan berkembang, demikian pula terhadap obat antijamur.
Uji toksisitas in vivo adalah suatu uji toksisitas yang dilakukan pada hewan
coba, dengan tujuan untuk menentukan tingkat ketoksikan suatu
zat/bahan terhadap perubahan fungsi fisiologis maupun perubahan yang
bersifat patologis pada organ vital dalam kurun waktu tertentu.
UJI
TOKSISITAS Uji toksisitas in vivo meliputi
IN VIVO • uji toksisitas umum
• uji toksisitas khusus; teratogenik, uji kasinogenik dan uji mutagenik.

Berdasarkan lama waktu terjadinya efek toksik maka uji toksisitas umum dibagi
atas tiga bagian yakni:
• Uji toksisitas akut,
• Uji toksisitas subkronis
• Uji toksisitas kronis
Uji toksisitas akut adalah suatu uji untuk menentukan tingkat ketoksikan suatu
zat/bahan yang dilakukan dalam kurun waktu tidak lebih dari 24 jam, dengan dosis
tunggal atau dosis berulang.

Tujuan dilakukan uji toksisitas akut adalah disamping untuk menentukan bahaya
pemaparan suatu bahan secara akut, juga untuk menentukan batas keamanan
UJI TOKSISITAS (margin of safety) suatu bahan dengan menentukan dosis yang menyebabkan
kematian 50% pada hewan coba (lethal dose 50% = LD50).
AKUT
Rute pemberian dalam pelaksanaan uji toksisitas akut pada hewan coba dilakukan
dengan 2 cara yakni

• Cara pemberian yang di sarankan untuk dipakai di klinik,


• Cara pemberian intravena, jika memungkinkan, hal ini dimaksudkan untuk
meyakinkan bila terjadi pemaparan bahan uji secara sistemik.

Hewan coba yang dipakai sedikitnya dua spesies mamalia, termasuk spesies
nonroden jika memungkinkan, serta dibedakan berdasarkan jenis kelamin.

Untuk bahan uji yang mempunyai daya toksisitas rendah dimulai dengan dosis
maksimum yang tidak menimbulkan efek toksik.
Derajat Ketoksikan LD50
Luar biasa toksik < 1 mg/kg. bb.
Kriteria tingkat Sangat toksik 1-50 mg/kg.bb.
ketoksikan Cukup toksik 50-500 mg/kg. bb.
suatu bahan Sedikit toksik 500-5000 mg/kg. bb.
berdasarkan Praktis tidak toksik 5000–15.000 mg/kg.bb.
LD50 Tidak berbahaya > 15.000 mg/kg. bb.
Gejala keracunan yang diamati
Toksisitas Akut seperti kejang, diare, vomit,
sesak nafas dan lainnya, jumlah
kematian, mula kerja obat, lama
kerja obat serta perubahan
fungsi organ vital tubuh hewan
coba.

Dalam waktu 14 hari


semua hewan coba yang
masih hidup
dikorbankan, untuk
dilakukan pengamatan Pengamatan dilakukan
secara makroskopis dan sampai maksimal 14 hari
mikroskopis terhadap terhadap hewan coba
organ vital seperti hepar, yang masih hidup.
ginjal, paru, limpa, dan
organ system
pencernaan serta fungsi
hemopoetik.
 Uji toksisitas subkronis adalah suatu uji untuk menentukan tingkat
ketoksikan suatu zat/bahan dengan dosis berulang dalam kurun
waktu 14–90 hari namun WHO menyarankan sampai 180 hari
tergantung dari lama waktu pemakaian obat yang akan digunakan di
klinik.
 Untuk bahan uji digunakan di klinik dalam waktu berkisar 1–3 hari
UJI seperti penggunaan obat cacing (anthelmintik) maka lama uji
toksisitas subkronis berlangsung 14 hari.
TOKSISITAS  Untuk bahan uji yang dipakai di klinik berkisar 5–7 hari, seperti obat
antibiotika, maka lama uji toksisitas subkronis berlangsung 28 hari.
SUBKRONIS  Untuk bahan uji yang akan dipakai di klinik dalam kurun waktu 28
hari, maka lama uji toksisitas subkronis 90 hari,
 Untuk pemakaian di klinik lebih dari 30 hari seperti bahan uji untuk
terapi penyakit degeneratif yakni obat hipertensi, obat diabetes
mellitus, obat tuberkulosis, obat kanker dan terapi supporting lainnya
maka lama pengujian toksisitas subkronis berkisar 90–180 hari.
 Tujuan dari pelaksanaan uji toksisitas subkronis adalah untuk
mengetahui adanya efek toksik setelah pemberian bahan uji secara
berulang dalam jangka waktu tertentu khususnya terhadap organ
yang berfungsi vital di dalam tubuh hewan coba, serta untuk
mempelajari efek kumulatif bahan uji dalam tubuh.
Uji toksisitas kronis adalah suatu uji untuk menentukan tingkat
ketoksikan suatu bahan uji pada hewan coba dengan dosis berulang
UJI dalam kurun waktu sepanjang umur hewan coba.

TOKSISITAS
KRONIS Tujuan dari uji toksisitas kronis adalah untuk mengetahui profil
toksisitas suatu bahan uji secara berulang dalam jangka panjang.
Karena waktu yang diperlukan untuk pelaksanaan uji toksisitas kronis
sangat panjang maka dalam pelaksanaannya dilakukan bersamaan
dengan uji klinik.

Persyaratan yang berlaku pada pelaksanaan uji toksisitas kronis


seperti hewan coba, dosis bahan uji serta rute pemberian sama
dengan persyaratan seperti pada pelaksanaan uji toksisitas subkronis.
Uji toksisitas khusus adalah suatu uji yang khusus dilakukan untuk
menentukan tingkat ketoksikan suatu bahan uji yang diduga potensial
dapat menimbulkan efek khusus pada hewan coba seperti dapat
mengganggu perkembangan fetus dalam kandungan, atau bahan uji yang
berdasarkan struktur kimia diduga potensial

UJI
TOKSISITAS Uji toksisitas khusus meliputi uji teratogenik, uji karsinogenik dan uji
mutagenik.
KHUSUS

Uji toksisitas khusus pada umumnya dipersyaratkan hanya untuk obat-


obat yang akan di distribusikan untuk negara Eropa dan Amerika Serikat,
sedangkan di negara lain uji toksisitas khusus bukan merupakan
persyaratan mutlak dalam tahapan uji toksisitas pada penemuan obat
baru.
 Uji aktivitas (khasiat) adalah suatu uji untuk menentukan
kebenaran khasiat suatu bahan uji yang dibuktikan secara ilmiah
pada hewan coba atau pada bahan biologi tertentu dengan
metodologi dan parameter yang akan di uji ditentukan
berdasarkan tujuan penggunaan bahan uji yang akan dipakai di
klinik.

UJI  Seperti halnya uji toksisitas, pada uji aktivitas dikenal uji aktivitas
in vitro dan uji aktivitas in vivo. Pada uji aktivitas secara in vitro
AKTIVITAS dilaksanakan terhadap jenis obat terbatas seperti obat
antimikroba, obat anti kanker, obat anti parasit dan anti jamur,
menggunakan media tertentu sebagai subjek penelitian. Namun
demikian bahan uji yang telah dibuktikan aktivitasnya secara in
vitro masih harus dilanjutkan dengan uji aktivitas in vivo pada
hewan coba.
 Tujuan dari uji aktivitas pada hewan coba dimaksudkan untuk
membuktikan kebenaran khasiat obat secara ilmiah berdasarkan
metode ilmiah
1. EthicalClearance
Ketentuan Umum pada

Aktivitas Menggunakan
Pengujian Toksisitas dan 2. SediaanUji
3. PenyiapanSediaanUji
Hewan Uji 4. DosisUji
5. Kelompok Kontrol
6. Cara PemberianSediaanUji
7. HewanUji
8. Kondisi RuangandanPemeliharaanHewanUji
9. Cara Mengorbankan Hewan Uji
10. Cara Penandaan Hewan Uji
11. Cara Memegang(Handling)Hewan Uji
Prinsip

Setiap pengujian yang menggunakan sampel dari


Ethical Clearance
hewan perlu dibuat ethical clearancedari komisi etik
HewanUji

Prinsip

Dipertimbangkan berdasarkan (1) sensitivitas, (2) cara metabolisme


sediaan uji yang serupa dengan Manusia, (3) kecepatan tumbuh, (4)
mudah tidaknya cara penanganan sewaktu dilakukan percobaan

Kriteria hewan uji yang digunakan dalam uji toksisitas Kriteria inklusi

• Jelas (1) asal, (2) jenis, dan (3) galur,


(4) jenis kelamin, (5) usia, (6) berat
badan
• Biasanya digunakan hewan muda
dewasa, dengan variasi bobot tidak
lebih dari 20%.
Kondisi RuangandanPemeliharaanHewan Uji

Penerangan:
suhu ruangan: Kelembaban:
12 jam terang
22° ± 3° C relatif 30–70%,
12 jam gelap

Pakan sesuai standar, kandang yang terbuat


minum diberikan dari material yang Ruangan selalu bersih,
tanpa batas (ad kedap air, kuat dan tidak bising
libitum) mudah dibersihkan
Kondisi RuangandanPemeliharaanHewan Uji

Luas area kandang per ekor hewan menurut Cage Space Guidelines For
Animals Used In Biomedical Research (2008):

Mencit Tikus Kelinci Marmut


(berat 15 – 25 g) (berat 100 – 200 g) (berat 2 – 4 kg (berat 300 – 350 g)
• luas alas kandang • luas alas kandang • luas alas kandang • luas alas kandang
77,4 cm2, tinggi 148,4 cm2 , 270 cm2 , tinggi 387 cm2, tinggi
12,7 cm tinggi 17,8 cm 40,64 cm 17,18 cm
CaraMengorbankanHewan Uji

• Hewan dibius (anastesi) terlebih dahulu,


Eutanasia
kemudian dipisahkan dari hewan lainnya

• Cara dislokasi leher  untuk hewan kecil


seperti mencit, tikus
Teknik
• Cara anastesi  rute inhalasi atau
mengorbankan
penyuntikan
hewan uji
• Cara pengeluaran darah melalui vena
jugularis / arteri karotid
Cara PenandaanHewan Uji

B
A

Tempat penandaan hewan uji C


G
F E
D
Uji Klinik adalah kegiatan penelitian dengan mengikutsertakan subjek
manusia disertai adanya intervensi Produk Uji, untuk menemukan atau
memastikan efek klinik, farmakologik dan/atau farmakodinamiklainnya,
dan/atau mengidentifikasi setiap reaksi yang tidak diinginkan, dan/atau
mempelajari absorbsi, distribusi, metabolismedan ekskresi dengan
tujuan untuk memastikan keamanan dan/atau efektifitas produk yang
diteliti.
Uji Klinik
Prinsip Uji Klinik yang Baik 1.
2.
Sesuai deklarasi Helsinski
Risiko & ketidaknyamanan diperhitungkan
3. Hak, keamanan, kesejahteraan penting
4. Informasi produk memadai
5. Landasan ilmiah kuat  protokol
6. Dilaksanakan ~ protokol disetujui KE
7. Pelayanan & keputusan medik  dr./drg.
8. Individu yang terlibat  memenuhi syarat
9. Informed consent tanpa tekanan
10. Semua data direkam, ditandatangani, & disimpan
11. Kerahasiaan rekaman terjamin
12. Produk memenuhi CPOB
13. Sistem dengan prosedur yang menjamin mutu setiap aspek
PIHAKYANGTERLIBAT
Peneliti

Komisi etik
*Punya kualifikasi, wewenang, dan tanggung jawab masing- masing

Komisi ilmiah

Sponsor
UJI KLINIS FASE I Dilakukan terhadap
beberapa volunter sehat
20-50 orang

uji farmakologi
klinik, studi
Penentuan dosis metabolik, studi
efikasi dan toleransi efikasi, dan studi
obat farmakokinetik, uji
toksisitas kronik, uji
karsionogenik.
Dilakukan terhadap penderita/pasien dalam jumlah
terbatas (50-300 orang)

Tujuan untuk melihat efek keamanan obat

Pengembangan formulasi
Uji Klinis Fase II

Stabilitas obat

Proses ini memerlukan waktu antara 3 sampai 6 tahun


Dilakukan percobaan klinis pada volunter yang sehat dan
pasien dengan desain double blind, minimal 500 orang

Tujuan untuk evaluasi efikasi, toleransi obat, monitoring efek


samping
Uji Klinis Fase III

Dilakukan uji produksi dalam skala besar

Hasil dari uji klinis fase III adalah dokumen evaluasi


terapeutik dan klinik

Hasil uji klinis fase III menentukan bisa tidaknya obat baru
beredar di pasaran
Dilakukan setelah obat dipasarkan (post
marketing surveillance) yang diamati Tujuan untuk memastikan
pada pasien dengan berbagai kondisi, keamanan obat dan
UJI KLINIS berbagai usia dan ras. memantau resiko-resiko yang
FASE IV Untuk melihat nilai terapeutik dan mungkin terjadi akibat
pengalaman jangka panjang dalam penggunaan obat.
menggunakan obat.

Anda mungkin juga menyukai