Anda di halaman 1dari 189

METODE UJI

FARMAKOLOGI

Marita Kaniawati - 2021


KONTRAK PEMBELAJARAN

• Mata kuliah: Metodologi Uji Farmakologi


• Kode mata kuliah: SMKK 3610
• Bobot SKS : 2 (2-0)
• Dosen: Marita Kaniawati, Hendra Mahakam Putra
• Deskripsi Singkat Mata Kuliah:
Mata kuliah Metodologi Uji Farmakologi membahas mengenai
Bioskrining obat, metode dasar di dalam laboratorium hewan,
pengembangan desain eksperimen, hematologi hewan uji dan
uji aktivitasnya.
BAHAN KAJIAN

1. Pendahuluan mengenai metodologi uji farmakologi dan kontrak pembelajaran


2. Bioskrining obat
3. Metode dasar laboratorium hewan dan pengembangan desain eksperimen*
4. Efikasi dan keamanan
5. Skrining aktivitas farmakologi*
6. Bioskrining bahan alam berdasarkan pendekatan fitokimia*
7. Hematologi hewan uji
8. UTS
9. Uji aktivitas kardiovaskular: antihipertensi
10.Uji aktivitas GIT: antitukak peptik, antidiare
11.Uji aktivitas antiobesitas, antidiabetes, antidislipidemia
12.Uji aktivitas sistem syaraf pusat: model ketergantungan/adiksi
13.Uji aktivitas terhadap bakteri, jamur
14.Uji aktivitas terhadap parasit
15.Uji aktivitas terhadap sistem kekebalan tubuh (imunitas) : reaksi alergi
16.UAS
IND : Investigational New Drug
Diajukan setelah diketahui obat yang diusulkan aman untuk penggunaan awal pada manusia dan mempunyai prospek yang
menjanjikan.
NDA : New Drug Application
UJI PRAKLINIK
• Suatu uji yang dilakukan pada hewan coba dan
atau pada bahan biologi lainnya seperti kultur
jaringan dan kultur biakan kuman, dengan tujuan
untuk membuktikan kebenaran khasiat dan
keamanan secara ilmiah terhadap suatu
bahan/zat yang diduga berkhasiat obat.
• Dilaksanakan dengan tujuan untuk penelitian
suatu bahan yang diduga berkhasiat obat dan
atau terhadap bahan obat yang telah lama
beredar di masyarakat tetapi belum dibuktikan
khasiat dan keamanannya secara ilmiah, seperti
jamu, untuk ditingkatkan statusnya menjadi obat
herbal terstandar (OHT) atau obat fitofarmaka
KAJIAN ILMU FARMAKOLOGI
Penemuan obat sekurang-kurangnya dilakukan melalui 1 dari 4
metode pendekatan ilmiah yaitu:
• Pendekatan berdasarkan penggunaan obat secara ”empirik”
• Pendekatan berdasarkan ”terjadinya respons obat”
• Penemuan obat ”secara kebetulan” (to happen)
• Pendekatan melalui proses ”skrining”
1. PENDEKATAN SECARA EMPIRIK
• Penggunaan metode pengobatan yang dilakukan secara turun temurun,
sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat.
• Selanjutnya dibuktikan kebenaran khasiat dan keamanaan secara ilmiah
berdasarkan metodologi ilmiah.
2.PENDEKATAN BERDASARKAN “TERJADINYA RESPONS OBAT”

• Adanya ikatan struktur kimia obat dengan reseptor yang spesifik,


yang akan menyebabkan perubahan konformasi reseptor baik
bersifat seluler, molekuler dan biokimiawi serta enzimatis yang
menyebabkan timbulnya respons obat.
• Berbagai respons obat yang timbul dapat diprediksi berdasarkan
perubahan konformasi reseptor setelah terikat oleh obat.
3. PENEMUAN OBAT “SECARA KEBETULAN” (TO HAPPEN)
• Penemuan Penicillin pertama kali oleh Alfred Flemming (1926) yakni secara
kebetulan dalam biakan kuman yang di kultur ditemukan beberapa koloni
kuman dalam satu biakan ada yang tumbuh dan ada pula yang tidak
tumbuh. Ternyata diketahui terhadap koloni kuman yang tidak tumbuh
disebabkan oleh tubuhnya jamur Penicillium notatum dalam biakan kuman.
• Selanjutnya dilakukan isolasi dan identifikasi terhadap jamur tersebut
ditemukan Penicillin.
4. PENDEKATAN MELALUI PROSES “SKRINING”
• Melalui proses pemisahan secara bertahap terhadap bahan yang
diduga berkhasiat obat.
• Pendekatan berdasarkan proses skrining dilakukan melalui
proses pemisahan dengan metode ekstraksi, mulai yang paling
sederhana yakni perasan sampai dengan metode pemisahan
bahan aktif berkomponen tunggal yang berkhasiat obat untuk di
uji sebagai obat baru.
UJI PRAKLINIK DAN UJI KLINIK

• Dalam penelitian obat, baik bahan obat yang berbasis bahan alam maupun
bahan kimia yang akan dikembangkan sebagai obat baru harus melalui
tahapan penelitian berdasarkan prosedur pengujian yang telah disepakati
WHO yaitu melalui Uji praklinik dan uji klinik.
• Uji praklinik adalah suatu uji yang dilakukan pada hewan coba dengan tujuan
untuk menentukan keamanan dan khasiat suatu bahan uji secara ilmiah
sebelum dilakukan uji klinik, melalui uji toksisitas dan uji aktivitas.
• Uji klinik adalah suatu uji yang dilaksakan pada manusia yang meliputi 4
tahapan fase uji, yang dilaksanakan pada orang sehat dan orang sakit yang
disesuaikan dengan tujuan penggunaan bahan uji untuk dipakai di klinik,
termasuk uji monitoring efek samping obat (MESO).
UJI TOKSISITAS DAN UJI AKTIVITAS

• Uji toksisitas adalah suatu uji untuk mendeteksi tingkat ketoksikan


suatu zat/bahan yang akan digunakan sebagai obat.
• Hasil yang diperoleh dari pelaksanaan uji toksisitas dapat
memberikan informasi tentang tingkat keamanan suatu zat/bahan
pada hewan coba atau bahan biologi lainnya sebelum zat/bahan
tersebut digunakan di klinik.
• Uji aktivitas (khasiat) obat adalah suatu uji untuk menentukan
kebenaran khasiat suatu bahan uji yang dibuktikan secara ilmiah
dengan menggunakan metodologi dan parameter yang ditentukan
berdasarkan tujuan penggunaan bahan uji yang akan dipakai di klinik.
UJI TOKSISITAS IN VITRO

• Suatu uji untuk menentukan tingkat ketoksikan suatu bahan yang di uji menggunakan media biakan
bahan biologi tertentu yang merupakan subjek dari pengujian.
• Pada umumnya uji toksisitas in vitro hanya untuk obat terbatas saja, sebagai contoh uji obat
antiinfeksi (antibiotik) menggunakan kultur media bakteri penyebab penyakit, obat antivirus
menggunakan kultur jaringan untuk perkembangbiakan virus tertentu, obat antikanker menggunakan
kultur jaringan sel kanker (sel myeloma) atau sel normal (fibrobalas) dan anthelmintik (obat cacing)
menggunakan kultur/media cacing dapat tumbuh dan berkembang, demikian pula terhadap obat
antijamur.
• Informasi yang diperoleh dari hasil uji toksisitas in vitro adalah mengetahui besarnya konsentrasi
bahan uji yang dapat membunuh 50% (lethal concentration 50% = LC50) dari bahan biologi yang di
kultur/dibenihkan, di samping juga dapat menentukan aktivitas suatu bahan uji dalam menghambat
atau membunuh penyebab penyakit secara in vitro.
• Untuk mengetahui keamanan bahan uji yang telah lolos melalui uji toksisitas
in vitro, masih dilakukan tahapan uji toksisitas in vivo sebelum pelaksanaan
uji lebih lanjut.
UJI TOKSISTAS IN VIVO

• Suatu uji toksisitas yang dilakukan pada hewan coba, dengan tujuan untuk
menentukan tingkat ketoksikan suatu zat/bahan terhadap perubahan fungsi
fisiologis maupun perubahan yang bersifat patologis pada organ vital dalam
kurun waktu tertentu.
• Uji toksisitas in vivo meliputi uji toksisitas umum dan uji toksisitas khusus.
• Berdasarkan lama waktu terjadinya efek toksik maka uji toksisitas umum
dibagi atas tiga bagian yakni uji toksisitas akut, uji toksisitas subkronis dan uji
toksisitas kronis, sedangkan uji toksisitas khusus meliputi uji teratogenik, uji
karsinogenik dan uji mutagenik.
1. UJI TOKSISITAS AKUT

• Suatu uji untuk menentukan tingkat ketoksikan suatu zat/bahan yang dilakukan dalam
kurun waktu tidak lebih dari 24 jam, dengan dosis tunggal atau dosis berulang.
• Tujuan : menentukan bahaya pemaparan suatu bahan secara akut, juga untuk menentukan
batas keamanan (margin of safety) suatu bahan dengan menentukan dosis yang
menyebabkan kematian 50% pada hewan coba (lethal dose 50% = LD50).
• Rute pemberian dalam pelaksanaan uji toksisitas akut pada hewan coba dilakukan dengan 2
cara yakni (1) Cara pemberian yang di sarankan untuk dipakai di klinik, (2) Cara pemberian
intravena, jika memungkinkan, hal ini dimaksudkan untuk meyakinkan bila terjadi
pemaparan bahan uji secara sistemik.
• Hewan coba yang dipakai sedikitnya dua spesies mamalia, termasuk spesies nonroden jika
memungkinkan, serta dibedakan berdasarkan jenis kelamin.
• Untuk bahan uji yang mempunyai daya toksisitas rendah dimulai dengan dosis maksimum
yang tidak menimbulkan efek toksik.
UJI TOKSISITAS AKUT

• Pengamatan terhadap hewan coba dilakukan dalam jangka waktu 24 jam


setelah pemberian bahan uji terhadap timbulnya gejala keracunan seperti
kejang, diare, vomit, sesak nafas dan lainnya, jumlah kematian, mula kerja
obat, lama kerja obat serta perubahan fungsi organ vital tubuh hewan coba.
• Terhadap hewan coba yang masih hidup dilakukan pengamatan sampai
maksimal 14 hari. Dalam waktu 14 hari semua hewan coba yang masih hidup
dikorbankan, untuk dilakukan pengamatan secara makroskopis dan
mikroskopis terhadap organ vital seperti hepar, ginjal, paru, limpa, dan organ
system pencernaan serta fungsi hemopoetik. Hal ini dimaksudkan untuk
mengungkapkan kerusakan pada struktur organ vital dan menjelaskan
kerusakan yang diakibatkannya.
• Data yang di peroleh dilakukan analisis menggunakan statistik non
parametrik untuk mengetahui tingkat signifikansi kerusakan organ yang
timbul
Tabel 1. Kriteria tingkat ketoksikan suatu bahan berdasarkan
LD50 pada hewan coba

DERAJAT KETOKSIKAN LD50


Luar biasa toksik < 1 mg/kg bb
Sangat toksik 1 – 50 mg/kg bb
Cukup toksik Derajat Ketoksikan 50 – 500LD50
mg/kg bb
Sedikit toksik 500 – 5000 mg/kg bb
Praktis tidak toksik 5000 – 15000 mg/kg bb
Tidak berbahaya > 15000 mg/kg bb

Sumber: Lomis 1996


2. UJI TOKSISITAS SUBKRONIS

• Suatu uji untuk menentukan tingkat ketoksikan suatu zat/bahan dengan


dosis berulang dalam kurun waktu 14–90 hari namun WHO menyarankan
sampai 180 hari tergantung dari lama waktu pemakaian obat yang akan
digunakan di klinik.
• Untuk bahan uji digunakan di klinik dalam waktu berkisar 1–3 hari seperti
penggunaan obat cacing (anthelmintik) maka lama uji toksisitas subkronis
berlangsung 14 hari.
• Untuk bahan uji yang dipakai di klinik berkisar 5–7 hari, seperti obat
antibiotika, maka lama uji toksisitas subkronis berlangsung 28 hari.
• Untuk bahan uji yang akan dipakai di klinik dalam kurun waktu 28 hari, maka
lama uji toksisitas subkronis 90 hari, dan untuk pemakaian di klinik lebih dari
30 hari seperti bahan uji untuk terapi penyakit degeneratif yakni obat
hipertensi, obat diabetes mellitus, obat tuberkulosis, obat kanker dan terapi
supporting lainnya maka lama pengujian toksisitas subkronis berkisar 90–
180 hari.
UJI TOKSISITAS SUBKRONIS

• Tujuan uji : untuk mengetahui adanya efek toksik setelah pemberian bahan
uji secara berulang dalam jangka waktu tertentu khususnya terhadap organ
yang berfungsi vital di dalam tubuh hewan coba, serta untuk mempelajari
efek kumulatif bahan uji dalam tubuh.
• Rute pemberian harus sama dengan yang disarankan dipakai di klinik,
sedangkan hewan coba yang digunakan pada uji toksisitas subkronis adalah
dua spesies hewan mamalia berbeda termasuk nonrodensia bila
memungkinkan.
• Pada akhir dari periode pengujian toksisitas subkronis semua hewan coba
dikorbankan dan dilakukan otopsi, selanjutnya dilakukan pengamatan secara
makroskopis dan mikroskopis terhadap organ vital termasuk organ
metabolisme, organ ekskresi, pencernaan dan sistem kardiovaskuler serta
sistem hemopoitik.
3. UJI TOKSISITAS KRONIS

• Suatu uji untuk menentukan tingkat ketoksikan suatu bahan uji pada hewan
coba dengan dosis berulang dalam kurun waktu sepanjang umur hewan
coba.
• Tujuan dari uji toksisitas kronis adalah untuk mengetahui profil toksisitas
suatu bahan uji secara berulang dalam jangka panjang. Karena waktu yang
diperlukan untuk pelaksanaan uji toksisitas kronis sangat panjang maka
dalam pelaksanaannya dilakukan bersamaan dengan uji klinik.
• Persyaratan yang berlaku pada pelaksanaan uji toksisitas kronis seperti
hewan coba, dosis bahan uji serta rute pemberian sama dengan persyaratan
seperti pada pelaksanaan uji toksisitas subkronis.
UJI TOKSISITAS KHUSUS

• Suatu uji yang khusus dilakukan untuk menentukan tingkat ketoksikan suatu
bahan uji yang diduga potensial dapat menimbulkan efek khusus pada
hewan coba seperti dapat mengganggu perkembangan fetus dalam
kandungan, atau bahan uji yang berdasarkan struktur kimia diduga potensial
menyebabkan onkogenitas, atau bahan uji yang dalam pemakaian jangka
panjang dapat menyebabkan kerusakan secara genetik (genotoxicity).
• Uji toksisitas khusus meliputi uji teratogenik, uji karsinogenik dan uji
mutagenik.
• Uji toksisitas khusus pada umumnya dipersyaratkan hanya untuk obat-obat
yang akan di distribusikan untuk negara Eropa dan Amerika Serikat,
sedangkan di negara lain uji toksisitas khusus bukan merupakan persyaratan
mutlak dalam tahapan uji toksisitas pada penemuan obat baru.
UJI AKTIVITAS

• Uji aktivitas (khasiat) adalah suatu uji untuk menentukan kebenaran khasiat
suatu bahan uji yang dibuktikan secara ilmiah pada hewan coba atau pada
bahan biologi tertentu dengan metodologi dan parameter yang akan diuji
ditentukan berdasarkan tujuan penggunaan bahan uji yang akan dipakai di
klinik.
• Pada uji aktivitas secara in vitro dilaksanakan terhadap jenis obat terbatas
seperti obat antimikroba, obat anti kanker, obat anti parasit dan anti jamur,
menggunakan media tertentu sebagai subjek penelitian. Namun demikian
bahan uji yang telah dibuktikan aktivitasnya secara in vitro masih harus
dilanjutkan dengan uji aktivitas in vivo pada hewan coba.
• Tujuan dari uji aktivitas pada hewan coba dimaksudkan untuk membuktikan
kebenaran khasiat obat secara ilmiah berdasarkan metode ilmiah.
KONTRIBUSI DALAM BIDANG KEILMUAN

• Penelitian dalam bidang farmakologi dan toksikologi untuk membuktikan khasiat dan
keamanan terhadap bahan yang diduga berkhasiat obat baik bahan obat yang berbasis
bahan alam maupun bahan kimia yang dilakukan oleh kalangan mahasiswa mulai dari strata
D3, S1, S2, dan S3 dalam upaya penulisan tugas akhir, maupun yang dilakukan oleh kalangan
peneliti khususnya dalam bidang Ilmu Kedokteran, berdasarkan catatan yang ada lebih dari
60% dari jumlah tulisan maupun penelitian mengungkapkan tentang khasiat dan
keamanan suatu bahan obat berdasarkan pendekatan farmakologi.
• Hal ini disebabkan karena kajian farmakologi tentang obat menarik minat peneliti untuk
mengungkap tentang kebenaran khasiat dan keamanan secara ilmiah, disamping faktor
kekayaan bahan alam yang kita miliki sangat beragam, berlimpah dan terbesar kedua di
dunia setelah Brasil.
• Hal ini menjadi tanggung jawab setiap warga negara yang memiliki kompetensi keahlian di
bidang kesehatan untuk mengungkap potensi bahan alam dan mineral yang kita miliki untuk
dibuktikan khasiatnya secara ilmiah untuk dijadikan aset bangsa yang bernilai lebih tinggi.
KONTRIBUSI DALAM BIDANG KEILMUAN

• Riset tentang obat pada umumnya dilaksanakan melalui berbagai macam


pendekatan di antaranya pendekatan etnomedisin, farmakoseluler,
farmakomolekuler, farmakokinetik, farmakodinamik, imunofarmakologi dan
farmakogenetik yang merupakan merupakan bidang kedokteran dasar yang
sangat luas dan menarik untuk diteliti.
• Namun sayang banyak penelitian yang telah dikerjakan hanya sebatas
penelitian pendahuluan saja tanpa ada kelanjutan. Terkadang riset tentang
obat hanya sekedar memenuhi syarat kelulusan saja untuk tugas akhir dalam
pelaksanaan pendidikan tanpa pelaksanaan penelitian berkelanjutan yakni
sampai penemuan bahan yang berkhasiat untuk dipakai dalam pelayanan
kesehatan dan bahkan sampai ke tingkat uji klinik untuk dipatenkan.
• Penelitian tentang obat memerlukan biaya yang sangat besar dan
persyaratan kompetensi keilmuan yang mumpuni.
KONTRIBUSI DALAM BIDANG KEILMUAN

• Permasalahan : adalah partnership untuk berkolaborasi dalam bidang


penelitian obat sangat kurang karena produsen obat hanya cenderung
sebagai pengguna akhir dari riset tentang obat dan sangat jarang ada info
tentang riset suatu bahan obat sampai obat jadi untuk pelayanan
masyarakat dibiayai oleh suatu produsen obat.
• Sumber dana dan peralatan untuk pelaksanaan penelitian seringkali belum
memadai, sehingga sering melakukan analisis terhadap suatu bahan
berkhasiat obat harus dilakukan di Negara lain dan harus tunduk dengan
peraturan yang diterapkan oleh Negara yang bersangkutan.
• Permasalahan yang lain : terkadang riset yang baik kurang dijembatani
untuk sampai pada penelitian ketingkat lebih lanjut karena permasalahan
biaya dan peralatan serta teknologi.
KONTRIBUSI DALAM BIDANG KEILMUAN

• Semua ini bermuara pada kemampuan SDM dalam menguasai


ilmu dan teknologi dan kemampuan untuk bersaing dalam pasar
global, yang semuanya ini merupakan “peluang” atau
“tantangan” untuk meningkatkan daya saing dan sekaligus juga
sebagai “ancaman” bila kita tidak siap menghadapi persaingan
global.
PUSTAKA :
Utama :
Vogel, HG. (2008): Drug discovery and evaluation: pharmacological assays, 3rd Ed. Springer.
Thompson, EB (1985): Drug bioscreening: fundamentals of drug evaluation techiques in pharmacology,
Graceway Publishing Company.

Pendukung :
Thompson, EB (1990): Drug bioscreening: drug evaluation techniques in pharmacology, VCH Publishers.
METODE UJI
FARMAKOLOGI
Marita Kaniawati - 2021
KONTRAK PEMBELAJARAN

• Mata kuliah: Metodologi Uji Farmakologi


• Kode mata kuliah: SMKK 3610
• Bobot SKS : 2 (2-0)
• Dosen: Marita Kaniawati, Hendra Mahakam Putra
• Deskripsi Singkat Mata Kuliah:
Mata kuliah Metodologi Uji Farmakologi membahas mengenai
Bioskrining obat, metode dasar di dalam laboratorium hewan,
pengembangan desain eksperimen, hematologi hewan uji dan
uji aktivitasnya.
BAHAN KAJIAN

1. Pendahuluan mengenai metodologi uji farmakologi dan kontrak pembelajaran


2. Bioskrining obat
3. Metode dasar laboratorium hewan dan pengembangan desain eksperimen*
4. Efikasi dan keamanan
5. Skrining aktivitas farmakologi*
6. Bioskrining bahan alam berdasarkan pendekatan fitokimia*
7. Hematologi hewan uji
8. UTS
9. Uji aktivitas kardiovaskular: antihipertensi
10.Uji aktivitas GIT: antitukak peptik, antidiare
11.Uji aktivitas antiobesitas, antidiabetes, antidislipidemia
12.Uji aktivitas sistem syaraf pusat: model ketergantungan/adiksi
13.Uji aktivitas terhadap bakteri, jamur
14.Uji aktivitas terhadap parasit
15.Uji aktivitas terhadap sistem kekebalan tubuh (imunitas) : reaksi alergi
16.UAS
IND : Investigational New Drug
Diajukan setelah diketahui obat yang diusulkan aman untuk penggunaan awal pada manusia dan mempunyai prospek yang
menjanjikan.
NDA : New Drug Application
UJI PRAKLINIK
• Suatu uji yang dilakukan pada hewan coba dan atau pada bahan biologi
lainnya seperti kultur jaringan dan kultur biakan kuman, dengan tujuan
untuk membuktikan kebenaran khasiat dan keamanan secara ilmiah
terhadap suatu bahan/zat yang diduga berkhasiat obat.
• Dilaksanakan dengan tujuan untuk penelitian suatu bahan yang diduga
berkhasiat obat dan atau terhadap bahan obat yang telah lama beredar di
masyarakat tetapi belum dibuktikan khasiat dan keamanannya secara ilmiah,
seperti jamu, untuk ditingkatkan statusnya menjadi obat herbal terstandar
(OHT) atau obat fitofarmaka
KAJIAN ILMU FARMAKOLOGI
Penemuan obat sekurang-kurangnya dilakukan melalui 1 dari 4 metode
pendekatan ilmiah yaitu:
• Pendekatan berdasarkan penggunaan obat secara ”empirik”
• Pendekatan berdasarkan ”terjadinya respons obat”
• Penemuan obat ”secara kebetulan” (to happen)
• Pendekatan melalui proses ”skrining”
1. PENDEKATAN SECARA EMPIRIK
• Penggunaan metode pengobatan yang dilakukan secara turun temurun,
sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat.
• Selanjutnya dibuktikan kebenaran khasiat dan keamanaan secara ilmiah
berdasarkan metodologi ilmiah.
2.PENDEKATAN BERDASARKAN “TERJADINYA RESPONS OBAT”

• Adanya ikatan struktur kimia obat dengan reseptor yang spesifik,


yang akan menyebabkan perubahan konformasi reseptor baik
bersifat seluler, molekuler dan biokimiawi serta enzimatis yang
menyebabkan timbulnya respons obat.
• Berbagai respons obat yang timbul dapat diprediksi berdasarkan
perubahan konformasi reseptor setelah terikat oleh obat.
3. PENEMUAN OBAT “SECARA KEBETULAN” (TO HAPPEN)

• Adanya ikatan struktur kimia obat dengan reseptor yang spesifik, yang akan
menyebabkan perubahan konformasi reseptor baik bersifat seluler,
molekuler dan biokimiawi serta enzimatis yang menyebabkan timbulnya
respons obat.
• Berbagai respons obat yang timbul dapat diprediksi berdasarkan perubahan
komformasi reseptor setelah terikat oleh obat.
4. PENDEKATAN MELALUI PROSES “SKRINING”

• Melalui proses pemisahan secara bertahap terhadap bahan yang diduga


berkhasiat obat.
• Pendekatan berdasarkan proses skrining dilakukan melalui proses
pemisahan dengan metode ekstraksi, mulai yang paling sederhana yakni
perasan sampai dengan metode pemisahan bahan aktif berkomponen
tunggal yang berkhasiat obat untuk di uji sebagai obat baru.
UJI PRAKLINIK DAN UJI KLINIK

• Dalam penelitian obat, baik bahan obat yang berbasis bahan alam maupun
bahan kimia yang akan dikembangkan sebagai obat baru harus melalui
tahapan penelitian berdasarkan prosedur pengujian yang telah disepakati
WHO yaitu melalui Uji praklinik dan uji klinik.
• Uji praklinik adalah suatu uji yang dilakukan pada hewan coba dengan tujuan
untuk menentukan keamanan dan khasiat suatu bahan uji secara ilmiah
sebelum dilakukan uji klinik, melalui uji toksisitas dan uji aktivitas.
• Uji klinik adalah suatu uji yang dilaksakan pada manusia yang meliputi 4
tahapan fase uji, yang dilaksanakan pada orang sehat dan orang sakit yang
disesuaikan dengan tujuan penggunaan bahan uji untuk dipakai di klinik,
termasuk uji monitoring efek samping obat (MESO).
UJI TOKSISITAS DAN UJI AKTIVITAS

• Uji toksisitas adalah suatu uji untuk mendeteksi tingkat ketoksikan suatu
zat/bahan yang akan digunakan sebagai obat.
• Hasil yang diperoleh dari pelaksanaan uji toksisitas dapat memberikan
informasi tentang tingkat keamanan suatu zat/bahan pada hewan coba atau
bahan biologi lainnya sebelum zat/bahan tersebut digunakan di klinik.
• Uji aktivitas (khasiat) obat adalah suatu uji untuk menentukan kebenaran
khasiat suatu bahan uji yang dibuktikan secara ilmiah dengan menggunakan
metodologi dan parameter yang ditentukan berdasarkan tujuan penggunaan
bahan uji yang akan dipakai di klinik.
UJI TOKSISITAS IN VITRO

• Suatu uji untuk menentukan tingkat ketoksikan suatu bahan yang di uji menggunakan media biakan
bahan biologi tertentu yang merupakan subjek dari pengujian.
• Pada umumnya uji toksisitas in vitro hanya untuk obat terbatas saja, sebagai contoh uji obat
antiinfeksi (antibiotik) menggunakan kultur media bakteri penyebab penyakit, obat antivirus
menggunakan kultur jaringan untuk perkembangbiakan virus tertentu, obat antikanker menggunakan
kultur jaringan sel kanker (sel myeloma) atau sel normal (fibrobalas) dan anthelmintik (obat cacing)
menggunakan kultur/media cacing dapat tumbuh dan berkembang, demikian pula terhadap obat
antijamur.
• Informasi yang diperoleh dari hasil uji toksisitas in vitro adalah mengetahui besarnya konsentrasi
bahan uji yang dapat membunuh 50% (lethal concentration 50% = LC50) dari bahan biologi yang di
kultur/di benihkan, disamping juga dapat menentukan aktivitas suatu bahan uji dalam menghambat
atau membunuh penyebab penyakit secara in vitro.
• Untuk mengetahui keamanan bahan uji yang telah lolos melalui uji toksisitas in vitro, masih dilakukan
tahapan uji toksisitas in vivo sebelum pelaksanaan uji lebih lanjut.
UJI TOKSISTAS IN VIVO

• Suatu uji toksisitas yang dilakukan pada hewan coba, dengan tujuan untuk
menentukan tingkat ketoksikan suatu zat/bahan terhadap perubahan fungsi
fisiologis maupun perubahan yang bersifat patologis pada organ vital dalam
kurun waktu tertentu.
• Uji toksisitas in vivo meliputi uji toksisitas umum dan uji toksisitas khusus.
• Berdasarkan lama waktu terjadinya efek toksik maka uji toksisitas umum
dibagi atas tiga bagian yakni uji toksisitas akut, uji toksisitas subkronis dan uji
toksisitas kronis, sedangkan uji toksisitas khusus meliputi uji teratogenik, uji
karsinogenik dan uji mutagenik.
UJI TOKSISITAS AKUT

• Suatu uji untuk menentukan tingkat ketoksikan suatu zat/bahan yang dilakukan dalam
kurun waktu tidak lebih dari 24 jam, dengan dosis tunggal atau dosis berulang.
• Tujuan : menentukan bahaya pemaparan suatu bahan secara akut, juga untuk menentukan
batas keamanan (margin of safety) suatu bahan dengan menentukan dosis yang
menyebabkan kematian 50% pada hewan coba (lethal dose 50% = LD50).
• Rute pemberian dalam pelaksanaan uji toksisitas akut pada hewan coba dilakukan dengan 2
cara yakni (1) Cara pemberian yang di sarankan untuk dipakai di klinik, (2) Cara pemberian
intravena, jika memungkinkan, hal ini dimaksudkan untuk meyakinkan bila terjadi
pemaparan bahan uji secara sistemik.
• Hewan coba yang dipakai sedikitnya dua spesies mamalia, termasuk spesies nonroden jika
memungkinkan, serta dibedakan berdasarkan jenis kelamin.
• Untuk bahan uji yang mempunyai daya toksisitas rendah dimulai dengan dosis maksimum
yang tidak menimbulkan efek toksik.
UJI TOKSISITAS AKUT

• Pengamatan terhadap hewan coba dilakukan dalam jangka waktu 24 jam


setelah pemberian bahan uji terhadap timbulnya gejala keracunan seperti
kejang, diare, vomit, sesak nafas dan lainnya, jumlah kematian, mula kerja
obat, lama kerja obat serta perubahan fungsi organ vital tubuh hewan coba.
• Terhadap hewan coba yang masih hidup dilakukan pengamatan sampai
maksimal 14 hari. Dalam waktu 14 hari semua hewan coba yang masih hidup
dikorbankan, untuk dilakukan pengamatan secara makroskopis dan
mikroskopis terhadap organ vital seperti hepar, ginjal, paru, limpa, dan organ
system pencernaan serta fungsi hemopoetik. Hal ini dimaksudkan untuk
mengungkapkan kerusakan pada struktur organ vital dan menjelaskan
kerusakan yang diakibatkannya.
• Data yang di peroleh dilakukan analisis menggunakan statistik non
parametrik untuk mengetahui tingkat signifikansi kerusakan organ yang
timbul
Tabel 1. Kriteria tingkat ketoksikan suatu bahan berdasarkan
LD50 pada hewan coba

DERAJAT KETOKSIKAN LD50


Luar biasa toksik < 1 mg/kg bb
Sangat toksik 1 – 50 mg/kg bb
Cukup toksik Derajat Ketoksikan
50 –LD50
500 mg/kg bb
Sedikit toksik 500 – 5000 mg/kg bb
Praktis tidak toksik 5000 – 15000 mg/kg bb
Tidak berbahaya > 15000 mg/kg bb

Sumber: Lomis 1996


UJI TOKSISITAS SUBKRONIS

• Suatu uji untuk menentukan tingkat ketoksikan suatu zat/bahan dengan


dosis berulang dalam kurun waktu 14–90 hari namun WHO menyarankan
sampai 180 hari tergantung dari lama waktu pemakaian obat yang akan
digunakan di klinik.
• Untuk bahan uji digunakan di klinik dalam waktu berkisar 1–3 hari seperti
penggunaan obat cacing (anthelmintik) maka lama uji toksisitas subkronis
berlangsung 14 hari.
• Untuk bahan uji yang dipakai di klinik berkisar 5–7 hari, seperti obat
antibiotika, maka lama uji toksisitas subkronis berlangsung 28 hari.
• Untuk bahan uji yang akan dipakai di klinik dalam kurun waktu 28 hari, maka
lama uji toksisitas subkronis 90 hari, dan untuk pemakaian di klinik lebih dari
30 hari seperti bahan uji untuk terapi penyakit degeneratif yakni obat
hipertensi, obat diabetes mellitus, obat tuberkulosis, obat kanker dan terapi
supporting lainnya maka lama pengujian toksisitas subkronis berkisar 90–
180 hari.
UJI TOKSISITAS SUBKRONIS

• Tujuan uji : untuk mengetahui adanya efek toksik setelah pemberian bahan
uji secara berulang dalam jangka waktu tertentu khususnya terhadap organ
yang berfungsi vital di dalam tubuh hewan coba, serta untuk mempelajari
efek kumulatif bahan uji dalam tubuh.
• Rute pemberian harus sama dengan yang disarankan dipakai di klinik,
sedangkan hewan coba yang digunakan pada uji toksisitas subkronis adalah
dua spesies hewan mamalia berbeda termasuk nonrodensia bila
memungkinkan.
• Pada akhir dari periode pengujian toksisitas subkronis semua hewan coba
dikorbankan dan dilakukan otopsi, selanjutnya dilakukan pengamatan secara
makroskopis dan mikroskopis terhadap organ vital termasuk organ
metabolisme, organ ekskresi, pencernaan dan sistem kardiovaskuler serta
sistem hemopoitik.
UJI TOKSISITAS KRONIS

• Suatu uji untuk menentukan tingkat ketoksikan suatu bahan uji pada hewan
coba dengan dosis berulang dalam kurun waktu sepanjang umur hewan
coba.
• Tujuan dari uji toksisitas kronis adalah untuk mengetahui profil toksisitas
suatu bahan uji secara berulang dalam jangka panjang. Karena waktu yang
diperlukan untuk pelaksanaan uji toksisitas kronis sangat panjang maka
dalam pelaksanaannya dilakukan bersamaan dengan uji klinik.
• Persyaratan yang berlaku pada pelaksanaan uji toksisitas kronis seperti
hewan coba, dosis bahan uji serta rute pemberian sama dengan persyaratan
seperti pada pelaksanaan uji toksisitas subkronis.
UJI TOKSISITAS KHUSUS

• Suatu uji yang khusus dilakukan untuk menentukan tingkat ketoksikan suatu
bahan uji yang diduga potensial dapat menimbulkan efek khusus pada
hewan coba seperti dapat mengganggu perkembangan fetus dalam
kandungan, atau bahan uji yang berdasarkan struktur kimia diduga potensial
menyebabkan onkogenitas, atau bahan uji yang dalam pemakaian jangka
panjang dapat menyebabkan kerusakan secara genetik (genotoxicity).
• Uji toksisitas khusus meliputi uji teratogenik, uji karsinogenik dan uji
mutagenik.
• Uji toksisitas khusus pada umumnya dipersyaratkan hanya untuk obat-obat
yang akan di distribusikan untuk negara Eropa dan Amerika Serikat,
sedangkan di negara lain uji toksisitas khusus bukan merupakan persyaratan
mutlak dalam tahapan uji toksisitas pada penemuan obat baru.
UJI AKTIVITAS

• Uji aktivitas (khasiat) adalah suatu uji untuk menentukan kebenaran khasiat
suatu bahan uji yang dibuktikan secara ilmiah pada hewan coba atau pada
bahan biologi tertentu dengan metodologi dan parameter yang akan di uji
ditentukan berdasarkan tujuan penggunaan bahan uji yang akan dipakai di
klinik.
• Pada uji aktivitas secara in vitro dilaksanakan terhadap jenis obat terbatas
seperti obat antimikroba, obat anti kanker, obat anti parasit dan anti jamur,
menggunakan media tertentu sebagai subjek penelitian. Namun demikian
bahan uji yang telah dibuktikan aktivitasnya secara in vitro masih harus
dilanjutkan dengan uji aktivitas in vivo pada hewan coba.
• Tujuan dari uji aktivitas pada hewan coba dimaksudkan untuk membuktikan
kebenaran khasiat obat secara ilmiah berdasarkan metode ilmiah.
KONTRIBUSI DALAM BIDANG KEILMUAN

• Penelitian dalam bidang farmakologi dan toksikologi untuk membuktikan khasiat dan
keamanan terhadap bahan yang diduga berkhasiat obat baik bahan obat yang berbasis
bahan alam maupun bahan kimia yang dilakukan oleh kalangan mahasiswa mulai dari strata
D3, S1, S2, dan S3 dalam upaya penulisan tugas akhir, maupun yang dilakukan oleh kalangan
peneliti khususnya dalam bidang Ilmu Kedokteran, berdasarkan catatan yang ada lebih dari
60% dari jumlah tulisan maupun penelitian mengungkapkan tentang khasiat dan keamanan
suatu bahan obat berdasarkan pendekatan farmakologi.
• Hal ini disebabkan karena kajian farmakologi tentang obat menarik minat peneliti untuk
mengungkap tentang kebenaran khasiat dan keamanan secara ilmiah, disamping faktor
kekayaan bahan alam yang kita miliki sangat beragam, berlimpah dan terbesar kedua
didunia setelah Brasil.
• Hal ini menjadi tanggung jawab setiap warga negara yang memiliki kompetensi keahlian di
bidang kedokteran untuk mengungkap potensi bahan alam dan mineral yang kita miliki
untuk dibuktikan khasiatnya secara ilmiah untuk dijadikan aset bangsa yang bernilai lebih
tinggi.
KONTRIBUSI DALAM BIDANG KEILMUAN

• Riset tentang obat pada umumnya dilaksanakan melalui berbagai macam


pendekatan di antaranya pendekatan etnomedisin, farmakoseluler,
farmakomolekuler, farmakokinetik, farmakodinamik, imunofarmakologi dan
farmakogenetik yang merupakan merupakan bidang kedokteran dasar yang
sangat luas dan menarik untuk diteliti.
• Namun sayang banyak penelitian yang telah dikerjakan hanya sebatas
penelitian pendahuluan saja tanpa ada kelanjutan. Terkadang riset tentang
obat hanya sekedar memenuhi syarat kelulusan saja untuk tugas akhir dalam
pelaksanaan pendidikan tanpa pelaksanaan penelitian berkelanjutan yakni
sampai penemuan bahan yang berkhasiat untuk dipakai dalam pelayanan
kesehatan dan bahkan sampai ke tingkat uji klinik untuk dipatenkan.
• Penelitian tentang obat memerlukan biaya yang sangat besar dan
persyaratan kompetensi keilmuan yang mumpuni.
KONTRIBUSI DALAM BIDANG KEILMUAN

• Permasalahan : adalah partnership untuk berkolaborasi dalam bidang


penelitian obat sangat kurang karena produsen obat hanya cenderung
sebagai pengguna akhir dari riset tentang obat dan sangat jarang ada info
tentang riset suatu bahan obat sampai obat jadi untuk pelayanan
masyarakat dibiayai oleh suatu produsen obat.
• Di samping sumber dana dan peralatan untuk pelaksanaan penelitian belum
memadai, sehingga sering melakukan analisis terhadap suatu bahan
berkhasiat obat harus dilakukan di Negara lain dan harus tunduk dengan
peraturan yang diterapkan oleh Negara yang bersangkutan.
• Permasalahan yang lain : terkadang riset yang baik kurang dijembatani
untuk sampai pada penelitian ketingkat lebih lanjut karena permasalahan
biaya dan peralatan serta teknologi.
KONTRIBUSI DALAM BIDANG KEILMUAN

• Semua ini bermuara pada kemampuan SDM dalam menguasai


ilmu dan teknologi dan kemampuan untuk bersaing dalam pasar
global, yang semuanya ini merupakan “peluang” atau
“tantangan” untuk meningkatkan daya saing dan sekaligus juga
sebagai “ancaman” bila kita tidak siap menghadapi persaingan
global.
PUSTAKA :
Utama :
Vogel, HG. (2008): Drug discovery and evaluation: pharmacological assays, 3rd Ed. Springer.
Thompson, EB (1985): Drug bioscreening: fundamentals of drug evaluation techiques in pharmacology,
Graceway Publishing Company.

Pendukung :
Thompson, EB (1990): Drug bioscreening: drug evaluation techniques in pharmacology, VCH Publishers.
DRUG
BIOSCREENING

Marita Kaniawati - 2021


BAHAN KAJIAN

1. Pendahuluan mengenai metodologi uji farmakologi dan kontrak pembelajaran


2. Bioskrining obat
3. Metode dasar laboratorium hewan dan pengembangan desain eksperimen*
4. Efikasi dan keamanan
5. Skrining aktivitas farmakologi*
6. Bioskrining bahan alam berdasarkan pendekatan fitokimia
7. Hematologi hewan uji*
8. UTS
9. Uji aktivitas kardiovaskular: antihipertensi
10.Uji aktivitas GIT: antitukak peptik, antidiare
11.Uji aktivitas antiobesitas, antidiabetes, antidislipidemia
12.Uji aktivitas sistem syaraf pusat: model ketergantungan/adiksi
13.Uji aktivitas terhadap bakteri, jamur
14.Uji aktivitas terhadap parasit
15.Uji aktivitas terhadap sistem kekebalan tubuh (imunitas) : reaksi alergi
16.UAS
IND : Investigational New Drug
Diajukan setelah diketahui obat yang diusulkan aman untuk penggunaan awal pada manusia dan mempunyai prospek yang
menjanjikan.
NDA : New Drug Application
BIOSKRINING OBAT
• Studi sistematik terhadap zat yang bertujuan untuk
menentukan
farmakodinamik obat (efek obat terhadap hewan,
manusia, jaringan, serta organnya), juga
farmakokinetik obat (tanggapan hewan, manusia,
jaringan, serta organ terhadap adanya obat).
• Menunjukkan apakah suatu zat dapat digunakan
sebagai obat atau tidak.
• Dilakukan secara cepat, sebisa mungkin
komprehensif, dan murah.
• Skrining ini meliputi Scanning dan Evaluasi.
KONSEP BIOSKRINING OBAT

Bioskrining obat memiliki konsep sebagai berikut:

1. Obat dapat memiliki kesamaan aktivitas terhadap hewan


dan manusia. Hewan dapat menyediakan model analog
manusia. Tetapi konsep ini kemudian dianggap lemah
setelah ditemukannya perbedaan antara hewan dan
manusia. Bahkan antara berbagai variasi hewan itu
sendiri.

2. Obat mudah dibedakan dan diklasifikasikan berdasarkan


penilaian keragaman aktivitasnya, serta berdasarkan
profil aksi/farmakologi keseluruhannya.
KONSEP BIOSKRINING OBAT

• Suatu senyawa kimia dapat dikatakan sebagai


obat yang berguna apabila ia memiliki aktivitas
farmakologi dan terapi yang relevan, bebas dari
toksisitas jangka panjang dan jangka pendek,
serta lebih unggul dibanding pengobatan yang
sama dengan aktivitas serupa.

• Evaluasi bahan untuk aktivitas farmakologi tidak


hanya mencakup penggunaan terhadap
organisme secara keseluruhan, tetapi juga
terhadap jaringan, sistem enzim, organel-organel
sel dan sekresi.
BIOSKRINING OBAT
• Pada dasarnya merupakan prosedur scanning atau
pemindaian (organisme hidup seperti hewan) yang
dirancang untuk membedakan obat yang berguna dari
obat yang tidak berguna dengan cepat, komprehensif,
dan semurah mungkin.
OBJEKTIVITAS BIOSKRINING OBAT

• Memiliki tujuan untuk menemukan substansi baru dengan


aktivitas farmakologi. Awal prosedur screening harus mampu
menetapkan aktivitas dan kemungkinan sifat untuk klaim
komponen lebih lanjut, yaitu evaluasi farmakologi spesifik.
• Pada screening awal, sifat zat masih umum sehingga harus
distandarisasi untuk memastikan reliabilitas dan
reproduktivitas dari hasil. Harus pula mudah dan murah.
Penggunaan peralatan dan eksperimen yang rumit tidak
menjamin dapat memberikan screening yang valid dan
aktivitas yang tinggi.
OBJEKTIVITAS BIOSKRINING OBAT

• Semua prosedur screening pada hewan hanya akan memberikan


sebuah petunjuk aktivitas farmakologi yang mungkin terjadi pada
manusia.
• Hal ini karena model screening hanya berusaha menggambarkan
kondisi penyakit pada manusia, sedangkan kondisi penyakit pada
hewan belum tentu identik secara etiologi dan patofisiologi
dengan manusia.
METODE BIOSKRINING OBAT

• Harus mampu memungkinkan peneliti untuk memilih komponen aktif dan


meniadakan komponen inaktif atau toksik lainnya secepat mungkin.
• Desainnya harus fleksibel untuk mengakomodasi perubahan dalam
metodenya. Dalam melakukan metode, investigator harus menggunakan
pedoman pengendalian dalam percobaan berulang-ulang, seperti dalam hal
pemilihan hewan yang paling cocok, rute administrasi yang terbaik, dan
prosedur yang menjanjikan informasi dan hasil yang optimum.
• Hasil proses tersebut digunakan untuk membuat keputusan apakah obat
tersebut ditolak atau dapat dites lebih lanjut.
LANGKAH-LANGKAH OBSERVASI

• Observasi awal (pendahuluan) : efek farmakologi dicatat.


• Observasi umum : efek farmakologi dipastikan.
• Screening spesifik yang berpusat pada sebuah aktivitas yang
paling utama pada bahan tersebut.
STANDARISASI EVALUASI

Profil farmakologi dari suatu obat potensial dikonfirmasi oleh setidaknya


sebuah standarisasi evaluasi. Urutan ideal dari evaluasi obat adalah:

1. Memilih penyakit tertentu

2. Mempelajari fakta relevan yang cukup terhadap hal tersebut untuk


membantu investigator memprediksi struktur kimia yang cenderung
memiliki efek terapi tanpa adanya toksisitas

3. Sintesis obat

4. Membuktikan efikasi dan keamanan

5. Mengadakan tes klinik.


LANGKAH-LANGKAH BIOSKRINING OBAT

1. Memilih konstituen terisolasi pada material tanaman

2. Mengadakan screen pendahuluan

3. Pemilihan pelarut dan penyiapan larutan, pemilihan spesies hewan,


penetapan range dosis, dan pemberian obat melalui rute yang cocok.

4. Mengadakan screen umum untuk identifikasi profil farmakologi.

5. Mengadakan screen multidimensional (deretan tes untuk menetapkan


aktivitas farmakologi spesifik).

6. Uji toksisitas akut dan penentuan LD50, uji toksisitas kronik, dan
mengadakan bioscreen spesifik (in vivo (uji hewan utuh) dan in vitro (uji
jaringan atau organ terisolasi)).
VARIASI METODE DALAM PENEMUAN OBAT BARU

Adapun asal-usul senyawa baru sebagai obat dapat diperoleh melalui


beberapa metode, yaitu:
1. Empirik : Efektivitas yang ditunjukkan oleh pemberian terhadap
manusia pada kondisi penyakit tertentu.
2. Pendekatan rasional : Penggunaan rancangan rasional dari konsep
produk akhir.
3. Kebetulan : Contoh, evaluasi berturut-turut terhadap antibiotik oleh
penelusuran Fleming pada aksi pengembangan Penisilin yang berakhir
pada penemuan antikoagulan.
VARIASI METODE DALAM PENEMUAN OBAT BARU

4. Penggunaan klinis obat yang diikuti oleh pendekatan observasi untuk


menemukan petunjuk sebagai aksi potensial obat.
5. Biochemical : Sebuah studi sistematik terhadap abnormalitas proses
fisiologi tertentu oleh perubahan tubuh karena genetik atau penyakit.
Seperti pada keadaan defisiensi hormon dan vitamin.
6. SAR (Structure Activity Relationship) : Sebuah upaya menghubungkan
antara konfigurasi kimia dengan aktivitas biologi.
Misalnya Propanolol yang dikembangkan dari Pronetholol yang berasal
dari Dichloroisoproterenol, yang merupakan modifikasi dari struktur
Epinefrin.
UJI TOKSISITAS DAN UJI AKTIVITAS

• Uji toksisitas adalah suatu uji untuk mendeteksi tingkat ketoksikan suatu
zat/bahan yang akan digunakan sebagai obat.
• Hasil yang diperoleh dari pelaksanaan uji toksisitas dapat memberikan
informasi tentang tingkat keamanan suatu zat/bahan pada hewan coba atau
bahan biologi lainnya sebelum zat/bahan tersebut digunakan di klinik.
• Uji aktivitas (khasiat) obat adalah suatu uji untuk menentukan kebenaran
khasiat suatu bahan uji yang dibuktikan secara ilmiah dengan menggunakan
metodologi dan parameter yang ditentukan berdasarkan tujuan penggunaan
bahan uji yang akan dipakai di klinik.
UJI TOKSISTAS IN VIVO
KESIMPULAN

Bioskrining harus :
• mampu menjawab aktivitas farmakologi utama senyawa,
• mampu membuktikan khasiat farmakologinya
• mampu menggambarkan efisiensi kerja dalam penemuan
obat yang potensial.

Salam koja, curry


tree (Murraya
koenigii)
PUSTAKA :
Utama :
Vogel, HG. (2008): Drug discovery and evaluation: pharmacological assays, 3rd Ed. Springer.
Thompson, EB (1985): Drug bioscreening: fundamentals of drug evaluation techiques in pharmacology,
Graceway Publishing Company.

Pendukung :
Thompson, EB (1990): Drug bioscreening: drug evaluation techniques in pharmacology, VCH Publishers.
METODE DASAR LABORATORIUM
HEWAN DAN PENGEMBANGAN
DESAIN EKSPERIMEN

Marita Kaniawati - 2021


BAHAN KAJIAN
1. Pendahuluan mengenai metodologi uji farmakologi dan kontrak pembelajaran
2. Bioskrining obat
3. Metode dasar laboratorium hewan dan pengembangan desain eksperimen*
4. Efikasi dan keamanan
5. Skrining aktivitas farmakologi*
6. Bioskrining bahan alam berdasarkan pendekatan fitokimia
7. Hematologi hewan uji*
8. UTS
9. Uji aktivitas kardiovaskular: antihipertensi
10.Uji aktivitas GIT: antitukak peptik, antidiare
11.Uji aktivitas antiobesitas, antidiabetes, antidislipidemia
12.Uji aktivitas sistem syaraf pusat: model ketergantungan/adiksi
13.Uji aktivitas terhadap bakteri, jamur
14.Uji aktivitas terhadap parasit
15.Uji aktivitas terhadap sistem kekebalan tubuh (imunitas) : reaksi alergi
16.UAS
ANIMAL LABORATORY
INTRODUCTION
FAKTOR YANG HARUS DIPERHATIKAN
MANFAAT PENGGUNAAN HEWAN UJI*
• Keragaman dari subjek penelitian dapat diminimalisasi,
• Variabel penelitian lebih mudah dikontrol,
• Daur hidup relatif pendek sehingga dapat dilakukan penelitian yang bersifat
multigenerasi,
• Pemilihan jenis hewan dapat disesuaikan dengan kepekaan hewan terhadap materi
penelitian yang dilakukan,
• Biaya relatif murah,
• Dapat dilakukan pada penelitian yang berisiko tinggi,
• Mendapatkan informasi lebih mendalam dari penelitian yang dilakukan karena kita
dapat membuat sediaan biologi dari organ hewan yang digunakan,
• Memperoleh data maksimum untuk keperluan penelitian simulasi, dan
dapat digunakan untuk uji keamanan, diagnostik dan toksisitas

*Gunakan hewan yang secara phylogenetic mendekati manusia


KLASIFIKASI HEWAN UJI

1. Exploratory (penyelidikan) : Hewan Uji ini digunakan untuk


memahami mekanisme biologis, apakah termasuk
mekanisme dasar yang normal atau mekanisme yang
berhubungan dengan fungsi biologis yang abnormal.
2. Explanatory (penjelasan) : Hewan Uji ini digunakan untuk
memahami lebih banyak masalah biologis yang kompleks.
3. Predictive (perkiraan) : Hewan Uji ini digunakan untuk
menentukan dan mengukur akibat dari perlakuan, apakah
sebagai cara untuk pengobatan penyakit atau untuk
memperkirakan tingkat toksisitas suatu senyawa kimia yang
diberikan.
FAKTOR-FAKTOR PEMILIHAN HEWAN COBA
• Apakah hewan percobaan tersebut memiliki fungsi
fisiologi, metabolik dan perilaku serta proses penyakit yang
sesuai dengan subyek manusia atau hewan lain di mana
hasil penelitian tersebut akan digunakan ?
• Apakah dari sisi karakteristik biologi maupun perilaku
hewan tersebut cocok dengan rencana penelitian atau
percobaan yang dilakukan (misalnya cara penanganan,
lama hidup, kecepatan berkembang biak, tempat hidup
dsb.) ?
FAKTOR-FAKTOR PEMILIHAN HEWAN COBA
• Apakah tinjauan kritis dari literatur ilmiah menunjukkan
spesies tersebut telah memberikan hasil yang terbaik untuk
penelitian sejenis atau termasuk hewan yang paling sering
digunakan untuk penelitian yang sejenis ?.
• Apakah spesimen organ atau jaringan yang akan digunakan
dalam penelitian itu mencukupi pada hewan tersebut dan
dapat diambil dengan prosedur yang memungkinkan ?.
• Apakah hewan yang akan digunakan dalam penelitian
memiliki standar yang tinggi baik secara genetik maupun
mikrobiologi ?.
FAKTOR-FAKTOR PEMILIHAN HEWAN COBA
• Hewan uji sedapat mungkin bebas dari mikroorganisme
patogen, karena adanya mikroorganisme patogen pada
tubuh hewan sangat mengganggu jalannya reaksi pada
pemeriksaan penelitian.
• Berdasarkan tingkatan kontaminasi mikroorganisme
patogen, hewan percobaan digolongkan menjadi hewan
percobaan konvensional, specified pathogen free (SPF)
dan gnotobiotic*.
• Hewan yang digunakan harus mempunyai kemampuan
dalam memberikan reaksi imunitas yang baik.

*gnotobiotic : sistem eksperimental pemeliharaan biota di mana semua mikroorganisme telah


diketahui, atau telah dihilangkan
1. MOUSE (Mus musculus)
MOUSE (Mus musculus)
MOUSE (Mus musculus)
2. RAT (Rattus norvegicus)
EXPERIMENTAL USES
EXPERIMENTAL USES
EXPERIMENTAL USES
3. HAMSTER (Mesocricetus auratus)
HAMSTER (Mesocricetus auratus)
HAMSTER (Mesocricetus auratus)
DATA BIOLOGIS DAN FISIOLOGIS
4. ZEBRA FISH (Danio rerio)
ZEBRA FISH (Danio rerio)
EXPERIMENTAL DESIGN
BIOLOGICAL NAMES
TAHAPAN PENTING DALAM MEMBUAT DESAIN
EKSPERIMENTAL

1.Jumlah hewan uji


2.Pilot studies
3.Randomisasi
4.Blinding
5.Kelompok kontrol
6.Tipe variabel yang dikumpulkan
7.Metode statistik
1. JUMLAH HEWAN UJI

Untuk memperkirakan jumlah hewan yang dibutuhkan, perlu diketahui :


1. Ukuran efek (the effect size) : perkiraan perbedaan antara 2 kelompok
2. Perkiraan standar deviasi
3. Power yang diinginkan (biasanya 80%)
4. Level signifikansi (biasanya 5%; p<0.05)

Ukuran efek dan standar deviasi merupakan faktor unik untuk setiap
percobaan.
Power yang diinginkan dan level signifikansi merupakan hal yang bersifat umum
(konvensional)
2. PILOT STUDY

1. Tahapan penting untuk meyakinkan bahwa penelitian akan berjalan dengan


baik.
2. Dibutuhkan hewan uji dalam jumlah kecil.
3. Pada penelitian dengan model hewan yang diinduksi, peneliti akan menjadi
terlatih dengan prosedur yang akan digunakan.
4. Dapat memperkirakan ukuran penelitian (misal jumlah hewan uji)
5. Desain penelitian awal dapat berubah setelah melihat hasil pilot study

pilot studies is a useful weapon for the strategy of the project


3. RANDOMISASI

Tujuan :
1. Mengurangi atau menghindari bias
2. Menjamin perlakuan yang sama untuk setiap kelompok uji
3. Untuk mengontrol variasi
4. BLINDING

• Jika ada 2 atau lebih perlakuan sedang dibandingkan,


peneliti harus mengurangi terjadinya bias, dengan melakukan
‘blind’ untuk mengurangi subjektivitas saat mengumpulkan data.
• Jika peneliti memiliki seorang kolaborator untuk pencatatan
data, perlu pemberian kode terhadap hewan, sampel atau
spesimen dan tidak memberitahukan tujuan penelitian atau
pengelompokan penelitian.
5. KELOMPOK KONTROL

Beberapa tipe kelompok kontrol : positive, negative, sham dan


comparative controls.
1. Positive controls : those in whom an effect or changes are most
expected. They are necessary to estimate alterations that a
condition may cause and then detect what the investigated
treatment may modify.
2. Negative control : no changes are expect. It is like a mirror of the
positive control.
3. Sham controls : are used to mimic a procedure or treatment.
4. Comparative control : is a type of positive control in which it is
used a known treatment to contrast with the new investigated
treatment.
6. TIPE VARIABEL

A variable can be continuous, ordinal, and categorical.


1. Continuous variables are those expressed by numbers (serum
glucose level, anastomotic bursting pressure, heart frequency,
etc).
2. When a score is used with a limited variation such as 0, +, ++,
and +++, the variable is termed ordinal.
3. When it is considered an effect that may or may not occur such
as death, infection or the occurrence of peritonitis for instances,
the variable is said categorical.
PERTIMBANGAN FINAL
1. The planning of the experimental design is vital.
2. Investigators should adhere to the ethical procedure and follow
strictly the scientific method.
3. Specific question and wellformulated hypothesis are both
essential and practical.
4. Profound literature search and the aid of an experienced
statistician is encouraged.
5. The choosing of good control groups and the employment of
pilot studies are useful.
6. The formulation of new questions to be further responded is
expected.
EFIKASI DAN KEAMANAN OBAT

Marita Kaniawati
BAHAN KAJIAN
1. Pendahuluan mengenai metodologi uji farmakologi dan kontrak pembelajaran
2. Bioskrining obat
3. Metode dasar laboratorium hewan dan pengembangan desain eksperimen*
4. Efikasi dan keamanan obat
5. Skrining aktivitas farmakologi*
6. Bioskrining bahan alam berdasarkan pendekatan fitokimia
7. Hematologi hewan uji*
8. UTS
9. Uji aktivitas kardiovaskular: antihipertensi
10. Uji aktivitas GIT: antitukak peptik, antidiare
11. Uji aktivitas antiobesitas, antidiabetes, antidislipidemia
12. Uji aktivitas sistem syaraf pusat: model ketergantungan/adiksi
13. Uji aktivitas terhadap bakteri, jamur
14. Uji aktivitas terhadap parasit
15. Uji aktivitas terhadap sistem kekebalan tubuh (imunitas) : reaksi alergi
16. UAS
OUTLINE

01 02
Effectiveness, Efficacy
Drug Development and Efficiency in the
Health Care Sector

03 Drug Safety 04 Pharmacovigilance


01
Drug Development
TUJUAN DRUG DEVELOPMENT
1. The main goals of drug development are effectiveness and safety.
Because all drug can harm as well as help, safety is relative.
2. The difference between the usual effective dose and the dose that
causes severe or life-threatening side effects is called the margin of
safety. A wide margin of safety is desirable, but when treating a
dangerous condition or when there are no other options, a narrow
margin of safety often must be accepted.
3. If a drug's usual effective dose is also toxic, doctors do not use the
drug unless the situation is serious and there is no safer alternative.
EFEKTIVITAS OBAT
• Penicillin is such a drug.
Except for people who are allergic to
it, penicillin is virtually nontoxic,
The most useful drugs even in large doses.
are effective and, for • On the other hand, barbiturates
the most part, safe. (used as sleep aids) can interfere
with breathing, dangerously lower
blood pressure, and even cause
death if taken in excess. Newer sleep
aids such as temazepam and
zolpidem have a wider margin of
safety than barbiturates do.
DESAIN OBAT YANG EFEKTIF
Designing effective drugs with a wide margin of safety and few side effects cannot always be
achieved. Consequently, some drugs must be used even though they have a very
narrow margin of safety.

01 02
Warfarin Clozapine
is taken to prevent blood clotting, can cause helps people with schizophrenia when all
bleeding, but it is used when the need is so great other drugs have proved ineffective. But
that the risk must be tolerated. People who take clozapine has a serious side effect: It can
warfarin need frequent check ups to see whether decrease the production of white blood
the drug is causing the blood to clot too much, too cells, which are needed to protect against
little, or appropriately infection. Because of this risk, people who
take clozapine must have their blood tested
frequently as long as they take the drug
KOMUNIKASI PASIEN-TENAGA KESEHATAN
1. To help ensure that their treatment plan is as safe and effective as possible,
people should keep their health care practitioners well informed about
their medical history, drugs (including over-the-counter drugs) and dietary
supplements (including medicinal herbs) that they are currently taking, and
any other relevant health information.
2. They should not hesitate to ask a doctor, nurse, or pharmacist to explain:
- the goals of treatment,
- the types of side effects,
- other problems that may develop,
- and the extent to which they can participate in the treatment plan.
02
Efficacy, Effectiveness and
Efficiency in the Health
Care Sector
EFFICACY, EFFECTIVENESS AND EFFICIENCY
1. Dictionary says efficacy, effectiveness and efficiency are
synonymous.
2. Efficacy, in the health care sector, is the capacity of a given
intervention under ideal or controlled conditions.
3. Effectiveness is the ability of an intervention to have a meaningful
effect on patients in normal clinical conditions.
4. Efficiency is doing things in the most economical way.
Therefore, it would be more correct to define as strategic
efficacy/effectiveness to the aptitude to produce an effect realized in
ideal conditions and tactical efficacy/effectiveness to the same effect
looked in ordinary circumstances.
EFFICACY, EFFECTIVENESS AND EFFICIENCY

• efficacy effectiveness

interchangeable

• efficiency and effectiveness are often considered


synonyms
EFIKASI
KETIKA SEBUAH PENELITIAN MENILAI EFIKASI

1. Studi tersebut melihat apakah obat yang diberikan


dengan cara tertentu—yang dijelaskan dalam penelitian
tersebut—mampu mempengaruhi hasil yang diinginkan
(misalnya ukuran tumor) dalam populasi yang dipilih
(misalnya pasien kanker tanpa penyakit lain yang sedang
dideritanya).
2. Tujuannya yaitu menentukan apakah pengobatan akan
mempengaruhi penyakit.
EFEKTIVITAS
1. Pada studi efektivitas, peserta diperlakukan sebagaimana ketika
pengobatan diresepkan dalam praktik yang sebenarnya.
2. Hasil dalam studi efektivitas juga lebih umum diterima daripada
sebagian besar studi efikasi (misalnya apakah pasien merasa lebih
baik, lebih jarang datang ke rumah sakit, atau hidup lebih lama).
3. Biasanya pengendalian terhadap jenis partisipan pada studi
efektivitas kurang ketat dibandingkan studi efikasi karena para
peneliti tertarik untuk mengetahui apakah obat tersebut akan
memiliki efek yang luas pada populasi pasien dengan penyakit
tersebut.
EFIKASI DAN EFEKTIFITAS
1. Efficacy, in the health care sector, is the capacity for
beneficial change (or therapeutic effect) of a given
intervention (for example a drug, medical device,
surgical procedure or a public health intervention) under
ideal or controlled conditions.
2. Effectiveness/effectivity links to the notion of external
validity, in that it refers to patients who are visited by
physicians in their everyday practice.
03
Drug Safety
ARE DRUGS SAFER TODAY ?
RECENT DRUG WITHDRAWALS
Drugs withdrawn from market due to safety issues
DRUG SAFETY FACTS
1. All drugs have side effects, but the extent of their impact and severity
varies from mild (such as mild itching or mild headache) to severe (such as
severe rash, damage to vital organs, primarily the liver and kidneys, and
possibly even death).
2. Most of the side effects are predictable and mentioned in the leaflets for
each drug.
3. The serious problem is that some of the drugs’ side effects are not
previously known or have not been noticed, and the real risk here is
whether they would exert a severe deleterious impact on the patients who
are using them.
4. The factors that may increase the severity of the side effects: the type of
medications and the type of patients using them.
DRUG SAFETY FACTS
1. Some drugs may not cause serious symptoms, such as
certain types of antibiotics; other medications may cause
serious symptoms, such as certain cancer drugs, anti-
diabetic medications, medications to control elevated
blood lipids, and many others.
2. Nonetheless, serious adverse reactions can arise from
widely used and well-known medications. For example,
Paracetamol
SPECIFIC PATIENT POPULATIONS AND DRUG SAFETY

1. The type of patients using medications is a


very important factor in considering drugs’
side effects. People vary in their responses to
medications according to their age.
2. Responses to drugs vary between males and
females due to the physiological differences
between genders.
3. There are patient groups that need greater
attention and care when using medications,
such as pregnant women, the elderly, and
children.
DRUG SAFETY, DRUG-DRUG AND FOOD-DRUG INTERACTION

1. Different medications can interact with each other and


cause drug interactions, which can occur with almost all
drugs.
2. Such interactions could occur at any stage while the drug
is present within the body.
3. These interactions could : reduce or increase the effect
of other drugs, or could produce a different, new effect.
4. Drug interactions can occur in any pharmacokinetic (PK)
process, including absorption, distribution, metabolism,
and excretion.
MINIMIZING DRUG SIDE EFFECTS

1. Using the drug in the proper


way,
2. Following the instructions
included in the drug leaflet or
provided by the pharmacist or
the physician.
3. Knowing the necessary
information about a medicine
is considered the first step in
avoiding side effects
04
Pharmacovigilance
WHAT IS PHARMACOVIGILANCE ?
Pharmacovigilance is a science and activities relating to the :
- detection,
- assessment,
- understanding
- and prevention of adverse effects or any other possible
drug-related problems (eg. interactions, misuse,
medication errors, abuse, overdose, addiction potential)
PHARMACOVIGILANCE
DRUG SAFETY – SOME DEFINITIONS
• Adverse event (kejadian merugikan)
Kejadian medis sementara yang berhubungan dengan
penggunaan obat, tetapi tidak selamanya terkait sebab-
akibat.
• Side effect (efek samping)
Efek yang tidak diinginkan yang terjadi pada dosis normal
yang berhubungan dengan sifat farmakologinya.
DRUG SAFETY – SOME DEFINITIONS
Adverse reaction (reaksi merugikan)
Tanggapan terhadap obat yang berbahaya dan tidak diinginkan, dan yang
terjadi pada dosis yang biasa digunakan pada manusia untuk profilaksis,
diagnosis, atau terapi penyakit, atau untuk modifikasi fungsi fisiologis. (WHO,
1972)
1. Unexpected adverse reaction (reaksi merugikan yang tidak diharapkan)
Tidak konsisten dengan informasi produk yang berlaku atau karakteristik
obat.
2. Serious adverse reaction (reaksi merugikan yang serius)
Setiap kejadian medis yang tak diinginkan yang terjadi pada semua dosis;
– Menghasilkan kematian
– Mengancam kehidupan
– Membutuhkan rawat inap atau perpanjangan rawat inap yang ada
– Menghasilkan kecacatan presisten yang signifikan atau ketidakmampuan
SAFETY SIGNAL
1. Is information on a new or known adverse event that may be
caused by a medicine and requires further investigation.
2. Can be detected from a wide range of sources, such as spontaneous
reports, clinical studies and scientific literature. The presence of a
safety signal does not directly mean that a medicine has caused the
reported adverse event. An illness or another medicine taken by the
patient could also be the cause.
3. The assessment of safety signals establishes whether or not there is
a causal relationship between the medicine and the reported
adverse event.
4. The evaluation of safety signals is part of routine
pharmacovigilance.
DRUG SAFETY – MAIN SOURCES OF
INFORMATION
RATIONALE FOR CONTINUED
PHARMACOVIGILANCE
PHARMACOVIGILANCE AIMS
CONCLUSION
1. Medications are among the most frequently used interventions to
improve patient health.
2. Drug safety is the main aspect of medical therapy that can play a
major role in deciding which drug should be given to a patient.
3. Considering the concept of benefit–risk balance, we found that
drugs with a high risk profile should be avoided unless needed.
4. All patients should be protected; nevertheless, specific groups of
patients should be given more care, such as pregnant women,
children, and the elderly, since they are considered vulnerable
populations.
CONCLUSION
5. Drugs can react with other drugs or foods used on a daily basis and
specific precautions are required to avoid these simple but
dangerous interactions.
However, the risks from medications could be minimized through
patient education about drug safety and openness with the patient,
allowing him/her to ask questions related to their disease or
medications.
6. A good relationship between the medical team and the patient is
one of the most important determinants for drug safety.
RUJUKAN
1. https://www.slideshare.net/KatalystHLS/drug-safety-pharmacovigilance-introduction-
katalyst-hls
2. https://www.slideserve.com/chinara/drug-safety
3. https://www.slideshare.net/farihashikoh/pharmacovigilance-43814489
4. https://www.msdmanuals.com/home/drugs/overview-of-drugs/drug-effectiveness-and-
safety
SKRINING AKTIVITAS
FARMAKOLOGI

Marita Kaniawati
BAHAN KAJIAN
1. Pendahuluan mengenai metodologi uji farmakologi dan kontrak pembelajaran
2. Bioskrining obat
3. Metode dasar laboratorium hewan dan pengembangan desain eksperimen*
4. Efikasi dan keamanan obat
5. Skrining aktivitas farmakologi*
6. Bioskrining bahan alam berdasarkan pendekatan fitokimia
7. Hematologi hewan uji*
8. UTS
9. Uji aktivitas kardiovaskular: antihipertensi
10. Uji aktivitas GIT: antitukak peptik, antidiare
11. Uji aktivitas antiobesitas, antidiabetes, antidislipidemia
12. Uji aktivitas sistem syaraf pusat: model ketergantungan/adiksi
13. Uji aktivitas terhadap bakteri, jamur
14. Uji aktivitas terhadap parasit
15. Uji aktivitas terhadap sistem kekebalan tubuh (imunitas) : reaksi alergi
16. UAS
OUTLINE

01 Uji Praklinik 02 Skrining Obat

03 Uji Aktivitas 04 Jenis-jenis Uji


Aktivitas
01
Uji Praklinik
UJI PRAKLINIK DAN UJI KLINIK

• Dalam penelitian obat, baik bahan obat yang berbasis bahan alam
maupun bahan kimia yang akan dikembangkan sebagai obat baru
harus melalui tahapan penelitian berdasarkan prosedur pengujian
yang telah disepakati WHO yaitu melalui Uji praklinik dan uji klinik.
• Uji praklinik tujuannya adalah untuk menentukan keamanan dan
khasiat suatu bahan uji secara ilmiah sebelum dilakukan uji klinik,
melalui uji toksisitas dan uji aktivitas.
• Uji klinik adalah suatu uji yang dilaksakan pada manusia yang
meliputi 4 tahapan fase uji, yang dilaksanakan pada orang sehat dan
orang sakit yang disesuaikan dengan tujuan penggunaan bahan uji
untuk dipakai di klinik, termasuk uji monitoring efek samping obat
(MESO).
UJI TOKSISITAS DAN UJI AKTIVITAS

• Uji toksisitas adalah suatu uji untuk mendeteksi tingkat ketoksikan


suatu zat/bahan yang akan digunakan sebagai obat.
• Hasil yang diperoleh dari pelaksanaan uji toksisitas dapat
memberikan informasi tentang tingkat keamanan suatu zat/bahan
pada hewan coba atau bahan biologi lainnya sebelum zat/bahan
tersebut digunakan di klinik.
• Uji aktivitas (khasiat) obat adalah suatu uji untuk menentukan
kebenaran khasiat suatu bahan uji yang dibuktikan secara ilmiah
dengan menggunakan metodologi dan parameter yang ditentukan
berdasarkan tujuan penggunaan bahan uji yang akan dipakai di
klinik.
TIPE-TIPE UJI PRAKLINIK
UJI PRAKLINIK IN VITRO
UJI PRAKLINIK IN VIVO
UJI PRAKLINIK IN VIVO
02
Skrining Obat
SKRINING OBAT
It means thorough investigations :
1. measure the pharmacological activity of new or

chemically undefined substances


2. investigate the function of endogenous mediators

3. measure drug toxicity and unwanted effects

The main purposes of screening are to determine whether


the new substance are worthy for further attention and to
indicate which among them have the most interesting
pharmacological properties.
TIPE-TIPE SKRINING
A- Simple Screening:
It involves the use of one or two simple tests to find substances having
a particular property.
For example, a single test for conc. of glucose in blood can be used to
screen compound for hypoglycemic activity.

B- Blind Screening:
It is used to detect the pharmacological activities of new drugs whose
pharmacological activity is unknown.
The chief purposes is to demonstrate whether these new drugs are
worthy of further attention or not.
TIPE-TIPE SKRINING
C- Programmed Screening:
It is used when a new drug of specific type is to be
screened for some pharmacological effects.
Examples are screening of certain drugs on the CVS, CNS,
kidney, blood etc. It includes the use of quantitative assay
of the compounds and their comparison with standard
drugs that are quite active representative members of their
pharmacological class. It also provides indications of
potential side effects.
03
Uji Aktivitas
UJI AKTIVITAS

• Seperti halnya uji toksisitas, pada uji aktivitas dikenal uji


aktivitas in vitro dan uji aktivitas in vivo.
• Pada uji aktivitas secara in vitro dilaksanakan terhadap
jenis obat terbatas seperti obat antimikroba, obat anti
kanker, obat anti parasit dan anti jamur, menggunakan
media tertentu sebagai subjek penelitian.
• Bahan uji yang telah dibuktikan aktivitasnya secara in
vitro masih harus dilanjutkan dengan uji aktivitas in vivo
pada hewan coba.
TUJUAN UJI AKTIVITAS
Untuk membuktikan kebenaran khasiat obat secara ilmiah
berdasarkan metode ilmiah

In vitro In vivo
04
Jenis-jenis Uji Aktivitas
JENIS-JENIS UJI AKTIVITAS
1. Uji aktivitas antikanker
2. Uji aktivitas kardiovaskular: antihipertensi
3. Uji aktivitas GIT: antitukak peptik, antidiare
4. Uji aktivitas antiobesitas, antidiabetes, antidislipidemia
5. Uji aktivitas sistem syaraf pusat: model ketergantungan/adiksi
6. Uji aktivitas terhadap bakteri, jamur
7. Uji aktivitas terhadap parasit
8. Uji aktivitas terhadap sistem kekebalan tubuh (imunitas) : reaksi
alergi
9. dan lain-lain
UJI AKTIVITAS ANTIKANKER
• Setelah dilakukan uji aktivitas bahan uji secara in vitro
yakni pengaruh bahan uji terhadap perkembangbiakan
sel mieloma sebagai model sel kanker secara in vitro,
maka pengujian selanjutnya dilakukan uji aktivitas secara
in vivo pada hewan coba yang di buat menderita kanker.
• Hewan coba dibuat menderita kanker, tergantung pada
jenis kanker dan stadium kanker.
• Penggunaan bahan uji untuk mencegah atau untuk
mengobati kanker disesuaikan dengan penggunaan
bahan uji yang akan di pakai di klinik.
UJI AKTIVITAS ANTIHIPERTENSI
• Pada uji aktivitas terhadap bahan yang berpengaruh
pada sistem kardiovaskuler seperti bahan obat yang
dapat meningkatkan atau menurunkan tekanan darah
melalui rangsangan atau hambatan reseptor alpha
maupun reseptor beta, maka hewan coba dibuat
menderita hipotensi atau hipertensi terlebih dahulu,
selanjutnya dilakukan pengujian aktivitas terhadap
bahan uji.
UJI AKTIVITAS ANTIDIABETES
Pada uji aktivitas terhadap bahan yang berkhasiat
antihiperglikemia secara in vivo, maka hewan coba yang
dipakai dibuat menderita hiperglikemia atau diabetes
terlebih dahulu.
UJI AKTIVITAS TERHADAP SISTEM IMUN
• Pengujian untuk bahan uji yang dapat memodulasi respons imun
yang disebut dengan respons imunomudulator, baik bahan yang
bekerja sebagai imunostimulan ataupun sebagai imunodepresan.
• Respons imum yang muncul dapat berupa respons imun nonspesifik
seperti perubahan peran dan fungsi dari leukosit baik yang
berbentuk polimorfonuklear seperti neutrofil, basofil, eosinofil,
maupun yang berbentuk mononuclear seperti monosit dan limfosit,
ataupun respons imun yang bersifat spesifik seperti perubahan sel B
dalam pembentukan imunoglobulin dan sel T yang bersifat
sitotoksik, sel T memori, maupun sel sel T helper dalam
pembentukan interferon dan proses aktivasi makrofag dalam
mekanisme fagositosis.
TAKE HOME MESSAGES
• In pharmacology, biological activity or pharmacological activity describes
the beneficial or adverse effects of a drug on living matter.
• When a drug is a complex chemical mixture, this activity is exerted by the
substance's active ingredient or pharmacophore but can be modified by
the other constituents.
• Among the various properties of chemical compounds,
pharmacological/biological activity plays a crucial role since it suggests
uses of the compounds in the medical applications. However, chemical
compounds may show some adverse and toxic effects which may prevent
their use in medical practice.
TAKE HOME MESSAGES
• Activity is generally dosage-dependent.
• It is common to have effects ranging from beneficial to adverse for
one substance when going from low to high doses.
• Activity depends critically on fulfillment of the ADME criteria.
• To be an effective drug, a compound not only must be active
against a target, but also possess the appropriate ADME
(Absorption, Distribution, Metabolism, and Excretion) properties
necessary to make it suitable for use as a drug.

Anda mungkin juga menyukai