Anda di halaman 1dari 20

UPGRADE HASIL UJI INVITRO

LBM3

STEP1

 Invitro=pengujian yg dilakukan diluar tubuh makhluk hidup,tujuannya


untuk mengetahui efek zat tertentu tanpa mempengaruhi efef
sistemik.
 Invivo= pengujian yg dilakukan dalam tubuh makhluk hidup.
 Bixin = pigmen karitenoid yang terdapat dlaam kesumbakeling , digunakan untuk pewarna
makan , testil atau kosmetik, tdk larutdalam air tapi dalam lemak.

STEP2

1. Apasaja yang harus dipertimbangkan dalam subyek uji dan metodeuji, parameter
yangdiukur, dan analisisnya?
2. Apa saja model pengujian pada eksperimen farmakologi?
3. Kelebihan dan kekurangan dari uji farmakologi invivo dan invitro?
4. Cara untuk menganalisis untuk uji analisis invivo dan invitro?
5. Contoh uji invitro dan in vivo?
6. Faktor yang mempengaruhi hasil penelitian?
7. Sebutkan tahapan /langkah2 dari uji invivo dan invitro?

STEP3

1. Apasaja yang harus dipertimbangkan dalam subyek uji dan metode uji, parameter yang
diukur, dan analisisnya?
 Pemilihan hewan uji
- Hewan disesuaikan dengan penelitian
- Ukuran hewannya
- Jenis sampelnya
- Kualitas sampelnya (steril/terkontaminasi)
- Jumlah sample yang akan diambil.
- Frekuensi sampel ( eritrositnya, biar tdk syok)
- Status kesehatan hewan coba.
- Pengalaman peneliti.
 Metode uji
- Menggunakan metode BST = untuk mengetahui bahan berbahan toksik / tidak
- Dikatakan
 parameternya
- harus jelas, sesuai dengan penelitian awal.
2. Apa saja model pengujian pada eksperimen farmakologi?
 Invivo = ditubuh hewan utuh, sample banyak, mahal lama, dalam lingkungan yg
terkendali ( spasies, kelamin, usia)
 In vitro = diluar tubuh hewan disel yang terisolasi, dilakukan dalam tabung uji,
sample tdk bnayak, murah, cepat, lebih cocok mengamati subyek hidup.
 In silico = upaya yang dilakukan untuk menemukan obat baru, dgn skriening maya.
Besarnya energi ikatan,(ligan dengan protein yang menghasilakna rangkaian efek)
 In situ = sma dng in vivo dengan hewan utuh, diamati hanya di organ tertentu. Lebih
ke ususnya, digunakan untuk melihat absorbsi obat.
 Bioassay = mengukur dampak dari zat organisme hidup dan sangant penting dalam
pengembanga obat baru.

3. Sebutkan tahapan /langkah2 dari uji invivo dan invitro?


 In vivo = 1. Pemilihan hewan uji : sama diatas
2. pemberian perlakuan :
3.pengamatan :
4. pelaporan :
Identifikasi toksik : haislnya + = uji BST
 In vitro= identifikasi toksik = equivokal : ragu2
Sampelnya satu aja. < 1000/mikrogram toksik
4. Kelebihan dan kekurangan dari uji farmakologi invivo dan invitro?
Invivo
- Kelebihan = untuk melihat efek kronis,
- Kekurangan = keterbatasan mencari samel yang mirip manusia,

Invitro :

Kekurangan =melihat sistemik organ susah, hanya bisa melihat efek


farmakodinamik, tdk bisa melihat efek samping organ lain.

Kelebihan = mudah diteliti, lebih fokus pada organ, lebih murah, kondisi lingkunagn
sel mudah dikontrol dan dimodifikasi

5. Cara untuk menganalisis uji invivo dan invitro?


Dengan menggunaan parametri (normalitas) dan non parametri

Ditunjukan bagannya

Analisis probit = jenis regresi untuk menganalisi variabel respon binomunal


Mengubah kurva LD/ED menjadi kurva linier yang kemudian di analisis, melalui kuadrat
terkecil atau kemungkinan maksimal.
6. Contoh uji invitro dan in vivo?
In vitro
Uji anti fungi , efek mikotik, uji anti kalkuli, farmakodinamik dengan organ tersolir (untuk
mnegtahui aktifitas enzim, anti inflamasi dan anti oksida)
Dengan menggunakan mikroba antibiotik, anti cancer dgn sel cancer, anti malaria dgn
plasmodium.
In vivo
Misal uji diabetik : menggunakan sapi atau babi,
Uji anti hipertensi : anjing, kucing
Uji reproduksi (fertilitas) : mencit
Uji painkiller : pada mencit
Uji emetik : burung merpati

7. Faktor yang mempengaruhi hasil penelitian?


 Faktor internal : variasi biologi : usia
Kelamin ( jantan betina)
Ras dan sifat genetik
Kesehatan hewan dan nutrisinya
Jumalh permukaan tubuh,

 Faktor eksternal : suplai o2


Pemeliharaan lingkungan
Pengalam hewan terhadap pemberian obat (hewan yang baru
memberontak dan agresif)
Suhu
Lingkungan
STEP 4

UjI PREKLINIK

TOKSISITAS FARMAKOLOGI

INVITRO IN VIVO

LANGKAH,
IDENTIFIKASI,
STEP 7
1. Apasaja yang harus dipertimbangkan dalam subyek uji dan metode uji, parameter yang
diukur, dan analisisnya?
Pemilihan subjek uji
- Hewan disesuaikan dengan penelitian
- Ukuran hewan
- Jenis sampel
- Kualitas sampel
- Jumlah sample yang akan diambil.
- Frekuensi sampel yang akan diambil
- Status kesehatan hewan coba
- Pengalaman peneliti

Harmanto, Ning. Subroto, Ahkam. 2007. Pilih Jamu dan Herbal Tanpa Efek
Samping. Jakarta: Elex Media Komputindo

Spesies yang ideal untuk uji toksisitas sebaiknya memenuhi criteria-kriteria sebagai
berikut:
 Berat badan lebih kecil dari 1 kg
 Mudah di ambil darahnya dan jumlah darah yang dapat diambil cukup banyak
 Mudah dipegang dan dikendalikan
 Pemberian materi mudah dilakukan dengan berbagai rute (oral, subkutan)
 Mudah dikembangbiakan dan mudah dipelihara di laboratorium
 Lama hidup relative singkat
 Fisiologi diperkirakan sesuai/identik dengan manusia/hewan yang dituju
Kusumawati.2004.Bersahabat dengan hewan coba.Yogyakarta:Gadjah Mada
University Press

Prosedur pengujian dapat dibagi menjadi 4 tahapan kegiatan, yaitu pemilihan


hewan uji, pemberian perlakuan, pengamatan dan pelaporan.
1. Pemilihan Hewan Uji.
Paling tidak hal yang harus diperhatikan dalam memilih hewan uji, yaitu :
a. species dan strain hewan yang akan digunakan,
b. usia,
c. jenis kelamin dan
d. jumlahnya.
 Species mamalia yang umum digunakan adalah tikus, mencit dan kelinci.
Untuk unggas digunakan embrio ayam (percobaan in ovo). Kemajuan
teknik laboratorium yang ada sekarang dan reaksi dari pemerhati hak
binatang telah membuka kemungkinan penggunaan hanya organ, jaringan
atau sel saja menggantikan hewan uji (kultur organ atau kultur sel melalui
percobaan in vitro). Teknik ini sangat penting terutama dalam upaya
mengungkap mekanisme teratogenesis suatu agensia. Di Indonesa hewan uji
yang populer digunakan adalah mencit dan tikus, karena itu tulisan ini
selanjutnya akan membicarakan pengujian dengan menggunakan hewan uji
tersebut.
 Hewan betina yang digunakan adalah betina dara sedangkan untuk jantan
dipilih pejantan yang sudah terbukti baik fertilitasnya. Hewan dikawinkan
di malam hari dengan cara mencampur 1 jantan dengan 3 betina dalam satu
kandang. Jika keesokan harinya ditemukan adanya sumbat vagina (vaginal
plug) atau adanya sperma di vagina yang dideteksi melalui pemeriksaan
mikroskopis apusan vagina, maka itu pertanda perkawinan sudah
berlangsung dan hari tersebut dtentukan sebagai hari ke nol kebuntingan.
 Jumlah hewan uji yang digunakan paling tidak sebanyak 20 ekor betina
bunting untuk tiap kelompok perlakuan. Karena kelompok perlakuan
biasanya terdiri atas paling tidak 3 taraf dan 1 kelompok kontrol, maka
jumlah hewan bunting yang dibutuhkan adalah 80 ekor.
2. Pemberian Perlakuan.
 Untuk agensia berupa senyawa kimia, dosis tertinggi perlakuan sebaiknya
tidak > 1000 mg/kg berat badan per hari dengan pemberian per oral atau
subkutan, sedangkan untuk agensia lain disesuaikan dengan besaran
paparan yang mungkin diterima dari lingkungan.
 Dosis tertinggi sebaiknya lebih kecil dari angka LD-50 dan 2 kelompok dosis
berikutnya ditata dengan interval sama di bawah dosis tertinggi tadi
(misalnya LD-50, 2/3 LD-50, 1/3 LD-50, dan kontrol).
 Kelompok kontrol disesuaikan dengan percobaan. Aturan yang umum
digunakan adalah apabila agensia dilarutkan dengan suatu pelarut maka
kepada kelompok kontrol diberikan pelarut saja dengan cara pemberian
yang persis sama dengan cara pemberian pada kelompok perlakuan. Untuk
kontrol positif dapat dipilih agensia-agensia yang sudah dikenali memiliki
efek teratogenik. Penggunaan kontrol positip adalah untuk menilai
kepekaan strain yang digunakan.
 Cara pemberian perlakuan yang paling umum adalah pemberian per oral
(pencekokan). Cara lain dapat dipilih dengan pertimbangan khusus, seperti
inhalasi, subkutan, intraperitoneal atau intramuskuler. Pertimbangan utama
dalam pemilihan cara-cara itu adalah kemiripannya dengan cara masuk
agensia toksis tadi ke dalam tubuh.
 Durasi perlakuan disesuaikan dengan tujuan pengujian. Untuk pengujian
toksisitas perkembangan umum perlakuan dapat diberikan selama masa
kebuntingan. Dapat juga diberikan perlakuan tunggal 1 kali saja pada titik
waktu spesifik jika yang akan diamati adalah efek suatu agensia terhadap
perkembangan organ tertentu.
 Yang paling umum dilakukan adalah pemberian perlakuan dalam beberapa
hari saja, yaitu selama masa organogenesis (hari ke 6 hingga hari ke 15).
3. Pengamatan.
 Meskipun pengujian ini disebut uji tokskologi perkembangan ruang lingkup
pengamatan tidaklah terbatas pada embrio yang sedang berkembang itu
saja melainkan juga mencakup beberapa bagian pengamatan terhadap
induk.
 Induk hewan coba diamati kondisi kesehatannya setiap hari dan hal-hal
khusus seperti adanya gejala keracunan atau kematian dicatat. Berat badan
ditimbang paling tidak sekali 3 hari. Data berat badan selain sebagai
petunjuk efek toksik terhadap induk juga digunakan untuk menentukan
jumlah pemberian perlakuan (mg/kg berat badan). Hewan coba dipelihara
dengan baik selama kebuntingan dan selanjutnya dikurbankan 1 hari
sebelum melahirkan (tikus hari ke-20/21; mencit hari ke-19). Betina tidak
dibiarkan sampai melahirkan karena jika itu terjadi ia akan memakan anak-
anaknya yang cacat. Hewan uji dibedah caesar dengan membuat irisan di
garis tengah ventral tubuh mulai dari area bukaan genitalia hingga ke leher.
Rongga perut dan rongga dada dibuka dan organ dalam tubuh diamati.
Uterus diangkat dan ditimbang bersama-sama dengan embrio di dalamnya.
Selanjutnya uterus ditempatkan di dalam cairan fisiologis, lalu dibelah dan
embrionya dilepas.
 Pada saat ini juga status implantasi dipastikan: fetus yang berkembang
penuh dan merespon sentuhan dikategorikan fetus hidup; fetus yang
berkembang penuh dan tidak ada tanda-tanda autolisis tetapi tidak
merespon sentuhan dikategorikan fetus mati; implantasi yang menunjukkan
adanya ciri-ciri fetus tetapi mengalami autolisis digolongkan sebagai fetus
yang diresorpsi pada tingkat lanjut (late resorption); implantasi yang tidak
menunjukkan adanya karakteristik fetus digolongkan pada fetus yang
mengalami resorpsi dini (early resorption). Selanjutnya ovarium diamati
dan jumlah corpora lutea dihitung. Jumlah corpora lutea umumnya
bersesuaian dengan jumlah implantasi karena corpora lutea adalah petunjuk
folikel yang berovulasi dan berubah menjadi badan hormonal yang
berperan dalam mempertahankan kebuntingan. Kehilangan sebelum
implantasi dapat dihitung berdasarkan selisih antara jumlah corpora lutea
dengan jumlah implantasi.
 Tanda-tanda keracunan induk diamati pada organ-organ visceral. Kelenjar
timus diamati ukuran, warna dan adanya tanda-tanda hemoragi. Pulmo
diamati ukuran, warna dan jumlah lobusnya, demikian juga hepar diamati
ukuran, warna, tekstur dan jumlah lobusnya. Lambung dibuka dengan
sayatan sepanjang curvatura besar dan permukaan mukosalnya diamati.
Ginjal diamati bentuk, ukuran, warna dan kelainan yang mungkin terlihat
dari luar, dan selanjutnya dibelah untuk mengamati struktur internalnya.
Tiap-tiap kelainan dicatat dan sedapat mungkin didokumentasikan dengan
fotografi dan jaringan yang mengalami kelainan tersebut difiksasi dengan
formalin atau larutan Bouin dan diproses melalui metode parafin untuk
pembuatan sediaan bagi pengamatan histologis.
 Pengamatan fetus dimulai dengan penimbangan berat badan. Penimbangan
hendaknya dilakukan ketika fetus masih segar (segera setelah uterus dibuka,
sebelum fetus difiksasi). Pengamatan malformasi dimulai dari daerah kepala.
Pertama-tama diperhatikan bentuk dan ukuran kepala serta adanya tanda-
tanda gangguan penutupan (closure defect). Di kepala harus terdapat 2
tonjolan mata (masih tertutup), 2 nares, 5 papila fascialis,dan 2 pinnae.
Mulut dan bibir diamati ukuran, betuk dan adanya gangguan
perkembangan. Mulut dibuka untuk mengamati dan memastikan ada
tidaknya celah di langit-langit mulut (cleft palate). Kemudian aspek ventral
dan dorsal tubuh diamati apakah ada closure defect, dan dilanjutkan
dengan pengamatan tungkai. Pada tungkai diamati ukuran, kelengkapan
ruas dan arah rotasi / fleksi bahu, siku, telapak dan jemari. Jumlah jemari
(masing-masing 5 depan dan 5 belakang) dihitung dan adanya kelainan
pada jumlah ukuran, fusi atau adanya selaput dicatat. Ekor juga diamati
keberadaan, ukuran dan pembengkokannya. Ekor selanjutnya diangkat dan
jarak antara bukaan anus dengan genitalia diperkirakan untuk penentuan
jenis kelamin (jarak tersebut sangat dekat pada betina dan jauh pada
jantan). Selanjutnya kira-kira setengah bagian dari jumlah fetus yang
diperoleh difiksasi dengan alkohol 95 % dan setelah beberapa hari
dieviserasi dan dikuliti. Fiksasi dipertahankan hingga 2 mnggu, kemudian
fetus diwarnai dengan Alcian blue dan Alizarin Red S dan selanjutnya
dibuat transparan dalam gliserin. Dengan teknik ini dapat diamati secara
langsung komponen tulang (merah) dan kartilago (biru) fetus dan
kelainannya. Pengamatan rangka meliputi adanya hambatan atau
percepatan penulangan, kelainan bentuk dan jumlah komponen rangka.
Rangka diamati mulai dari cranium, sternum, columna vertebralis, os
pectoralis, os pelvis, tulang-tulang tungkai dan terutama jemari. Jumlah
komponen tulang telapak dan jemari yang telah mengalami penulangan
dihitung. Kelainan struktur komponen rangka yang sering teramati adalah
hambatan osifikasi, penambahan atau pengurangan jumlah costae, centrum
vertebra berbentuk kupu-kupu, costae menggelombang, fusi rusuk, fusi
vertebra, tungkai pekuk dan lain-lain

Kusumawati.2004.Bersahabat dengan hewan coba. Yogyakarta: Gadjah Mada


University Press dan
http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/56395/Bab%20II%20
Tinjauan%20Pustaka.pdf?sequence=4

2. Apa saja model pengujian pada eksperimen farmakologi?


BIOASSSAY
DEFINISI
- Bioassay (umum digunakan singkatan untuk uji biologis), atau
standarisasi biologis adalah jenis eksperimen ilmiah.
- Bioassay biasanya dilakukan untuk mengukur dampak dari zat pada
organisme hidup dan sangat penting dalam pengembangan obat
baru dan dalam memantau polusi lingkungan. Keduanya prosedur
dimana potensi atau sifat suatu zat diperkirakan dengan mempelajari
dampaknya pada materi hidup.
- Bioassay adalah prosedur untuk penentuan konsentrasi konstitusi
tertentu campuran.

PRINSIP BIOASSAY
- Prinsip aktif yang akan diuji harus menunjukkan respon pengukuran
yang sama pada semua spesies hewan
- Tingkat respon farmakologis yang dihasilkan harus direproduksi
dalam kondisi yang sama [Misalnya Adrenaline menunjukkan
kenaikan yang sama pada tekanan darah dalam spesies yang sama di
pengaruhi berdasar: berat, usia, jenis kelamin, ketegangan dll]
- Kegiatan diuji harus menjadi kegiatan yang menarik
- Variasi individu harus diminimalkan
Bioassay mungkin mengukur aspek diff dari substansi yang sama
dibandingkan dengan uji kimia [Misalnya testosteron & metabolit

In silico
- Studi in silico adalah salah satu upaya yang dilakukan untuk
menemukan obat baru.
- Penemuan obat dengan skrining maya
- Diantaranya yaitu HKSA dan studi docking. Beberapa metode biasa
digunakan untuk simulasi docking, yaitu pengamatan visualisasi
berdasarkan interaksi ligand dan protein. Hal yang sering diamati
adalah besarnya energi ikatan dan adanya ikatan hidrogen antara
ligand dan protein.
- Upaya telah dilakukan untuk membangun model komputer dari
perilaku selular. Sebagai contoh, pada tahun 2007 para peneliti
mengembangkan model silico tuberkulosis untuk membantu dalam
penemuan obat, dengan manfaat utama menjadi lebih cepat dari
real time tingkat pertumbuhan simulasi, memungkinkan fenomena
yang menarik untuk diamati dalam beberapa menit bukan bulan.

In vitro :  primary bioasssay


 adalah penelitian yang dilakukan dalam tabung uji atau media kultur
di laboratorium  Terletak di dalam suatu system tetapi di luar
tubuh manusia
 Kebutuhan sample yang digunakan lebih sedikit
 Murah dan cepat
 dilakukan mikroorganisme pada tidak hidup tetapi dalam
lingkungan terkontrol, misalnya di dalam tabung reaksi atau cawan
Petri
 Jenis penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan pengaruh dari
variabel eksperimental pada subset dari bagian pokok suatu
organisme. Hal ini cenderung untuk memfokuskan pada organ ,
jaringan, sel, komponen sel, protein dan/atau biomolekul
 in vitro lebih cocok untuk mengamati efek keseluruhan percobaan
pada subjek hidup

In vivo :  secondary bioassay


 Terletak di dalam tubuh manusia
 Kebutuhan sample yang digunakan lebih banyak
 Mahal dan lama
 dalam lingkungan yang terkendali

Sedangkan uji in vivo digunakan hewan utuh dan kondisi hidup (baik sadar
atau teranestesi). Syarat hewan yg digunakan sangat banyak tgt jenis obatnya,
missal yang jelas harus dilakukan control terhadap galur/spesies, jenis kelamin,
umur, berat badan (mempengaruhi dosis), dan harus dilakukan pada minimal 2
spesies yakni rodent/hewan mengerat dan non rodent. Alasannya krn system
fisiologi dan patologi pada manusia merupakan perpaduan antara rodent dan
non rodent.
(KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 761/MENKES/SK/IX/1992 TENTANG PEDOMAN FITOFARMAKA)
http://www.digilib.stikes-bth.ac.id ,
http://www.sciencedaily.com/releases/2007/06/070624135714.htm

1. Vignais, Paulette M.; Pierre Vignais (2010). Discovering Life, Manufacturing Life:
How the experimental method shaped life sciences. Berlin: Springer. ISBN 90-
481-3766-7 .
2. ^ Jacqueline Nairn; Price, Nicholas C. (2009). Exploring proteins: a student's
guide to experimental skills and methods. Oxford [Oxfordshire]: Oxford
University Press. ISBN 0-19-920570-1 .
3. ^ Sunshine, Geoffrey; Coico, Richard (2009). Immunology: a short course.
Wiley-Blackwell. ISBN 0-470-08158-9 .
4. ^ "Existing Non-animal Alternatives" . Source: AltTox.org . 8 September 2011.

3. Sebutkan tahapan /langkah2 dari uji invivo dan invitro?


4. Kelebihan dan kekurangan dari uji farmakologi invivo dan invitro?

In vivo :
Terletak di dalam tubuh manusia  digunakan hewan utuh dan kondisi
hidup (baik sadar atau teranestesi)
dalam lingkungan yang terkendali
Syarat hewan yg digunakan sangat banyak tgt jenis obatnya, missal yang
jelas harus dilakukan control terhadap galur/spesies, jenis kelamin, umur,
berat badan (mempengaruhi dosis)
harus dilakukan pada minimal 2 spesies yakni rodent/hewan mengerat dan
non rodent. Alasannya krn system fisiologi dan patologi pada manusia
merupakan perpaduan antara rodent dan non rodent.

kekurangan
Kebutuhan sample yang digunakan lebih banyak
Mahal dan lama

Contoh :
- utk obat fertilitas digunakan hewan uji tikus/rat galur Sprague Dowley/SD
bukan Wistar atau jenis tikus lainnya, krn tikus jenis SD memiliki anak banyak
shg pengamatan akan lbh baik dg jumlah sample yg banyak.

- Utk uji painkiller digunakan mencit/mice jika utk menilai nyeri ringan yakni
dengan penyuntikan asam asetat glacial ke peritoneum mencit, tapi jika
sasarannya nyeri tekanan digunakan tikus bias Wistar atau SD, karena tikus
akan dijepit ekornya atau telapak jarinya dengan alat tertentu, sementara kalo
nyeri berupa panas, digunakan boleh mencit atau tikus krn hewan akan
diletakkan di hot plate.

- Utk antidiabetika, seharusnya digunakan babi atau sapi yg pankreasnya


banyak kemiripan dg manusia, namun dengan tikus sudah cukup dengan
adanya keterbatasan subyek uji

- Utk antiemetik/anti muntah digunakan burung merpati, krn bisa dirangsang


utk muntah berkali-kali sbg kuantifikasi, sementara hewan lain hanya muntah
sekali.

- Utk obat antihipertensi, digunakan kucing atau anjing teranestesi, krn system
kardiovaskulernya paling mirip dg manusia

- Utk obat antiinflamasi digunakan baik tikus yang disuntik karagenan di bawah
kulitnya shg melepuh atau telinga mencit disuntik croton oil, bahkan kaki tikus
sering dipotong utk menimbang udem yg terbentuk

- utk antipiretik/penurun panas, digunakan kelinci utk diukur suhu duburnya


setelah disuntik pyrogen

- Utk asam urat digunakan ayam/burung yg dikasih makan jus hati ayam (ayam
makan ayam) krn metabolisme asam urat pada manusia mirip dg yg terjadi dg
biokimiawi di keluarga burung.

- Uji stamina digunakan tikus atau mencit, krn tubuhnya kuat dan tahan di
dalam air, hewan diuji dg berenang dan lari di treadmill.

- Uji libido, digunakan tikus dalam keadaan estrus/siap menerima pejantan.

- Utk uji kanker, digunakan punggung tikus yg diimplan dg sel kanker, atau
paru-paru tikus setelah dipejankan benzo(a)pirena

Hasilnya berupa : efek farmakologi, dosis terapi ED50=dosis yang


menghasilkan 50% efek maksimum.
(KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR
761/MENKES/SK/IX/1992 TENTANG PEDOMAN FITOFARMAKA)

In vitro :
 Terletak di dalam suatu system tetapi di luar tubuh manusia
 dilakukan mikroorganisme pada tidak hidup tetapi dalam lingkungan
terkontrol, misalnya di dalam tabung reaksi atau cawan Petri
 Jenis penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan pengaruh dari variabel
eksperimental pada subset dari bagian pokok suatu organisme. Hal ini
cenderung untuk memfokuskan pada organ , jaringan , sel , komponen sel,
protein , dan / atau biomolekul
 tingkat penyederhanaan sistem yang diteliti lebih besar , sehingga peneliti
dapat fokus pada sejumlah komponen. Sebagai contoh , identitas protein
dari sistem kekebalan tubuh ( misalnya antibodi ) , dan mekanisme yang
mengenali dan mengikat antigen asing akan tetap sangat jelas jika tidak
untuk penggunaan ekstensif kerja in vitro untuk mengisolasi protein ,
mengidentifikasi sel-sel dan gen yang memproduksi mereka , mempelajari
fisik sifat interaksi mereka dengan antigen , dan mengidentifikasi bagaimana
interaksi mereka menyebabkan sinyal seluler yang mengaktifkan komponen
lain dari sistem kekebalan tubuh
Respon seluler adalah spesies - spesifik , lintas analisis - bermasalah spesies .
Metode baru spesies - sasaran yang sama - , studi multi- organ yang tersedia
untuk memotong hidup , pengujian lintas-spesies

kekurangan :
- Banyak percobaan biologi seluler dilakukan di luar organisme atau sel ;
karena kondisi pengujian mungkin tidak sesuai dengan kondisi di dalam
organisme, ini dapat mengakibatkan hasil yang tidak sesuai dengan situasi
yang muncul dalam organisme hidup. Akibatnya, hasil eksperimen tersebut
sering dijelaskan dengan in vitro, bertentangan dengan in vivo.
- Namun, kondisi yang terkendali hadir dalam sistem in vitro berbeda secara
signifikan dari yang in vivo, dan dapat memberikan hasil yang
menyesatkan. Oleh karena itu, dalam studi in vitro biasanya diikuti oleh
studi vivo.

Contohnya termasuk:

- Dalam biokimia, fisiologis stoikiometri konsentrasi non-aktif dapat


mengakibatkan enzim dalam arah terbalik, misalnya beberapa enzim dalam
siklus Krebs mungkin tampak memiliki tata-nama, salah.
- DNA dapat mengadopsi konfigurasi lainnya, seperti A DNA .
- Protein lipat mungkin berbeda seperti dalam sel ada kepadatan tinggi
protein lain dan ada sistem untuk membantu lipat, sementara in vitro,
kondisi kurang bergerombol dan tidak membantu.
-

Kelebihan

 Kebutuhan sample yang digunakan lebih sedikit


 Murah dan cepat
 Dalam penelitian in vitro yang lebih cocok dibandingkan in vivo untuk
menyimpulkan tindakan mekanisme biologis. Dengan variabel yang lebih
sedikit dan perseptual diperkuat menyebabkan reaksi halus, hasil yang
umumnya lebih jelas.
 in vitro lebih cocok untuk mengamati efek keseluruhan percobaan pada
subjek hidup

Contoh :

- uji pada mikroba jika antibiotic;


- pada sel kanker dari hewan utk obat anti kanker;
- pada plasmodium utk obat anti malaria;
- pada jamur missal candida pada obat anti keputihan/candidiasis;
- pada cacing utk obat cacing;
- pada virus utk obat antivirus;
- pada bagian organ tertentu dari hewan contoh obat asma bronkodilator
diuji pada otot polos trachea marmot;
- pada jantung hewan dalam chamber utk obat angina dan aritmia; dll.

5. Cara untuk menganalisis uji invivo dan invitro?

Klasifikasi Penelitian Eksperimen

Emzir (2009) mengklasifikasikan desain eksperimen dalam dua kategori yakni:

1. Desain Variabel Tunggal, yang melibatkan satu variabel bebas (yang


dimanipulasi) yang terdiri atas:

o Pra-Experimental Designs (non-designs).

Dikatakan pre-experimental design, karena desain ini belum


merupakan eksperimen sungguh-sungguh. Hal ini disebabkan
karena masih terdapat variabel luar yang ikut berpengaruh
terhadap terbentuknya variabel terikat (dependen). Jadi hasil
eksperimen yang merupakan variabel terikat (dependen) itu
bukan semata-mata dipengaruhi oleh variabel bebas
(independen). Hal ini bisa saja terjadi karena tidak adanya
variabel kontrol dan sampel tidak dipilih secara acak (random).
Bentuk pra-experimental designs antara lain:
1. One-Shot Case Study (Studi Kasus Satu Tembakan)

Dimana dalam desain penelitian ini terdapat suatu


kelompok diberi treatment (perlakuan) dan selanjutnya
diobservasi hasilnya (treatment adalah sebagai variabel
independen dan hasil adalah sebagai variabel dependen).
Dalam eksperimen ini subjek disajikan dengan beberapa
jenis perlakuan lalu diukur hasilnya.

2. One Group Pretest-Posttest Design (Satu Kelompok Prates-


Postes)

Kalau pada desain “a” tidak ada pretest, maka pada desain
ini terdapat pretest sebelum diberi perlakuan. Dengan
demikian hasil perlakuan dapat diketahui lebih akurat,
karena dapat membandingkan dengan keadaan sebelum
diberi perlakuan.

3. Intact-Group Comparison

Pada desain ini terdapat satu kelompok yang digunakan


untuk penelitian, tetapi dibagi dua yaitu; setengah
kelompok untuk eksperimen (yang diberi perlakuan) dan
setengah untuk kelompok kontrol (yang tidak diberi
perlakuan).

o True Experimental Design.

Dikatakan true experimental (eksperimen yang sebenarnya/betul-


betul) karena dalam desain ini peneliti dapat mengontrol semua
variabel luar yang mempengaruhi jalannya eksperimen. Dengan
demikian validitas internal (kualitas pelaksanaan rancangan
penelitian) dapat menjadi tinggi. Ciri utama dari true
experimental adalah bahwa, sampel yang digunakan untuk
eksperimen maupun sebagai kelompok kontrol diambil secara
random (acak) dari populasi tertentu. Jadi cirinya adalah adanya
kelompok kontrol dan sampel yang dipilih secara random.
Desain true experimental terbagi atas :

1. Posstest-Only Control Design

Dalam desain ini terdapat dua kelompok yang masing-


masing dipilih secara random (R). Kelompok pertama
diberi perlakuan (X) dan kelompok lain tidak. Kelompok
yang diberi perlakuan disebut kelompok eksperimen dan
kelompok yang tidak diberi perlakuan disebut kelompok
kontrol.

2. Pretest-Posttest Control Group Design

Dalam desain ini terdapat dua kelompok yang dipilih


secara acak/random, kemudian diberi pretest untuk
mengetahui keadaan awal adakah perbedaan antara
kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.

3. The Solomon Four-Group Design

Dalam desain ini, dimana salah satu dari empat kelompok


dipilih secara random. Dua kelompok diberi pratest dan
dua kelompok tidak. Kemudian satu dari kelompok
pratest dan satu dari kelompok nonpratest diberi
perlakuan eksperimen, setelah itu keempat kelompok ini
diberi posttest.

o Quasi Experimental Design

Bentuk desain eksperimen ini merupakan pengembangan dari


true experimental design, yang sulit dilaksanakan. Desain ini
mempunyai kelompok kontrol, tetapi tidak dapat berfungsi
sepenuhnya untuk mengontrol variabel-variabel luar yang
mempengaruhi pelaksanaan experimen. Walaupun demikian,
desain ini lebih baik dari pre-experimental design. Quasi
Experimental Design digunakan karena pada kenyataannya sulit
medapatkan kelompok kontrol yang digunakan untuk penelitian.
Dalam suatu kegiatan administrasi atau manajemen misalnya,
sering tidak mungkin menggunakan sebagian para karyawannya
untuk eksperimen dan sebagian tidak. Sebagian menggunakan
prosedur kerja baru yang lain tidak. Oleh karena itu, untuk
mengatasi kesulitan dalam menentukan kelompok kontrol dalam
penelitian, maka dikembangkan desain Quasi Experimental.
Desain eksperimen model ini diantarnya sebagai berikut:

1. Time Series Design

Dalam desain ini kelompok yang digunakan untuk


penelitian tidak dapat dipilih secara random. Sebelum
diberi perlakuan, kelompok diberi pretest sampai empat
kali dengan maksud untuk mengetahui kestabilan dan
kejelasan keadaan kelompok sebelum diberi perlakuan.
Bila hasil pretest selama empat kali ternyata nilainya
berbeda-beda, berarti kelompok tersebut keadaannya
labil, tidak menentu, dan tidak konsisten. Setelah
kestabilan keadaan kelompok dapay diketahui dengan
jelas, maka baru diberi treatment/perlakuan. Desain
penelitian ini hanya menggunakan satu kelompok saja,
sehingga tidak memerlukan kelompok kontrol.

2. Nonequivalent Control Group Design

Desain ini hampir sama dengan pretest-posttest control


group design, hanya pada desain ini kelompok eksperimen
maupun kelompok kontrol tidak dipilih secara random.
Dalam desain ini, baik kelompok eksperimental maupun
kelompok kontrol dibandingkan, kendati kelompok
tersebut dipilih dan ditempatkan tanpa melalui random.
Dua kelompok yang ada diberi pretes, kemudian diberikan
perlakuan, dan terakhir diberikan postes.

3. Conterbalanced Design

Desain ini semua kelompok menerima semua perlakuan,


hanya dalam urutan perlakuan yang berbeda-beda, dan
dilakukan secara random.

2. Desain Faktorial, yang melibatkan dua atau lebih variabel bebas


(sekurang-kurangnya satu yang dimanipulasi) Desain faktorial secara
mendasar menghasilkan ketelitian desain true-eksperimental dan
membolehkan penyelidikan terhadap dua atau lebih variabel, secara
individual dan dalam interaksi satu sama lain.
Tujuan dari desain ini adalah untuk menentukan apakah efek suatu
variabel eksperimental dapat digeneralisasikan lewat semua level dari
suatu variabel kontrol atau apakah efek suatu variabel eksperimen
tersebut khusus untuk level khusus dari variabel kontrol, selain itu juga
dapat digunakan untuk menunjukkan hubungan yang tidak dapat
dilakukan oleh desain eksperimental variabel tunggal.
6. Contoh uji invitro dan in vivo?

Contoh uji in vitro


1. Uji aktivitas antiaskaris (anticacing)
2. Uji antifungi
3. Uji antikalkuli
4. Uji efek mukolitik
5. Uji farmakodinamik dg organ terisolir
6. Uji toksisitas in vitro
- metode Brain Shrimp Test (BST)
- metode Sitotoksisitas

Contoh uji in vivo

7. Faktor yang mempengaruhi hasil penelitian?


Faktor yang mempengaruhi hasil uji

Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi hasil percobaan


diantaranya:
1. Faktor internal
Meliputi variasi biologik, yaitu usia (berpengaruh pada dosis yang harus
diberikan) dan jenis kelamin (ada obat-obat yang lebih peka untuk jantan
dan untuk betina). Kemudian ras dan sifat genetic, faktor-faktor tersebut
sangat berpengaruh terhadap hewan yang akan di jadikan percobaan
karena akan memepengaruhi hasil dari percobaan disebabkan oleh
pengaruh dosis dan cairan tubuh hewan tersebut sehingga hasil dari
pengamatan akan berbeda-beda, sehingga memepengaruhi efek
farmakologinya. Selain itu, status kesehatan dan nutrisi, bobot tubuh serta
luas permukaan tubuh akan berpengaruh pada dosis yang harus diberikan.

2. Faktor eksternal
Meliputi suplai oksigen, pemeliharaan lingkungan fisiologik (keadaan
kandang, suasana asing atau baru, pengalaman hewan dalam penerimaan
obat, keadaan ruangan tempat hidup seperti suhu, kelembaban,
ventilasai, cahaya, kebisingan serta penempatan hewan), pemilihan
keutuhan struktur ketika menyiapkan jaringan atau organ untuk
percobaan. Faktor-faktor tersebut dapat mempengaruhi hasil percobaan,
dan mempengaruhi efek farmakologinya, apabila hewan yang sudah biasa
di beri obat maka akan terlihat lebih rilex dan santai berbeda dengan
hewan percobaan yang masih baru dan masih asing makan akan lebih
berontak dan agresif, sehingga kita membutuhkan penelitian dan
perawatan yang baik terhadap hewan percobaan sebelum melakukan
percobaan.

Anda mungkin juga menyukai