Uji pra klinik merupakan uji untuk kandidat obat, dari uji ini diperoleh
informasi tentang efek farmakologi, farmakokinetik, dan toksisitas dari kandidat
obat.
Uji pra klinik terbagi atas dua yaitu uji toksisitas dan uji aktivitas, uji
toksisitas adalah suatu uji untuk mendeteksi tingkat bahaya atau kerugian suatu
zat yang akan digunakan obat. Sedangkan uji aktivitas adalah uji untuk
menentukan kebenaran khasiat manfaat suatu ibat secara ilmiah yang dibutuhkan
dengan cara penelitian. Uji toksisitas terbagi menjadi uji toksistas in vitro dan uji
toksisitas in vivo, sedangkan uji aktivitas terbagi atas secara in vitro dan in vivo,
secara in vivo terbagi menjadi secara umum dan secara khusus. Uji toksisitas
secara umum terbagi menjadi tiga yaitu secara akut , sub kronik, dan kronik.
Sedangkan secara khusus terbagi menjadi teratogenik, mutagenik, karsinogenik.
Uji toksisitas secara in vitro adalah suatu uji yang dilaksanakan diluar tubuh
hewan coba dalam kata lain dilaksanakan dalam kaca contohnya cawan petri,
gelas kimia dan sebgainya.Uji toksisitas in vivo adalah suatu uji toksisitas yang
dilakukan pada hewan coba bertujuan meningkatkan tingkat toksik terhadap
fungsi perubahan fisiologis maupun patologis pada organ vital pada kurun waktu
tertentu.
Uji toksisitas secara akut adalah uji untuk menentukan tingkat bahaya atau
kerugian suatu zat atau bahan yang dilakukan dalm kurun waktu kurang lebih 24
jam. Uji toksisitas secara kronik adalah suatu uji untuk menentukan tingkat toksis
suatu hewan coba dengan dosis berulang, dalam kurun waktu panjang umur atau
panjang hidup hewan coba
Uji toksisitas teratogenik yaitu uji toksisitas yang dilakukan bila pemakaian
klinis obat diberikan pada masa kehamilan dan kelahiran. Uji mutagenik yaitu uji
toksisitas yang dilakukan pada mutasi gen dan mutasi kromoson. Uji karsinogenik
adalah uji yang dilakukan untuk memperoleh informasi mengenai efek
karsinogenik suatu senyawa pada hewan coba dan untuk mengetahui apakah zat
yang dipakai dalam jangka panjang akan dapat menimbulkan kanker.
Uji klinik adalah suatu pengujian khasiat obat baru pada manusia,
dimana sebelumnya diawali oleh pengujian sering pada binatang atau uji pra
klinik. Pada dasarnya uji klinik memastikan efektifitas, keamanan dan gambaran
efek samping yang sering timbul pada manusia akibat pemberian suatu obat.
Metode Penelitian
Uji klinik dilakukan dengan rancangan penelitian pre-post test design. Uji
klinik dilakukan di Klinik Saintifikasi Jamu , Surakarta. Peenlitian melibatkan
85 subyek penelitian yang telah memenuhi kriteria inkulasi. Kriteria inkulasi
adalah: subyek dengan kadar kolestrol darah 200-300 mg/dl, usia 25-55 tahun,
laki-laki atau perempuan, bersedia mengikuti penelitian/jadwal follow up dengan
menandatangani informed consent. Kriteria eksklusi adalah: perempuan hamil
atau menyusui (berdasarkan pengakuan), subyek dengan komplikasi penyakit
berat (misal kanker lanjut/terminal).
Hewan uji yang digunakan adalah tikus galur Wistar jantan dan betina
berumur 6-8 minggu dengan berat antara 150-200 g. Sebanyak 120 ekor tikus
dikelompokkan secara acak menjadi 6 kelompok, masing-masing 10 ekor tikus
jantan dan 10 ekor tikus betina, kemudian diadaptasi selama 7 hari. Uji toksisitas
subkronis dilakukan selama 90 hari (untuk kelompok perlakuan) dan 120 hari
(untuk kelompok pengamatan /satelit), sesuai ketentuan uji toksisitas yang
ditetapkan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM). Kelompok perlakuan
selama 90 hari diberikan kombinasi EEKD dan EEJB perbandingan 1:2 dalam
beberapa dosis. Kelompok kontrol negatif, hanya diberi pelarut aquadest, dan
CMC 0,5% kelompok I: kombinasi dosis rendah (EEKD:EEJB =
50:100mg/kgBB/hari), kelompok II: kombinasi dosis menengah (EEKD:EEJB =
100:200mg/kgBB/hari), kelompok III: kombinasi dosis tinggi (EEKD: EEJB =
200:400mg/kgBB/hari), kelompok satelit selama 120 hari: kelompok satelit
kontrol negatif, hanya diberi aquadest dan pelarut CMC 0,5%, kelompok satelit
dosis tinggi (EEKD: EEJB = 200:400 mg/kgBB/hari).
Pada hari ke 91, semua tikus jantan dan betina kelompok kontrol negatif,
kelompok I, II dan III dikorbankan sesuai standar komite etik. Sedangkan untuk
semua tikus kelompok kontrol satelit dan kelompok satelit dosis tinggi dilakukan
pada hari ke 121. Darah dari intra kardial ditampung dalam tabung eppendorf 2,5
mL, selanjutnya disentrifus selama 10 menit pada 3000 rpm sehingga serum akan
terpisah dan membentuk lapisan. Serum diperiksa menggunakan alat Hematology
Analyzer, dengan prinsip kerja kolorimeteri.
Hematokrit adalah perkiraan volume eritrosit padat per satuan volume darah.
Volume hematokrit normal tikus 36-50,6%. Sedangkan volume darah normal
tikus 60 mL/kg. Kadar hemoglobin normal tikus adalah 11-20 g/100 mL(20,3).